Anda di halaman 1dari 4

5.

Penentuan Adanya Kerugian Keuangan Negara pada Tindak pidana Korupsi

Didepan telah diuraikan adanya dua pandangan untuk menentukan secara garis besar
mengenai keuangan negara, yaitu:

Pandangan pertama, melihat keuangan negara dalam arti sempit yang menggunakan
kata kunci APBN, yaitu semua hal yang diatur APBN maka ia adalah keuangan negara, bila
diluar itu maka bukan keuangan negara.

Pandangan kedua, melihat keuangan negara dalam arti luas dengan melihat dikotomi
antara sektor publik dan privat. Hal ini semata-mata diketahui dengan melihat siapa
penyelenggara kegiatan ekonomi yang bersangkutan. Bila penyelenggaranya pemerintah maka
termasuk sektor publik dengan segala kekayaan dan keuntungan dari kegiatan ekonomi
tersebut.

Apabila menyimak Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No.31
Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, yang berbunyi: “Setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara…”Kata-kata:”… yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”
maka dapat ditafsirkan menurut kehendak siapa saja yang membacanya tidak mendatangkan
kepastian hukum kepada pencari keadilan dan penegak hukum, karena perbuatan atau
peristiwa tersebut belum nyata atau belum tentu terjadi dan belum pasti jumlahnya.

Telah ada definis “Kerugian Negara” yang menciptakan kepastian hukum yaitu
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, Pasal 1 ayat (22): “ Kerugian negara / daerah adalah kekurangan
uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibatnya
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”… Kerugian negara yang nyata dan pasti
jumlahnya…”, memberi kepastian hukum.

Penentuan adanya kerugian keuangan negara di depan persidangan tentu tidak terlepas
dari alat bukti sah yang digunakan untuk menentukan kerugian negara tersebut.

50
Dalam konsep akuntabilitas keuangan atau sistem pertanggungjawaban keuangan
sudah seharusnya selalu dikaitkan dengan sumber dana tersebut berasal untuk masing-masing
subyek hukum, karena perlakuan pada masing-masing subyek hukum terkait asal sumber
dananya tentu berbeda-beda. Demikian pula halnya dengan Persero. Sumber-sumber
keuangan Persero terdiri dari sumber-sumber yang berasal dari kekayaan Persero sendiri dan
sumber-sumber lain yang terkait dengan penugasan PSO. Kekayaan Persero berasal dari dan
terdiri atas saham-saham, termasuk saham-saham yang dimiliki negara. Sebagai pemegang
saham negara tentu berkepentingan terhadap keadaan untung rugi persero, namun demikian
dalam konsep hukum perseroan kerugian persero belum tentu merugikan pemegang saham.

Kerugian bagi pemegang saham salah satunya adalah tidak diterimanya dividen. Hal ini
tentu saja dapat dikatakan merugikan negara. Padahal dalam konsep hukum perseroan,
alasan pemilihan bentuk PT salah satunya adalah mudahnya diketahui risiko yang akan
ditanggung oleh pemegang saham yaitu hanya sebatas saham yang ditanamkan. Jadi tidak
menerima dividen seharusnya juga merupakan risiko yang telah diperhitungkan pemegang
saham pada saat membeli saham.

Konstruksi kepemilikan yang demikian sebenarnya adalah konstruksi yang adil atau fair.
Dengan demikian risiko kerugian tidak menerima dividen, termasuk hilangnya capital gain
(margin), dan hilangnya kekayaan Persero baik sebagian maupun seluruhnya pada saat
pembubaran PT, seharusnya telah diketahui atau paling tidak diperhitungkan oleh pemegang
saham, dalam hal ini negara. Untuk itu kajian pentingnya pendirian sebuah persero oleh Menteri
Keuangan, Menteri Teknis dan Menneg BUMN, pada tahapan pendirian sangat menentukan.

Kerugian negara timbul apabila terdapat “kekurangan” uang. Uang negara pada saat ini
harus sudah ada dan kemudian berkurang. Tidak diterimanya dividen tidak mengurangi uang
negara, tetapi mengurangi penerimaan negara. Berbeda halnya dengan capital gain. Karena
saham-saham yang ditanamkan adalah modal yang menjadi kekayaan Persero. Kerugian
negara dapat terjadi bila harga saham menurun. Apabila harga saham menurun sampai
mengakibatkan menurunya jumlah kekayaan persero, maka dapat dikatakan negara sebagai

51
Pemegang saham menderita kerugian. Kekurangan jumlah kekayaan berarti telah terjadi
kekurangan uang. Jumlah kekayaan dapat diperhitungkan dengan pasti. Dengan demikian
negara hanya perlu membuktikan bahwa telah terjadi perbuatan melawan hukum atau kelalaian
dari direksi dan atau komisaris. Apabila terbukti telah terjadi perbuatan melawan hukum atau
kelalaian, maka direksi dan atau komisaris dapat dikenakan sanksi-sanksi berdasar UU
Perbendaharaan Negara, UU Keuangan Negara dan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.

52

Anda mungkin juga menyukai