Anda di halaman 1dari 24

KERUGIAN NEGARA

PERTEMUAN KE-9
OLEH:
DR. H.BACHTIAR SIMATUPANG, SE,MM,SH,MH,Ph.D
DOSEN PPS UDA MEDAN
PENGERTIAN
Kerugian negara menurut Pasal 1 angka 1 UUPN
adalah berkurangnya uang, surat berharga, dan
barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai
akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
ataupun lalai.
Faktor-faktor yang menyebabkan kerugian
negara adalah penerapan kebijakan yang tidak
benar, memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korporasi.
TIMBULNYA KERUGIAN NEGARA
Menurut Djoko Sumaryanto, yang dapat merugikan
keuangan negara adalah:
1. Pengadaan barang dengan harga yang tidak
wajar karena jauh di atas harga pasar.
2. Harga pengadaan barang dan jasa wajar, akan
tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi barang
dan jasa yang dipersyaratkan.
3. Terdapat transaksi yang memperbesar utang
negara secara tidak wajar.
4. Piutang negara berkurang secara tidak wajar dapat
juga dikatakan merugikan keuangan negara.
5. Aset negara berkurang karena dijual dengan harga
yang murah atau dihibahkan kepada pihak lain atau
ditukar dengan pihak swasta atau perorangan (ruilasg).
6. Memperbesar biaya instansi atau perusahaan karena
pemborosan atau dengan membuat biaya fiktif.
7. Hasil penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih
kecil dari penjualan sebenarnya, sehingga mengurangi
penerimaan resmi perusahaan tersebut.
Theodorus M.Tuanakotta membagi lima sumber
kerugian keuangan negara, yaitu:
1. Pengadaan barang dan jasa.
2. Pelepasan aset
3. Pemanfaatan aset
4. Penempatan aset
5. Kredit macet
Ad.1. Pengadaan barang dan jasa.
Bentuk kerugian keuangan negara dari pengadaan barang
dan jasa adalah pembayaran yang melebihi harga
seharusnya, antara lain:
1. Mark up untuk barang yang spesifikasinya sudah sesuai
dengan dokumen tender. Kualitas dan kuantitas barang
sudah benar tetapi harganya lebih mahal.
2. Harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas barang yang
dipasok dibawah persyaratan. Harga sesuai dengan
kontrak, tetapi kualitas dan/atau kuantitas barang lebih
rendah dari yang disyaratkan.
Ad.2. Pelepasan aset negara.
Bentuk kerugian keuangan negara dari pelepasan
aset/harta negara, antara lain:
1. Penjualan aset yang dilakukan berdasarkan “nilai
buku” (nilai buku akuntansi) sebagai patokan. Proses
penjualannya dapat dengan atau tanpa tender.
2. Penjualan tanah dan bangunan “diatur” melalui Nilai
Jual Objek Pajak hasil kolusi dengan pejabat terkait.
3. Tukar guling (ruilslag) tanah dan bangunan yang
dikuasai negara dengan tanah, bangunan, atau aset
lain. Aset negara yang bernilai tinggi di-ruilslag
dengan “tanah bodong.”
4.Pelepasan hak negara untuk menagih. Hak negara
dapat timbul karena putusan pengadilan.
Pelaksanaan klaim atau hak tagih sering terlaksana
seret, tidak atau kurang ada pengendalian internal
atas hak tagih ini atau tindak lanjutnya sangat
lemah.
Ad.3. Pemanfaatan aset negara.
Kementerian Negara, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan
Hukum Milik Negara, Badan Layanan Umum,
dan Lembaga2 Negara lainnya mempunyai aset
yang belum dimanfaatkan secara penuh karena
salah beli. Pihak ketiga memanfaatkan
kekayaan negara ini melalui transaksi berupa
sewa atau kerjasama operasional.
Bentuk-bentuk kerugian keuangan negara dari
pemanfaatan aset negara, antara lain:
1. Negara tidak memperoleh imbalan yang layak
menurut harga pasar.
2. Negara ikut menanggung kerugian dalam kerja-sama
operasional yang melibatkan aset negara kepada
mitra usaha.
3. Negara kehilangan aset yang dijadikan jaminan
kepada pihak ketiga, dalam rangka kerjasama
operasional.
Ad.4. Penempatan aset.
Penempatan aset merupakan penanaman atau
investasi dari dana-dana negara.
Bentuk-bentuk kerugian keuangan negara yang terkait
dengan penempatan aset negara, antara lain:
1. Imbalan yang tidak sesuai dengan risiko.
2. Jumlah pokok yang ditanamkan hilang.
3. Kalau ada dana-dana pihak ketiga (disamping dana
negara) yang ikut hilang dan ditalang oleh negara.
Ad.5. Kredit Macet.
Kredit diberikan dengan melanggar tata-cara perkreditan,
baik yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maupun oleh
Bank Badan Usaha Milik Negara itu sendiri.
Pasal 2 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan: Perbankan
Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian.
Bankir yang koruptor (dan tim pembelanya) akan
menggunakan argumen bahwa kredit macet merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari risiko usaha perbankan.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian risiko
kredit diterapkan dengan 5C:
1. Character
Apakah pelanggan bersifat jujur atau tidak dalam
melakukan pembayaran kewajibannya.
- Pinjaman sebelumnya menunggak.
2 Capacity
Bagaimana kemampuan pelanggan untuk membayar
kewajibannya.
- Pengalaman/ pendidikan debitur
3. Capital
Bagaimana posisi financial perusahaan pelanggan dengan melihat
laporan keuangannya.
- Untuk mengetahui kekuatan modal
4. Colleteral
Untuk keamanan kredit yang diberikan perusahaan kepada pelanggan,
pelanggan memberikan jaminan, misalnya aktiva tetap/ tanah dan
bangunan.
5. Conditional.
Kondisi perekonomian negara atau daerah dapat merupakan
pertimbangan bagi perusahaan untuk memberikan kredit kepada
pelanggannya.
- Peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah.
PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA DI
LUAR PENGADILAN
1. Tuntutan Ganti Kerugian.
Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh
tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang
harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihak yang menjatuhkan ganti kerugian tidak boleh
sewenang-wenang membebankan tuntutan ganti
kerugian tanpa didasarkan pada bukti-bukti yang
diperkenankan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pihak yang dikenakan tuntutan ganti kerugian, wajib melakukan
pembayaran sebagai bentuk penggantian kerugian negara
tatkala cukup bukti bahwa yang bersangkutan terbukti
melakukannya.
Bukti yang dikumpulkan harus dapat menjawab 5W + 1H
1. What: Apa yang telah terjadi, termasuk dampaknya.
2. When : Kapan terjadinya
3. Where : Dimana terjadinya
4. Who : Siapa yang melakukannya
5. Why : Mengapa terjadi
6. How : Bagaimana terjadinya.
a. Bendahara.
Bendahara dalam pengelolaan keuangan negara
melakukan perbuatan melanggar hukum atau
melalaikan kewajibannya yang dibebankan
kepadanya dan langsung menimbulkan kerugian
negara, wajib mengganti kerugian negara.
Kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan
langsung atau kepala kantor kepada menteri,
pimpinan lembaga nonkementerian, atau pimpinan
lembaga negara yang berkompeten untuk itu.
Kerugian negara diberitahukan pula kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diketahui
kerugian negara, sebab proses tuntutan ganti rugi
berada dalam kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan.
Tujuan pemberitahuan kepada menteri, pimpinan lembaga
nonkementerian, atau pimpinan lembaga negara adalah
untuk mencocokkan laporan pertanggungjawaban
bendahara yang disampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan.
b. Pegawai Negeri bukan Bendahara.
Ketika ada kerugian negara yang dilakukan oleh pegawai
negeri bukan bendahara, maka kerugian negara tersebut
wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor
kepada menteri, pimpinan lembaga nonkementerian, atau
pimpinan lembaga negara yang berkompeten untuk itu.
Kerugian negara diberitahukan pula kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diketahui kerugian negara.
BPK wajib tahu sebagai dasar untuk melakukan
pengawasan penyelesaian ganti kerugian negara.
Pengenaan tuntutan ganti kerugian atas perbuatan
yang dilakukan pegawai negeri bukan bendahara
adalah tanggungjawab menteri, pimpinan lembaga
nonkementerian, atau pimpinan lembaga negara.
c. Pejabat Lain.
Ketika ada kerugian negara yang dilakukan oleh
pejabat lain, maka kerugian negara tersebut wajib
dilaporkan oleh pimpinan pimpinan lembaga negara,
karena merupakan kewajiban hukum yang melekat
pada jabatannya.
Kerugian negara diberitahukan pula kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diketahui kerugian
negara. BPK wajib tahu sebagai dasar untuk
melakukan pengawasan penyelesaian ganti kerugian
negara.
Pengenaan tuntutan ganti kerugian atas perbuatan
yang dilakukan pejabat lain adalah tanggung jawab
pimpinan lembaga negara tempat terjadinya
kerugian negara.
2. Pembebasan Tuntutan Ganti Kerugian.
Bendaharawan, pegawai negeri bukan bendahara,
dan pejabat lain dapat dibebaskan dari tuntutan
ganti kerugian negara apabila hak tagih negara
berada dalam keadaan kedaluarsa, sebagai berikut:
1. Hak negara dinyatakan kedaluarsa dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian
tersebut tidak melakukan penuntutan ganti
kerugian.
2.Hak negara dinyatakan kedaluarsa apabila dalam
jangka waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya
kerugian tidak dilakukan penuntutan.
3.Hak negara dinyatakan hapus, apabila tidak
disampaikan oleh pejabat yang berwenang
mengenai adanya kerugian negara kepada
pengampu bendahara, pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun sejak putusan pengadilan yang
menetapkan pengampuan tersebut.
TERIMA KASIH
MEDAN, 24 JUNI 2022

Anda mungkin juga menyukai