Anda di halaman 1dari 40

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
Judul laporan tugas akhir yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan dan
didefinisikan sebagai berikut:
Sistem pemanenan air hujan atau rainwater harvesting
adalah suatu cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau aliran permukaan
pada saat curah hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu air hujan
rendah. (Budi Harsoyo, 2010: 33-34).
Rumah Susun
adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama (UU No 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun).
Berdasarkan terminologi di atas, judul laporan tugas akhir Sistem Pemanenan
Air Hujan pada Rumah Susun di Jelambar Jakarta ini memiliki arti sebagai berikut:
perencanaan penggunaan sistem untuk mengumpulkan atau menampung air hujan
saat curah hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu air hujan rendah
yang diterapkan pada bangunan gedung bertingkat terutama untuk tempat hunian
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, yaitu
rumah susun di Jelambar, Jakarta.
2.2. Tinjauan Umum
Laporan tugas akhir ini menggunakan tinjauan umum untuk mendukung
penelitian. Teori yang digunakan adalah:
1.1. Sistem Pemanenan Air Hujan
Abdulla et al (2006) menyebutkan bahwa rainwater harvesting merupakan
teknologi yang digunakan untuk pengumpulan air hujan yang berasal dari atap.
Memanen air hujan merupakan alternatif sumber air yang sudah dipraktekkan
selama berabad-abad di berbagai negara yang sering mengalami kekurangan air
(Chao-Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai, 2004). Air hujan yang dipanen dapat digunakan
untuk multi tujuan seperti menyiram tanaman, mencuci, mandi dan bahkan dapat
1

digunakan untuk memasak jika kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan
(Sharpe, William E., & Swistock, Bryan, 2008; Worm, Janette & van Hattum, Tim,
2006).
Secara ekologis ada empat alasan mengapa memanen air hujan penting untuk
konservasi air (Worm, Janette & Hattum, Tim van, 2006), yaitu:
a. Peningkatan kebutuhan terhadap air berakibat meningkatnya pengambilan air
bawah tanah sehingga mengurangi cadangan air bawah tanah. Sistem
pemanenan air hujan merupakan alternatif yang bermanfaat.
b. Keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air bawah tanah
sangat fluktuatif. Mengumpulkan dan menyimpan air hujan dapat menjadi
solusi saat kualitas air permukaan, seperti air danau atau sungai, menjadi
rendah selama musim hujan.
c. Sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas pemakai.
Mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses
terhadap persediaan air dan berdampak positif pada kesehatan serta
memperkuat rasa kepemilikan pemakai terhadap sumber air alternatif ini.
d. Persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri mupun limbah kegiatan
manusia misalnya masuknya mineral seperti arsenic, garam atau fluoride.
Sedangkan kualitas air hujan secara umum relatif baik.
Keuntungan Pemanenan Air Hujan
Berdasarkan UNEP (2001), beberapa keuntungan penggunaan air hujan sebagai
salah satu alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut:
a. Meminimalisasi dampak lingkungan
Penggunaan instrumen yang sudah ada, seperti atap rumah, tempat parkir,
taman, dan lain-lain, dapat menghemat pengadaan instrumen baru. Meresapkan
kelebihan air hujan ke tanah dapat mengurangi volume banjir di jalan-jalan
perkotaan.
b. Air lebih bersih
Air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi
persyaratan sebagai air baku air bersih dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut.
c. Untuk kondisi darurat
Air hujan sebagai cadangan air bersih sangat penting penggunaannya pada saat
darurat atau terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama pada saat
terjadi bencana alam. Selain itu air hujan bisa diperoleh di lokasi tanpa
membutuhkan sistem penyaluran air

d. Sebagai cadangan air bersih


Pemanenan air hujan dapat mengurangi kebergantungan pada sistem
penyediaan air bersih
e. Sebagai salah satu upaya konservasi
f. Mudah dan fleksibel
Pemanenan air hujan merupakan teknologi yang mudah dan fleksibel dan dapat
dibangun sesuai dengan kebutuhan. Pembangunan, operasional dan perawatan tidak
membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
Kerugian Pemanenan Air Hujan
Namun adapula kerugian paling mendasar dari sistem rainwater harvesting.
Kerugiannya adalah sebuah kenyataan bahwa kita tidak bisa mengetahui secara pasti
seberapa banyak dan kapan hujan akan turun.
Prinsip Dasar
Menurut buku Rainwater Harveting for Domestic Use (2006), pada dasarnya
rainwater harvesting dapat didefinisikan sebagai kumpulan aliran air hujan yang
dapat dimanfaatkan untuk keperluan domestik rumah tangga, kebutuhan agrikultural,
dan manajemen lingkungan.
Sistem rainwater harvesting terdiri dari 3 komponen dasar yang penting, antara
lain:
a. Penangkap atau permukaan atap yang berfungsi untuk menangkap air hujan.
b. Sistem pengiriman untuk memindahkan air hujan yang sudah ditangkap dari
penangkap atau permukaan atap ke bak penyimpanan.
c. Bak penyimpanan atau tangki air untuk menyimpan air hingga air itu
dipergunakan.
1.2. Rumah Susun
Menurut ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun, Rumah Susun (rusun) adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing- masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama
untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama.
Tujuan Rumah Susun
Menurut Pasal 3 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011,
Penyelenggaraan Rumah Susun bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan

Rumah Susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan
yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola
perumahan dan permukiman yang terpadu.
Jenis-Jenis Rumah Susun
Menurut UU No 20 Tahun 2011, Rumah Susun dibedakan menjadi beberapa
jenis, yaitu:
a. Rumah Susun Umum
Rumah Susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah Susun umum inilah yang kemudian
berkembang menjadi Rusunami dan Rusunawa. Rusunami adalah akronim dari
Rumah Susun umum milik, sedangkan Rusunawa adalah akronim dari Rumah Susun
umum sewa.
b. Rumah Susun Khusus
Rumah Susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
c. Rumah Susun Negara
Rumah Susun yang dimiliki oleh Negara yang menjadi tempat tinggal, sarana
pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan pegawai negeri.
d. Rumah Susun Komersial
Rumah Susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Rumah Susun
komersial oleh pengembang sering disebut apartemen, flat atau kondominium.
Berdasarkan ketinggian lantai, menurut Perda DKI Jakarta No. 7/1991 tentang
bangunan dalam Wilayah DKI Jakarta dan Paul (2001):
a. Bangunan Rendah (Low Rise Building): memiliki ketinggian 2-6 lantai dan
menggunakan tangga sebagai sarana sirkulasi vertikalnya. Jenis ini dikenal
dengan sebutan walk-up flat.
b. Bangunan Sedang (Medium Rise Building): memiliki ketinggian di atas 9 lantai
dan harus menggunakan elevator listrik sebagai sarana sirkulasi vertikalnya.
c. Bangunan Tinggi (High Rise Building): memiliki ketinggian di atas 9 lantai dan
harus menggunakan elevator listrik sebagai sarana sirkulasi vertikalnya.
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi,
dibuatlah ketentuan sebagai berikut:
a. Persyaratan Penampilan Bangunan Gedung

1. Bentuk denah bangunan gedung rusuna bertingkat tinggi sedapat mungkin


simetris dan sederhana, guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan
oleh gempa.
2. Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk T, L, atau U, atau panjang
lebih dari 50 m, maka harus dilakukan pemisahan struktur atau delatasi
untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa atau penurunan tanah.
3. Denah bangunan gedung berbentuk simetris (bujursangkar, segi banyak,
atau lingkaran) lebih baik daripada denah bangunan yang berbentuk
memanjang dalam mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.
4. Atap bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang ringan
untuk mengurangi intensitas kerusakan akibat gempa.
b. Perancangan Ruang Dalam
1. Bangunan rusuna bertingkat tinggi sekurang-kurangnya memiliki ruangruang fungsi utama yang mewadahi kegiatan pribadi, kegiatan keluarga/
bersama dan kegiatan pelayanan
2. Satuan Rumah Susun sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan dapur,
kamar mandi dan kakus/WC
c. Persyaratan Tapak Besmen Terhadap Lingkungan
1. Kebutuhan besmen dan besaran koefisien tapak besmen (KTB) ditetapkan
berdasarkan rencana peruntukan lahan, ketentuan teknis, dan kebijaksanaan
daerah setempat.
2. Untuk keperluan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP)
yang memadai, lantai besmen pertama (B-1) tidak dibenarkan keluar dari
tapak bangunan (di atas tanah) dan atap besmen kedua (B-2) yang di luar
tapak bangunan harus berkedalaman sekurangnya 2 (dua) meter dari
permukaan tanah tempat penanaman.
d. Sirkulasi dan Fasilitas Parkir
1. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah, jelas dan terintegrasi
dengan sarana transportasi baik yang bersifat pelayanan publik maupun
pribadi.
2. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan
bagi aksesibilitas pejalan kaki termasuk penyandang cacat dan lanjut usia.
3. Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan
lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam
kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya.
4. Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, ramburambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa

elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistem sirkulasi


yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika.
5. Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi diwajibkan menyediakan area
parkir dengan rasio 1 (satu) lot parkir kendaraan roda 4 untuk setiap 5 (lima)
unit hunian yang dibangun.
6. Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah
penghijauan yang telah ditetapkan.
7. Perletakan Prasarana parkir bangunan rusuna bertingkat tinggi tidak
diperbolehkan mengganggu kelancaran lalu lintas, atau mengganggu
lingkungan di sekitarnya.
e. Pertandaan (Signage)
1. Penempatan pertandaan (signage), termasuk papan iklan/reklame, harus
membantu orientasi tetapi tidak mengganggu karakter lingkungan yang
ingin diciptakan/dipertahankan, baik yang penempatannya pada bangunan,
kaveling, pagar, atau ruang publik.
2. Untuk penataan bangunan dan

lingkungan

yang

baik

untuk

lingkungan/kawasan tertentu, Kepala Daerah dapat mengatur pembatasanpembatasan ukuran, bahan, motif, dan lokasi dari signage.
f. Pencahayaan Ruang Luar Bangunan Gedung
1. Pencahayaan ruang luar bangunan harus disediakan dengan memperhatikan
karakter lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan.
2. Pencahayaan yang dihasilkan harus memenuhi keserasian dengan
pencahayaan dari dalam bangunan dan pencahayaan dari jalan umum.
Pencahayaan yang dihasilkan dengan telah menghindari penerangan ruang luar yang
berlebihan, silau, visual yang tidak menarik, dan telah memperhatikan aspek operasi
dan pemeliharaan.
2.3. Tinjauan Khusus
Laporan tugas akhir ini menggunakan tinjauan umum untuk mendukung
penelitian. Teori yang digunakan adalah:
1.3. Kebutuhan Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih
adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum, dimana
persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi
kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak
menimbulkan

efek

samping

No.416/Menkes/PER/IX/1990).

(Ketentuan

Umum

Permenkes

Kebutuhan air dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk
keperluan rumah tangga, industri, pengelolaan kota dan lain-lain. Untuk
memproyeksi jumlah kebutuhan air bersih dapat dilakukan berdasarkan perkiraan
kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan ditambah perkiraan kehilangan air.
Standar kebutuhan air ada 2 macam (Ditjen Cipta Karya, 2000), yaitu :
a. Kebutuhan Domestik
Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada
tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti;
memasak, minum, mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya.
Tabel 4. Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Orang/hari
Penggunaan Air
Mandi
Bilas toilet
Cuci Pakaian
Cuci Piring
Kebersihan Rumah Tangga
Cuci Mobil
Siram Taman
Minum dan Masak
Jumlah
Kehilangan (Leak)
Jumlah

Liter
38
10
26
18
32
22
10
9
165
135
300

Galon
10.03
2.64
6.87
4.76
8.45
5.81
2.64
2.38
43.59
35.66
79.25

Persentase
13%
3.5%
8%
6%
11%
7%
3.5%
3%
55%
45%
100%

*(1 L = 0.264172 Gallon)

Sumber: Dasar-Dasar Arstitektur Ekologis, 2006.

b. Kebutuhan non domestik


Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar
keperluan rumah tangga. Kebutuhan air non domestik antara lain:
1. Penggunaan komersil dan industry, yaitu penggunaan air oleh badan-badan
komersil dan industri.
2. Penggunaan umum, yaitu penggunaan air untuk bangunan-bangunan
pemerintah, rumah sakit, sekolah-sekolah dan tempat-tempat ibadah.
1.4. Konservasi Air
Penghematan air atau konservasi air adalah perilaku yang disengaja dengan
tujuan mengurangi penggunaan air segar, melalui metode teknologi atau
perilaku

sosial. Penggunaan air bersih secara umum adalah untuk memenuhi

kegiatan mandi, cuci, kakus, minum, dan irigasi lanskap. Menurut KepMenKes No.
907/MENKES/SK/VII/2002, bahwa diwajibkan melakukan pengelolaan dan
pengawasan sumber mata air, dengan cara sebagai berikut:
Pengurangan Pemakaian Air

Penggunaan air untuk kegiatan sanitasi masih sangat diperlukan karena


keberadaan air identik dengan kebersihan. Untuk fixture sanitasi, selain tiga tipe
dasar toilet yang umum (gravity, valve, dan pressured) juga ada peturasan (urinal)
untuk tempat buang air kecil bagi lakilaki. Untuk sistem keran, termasuk bentuk
keran tembok (faucets) dan keran wastafel (lavatory). Sedangkan untuk mandi,
penggunaan fixtures adalah dalam bentuk shower (Fadem and Conant, 2008).
Kondisi pemborosan air juga dipengaruhi kurangnya kesadaran dan perilaku hemat
air, seperti lupa menutup keran dan kurangnya perawatan pada water fixtures. Usaha
untuk melaksanakan penghematan air kini semakin berkembang dengan banyaknya
produk peralatan plambing yang semakin menekankan penghematan air. Upaya
penghematan air dari teknologi keran dan toilet cukup berperan dalam menghemat
penggunaan air bisa sekitar 30% dari total kebutuhan air domestik. Penggunaan air
bersih untuk menyiram toilet kini juga disadari tidak perlu dilakukan.
Sumber Air Alternatif
a. Daur Ulang Air Limbah
Daur ulang air adalah penggunaan kembali air bekas pakai yang melalui
pengolahan air kotor untuk menghilangkan kontaminan menjadi air yang dapat
digunakan kembali (Maczulak, 2010). Air kotor (greywater) yang dapat diproses
kembali menjadi air bersih berasal dari wastafel dan shower, dan dapat dikumpulkan
kembali serta ditampung dalam tangki di bawah tanah (basement) atau di lantai
dasar. Air ini dapat digunakan untuk menggelontor toilet, make up cooling water, dan
irigasi lanskap. Air hujan untuk irigasi tidak perlu diolah sebagai upaya reuse.
Namun, kondisi hujan yang tidak menentu terkadang membuat ketersediaannya
menjadi berkurang sehingga tetap memerlukan penyiraman manual. Penggunaan air
dari sumber daur ulang air limbah gedung untuk mengurangi kebutuhan air dari
sumber air utama.
b. Pengumpulan Air Hujan.
Indonesia secara umum memiliki curah hujan yang relatif tinggi serta
bulan basah yang relatif panjang sehingga potensial untuk dijadikan salah satu
sumber air. Tapi, pada kenyataannya, air hujan hanya dibuang ke saluran kota dan
tidak dapat diserapkan kembali ke tanah. Saluran kota pun memiliki kemampuan
yang terbatas sehingga ketika musim hujan tiba sering terjadi bencana banjir.
Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air harus didorong karena rendahnya kualitas
sumber air bersih permukaan dan upaya mengonservasi sumber air bawah tanah.

c. Sumur Resapan
Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah
yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara mempertahankan
kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur resapan. Untuk membangun
sumur resapan agar dapat memberikan kontribusi yang optimum diperlukan metoda
perhitungan berikut (Sunjoto, 1992): 28.
1.5. Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan
Sistem PAH umumnya terdiri dari beberapa sistem yaitu: tempat menangkap
hujan (catchment area), saluran air hujan yang mengalirkan air hujan dari tempat
menangkap hujan ke tangki penyimpanan (conveyance), filter, reservoir (storage
tank), saluran pembuangan, dan pompa. Gambar 2 menunjukkan skema ilustrasi
sistem PAH dengan menggunakan atap rumah

Gambar 2. Skema Teknik Panen Hujan dengan Atap Rumah


Sumber: Harsoyo, Budi, 2011.

a. Area Penangkap (Catchment Area)


Area penangkapan air hujan (catchment area) merupakan tempat penangkapan
air hujan dan bahan yang digunakan dalam konstruksi permukaan tempat
penangkapan air hujan mempengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas air hujan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk permukaan tangkapan hujan harus tidak beracun
dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas air hujan.
Umumnya bahan yang digunakan adalah bahan anti karat seperti alumunium, besi
galvanis, beton, fiber-glass shingles, dll.
Pada area penangkap air hujan perlu diperhatikan koefisien runoff atau aliran
airnya yang tergantung dari pemakaian bahan. Semakin tinggi koefisien runoff nya

10

semakin air dapat mengalir sehingga dapat mengambil air hujan secara maksimal
pada permukaan penangkap air tersebut.

Gambar 3 Runoff Coefficients


Sumber: Harvesting Rainwater for Landscape Use, Patricia H, 2006.

Ada beberapa jenis elemen bangunan yang dapat digunakan sebagai area
tangkapan air hujan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Atap Bangunan
Elemen ini merupakan elemen yang lazim digunakan untuk menangkap air
hujan. Sesuai dengan namanya, teknik pemanenan air hujan dengan atap bangunan
pada prinsipnya dilakukan dengan memanfaatkan atap bangunan (rumah, gedung
perkantoran atau industri) sebagai daerah tangkapan airnya (catchment area) dimana
air hujan yang jatuh di atas atap kemudian disalurkan melalui talang untuk
selanjutnya dikumpulkan dan ditampung ke dalam tangki, seperti terlihat pada
gambar 2.4. Menggunakan atap rumah secara individual memungkinkan air yang
akan terkumpul tidak terlalu signifikan, namun apabila diterapkan secara masal maka
air yang terkumpul akan sangat melimpah.

Gambar 4 Ilustrasi Sistem PAH Menggunakan Atap


Sumber: Anie, 2011.

11

Menurut Renhata Katili, 2012, keuntungan dari penggunaan atap sebagai


pengumpul air hujan adalah air yang terkumpul akan lebih sedikit terkontaminasi
karena posisinya berada diatas bangunan. Selain itu, tidak membutuhkan biaya
tambahan untuk menangkap air hujan karena atap itu sendiri sudah pasti tersedia di
setiap rumah.
Namun, ada beberapa kekurangan tipe pengumpulan air hujan dengan
menggunakan atap yaitu ukurannya yang terbatas. Dan akan sangat mahal apabila
atap ini dibuat ekstra sendiri untuk menangkap air hujan (tidak ada dalam eksisting).
2. Permukaan Tanah
Menggunakan permukaan tanah merupakan metode yang sangat sederhana
untuk mengumpulkan air hujan. Dibandingkan dengan sistem atap, PAH dengan
sistem ini lebih banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan yang lebih
luas. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok digunakan untuk
pertanian, karena kualitas air yang rendah. Air ini dapat ditampung dalam embung
atau danau kecil. Namun, ada kemungkinan sebagian air yang tertampung akan
meresap ke dalam tanah.

Gambar 5 Ground Catchment


Sumber: Anie, 2011.

3. Balkon
Pada acara The Rainwater Utilization Idea Contest, ada beberapa ide yang
memikirkan air hujan akan mengalir di dinding bangunan. Kazuo Nagado

12

mengusulkan mengumpulkan air hujan ini dengan membangun atap di lantai pertama
(Rainwater and You,1995).

Gambar 6 Penangkap Air Hujan Menggunakan Balkon dan Kanopi


Sumber: Rainwater and You, 1995.

4. Blooming Flowers

Gambar 7 Blooming Flowers


Sumber: Rainwater and You, 1995.

13

Apa yang dimaksud dengan "rain-blooming flowers?" Jika anda memiliki


payung vinyl ekstra yang dibeli pada saat hujan yang tak terduga, mengapa tidak
memanfaatkan ekstra baiknya dari kelebihan tersebut. Yuko Kanbayashi muncul
dengan ide kreatif. Pertama, membuat dua lubang di batang payung hanya di mana ia
bergabung dengan pipa penghubung. Kemudian, potong sekitar 1 cm dari ujung
poros. Pasang tabung vinyl pada ujung poros tersebut. Cukup menggantungkannya
secara terbalik, payung ini akan mengumpulkan air hujan yang akan mengalir
melalui tabung vinyl. Dengan cara ini pengumpulan air hujan sangat mudah
dilakukan bahkan di kompleks perumahan (Rainwater and You,1995).

Gambar 8 Blooming Flowers


Sumber: Rainwater and You, 1995.

Ada anggota lain yang memiliki gagasan rain-blooming flowers, Kaoru Hotta
dan putranya. Mereka mengubah tenda kerai di balkon menjadi tangkapan air hujan.
Yang perlu dilakukan hanya memperbaiki ujung tenda menjadi polyvinyl chloride
selokan, dan bergabung dengan pipa fleksibel (bukan downspout) ke selokan. Barubaru ini, desain tenda yang sangat berwarna-warni, jadi jika banyak jenis rainwatercathchment-flowers mekar pada balkon, akan menyenangkan pandangan (Rainwater
and You,1995).
5. Dinding Bangunan
Mengumpulkan air hujan dari atap dan atap menghadap langit adalah umum,
tetapi air hujan juga dapat dikumpulkan dari permukaan vertikal bangunan karena

14

hujan biasanya tidak jatuh tepat vertikal. dalam banyak kasus, itu jatuh pada miring
dan dalam beberapa kasus, "jatuh bangun".
Jumlah air hujan yang dikumpulkan dari permukaan vertikal bangunan seperti
yang telah dianggap sebagai 50% dari yang dari permukaan horizontal dari daerah
yang sama, tetapi ada laporan bahwa itu benar-benar diukur 7%. Bahkan jika itu
hanya 7% jumlah total air hujan yang dikumpulkan akan menjadi besar karena
bahkan salah satu dinding bangunan beberapa kali lebih besar atap dan ada banyak
gedung-gedung tinggi di daerah perkotaan (Rainwater and You,1995).

Gambar 9 Tangkapan Air Hujan Menggunakan Dinding


Sumber: Rainwater and You, 1995.

b. Sistem Pengalir Air Hujan


Sistem pengaliran air hujan (conveyance system) biasanya terdiri dari saluran
pengumpul atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap ke tangki
penyimpanan (cistern or tanks). Saluran pengumpul atau pipa mempunyai ukuran,
kemiringan dan dipasang sedemikian rupa agar kuantitas air hujan dapat tertampung
semaksimal mungkin. Ukuran saluran penampung bergantung pada luas area
tangkapan hujan, biasanya diameter saluran penampung berukuran 20-50 cm
(Abdulla et al., 2009).

15

Gambar 10 Saluran Pengumpul


Sumber: Anie, 2011.

Gambar 11 Pipa Pengumpul dan Dop Cap


Sumber: Anie, 2011.

c. Filter
Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik, ranting, dll) yang
ikut bersama air hujan dalam saluran penampung (Gambar 12) sehingga kualitas air
hujan terjaga. Dalam kondisi tertentu, filter harus bisa dilepas dengan mudah dan
dibersihkan dari sampah.

Gambar 12 Filter
Sumber: Anie, 2011.

16

Gambar 13 Filtrasi Air Hujan


Sumber: Tatyalfiah, 2012.

d. Tangki (Cistern or tank)


Tangki alami (kolam atau dam) dan tangki buatan (Cistern or tank) merupakan
tempat untuk menyimpan air hujan. Berdasarkan buku panduan Rainwater
Harvesting Guidebook Planning and Design

(2009), penempatan tempat

penyimpanan air dibagi menjadi 3, yaitu:


1. Penyimpanan air atas tanah (Above-Ground Storage)
Teknik penympanan tangki atas tanah adalah dengan meletakkan tangki air di
atas tanah. Air hujan dialirkan dengan daya gravitasi.

Gambar 14 Sistem Tangki Penyimpanan Atas Tanah


Sumber: Guidelines for Installing a Rainwater Collection and Utilization System, 2009.

2. Penyimpanan air bawah tanah (Below-Ground Storage)

17

Metode tangki penyimpanan bawah tanah adalah dimana tangki air ditempatkan di
dalam tanah. Air hujan digunakan kembali menggunakan pompa.

Gambar 15 Sistem Tangki Penyimpanan Bawah Tanah


Sumber: Guidelines for Installing a Rainwater Collection and Utilization System, 2009.

Gambar 16 Sistem Tangki Penyimpanan Bawah Tanah


Sumber: Sistem Pengumpulan dan Penggunaan Semula Air Hujan, 2012.

3. Penyimpanan di permukaan bangunan (Surface Storage)


Untuk metode penyimpanan air di permukaan bangunan, air hujan bisa
ditampung di atas atap yang rata. Atap bangunan ini harus menggunakan bahan yang
tidak mudah larut dan tidak mudah bocor. Aplikasi ini jika digunakan dalam area
perumahan akan terbatas dan lebih sesuai digunakan di bangunan institusi, komersial
dan industri.

Gambar 17 Sistem Tangki Penyimpanan Permukaan Bangunan


Sumber: Guidelines for Installing a Rainwater Collection and Utilization System, 2009.

18

Gambar 18 Sistem Tangki Penyimpanan Permukaan Bangunan


Sumber: Renhata Katili, 2009.

Gambar 19 Bentuk Tangki Penyimpanan Air Hujan Dekat Area Tangga


Sumber: Sistem Pengumpulan dan Penggunaan Semula Air Hujan, 2012.

Sistem pemanenan air hujan di Rumah Susun telah dilaksanakan di flat biaya
rendah Proyek Perumahan Rakyat Sri Stulang, Johor Baru, Malaysia seperti dalam
Gambar 19. Tangki beton dibangun sebagai bagian dari struktur bangunan dan air
hujan digunakan untuk mencuci tangga dan lantai.

Gambar 20 Sistem Tangki Penyimpanan Permukaan Bangunan


Sumber: Rainwater and You, 1995.

19

Tangki pada gambar 20 disebut juga sebagai "tangki air hujan ultra tipis". Tangki
ini terbuat dari blok beton dan tampak seperti hanya sebuah dinding blok beton biasa.
Namun, masing-masing blok berlubang sehingga air hujan dapat disimpan di
dalamnya. Blok seharusnya tidak memiliki partisi dalam, tidak ada ujung
tersembunyi dan juga sebaiknya harus tahan air. Blok harus ditempatkan secara
bergantian di atas pondasi beton bertulang yang berlabuh oleh tulangan di setiap
sudut dinding dan setiap 1,8 m. Blok berlabuh oleh tulangan harus diisi dengan
beton. Pipa untuk bergabung setiap bagian blok harus dimasukkan ke dalam lapisan
terendah.
e. First Flush Device
First flush device: apabila kualitas air hujan merupakan prioritas, saluran
pembuang air hujan yang tertampung pada menit-menit awal harus dibuang. Tujuan
fasilitas ini adalah untuk meminimalkan polutan yang ikut bersama air hujan.
f. Pompa (Pump)
Pompa (Pump) dibutuhkan apabila tangki penampung air hujan berada di bawah
tanah.
1.6. Perancangan Sistem Rainwater harvesting
Berdasarkan Rainwater harvesting for Domestic Use (2006), terdapat 4
langkah sistematis dalam merancang sebuah sistem rainwater harvesting.
Tahap 1. Merancang area penangkap air hujan.
Tahap 2. Merancang sistem pengiriman air hujan.
Tahap 3. Menentukan ukuran penyimpanan air yang diperlukan.
Tahap 4. Memilih desain penyimpanan air yang cocok untuk proyek yang
bersangkutan.

20
Gambar 21 Rainwater Collection System
Sumber: http://www.allthingsrainwater.com/ diakses 20 April 2015.

a. Tahap 1. Menentukan Jumlah Total Kebutuhan Air


Total kebutuhan air yang akan digunakan sebagai acuan adalah kebutuhan air
per tahun. Untuk mengetahui jumlah tersebut didapati persamaan:
Kebutuhan Air = Rata-rata konsumsi air per orang x 365 hari
Walaupun pada kenyataannya konsumsi air tiap orang pasti berbeda, namun
dengan asumsi rata-rata konsumsi harian orang, persamaan ini dapat dijadikan acuan
yang valid.
Selain kebutuhan air, perlu juga diketahui mengenai perkiraan jumlah air yang
akan diterima. Dengan menggunakan data curah hujan yang tersedia, dan koefisien
run-off, maka dapat diketahui persamaan jumlah air yang akan diterima.
Supply = Rainfall x Area x Run-off coefficient
Supply

= Rata-rata air yang akan diterima dalam setahun

Rainfall

= Rata-rata curah hujan tahunan

Area

= Area penangkap air hujan

Run-off coefficient = Koefisien Run-off


Tabel 5 Koefisien Run-off
Type
Galvanised iron sheets
Tiles (glazed)
Aluminium sheets
Flat cement roof
Organic (e.g. thatched)

Run-off Coefficient
>0.9
0.6-0.9
0.8-0.9
0.6-0.7
0.2

Sumber: Rainwater harvesting for Domestic Use, 2006.

Pengertian dan Definisi istilah aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan


adanya variasi proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran
sungai. Variasi proses aliran itu adalah sebagai berikut:
1. Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air hujan yang
pertama langsung menjadi satu dengan aliran sungai.
2. Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air hujan yang
meninggalkan daerah aliran sungai (DAS) setelah terjadi hujan (badai) atau
disebut sebagai bagian air dari aliran sungai yang terjadi dari hujan neto
yang tidak lagi mengalami infiltrasi ke tanah mineral, dan mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai terdekat.

21

3. Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan overland flow,


tetapi lebih banyak dipergunakan untuk pengukuran air di pemukaan
sungai.
4. Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow) bagian aliran
sungai yang dipasok dari sumber air di bawah permukaan tanah, dan sampai
di saluran sungai secara langsung. Proses ini tidak dapat diamati dengan
mata, namun menambah debit sungai. Kadang-kadang dipergunakan kata
sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini sering dipergunakan
untuk aliran di bawah permukaan tanah yang tidak berada di atas permukaan
air tanah.
5. Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow); merupakan total dari
ketiga komponen aliran sungai yaitu curah hujan yang langsung tersalur
aliran ke sungai di atas permukaan tanah (overland flow, surface runoff),
dan aliran cepat di bawah permukaan tanah (sub surface storm flow,
interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan banjir akibat
karakteristik DAS.
6. Aliran dasar (base flow, grand water outflow): keluaran dari equifer air
tanah yang dihasilkan dari air perkolasi vertical melalui profil tanah ke air
tanah, dan ditopang oleh aliran perlahan-lahan dari zona aerasi (zone of
aeration) pada daerah miring.
b. Tahap 2. Merancang Area Penangkap Air Hujan
Desain area penangkap air hujan diharapkan efisien dan memenuhi luas ratarata yang dibutuhkan agar meningkatkan jumlah air yang dapat dipanen. Selain
menurut aspek teknis tersebut, desain area penangkap hujan juga diharapkan dapat
menjadi komponen vocal point pada bangunan sehingga komponen tersebut terlihat
menarik dan tidak mengganggu nilai estetika pada bangunan.
c. Tahap 3. Merancang Sistem Pengiriman Air Hujan
Desain sistem pengiriman air hujan juga diharapkan berfungsi se-efisien
mungkin dengan mempertimbangkan jarak antara area penangkap dengan bak
penyimpanan. Tidak lupa untuk tetap mempertimbangkan aspek-aspek utilitas
arsitektural.
Pada umumnya, rainwater harvesting pada hunian menggunakan sistem
pengiriman dengan pengaplikasian talang air di ujung genteng. Material yang
digunakan sebagai talang pada umumnya adalah Aluminium dikarenakan material

22

Aluminium memiliki sifat anti karat. Bentuk yang dapat digunakan beragam antara
lain kotak, setengah lingkaran, atau bentuk huruf v.

Gambar 22 Contoh Jenis Talang


Sumber: Utilitas Bangunan, Penyediaan Jaringan Air Hujan.

Namun, pengaplikasian talang tersebut dibatasi hanya pada bangunan yang


menggunakan atap miring. Lain halnya dengan bangunan yang memiliki area
penangkap air hujan dengan desain khusus, sistem pengiriman tidak memerlukan
talang air sebagai komponen penyambung area penangkap dengan pipa pengirim.
Sedangkan untuk pipa pengirim cukup menggunakan pipa PVC berdiameter 4
Inchi yang juga digunakan pada landed house pada umumnya.
d. Tahap 4. Menentukan Ukuran Penyimpanan Air
Ukuran penyimpanan air dapat ditentukan berdasarkan persamaan pertama
pada tahap 1. Berdasarkan kebutuhan air dan prakiraan jumlah air yang akan
diperoleh, dapat diketahui pula ukuran penyimpanan air yang dibutuhkan.
e. Tahap 5. Memilih Desain Penyimpanan Air
Desain penyimpanan yang cocok untuk proyek amat sangat bergantung kepada
kondisi tapak setempat dan zoning pada tapak sekaligus bangunan.
1.7. Pembahasan Perhitungan Jumlah Air yang Dapat Dipanen

23

Heryani (2009) dalam tulisannya yang berjudul Teknik Panen Hujan : Salah
Satu Alternatif Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Domestik menjelaskan bahwa
potensi jumlah air yang dapat dipanen (the water harvesting potential) dari suatu
bangunan atap dapat diketahui melalui perhitungan secara sederhana, sebagai
berikut:
(Q) Debit air yang dapat dipanen (m)
= (C) Koefisien Run Off x (I) Intensitas Air Hujan (mm) x (A) Luas area (m)

Gambar 23 Ilustrasi bangunan penampung air hujan dari atap rumah


Sumber: Harsoyo, Budi, 2011.

Sebagai ilustrasi, untuk suatu areal tangkapan hujan dengan luas 200 m, curah
hujan tahunan 500 mm, maka jumlah air yang dapat dipanen ditetapkan sebagai
berikut:

Dengan luas area = 200 m2 dan jumlah curah hujan tahunan = 500 mm, maka

volume air hujan yang jatuh di area tersebut:


= 20.000 dm2 x 5 dm = 100.000 liter
Dengan asumsi hanya 80% dari total hujan yang dapat dipanen (20% hilang
karena evaporasi atau kebocoran), maka volume yang dapat dipanen :
= 100.000 x 0.8 = 80.000 liter/tahun.

24

Gambar 24 Curah Hujan Historis DAS Ciliwung (1989-2008)


Sumber: UPT Hujan Buatan BPPT, 2008.

Berikut di bawah ini dibuat ilustrasi lebih lanjut untuk menunjukkan


bagaimana teknik Pemanenan Air Hujan dapat memberikan kontribusi dengan hasil
yang cukup signifikan untuk dijadikan sebagai solusi alternatif terhadap
permasalahan krisis ketersediaan air baku di Jakarta :
Misalnya, untuk suatu atap bangunan dengan luas area 100 m2 (= 10.000dm2);
dan Jumlah curah hujan tahunan untuk wilayah DKI Jakarta berdasarkan data pada
Gambar 24 adalah 1.929 mm/tahun (19,29 dm); maka Volume air hujan yang jatuh di
satu atap rumah dengan luas atap 100 m2 dalam satu tahun adalah sebanyak:
= 10.000 dm2x 19,29 dm = 192.900 liter/tahun
Dengan asumsi hanya 80% dari total hujan yang dapat dipanen (sesuai Ilustrasi
pada Gambar 12 sebelumnya; 20% hilang karena evaporasi atau kebocoran), maka
volume air yang dapat dipanen:
= 80% x 192.900 liter = 154.320 liter/tahun.
Dari volume air tampungan yang dapat dipanen sebanyak 154.320 liter/tahun
atau setara dengan 40.763 galon air (1 liter= 0,264 galon), jika air galonan
diasumsikan seharga Rp.1.000,00 galon air saja, maka dari segi pengeluaran satu
keluarga sudah terjadi penghematan sebanyak Rp.40.763.000,000/ tahun.
Menghitung air sisa pemakaian yang ditampung di tangki yang akan digunakan
pada saat musim kemarau dan tidak ada hujan.

25

Gambar 25 Sample Storage and Use Worksheet


Sumber: Harvesting Rainwater for Landscape Use, Patricia H, 2006.

1.8. Klasifikasi Rumah Susun


Berdasarkan hak kepemilikan, Rumah Susun dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a.

Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), adalah Rumah Susun sederhana


yang disewakan kepada masyarakat perkotaan yang tidak mampu untuk
membeli rumah atau yang ingin tinggal untuk sementara waktu misalnya para
mahasiswa, pekerja temporer dan lain lainnya.

b.

Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), adalah Rumah Susun dengan


sistem kepenghunian melalui mekanisme kepemilikan secara Kredit Pemilikan
Rumah (KPR).

1.9. Fasilitas Lingkungan Rumah Susun


Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 03-7013-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana, fasilitas di lingkungan
Rumah Susun merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan
dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain dapat

26

berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapangan terbuka,


pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum,
pertamanan serta pemakaman (lokasi diluar lingkungan Rumah Susun atau sesuai
rencana tata ruang kota).
Perancangan Fasilitas Rumah Susun
Dalam melakukan perancangan fasilitas lingkungan pada Rumah Susun
sederhana, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna memenuhi kebutuhan
penghuni. Hal ini telah dijelaskan pula dalam Standar Nasional Indonesia, yaitu
bahwa fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan Rumah Susun
harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut:
a. Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan
b. Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 (tiga) bangunan Rumah Susun.
Atas ketentuan tersebut maka luasan lahan yang digunakan untuk fasilitas
lingkungan Rumah Susun harus diperhatikan. Luas lahan yang diperuntukan sebagai
fasilitas lingkungan harus memenuhi ketentuan:
a. Luas lahan untuk fasilitas Rumah Susun seluas-luasnya 30% dari luas
seluruhnya.
b. Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan,
tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga seluas-luasnya 20% dari luas
lahan fasilitas lingkungan Rumah Susun
Tabel 6 Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun
N
o
1
2
3
4

Jenis Peruntukan
Bangunan untuk hunian
Bangunan fasilitas
Ruang Terbuka
Prasarana Lingkungan

Luas Lahan
Maksimum (%)
Minimum (%)
50
10
20
20

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7013-2004).

Jenis Fasilitas Rumah Susun


Lingkungan Rumah Susun harus dilengkapi dengan fasilitas Iingkungan berupa
ruang dan atau bangunan sesuai dengan tabel dibawah ini yang telah ditetapkan oleh
Standar Nasional Indonesia.
Tabel 7 Fasilitas Lingkungan Rumah Susun
No
.
1

Jenis Fasilitas Lingkungan

Fasilitas Yang Tersedia

Fasilitas niaga

Fasilitas pendidikan

Warung
Toko-toko perusahaan dan dagang
Pusat perbelanjaan
Ruang belajar untuk pra belajar
Ruang belajar untuk sekolah dasar
Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat

27

pertama
Ruang belajar untuk sekolah menengah
umum

Tabel 7 Fasilitas Lingkungan Rumah Susun


No.
3

Jenis Fasilitas Lingkungan


Fasilitas kesehatan

Fasilitas peribadatan

Fasilitas pelayanan umum

Ruang terbuka

Fasilitas Yang Tersedia


Posyandu
Balai pengobatan
BKIA dan ruamah bersalin
Puskesmas
Praktek dokter
Apotek
Musola
Masjid kecil
Kantor RT
Kantor/balai RW
Post hansip/siskamling
Pos Polisi
Telepon umum
Gedung serba guna
Ruang duka
Kotak Surat
Taman
Tempat bermain
Lapangan olah raga
Peralatan usaha
Sirkulasi
Parkir

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7013-2004).

Tinjauan Sarana
Tinjauan sarana berdasarkan SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana, yaitu :
a. Fasilitas Niaga (Warung)

Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 penghuni

Berfungsi sebagai penjual sembilan bahan pokok pangan.

Lokasi di pusat lingkungan Rumah Susun dan mempunyai radius 300m

Luas lantai minimal adalah sama dengan luas satuan unit Rumah Susun
sederhana dan maksimal 36m2 ( termasuk gudang kecil )

b. Fasilitas Pendidikan (tingkat Pra Belajar)

Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1000 penghuni dimana anak-

anak usia 5-6 tahun sebanyak 8%.


Berfungsi untuk menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6

tahun.
Berada di tengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan taman-taman

tempat bermain di RT/RW.


Luas lantai yang dibutuhkan sekitar 125 m2 (1,5 m2/siswa).

c. Fasilitas Kesehatan.

Maksimal penghuni yang dilayani adalah 1000 penghuni.

28

Berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia Balita.

Berada di tengah-tengah lingkungan keluarga dan menyatu dengan kantor


RT/RW.

Kebutuhan minimal ruang 30 m2, yaitu ruangan yang menampung segala


aktivitas.

d. Fasilitas Peribadatan.
Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk kegiatan
peribadatan harian, dapat disatukan dengan ruang serbaguna atau komunal, dengan
ketentuan:

Jumlah penghuni minimal yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu


musholla. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan satu musholla untuk
tiap satu blok, dengan luas lantai 9 36 m2. Jumlah penghuni minimal untuk
setiap satu masjid kecil adalah 400 KK.

e. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum.

Siskamling.

o Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 200 orang.


o Dapat berada pada lantai unit hunian.
o Luas lantai minimal adalah sama dengan unit hunian terkecil.

Gedung Sebaguna.

o Jumlah maksimal yang dapat dilayani adalah 1000 orang.


o

Dapat berada pada tengah-tengah lingkungan dan di lantai dasar.

Luas lantai minimal 250 m2.

Kantor Pengelola.

f. Fasilitas Ruang Terbuka.

Tempat Bermain.
Maksimal dapat melayani 12 30 anak.
Berada antara bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang mudah diawasi.
Luas area minimal 75 180 m2.
Tempat Parkir
Berfungsi untuk menyimpan kendaraan penghuni (roda 2 dan 4).
Jarak maksimal dari tempat parkir roda 2 ke blok hunian terjauh 100 m,

sedangkan untuk roda 4 ke blok hunian terjauh 400 m.


Tempat parkir 1 kendaraan roda 4 disediakan untuk setiap 5 keluarga, sedang
roda 2 untuk setiap 3 keluarga.

29

2 m tiap kendaraan roda 4; 1,2 m

untuk kendaraan roda 2 dan satu tamu

menggunakan kendaraan roda 4 untuk tiap 10 KK


2.4. Studi Banding
1.10. Studi Banding Sistem Pemanenan Air Hujan
a. Pusat Kesenian Kota oleh KAMJZ Architects
Arsitek

: KAMJZ Architects

Lokasi

: Taichung, Taiwan

Klien

: Taichung City

Project Leader

: Maciej Jakub Zawadzki

Partner in Charge

: Marek Kuryowicz

Collaboration

: Buro Happold

Chief Design Consultant

: Prof. Ewa Kuryowicz

Tim

: Bartosz winiarski, Micha Polak, ukasz


Wenclewski, Bogusz Ostalski, Zuzanna Gra,
Magdalena Mularzuk

Ukuran

: 63,000 sqm

Proposal desain Pusat Kesenian Kota Taichung oleh KAMJZ Arcihtects ini
bertujuan untuk memberikan peluang untuk menggunakan fitur lokal untuk
melindungi lokasi itu sendiri, mengubah faktor-faktor pembatas yang ada menjadi
sebuah fitur proyek yang menarik. Dengan curah hujan tahunan rata-rata 2500 mm
dan iklim sangat dipengaruhi oleh musim hujan, Taiwan merupakan negara yang
menerimabanyak air hujan. Oleh karena itu, para arsitek berfokus pada agenda
pengendalian air lokal, Water Damper Towers, dengan bangunan sebagai
perwujudannya.

Gambar 26 City Cultural Center by KAMJZ Architects


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Taiwan secara resmi diklasifikasikan oleh PBB sebagai negara defisit air
dengan jumlah air hujan per orang hanya 1/6 dari rata-rata dunia dan kekurangan air

30

biasanya muncul setiap tahun antara bulan Maret dan Mei. Dikarenakan populasi
yang tinggi, dan juga topografi dengan bukit yang terjal menyebabkan air mengalir
ke laut dan distribusi hujan terdistribusi tidak merata, dan hanya 20% dari air yang
tersisa untuk konsumsi air, hal ini membuat air hujan sebagai sumber daya yang
sangat penting dan berharga di pulau itu. Jika sumber daya air tidak dapat
dialokasikan dengan baik, masalah-masalah lain yang terkait akan terus bertambah.
Gempa Bumi Permasalahan Besar Negara Taiwan
Taiwan merupakan zona seismik aktif, pada Pacific Ring of Fire di tepi barat
dari piringan pantai Filipina. Para geologis telah mengidentifikasi 42 kejanggalan
aktif pada pulau ini. Gempa bumi paling sering terjadi di pantai timur dan
menyebabkan kerusakan kecil namun gempa yang lebih kecil di bawah pulau itu
sendiri secara historis ternyata terbukti lebih merusak. Diantara tahun 1901 dan tahun
2000, telah terjadi 91 gempa bumi besar di Negara Taiwan, 48 diantaranya
mengakibatkan korban jiwa. Gempa bumi yang paling terakhir terjadi adalah berupa
921 gempa bumi, yang menyerang pada tanggal 21 September 1999, dan memakan
2415 korban jiwa. Pemantauan potensi bencana saja tidak cukup. Standar konstruksi
yang buruk telah disalahkan atas korban-korban yang disebabkan oleh gempa bumi
besar ini. Banyak bangunan dan fasilitas modern di Taiwan yang telah dibangun
dengan pemikiran konstruksi yang aman dari gempa bumi tetapi kesluruhan strategi
diterapkan dari bawah ke atas yang dapat membantu untuk meningkatkan ketahanan
gempa dari seluruh kepentingan kota untuk bangkit.

Gambar 27 City Cultural Center by KAMJZ Architects


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Untuk mencapai standar Zero Carbon and Energi Plus dan mengamankan
keselamatan bangunan, banyak perangkat teknologi yang digunakan. Biaya produksi
mereka mahal dan terkadang tidak berkelanjutan. Di Taichung City Cultural Center

31

mereka mengusulkan sebuah bangunan yang melalui kinerjanya mengumpulkan


sumber daya, menghasilkan energi dan dengan melakukan hal ini merupakan langkah
pertahanan terhadap kondisi lingkungan yang bermusuhan ini. Semua faktor
pembatas seperti udara terlalu panas dan polusi akan diperangi dengan cara alami
dengan angin dan air.
Mitigasi Bencana Melawan Gempa dengan Mengumpulkan Air.
Dengan mengumpulkan air, bangunan dapat terlindungi dari bencana lokal.
Massa bangunan ini akan berperan sebagai mekanisme defensif peredam gempa.
Gelombang dan berat air yang bergerak di dalam tangki tertutup terbukti menjadi
penyeimbang kekuatan gempa dan membantu untuk mengatur osilasi dari struktur
bangunan. Dibarengi dengan sistem struktur primitif, meminimalkan koneksi
diagonal, profil tinggi dan bentuk bertingkat yang berperan terbaik di lokasi seismic,
fasilitas tersebut akan menjadi bangunan tahan bencana.

Gambar 28 City Cultural Center by KAMJZ Architects


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Pertahanan Sumber Daya Bangunan sebagai Ladang Air


Keberlanjutan dalam arsitektur selalu dimasukkan ke dalam pendekatan topdown, dimana bangunan tersebut menerima asupan-asupan yang berkelanjutan untuk
mendapatkan produksi energi. Dalam rangka untuk menghasilkan sistem energi yang
optimal, desain harus memiliki pendekatan bottom-up yang lebih. Seluruh daerah
mungkin dan harus digunakan untuk memanen air. Keuntungan yang paling baik di
permukaan akan jauh lebih besar jika tidak ada bangunan sama sekali. Untuk
meningkatkan hal ini sebanyak mungkin, di TCCC bangunan dirancang untuk
meminimalkan rasio cakupan. Dengan mengangkat bagian dari lanskap, seluruh
kompleks diperhalus dari penggalian bawah tanah yang meningkatkan ketahanan air
dan menyediakan ruang hijau sebanyak mungkin. Plaza utama, seluruh jalan masuk

32

dan trotoar dan area lantai dasar dengan sistem pengumpulan multi-layer memiliki
desain berpori permeable untuk menyimpan air.
Teras Air Sebuah Tipologi Bangunan Baru
Bangunan ini akan dibangun dengan kompilasi bertulang antara kolam
bertingkat beton membentuk sistem pengumpulan air hujan, rantai kolektor akan
bermula pada plaza yang diangkat. Area lantai dasar akan bebas dan terbuka yang
dimana akan memaksimalkan keuntungan dari air sebanyak mungkin. Plaza ini akan
menampilkan serangkaian bukaan yang akan diperlukan untuk menurunkan air
terhadap lapisan lantai dasar.
Konsep bentuk Pragmatic Formless Pergerakan Air sebagai Inspirasi Utama.
Fasad dirancang untuk estetis yang menarik namun praktis, menempatkan
fokus yang kuat pada pengumpulan air hujan dan perbaikan terhadap kualitasnya
pula. Terdiri dari serangkaian patung dengan bentuk cair, yang mendorong gerakan
alami dari air dengan menyalurkan ke teras, dimana hal ini akan berperan sebagai
satu set talang besar hujan di bagian atas dan kolam di bagian bawah dari bangunan
mengumpulkan limpasan air yang akan bergerak terus menerus.

Gambar 29 City Cultural Center by KAMJZ Architects


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Rangkaian modifikasi permukaan spiral akan membentuk jalan air untuk


mendorong air untuk beperan secara alami. Pergerakan air tergantung pada kecepatan
itu dan cara jatuh bisa menciptakan ambient berbeda dan armosfer di tempat-tempat
itu akan diperlukan. Aliran yang deras akan memperkeras suara yang dihasilkan dan
tidak tepat bila ditempatkan di area membaca dimana aliran air yang lambat akan
lebih dibutuhkan sebagai contoh. Dari setiap tingkatan air akan disimpan dan
dipindahkan ke core utama dimana akana di filtrasi di tangki air. Ketika terjadi air

33

yang ditampung terlalu banyak oleh kolam tunggal, air limpasan akan tumpah keluar
dan kaskade akan turun menuju teras selanjutnya atau ke plaza utama yang berlubang
yang nantinya akan mengarah ke lantai dasar.

Gambar 30 Section
Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Water Circulation / Gathering / Cooling


Air hujan aiakan ditangkap oleh atap dan teras bangunan. Ruang baca, Ruang
pameran, dan ruang arsip dengan tumpukan buku dan karya seni yang berharga akan
dipisahkan menggunakan fasad dari aliran air yang memungkinkan untuk
menciptakan dan memelihara iklim mikro yang diinginkan. Fasad air yang akan
berperan sebagai perangkat pendingin dan membawa sinar matahari siang di tempattempat khusus. Hal ini akan menampilkan tingkat di mana air akan dikirim langsung
ke tangki inti yang akan disaring dan didaur ulang. Air dari atap akan mengalir ke
tangki peredam yan gjuga akan tampil sebagai filtering dan perangkat penyimpanan.
Ekstra limpasan air akan jatuh ke plaza dan kemudian melalui lubang pada lapisan
penahan di lantai dasar. Air yang telah disaring kemudian akan mengalir ke tangki
pengumpul air di tingkat bawah tanah yang juga akan menggunakan tenaga hidrolik
untuk mengusir kotoran dari air kota yang melayang selama musim topan. Pada saat
yang sama tidak akan mempengaruhi pasokan air hilir dan kapasitasnya. Daur ulang
air yang tersimpan akan digunakan untuk membilas toilet dan penyiram api
(Archdaily.com, 2014).

34

Gambar 31 City Cultural Center by KAMJZ Architects


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

b. Capture The Rain


Duo Ryszard Rychlicki dan Agnieszka Nowak, dari H3AR, dianugerahi
penghargaan khusus untuk usulan mereka dalam kompetisi 2010 pencakar langit
eVolo. Kompetisi eVolo menarik desainer inovatif dan telah menerima ratusan
proposal eksentrik. Untuk proyek ini, dirancang oleh mahasiswa tahun ke-4,
pencakar langit ini terdiri dari sistem talang untuk menangkap curah hujan sebanyak
mungkin. Air ditangkap dan diproses oleh gedung dapat digunakan untuk pembilasan
toilet, mesin cuci, menyiram tanaman, membersihkan lantai dan aplikasi domestik
lainnya.

Gambar 32 Capture The Rain by H3AR


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Air yang telah dipanen oleh bangunan akan memasok 85 litres air hujan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk (masing-masing rata-rata penggunaan air
harian 150 liter/hari)

35

Gambar 33 Capture The Rain by H3AR


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Awalnya, dalam merancang menara, siswa difokuskan pada membentuk dan


pemodelan permukaan atap untuk mengoptimalkan air hujan yang dikumpulkan.
Namun setelah bekerja dengan sistem atap, siswa mengembangkan skin treatment
untuk membuat bangunan berubah menjadi mesin raincollecting yang kohesif.

Gambar 34 Capture The Rain by H3AR


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Di bawah permukaan atap, penampungan air dalam bentuk corong besar dan
bidang buluh, berfungsi sebagai unit pengolahan air hydro botanic. Unit memproses
air menjadi air yang dapat digunakan yang selanjutnya ditransmisikan ke apartemen
(Archdaily.com, 2014).

36

Gambar 35 Capture The Rain by H3AR


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Gambar 36 Capture The Rain by H3AR


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Gambar 37 Capture The Rain by H3AR


Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.

Kesimpulan :
Dari 2 proyek diatas yang menggunakan sistem pemanenan air hujan, dapat
disimpulkan bahwa air hujan mampu ditangkap oleh berbagai macam elemen-elemen
bangunan dari mulai atap, fasad, plat lantai dan sebagainya, serta perletakan
penyimpanan air hujan tersebut yang fleksibel seperti yang terdapat pada Pusat
Kesenian Kota di Taiwan yang meletakkannya pada core bangunan sekaligus sebagai
elemen yang mempercantik ruangan.
1.11. Studi Banding Rumah Susun
Tabel 8 Studi Banding Rumah Susun

37
Analisa
Penampilan
Bangunan

Alamat
Luas Lahan
Jumlah
Lapis
Gubahan
Massa
Unit Hunian
Utilitas

Penghawaan

Rumah Susun Tambora

Rumah Susun Berlian

Jalan Angke Jaya, Kelurahan Angke,


Tambora. Jakarta Barat 11330.
1.99 Ha
6 lantai + basement

Jalan Tebet Barat, Kelurahan Tebet Barat,


Tebet. Jakarta Selatan 12810
6.221 m2
6 lantai

Keseluruhan massa tersusun dengan sistem


grid, dan sistem cluster untuk unit huniannya.
Tipe 18 (180 unit)

Keseluruhan massa tersusun dengan sistem


grid, dan sistem cluster untuk unit huniannya.
Tipe 21 (120 Unit)

Jaringan Air Bersih


Kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari air
PAM. Penyediaan air bersih tersebut
didistribusikan ke setiap bangunan degan
instalasi pipa melalui bawah tanah.
Saluran Pembuangan Air Hujan
Terdiri dari jaringan saluran pembuangan
pada bangunan dan di luar bangunan.
Drainase air hujan dari tantai atap disalurkan
melalui roof drain yang kemudian disalurkan
ke drainsse luar bangunan berupa saluran
tertutup dan saluran terbuka lalu menuju ke
riol kota.
Sistem Pembuangan Sampah
Semua sampah yang dihasilkan dari setiap
unit hunian dibuang di tempat pewadahan
sampah yang tersedia pada setiap blok
Rumah Susun berupa kotak bujur sangkar
berukuran 1,5 x 1,5 m. Sampah dari tiap
tempat pewadahan sampah dibuang ke
tempat pengumpulan sampah sementara
dengan luas 46 m2 tanpa penghalang
sehingga dapat menebarkan bau tak sedap.
Kemudian diangkut ke tempat pembuangan
akhir oleh petugas dengan menggunakan truk
terbuka.
Saluran Pembuangan Air Limbah
Di setiap unit terdapat pipa saluran air limbah
yang akan menyalurkan air limbah ke riol
kota.
Sistem Pemadam Kebakaran
Disediakan tabung pemadam api di setiap
blok dan hydrant pada setiap blok.

Jaringan Air Bersih


Kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari air
PAM. Penyediaan air bersih tersebut
didistribusikan ke setiap bangunan degan
instalasi pipa melalui bawah tanah.
Saluran Pembuangan Air Hujan
Terdiri dari jaringan saluran pembuangan
pada bangunan dan di luar bangunan.
Drainase air hujan dari tantai atap disalurkan
melalui roof drain yang kemudian disalurkan
ke drainsse luar bangunan berupa saluran
tertutup dan saluran terbuka lalu menuju ke
riol kota.
Sistem Pembuangan Sampah
Semua sampah yang dihasilkan dari setiap
unit hunian dibuang di tempat pewadahan
sampah melalui shaft sampah yang tersedia
pada setiap lantai Rumah Susun berupa kotak
bujur sangkar berukuran 1,5 x 1,5 m.
Kemudian diangkut ke tempat pembuangan
akhir oleh petugas dengan menggunakan truk
terbuka.

Jaringan Listrik
Aliran listrik yang digunakan bersumber dari
PLN. Instalasi listrik melalui saluran bawah
tanah.
Penghawaan alami dan AC split.

Saluran Pembuangan Air Limbah


Di setiap unit terdapat pipa saluran air limbah
yang akan menyalurkan air limbah ke riol
kota.
Sistem Pemadam Kebakaran
Di unit hunian terdapat sprinkle air dan
pendeteksi asap.
Setiap lantai hunian disediakan tabung
pemadam api dan hydrant.
Jaringan Listrik
Aliran listrik yang digunakan bersumber dari
PLN. Instalasi listrik melalui saluran bawah
tanah.
Penghawaan alami dan AC split.

Tabel 8 Studi Banding Rumah Susun

38
Analisa
Pencahayaan

Material

Fasilitas
Penunjang

Kelemahan

Rumah Susun Tambora


Interior
Pencahayaan alami dan lampu
Eksterior
Penerangan di luar bangunan tidak
disediakan. Penerangan hanya berasal dari
lampu pada bangunan Rumah Susun dan dari
lampu pada taman pinggir kali yang terletak
di seberang Rumah Susun.
Material Interior
Dinding Luar
Plester + Aci + Cat
Dinding Dalam
Batako Ekspose
Lantai Hunian
Keramik
Plafond
Beton Ekspose
Material Eksterior
Pondasi
Tiang pancang
Dinding
Batako + Plester + Aci + Cat
Lantai Selasar
Keramik
Tangga
Beton finishing keramik
Kantor Pengelola
Mushola
Lapangan Sepak Bola
Bangunan Kesekretariatan RW
Warung Makan
Warung Kebutuhan Pokok
Parkir Motor, Mobil, dan Sepeda.
Bengkel
Taman
Orientasi bangunan mengarah timur-barat
sehingga terkena paparan sinar matahari pagi
dan sore
Beberapa sirkulasi manusia tidak
terakomodasi
Tidak ada batas antara parkir dan jalan utama
yang jelas
Tempat pengumpulan sampah sementara
yang terbuka tanpa penghalang mengganggu
kenyamanan
Peneran di luar bangunan tidak disediakan

Rumah Susun Berlian


Pencahayaan alami dan lampu

Material Interior
Dinding Luar
Plester + Aci + Cat
Dinding Dalam
Plester + Aci + Cat
Lantai Hunian
Keramik
Plafond
Beton Ekspose
Material Eksterior
Pondasi
Tiang pancang
Dinding
Batako + Plester + Aci + Cat
Lantai Selasar
Keramik
Tangga
Beton finishing keramik
Kantor Pengelola
Masjid
Warung Makan
Parkir Motor dan Mobil
Taman Kanak-Kanak

Terdapat tower yang berorientasi mengarah


timur-barat sehingga terkena paparan sinar
matahari pagi dan sore
Tidak adanya perbedaan sirkulasi kendaraan
dan manusia

Sumber: Olahan pribadi, 2015.

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil survey, penulis melihat bahwa di kedua sampel rusun ini tidak ada
yang menggunakan air hujan sebagai sumber air alternatif untuk keperluan penghuni
rusun. Air hujan dialirkan langsung menuju riol kota tanpa adanya pemanfaatan.
Selain itu, Adanya penerangan di sekitar area rusun juga sangat diperlukan untuk
keamanan dan kenyamanan penghuni dalam melakukan kegiatan di luar bangunan
pada malam hari. Tempat pengumpulan sampah yang menggunakan shaft sampah

39

mempermudah dalam pembuangan sampah dari unit hunian ke penampungan


sampah.
2.5. State of The Art
Menurut jurnal Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota karya
Hasyim Basri, dkk, model penanganan untuk kepadatan penduduk yang sesuai
dengan kebijaksanaan Pemerintah Kota terdapat 2 model, yaitu dengan model
Kampung Improvement Program (KIP) dengan penyempurnaan dan penambahan
dua kegiatan yaitu Community Mapping yang dilakukan oleh masyarakat dan
Empowering

Community

Organization

(penguatan

kelembagaan)

termasuk

penambahan program penghijauan. Model terpilih lainnya adalah Peremajaan Kota,


dengan alternatif relokasi atau pembangunan Rumah Susun.
Menurut jurnal E-dimensi Arsitektur karya Agung Suryajaya Putra, Rumah Susun
Kali Jagir di Surabaya didesain dengan menggunakan pendekatan perilaku. Dengan
membagi perilaku kedalam dua kategori yaitu perilaku komunitas dan perilaku
keluarga diharapkan dapat memperoleh desain Rumah Susun yang mampu
beradaptasi dengan penghuninya. Bangunan ini juga memperhatikan penghawaan
dan pencahayaan alami, material local, dan system konstruksi yang murah dan
sederhana. Pendalaman yang digunakan adalah pendalaman infill desain.
2.6. Hipotesa
Berdasarkan studi literatur dan studi banding yang dilakukan, dapat ditarik suatu
hipotesa bahwa, untuk dapat memanen air hujan diperlukan tangkapan yang berupa
elemen-elemen bangunan, seperti atap, fasad, plat lantai dan sebagainya. Dalam
penggunaan sistem pemanenan air hujan, variabel yang digunakan adalah curah
hujan yang turun pada daerah tersebut, luas penampang penangkap air hujan yang
dirancang, serta kebutuhan air yang akan digantikan oleh air hujan. Bentuk dan
material atap yang digunakan juga akan mempengaruhi debit air hujan yang dapat
dihimpun. Itu semua pada akhirnya akan mempengaruhi luasan tangki yang
diperlukan untuk menyimpan air yang telah dihimpun. Sehingga, perlu diperhatikan
pula bentuk tangkapan air hujan dan material yang digunakan di perancangan Rumah
Susun ini.
Rumah Susun yang diselenggarakan terutama untuk MBR bisa berupa Rumah
Susun milik ataupun Rumah Susun sewa. Dalam perancangan Rumah Susun perlu
juga memperhatikan pengorganisasian fungsi ruang dan sirkulasi-sirkulasi di
dalamnya. Dalam pengorganisasian fungsi ruang perlu memperhatikan kebutuhan

40

ruang dan besaran luas ruang yang dapat mempengaruhi kenyamanan penghuni
didalamnya.
Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba merancang sistem pemanenan air
hujan yang akan diterapkan pada Rumah Susun yang terletak di Kelurahan Jelambar
Baru. Kemudian diprediksikan jumlah air yang dihasilkan oleh sistem pemanenan air
hujan pada Rumah Susun Jelambar Baru yang mampu memenuhi kebutuhan bilas
toilet para penghuni Rumah Susun Jelambar Baru, Jakarta Barat sepanjang tahun,
baik saat musim penghujan maupun musim kemarau. Serta akan merancang
bangunan Rumah Susun yang fungsi ruang dan sirkulasi didalamnya dapat tertata
dengan baik dan berkelanjutan.
2.7. Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai