Anda di halaman 1dari 20

MAKNA INFERENSI WACANA BERITA WARTA ONLINE

SOLOPOS.COM TENTANG PENGANGKATAN BUDI GUNAWAN


SEBAGAI WAKAPOLRI

A. PENDAHULUAN
Sebagai sebuah wacana, teks berita yang mungkin mengandung bias menarik
untuk dibedah dalam kajian analisis wacana kritis. Analisis wacana kritis
berpandangan bahwa penyampaian informasi dalam teks media massa mengandung
bias kepentingan (ideologi), baik kepentinga bisnis, politik, maupun kepentingan lain
(Erianto dalam Roekhan, 2010). Kecenderungan ketidaknetralan pemberitaan di
media massa itu disebabkan oleh frame yang digunakan oleh wartawan dan media.
Seperti halnya warta berita online Solopos.com sebagai hasil produk jurnalistik tidak
menutup kemungkinan mengandung anggapan umum tentang bias informasi. Media
sebagai objek atau alat komunikasi yang seharusnya bersifat netral, dalam praktiknya
seringkali tidak objektif dari awal. Berita cenderung tidak bebas dari kepentingan
pemberitaan. Akibatnya, isi berita belum tentu bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Sifat bias informasi dapat bula berasal dari informan yang dijadikan sumber
informasi pertama. Tidak jarang seorang informan berusaha menutupi atau
memalingkan isu-isu tertentu agar tidak menjadi trending topic. Hal seperti inilah
yang menjadi salah satu penyebab bias informasi dapat terjadi semenjak dari sumber
informasi pertama dan berlanjut sampai berita tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
luas.
Makalah ini, akan membahas tentang makna inferensi dalam wacana berita
warta online Solopos.com. Makna inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh
komunikan (pembaca/pendengar/mitra tutur) untuk memahami makna yang secara
harafiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator
(pembicara/penulis/penutur). Untuk dapat mengambil inferensi dengan baik/tepat
maka komunikan (mitra tutur: pendengar/pembaca) harus memahami konteks dengan
baik karena konteks merupakan dasar bagi inferensi (Sumarlam, 2013:76).
Berbagai macam inferensi dapat diambil dari sebuah tuturan bergantung pada
konteks yang menyertainya. Imam Syafi’i (sebagaimana dikutip oleh Hamid Hasan
Lubis dalam Sumarlam, 2013:77) membedakan empat macam konteks pemakaian
bahasa, yaitu konteks fisik, konteks epistemik, konteks linguistik, dan konteks sosial.
Konteks fisik (physical context) meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa, objek
yang disajikan dalam peristiwa komunikasi, dan tindakan para partisipan dalam
peristiwa komunikasi itu. Konteks epistemis (ephistemic context) yaitu latar belakang
pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh penutur dan mitra tutur. Konteks
linguistik (linguistic context) terdiri atas tuturan-tuturan yang mendahului atau yang
mengikuti sebuah tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi. Konteks sosial
(social context) yaitu relasi sosial yang melengkapi hubungan antara penutur dengan
mitra tutur.
Perlu diketahui bahwa berangkat dari wacana berita warta online yang
berbasis teks, Sobur mengambil pendapat Ricoeur yang mengajukan suatu definisi
dengan mengatakan bahwa teks adalah wacana (berita lisan) yang difikasikan ke
dalam bentuk tulisan (Kladen-Probonegoro dalam Sobur, 2012:53). Dengan
demikian jelas bahwa teks adalah fiksasi atau pelembagaan sebuah peristiwa wacana
lisan dalam bentuk tulisan. Definisi tersebut secara implisit telah diperlihatkan
adanya hubungan antara tulisan dengan teks. Apabila tulisan adalah bahasa lisan
yang difiksasikan (ke dalam bentuk tulisan), maka teks adalah wacana (lisan) yang
difiksasikan ke dalam bentuk teks.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN


Menurut Malinowski (dalam Sumarlam, 2013:71), konteks wacana adalah
aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi
sebuah wacana. Berdasarkan pengertian tersebut maka konteks wacana secara garis
besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konteks bahasa dan konteks luar
bahasa. Konteks bahasa disebut ko-teks, sedangkan konteks luar bahasa (exra
linguistic context) disebut dengan konteks situasi dan konteks budaya atau konteks
saja. Di sini, konteks bahasa atau ko-teks itulah yang disebut dengan istilah “konteks
internal wacana” (internal-discourse context) atau disingkat “konteks internal”;
sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun
konteks budaya itu disebut dengan “konteks eksternal wacana” (external-discourse
context) atau disingkat “konteks eksternal”.
Di samping memahami konteks, inferensi juga merupakan proses yang sangat
penting dalam memahami wacana. Inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh
pendengar atau pembaca untuk memahami maksud pembicara atau penulis. Proses
pemahaman seperti itu tidak dapat dilakukan melalui pemahaman makna secara
harfiah saja, melainkan harus didasari pula oleh pemahaman makna berdasarkan
konteks wacana (baik internal maupun eksternal) merupakan dasar inferensi
(pengambilan kesimpulan). Oleh karena itu, pembicaraan mengenai konteks dengan
berbagai perantinya, dalam tulisan ini, hendaknya dipahami sebagai upaya untuk
melakukan inferensi wacana secara benar (Sumarlam, 2013:71).

Paparan data wacana berita satu:


WAKAPOLRI BARU
Badrodin Haiti: BG Belum Diputuskan
Wakapolri baru segera dipilih hari ini. Nama Budi Gunawan ternyata belum
diputuskan.

Dalam wacana berita pertama tersebut yang menjdi konteks fisik mencakup
tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah (i) tempat terjadinya peristiwa pemakaian bahasa,
(ii) pokok pembicaraan dalam komunikasi, dan (iii) tindakan para partisipan
komunikasi (Sumarlam, 2013:99). Pertama adalah lokasi ujaran yaitu berada di
Kejaksaan Agung, Jakarta. Kontak fisik pertama terjadi secara tatap muka antara
wartawan dengan informan. Konteks fisik kedua adalah pokok pembicaraan yaitu
tentang rapat Dewan Kepangkatan Jabatan Tinggi (Wanjakti) untuk memilih calon
Wakapolri. Selengkapnya rapat Wanjakti pertama belum menentukan nama siapa
yang bakal menjadi calon Wakapolri sehingga akan dilaksanakan rapat Wanjakti
yang kedua. Kemudian konteks fisik ketiga adalah tindakan para partisipan
komunikasi dalam hal ini adalah Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti yang
mengutarakan informasi tentang rapat Wanjakti yang telah digelar dan hari ini akan
digelar kembali untuk agenda yang sama. Saat disinggung nama Budi Gunawan yang
dikabarkan telah menjadi Wakapolri, Badrodin Haiti mengatakan belum. Lebih lanjut
ia mengatakan bahwa nama-nama calon Wakapolri yang menentukan adalah
Wanjakti.
Konteks kedua adalah konteks epistemik yang masih berkaitan dengan
konteks fisik ketiga, yaitu latar belakang pengetahuan yang sama-sama
diketahui/dimiliki oleh pelibat komunikan. Konteks epistemik mencakup realisasi
atau kondisi di luar bahasa. Dalam hal ini, wartawan dan informan sama-sama sudah
mengetahui wacana penentangan pencalonan Budi Gunawan sebagai Wakapolri
karena sebelumnya pernah tersandung dugaan rekening gendut pejabat negara oleh
KPK. Pengaruh opini publik sedikit banyak mengambil peran dalam penolakan ini,
perbuatan Budi Gunawan dengan mengajukan gugatan praperadilan kepada
pengadilan tinggi terhadap gugatan KPK juga sedikitnya telah mengurangi
kepercayaan publik terhadap dirinya.
Konteks sosial, konteks ini merupakan relasi yang melengkapi hubungan
antara penutur dan mitra tutur (Sumarlam, 2013:100). Penutur diawali oleh wartawan
selaku pengaju pertanyaan dan mitra tutur adalah Badrodin Haiti sebagai informan.
Kaitannya dengan kabar pengangkatan Wakapolri Budi Gunawan oleh Wanjakti
ditanyakan oleh wartawan yang sudah mengetahui beredarnya kabar tersebut, salain
itu mitra tutur, yaitu informan sudah lebih banyak mengetahui tentang isu tersebut.
Sehingga konteks sosial yang terbangun adalah kedua belah pihak sama-sama sudah
mengetahui konteks sosial yang melatarbelakangi isu pencolonan Budi Gunawan
yang sedikit banyak mendapat penentangan oleh publik.

Paparan data wacana berita dua:


WAKAPOLRI BARU
Badrodin Sebut Wakapolri Belum Diputuskan,
Budi Waseso Bilang Sudah
Komjen Pol. Budi Gunawan di DPR. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A.)

Selasa, 21 April 2015 20:30 WIB | Dika Irawan/JIBI/Bisnis |


 | 

Konteks fisik pertama dalam warta berita tersebut terjadi di kantor Bareskrim,
Jakarta. Sedangkan konteks fisik kedua berkaitan dengan topik pembicaraan adalah
hal yang sama dengan teks wacana berita pertama yaitu tentang sidang Wanjakti
dengan agenda pengangkatan Wakapolri. Konteks fisik ketiga adalah tindakan para
partisipan, dalam hal ini Budi Waseso sebagai informan mengatakan bahwa rapat
Wantakti sudah memutuskan satu nama tunggal calon Wakapolri. Selengkapnya
informan masih bertindak menutupi informasi tentang pengangkatan Budi Gunawan
seperti dalam kutipan “Hasil Wanjakti hanya nama tunggal. Sudah ada satu nama
yang mengumumkan pak Kapolri,” dan kutipan “Kapolri yang pimpin. Itu
kekompakan organisasi Polri itu. Kapolri bilang A kita ikut A”.
Konteks yang kedua adalah epistemik. Dalam hal ini informasi yang
disampaikan informan yaitu Budi Waseso bertentangan dengan informasi yang
disampaikan langsung oleh Badrodin Haiti selaku Kapolri. Jika Waseso mengatakan
sudah ada satu nama tunggal calon kapolri, maka Badrodin mengataka belum ada
nama yang dikabarkan. Pertentangan ini menunjukkan sikap tertutup yang dilakukan
para petinggi Polri dalam pencalonan Wakapolri. Berikut pernyatan Kapolri yang
mengandung pertentangan dengan informan “Belum. Tergantung nanti beberapa
nama yang direkomendasikan [Wanjakti]”.
Konteks ketiga merupakan konteks sosial menunjukkan bahwa informan
sebagai orang yang lebih mengetahui informasi tersebut bersikap tertutup, sedangkan
wartawan sebagai pihak penanya berusaha mencari informasi selengkapnya tentang
kebenaran pengajuan nama Budi Gunawan sebagai Wakapolri. Terlihat bahwa
hubungan sosial yang terjadi menunjukkan ketidak harmonisan atara penutur dan
mitra tutur. Hal ini menyalahi konsep keharmonisan dalam tindak tutur (speech act).
Konteks ini seperti yang disampaikan oleh Wijana (dalam Sulistyo, 2013:15),
sebagai tindak tutur tidak langsung literal, yaitu tindak tutur yang diungkapkan
dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi
makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur.
Konteks ketiga adalah konteks sosial antara penutur dan mitara tutur. Konteks
ini dapat dibagi menjadi dua yaitu (i) hubungan antara penutur dan mitra tutur, dan
(ii) hubungan atara penutur dan mitra tutur dengan orang yang menjadi objek tutur
dalam peristiwa tutur (Sumarlam, 2013:100). Hubungan antara penutur dan mitra
tutur, yaitu wartawan dan informan terjadi secara kurang wajar. Informan
memberikan informasi yang bertentangan dengan pernyataan Kapolri tentang sudah
diputuskannya nama sebagai calon Wakapolri. Jika dilihat dalam hal ini bahwa
informasi yang disampaikan Budi Waseso adalah hal yang diharapkan oleh
wartawan, namun masih terdapat hal yang ditutupi yaitu siapa sebenarnya nama yang
telah diputuskan tersebut yang tidak diperoleh dari informan. Sedangkan hubungan
antara penutur dan mitra tutur dengan objek tuturan terjadi kurang harmonis.
Kekurangharmonisan ini terjadi karena sikap tertutup informan terhadap wartawan
tentang penyebutan nama calon tunggal Wakapolri tersebut.

Paparan data wacana berita tiga:


WAKAPOLRI BARU
BG Wakapolri? Istana Enggan Komentar
Mensesneg Pratikno (ugm.ac.id)

Selasa, 21 April 2015 22:30 WIB | Akhirul Anwar/JIBI/Bisnis |


 | 

Konteks fisik pertama dalam wacana berita ketiga adalah berlokasi di Istana
Kepresidenan Republik Indonesia, Jakarta. Konteks fisik kedua adalah topik
pembicaraan seputar komentar istana tentang kabar soal Komjem Pol Budi Gunawan
bakal menjabat sebagai Wakapolri. Konteks fisik ketiga adalah sikap atau tindakan
para partisipan dalam membicarakan konteks tuturan. Sikap informan bereaksi
dengan memberikan pernyataan sebagai berikut “Kami tidak bereaksi apapun, tidak
bisa komentar apapun sampai saai ini belum menerima info apapun terkait hal
tersebut. Kami fokus ke KAA”. Sikap tersebut menunjukkan reaksi tak acuh atau
mengambil posisi netral dalam menanggapi kabar yang ditanyakan wartawan. Sikap
kedua terjadi dengan modus pengalihan info. Modus tersebut dengan mengaitkan
konteks KAA ke dalam tuturan mengenai pengangkatan calon Wakapolri.
Konteks kedua adalah konteks epistemik. Dalam hal ini latar belakang
pengetahuan yang dimiliki informan tidak banyak tahu dengan konteks tuturan. Hal
tersebut dibuktikan dengan pernyatan langsung Mensesneg Pratikno di kompleks
Istana Kepresidenan. Wartawan sebagai petutur yang menanyakan tanggapan istana
tentang kabar pengangkatan Budi Gunawan menjadi Wakapolri dan Pratikno sebagai
mitra tutur sekaligus informan memiliki dugaan yang berlainan. Sikap netral yang
diambil Pratikno tidak menjawab kebutuhan wartawan sebagai penggali informasi.
Sikap seperti ini sebagaimana yang disebut dengan tindak pelanggaran terhadap
maksim kualitas. Maksim kualitas adalah percakapan yang mewajibkan setiap
peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan
hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Dalam maksim ini, informasi
yang dibutuhkan adalah yang benar dan si penutur mempunyai bukti kebenarannya
(Sulistyo, 2013:25).
Konteks ketiga adalah konteks sosial yang melingkupi padangan dari kedua
belah pihak terhadap topik. Guna menanggapai konteks sosial antara penutur dan
mitra tutur komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut. Penutur adalah wartawan
sebagai pencari informasi, posisinya mengajukan pertanyaan dan untuk mendapatkan
jawaban, sedangkan mitra tutur adalah informan yaitu Mensesneg Pratikno sebagai
penjawab atas setiap pertanyaan yang diterimanya. Kedua belah pihak seharusnya
memiliki kesamaan persepsi atau tanggapan terhadap topik ujaran. Namun salah
satunya telah melakukan tindakan melanggar maksim kualitas, yaitu satu pertanyaan
dijawab dengan jawaban yang tidak diharapkan namun secara umum dapat diterima
oleh penutur dan mitra tutur.
konteks sosial kedua adalah hubungan antara penutur dan mitra tutur dengan
orang yang menjadi objek tuturan. Dalam hal ini, objek tuturan masih sama yaitu
Budi Gunawan yang dikabarkan telah menjadi calon tunggal Wakapolri setelah
sebelumnya gagal menjadi Kapolri. Relasi sosial yang terjadi adalah informan
sebagai pejabat negara yang mewakili Istana Kepresidenan selaku pelaksana tugas
kenegaraan dan Budi Gunawan sebagai objek tuturan yang akan menjadi bagian dari
pelaksana tugas negara dalam tubuh Polri. Relasi sosial seperti itulah yang
mendukung para partisipan (pelibat wacana) untuk mengambil peran sosial tertentu
dan merealisasikannya dalam berbagai tindakan seperti telah diuraikan di atas
(Sumarlam, 2013:101).

Paparan data wacana berita empat:


WAKAPOLRI BARU
Komisi III DPR: Tidak Ada yang Salah dengan Budi
Gunawan
Komjen Pol. Budi Gunawan seusai fit and proper test calon kapolri baru, Rabu (14/1/2015).
(JIBI/Solopos/Antara/M. Agung Rajasa)

Rabu, 22 April 2015 03:30 WIB | Ashari Purwo/JIBI/Bisnis |


 | 
Konteks fisik pertama dalam tuturan ini adalah lokasi tuturan terjadi di
Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta. Konteks fisik kedua adalah topik bahasannya
tentang tanggapan komisi III DPR terhadap pencalonan Budi Gunawan sebagai
Wakapolri. Konteks fisik ketiga adalah tindakan para partisipan dalam menanggapi
topik ujaran adalah mendukung sikap pencalonan Budi Gunawan sebagai Wakapolri.
Hal tersebut seperti tertulis dalam kutipan ujaran berikut “Jadi tidak terlalu masalah.
Wajar saja jika BG dicalonkan. Toh dia juga sudah pernah dicalonkan jadi Kapolri”.
Ujaran lain yang mendukung hal tersebut adalah ketika ditanya tentang terjadinya
preseden buruk di internal Polri lataran pengangkatan Budi Gunawan “Preseden
buruk seperti apa? Kan sudah objektif secara hukum tidak tepat ditetapkan sebagai
tersangka oleh karena itu kita harus menilai secara hukum. Jangan opini publik
mengalahkan fakta hukum”.
Konteks epistemik/latar pengetahuan yang sama-sama dimiliki penutur dan
mitra tutur dalam wacana berita keempat dapat berupa: (i) tindakan menanggapi
berita, yaitu dengan memberikan pertanyaan balikan seperti ujaran “Preseden buruk
seperti apa?”; (ii) memberi pembelaan seperti ujaran “Tidak ada yang salah dengan
hukum”; (iii) memberikan dukungan seperti dalam ujaran “Jadi tidak terlalu masalah.
Wajar saja jika BG dicalonkan. Toh dia juga sudah pernah dicalonkan sebagai
Kapolri”; (iv) memberi pembenaran seperti dalam ujaran “Sebenarnya pemilihan
Wakapolri itu mekanisme internal Polri. Siapapun jenderal bintang tiga sudah pantas
menduduki jabatan itu. Mungkin bisa disaring senioritasnya”.
Konteks sosial dalam wacana berita keempat adalah (i) antara informan
dengan objek tuturan. Keduanya sudah diketahui publik bahwa informan sebagai
anggota komisi III DPR dan sekaligus anggota fraksi PDIP, Junimart Girsang, telah
lama mendukung atas pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Bahkan setelah
Budi Gunawan dikaitkan dengan kasus kepemilikan rekening gendut oleh KPK,
komisi III DPR masih tetap mendukung pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Jadi, hubungan sosial antara informan dengan objek tuturan sangat rekat; (ii)
hubungan penutur, yaitu wartawan sebagai pengaju pertanyaan dengan objek tuturan
adalah hubungan untuk mendapatkan informasi yang disampaikan oleh informan;
sedangkan (iii) hubungan antara penutur dan mitra tutur adalah hubungan profesional
antara wartawan dan informan.
Paparan data wacana berita lima:
WAKAPOLRI BARU
Ssstt, Ada Karangan Bunga untuk Wakapolri Budi
Gunawan di Mabes Polri
Karangan bunga ucapan selamat atas terpilihnya Komjen Budi Gunawan sebagai wakapolri tiba di
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta, Rabu (22/4/2015). (Dika Irawan/JIBI/Bisnis)

Rabu, 22 April 2015 11:00 WIB | Dika Irawan/JIBI/Bisnis |


 | 

Konteks fisik pertama wacana berita kelima adalah di gedung Rupatama


Mabes Polri. Sedangkan konteks fisik kedua dalam topik ujaran adalah mengenai
sebuah karangan bunga berisi ucapan selamat untuk Wakapolri Budi Gunawan.
Konteks fisik ketiga adalah tindakan para partisipan dalam kaitannya dengan topik
ujaran. Dalam hal ini tidak ada yang bertindak sebagai informan, karena konteks
situasinya tidak terjadi secara tatap muka. Bentuk pesan yang disampaikan hanya
berupa karangan bungan dari Frederich Yunadi, selaku kuasa hukum Budi Gunawan
pada saat sidang gugatan praperadilan lalu.
Sedangkan konteks epistemik dalam wacana berita kelima adalah
pengetahuan umum antara wartawan dengan pihak Polri bahwa opini publik banyak
yang menolak pencalonan Budi Gunawan sebagai Wakapolri lantaran pernah
tersangkut kasus kepemilikan rekening gendut pejabat negara. Stigma negatif
tersebut yang sedikit banyak mengambil peran sikap tertutup Polri dalam pencalonan
dan pelantikan Wakapolri Budi Gunawan. Selain itu, opini publik tentang tindakan
kriminalisasi anggota KPK yang diduga dilakukan lantaran gagalnya pencalonan
Budi Gunawan sebagai Kapolri turut mewarnai penolakan publik atas pencalonan
Budi Gunawan sebagai Wakapolri.
Konteks sosial yang terbangun dalam wacana berita kelima adalah sikap
tertutup yang seolah membenarkan dugaan umum tentang pencalonan dan pelantikan
Wakapolri Budi Gunawan yang dilakukan secara diam-diam. Hal tersebut ditandai
dengan tidak adanya anggota Polri yang dapat dimintai keterangan sebagaimana
disampaikan dalam warta bahwa puluhan awak media berjaga-jaga di gedung
Rupatama Mabes Polri menunggu kemungkinan keluarnya Budi Gunawan dari
dalam gedung. Sementara itu hanya terdapat beberapa pejabat Polri berlalu lalang
keluar gedung.
C. SIMPULAN
Tulisan ini utamanya menyangkut kajian analisis wacana tentang Makna
Inferensi Wacana Berita Warta Online Solopos.com Tentang Pengangkatan Budi
Gunawan Sebagai Wakapolri. Temuan yang menarik adalah konteks wacana yang
terjadi dalam setiap terjadi kontak ujaran antara penutur (wartawan) dan mitra tutur
(informan) menimbulkan makna inferensi yang dapat dipilah menjadi tiga hal. Tiga
hal tersebut yaitu: pertama, sikap tertutup terhadap informasi yang dicari penutur,
seperti terlihat dalam wacana berita satu, berita dua, dan berita lima; kedua, sikap
netral atau memilih posisi tidak tahu seperti dalam wacana berita tiga; dan ketiga,
sikap terbuka, seperti dalam wacana berita empat.
Untuk dapat memahami secara benar teks-teks berita terhadap makna
inferensi wacana berita online Solopos.com perlu diperhitungkan beberapa konteks
bahasa (ko-teks). Konteks bahasa tersebut meliputi konteks internal bahasa/wacana
dan konteks eksternal bahasa/wacana baik konteks fisik (pelibat wacana, topik
wacana, dan media wacana), konteks sosial (relasi sosial antar pelibat wacana),
maupun konteks epistemik (latar belakang pengetahuan para pelibat wacana).
DAFTAR RUJUKAN

Roekhan. 2010. “Kekerasan Simbolik di Media Massa”, dalam Jurnal Bahasa dan
Seni Vol. 38, Nomor 2 Agustus 2010. Malang: UM.

Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sulistyo, Edy Tri. 2013. Pragmatik Suatu Kajian Awal. Surakarta: UNS Press.

Sumarlam. 2013. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Jakarta: bukuKata.


LAMPIRAN-LAMPIRAN

BERITA SATU

WAKAPOLRI BARU
Badrodin Haiti: BG Belum Diputuskan

Komjen Pol. Badrodin Haiti


dilantik sebagai Kapolri baru di Istana Negara, Jakarta, Jumat (17/4/2015). (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Selasa, 21 April 2015 19:30 WIB | Dika Irawan/JIBI/Bisnis |


      | 

Wakapolri baru segera dipilih hari ini. Nama Budi Gunawan ternyata belum
diputuskan.

Solopos.com, JAKARTA — Rapat Dewan Kepangkatan Jabatan Tinggi (Wanjakti)


untuk memilih calon Wakapolri rupanya telah digelar pada Jumat (17/4/2015) pekan
lalu. Namun rapat tersebut belum menentukan nama.
Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti membenarkan pihaknya telah menggelar sidang
Wanjakti itu meski belum menentukan nama. “Kan belum lengkap tidak bisa,” katanya
ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (21/4/2015).

Menurut dia, rapat Wanjakti itu tidak dihadiri sejumlah perwira lantaran masing-masing
memiliki agenda. Badrodin Haiti menyebut Inspektur Pengawasan Umum Komjen Pol.
Dwi Priyatno pergi ke Bali. Sementara itu Asrena Polri Irjen Pol. Tito Karnavian pergi ke
Singapura dan Asops Polri Irjen Pol. Arif Wachyunadi ke Selandia Baru.
Lebih lanjut Badrodin Haiti mengatakan hari ini rapat Wanjakti digelar kembali untuk
memilih calon Wakapolri. “Insya Allah hari ini,” katanya.

Saat disinggung nama Komjen Pol. Budi Gunawan yang dikabarkan sudah menjadi
Wakapolri, Badrodin Haiti mengatakan belum. “Belum. Tergantung nanti beberapa
nama yang direkomendasikan [Wanjakti],” katanya.

Badrodin Haiti mengatakan nama-nama calon Wakapolri yang memutuskan adalah


sidang Wanjakti. “Selain BG semua bintang tiga, ada Joko Mukti [Kabaintelkam], Putut
Eko Bayu Seno [Kabaharkam], Boy Salamudin, dan Dwi Priyatno [Irwasum],” katanya.
BERITA DUA

WAKAPOLRI BARU
Badrodin Sebut Wakapolri Belum Diputuskan,
Budi Waseso Bilang Sudah

Komjen Pol. Budi Gunawan di


DPR. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A.)

Selasa, 21 April 2015 20:30 WIB | Dika Irawan/JIBI/Bisnis |


      | 

Wakapolri baru masih tanda tanya. Bukan hanya soal BG yang jadi dipilih
atau tidak, tapi juga soal keputusan Wanjakti.

Solopos.com, JAKARTA — Kabareskrim Polri Komjen Pol. Budi Waseso mengatakan


sidang Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) pada Jumat (17/4/2015) lalu
sudah menghasilkan satu nama calon Wakapolri.
“Hasil Wanjakti hanya nama tunggal. Sudah ada satu nama yang mengumumkan pak
Kapolri,” katanya saat ditemui di Bareskrim, Jakarta, Selasa (21/4/2015).

Saat disinggung apakah satu nama itu merupakan Budi Gunawan yang selama ini
sering disebut, Kabareskrim mengatakan soal itu tergantung Kapolri Jenderal Badrodin
Haiti.

Komjen Budi Waseso mengatakan dalam sidang Wanjakti tak ada perdebatan, semua
pejabat Polri menyetujui satu nama Wakapolri. “Gak alot-alot [sidang wanjakti],” kata
mantan Kapolda Gorontalo itu.
Dia menuturkan semua jenderal bintang tiga masuk dalam bursa pencalonan, namun
pada akhirnya Wanjakti memilih satu nama. Menurut Kabareskrim. satu nama itu dipilih
secara aklamasi saat sidang Wanjakti. “Aklamasi, begitu Pak Kapolri tentukan, enggak
ada sampaikan alasan lain,” katanya.

“Kapolri yang pimpin. Itu kekompakan organisasi Polri itu. Kapolri bilang A kita ikuti A.”

Dia menambahkan soal wakapolri merupakan kewenangan internal organisasi Polri. “Itu
kan kewenangan Kapolri jabatan mutlak hasil wanjakti,” katanya. Kabareskrim
membenarkan bahwa pada rapat Wanjakti beberapa pejabat Polri tidak hadir, namun
tetap bisa dikomunikasikan melalui telepon.

Hal ini berbeda dengan apa yang dikatakan Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti. Saat
disinggung nama Komjen Pol. Budi Gunawan yang dikabarkan sudah menjadi
Wakapolri, Badrodin Haiti mengatakan belum. “Belum. Tergantung nanti beberapa
nama yang direkomendasikan [Wanjakti],” katanya.

Badrodin membenarkan pihaknya telah menggelar sidang Wanjakti itu meski belum
menentukan nama. “Kan belum lengkap tidak bisa,” katanya ditemui di Kejaksaan
Agung, Jakarta, Selasa (21/4/2015).
BERITA TIGA

WAKAPOLRI BARU
BG Wakapolri? Istana Enggan Komentar

Mensesneg Pratikno (ugm.ac.id)

Selasa, 21 April 2015 22:30 WIB | Akhirul Anwar/JIBI/Bisnis |


      | 

Wakapolri baru sudah sering dikaitkan dengan nama Komjen Pol. Budi
Gunawan.

Solopos.com, JAKARTA — Kabar soal Komjen Pol Budi Gunawan bakal menjabat
sebagai orang nomor dua di tubuh Polri bukan hal yang baru. Pasalnya paket itu pernah
muncul saat pertemuan konsultasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan DPR
beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Istana Kepresidenan masih belum komentar seandainya Budi
Gunawan menjabat Wakapolri. Alasannya hingga sekarang belum ada surat dari Dewan
Kepangkatan Jabatan Tinggi yang masuk ke Istana.

“Kami tidak bereaksi apapun, tidak bisa berkomentar apapun sampai saat ini belum
menerima info apapun terkait hal tersebut. Kami fokus ke KAA,” kata Mensesneg
Pratikno di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (21/4/2015).
Seandainya nama yang akan dimintakan pertimbangan kepada Presiden adalah Budi
Gunawan, hal ini mengulangi proses pengusulan calon Kapolri awan tahun lalu.
Bedanya untuk calon Kapolri, Presiden harus meminta persetujuan DPR. Sedangkan
untuk calon Wakapolri hanya butuh pertimbangan presiden.

Bagaimana jika aspirasi publik menginginkan Wakapolri harus bersih dari dugaan
korupsi? Pratikno mengatakan Presiden Jokowi selalu mendengar aspirasi. “Sesuai
dengan karakter kepemimpinannya yang selalu dekat dengan rakyat dan mengambil
keputusan dengan mempertimbangkan banyak dimensi,” jelas mantan Rektor UGM itu.
BERITA EMPAT

WAKAPOLRI BARU
Komisi III DPR: Tidak Ada yang Salah dengan Budi
Gunawan

Komjen Pol. Budi Gunawan


seusai fit and proper test calon kapolri baru, Rabu (14/1/2015). (JIBI/Solopos/Antara/M. Agung Rajasa)

Rabu, 22 April 2015 03:30 WIB | Ashari Purwo/JIBI/Bisnis |


      | 

Wakapolri baru kian dekat dengan nama Komjen Pol. Budi Gunawan.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi III DPR menilai tidak ada yang salah dalam hukum
atas pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan menjadi wakil kapolri (Wakapolri).
Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Junimart Girsang, mengatakan pencalonan Budi
Gunawan (BG) sebagai wakapolri itu sah-sah saja. “Tidak ada yang salah dalam
hukum,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (21/4/2015).

Selain itu, paparnya, tugas Wakapolri lebih banyak menjalankan fungsi internal. “Jadi
tidak terlalu masalah. Wajar saja jika BG dicalonkan. Toh dia juga sudah pernah
dicalonkan jadi kapolri,” katanya.

Junimart Girsang juga menampik terjadinya preseden buruk di internal polri lantaran
pengangkatan BG sebagai wakapolri. “Preseden buruk seperti apa? Kan sudah objektif
secara hukum tidak tepat ditetapkan sebagai tersangka oleh karena itu kita harus
menilai secara hukum. Jangan opini publik mengalahkan fakta hukum.”
Meski demikian, pencalonan BG harus mendapat persetujuan dari wanjakti.
“Sebenarnya pemilihan wakapolri itu mekanisme internal polri. Siapapun jenderal
bintang tiga sudah pantas menduduki jabatan itu. Mungkin bisa disaring senioritasnya.

BERITA LIMA

WAKAPOLRI BARU
Ssstt, Ada Karangan Bunga untuk Wakapolri Budi
Gunawan di Mabes Polri

Karangan bunga ucapan selamat


atas terpilihnya Komjen Budi Gunawan sebagai wakapolri tiba di Markas Besar Kepolisian Republik
Indonesia, Jakarta, Rabu (22/4/2015). (Dika Irawan/JIBI/Bisnis)

Rabu, 22 April 2015 11:00 WIB | Dika Irawan/JIBI/Bisnis |


      | 

Wakapolri baru hampir pasti Budi Gunawan. Sebuah karangan bunga tiba di
Mabes Polri berisi ucapan selamat untuk Wakapolri Budi Gunawan.
Solopos.com, JAKARTA – Sebuah karangan bunga berisi ucapan selamat atas
terpilihnya Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai wakapolri tiba di Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Karangan bunga itu berasal dari Frederich Yunadi, kuasa hukum Budi Gunawan
sewaktu sidang gugatan praperadilan lalu. Tak lama karangan bunga yang berada di
sekitar gedung Rupatama diangkut kembali ke mobil dan dibawa ke tempat lain.

Acara pelantikan Wakapolri Budi Gunawan tak diketahui, tak ada keterangan dari
Mabes Polri terkait pelantikan mantan Kapolda Bali itu.
Sementara puluhan awak media berjaga-jaga di gedung Rupatama Mabes Polri
menunggu kemungkinan keluarnya Budi Gunawan dari dalam gedung. Sementara itu
hanya ada beberapa pejabat Polri berlalu lalang keluar dari gedung.

Anda mungkin juga menyukai