Anda di halaman 1dari 5

Pembelajaran Unggah-ungguh Bahasa Jawa Media Wayang Karakter Islami

Wayang adalah sebuah wiracarita yang intinya mengisahkan kepahlawanan para tokoh
berwatak baik menghadapi dan menasehati tokoh berwatak jahat. Kenyataan bahwa wayang yang telah
melewati berbagai peristiwa sejarah, dari generasi ke generasi, menunjukkan betapa budaya
pewayangan telah melekat dan menjadi bagian hidup bangsa Indonesia khususnya Jawa (Nurgiyantoro,
2011:19). Wayang yang sering kita saksikan dalam pagelaran-pagelaran pada umumnya dapat dibedakan
dalam wujud dua dimensional dan tiga dimensional. Wayang tiga dimensional misalnya golek, klitik, dan
tengul, sedangkan wayang dua dimensional adalah beber, kulit, dan wahyu. Wayangdiciptakan bukan
sekedar untuk dinikmati bentuknya, tetapi dimaksudkan sebagai suatu wahana komunikasi antara
dalang dengan penontonnya. Selain mempunyai wujud yang dapat dinikmati secara visual, wayang juga
mempunyai arti sebagai perlambangan (Sukirno, 2009:19).

Ketika mendengar kata wayang sebagian besar mengarah kepada gambaran wayang kulit yang
memiliki tokoh berdasarkan cerita Mahabarata atau Ramayana. Berbeda dengan Wayang Karakter
Islami yaitu bentuk wayang sebagaimana wayang kulit atau wayang yang lainnya, tetapi bergambarkan
karakter-karakter islam jawa sesuai dengan materi unggah-ungguh bahasa Jawa. Sebagai contoh wayang
berbentuk karakter kyai , orang tua, anak-anak, ustadz, ustadzah, dan lain sebagainya. Secara visual
bentuknya tidak jauh berbeda dengan wayang kulit yang membedakan hanya gambar karakternya.
Wayang Karakter Islami dapat dibuat dan digunakan untuk pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa di
MI/sekolah dasar. Wayang Karakter Islami disesuaikan dengan kebutuhan materi yang akan diajarkan.
Sebagai contoh pada materi cara bertamu dengan unggah-ungguh yang tepat, maka dapat dibuat
Wayang Karakter Islami pemilik rumah (orang tua) dan yang bertamu (anak-anak).Hal tersebut akan
membantu peserta didik untuk memahami bagaimana cara berbicara dengan orang tua ataupun cara
orang tua berbicara dengan yang lebih muda juga dapat menerapkan karakter muslim yang religius.
Penerapan Wayang Karakter Islami dalam

Pembelajaran Unggah-ungguh Bahasa Jawa Media berasal dari kata medium yang berarti
sesuatu yang terletak di tengah atau suatu alat. Media sebagai perantara atau penghubung antara dua
pihak, yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan. Oleh sebab itu, media pembelajaran berarti
sesuatu yang menghantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan
(Anitah, 2009:1). Pesan dalam pembelajaran yaitu materi pelajaran yang akan disampaikan guru kepada
peserta didik. Jadi, peran media pembelajaran adalah untuk membantu suatu materi pelajaran dapat
diterima oleh peserta didik dengan baik. Materi unggah-ungguh bahasa Jawa dengan karakter islami
cukup sulit untuk diajarkan dan diterima oleh peserta didik karena terdapat aturan dalam
penggunaannya, sehingga diperlukan suatu media yang dapat membantu guru menyampaikan materi
pelajaran. Wayang Karakter Islami sebagai media visual sangat berperan dalam pembelajaran. Wayang
Karakter Islami dapat digunakan dalam pembelajaran unggahungguh bahasa Jawa. Penggunaan Wayang
Karakter Islami dapat mempermudah peserta didik memahami materi serta sebagai daya tarik untuk
meningkatkan motivasi belajar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa
pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman pendengaran 11% dan penglihatan 83%.
Kemampuan daya ingat yaitu berupa pengalaman yang diperoleh dari apa yang didengar 20% dan dilihat
50% (Sanaky, 2009:23). Melihat hal tersebut, Wayang Karakter Islami sebagai media visual akan
membantu siswa untuk mengingat materi unggah-ungguh bahasa Jawa dengan karakter islami,
terutama penerapannya di masyarakat. Wayang Karakter Islami dapat digunakan dalam pembelajaran
keterampilan berbicara seperti melakukan percakapan menggunakan ragam unggah-ungguh yang tepat,
seperti menyapa, menjawab, ataupun mengajukan pertanyaan. Dalam penerapannya tidak jauh berbeda
dengan roleplaying atau bermain peran, yang berbeda hanya media yang digunakan. Jika role playing
siswa yang berperan langsung dalam mempraktikan dialog, sedangkan Wayang Karakter Islami
digunakan untuk membantu memahami karakter dalam dialog. Apabila ada tokoh ibu dalam dialog,
maka peserta didik harus menjadi seperti ibu pada praktik bermain peran. Hal itu berbeda dengan
praktik dalam Wayang Karakter Islami, peserta didik memainkan Wayang Karakter Islami berbentuk ibu
dalam mempraktikan dialog sesuai dengan unggahungguh bahasa Jawa dan karakter wayang yang
dimainkan.

Penerapan Wayang Karakter Islami di kelas, guru dapat menggunakannya untuk memeragakan
dialog dalam pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa ataupun sebagai media penyampaian materi.
Wayang Karakter Islami yang dibuat disesuaikan dengan fungsi unggah-ungguh bahasa Jawa. Penerapan
Wayang Karakter Islami tidak hanya digunakan guru dalam hubungan antara guru-siswa. Wayang
Karakter Islami Teman Sejajar/sebaya, Wayang Karakter Islami dalam Pembelajaran selain digunakan
untuk menyampaikan materi, tetapi juga digunakan peserta didik untuk mempraktikan secara langsung
penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dengan karakter islami, sehingga mereka memiliki
pengalaman secara langsung. Selain tidak membuat pembelajaran membosan. Calon Guru MI
mempraktikan Wayang Karakter Islami dalam Pembelajaran Bahasa Jawa menunjukkan penerapan
Wayang Karakter Islami di kelas. Ada beberapa siswa mempraktikan langsung unggah-ungguh bahasa
Jawa menggunakannya Wayang Karakter Islami dan dipantau oleh guru. Penerapan Wayang Karakter
Islami di sekolah dasar tidak jauh berbeda dengan gambaran di atas. Wayang Karakter Islami memiliki
tiga fungsi yaitu digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi, digunakan peserta didik untuk
memperoleh pengetahuan secara langsung dengan praktik, dan menjadikan pembelajaran lebih
menarik. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaranyang mengarahkan peserta didik sebagai subjek
belajar bukan objek belajar, sehingga keaktifan peserta didik sangat berperan penting dalam
penerimaan materi pelajaran. Dengan fungsi Wayang Karakter Islami tersebut akan memudahkan guru
maupun peserta didik dalam pembelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa dengan karakter islami.

Wayang Karakter Islami dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kreatifitas guru, bahkan
peserta didik, dengan pengalaman secara langsung di dalam kelas akan membantu peserta didik untuk
lebih mudah memahami materi sekaligus mengingatnya dalam jangka waktu yang panjang. didik dapat
dilibatkan dalam pembuatan Wayang Karakter Islami yang akan digunakan.

PENUTUP

Materi unggah-ungguh bahasa Jawa dengan karakter islami merupakan materi yang cukup sulit
untuk dipelajari, sehingga di dalam pembelajaran memerlukan media yang mendukung. Wayang
Karakter Islami menjadi salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran unggah-ungguh
bahasa Jawa.Penggunaan Wayang Karakter Islami dapat mempermudah guru dalam menyampaikan
materi pelajaran, peserta didik dapat secara langsung memperoleh pengetahuan dan pemahaman
tentang unggah-ungguh bahasa Jawa serta menjadikan pembelajaran lebih menarik. Penerapan Wayang
Karakter Islami tidak sulit di kelas,sama seperti wayang pada umumnya, hanya dialognya saja yang
berbeda. Wayang Karakter Islami diterapkan sesuai materi yang akan diajarkan seperti cara bertamu
menggunakan unggah-ungguh bahasa Jawa yang tepat, ataupun dialog antara peserta didik dan guru
disekolah yang menunjukkan tingkatan bahasa Jawa yang digunakan. Peran guru sangat penting dalam
pembelajaran bahasa Jawa atau unggah-ungguh bahasa Jawa.

Guru diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang menarik sekaligus mengaktifkan


peserta didik. Kreatifitas guru dalam menciptakan media pembelajaran perlu dikembangkan
sebagaimana media Wayang Karakter Islami yang dapat diterapkan dalam pembelajaran unggah-ungguh
bahasa Jawa. Jika hal tersebut sudah terlaksana, maka sesulit apapun materi pelajaran akan mudah
untuk diajarkan dan dipelajari oleh peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press. Iskandarwassid
dan Sunendar, Dadang. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Karakter
Tahun I No I Sanaky, Hujair AH. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safira Insania Press. Sukirno.
2009. Hubungan Wayang Kulit dan Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa. Jurnal Brikolase Vol. 1 No. 1.
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2010. Unggah-Ungguh Bahasa Jawa. Jakarta Timur: Yayasan
Paramalingua. Waluyo, J. Herman. 2013. Pendalaman Materi Bidang Studi Bahasa Daerah. Surakarta:
Panitia Sertifikasi Guru Rayon 113 UNS

Defini Budi Pekerti.

Menurut pendekatan etimologi, perkataan budi pekerti (akhlak) berasal dari bahasa Arab jama' dari
bentuk mufradnya "Khuluqun" yang diartikan: perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan "Khalqun" yang berarti kejadian, serta erat
hubungannya dengan "Khaliq" yang berarti pencipta, dan "Makhluk" yang berarti yang diciptakan.
"Alkhuluqu" jamak dari kata: "Akhlaq ": Tabiat, Budi Pekerti.8 Tingkah laku yang lahir dari manusia
dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan.9 Kata akhlak dalam pengertian ini
disebutkan dalam alQur'an dengan bentuk tunggalnya, Khulq, pada firman Allah Swt yang merupakan
konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah, Yaitu: "Dan sesungguhnya kamu benar-
benar berbudi pekerti yang agung".10 Dijelaskan bahwa al-Khalqu (ciptaan, makhluk) dan al-khuluqu
(budi pekerti) itu adalah dua ibarat yang dipergunakan secara bersamasama. Yang dimaksudkan dengan
al-khalqu adalah bentuk lahiriah dan yang dimaksudkan dengan al-Khuluqu adalah bentuk batiniah. Yang
demikian itu karena manusia terdiri dari jasad yang dapat dilihat oleh mata dan dari ruh dan jiwa yang
dapat dilihat dengan penglihatan hati. Adapun jiwa yang dapat dilihat dengan penglihatan hati itu lebih
tinggi tingkatannya dari pada jasad yang dapat dilihat dengan mata. Karena itulah Allah mengagungkan
urusan jiwa dengan disandarkan kepadaNya. Allah mengingatkan bahwa jasad manusia itu dihubungkan
kepada tanah dan ruh dihubungkan kepada Allah Saw. Yang dimaksudkan dengan ruh dan jiwa pada
tempat ini adalah satu. Maka al-khuluqu (budi pekerti) itu suatu ibarat tentang keadaan dalam jiwa yang
menetap di dalamnya. Dari keadaan dalam jiwa itu muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan
tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian.11 Akan halnya hakikatnya budi pekerti itu sendiri adalah
suatu sifat (keadaan) yang telah meresap di dalam hati, yang dari padanya muncul bermacam-macam
perbuatan secara spontan dan begitu mudahnya, tanpa membutuhkan pemikiran. Jika dari sifat tersebut
muncul perbuatanperbuatan baik dan terpuji-menurut pandangan akal dan syara'-maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang baik. Jika yang muncul dari padanya adalah perbuatan-perbuatan yang buruk,
maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.12 Budi pekerti juga disamakan dengan kesusilaan,
sopan santun, Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia,
seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini
disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati
untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.13 Etika adalah usaha manusia
untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau
ia mau menjadi baik.14 Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.
Bidang moral adalah kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma
moral adalah tolak ukur untuk menentukan betulsalahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi
baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.

Di samping itu, sumber budi pekerti (akhlak) adalah dari khaliq (Allah Swt) dan juga dari makhluq-Nya
(Nabi/Rasulullah Saw dan/atau manusia). Persoalan akhlak itu dikaji sedemikian rupa oleh ulama,
sehingga timbul ilmu akhlak, yaitu ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang
terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Budi pekerti bukan
merupakan "perbuatan", bukan "kekuatan", bukan "ma'rifah" (mengetahui dengan mendalam). Yang
lebih sepadan dengan akhlak itu adalah "hal" keadaan atau kondisi, di mana jiwa mempunyai potensi
yang bisa memunculkan dari padanya menahan atau memberi. Jadi akhlak itu adalah ibarat dari "
keadaan jiwa dan bentuknya yang batiniah". Karena budi pekerti juga merupakan subsistem dari sistem
ajaran Islam, maka pembidangan akhlak juga vertikal dan horizontal. Ada budi pekerti manusia kepada
Tuhan, kepada sesama manusia, kepada diri sendiri dan kepada alam hewan dan tumbuhan.

Tingkah laku menurut al-Ghazali Ahli-ahli psikologi membedakan dua macam tingkah laku :

a. Tingkah laku intelektual yang tinggi. Maksudnya adalah sejumlah perbuatan yang dikerjakan
seseorang yang berhubungan dengan kehidupan jiwa dan intelektual. Ciri-ciri utamanya adalah
berusaha mencapai tujuan tertentu.

b. Tingkah laku mekanistis atau refleksif. Maksudnya adalah responsrespons yang timbul pada manusia
secara mekanistis dan tetap, seperti kedipan mata sebab kena cahaya, dan gerakan-gerakan rambang
yang kita lihat pada kanak-kanak seperti menggerakkan kedua tangan dan kaki secara terus-menerus
tanpa aturan.

Anda mungkin juga menyukai