Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Umum


II.1.1 Pengertian Communal housing / Rumah Bersama.
Pengertian atau istilah Communal Housing atau Rumah Bersama, merupakan
istilah yang dikenal dalam sistem hukum negara Italia. Di negara Inggris dan
Amerika menggunakan istilah Joint Property sedangkan negara Singapura dan
Australia mempergunakan istilah Strata Title. Di Indonesia sendiri sering disebut
dengan istilah Rumah Susun ada pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985
tentang rumah susun yang tersirat pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

Adapun definisi menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 Rumah Susun


adalah Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,
yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama. Yang dimaksud dengan rumah susun sederhana sewa yang juga disebut
ruang komunal adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satu kesatuan
yang masing-masing dapat dimanfaatkan dengan tata laksana sewa dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama, yang dibangun dengan menggunakan
bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar
kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan
mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik seperti
bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti
arsitektur lokal dan cara hidup.

8
Tujuan dari pembangunan rumah susun adalah untuk mengendalikan lajunya
pembangunan rumah – rumah biasa yang banyak memakan lahan, memenuhi
kebutuhuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama bagi golongan
masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah, yang menjamin kepastian
hukum dalam pemanfaatannya, meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di
daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan
menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Dengan
sasaran penghuni rumah bersama yaitu masyarakat yang terkena langsung proyek
peremajaan dan pembangunan, masyarakat sekitar yang berada dalam lingkup
kumuh yang segera akan dibebaskan, target jual ditujukan pada masyarakat
berpenghasilan menengah kebawah, dengan penghasilan antara Rp. 600.000 – Rp.
1.500.000.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 60/PRT/1992


tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, pengertian dan
pembangunan rumah susun adalah :
a. Lingkungannya adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas, di
atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya secara
keseluruhan merupakan tempat permukiman.
b. Satuan lingkungan rumah susun adalah kelompok rumah bersama yang
terletak pada tanah bersama sebagai salah satu lingkungan yang merupakan
satu kesatuan sistem pelayanan pengelolaan.
c. Rumah susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi-bagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang
masingmasing dapat memiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama.
d. Prasarana lingkungan rumah susun adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
yang memungkinkan rumah bersama dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

9
Rumah susun harus memenuhi syarat-syarat minimum seperti rumah biasa yakni
dapat menjadi tempat berlindung, memberi rasa aman, menjadi wadah sosialisasi,
dan memberikan suasana harmonis.

II.1.2 Sarana dan Prasarana Communal housing / Rumah Bersama.


Andi Hamzah, 2000, menyatakan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
pembangunan rumah bersama adalah :
A. Persyaratan teknis untuk ruangan Semua ruangan yang dipergunakan untuk
kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan udara luar dan pencahayaan dalam jumlah yang cukup.
B. Persyaratan untuk struktur, komponen dan bahan-bahan bangunan harus
memenuhi persyaratan konstruksi dan standar yang berlaku yaitu harus tahan
dengan beban mati, bergerak, gempa, hujan, angin, hujan dan lain-lain.
C. Kelengkapan rumah bersama terdiri dari : Jaringan air bersih, jaringan listrik,
jaringan gas, saluran pembuangan air, saluran pembuangan sampah, jaringan
telepon/alat komunikasi, alat transportasi berupa tangga, pintu dan tangga
darurat kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, alarm, pintu
kedap asap, generator listrik dan lain lain.
D. Satuan rumah bersama:
a. Mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggung jawabkan dan
memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya.
b. Memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti tidur, mandi, buang hajat,
mencuci, menjemur, memasak, makan, menerima tamu dan lain-lain.
E. Bagian bersama dan benda bersama.
a. Bagian bersama berupa ruang umum, ruang tunggu, atau selasar harus
memenuhi syarat sehingga dapat memberi kemudahan bagi penghuni.
b. Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi dan kualitas dan
kapasitas yang memenuhi syarat sehingga dapat menjamin keamanan dan
kenikmatan bagi penghuni.
F. Lokasi rumah bersama:
a. Harus sesuai peruntukan dan keserasian dengan memperhatikan rencana
tata ruang dan tata guna tanah.

10
b. Harus memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran saluran
pembuangan dalam lingkungan ke sistem jaringan pembuang air hujan dan
limbah.
c. Harus mudah mencapai angkutan.
d. Harus dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
G. Kepadatan dan tata letak bangunan Harus mencapai optimasi daya guna dan
hasil guna tanah dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan
lingkungan sekitarnya.
H. Prasarana lingkungan Harus dilengkapi dengan prasarana jalan, tempat parkir,
jaringan telepon, tempat pembuangan sampah.
I. Fasilitas lingkungan Harus dilengkapi dengan ruang atau bangunan untuk
berkumpul, tempat bermain anak-anak, dan kontak sosial, ruang untuk
kebutuhan sehari-hari seperti untuk kesehatan, pendidikan dan peribadatan
dan lain-lain.

II.2 Tinjauan Khusus


II.2.1 Pengertian Ruang Komunal.
Ruang komunal berasal dari kata communal yang berarti berhubungan dengan
umum merupakan ruang yang menampung kegiatan sosial dan digunakan untuk
seluruh masyarakat atau komunitas (Wijayanti, 2000).

Menurut Lang, 1987, ruang komunal memberikan kesempatan kepada orang


untuk bertemu, tetapi untuk menjadikan hal itu diperlukan beberapa katalisator.
Katalisator mungkin secara individu yang membawa orang secara bersama-sama
dalam sebuah aktifitas, diskusi atau topik umum. Sebuah ruang terbuka publik
akan menarik orang jika terdapat aktifitas dan orang dapat menyaksikannya.
Ruang komunal adalah sebuah seting yang dipengaruhi oleh tiga unsur selain
unsur fisiknya yaitu manusia sebagai pelaku, kegiatan dan pikiran. Terjadinya
ruang komunal di rumah susun tidak lepas dari pemahaman interaksi manusia
dengan lingkungannya. Perilaku manusia merupakan pusat perhatian dalam
hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Manfaat adanya ruang komunal
adalah :

11
a. Menurut Weilman & Leighton (1979), ruang komunal merupakan kebutuhan
ruang yang berfungsi sebagai ruang social, yaitu sebagai salah satu kebutuhan
pokok pemukim untuk mengembangkan kehidupan bermasyarakat
b. Menurut Newman (1990), ruang komunal dapat membangkitkan hasrat
penghuni menjadi satu komunitas, sehingga dapat dikondisikan sifat
pemakaian, pemeliharaan dan pengawasan secara bersama.
c. Herlianto (1986), ruang komunal dapat digunakan sebagai sarana penambah
penghasilan serta aktivitas social rumah lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan
social tersebut, bentuk rancangan ruang komunal dapat berfungsi untuk
kegiatan ekonomi penghuninya. Ruang komunal dilingkungan perumahan
menjadi sarana penghuni rumah untuk lebih banyak beraktivitas di luar
rumah, karena sebagian dari mereka tinggal dirumah – rumah sempit kota dan
pada masyarakat golongan menengah kebawah ruang komunal juga dijadikan
sarana menambah penghasilan.
d. Christopher Alexander (1997), fasilitas lingkungan sebagai pengikat antar
kelompok akan lebih efisien fungsinya, jika berada di batas antar kelompok
artinya ruang komunal dapat berfungsi sebagai pengikat antar kelompok unit
hunian, yang pada akhirnya berfungsi juga sebagai interaksi sosial.

II.2.2 Jenis Ruang Komunal.

Melanjutkan pengertian ruang komunal dari Wijayanti yang mengatakan ruang


komunal adalah ruang yang menampung seluruh kegiatan dari masyarakat/
komunitas, berarti sifat ruang tersebut merupakan ruang publik. Meskipun
sebagian ahli mengatakan ruang publik adalah ruang terbuka, namun Hakim
(1987) dan Studyanto (2009) menjelaskan bahwa ruang publik terbagi menjadi
dua jenis :

a. Ruang publik tertutup, yaitu ruang publik yang terdapat di dalam suatu
bangunan.
b. Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang
sering juga disebut ruang terbuka (open space).

12
II.2.3 Jenis Kegiatan Pada Ruang Komunal.

Menurut Darmiwati, 2000 diketahui bahwa fungsi ruang komunal adalah sebagai
wadah interaksi sosial, yang menampung kebutuhan akan tempat untuk bertemu,
berinteraksi, melakukan aktifitas bersama. Kemudian dari fungsi ruang komunal
tersebut, dirumuskan tiga kelompok jenis kegiatan yang dapat diwadahi oleh
ruang komunal dalam rumah susun, sebagai berikut:

a. Berkumpul dan berinteraksi Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam


kelompok ini misalnya bertegur sapa, berkumpul (berdiri maupun duduk),
berbincang/ngobrol, dan lain-lain.

b. Bermain dan berolahraga Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam


kelompok ini misalnya bermain kartu, berbagai permainan anak - anak, catur,
senam, dan lain-lain.

c. Melaksanakan acara/hajatan Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam


kelompok ini misalnya arisan, ulang tahun, rapat penghuni, dan lain-lain.

II.2.4 Persepsi Penghuni Terhadap Ruang Komunal.

Penggalian persepsi ini ditujukan untuk menggali informasi mengenai persepsi


(cara pandang) individu penghuni terhadap ruang publik yang ada di dalam rumah
bersmaa, yang secara tidak langsung akan memberikan suatu pandangan
mengenai harapan penghuni terhadap ruang publik dalam rumah bersama. Untuk
menggali persepsi penghuni terhadap ruang publik ini, ditentukan empat indikator
yaitu :

a. Luas Menyangkut persepsi penghuni terhadap luas ruang publik yang ada,
apabila luas tersebut telah memadai bagi penghuni untuk berkumpul dan
berinteraksi, bermain dan berolahraga, atau untuk melaksanakan acara,
kegiatan/hajatan.

b. Letak Menyangkut persepsi penghuni terhadap letak ruang publik, apabila letak
ruang publik tersebut mudah dijangkau (strategis).

13
c. Sirkulasi udara Menyangkut persepsi penghuni terhadap baik buruknya
sirkulasi udara di ruang publik.

d. Ketersediaan peralatan penunjang Menyangkut persepsi penghuni terhadap


ketersediaan peralatan penunjang baik untuk berkumpul dan berinteraksi,
bermain dan berolahraga, atau untuk melaksanakan acara, kegiatan/hajatan.

II.2.5 Pengertian Kebersamaan Masyarakat dalam Kehidupan Rumah


Bersama.
Dari hasil survey yang pernah dilakukan pakar Ilmu Sosial Universitas Gajah
Mada terhadap pola kehidupan sosial ekonomi golongan berpenghasilan rendah
menunjukan betapa mereka ini umumnya punya pekerjaan, memiliki tempat
bernaung, mempunyai aturan – aturan hidup bermasyarakat, dan yang terpenting,
mempunyai aspirasi – aspirasi.

Tentu saja semua ini dalam batasan – batasan pendapatan rendah dari pekerjaan
kasar, tempat tinggal yang sangat sederhana, dan aspirasi yang alami. Artinya,
dalam lingkungan keterbatasan semacam ini, suatu pola kehidupan yang
sederhana tetap berlangsung dan terdapat suatu system, dengan kualitas yang juga
sederhana. Sifat ini banyak membatasi arti dan kualitas sistem kekeluargaan dan
gotong royong yang ada didalamnya. Kampung kumuh yang merupakan asal mula
daerah pembangunan rumah bersama, terdapat kehidupan masyarakat kampung
dengan berbagai karakteristiknya yang secara menyeluruh memperlihatkan adanya
kebersamaan didalam kehidupan sehari- harinya. Didalam bangunan Rumah
Bersama inilah gaya hidup masyarakat kampung yang penuh kebersamaan, ikut
terbawa masuk. Gaya hidup yang menyolok, antara lain guyub, komunal, dan
kampungan.
a. Pada awalnya, keguyuban dilakukan oleh masyarakat kampung yang
bergerombol ditempat-tempat terbuka yang bersifat, “seadanya”seperti: gang
gang sempit, emper -emper rumah, warung - warung, ruang-ruang terbuka dan
dirumah masing- masing warga kampung. Sedangkan keguyuban yang positif,
ditunjukkan pada kesediaan warga untuk bergotong royong dalam

14
kegiatankegiatan tertentu seperti: perbaikan rumah, kenduri, khitanan, tahlilan,
dan sebagainya.
b. Komunal, tampak pada padatnya rumah tinggal penduduk oleh beberapa
Kepala Keluarga beserta anggotannya, yang masih memiliki ikatan
persaudaraan, sehingga suasananya makin sesak, kotor dan tidak sehat.
c. Kampungan, tampak pada kebiasaan - kebiasaan warga yang sering bergunjing
sambil lesehan (terkadang petan), dan dari cara berpakaiannya yang norak serta
cara bergaulnya yang tidak intelek. Karakteristik warga yang sudah mendarah
daging ini, memang tidak mudah untuk dihapuskan, mengingat kebiasaan
diatas sebesarnya menjadi matang setelah mereka hidup dikampung yang
kebetulan letaknya di kota, sehingga dengan kepindahan penduduk menjadi
warga Rumah Bersama (yang lokasinya sama), maka seluruhnya akan juga
diterapkan didalamnya.

Kebersamaan adalah suatu hubungan antar manusia satu dengan lainnya, antar
manusia dengan kelompok dan antar kelompok satu dengan kelompok lainnya,
dimana hubungan ini berlangsung secara timbal balik, dan terjadi pada semua
proses kehidupan.

Dalam artian harfiah, kebersamaan diatas, disebabkan oleh kondisi letak unit-unit
Rumah Susun yang saling berdekatan satu sama lain dan adanya karakter
penghuninya yang bersesuaian, sehingga mudah membentuk kelompok dari yang
terkecil hingga terbesar.

II.2.6 Hubungan Ruang komunal dengan Kebersamaan Masyarakat Pada


Rumah Bersama.

Dikaitkan dengan kehidupan penghuni Rumah Bersama (golongan berpenghasilan


rendah), maka Ruang komunal bermanfaat sebagai:

A. Wadah temu warga, dimana proses bersosialisasi antar warga dapat


berlangsung.Hasilnya berbagai informasi bisa diperoleh.

15
B. Wadah berlangsungnya transaksi ekonomi. Hasilnya, bermanfaat memenuhi
kebutuhan hidup warga.
C. Wadah menempa moral/akhlak. Hasilnya, pengendalian diri.
D. Wadah memperluas wawasan. Hasilnya warga bisa mengikuti perkembangan
situasi, dan memanfaatkan peluang-peluang. Dikaitkan dengan karakter
penghuni berpenghasilan rendah, yang antara lain meliputi:

1. Sosial:

a. Guyub, penuh kebersamaan.


b. Kurang menyukai hal-hal yang bersifat formil.
c. Memiliki kecenderungan melakukan okupasi pada lahan/space yang
“dianggap” milik bersama/tidak dimiliki oleh siapapun.

2. Ekonomi:

a. Tingkat sederhana/low level.

3. Budaya:

a. Umumnya, kaum ibu dari kalangan ini, memiliki fungsi ganda (sebagai
pencari nafkah tambahan, sekaligus mengatur kehidupan keluarga).

Maka dihasilkan suatu penggabungan terhadap keberadaan Ruang Bersama, yaitu:


Mudah pencapaian, sebaiknya masih berada dalam lantai yang sama dengan unit
warga/yang terdekat.

II.2.7 Perilaku Penghuni Pada Ruang Rumah Bersama.

Rumah bersama sebagai rumah, dapat diartikan suatu bangunan dimana manusia
tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan
tempat dimana berlangsung proses sosialisasi pada saat seorang individu
diperkenalkan pada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu
masyarakat (Sarlito W, dalam Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, 1984 : 145).
Myers, 1983 mengatakan rancangan desain dan struktur bangunan dapat
menciptakan perubahan besar secara psikologis. Rumah bersama sebagai rumah
perlu menyediakan tingkatan kebutuhan manusia dari tingkat terbawah ke atas,

16
yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan social, harga diri dan aktualisasi
diri (Maslow dan Kurt Goldstein, 1986).

Salah satu perilaku yang ada pada rumah bersama adalah teritorialitas. Menurut
Victor Hugo, (Sommmer, Robert, Personal Space : The Behavioral Basis of
Design, Pretince Hall Inc, New Jersey, 1969)“ Every man a property owner, no
one master”, yang dapat diartikan bahwa setiap orang memiliki daerah pribadi.
Menurut Edwart T. Hall dalam buku The Hidden Dimension, 1966 “Behaviour by
which an organism characteristically lays claim to an area and defend it against
member of its species”.

Teritorialitas adalah perilaku pengakuan suatu daerah oleh individu yang akan
dilindungi dari gangguan dari individu lain. Gary T. Moore, Environment
Behaviour Studies dalam buku Introduction to Architecture(1979) menyatakan 5
yang berkenaan dengan objek-objek, tempat - tempat, wilayah geografis yang
ukuran luasnya tidak tertentu dan karateristik teritori sebagai berikut:

1. Teritori mempunyai bentuk misalnya benda, mainan, kursi, kamar, rumah


sampai Negara.

2. Teritori menyangkut masalah kepemilikan/ kendali terhadap penggunaan suatu


tempat/ objek.

3. Pemilik teritori akan memberikan identitas dirinya dengan menggunakan


simbol-simbol ataupun benda-benda sebagai tanda.

4. Teritori dapat dikuasai, dimiliki atau dikendalikan oleh seorang individu


ataupun kelompok-kelompok.

5. Teritori berhubungan dengan kepuasan terhadap kebutuhan/ dorongan atas


status. Teritori umum terbagi dalam 3 tipe:

a. Kendalinya terjadi pada waktu penggunaannya, jika waktunya sudah habis,


maka pemakaiannya harus berhenti.

17
b. Secara bergantian, dalam hal ini menyangkut aturan pakainya, yaitu
merupakan akses terhadap tujuan misalnya bergantian menggunakan
lapangan olah raga dan sebagainya.

c. Ruang terpakai, menyangkut daerah sekeliling, yang secara sementara


dianggap di bawah kendalinya (seperti pada rumah susun).

Dalam buku Perilaku dan Arsitektur, faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaan


teritori adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan situasional baik berupa
tatanan fisik maupun situasi sosial budaya seseorang (Laurens, J.M, 2001,h.99-
101). Teritori dapat diantisipasi dengan melakukan beberapa pertahanan seperti:

a. Pencegahan seperti memberikan batas pelindung, memberi rambu – rambu, atau


pagar batas sebagai antisipasi sebelum terjadi pelanggaran.

b. Reaksi sebagai respon terhadap terjadinya pelanggaran, seperti langsung


menghadapi si pelanggar.

Dalam perancangan ruang-ruang arsitektural, apabila disadari adanya derajat


teritori yang berkaitan dengan aksesibilitas menuju ruang-ruang tertentu, arsitek
dapat mengekspresikan perbedaan teritori ini baik melalui batas nyata, seperti
dinding, pintu, ataupun batas simbolik melalui artikulasi bentuk, penggunaan
material, permainan cahaya dan warna, sehingga dapat terbentuk suatu tatanan
yang utuh.

II.3. Pengertian Permukiman


Berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal /
hunian dan sarana pembinaan keluarga.
2. Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal / hunian yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana lingkungan.
3. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung (kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal /
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan.

18
Rumah merupakan bagian yang tidak dapat dilihat sebagai hasil fisik yang
rampung semata, melainkan merupakan proses yang berkembang dan berkaitan
dengan mobilitas social-ekonomi penghuninya dalam kurun waktu.
Seperti kebanyakan wajah permukiman di Indonesia banyak kita jumpai
permukiman penduduk yang sering disebut kampong. Adapun pengertian
kampong identic dengann suatu wilayah yang terdapat di pedesaan dan berada pad
kondisi yang terpenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan sarana dan prasarana
yang layak. Kampong merupakan lingkungan suatu masyarakat yang sudah
mapan, yang terdiri dari golongan berpenghasilan rendah dan menengah dan pada
umumnya tidak memiliki prasarana, utilitas dan fasilitas sosil yang cukup baik
jumlah maupun kualitasnya dan dibangun di atas tanah yang dimiliki, disewa atau
dipinjam pemiliknya (Yudosono, dkk dalam Komarudin, 1997).

Permukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Permukiman berasal


dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata
human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan
tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya.
Perumahan menitik beratkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land
settlement. Sedangkan permukiman memberikan kesan tentang pemukim atau
kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga
permukiman menitik beratkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda
mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan permukiman
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya,
pada hakekatnya saling melengkapi.

II.4. Landasan Teori Arsitektur Minimalis


II.4.1. Pengertian Arsitektur Minimalis
Dalam desain arsitektur minimalis, arsitektur atau desain bangunan hanya
menggunakan kebutuhan yang paling mendasar.
Minimalis dalam arsitektur menekankan pada hal-hal yang bersifat esensial dan
fungsional. Bentuk-bentuk yang geometris dan tanpa dekorasi menjadi karakter
arsitektur minimalis.

19
II.4.2. Prinsip-prinsip Arsitektur Minimalis
1. Kesederhanaan dalam bentuk dan fungsi, Memiliki layout atau tata ruang yang
sederhana. Tata letak ruang yang sederhana memberikan kecepatan dalam
mengakses ruangan dalam rumah.
2. Fasad yang rapi dan tampak yang bersih, bangunan minimalis dari luar tampak
sangat polos. Tidak ada penggunaan dekorasi maupun ornament tambahan
untuk sekedar menghias fasad. Yang ada hanya tembok yang lurus dan rapi.
Bngunan minimalis menghindari penggunaan profilan untuk menghias bagian
fasad.
3. Penyelesaian detail yang simple dan minim dekorasi, seperti apa dijelaskan
sebelumnya bahwa rumah bergaya minimalis mengurangi penggunaan detail
yang riwet. Penyelesaian seperti pertemuandinding dan lantai atau pertemuan
dinding dan plafon dibuat sesimpel mungkin. Pada pertemuan antara dinding
dan plafon misanyacukup dengan menggunakan tali air dan dipertemukan
begitu saja. Tidak ad adi tolmtambahan seperti lis plafon dan lain sebagainya.
Begitu juga dengan penyelesaian baigian;bagian lain.
4. Penggunaan material yang strategis dan menarik, bangunan minimalis
menggunakan material sesuai dengan fungsinya. Namun dalam kebanyakan
bangunan minimalis penggunaan material kayu yang di block pada dinding dari
lantai hingga ke plafon. Permainan material ini yang menjadi andalan dalam
bangunan minimalis untuk membentuk kesan estetika tersendiri.
5. Ruangan yang bersih terbuka dan terang, rumah minimalis memiliki interior
yang bersih dari berbagai ornament maupun hiasan. Tidak perlu ada hiasan di
plafon ataupun ukiran-ukiran di dinding. Bentuk lekukan tertentu hanya timbul
apabila ada fungsi, misalnya perbedaan ketinggian atap yang membuat bentuk
plafon menjadi miring.

20
II.4.3. Fungsi arsitektur minimalis
Bentuk yang fungsional, bentuk bangunan tercipta mengikuti fungsi, jadi
semua elemen bangunan ada karena ada fungsi baliknya. Membuat tampilan
bangunan lebih sederhana, mengurangi tonjolan atau cekungan dalam
bangunan. Semakin sederhana semakin baik sesuai konsep “Less is More”.
Bentuk-bentuk dalam arsitektur minimalis tidak menampilkan idealisme sang
arsitek, semuanya generik dan terlihat sama dengan yang lainnya.
Kosong dan bersih, umumnya bangunan bergaya minimalis memang terlihat
sepi, menampilkan unsur fungsi apa adanya. Sering menampilkan block
material finishing putih atau material tertentu sehingga kerapihan finishing
sangat dipertimbangkan. Geometris, bentuk yang ditampilkan harus mengikuti
pola geometri teratur, bukan bentukan abstrak yang sulit diukur dimensinya.
Karakter bentukan juga harus tegas dan segaris.

II.5. Studi Banding dan Studi Literatur (Preseden)


II.5.1 Coop Housing at River Spreefeld, German.

Gambar 2.1 Fasad Coop Housing at River Spreefeld, German


Sumber : Ute Zscharnt, Archdaily 2020

The Coop Housing adalah pembangunan proyek pada tahun 2013 dengan luas
area 7400 m2, pembangunan proyek ini dikembangkan bersama dan dikelola
berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari banyak proyek buatan sendiri
sebelumnya.

21
Gambar 2.2 Floor Plan Coop Housing at River Spreefeld, German
Sumber : Ute Zscharnt, Archdaily 2020

Misinya dari pembuatnya adalah untuk memanfaatkan potensi unik lokasi untuk
membuat blok bangunan kota yang secara social adil, ekonomis stabil, dan
bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar. Bangunan proyek ini bertujuan
khusus untuk:
1. Dibuat terbuka untuk lingkungan dan kota.
2. Diferensiasi antara ruang privat, komunal dan public.
3. Pilihan untuk bentuk kehidupan kontemporer.
4. Penghematan biaya, pembangunan berbiaya rendah.
5. Desain dan konstruksi bangunan modular.
6. Fitting seragam, hemat digunakan di apartemen.
7. Konstruksi bantuan mandiri, jadi lebih kuat.
8. Gunakan organisasi bangunan netral untuk hidup dan bekerja.
9. Produksi mandiri energi terbarukan.
10. Ekonomi ruang, beberapa lift, ruang bersama dan komunal.
11. Kepemilikan bersama untuk sewa jangka panjang yang terjangkau.

Tiga bangunan membentuk kesatuan yang berbeda dalam desain dan posisi
bangunan berada di ruang perkotaan. Arah bangunan Coop Housing ini
berhadapan dengan sungai dan beberapa bangunan disekitarnya, masing-masing
hunian tidak mengatur diri sendiri seperti blok atau housing lainnya. Teras
individu dan komunal menjadi fitur yang membuat beda, dan menawarkan

22
kompensasi yang sangat baik digunakan untuk ruang terbuka pada pengguna
publik.

Desain bangunan terdiri dari dukungan dan sistem konstruksi yang sangat
sederhana yang memungkinkan beragam pilihan untuk organisasi berbagai
penggunaan. Dengan cara ini, tidak ada dua dari 64 apartemen yang sama,
meskipun semuanya mengikuti prinsip yang sama.

Gambar 2.3 Interior Coop Housing at River Spreefeld, German


Sumber : Ute Zscharnt, Archdaily 2020

Perhatian khusus diberikan hanya untuk menggunakan bahan bangunan yang


ramah lingkungan, seperti penggunaan kayu cukup dimaksimalkan (dinding
eksterior panel kayu, isolasi wol kayu, balkon kayu solid). Selain unit
konvensional ada enam apartemen cluster yang menyediakan struktur hidup
komunal untuk kelompok 4 hingga 21 orang. Populasi perumahan yang dibangun
cukup beragam. Ini merupakan gabungan multigenerasional dan multikultural,
dimungkinkan oleh orang-orang menengah.

23
II.5.2 Nanterre Co-Housing, France.

Gambar 2.4 Fasad Nanterre Co-Housing, France.


Sumber : Luc Boegly, Archdaily 2020

Nanterre Co-Housing adalah pembangunan proyek pada tahun 2015 dengan luas
area 158 m2, Proyek ini berasal dari metodologi eksperimental yang melibatkan
penghuni masa depan dalam desain partisipatif proyek. Proyek ini adalah
eksperimen kontemporer pertama di perumahan sosial partisipatif untuk pembeli
pertama di Prancis. Oleh karena itu, gagasan partisipasi dan penggunaan
penduduk di masa depan dipertimbangkan sejak awal proyek. Dalam konteks
lingkungan perkotaan yang padat, pertanyaan tentang berbagi dan partisipasi
dalam skala sebuah bangunan (pendaratan, taman, jembatan penyeberangan, ruang
bersama) di dalam sebuah distrik sangat penting untuk menciptakan lingkungan
tempat tinggal bersama dan kualitas spasial yang lebih besar untuk penduduk.

Terletak di pinggiran kota yang ada memenuhi ZAC (zona pengembangan


campuran) dalam pembangunan, proyek ini menunjukkan amplop tinggi
bangunan dari 2 lantai, bersentuhan dengan rumah keluarga tunggal, hingga 4
lantai, berdampingan dengan ZAC, untuk memberikan transisi yang lembut antara
dua jenis urbanisasi.

24
Proyek bangunan terdiri dari dua bangunan yang dihubungkan oleh jembatan yang
menghubungkan semua perumahan lantai atas. Tata letak ini menyediakan
perumahan dengan pencahayaan alami yang berlimpah dan meningkatkan jumlah
aspek yang memenuhi syarat.

Penempatan Taman ini bukan hanya kebun bunga yang merangsang visual. Area
utama ini merupakan area yang akan dibagikan yang dapat menciptakan
interaksi sosial antar penghuni, berkat berbagai ruang umum yang terletak di
lantai dasar (ruang umum 60 m² dengan dapur bersama, bengkel kerja DIY,
ruang penyimpanan sepeda besar, jatah sayuran, dan teras umum ). Lokasi
bangunan yang menghadap kearah selatan, barat dan timur mengoptimalkan
perolehan matahari pasif.

Gambar 2.5 Floor Plan Nanterre Co-Housing, France.


Sumber : Luc Boegly, Archdaily 2020

Di lantai dasar, area umum (aula serbaguna, dapur, binatu, bengkel DIY,
penyimpanan sepeda, dll.) Terbuka ke jatah taman sayuran kolektif. Di sini, lebih
dari di tempat lain, ruang terbuka berkontribusi terhadap keramah tamahan dan
interaksi penduduk. Hasil proyek bangunan dari kerja sama erat dengan lima belas
keluarga dikelompokkan bersama untuk membentuk asosiasi dan menawarkan
lima belas unit perumahan unik yang memenuhi setiap persyaratan keluarga.
Perumahan ini dilayani oleh pendaratan eksterior yang memberi akses ke masing-

25
masing unit, seperti di rumah pada umunya. Semua unit perumahan adalah cross-
through dan mendapat manfaat dari kaca yang cukup.

Gambar 2.6 Section Nanterre Co-Housing, France.


Sumber : Luc Boegly, Archdaily 2020
Jembatan yang dibangun adalah tempat yang melambangkan hubungan antara dua
bangunan. Jembatan ini adalah salah satu fitur yang kuat dari proyek karena
menjorok ke taman dan ruang umum, memungkinkan penghuni untuk berinteraksi
dengan cara yang sangat alami. Lantai pendaratan dirancang sebagai ruang yang
ramah, area berukuran besar di mana penduduk dapat bertemu, dan menikmati
penggunaannya.

Gambar 2.7 Front Nanterre Co-Housing, France.


Sumber : Luc Boegly, Archdaily 2020

Proyek ini dibangun dengan menggunakan batu api termal tebal 25xm dan
struktur atap kayu yang dilapis silang. Atapnya terbuat dari seng alami. Millwork
eksterior terbuat dari kayu yang dicat, dengan daun jendela kayu berpernis. Pagar

26
pembatas terbuat dari baja galvanis, terdiri dari pipa tipis yang dilas ke pelat dasar
galvanis.

Gambar 2.8 Nanterre Co-Housing, France.


Sumber : Luc Boegly, Archdaily 2020

27

Anda mungkin juga menyukai