Anda di halaman 1dari 4

Sinusitis kronis adalah peradangan jangka panjang yang terjadi pada mukosa hidung dan

paranasal selama 12 minggu. CT scan non kontras adalah standar emas dalam mendiagnosis

sinusitis kronis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sinusitis kronis

berdasarkan CT scan non kontras di Poliklinik Bedah Kepala dan Leher THT RSUDZA Banda

Aceh tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data retrospektif, rekam

medik. Sampel penelitian ini diambil dengan metode consecutive sampling pada bulan Oktober

2020 dan diperoleh 111 sampel. Hasil penelitian menunjukkan penderita sinusitis kronis

terbanyak berusia 30-39 tahun yaitu sebanyak 42 orang (37,8%). Jenis kelamin yang menderita

sinusitis kronis sebagian besar adalah perempuan, yaitu sebanyak 59 orang (53,2%).

Berdasarkan CT scan non kontras, lokasi sinus yang paling banyak terkena adalah sinus

maksilaris, sebanyak 110 orang (99,1%). Jumlah sinus yang paling banyak terkena adalah

sinusitis tunggal yaitu sebanyak 58 orang (52,3%). Penderita sinusitis kronis tanpa polip paling

banyak ditemukan yaitu sebanyak 89 orang (80,2%). Variasi anatomi yang paling banyak

ditemukan adalah deviasi septum sebanyak 25 orang (22,5%). Kesimpulan dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa wanita, dewasa akhir, sinus maksilaris, sinusitis tunggal, sinusitis kronis

tanpa polip hidung, dan deviasi septum merupakan karakteristik pasien sinusitis kronis

berdasakan CT scan non kontras.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sinusitis atau yang lebih dikenal dengan rhinosinusitis merupakan peradangan yang terjadi
pada sinus paranasal. Penyebabnya bisa karena infeksi, alergi, atau masalah autoimun. Dalam
beberapa studi kasus, infeksi virus adalah penyebab paling umum dan sembuh dalam 10 hari.
Sinusitis diklasifikasikan berdasarkan durasinya sebagai akut jika kurang dari 4 minggu dan
kronis jika lebih dari 12 minggu dengan atau tanpa eksaserbasi akut. Sinusitis kronis memiliki
dua atau lebih gejala berikut, seperti hidung tersumbat, sekret hidung (hidung hidung
anterior/posterior), nyeri wajah atau nyeri wajah, dan penurunan indra penciuman. Faktor risiko
yang paling umum adalah alergi. Sedangkan lainnya adalah asma, paparan polusi dan asap,
defisiensi imun, dan devise septum.

Sinusitis dan sinusitis kronis adalah masalah Kesehatan masyarakat yang paling umum di
seluruh dunia. Pada 107 juta orang yang menderita sinusitis kronis di Cina daratan pada tahun
2015 menunjukkan bahwa sinusitis kronis umum terjadi pada orang dengan kondisi medis
tertentu, termasuk rhinitis alergi, asma, penyakit paru obstruktif kronik, dan asam urat.
Prevalensi laki-laki (8,79%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (7,28%). Faktor risiko
independen untuk sinusitis kronis adalah perokok aktif dan perokok pasif. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan promosi kesehatan terkait sinusitis kronis, terutama di negara berkembang.
Menurut data Survei Wawancara Kesehatan Nasional 2007, sinusitis adalah salah satu dari
sepuluh penyakit yang paling banyak didiagnosis di Amerika Serikat. Di Eropa, sekitar 10,9%
orang mengalami gejala sinusitis kronis. Di Kanada, 5% populasi umum menderita sinusitis
kronis.

Di Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2003,


terdapat 102.817 pasien sinus yang menjalani rawat jalan pengobatan, sedangkan penyakit
hidung dan sinus menduduki peringkat 25 dari 50 pola penyakit utama. Sebuah studi oleh
Amelia et al. Pada tahun 2017 didapatkan 73 pasien sinusitis kronis selama satu tahun di RSUD
Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Profil Kesehatan Provinsi Aceh mencatat, sinusitis
menduduki peringkat ke-11 dari 20 penyakit terbanyak untuk pasien rawat jalan di RSUD
Provinsi Aceh pada tahun 2012 dengan jumlah kasus sebanyak 8.183 kasus. Kajian Husni dan
Pradista10pada tahun 2012 di Rumah Sakit Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Indonesia
menunjukkan bahwa terdapat 33 penderita sinusitis kronis dari Oktober hingga Desember 2010.

Dalam menegakkan diagnosis sinusitis kronis diperlukan pemeriksaan yang objektif karena
gejala yang muncul bisa saja tidak spesifik. Pemeriksaan penting untuk sinusitis adalah
rinoskopi anterior, nasoendoskopi, dan pencitraan radiologis. Pencitraan radiologi meliputi
rontgen sinus paranasal, Computed Tomography (CT) Scan sinus paranasal, dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan radiologi sering diperlukan untuk memastikan sinusitis
kronis. Namun, CT scan sinus paranasal merupakan standar emas dalam menegakkan diagnosis
sinusitis kronis. Kelainan mukosa, obstruksi ostium sinus, variasi anatomi, dan polip hidung
dapat digambarkan dengan baik oleh CT scan. Namun, kelemahan CT scan adalah biayanya
yang relatif mahal dan dosis radiasi yang besar.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (RSUDZA)
Banda Aceh, sebuah rumah sakit rujukan di Aceh. Belum pernah ada penelitian serupa
sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka kami tertarik untuk mengetahui lebih jauh
tentang karakteristik pasien sinusitis kronis berdasarkan gambaran CT scan tanpa kontras di
Poliklinik Bedah Kepala dan Leher THT RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh, Indonesia.

1.1 Rumusan Masalah

1 Bagaimana karakteristik sinusitis kronis berdasarkan CT scan non kontras ?

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik sinusitis kronis berdasarkan CT scan non kontras.


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Penderita sinusitis kronis sebagian besar berusia 30-39 tahun dan terutama wanita.
Berdasarkan CT scan tanpa kontras, sinus yang paling banyak terkena adalah sinus
maksilaris. Jumlah sinus yang terkena pada sinusitis kronis adalah sinusitis tunggal. Sinusitis
kronis tanpa polip hidung lebih umum daripada sinusitis kronis dengan polip hidung. Variasi
yang paling anatomi adalah septum hidung deviasi. Jumlah penderita sinusitis kronis
berdasarkan citra CT scan tanpa kontras pada tahun 2019 sebanyak 111 penderita.

Anda mungkin juga menyukai