Anda di halaman 1dari 21

HISTORIS DAN EKSISTENSI PENDIDIKAN

TINGGI AGAMA ISLAM DI INDONESIA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Islam Dalam Sisdiknas

DOSEN PEMBIMBING: ASWAN, S.Ag, MM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7

KHOFIFAH PUTRI (1901020083)


WIRANTO (1901020146)
SITI JAMALIAH (1901020157)

PRODI : PAI SEMESTER VII

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM
ASAHAN-KISARAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan


rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga tugas makalah   ini dapat
terselesaikan dengan lancar dan tepat pada waktunya. Selanjutnya sholawat dan
salam kami kirimkan kepada nabi besar Muhammad SAW sebagaimana beliau
telah mengangkat derajat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benderang.
Ucapan terima kasih kami berikan kepada Bapak Dosen Buya ASWAN,
S.Ag, MM Selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan islam Dalam
Sisdiknas yang telah memberikan ilmu serta arahan pada tugas makalah ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih kami berikan kepada teman-teman yang telah
mau bekerja sama dan memberikan bantuannya terhadap tugas ini, tanpa mereka
makalah ini juga tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya serta dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman pada pembahasan makalah ini. Aamiin. Tentunya
masih banyak kesalahan pada tugas makalah ini yang mungkin kami tidak sadari,
oleh karena itu kritik dan saran bagi pembaca sangat kami harapkan guna
perbaikan tugas makalah-makalah selanjutnya.

Kisaran, November 2022


Penyusun

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan makalah.........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
A. Pengertian Historis....................................................................................2
B. Pengertian Eksistensi.................................................................................3
C. Sejarah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di Indonesia.................4
D. Eksistensi Perguruan Tinggi Adama Islam (PTAI) di Indonesia..............7

BAB III PENUTUP................................................................................................15


A. Kesimpulan ...............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam merupakan elemen penting yang membentuk dan mewarnai gaya
hidup masyarakat Indonesia. Keberhasilan Islam menginvasi kehidupan
bangsa Indonesia dan memantapkan dirinya sebagai agama utama merupakan
pencapaian yang luar biasa mengingat letak geografis Indonesia yang jauh
dari daerah asal Islam, Jazirah Arab. Karena jarak inilah, ketika Islam
pertama kali datang dan menyebar, tidak ada metode atau organisasi dakwah
di Nusantara yang dianggap mapan dan efektif dalam memperkenalkan Islam
kepada masyarakat luas.
Konteksnya sederhana dan dimaknai sebagai proses pembelajaran yang
menekankan kesederhanaan atau kemewahan. Bahkan, kebutuhan akan
pendidikan mendorong umat Islam Indonesia untuk mengadopsi lembaga-
lembaga keagamaan dan sosial yang ada dan mentransfernya ke lembaga
pendidikan Islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa pengertian historis?
2. Apa pengertian Eksistensi
3. Bagaimana sejarah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di
Indonesia?
4. Bagaimana eksistensi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di
Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Memahami pengertian historis.
2. Memahami pengertian Eksistensi
3. Mengetahui sejarah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di
Indonesia?

1
4. Mengetahui eksistensi Perguruan Tinggi Adama Islam (PTAI) di
Indonesia?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Historis
Menurut KBBI, sejarah adalah sejarah atau berkaitan dengan masa
lampau. Historis berasal dari bahasa yaitu history yang berarti penelitian atau
pengetahuan yang diperoleh melalui penyelidikan yang seksama. Hal ini
menunjukkan bahwa kajian sejarah bergantung sepenuhnya pada kajian
mendalam atas peristiwa atau kejadian masa lalu.1
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab (‫ةرجش‬: shajaratun), artinya pohon.
Dalam bahasa Arab, kata sejarah berarti tanggal (‫يرا‬DD‫)خ‬, dan kata tanggal
dalam bahasa Indonesia berarti waktu. Kata sejarah lebih dekat dengan kata
Yunani historia, yang berarti ilmu pengetahuan. Bahasa Inggris berasal dari
sejarah, yaitu dari masa lalu. Dalam bahasa Prancis historie, bahasa Italia
storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa
Belanda dikenal gescheiedenis.2
Sejarah adalah pengetahuan tentang peristiwa masa lampau dalam
masyarakat manusia menurut seperangkat ciri dan proses perkembangannya
dalam segala aspek, berguna sebagai pengalaman untuk menuntun kehidupan
manusia sekarang dan arah cita-cita masa depan.3
Sejarah adalah masa lalu dan semua yang dikatakan, dipikirkan, dirasakan,
dilakukan, dan dialami semua orang. Kembali ke masa lalu, sejarah memiliki
arti untuk masa kini, bahkan untuk masa depan. Oleh karena itu, tidak ada
gunanya jika seseorang tidak mengetahui ceritanya. Sejarah masih ditulis oleh
semua orang, semua waktu dan semua peradaban. Ini adalah bukti bahwa
sejarah adalah sesuatu yang perlu diingat dan diketahui oleh semua umat
manusia.

1
Aswan, Diktat Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Asahan: IAIDU
Asahan Kisaran, 2016), h. 43.
2
Tengku Iskandar, Kamus Bahasa, (Kuala Lumpur : Dewan Pustaka, 2006), h. 104.
3
Ismaun, Ilmu Sejarah Dalam Pendidikan IPS, (Jakarta : Modul universitas Terbuka,
2010), h. 16

3
Dari penjelasan yang berkaitan dengan arti kata sejarah, kita bisa
menyimpulkan bahwa kata sejarah digunakan sebagai kata dalam Bahasa
istilah sehari-hari dan ilmiah kita. sejarah berarti peristiwa atau kejadian.
Peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi atau keadaan yang terjadi
pada saat itu.
B. Pengertian Eksistensi
Eksistensialisme secara etimologis berasal dari kata eksistensi, eksistensi
berasal dari bahasa Inggris, yaitu excite; dari kata latin existere, yang artinya
muncul, ada, lahir, memilih wujud yang sebenarnya. Dari kata “ex” artinya
“di luar” dan “sistere” artinya “muncul” atau “bangkit”. Istilah-istilah
terminologi tertentu, yaitu pertama yang ada, kedua yang memiliki realitas
(disana), dan ketiga segalanya (semuanya) menekankan bahwa sesuatu itu
ada. Dikontraskan dengan esensi yang menekankan pada melupakan sesuatu
(sesuatu yang sebenarnya adalah sesuatu dengan sifatnya sendiri).4
Eksistensi diartikan dalam KBBI sebagai hal yang ada, sebagai eksistensi.
Eksistensi bisa dikenal juga dengan satu kata yaitu keberadaan. Keberadaan
adalah tentang dimana keberadaan mempengaruhi kita atau tidak. Keberadaan
ini harus diberikan kepada kita oleh orang lain, karena reaksi orang-orang
disekitar kita membuktikan keberadaannya atau kita menerimanya,
tergantung pada nama keberadaannya. Tentu saja terasa sangat canggung saat
kita ada, tapi tidak ada yang percaya kita ada. Oleh karena itu, bukti
keberadaan kita bisa diukur dari banyaknya orang yang meminta, atau
setidaknya merasa sangat membutuhkannya, saat kita tidak ada.

C. Sejarah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di Indonesia


Ayat 2 Pasal 24 UU Sisdiknas menyatakan bahwa perguruan tinggi
memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaga pendidikan sebagai pusat
penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat. Selain itu, poin 3 menjelaskan bahwa perguruan tinggi dapat

4
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 183

4
menerima dana publik yang pengelolaannya berdasarkan prinsip tanggung
jawab publik.5
Perguruan tinggi sebagai subsistem pendidikan nasional
menyelenggarakan pendidikan tinggi dan penelitian, serta pengabdian
masyarakat. Pendidikan tinggi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan manusia terdidik yang sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi.
Penelitian adalah kegiatan yang mengkaji kaidah-kaidah untuk menemukan
kebenaran dan memecahkan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni. Pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang
memanfaatkan informasi untuk memajukan masyarakat.6
Dalam catatan sejarah, gagasan mendirikan lembaga pendidikan Islam
sudah dimiliki umat Islam sejak zaman Belanda. Dr Satiman Wirjosandjojo
mendirikan Pesantren Luhur pada tahun 1938, yang akhirnya gagal karena
campur tangan penjajah Belanda. Pada tahun 1940, Persatuan Guru Agama
Islam (PGAI) mendirikan perguruan tinggi Islam di Sumatera Barat dengan
dua fakultas, yaitu Fakultas Syari'ah (Fakultas Agama) dan Fakultas
Pendidikan dan Bahasa Arab. Muhammad Yunus mengatakan bahwa
universitas Islam pertama kali didirikan di Indonesia, namun ketika Jepang
datang ke Indonesia, universitas tersebut ditutup dan hanya berdiri selama dua
tahun.7
Tokoh Nasional Moh. hatta, M. Natsir, K.H.A. Wahid Hasyim, K.H Mas
Mansyur juga mendirikan Sekolah Tinggi islam di Jakarta Tahun 1945 di
bawah pimpinan Abdul Kahar Muzakar. Masa Revolusi kemerdekaan STI
pindah ke Yogyakarta karena ibu kota pindah kesana sampai tahun 1948 yang
akhirnya berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan
empat fakultas yaitu hukum, agama, ekonomi dan pendidikan.
Pendirian perguruan tinggi Islam juga tidak terlepas dari kebijakan politik
dua kelompok utama, yaitu kelompok nasionalis dan kelompok Islam.

5
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 24 Ayat 2
6
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), h. 118
7
Ibid, h. 223

5
Jamhari menjelaskan, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
umat Islam atau mewadahi umat, pemerintah membentuk Jurusan Agama
Islam (PTAIN) Fakultas Agama UII Yogyakarta untuk mempertahankan
statusnya sebagai PTAIN yang berbasis di Yogyakarta. dan berdasarkan PP
Nomor 3 Tahun 1950. Upaya pelembagaan pengajaran Islam dan pembinaan
guru, tokoh agama, dan tokoh juga berujung pada pendirian ADIA di Jakarta.
Didirikan berdasarkan Surat Keputusan No. 1 Tahun 1950 oleh Menteri
Agama Republik Indonesia. Dekan pertama adalah Mahmud Yunus dan
Bustami A. Gani sebagai wakilnya.8
Akademi Dinas Ilmu Agama didirikan guna mendidik dan mempersiapkan
pegawai Negeri agar mencapai ijazah pendidikan semi akademi dan akademi
untuk dijadikan ahli didik Agama pada sekolah-sekolah lanjutan (umum/
kejuruan/ agama).
Upaya pemerintah untuk mengintegrasikan sistem pendidikan tinggi Islam
dan meningkatkan mutu pendidikan diwujudkan dengan menggabungkan
PTAIN dan ADIA menjadi satu lembaga yaitu Institut Agama Islam Negeri
(IAIN). Upaya tersebut dilakukan setelah Presiden Republik Indonesia
mengeluarkan PP. No. 11 Tahun 1960. Lembaga ini juga resmi mulai berlaku
pada tanggal 9 Mei 1960. Dalam keputusan pemerintah ini, tujuan keberadaan
IAIN adalah untuk meningkatkan dan memajukan pendidikan ahli-ahli agama
Islam untuk kebutuhan pemerintah dan masyarakat. IAIN diresmikan pada
tanggal 24 Agustus 1960 dengan Surat Keputusan Menteri Agama
Yogyakarta No. 35 tahun 1960 dan Prof. Tn. RHA Soenarjo sebagai rektor,
Wasil Aziz sebagai sekretaris senat, prof. T.A Hasby As Shidiqieqy selaku
Dekan Fakultas Syariah, prof. Dr Muchtar Yunus Ushuludin sebagai Dekan
Fakultas, Mahmud Yunus Tarbiyah sebagai Dekan Fakultas, Bustami A
Ghani sebagai Dekan Fakultas Adab.
Kelahiran Institut Agama Islam Negeri di Yogyakarta dan Fakultas
Tarbiyah di Jakarta tidak mampu memenuhi semua kebutuhan pendidikan
Islam bagi penduduk Nusantara yang mayoritas beragama Islam. Hingga
8
Aswan, Diktat Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Asahan: IAIDU
Asahan Kisaran, 2016), h. 44

6
dibukanya cabang-cabang keilmuan Islam di luar Yogyakarta dan Jakarta.
Namun, semakin besar pemenuhan kebutuhan umat Islam, ternyata membuka
cabang saja tidak cukup. perlunya IAIN mandiri di daerah.
Untuk memenuhi kebutuhan umat Islam mendirikan IAIN di daerah-
daerah, dikeluarkanlah Keputusan Pemerintah No. 27 Tahun 1963 yang
memberi peluang untuk mendirikan IAIN dan terpisah dari pusat. Jakarta
diberi kesempatan pertama untuk mendirikan IAIN. Hal ini menempatkan
IAIN Jakarta di urutan kedua di atas IAIN Yogyakarta.
5 Oktober 1964, IAIN Ar-Raniry Banda Aceh didirikan 5 Oktober 1964,
IAIN Raden Fatah 22 Oktober 1963, IAIN Antasari Banjarmasin 22
November 1964, IAIN Sunan Ampel Surabaya 6 Juli 1965, IAIN Alaud 1965
PandangAIN 9628 pagi I. Bonjol Padang 21-an November 1966, IAIN Sultan
Thaha Syaefuddin Jambi 1967. Memasuki orde baru, pemerintah berpaling
kepada tokoh-tokoh Islam dan daerah-daerah yang memiliki semangat
mendirikan IAIN. Fakultas-fakultas yang masih merupakan cabang IAIN
pusat dinaikkan menjadi IAIN sendiri, antara lain IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung pada 28 Maret 1968, IAIN Raden Intan Lampung pada 28 Oktober
1968, IAIN Wali Songo Semarang pada 1 April 1970, dan IAIN Sultano.
Syarif Qosim Sumatera Utara 19 November 1973.9
Jumlah mahasiswa PTAIN terus meningkat selama sepuluh tahun. Para
mahasiswa ini tidak hanya berasal dari seluruh Indonesia tetapi juga dari
negara tetangga, khususnya Malaysia. Berdasarkan perkembangan tersebut
dan pertimbangan ilmiah lainnya, pada tanggal 24 Agustus 1960, Presiden
mengeluarkan PP No. no 11, yang menggabungkan PTAIN dan ADIA
dengan nama baru Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Sejak itu, IAIN
berturut-turut didirikan di beberapa provinsi di Indonesia untuk membekali
masyarakat muslim dengan pendidikan tinggi di bidang Islam. Sejauh ini, 14
IAIN dan 35 STAIN telah dikerahkan di Indonesia.10
Pendirian perguruan tinggi Islam mengalami tiga periode dalam
perkembangannya, yaitu:
9
Ibid, h.45
10
Ibid, h.46

7
1. Era setelah munculnya Islam yang ditandai dengan terkonsentrasinya
pendidikan Islam di pesantren, pesantren, surau atau masjid.
2. Masa di mana ide-ide pendidikan Islam untuk reformasi pemikiran
Islam merembes pada awal abad ke-20. Periode ini ditandai dengan
munculnya madrasah yang memasukkan mata pelajaran “umum” ke
dalam kurikulumnya.
3. Masa lahir universitas Islam negeri dan integrasi pendidikan Islam ke
dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan Islam semakin memperhatikan dinamikanya pasca
kemerdekaan Indonesia. Kelahiran perguruan tinggi Islam ini
kemudian membuahkan beberapa keberhasilan yang luar biasa, karena
perguruan tinggi Islam ini melahirkan beberapa sarjana Islam modern
di masa depan.11

D. Eksistensi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di Indonesia


Sebuah paradigma baru pendidikan tinggi di Indonesia adalah wajib,
termasuk pendidikan tinggi Islam (PTAI). Dalam dunia yang berubah sangat
cepat, visi dan paradigma baru pendidikan tinggi sangat dibutuhkan. Suka
tidak suka, paradigma baru ini mencakup reformasi besar-besaran yang
melibatkan perubahan politik yang lebih terbuka, transparan, dan akuntabel.
Melalui reformasi dan perubahan, perguruan tinggi dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yang lebih beragam lagi melalui layanan pendidikan,
metode dan penawaran pendidikan berdasarkan jenis dan bentuk hubungan
baru dengan masyarakat dan sektor masyarakat yang lebih luas.
Keberadaan perguruan tinggi Islam pada hakikatnya ditentukan oleh dua
faktor utama. Yang pertama adalah faktor internal yaitu berdirinya perguruan
tinggi negeri di Indonesia antara lain Sekolah Tinggi Teknik Bandung tahun
1920, Sekolah Tinggi Hukum Jakarta tahun 1920 dan Sekolah Tinggi
Kedokteran Jakarta tahun 1927. Yang kedua adalah faktor eksternal yaitu ,
menjawab kebutuhan masyarakat untuk mengamalkan kehidupan beragama di
Rusminah, (dkk). Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN, IAIN, dan STAIN), (Insan
11

Cendekia, 2010), h. 14.

8
tanah air dan membawa pengaruh gagasan pembaharuan pemikiran Islam ke
Indonesia12
Paradigma baru pendidikan tinggi di Indonesia menjadi kerangka acuan
dan dasar pengembangan pendidikan tinggi, yang merupakan hasil diskusi
dan perumusan jangka panjang di tingkat nasional dan internasional.
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sebagai bagian integral dari sistem
pendidikan nasional tidak dapat menghindari rumusan-rumusan yang
berkembang dari waktu ke waktu. Kita dapat melihat ulasan yang
komprehensif tentang kegiatan pendidikan tinggi, menghasilkan ide dan
konsep untuk pengembangan pendidikan tinggi, seperti D.A. Tishna
Amiyaya. Sebelum memberikan kerangka pengembangan pendidikan tinggi
jangka panjang, ia mengidentifikasi lima masalah utama yang dihadapi oleh
perguruan tinggi secara umum:
1. Produktivitas rendah
2. Kapasitas terbatas.
3. Kelangsungan hidup terbatas
4. Ketidaksepakatan antara berbagai universitas.
5. Ketimpangan distribusi bidang ilmu pendidikan tinggi, khususnya
antara ilmu sosial humaniora dan ilmu eksakta.13
Untuk mengatasi berbagai kelemahan ini, Amijaya mengajukan lima
program besar:
1. Peningkatan produktivitas Perguruan Tinggi,
2. peningkatan daya tampung,
3. peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
4. peningkatan bidang keilmuan eksakta atau iptek,
5. peningkatan kemampuan berkembang. 14

Haidar Putra Daulay. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di


12

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 119


13
Aswan, Diktat Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Asahan: IAIDU
Asahan Kisaran, 2016), h. 44
14
Ibid, h. 46.

9
Rencana jangka panjang ini sejak awal disebut sebagai paradigma baru
pendidikan tinggi. Pada dasarnya paradigma baru ini bertujuan untuk
mentransformasikan peran negara dan pendidikan tinggi sedemikian rupa
sehingga pendidikan tinggi dapat berkembang lebih baik. Tujuan paradigma
baru juga untuk memandu pengembangan mekanisme baru pemberdayaan
pendidikan tinggi, seperti perencanaan berdasarkan prinsip desentralisasi,
evaluasi mutu berkelanjutan, dll.
Peran negara mengalami perubahan yang sangat signifikan seiring dengan
berkurangnya peran pemerintah. Secara konseptual dan praktis, pemerintah
bukan lagi sebagai lembaga sentral yang mengatur segala peraturan secara
detail atau terpusat mengontrol seluruh gerak dan dinamika pendidikan tinggi.
Pemerintah hanya menyediakan kerangka dasar dalam paradigma baru ini,
menawarkan insentif untuk mengalokasikan sumber daya keuangan dan
manusia untuk prioritas utama perguruan tinggi dan mendorong setiap
perguruan tinggi untuk meningkatkan standar kualitasnya.
Transformasi paradigma baru pendidikan tinggi di tingkat nasional
didorong oleh krisis keuangan, ekonomi, dan politik di Indonesia sejak akhir
tahun 1997. Krisis yang juga berdampak serius pada dunia pendidikan di
semua tingkatan, mau tidak mau juga mendorong perkembangan pendidikan
tinggi di tingkat nasional. perluasan konsep paradigma baru pendidikan tinggi
ke dalam konsep umum reformasi pendidikan nasional. seperti falsafah dan
kebijakan pendidikan nasional, sistem pendidikan kota, pemberdayaan guru
dan tenaga pendidik, administrasi sekolah, penerapan paradigma baru
pendidikan tinggi, dan sistem keuangan pendidikan.
Untuk menjelaskan visi dan aksi pendidikan tinggi yang dirumuskan oleh
UNESCO yang sangat penting bagi paradigma baru pendidikan tinggi di
Indonesia, berikut adalah beberapa bagian penting dari deklarasi UNESCO
tersebut:
1. Misi dan fungsi Perguruan Tinggi
Misi dan nilai-nilai inti perguruan tinggi adalah untuk
mempromosikan keberlanjutan dan pengembangan masyarakat secara

10
keseluruhan. Lebih khusus lagi, itu melatih siswa dan warga negara
untuk memenuhi kebutuhan semua bidang aktivitas manusia dengan
memberikan kualifikasi yang relevan, termasuk pendidikan dan
pelatihan profesional, dan menggabungkan pengetahuan dan keahlian
tingkat lanjut melalui kursus yang dirancang secara berkelanjutan,
dinilai secara teratur, dan dikembangkan secara berkelanjutan. untuk
memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat saat ini dan masa depan.
2. Memberikan berbagai kesempatan kepada para peminat untuk
memperoleh pendidikan tinggi sepanjang usia.
Perguruan Tinggi memiliki misi dan fungsi memberikan kepada
para penuntut ilmu sejumlah pilihan yang optimal dan fleksibilitas
untuk masuk ke dalam dan keluar dari sistem pendidikan yang ada.
Perguruan Tinggi juga harus memberikan kesempatan bagi
pengembangan individu dan mobilitas sosial bagi pendidikan
kewarganegaraan dan bagi partisipasi aktif dalam masyarakat. Dengan
begitu, peserta didik akan memiliki visi yang mendunia, dan sekaligus
mempunyai kapasitas membangun yang membumi.
3. Memajukan
Untuk menciptakan dan menyebarluaskan pengetahuan melalui
penelitian dan memberikan keahlian yang relevan untuk mendukung
masyarakat umum dalam pembangunan budaya, sosial dan ekonomi.
Pengembangan penelitian di bidang sains dan teknologi, ilmu sosial,
humaniora dan seni kreatif.
4. Membantu Untuk Memahami
Menafsirkan, memelihara, memperkuat, mengembangkan, dan
menyebarkan budaya historis nasional, regional dan internasional
dalam pluralisme dan keragaman budaya.
5. Membantu Untuk Melindungi dan Memperkuat
Nilai-nilai sosial dengan menanamkan kepada generasi muda nilai-
nilai yang membentuk dasar kewarganegaraan yang demokratis.
6. Memberikan Kontribusi

11
Memberikan kontribusi kepada pengembangan peningkatan
pendidikan pada seluruh jenjangnya, termasuk pelatihan para guru.15
Perguruan tinggi seharusnya menjadikan mahasiswa sebagai pusat atau
arah dari segala aktivitas. Pembuat kebijakan pendidikan tinggi di tingkat
nasional dan kelembagaan harus mengutamakan mahasiswa dan melihat
mereka sebagai mitra terpenting dan aktor kunci dalam reformasi dan
reformasi pendidikan tinggi. Paradigma baru pendidikan tinggi dalam konteks
ini adalah partisipasi mahasiswa dalam tahapan pendidikan, evaluasi,
reformasi metode pengajaran dan kurikulum, bahkan pembentukan kerangka
kelembagaan perguruan tinggi, kebijakan dan administrasi pendidikan tinggi.
Karena mahasiswa juga memiliki hak untuk berorganisasi dan mewakili diri
mereka sendiri, partisipasi mereka dalam hal ini harus dijamin. Sehubungan
dengan rumusan konsep pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia dapat
mengacu pada rumusan Kemendiknas:
1. Kemandirian lebih besar dalam pengelolaan atau otonomi.
Otonomi yang sebesar-besarnya atau setidak-tidaknya lebih besar,
otonomi tidak hanya dalam kaitannya dengan administrasi tetapi juga
dalam menentukan atau memilih kurikulum yang berkaitan dengan
penyesuaian pendidikan tinggi dengan dunia kerja atau dengan
kebutuhan pasar. Oleh karena itu, tugas pendidikan tinggi tidak hanya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, ilmu sosial dan humaniora, tetapi juga
mengembangkan semua bidang tersebut melalui penelitian dan
pengembangan.
2. Akuntabilitas
Tidak hanya dalam hal penggunaan sumber daya keuangan yang
lebih bertanggung jawab, tetapi juga dalam hal pengembangan ilmiah,
konten pendidikan, dan program yang ditawarkan. Tanggung jawab
ini bukan hanya milik pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan
atau pendanaan dan sumber daya lainnya, tetapi juga milik masyarakat

15
Ibid, h.49

12
dan pemangku kepentingan lainnya yang menggunakan dan
memanfaatkan hasil lulusan dan berbagai pembangunan khusus. Oleh
karena itu, tanggung jawab juga meluas ke dunia profesional dan
masyarakat luas.
3. Jaminan
Fokus yang lebih besar pada kualitas dalam evaluasi internal yang
sedang berlangsung dan evaluasi eksternal yang saat ini dilakukan
oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN). BAN harus meningkatkan
operasionalnya dengan menetapkan standar yang lebih fleksibel dan
dinamis atau tidak kaku agar perguruan tinggi dapat terus melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan dan kebutuhan dunia
kerja, serta harus melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan
dalam organisasinya agar penilaian dapat dilakukan. dibuat dan nyata
Pengakuan publik yang sangat tertarik pada hasil pendidikan tinggi.16
Sejalan dengan semangat paradigma baru perguruan tinggi di Indonesia,
khususnya sejalan dengan visi otonomi dan pembangunan. Kerangka
Pengembangan Perguruan Tinggi Islam (PTAI) harus dilandasi tidak hanya
pada misi ketuhanan untuk mendorong nilai-nilai Islam di Indonesia, tetapi
juga pada keadaan dan situasi yang melingkupinya. Perguruan Tinggi Agama
Islam (PTAD) di Indonesia selama ini mengalami beberapa permasalahan
mendasar dalam perkembangannya. Beberapa masalah tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) belum berfungsi optimal di
lingkungan akademisi, birokrasi, dan masyarakat Indonesia pada
umumnya. Di antara ketiga lingkungan tersebut, peran Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam (PTAI) di masyarakat tampak lebih besar
karena fokusnya yang kuat pada dakwah daripada pengembangan
ilmu.
2. Kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) tidak dapat
merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

16
Ibid, h.51

13
perubahan masyarakat yang semakin kompleks. Hal ini terutama
disebabkan karena Departemen Pendidikan Tinggi Islam (PTAI)
kurang berinteraksi dengan ilmu-ilmu umum bidang studi agama
bahkan bersifat dikotomis. Kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam
(PTAI) masih terlalu menitikberatkan pada ilmu-ilmu normatif,
sedangkan ilmu-ilmu umum yang dapat mengantarkan mahasiswa
pada cara berpikir dan pendekatan yang lebih empiris dan kontekstual
sepertinya kurang memadai.
Pendidikan tinggi Islam dijadikan sebagai wadah untuk memberdayakan
umat Islam dalam urusan kehidupan, aspek kehidupan yang melampaui
pemahaman kita, tak terkecuali pendidikan Islam yang mendukung generasi
cendekiawan. Secara historis, Perguruan Tinggi Islam (PTA) merupakan
upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan tinggi Islam,
tidak hanya menampung para penguasa kelompok Islam. Perguruan Tinggi
Agama Islam (PTAI) diharapkan mampu memenuhi kebutuhan, peran dan
eksistensi masyarakat muslim di berbagai lingkungan kehidupan. Perubahan
paham sosial, ekonomi, politik, keagamaan, perubahan nilai dan gaya hidup
yang dinamis terus berkembang secara masif, sehingga menjadi tantangan
bagi Perguruan Tinggi Islam (PTAI) untuk menyikapi perubahan tersebut.
Sejak Islam menjadi perguruan tinggi negeri, masyarakat lain berharap
dapat mendirikan layanan Academy of Religious Studies (ADIA) untuk
melatih pejabat di Kementerian Agama menjadi ahli agama. Hingga akhirnya
persekutuan antara STAIN dan ADIA menjadi Institut Agama Islam Negeri
(AIN) dan berkedudukan di Yogyakarta. Tantangan baru IAIN adalah
menjadi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTAI) yang mampu menjawab
tantangan global, menghadapi masyarakat yang semakin kompleks dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, serta
menuntut kinerja IAIN untuk menterjemahkan tantangan dan peluang, ide dan
gagasan untuk mentransformasikannya. IAIN. Bagian dari UIN
membutuhkan perjuangan yang sangat keras untuk menghadapi kelebihan dan
kekurangan di masyarakat.

14
Selain banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh Lembaga Pendidikan
Agama Islam (PTAI) seperti, menurunnya minat masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya pada program keagamaan, gaya hidup masyarakat
mengarah pada kebutuhan finansial dan profesional, serta lulusan program
pendidikan agama yang dianggap tidak kompetitif dalam dunia kerja, dan
berbagai masalah lainnya. Dalam rangka merespon perubahan masyarakat
global, dunia kerja dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
Universitas Islam (PTAI) juga harus mengubah arah dan visi pengembangan
keilmuan serta mampu menangkap peluang yang ada. UIN menjadi awal bagi
Perguruan Tinggi Islam (PTAI) untuk berdaya saing di era global.
Karena lahirnya PTAI di Indonesia merupakan salah satu aspirasi
masyarakat muslim khususnya di daerah, hampir setiap daerah di Indonesia
berusaha mendirikan PTAI dengan corak dan ciri yang berbeda-beda.
Lahirnya PTAI di suatu daerah tentunya dilatarbelakangi oleh beberapa
hal, seperti:
1. Perlunya pendidikan tinggi dan bentuk pemerataan kesempatan
pendidikan bagi masyarakat.
2. Memperdalam pemahaman dan pengetahuan tentang agama dan ilmu-
ilmu lainnya.
3. Pendewasaan ilmu dan pengetahuan agama yang luas dan menyeluruh
dapat dicapai melalui PTAI sehingga misi Islam dapat diwujudkan
sebagai rahmatan lil alamin.
4. Dalam perkembangan selanjutnya, PTAI juga akan mampu melatih
mahasiswa dan alumni yang memiliki pemahaman ajaran Islam yang
komprehensif dan moderat.17
Dalam sejarah perkembangannya yang panjang, PTAI diberi ruang lingkup
yang besar untuk memberi nilai tambah bagi mahasiswa dan alumninya,
karena otoritas keagamaan di tangannya dapat dibangun dalam bahasa yang
sama, sehingga mahasiswa dan alumni PTAI dapat menjadi pengamat politik,
politisi, Wartawan cetak dan elektronik, aktivis LSM, bankir, pengacara, dan
Rusminah, (dkk). Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN, IAIN, dan STAIN), (Insan
17

Cendekia, 2010), h. 7

15
beberapa lainnya akan melakukannya. Perguruan Tinggi Islam memiliki
beberapa kelebihan lain dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya antara
lain:
1. Beberapa orang percaya bahwa perguruan tinggi Islam mampu
menawarkan kehidupan yang sempurna baik dalam aspek duniawi
maupun dunia lain.
2. Anda mendapat banyak dukungan emosional dari komunitas
3. Memiliki daya motif transenden yang kurang tumbuh dan berkembang
di lingkungan perguruan tinggi lain. Melalui kerjasama perguruan
tinggi Islam dengan lembaga lain, diharapkan dapat menjadi
katalisator terobosan baru dalam kepemimpinan, peningkatan mutu
pendidikan, profesionalisme, dll.18
Berbagai permasalahan pendidikan tinggi yang berkaitan dengan
akademik, kelembagaan, hukum ketenagakerjaan, keuangan dan kesempatan
kerja bagi alumni dapat tertangani secara memadai melalui kerjasama yang
baik antar perguruan tinggi dan/atau lembaga lain di dalam dan luar negeri.
Jika model konsep komunitas di atas dapat diimplementasikan, berarti
mahasiswa PTAI telah menjadi embrio dan melaksanakan pembinaan dan
pelatihan sumber daya manusia yang berkualitas.

18
Ibid, h. 11.

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Sejarah merupakan masa lalu dengan apa-apa saja yang sudah dikatakan,
dipikirkan, dirasakan, dikerjakan dan dialami oleh-oleh sumua orang.
Sejarah masih terus ditulis oleh semua orang, sepanjang waktu dan semua
peradaban. hal ini yang menjadi bukti bahwa sejarah adalah hal yang
harus diingat dan diketahui oleh semua umat manusia.
2. Eksistensi itu perlu diberikan orang lain kepada kita, karena dengan
adanya respon dari orang disekeliling kita ini membuktikan bahwa
keberadaan atau sesuai dengan judul eksistensi kita akui.
3. Upaya pemerintah dalam mengintegrasikan system Perguruan Tinggi
Islam dan peningkatan mutu pendidikan terwujud dalam penyatuan
PTAIN dengan ADIA menjadi satu institusi yaitu Institut Agama Islam
Negeri (IAIN). Upaya ini terlaksana setelah Presiden RI mengeluarkan
PP. No.11 Tahun 1960. Berkedudukan diyogyakarta dan Prof. Mr. R.H.A.
Soenarjo sebagai rektor, Wasil Aziz sebagai sekretaris senat, Prof. T.A
Hasby As Shidiqieqy sebagai dekan fakultas syari’ah, Prof. Dr. Muchtar
Yunus sebagai Dekan Fakultas Ushuludin, Mahmud Yunus sebagai
Dekan Fakultas Tarbiyah, Bustami A Ghani sebagai Dekan Fakultas
Adab.
4. Paradigma baru Perguruan Tinggi yang sekarang ini di Indonesia menjadi
kerangka dan landasan pengembangan Perguruan Tinggi merupakan hasil
dari pembahasan dan perumusan yang telah dilakukan sejak waktu yang
lama baik pada tingkat nasional maupun internasional. Sekali lagi
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sebagai bagian integrai dari
sistem pendidikan nasional juga tidak bisa melepaskan diri dari
perumusan-perumusan yang berkembang dari waktu ke waktu itu.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aswan, Diktat Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, Asahan:


IAIDU Asahan Kisaran, 2016.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Ismaun, Ilmu Sejarah Dalam Pendidikan IPS, Jakarta : Modul universitas


Terbuka, 2010.

Iskandar, Tengku.Kamus Bahasa, Kuala Lumpur : Dewan Pustaka, 2006

Putra Daulay, Haidar. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di


Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006.

Putra Daulay, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam


di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.

Rusminah, (dkk). Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN, IAIN, dan STAIN).
Jakarta : Insan Cendekia, 2010.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 24 Ayat 2.

18

Anda mungkin juga menyukai