1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) merupakan salah satu wilayah maritim
yang terdiri dari 2.408 pulau dengan luas laut 95% sedangkan luas daratannya 5%
dari total luas wilayah. Letak geografis provinsi Kepri berada di pintu gerbang
Selat Malaka, yaitu alur pelayaran yang paling sibuk di kawasan Asia Tenggara
bahkan terpadat di dunia sejak berabad-abad yang silam.
Provinsi Kepri terdiri atas lima kabupaten dan dua kota yang tiap-tiap
kabupaten dan kota memiliki keistimewaannya masing-masing dalam berbagai
aspek. Misalnya Kota Tanjungpinang yang memiliki sejarah sebagai pusat
kerajaan Melayu di Pulau Penyengat pada masa silam yang juga sekaligus tempat
kelahiran Bapak Bahasa Indonesia, yaitu Raja Ali Haji. Atau Kota Batam yang
berbatasan langsung dengan pusat bisnis dan keuangan di Asia Pasifik yakni
Singapura. Saking dekatnya, bahkan dari pulau Batam tampak gedung-gedung
pencakar langit Negeri Singa tersebut. Kemudian Kabupaten Bintan yang
memiliki keindahan pariwisata bahari yang dikenal secara luas oleh dunia
internasional. Bersama Kabupaten Karimun, Kota Batam dan Kabupaten Bintan
merupakan kawasan perdagangan bebas (FTZ, free trade zone) yang menarik
banyak investor baik lokal maupun asing untuk berinvestasi di kawasan tersebut.
Di bagian lain dari provinsi Kepri, terdapat Kabupaten Lingga yang juga
pernah menjadi pusat peradaban Kerajaan Melayu Riau-Lingga. Kemudian
Kabupaten Anambas yang memiliki keanekaragaman hayati dan keindahan bahari
yang juga diakui oleh dunia internasional. Terakhir, Kabupaten Natuna
diperkirakan memiliki cadangan gas di laut yang merupakan salah satu cadangan
gas terbesar di dunia.
Dibalik semua keistimewaan tersebut, provinsi Kepri juga memiliki
beberapa masalah baik tingkat nasional maupun internasional. Di tingkat nasional,
misalnya kasus pulau Berhala yang pernah menjadi sengketa antara provinsi Kepri
dengan provinsi Jambi. Di tingkat internasional, kabupaten Natuna beberapa
tahun terakhir menjadi perbincangan dunia karena Republik Rakyat Tiongkok
mengklaim Natuna sebagai bagian dari wilayahnya. Selain itu kerap terjadi pula
kasus pencurian ikan oleh nelayan-nelayan asing di Laut Tiongkok Selatan.
Terhadap uraian diatas, diperlukan suatu upaya edukasi kepada generasi
muda, khususnya mahasiswa untuk menyaksikan dan menilai langsung realitas
kemaritiman yang ada di provinsi Kepri. Dengan menyaksikan dan menilai
langsung, diharapkan mahasiswa dapat memahami kekayaan maritim serta
semoga dapat menemukan solusi terhadap permasalahan yang ada di bidang
kemaritiman. Sehingga lahirlah gagasan mengenai pelayaran di provinsi Kepri
yang selama pelayaran akan dipenuhi dengan rangkaian kegiatan yang bersifat
ilmiah.
2
Tujuan
Adapun tujuan dalam gagasan ini adalah memberikan solusi alternatif
kepada berbagai pemangku kepentingan, yaitu pemerintah pusat, dalam hal ini di
bidang kemaritiman, khususnya Kementerian Koordinator Kemaritiman dan
Sumberdaya serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tentara Nasional
Indonesia (TNI) Angkatan Laut, pemerintah daerah provinsi Kepulauan Riau,
serta perguruan tinggi tentang upaya edukasi kekayaan sumberdaya laut dan
permasalahan di bidang kemaritiman di provinsi Kepulauan Riau.
Manfaat
Gagasan ini dapat dijadikan sebagai kebijakan oleh pemangku kepentingan
yang terkait dalam rangka meningkatkan pemahaman generasi muda tentang
kemaritiman dan kecintaan terhadap tanah air. Pelayaran ini sekaligus dapat
menjadi wahana pengembangan sumberdaya manusia di bidang kelautan dan
perikanan sebagai upaya membangun budaya maritim menuju Indonesia sebagai
poros maritim dunia.
2. GAGASAN
a. Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan
Planet bumi sekitar 70 persen luas permukaannya merupakan perairan.
Dengan perairan yang seluas itu, berdasarkan laporan WWF yang dirilis pada
tahun 2015 bahwa nilai aset utama dalam laut diperkirakan secara
konservatif mencapai US$ 24 triliun. Angka itu membuat laut menempati
peringkat ketujuh saat disandingkan dengan 10 negara dengan tingkat ekonomi
tertinggi di dunia.
Luas 70 persen perairan di planet bumi hampir diciplak secara sempurna
oleh Republik Indonesia. Alhasil, diperkirakan potensi ekonomi maritim RI
mencapai Rp 7.200 triliun per tahun (pusakaindonesia.org, 2014), atau lebih dari
3 kali lipat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016
yang sebesar Rp 2.095 triliun.
Fakta tentang luasnya perairan di planet bumi dan Indonesia akan menjadi
semakin menarik bila kita mengunjungi provinsi yang wilayah lautnya mencapai
hanya 95 persen, yaitu Kepulauan Riau (Kepri).
Menurut Kusumastanto (2009) dalam Manik dan Sari (2014), potensi
pembangunan wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi
pembangunan antara lain: a) sumberdaya yang dapat diperbaharui, seperti;
perikanan (tangkap, budidaya, dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang,
industri bioteknologi kelautan dan pulau-pulau kecil. b) sumberdaya yang tidak
dapat diperbaharui, seperti: minyak bumi dan gas, bahan tambang dan mineral
lainnya serta harta karun. c) energi kelautan, seperti; pasang-surut, gelombang,
angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). d) jasa-jasa lingkungan,
seperti; pariwisata, perhubungan dan kepelabuhanan serta penampung
3
seluas 1.000 hektare dengan kapasitas 4 juta TEUs di Tanjungsauh, sisi timur
Pulau Batam.
Namun demikian, upaya pembangunan berbasis kemaritiman dihadapkan
pada berbagai kendala. Menurut Manik dan Sari (2014) beberapa permasalahan
yang sekiranya dihadapi oleh Kepulauan Riau sebagai salah satu kawasan
perbatasan, dan menjadi tantangan utama untuk diselesaikan bersama diantaranya
adalah: masalah Kepulauan Karimun-Batam-Bintan-Anambas-Natuna yang
berbatasan dengan negara Singapura, Malaysia, Vietnam dan Thailand,
merupakan kawasan yang rawan terhadap kondisi keamanan dan kesenjangan
pengembangan wilayah seperti pencurian ikan, penyelundupan, serta berbagai
tindak kejahatan lainnya. Adapun permasalahan lain yang juga perlu diatasi yaitu
permasalahan lingkungan hidup, perusakan ekosistem laut, penangkapan ikan
secara berlebihan dan/atau dengan bahan peledak, pengambilan pasir laut yang tak
terkendali, tidak terjaganya hutan di pulau-pulau kecil dan kurangnya ketersediaan
sumber air baku tawar.
Sebagai upaya menuju cita-cita pemerintah saat ini yaitu sebagai poros
maritim dunia, yang sejatinya merupakan peradaban yang telah dicapai oleh
leluhur bangsa kita, paradigma mengenai budaya maritim harus dibangun
kembali. Lebih dari 300 tahun bangsa kita dijajah oleh Belanda dengan
melabuhkan pelaut-pelaut kita yang tangguh dan menjadikannya petani.
Kolonialis Belanda selama lebih dari 300 tahun berhasil mengubah paradigma
bangsa kita yang semula berorientasi maritim menjadi bangsa agraria. Maka untuk
mengembalikan paradigma maritim bangsa ini bukanlah hal yang mudah,
diperlukan konsistensi oleh seluruh pemangku kepentingan di negeri ini dalam
jangka waktu yang sangat panjang.
2. Dialog Kemaritiman
Narasumber pada dialog kemaritiman ini diisi oleh intitusi-intitusi terkait
kemaritiman. Misalnya Kementerian Kemaritiman dan Sumberdaya, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, serta pemerintah daerah provinsi Kepulauan Riau.
Misalnya:
- Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat menjadi pembicara mengenai
kebijakan peledakan kapal.
4. Rekreasi Bahari
Pelayaran di laut selama berhari-hari tentunya membuat peserta lelah
badan dan pikiran. Maka pada hari tertentu, pelayaran akan singgah di pulau
untuk berekreasi. Kepulauan Bawah di Kabupaten Anambas ditetapkan
sebagai peringkat pertama pulau tropis terindah di Asia pada tahun 2012
(detik.com, 2012). Kiranya pulau ini dapat menjadi tempat untuk beristirahat
sebelum melanjutkan pelayaran.
3. KESIMPULAN
Pelayaran Ilmiah Samudera (PIS) merupakan konsep suatu pelayaran
menggunakan kapal perang Indonesia (KRI) yang berlayar mengarungi pulau-
pulau di provinsi Kepulauan Riau, dimana selama pelayaran nanti akan dipenuhi
dengan rangkaian kegiatan yang bersifat ilmiah. Kompleksnya kekayaan maritim
provinsi Kepri juga disertai dengan berbagai permasalahan, dimana hal tersebut
dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran yang baik mengenai kemaritiman
Indonesia. Peserta kegiatan ini merupakan mahasiswa seluruh Indonesia yang
diseleksi melalui mekanisme lomba karya tulis.
Gagasan ini apabila direalisasikan diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman generasi muda tentang kemaritiman dan kecintaan terhadap tanah air.
Juga sekaligus menjadi wahana pengembangan sumberdaya manusia di bidang
kelautan dan perikanan sebagai upaya membangun budaya maritim menuju
Indonesia sebagai poros maritim dunia.