Anda di halaman 1dari 2

ANOREKSIA

Seringkali gangguan psikologis diartikan sebagai penyakit yang mengganggu


psikologi, behaviour, dan segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas sosial. Namun
apakah kalian tahu ternyata ada loh gangguan psikologis menyerang nafsu makan
seseorang, penyakit ini disebut anorexia nervosa. Penyakit ini mungkin masih asing
didengar untuk sebagian orang karena kasus ini sebagian besar terjadi di Benua Eropa.
Anorexia nervosa adalah penyakit psikologis yang mempengaruhi penderitanya untuk
terus menerus mengurangi berat badan
(Morris & Twaddle, 2007). 80-90% penderita anorexia adalah kaum perempuan.
Mayoritas penderita anorexia yaitu sekitar 0,3% wanita muda dengan presentase resiko
meningkat 2 kali lipat untuk remaja dengan umur rata-rata diatas 15 tahun. Anorexia
merupakan penyakit yang serius dengan tingkat kematian yang tinggi, outcome yang
buruk dan belum adanya treatment yang membantu secara empiris untuk orang
dewasa.

Seringkali pemicu anorexia adalah sikap obsesif ingin mempunyai tubuh yang ramping.


Karena itu tak jarang penderita anorexia adalah seseorang yang sangat memperhatikan
berat badannya, seperti model, artis, bahkan olahragawan. Tak hanya itu, penderita
anorexia juga biasanya adalah seseorang yang terkena body shamming dalam
lingkungannya terutama dalam masalah berat badan. Untuk memperoleh berat badan
yang ramping penderita akan melakukan diet ekstrim untuk menurunkan berat
badannya. Ketika penderita mengalami penurunan berat badan, penderita
akan bahagia dan lama kelamaan akan adiktif untuk mengurangi berat badannya secara
terus menerus. Apabila penderita gagal mengurangi berat badan ia akan
merasa depresi. Perasaan depresi dan kesenanagan yang didapatkan jika berat badan
turun ini yang memicu penderita anorexia terus menerus menurunkan berat badannya.
Karena sikap obsesif terhadap penurunan berat badan ini, penderita anorexia akan
melakukan segala usaha yang akan membuat berat badannya turun. Pada umumnya
mereka akan mengurangi porsi makan mereka atau bahkan tidak makan sama sekali.
Selain itu cara-cara yang lain seperti berolahraga denga ekstrem, memuntahkan
makanannya, hingga meminum obat pencahar. Cara-cara ini mereka lakukan untuk
mengontrol berat badan mereka agar tetap turun.

Pada tahap yang paling parah penderita anorexia tidak lagi dapat mengkonsumsi


makanan seperti pada manusia umumnya dikarenakan otak mengirim sinyal kepada
tubuh untuk memuntahkan kembali makanan tersebut. Perilaku tersebut terjadi karena
penderita anorexia akan mengalami ketakutan apabila ia mengkonsumsi makanan ia
akan mengalami kenaikan berat badan yang mana dalam sudut pandang mereka akan
membuat dirinya tidak cantik, tidak berguna dsb. Keinginan diri yang ingin terus
menerus menurunkan berat badan inilah yang membuat anorexia sulit disembuhkan.
Ciri utama penderita anorexia adalah penurunan berat badan yang sangat drastis dilihat
dari penampilan fisiknya. Sebelum terjadinya penurunan berat badan yang sangat
drastis penderita anorexia cenderung menutup diri, depresi, sering bercermin untuk
mengevaluasi bentuk tubuhnya, dan sering menimbang berat badan. Diagnosis awal
adanya anorexia seringkali datang dari orang tua, teman dan saudara terdekat untuk
setelahnya diketahui dokter. Anorexia menjadi sangat parah ketika indeks massa tubuh
17,5 atau kurang, mempunyai gangguan hormon, dan terjadi amenorrhoea (tidak
mengalami menstruasi bulanan). Gangguan hormon yang biasanya dimiliki penderita
anorexia adalah gangguan pada hormon norepinefrin dan MPHG yaitu produk akhir dari
norepinefrin pada urine dan cairan serebrospinal. Adanya gangguan pada serotonin,
dopamin, dan norepinefrin juga menyebabkan masalah pola makan. Gangguan hormon
pada penderita anorexia sebagian besar berada di otak yang menjadikan penderita
anorexia memiliki masalah serius pada struktur biokimia otak.

Penelitian terbaru pada anorexia nervosa difokuskan pada “ reward pathways ”,


dengan hipotesis bahwa jalur ini mungkin mengganggu mekanisme pendekatan
makanan pada penderita. Makanan adalah stimulus penting atau “ natural reward ”, dan
jalur “reward” sama dengan penyalahgunaan zat yang diaktifkan ketika kita
menginginkan, mendekati, dan memakan makanan. Bagian penting pada sirkuit
termasuk ventral striatum, yang mana menerima input dopaminergic otak tengah dan
mendoroong motivasi dan pendekatan “ reward ”, tugas orbitofrontal cortex untuk
penilainan “ reward ”; insula, yang mana memproses sensasi rasa kita dan
meningkatkan input ke striatum, dan hipotalamus yang berhubungan dengan
homeostasis body. Dengan adanya penyebab yang kompleks ini
penderita anorexia yang telah tahap lanjut perlu direhabilitasi dan diawasi oleh
profesional di bidang eating disorder .

Pada akhirnya penderita anorexia harus menggunakan feeding tube agar dapat


bertahaan hidup. “Feeding tube” yaitu sebuah tube yang dimasukkan lewat hidung
menuju lambung. Alat ini nantinya akan membantu mengantar nutrisi dalam bentuk cair
yaitu TPN (Total Parental Nutrition) kedalam lambung penderita anorexia, sehingga
penderita anorexia akan tetap mendapatkan energi untuk melakukan metabolisme agar
dapat tetap hidup. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa penyakit anorexia muncul akibat perspektif dan cara pandang yang terlalu
ekstrim terhadap standar tubuh langsing. Akibat dari perspektif tersebut tubuh akan
merespon dengan tidak dapat mengkonsumsi makanan. Sehingga cara yang dapat
dilakukan untuk menghindari penyakit ini adalah dengan self love . Mencintai diri sendiri
apa adanya dan menyadari bahwa kecantikan tidak datang hanya dari tubuh yang kurus
ramping, menyadari bahwa semua orang dengan bentuk badan apapun adalah cantik.
Selain itu, tidak melakukan diet ekstrim seperti memuntahkan kembaali makanan yang
telah dimakan. Karena hal tersebut dapat memicu bulimia yang nantinya akan
menimbulkan penyakit anorexia. Serta senantiasa menerapkan hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Gorwood, P., Blanchet-Collet, C., Chartel, N. & Duclos, J., 2016. New Insights
in Anorexia Nervosa. Frontiers in Neuroscience . Volume(10):1-21.
Le, l.K.-D., Barendregt, J.J., Hay, P. & Mihalopoulus, C., 2017. Prevention of Eating
Dissorder; A Systemic Review and Meta-Analysis. DRO . Volume(53):1-50.
Morris, J. & Twaddle, S., 2007. Clinical Review Anorexia
Nervosa. Bmj . Volume(334):894-98.
Zipfel, S. et al., 2015. Anorexia Nervosa; aetiology, assessmet, and treatment. Lancet
Psychiatry . Volume(1)1-5.

Anorexia nervosa:bertubuh kurus untuk bahagia - Esai Opini / Esai Psikologi - Dictio
Community

Anda mungkin juga menyukai