Anda di halaman 1dari 6

Safiruddin A, et al.

, Gambaran Attachment Anak Broken Home dengan Ayah Kandung yang Pisah Rumah

Gambaran Attachment Remaja Broken Home dengan Orangtua yang


Pisah Rumah

Achmad Safiruddin1, Finka Andriana P. M.1, Jinan Nisrina Nada1, Kharisma Dias R.1,
Meilia Ayu Rifana P.1

1
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Kesehatan, UIN Sunan Ampel Surabaya

Abstract

This research aims to see the description of attachment in children who are broken
home with parents who are separated from their homes. The research method used is
qualitative with a phenomenological approach. This research involved two subjects selected
through purposive sampling. Data were collected using interviews and documentation while
data analysis used interaction data analysis by Huberman and Miles (1984). The results of
the study show a picture of attachment in children who are broken home with separated
parents, namely biological fathers with attachments style in the category of insecure
attachment or a relationship that feels insecure with avoidant attachment style.

Keywords: attachment, broken home, divorce

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran attachment pada anak yang broken
home dengan ayah kandung yang pisah rumah dengan anak tersebut. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini melibatkan dua
subjek yang dipilih melalui purposive sampling. Pengambilan data menggunakan wawancara
dan dokumentasi sedangkan analisis data menggunakan analisis data interaksi oleh Huberman
dan Miles (1984). Hasil penelitian menunjukkan gambaran attachment pada anak yang
broken home dengan orangtua yang pisah rumah, yaitu ayah kandung dengan attachment
styke dalam kategori insecure attachment atau hubungan yang merasa tidak aman dengan
gaya avoidant attachment.

Kata kunci : attachment, broken home, perceraian

Pendahuluan
Safiruddin A, et al., Gambaran Attachment Anak Broken Home dengan Ayah Kandung yang Pisah Rumah

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang
berupaya untuk memahami interaksi oleh sekelompok orang pada situasi tertentu dan makna
peristiwa atau fenomena yang terjadi. Dipilihnya pendekatan ini untuk memahami dan
mengetahui attachment anak broken home dengan salah satu orangtua yang pisah rumah
dengannya, serta mengetahui jenis attachment diantara keduanya. Kriteria subjek pada
penelitian ini yaitu: 1) anak yang broken home, 2) berusia 12-21 tahun, 3) pisah rumah
dengan salah satu orangtua. Berdasarkan kriteria tersebut dan ketersediaan untuk menjelaskan
dan berbagi pengalaman mengenai attachment anak broken home yang pisah rumah dengan
orangtuanya, maka terpilih dua subjek dalam penelitian ini. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan purposive sampling, yaitu menarik sampel yang sesuai dengan kriteria
yang sudah ditentukan (Arikunto, 2011).
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang meliputi wawancara dan
dokumentasi. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
(in-depth interview), yaitu dengan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum diberikan
kepada interviewee yang mana interviewer dengan interviewee terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lama. Digunakannya wawancara mendalam karena topik masalah yang
ditanyakan bersifat sensitif, yaitu mengenai kondisi broken home. Dokumentasi merupakan
upaya untuk mengumpulkan data dalam bentuk notulensi, transkrip, catatan, dan lain
sebagainya (Arikunto, 2011). Hasil penelitian dari wawancara dapat dipercaya jika didukung
dengan data historis yang runtut dari narasumber. Model analisis data interaksi oleh
Huberman dan Miles (1984) digunakan dalam penelitian ini. Tahap–tahap pada analisis data
model interaktif, yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan
kesimpulan (Herdiansyah, 2020).

Hasil
Berdasarkan jawaban dari subjek 1 dan subjek 2, terdapat beberapa tema yang
menjadi temuan. Tema-tema tersebut berkaitan dengan kondisi setelah perceraian orang tua
subjek serta gambaran attachment antara subjek dengan orangtua yang tidak serumah dengan
subjek. Kedua subjek sama-sama pisah rumah dengan ayah. Hubungan dengan orang tua
yang pisah rumah, perasaan asing dengan orangtua yang pisah rumah, kuantitas bertemu
orangtua yang pisah rumah, kendala bertemu, cara menjalin komunikasi, keharmonisan dalam
Safiruddin A, et al., Gambaran Attachment Anak Broken Home dengan Ayah Kandung yang Pisah Rumah

menjalin hubungan, dan kuantitas berkomunikasi adalah berbeda antara subjek 1 dan subjek
2. Namun rasa percaya pada orang tua yang pisah rumah antara subjek 1 dan subjek 2 adalah
sama, yaitu masih percaya.
Subjek Gambaran Penyebab Jenis Konsekuensi
Subjek A
Subjek B Attachment Tinggi Tingginya rasa Secure Hubungan
tanggung jawab dari Attachment yang
sang ayah dan juga fleksibel
rasa kasih sayang antara ayah
antara ayah dan dan anak,
anak. Juga saling
dukungan dari sang mendukung,
ibu yang dan saling
membiarkan subjek percaya.
untuk tetap
berhubungan baik
denga ayahnya.
Pembahasan
Subjek B memiliki gambaran Attachment yang tinggi dengan ayahnya. Itu
dikarenakan keduanya terus saling percaya dan mendukung satu sama lain. Hubungan subjek
dan ayahnya fleksibel sehingga tidak ada kecanggunga yang terjadi saat bertemu. Subjek
mengaku bahwa hubungannya dengan sang ayah tetap harmonis walaupun mereka jarang
berhunungan dan mungkin bertemu setidaknya setahun dua kali. Kendalanya yaitu karena
subjek dan ayahnya memiliki kesibukan yang berbeda, juga karena tinggal di kota yang
berbeda juga.
“Kalau ketemu sama ayah sih nggak sering, setahun mungkin hanya 2x dan hanya
waktu liburan”
Penyebab attachment yang tinggi antara subjek dan ayahnya yaitu karena sang ayah
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk subjek. Ayahnya tidak pernah lepas tangan
untuk kebutuhan subjek baik itu secara finansial maupun kasih sayang. Subjek mengatakan
bahwa sang ayahmasih teruh memperhatikan tumbuh kembang subjek bahkan hinggak saat
proses wawancara.
” Untuk tanggung jawab kedua orang tua saya masih bertanggung jawab. Mencakup
pendidikan sama sandang pangan. Saya sama kebutuhan sehari hari saya masih tetap. Iya
jadi maksudnya di sini masih dipenuhi baik dari ayah dan ibu dan untuk seterusnya”
Jenis attachment yang terjadi yaitu Secure Attachment. Secure attachment
adalah jenis keterikatan dalam situasi ideal yang dijelaskan sebelumnya. Orang yang
terikat dengan aman biasanya tumbuh dengan banyak cinta dan dukungan dari pengasuh
yang responsif secara konsisten, dan sebagai orang dewasa mereka saling bergantung,
terhubung dengan orang lain dengan cara yang sehat dan saling menguntungkan. Mereka
baik-baik saja baik dalam hubungan dan mereka sendiri; mereka dapat berpikir dengan
fleksibel, dapat melihat berbagai kemungkinan, nyaman dengan perbedaan, dan
menyelesaikan konflik tanpa banyak drama. Mereka dapat menginternalisasi cinta yang
mereka rasakan dari orang lain dan memaafkan dengan mudah (Heller & Levine, 2019).
Safiruddin A, et al., Gambaran Attachment Anak Broken Home dengan Ayah Kandung yang Pisah Rumah

Simpulan dan Saran


Terdapat sejumlah perbedaan antara subjek 1 dan subjek 2 dalam penelitian ini
sebagai gambaran attachment remaja broken home dengan orang tua yang pisah rumah.
Tanggapan setelah perceraian, kepercayaan, orangtua yang pisah rumah dengan subjek,
tanggung jawab ayah atas kebutuhan, kuantitas berkomunikasi, cara menjalin komunikasi,
kuantitas bertemu ayah secara langsung, perasaan asing dengan ayah yang pisah rumah,
penghindaran dan penolakan, perasaan marah atau benci, perasaan bingung akan hubungan,
keharmonisan dalam menjalin hubungan, lama orangtua berpisah, dan pengaruh sebelum dan
setelah perceraian, merupakan gambaran dari attachment antara anak dengan orangtuanya.
Pengalaman yang dimiliki masing-masing subjek karena perceraian orangtuanya dapat
memicu timbulnya trauma, tetapi kedua subjek tidak merasa demikian. Kedua subjek
terkadang hanya merasa membutuhkan figur ayah, karena kelekatan di antara keduanya
menjadi kurang aman sehingga memunculkan perasaan keterasingan, demikian pula
sebaliknya. Pada subjek 1, kelekatan yang terjalin antara subjek dan ayahnya sangat kurang,
bahkan subjek tidak pernah bertemu dan sudah lupa wajah ayahnya. Sedangkan pada subjek
2, kelekatan yang terjalin lumayan baik. Subjek tidak merasakan adanya keterasingan dengan
ayahnya karena masih tetap menjalin hubungan dengan cara bertemu beberapa tahun sekali.
Penelitian ini melibatkan dua subjek yang berasal dari kota yang sama namun
melanjutkan pendidikan atau aktivitas di kota yang berbeda, sehingga faktor lingkungan dan
budaya menjadi berpengaruh. Selanjutnya, hasil penelitian ini hanya sebatas menjadi
gambaran, juga dapat menjadi ide dalam penelitian selanjutnya. Bagaimana hubungan
kelekatan (attachment) yang terjalin antara anak dan orangtuanya yang bercerai, kondisi atau
perasaan apa yang dirasakan subjek, faktor-faktor penyebab, dan lainnya yang dapat diteliti
lebih lanjut.

Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2011). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=217760
Aziz, M. (2015). PERILAKU SOSIAL ANAK REMAJA KORBAN BROKEN HOME
DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF (Suatu Penelitian di SMPN 18 Kota Banda Aceh).
Jurnal Al-Ijtimaiyyah, 1(1), 30–50. https://doi.org/10.22373/al-ijtimaiyyah.v1i1.252
Cenceng. (2015). Perilaku Kelekatan Pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby).
Dewi, I. A., & Herdiyanto, Y. K. (2018). Dinamika penerimaan diri pada remaja broken
Safiruddin A, et al., Gambaran Attachment Anak Broken Home dengan Ayah Kandung yang Pisah Rumah

home di Bali. Jurnal Psikologi Udayana, 5(2), 434–443.


https://ocs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/40414
Heller, P. D., & Levine, P. A. (2019). The Power Of Attachment. Sounds True.
Herdiansyah, H. (2020). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Salemba
Humanika
Marsella, P., Soetikno, N., & Marat, S. (2016). Studi Eksplorasi Rasa Marah Pada Remaja
Korban Perceraian Orangtua. October.
Najib, K. A., & Savira, L. (2021). Analisis Kedekatan Orang Tua dan Perkembangan
Kecerdasan Sosial Pada Anak Broken Home Santri Pondok Pesantren Falahussyabab
Yogyakarta. Jurnal Kajian Gender Dan Anak, 05(2), 129–150.
Nasution, E. S. (2021). Gambaran Kelekatan Anak dengan Orang Tua dari Keluarga
Commuter Marriage. 10(2), 19–29.
Praptomojati, A. (2018). Dinamika Psikologis Remaja Korban Perceraian: Sebuah Studi
Kasus Kenakalan Remaja. Jurnal Ilmu Perilaku, 2(1), 1.
https://doi.org/10.25077/jip.2.1.1-14.2018
Psikologi, J., Pendidikan, F. I., Psikologi, J., & Pendidikan, F. I. (n.d.). COVID-19 Shelina
Ayu Junitasyari Yohana Wuri Satwika.
Satata, D. B. M. (2021). Self-Disclosure Sifat Independen Anak Tunggal pada Keluarga
Broken Home. Jurnal Psikologi Perseptual, 6(1), 53–65.
https://doi.org/10.24176/perseptual.v6i1.5173
Vidanska, B. N. P., Arifin, H. S., & Prihandini, P. (2019). Pengalaman komunikasi dewasa
muda dengan keluargaa broken home dalam menjalin hubungan romantis. Jurnal
Politikom Indonesia, 4(2), 124–134. https://doi.org/10.31857/s013116462104007x
Safiruddin A, et al., Gambaran Attachment Anak Broken Home dengan Ayah Kandung yang Pisah Rumah

Anda mungkin juga menyukai