Disampaikan oleh Drs. Nur Ichwan, M.Hum. (Dosen Pengantar Ilmu Komunikasi IISI Jakarta) dalam
Workshop Jurnalistik untuk Mahasiswa
18-20 November 2013 di Cisarua, Bogor
Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan selalu ingin berkomunikasi kepada manusia lain
untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat kepada aturan dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya
ada norma dan etika yang harus ditaati agar tidak saling melanggar hak asasi. Dalam
berkomunikasi telah dibuat aturan untuk ditaati oleh pers, yaitu Kode Etik Jurnalistik.
Walaupun telah ada Kode Etik Jurnalistik yang berfungsi mengatur etika dalam dunia
jurnalistik, berbagai tindak pelanggaran etika masih terus terjadi. Hal ini tentu terkait dengan
kepentingan pers untuk mewujudkan tujuannya.
Berbagai peristiwa muncul di ruang publik. Perkembangan teknologi komunikasi
membuat peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia bisa dengan mudah menerpa khalayak.
Peristiwa inilah yang disampaikan oleh manusia kepada manusia lain sebagai konsekuensi naluri
komunikasi dan naluri ingin tahu.
Tujuan
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pembekalan kepada generasi muda
khususnya mahasiswa mengenai dunia jurnalistik agar mereka mampu memahami penerapan
kaidah kaidah jurnalistik terutama dalam penerapan Kode Etik Jurnalistik. Sehingga dunia
jurnalistik kita di masa yang akan datang menjadi jurnalistik yang benar-benar beretika dan
menjunjung kaidah-kaidah moral.
Pembahasan
Pengertian komunikasi menurut A.M. Hoeta Soehoet (2002, h.11) adalah penyampaian
isi pernyataan manusia kepada manusia lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam proses
komunikasi terjadi tahapan-tahapan peristiwa dalam penyampaian isi pernyataan manusia kepada
1
manusia lain. Proses komunikasi ini memerlukan minimal tiga unsur, yaitu komunikator, isi
pernyataan, dan komunikan. Komunikator dan komunikan hakikatnya adalah sama yaitu manusia
yang diperlengkapi Tuhan dengan peralatan hidup, yaitu peralatan jasmaniah dan peralatan
rohaniah. Tujuan hidup manusia sama, yaitu ingin memperoleh kebahagiaan.
Bagan 1. Proses Komunikasi
Keterangan:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
fisik
yang
rendah
disebut
miscommunication.
Contohnya,
komunikator
Pers harus peka dan tanggap terhadap lingkungan yang mereka hadapi dalam berbagai situasi
dan kondisi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers,
dikatakan dalam pasal 1 ayat 1:
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Era reformasi banyak melahirkan media massa baru, dimulai dari surat kabar, televisi,
radio hingga media siber. Media massa tersebut sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai alat
penyampaian informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial terhadap khalayak. Deddy
Iskandar Muda (2003, h.10) menjelaskan, di suatu negara yang demokratis maka fungsi pers dan
media massa sedikitnya dapat digolongkan ke dalam enam hal, yaitu:
1. Menyampaikan fakta (the facts)
2. Menyajikan opini dan analisis (opinions and analyses)
3. Melakukan investigasi (investigations)
4. Hiburan (entertainment)
5. Kontrol
6. Analisis kebijakan (policy analysis)
Fungsi-fungsi pers kini telah bergeser, meskipun fungsi-fungsi lama hingga derajat
tertentu masih berlaku. Persaingan yang semakin ketat diantara media massa, memacu media
berlomba-lomba menyampaikan berbagai peristiwa dengan cepat. Semakin cepat informasi
disampaikan kepada khalayak, semakin banyak khalayak yang membaca dari media tersebut.
Tuntutan pers untuk menyajikan peristiwa dengan cepat inilah yang membuat banyaknya
penyimpangan dari kebebasan pers yang telah diberikan.
Salah satu produk yang dihasilkan oleh pers adalah berita. Menurut A.M. Hoeta Soehoet
(2003, h. 23), berita adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia. Berita
bagi seseorang adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia yang perlu
4
baginya untuk mewujudkan falsafah hidupnya. Berita bagi suatu surat kabar adalah keterangan
mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia yang perlu bagi pembacanya untuk mewujudkan
falsafah hidupnya.
Penggolongan berita menurut A.M. Hoeta Soehoet (2003) dibagi menurut:
1. Masalah. Contoh: ekonomi, kriminal, hukum, olahraga, Iptek, dll.
2. Tempat peristiwa terjadi. Contoh: dalam negeri dan luar negeri
3. Daya pengaruhnya. Contoh: lokal, regional, nasional, dan internasional
4. Sumber berita, yaitu peristiwa, pendapat, peristiwa dan pendapat
5. Kandungan fakta, yaitu berita fakta, berita fakta dan penjelasan fakta, berita fakta
tercampur pendapat wartawan, dan berita bohong.
Sedangkan ditinjau dari nilai berita terdapat 4 unsur, yaitu:
1. Kegunaan berita
2. Aktualitas
3. Hubungan pembaca dengan peristiwa
4. Kelengkapan berita
1.
2.
3.
4.
5.
6.
adalah jenis tulisan di media massa yang menuturkan fakta, peristiwa, atau proses disertai
penjelasan riwayat terjadinya, duduk perkaranya, proses pembentukkannya, dan cara kerjanya
dengan menggunakan gaya atau teknik penulisan karya sastra. Seperti: cerpen dan novel.
Ada 6 jenis feature menurut Sumadiria (2008, h.161-165) mengutip Wolseley dan
Campbell, yaitu:
1. Feature minat insani (human interest feature), untuk mengaduk-ngaduk perasaan,
suasana hati, dan bahkan menguras air mata khalayak.
2. Feature sejarah (historical feature), untuk melakukan rekonstruksi peristiwa tidak saja
dari sisi fakta benda-benda tetapi juga mencakup aspek-aspek manusiawinya yang selalu
mengundang daya simpati dan empati khalayak.
3. Feature biografi (biografi feature), yaitu feature tentang perjalanan hidup seseorang
terutama kalangan tokoh seperti pemimpin pemerintahan dan masyarakat, serta public
figure.
5
masuk ke Dewan Pers sepanjang 2012 mencapai lebih dari 500 kasus. Dari jumlah itu, 328 di
antaranya merupakan kasus dari media cetak dan 98 pengaduan terkait media online alias media
siber. Menurut Agus, pelanggaran berita tidak akurat (30 kasus); mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi (17 kasus); tidak berimbang (10 kasus); tidak menyembunyikan identitas
korban kejahatan susila (tiga kasus); dan tidak jelas narasumbernya (satu kasus). Media siber,
menurut Agus, memang memiliki sejumlah keunggulan, seperti kecepatan, interaktivitas, prinsip
partisipatori dan emansipasi publik, dan ruang media sebagai ruang publik deliberatif. Tapi,
prinsip jurnalisme siber, menurut dia, tidak berbeda dengan prinsip jurnalisme cetak atau
elektronik. Jurnalisme siber masih merupakan jurnalisme yang mengedepankan verifikasi,
katanya. Artinya, kata dia, etika jurnalistik seharusnya tetap menjadi pegangan bagi jurnalis
media
siber.
(diunduh
dari
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/12/173466521/6-
Pelanggaran-Media-Siber-Ini-yang-Sering-Diadukan)
Pada pasal 5 mengenai identitas korban asusila yang harus dirahasiakan. Seorang jurnalis
dilarang menyebutkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak
di bawah umur yang menjadi pelaku kejahatan. Media seringkali tidak mengindahkan pasal 5
Kode Etik Jurnalistik ini, seperti teguran yang disampaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) mengenai penghentian sementara program Indonesia Pagi segmen liputan live daerah
TVRI. Seperti yang ditampilkan pada situs KPI (www.kpi.go.id) menyatakan, berdasarkan
kewenangan menurut Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran),
pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia 2013
pada Program Siaran Indonesia Pagi yang ditayangkan oleh stasiun TVRI pada tanggal 10
Oktober 2013 mulai pukul 05.54 WIB. Pelanggaran yang dilakukan adalah penayangan secara
close up adegan tidak pantas atau tidak senonoh yang berasal dari rekaman video handphone
7
milik seorang pelajar. Selain itu, pada program juga menampilkan wajah, identitas dan
wawancara pelajar tentang penemuan rekaman video hasil razia pelajar tersebut. Jenis
pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan pelarangan adegan seksual,
perlindungan anak, program siaran jurnalistik dan norma kesopanan dan kesusilaan. Berdasarkan
pelanggaran yang telah dilakukan program ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 80 ayat (1) Standar
Program Siaran, dan hasil Rapat Pleno Komisioner KPI Pusat tentang Penjatuhan Sanksi
Administratif Program pada tanggal 18 Oktober 2013, KPI Pusat memutuskan:
1. Menjatuhkan sanksi administratif penghentian sementara pada pada Program Siaran
Indonesia Pagi khusus untuk segmen liputan daerah yang menggunakan sistem live
(stasiun daerah mengirimkan materi siaran secara langsung tanpa adanya proses editing
dari Stasiun TVRI Pusat) pada Program Siaran Indonesia Pagi selama 7 (tujuh) hari
berturut-turut;
2. Meminta TVRI melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua segmen liputan
daerah yang menggunakan sistem live tersebut; dan
3. Melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada publik atas pelanggaran tersebut.
Kesimpulan
Mengacu kepada permasalah diatas, Kode Etik Jurnalistik penting diterapkan oleh
wartawan untuk mengatur etika berkaitan dengan dengan penilaian tentang perilaku benar atau
tidak benar, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak
berguna, dan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika jurnalistik ini penting.
Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan para jurnalis
bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan masyarakat dari kemungkinan
dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru jurnalis di Indonesia.
Daftar Pustaka
Hoeta Soehoet, A.M, Pengantar Ilmu Komunikasi, 2002, Yayasan Kampus Tercinta IISIP
Jakarta.
8