Anda di halaman 1dari 3

Pemahaman tentang bisnis yang berbasis teknologi informasi :

Istilah informasi di sini digunakan dalam arti luas. Pada dasarnya, segala hal yang bisa di-digital-
kan (diubah menjadi kode-kode elektronis), adalah informasi. Skor pertandingan bola, isi buku,
majalah, film, musik, data keuangan, dan halaman web, semua merupakan barang informasi
(information goods).
Beberapa informasi memiliki nilai hiburan, sejumlah informasi lain punya nilai bisnis, bahkan nilai
romantis (surat dari pacar Anda, misalnya). Namun, apapun sumber nilai itu, yang penting adalah
orang bersedia membayar untuk memperoleh informasi. Ekonomi informasi itu menyangkut
informasi dan teknologi yang berhubungan dengannya. Yang menjadi persoalan sekarang
bukanlah akses terhadap informasi, tetapi justru banjir informasi yang berlimpah (overload).

Konsep-konsep Kunci Ekonomi Informasi:

1. High fixed cost, low variable cost. Biaya pertama untuk mencipta suatu produk teknologi
informasi (copy pertama) biasanya mahal. Tetapi biaya untuk memperbanyaknya sangat murah.
Misalnya, biaya untuk membuat sebuah film Hollywood seperti Titanic bisa mencapai ratusan juta
dollar. Tetapi, begitu sudah dimasukkan dalam format VCD/DVD, biaya mengcopy,
memperbanyak, atau membajaknya amat murah. Hal sama berlaku untuk perangkat lunak
komputer, seperti Windows XP, MS Word, dan sebagainya. Anda bisa memperoleh DVD bajakan
film Titanic di Glodok dengan harga Rp 6.000, atau CD bajakan berisi Windows XP seharga Rp
35.000.

2. Versioning and price discrimination. Karena prinsip high fixed cost, low variable cost yang sudah
diuraikan di atas, penetapan harga berdasarkan biaya (cost) yang biasa tidak berlaku untuk
barang informasi, karena biaya per satuannya sudah mendekati nol. Karena itu, barang informasi
dinilai menurut nilai sang konsumen, bukan menurut biaya produksi. Karena orang memberi nilai
yang berbeda terhadap suatu informasi yang sama, maka muncul berbagai versi barang informasi,
untuk segmen-segmen pasar yang berbeda, yang akan membayar harga yang berbeda untuk
versi-versi yang berbeda.

Misalnya: Penerbit buku Harry Potter menjual versi hardcover seharga US$ 24, dan beberapa
bulan kemudian menjual buku yang sama tapi edisi softcover dengan harga US$ 16. Konsumen
yang tidak sabar, rela membayar lebih mahal untk membaca lebih dulu. Sedangkan konsumen
yang mau menghemat dan bersabar, menunggu beberapa bulan untuk membeli buku Harry Potter
dengan versi softcover yang jauh lebih murah.

3. Lock-in, switching. Sekali kita memilih satu produk teknologi informasi, sering kali kita seperti
terkunci (lock in), karena akan sulit pindah ke produk teknologi informasi lain (dari perusahaan
yang berbeda). Untuk pindah (switch) ke sistem lain, mungkin biayanya akan terlalu mahal,
karena investasi yang sudah ditanam sebelumnya akan terbuang.

Misalnya, pengguna perangkat lunak buatan Apple (MacIntosh) sulit beralih ke Microsoft Windows
karena problem kompatibilitas. File-file MacIntosh tidak bisa dibaca di Windows. Artinya, jika mau
pindah ke Windows, berapa biaya yang dibutuhkan untuk mentransfer ribuan file komputer ke
sistem operasi baru tersebut?

Contoh lain: Pada tahun 1970-an, videotape recorder versi Betamax sangat populer di Indonesia,
karena masuk ke pasar Indonesia lebih dulu. Sedangkan videotape recorder versi VHS, yang amat
populer di Amerika, justru kurang banyak beredar di Indonesia. Pengguna Betamax akan sulit
pindah ke VHS, karena beda format kasetnya. Kalau nekad mau pindah ke VHS, koleksi kaset
Betamax yang sudah terlanjur dibeli dan dimiliki, akan tersia-sia.

4. Network effects. Nilai suatu produk tergantung juga pada luas jaringan (network) pengguna
yang sudah memanfaatkannya. Makin luas dan makin besar jaringan itu, nilainya makin tinggi.

Misalnya, pengguna mobil Toyota Kijang, yang termasuk mobil paling populer di Indonesia,
diuntungkan oleh luasnya persediaan suku-cadang dan montir yang bisa mereparasinya di seluruh
Indonesia. Bahkan suku cadang imitasinya yang lebih murah juga banyak. Ini memberi nilai lebih
pada Toyota Kijang, ketimbang mobil KIA buatan Korea, misalnya. Kalau anda mau pergi ke luar
kota dan daerah terpencil, dan takut ada kerusakan mobil di jalan, mobil apa yang Anda pilih
untuk digunakan? Jelas, Anda merasa lebih aman naik Toyota Kijang daripada mobil KIA.

Prinsip yang sama berlaku untuk barang informasi, seperti perangkat lunak, kamera digital, mesin
photocopy, fax, dan printer. Pengguna printer HP (Hewlett-Packard), yang paling banyak
digunakan di Indonesia, lebih mudah membeli toner atau tintanya di mana-mana, ketimbang
produk printer buatan Brother, misalnya

EKONOMI INFORMASI ATAU INFORMASI DIGITAL?

Terdapat argumentasi yang beragam berkaitan dengan istilah ekonomi informasi, istilah ini
seringkali juga dipertukarkan dengan istilah ekonomi digital. Kling & Lamb (2008) berargumen
bahwa ekonomi informasi dan ekonomi digital memiliki konsep yang berbeda, sementara itu ada
juga yang berpendapat bahwa ekonomi digal dan ekonomi informasi adalah dua hal yang dapat
dipersamakan, dan ekonomi digital memiliki konsep yang lebih luas karena didalamnya juga
tercakup ekonomi informasi (Mutula 2009)

Ekonomi digital secara spesifik merujuk kepada perubahan secara menyeluruh dari semua sektor
ekonomi yang disebabkan oleh digitalisasi informasi yang dilakukan oleh komputer (Brynjolfsson &
Kahin 2000). Ekonomi digital dapat didefinisikan sebagai penggunaan secara luas (pervasif)
terhadap teknologi informasi yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunas, aplikasi dan
telokomunikasi dalam setiap aspek perekonomian yang meliputi opearsi internal organisasi (bisnis,
pemerintahan dan nirlaba); transaksi antar organisasi dan transaksi antara individu, yang dapat
bertindak baik sebagai konsumen, masyarakat maupun organisasi (Malecki & Moriset 2008).
Ekonomi digital meliputi barang dan jasa yang di dalam proses pengembangan, produksi,
penjualan dan penyediannya memiliki ketergantungan yang erat dengan teknologi digital, kontras
dengan pengertian diatas, ekonomi informasi melingkupi semua barang dan jasa informasi yang
dapat berupa publikasi, hiburan, riset, hukum, jasa asuransi, dan pengajaran dalam berbagai
bentuk (Kling & Lamb 2008).

Komoditas utama dalam ekonomi digital adalah pengetahuan dan informasi. Konsekuensinya,
managemen pengetahuan (knowledge management) dan pengelolaan informasi (information
processing) merupakan aktivitas yang amat penting dalam ekonomi digital (Mutula 2009). Dalam
perkembangan bisnis saat ini, setiap perusahaan dituntut untuk dapat mengelola berbagai
informasi dan pengetahuan tersebut sehingga menjadi suatu aset yang berharga dalam rangka
mencapai keunggulan kompetitif (Teece 2003). Ada dua faktor penting yang sangat menentukan
pencapaian kesuksesan dalam ekonomi digital yaitu kreatifitas individu dan teknologi informasi.
Kesuksesan dalam ekonomi digital sangat bertumpu pada kemampuan individu untuk selalu
melakukan inovasi-inovasi secara konstan dan berkelanjutan, sementara itu teknologi informasi
berperan sebagai pemampu dan fasilitator dalam pengelolaan informasi dan managemen
pengetahuan, sehingga proses-proses yang berlangsung dalam kreasi, manipulasi dan distribusi
informasi dan pengetahuan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif (Mutula 2009).

Ekonomi digital memiliki karakteristik yang amat berbeda dengan ekonomi industri, baik dari sisi
aktivitas maupun produk yang diperdagangkan. Karakteristik ini antara lain globalisasi, digitisasi,
virtualisasi, disintermediasi, reintermediasi (Mutula 2009; Turban et al. 2008). Perluasan pasar
secara internasional merupakan suatu keharusan dalam ekonomi digital. Internet memungkinkan
setiap perusahaan untuk menjangkau berbagai konsumen target di berbagai belahan dunia dengan
cara yang cepat, mudah dan murah. Produk-produk dan jasa yang ditawarkan juga tidak harus
berwujud fisik (tangible). Produk-produk informasi seperti buku tidak harus dijual dalam kemasan
fisik, tetapi dapat juga dijual dalam bentuk buku elektronik (e-book) yang proses
pendistribusiannya jauh lebih cepat dan murah. Hal yang sama juga terjadi dengan produk-produk
informasi lainnya seperti musik, film, perangkat lunak, dsb. Teknologi informasi memberikan
kemudahan dalam interaktivitas antar individu yang dapat berlangsung secara virtual. Proses
bisnis dapat berjalan dengan cepat tanpa harus berada pada lokasi yang sama. Negosiasi bisnis
dapat dilakukan melalui perangkat-perangkat teknologi informasi yang tersedia. Dengan demikian
komunikasi akan menjadi lebih cepat, murah, efektif dan efisien tanpa terkendala ruang dan
waktu. Selanjutnya, peran dari teknologi informasi dalam ekonomi digital adalah
menyederhanakan proses bisnis. Transaksi-transaksi bisnis dapat dilakukan secara langsung
antara penjual dengan pembeli tanpa harus melibatkan perantara dan pengecer. Namun demikian
di sisi lainnya juga terjadi proses reintermediasi, seperti adanya jasa pencarian produk,
perbandingan produk, pembayaran online, dsb. Disintermendiasi akan mengakibatkan efisiensi
dari sisi biaya penjualan dan distribusi, sementara itu reintermediasi akan menciptakan peluang
bisnis baru.

Komoditas utama yang diperdagangkan dalam struktur pasar ekonomi industri berupa barang-
barang yang berwujud (tangible) sementara itu ekonomi baru atau ekonomi digital berupa barang-
barang tak berwujud (intangible). Barang-barang tak berwujud berupa informasi ini memiliki
karakteristik yang unik. Biaya yang diperlukan untuk menghasilkan barang informasi sangat mahal
untuk proses produksi pertama kali, namun demikian akan menjadi sangat murah bahkan menjadi
nol, ketika barang tersebut direproduksi. Distribusi produk-produk informasi juga dapat dilakukan
dengan mudah dan murah. Produk informasi tidak memiliki sifat kelangkaan seperti yang dimiliki
oleh produk berwujud, sehingga dapat diproduksi dan dikonsumsi dengan jumlah yang tidak
terbatas. Pengelolaan hak kekayaan intelektual atas produk-produk informasi juga menjadi
permasalahan yang kompleks bagi industri yang bergerak di sektor informasi.

Pengelolaan korporasi modern abad 21 saat ini didasarkan pada prinsip-prinsip: 


1. segala sesuatu menjadi lebih murah (everything gets cheaper forever),
2. pengurangan biaya (cutting costs is the answer), 
3. inovasi menghasilkan profit (innovation builds profits),
4. musuh utama adalah deflasi – bukan inflasi (deflation is the enemy–not inflation),
5. satu-satunya aset adalah sumber daya manusia (human capital is the only asset). (Business
Week 2000). 

Prinsip-prinsip ini hanya dapat dimungkinkan dengan adanya peran teknologi informasi. Konsep
terintergrasi dari e-business yang diungkapkan oleh Holsaplle & Singh (2003) menyatakan bahwa
peran teknologi informasi adalah sebagai perangkat yang memampukan dan memfasilitasi
eksekusi aktivitas dalam berbagai rantai nilai, dan juga dalam mendukung pengambilan keputusan
yang mendasari keputusan tersebut. Peran teknologi informasi dalam penciptaan revolusi digital,
e-business di satu sisi menciptakan peluang-peluang baru yang sebelumnya tidak pernah
terpikirkan, namun di lain pihak juga memunculkan tantangan baru yang seperti produktivitas
ekonomi, kekayaan intelektual, proteksi privasi, masalah etika dan penegakan hukum, dsb

Anda mungkin juga menyukai