Anda di halaman 1dari 9

Makalah GA :

Agung Hariyanto, ST., M.Ars


GA Batch 2 Tahun 2021

MENGAPA PERLU ADANYA KONSERVASI AIR PADA BANGUNAN DAN


BAGAIMANA PENERAPANNYA YANG TEPAT UNTUK BANGUNAN DI
INDONESIA?

Mengapa perlu adanya konservasi air pada bangunan dan bagaimana penerapan yang
tepat untuk bangunan di Indonesia.
Air merupakan sumber kehidupan utama bagi makluk hidup Katagori Konservasi Air
merupakan penilaian bangunan hijau dengan poin persentase 2 terbesar setelah konservasi
energi efisiensi hal ini menyebabkan pentingnya penerapaannya dalam sebuah perencanaan
sebuah bangunan selain itu apabila kita melihat sistem dan teknologi penerapannya pada
sebuah banguanan dari segi biaya relative lebih ekonomis untuk menerapakannya dalam
sebuah bangunan.
Ada beberapa variable dalam penerapak konservasi air antara lain :
1. Meteran air
2. Perhitungan Penggunaan Air
3. Pengurangan Penggunaan Air
4. Fitur Air
5. Daur Ulang Air
6. Sumber Air Alternatif
7. Penampungan Air Hujan
8. Efisiensi Penggunaan Air Landsekap
Untuk tulisan ini saya akan fokus pembahasannya pada penampungan air hujan dimana saya
memiliki pengalaman pribadi yang dapat saya paparkan untuk dapat diterpakan pada Kawasan-
kawasan yang susah untuk memiliki sumber air bersih utama dan keterbatasan infrastruktur.

Memaparkan implikasi penggunaan konservasi air saat ini di Indonesia atau dunia
berdasarkan literalur. (Kawasan Kab. Asmat Papua)
Berangkat dari pengalaman pribadi saya pada tahun 2018 awal tentang perencanaan
infrasturktur di Kab. Asmat kota agats Papua hal ini menjelaskan implikasi penggunaan
konservasi air yaitu penampungan air hujan pada daerah ini yang memiliki curah hujan yang
besar dan sebab utamanya adalah karena berada di Kawasan rawa kabupaten asmat berada
diatas panggung kayu yang menjadi tempat bermukiman tidak memiliki sumber air bersih yang
tawar. Sehingga penampungan air hujan menjadi sumber air utama pada Kawasan ini dan pada
bangunan tempat tinggal pengaruhnya pada bentukan atap bangunan yang menjadi
pengumpulan air hujan. Sebagai tindak lanjut kedatangan presiden Jokowi pada tahun 2018 ke
daerah ini karena mencuatnya kabar terkait kesulitan air bersih dan busung lapar pada anak-
anak papua di kabupaten asmat ini.
Gambar 1 Peta Orientasi Kabupaten Asmat

Krisis kesehatan berupa Gizi Buruk dan Campak di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua,
telah menyebabkan 71 anak meninggal dunia dan sedikitnya 800 orang dirawat di Rumah Sakit.
Dari 71 anak meninggal dunia, 66 di antaranya mereka meninggal karena penyakit Campak
dan Gizi Buruk. Penyebab kondisi tersebut diantaranya adalah pola hidup masyarakat yang
kurang sehat, ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, karena
masyarakat Asmat hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air bersih satu-satunya di
Kabupaten Asmat. Ketika krisis kesehatan gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat menjadi
sorotan media, kondisi geografis wilayahnya-dianggap sebagai salah satu pemicu utama kasus
tersebut dimana wilayah distrik/kampung di Kabupaten Asmat sangat jauh dari Ibu Kota
Kabupaten Asmat yaitu Distrik Agats, yang memenuhi pelayanan kesehatan yang dianggap
cukup memadai, sehingga jalur transportasi yang menghubungkan antara distrik/kampung ke
Rumah Sakit di Distrik Agats sangat terkendala. Melihat kondisi tersebut sangat perlu
penangan darurat seperti, Pembuatan Reservoir/Penampungan Air Hujan dan Pembuatan
Sumur Air Tanah untuk memenuhi kebutuhan Air Bersih di Kabupaten Asmat. Kami dan tim
mencoba berkolaborasi dengan kementrian pupr dan BUMN yang mempunyai sumber daya di
Papua untuk mewujudkan sumber air utama yang mencukupi untuk warga asmat. Hal ini
merupakan implementasi konservasi air yang nyata dapat diterapakan di wilayah-wilayah
tersulit dicapai pada Kawasan Indonesia.
Gambar 2 Perencanaan Penampungan Air Hujan Kab. Asmat

Berikut merupakan hasil perencanaan penampungan air hujan yang hubungan pada
bentuk atap dimana atap ini berorientasi menjadi tampungan air bukan membuang air hujan.
Hal ini menjadikan dalam perencanaan sangat berpengaruh besar untuk dapat memanfaatkan
atap menjadi area tangkapan hujan yang lebih luas sehingga berakibat terhadap pengisian bak
penampungan yang semakin cepat terisi, ini merupakan desain sederhana yang dilakukan
dengan teknologi juga yang sangat terbatas hanya mengumpulkan air hujan tanpa pengolahan
yang kompleks karena dikawasan ini air hujan yang jatuh masih sangat bersih tanpa polusi.
Gambar 3 Penampungan Air Hujan Kab. Asmat
Berikut adalah hasilnya dengan daya dukung tanah yang sangat rendah pemanfaatan
teknologi untuk membuat tampungan 1000m3 dibutuhkan diskusi Panjang untuk
meminimalisir kesalahan struktur dengan penerapan penggunaan crucuk kayu dolken
menjadikan pondasi dan dasar bangunan ini untuk menaha beban 1000m3 air bukan perkara
yang mudah dalam penerapan pelaksanaannya.

Gambar 4 Penerapan pondasi cerucuk

Menyebutkan dan menjelaskan teknologi yang saat ini digunakan untuk konservasi air
pada bangunan berdasarkan literalur (Penampungan Air Hujan)
Tapak bangunan, lokasi geografis dan kondisi cuaca berdampak besar pada kelayakan
penggunaan sistem penampungan air hujan (Gunewardane 2018). Air hujan telah dianggap
sebagai sumber air yang penting untuk kelangsungan hidup bagi semua manusia. Untuk
aplikasi bangunan, hujan biasanya dikumpulkan dari atap rumah dan bangunan lain dan
dilakukan ke tangki penyimpanan atau tangki. Dengan munculnya sistem air minum terpusat,
semua sistem air hujan menghilang sampai munculnya gerakan bangunan hijau modern
berkinerja tinggi. The Texas Guide to Rainwater Harvesting (Todd, AIA and Vittori 2005),
yang memberikan gambaran yang sangat baik tentang panen air hujan, mengutip tiga faktor
yang mendorong air hujan kembali ke dalam gambar sebagai sumber air yang layak:
1. Biaya lingkungan dan ekonomi yang meningkat dari penyediaan air dengan sistem air
terpusat atau dengan pengeboran sumur
2. Masalah kesehatan terkait sumber dan perawatan perairan yang tercemar
3. Persepsi bahwa ada efisiensi biaya yang terkait dengan ketergantungan air hujan. (J.
Kibert 2016)
Sistem air hujan sesuai ketika satu atau lebih dari faktor-faktor berikut hadir:

• Air tanah atau persediaan air akuifer terbatas atau rapuh. Sistem akuifer rapuh adalah
sistem yang, ketika dipompa, dapat mengancam perairan dan mata air yang bernilai
ekologis.
• Pasokan air tanah tercemar atau secara mineralisasi signifikan, membutuhkan
perawatan yang berlebihan.
• Limpasan Stormwater menjadi perhatian utama. Sistem pemanenan air hujan umumnya
memiliki tujuh komponen utama:

1. Daerah tangkapan air. Dengan sebagian besar sistem pemanenan air hujan, area tangkapan
adalah atap bangunan. Permukaan atap terbaik untuk panen air hujan tidak mendukung
pertumbuhan biologis (misalnya, ganggang, jamur, lumut), cukup halus sehingga polutan
yang disimpan di atap dengan cepat dihilangkan oleh sistem pencucian atap dan memiliki
jumlah cabang pohon yang sedikit menggantung diatasnya.
2. Sistem pencucian atap. Ini adalah sistem untuk menjaga debu dan polutan yang menempel
di atap keluar dari talang. Hal ini diperlukan untuk sistem yang digunakan sebagai sumber
air yang dapat diminum, tetapi juga direkomendasikan untuk sistem lain, karena menjaga
kontaminan potensial keluar dari tangki. Sistem pencucian atap dirancang untuk
membersihkan air awal dari atap saat hujan.
3. Prestorage ltration. Untuk menjaga agar partikel besar, daun, dan serpihan lainnya tidak
masuk ke dalam tangki, layar baja stainless berkubah harus dipasang pada setiap lubang
masuk yang mengarah ke tangki. Pelindung daun di atas selokan dapat ditambahkan di
daerah dengan puing-puing yang ditiup angin yang signifikan atau menggantung pohon.
4. Rainwater conveyance. Ini adalah sistem selokan, downspouts, dan perpipaan yang
digunakan untuk membawa air dari atap ke tangki.
5. Cistern. Ini biasanya merupakan investasi terbesar yang diperlukan untuk sistem
pemanenan air hujan. Bahan khas yang digunakan meliputi baja galvanis, beton,
ferosemen, berglass, polietilen, dan kayu tahan lama (mis., Kayu merah atau cemara).
Biaya dan masa hidup yang diharapkan sangat bervariasi di antara opsi-opsi ini. Tangki
dapat ditempatkan di lantai dasar, dikuburkan di luar, atau ditempatkan di atas tanah di
luar ruangan. Cahaya harus dijauhkan untuk mencegah pertumbuhan alga. Kapasitas
tangki harus berukuran untuk memenuhi permintaan yang diharapkan. Khusus untuk
sistem yang dirancang sebagai satu-satunya pasokan air, ukuran harus dimodelkan
berdasarkan catatan curah hujan 30 tahun, dengan penyimpanan yang memadai untuk
memenuhi permintaan selama waktu dalam setahun dengan sedikit atau tidak ada curah
hujan (Gambar 20).
6. Water delivery. Sebuah pompa pada umumnya diperlukan untuk mengalirkan air dari
pusat ke titik penggunaannya, meskipun kadang-kadang sistem pengumpanan gravitasi
dimungkinkan dengan penempatan komponen sistem yang tepat.
7. Water treatment system. Untuk melindungi pipa dan saluran irigasi (terutama dengan
irigasi tetes), air harus disaring melalui kartrid sedimen untuk menghilangkan partikel,
lebih disukai hingga 5 mikrometer. Untuk sistem yang menyediakan air minum,
diperlukan perawatan tambahan untuk memastikan persediaan air yang aman. Ini dapat
diberikan dengan ltrasi mikro, sterilisasi ultraviolet, osmosis balik, atau ozonasi (atau
kombinasi dari metode ini). Dengan beberapa sistem, tingkat perawatan yang lebih tinggi
disediakan hanya pada satu faucet di mana air minum diambil.

Sistem pemanenan air hujan memiliki potensi besar untuk mengurangi konsumsi air
dengan memperkenalkan sumber air yang mudah didapat di banyak wilayah Amerika Serikat
(Gambar 21 dan 22). Terlepas dari keunggulan ini, tidak ada desain atau pendekatan standar
untuk merancang sistem pemanenan air hujan; karenanya, saat ini, setiap sistem yang dirancang
untuk bangunan adalah unik. Faktor-faktor untuk dimasukkan dalam desain termasuk bahan
atap dan kemiringan, intensitas curah hujan, polutan udara (seperti asap, debu, dan knalpot
mobil), dan puing-puing yang dihasilkan dari pohon dan vegetasi terdekat lainnya. Sebagai
konsekuensi dari berbagai faktor yang mempengaruhi desain sistem panen air hujan, mereka
dapat rentan terhadap kegagalan dan tidak dapat diandalkan, yang mengakibatkan potensi erosi
pada air hujan sebagai pengganti air minum. Penciptaan standar yang jelas, desain, dan
komponen standar akan jauh menuju penyelesaian masalah ini dan membuat penerapan praktik
standar sistem ini. (J. Kibert 2016)

Gambar 5 Rainwater system for Rinker Hall at The University of Florida


Gambar 6 Rainwater system in a cistern

Gambar 7 the simplers flush diverter from roof

Perencanaan Sistem air hujan berdasarkan SNI (SNI 03-7065-2005 2005)


a. Ketentuan umum
1) Gedung harus mempunyai perlengkapan drainase untuk menyalurkan air hujan dari atap dan
halaman atau pekarangan dengan pengerasan di dalam persil ke saluran air hujan kota atau
saluran pembuangan campuran kota. Pada daerah yang tidak terdapat saluran tersebut,
pengaliran air hujan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
2) Setiap persil berhak menyalurkan air hujan ke saluran air hujan kota.
b. Perencanaan pipa, kemiringan dan perubahan arah
1) Perencanaan pipa air hujan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
(1) Pipa air hujan tidak boleh ditempatkan:
a) dalam ruang tangga,
b) sumuran alat pengangkat,
c) dibawah lift atau dibawah beban imbangan lift,
d) langsung di atas tangki air minum tanpa tekanan,
e) di atas lubang pemeriksaan tangki air minum yang bertekanan,
f) di atas lantai yang digunakan untuk pembuatan persiapan
pembungkusan penyimpanan atau peragaan makanan.
2) Kemiringan dan perubahan arah pipa air hujan memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a) Pipa air hujan datar yang berukuran sampai dengan 75 mm harus
dipasang dengan kemiringan minimal 2% dan untuk pipa yang
berukuran lebih besar minimal 1%. Kemiringan yang lebih kecil hanya
diperbolehkan apabila secara khusus dibenarkan oleh pejabat yang
berwenang.
b) Perubahan arah pipa air hujan harus dibuat Y 45o, belokan jari-jari
besar 90o, belokan 60o, 45o, 22,5o atau gabungan belokan tersebut atau
gabungan penyambung ekivalen yang dibenarkan kecuali dinyatakan lain
dalam SNI 03-6481- 2000 Sistem Plambing.
(3) Belokan jari-jari pendek, dan T saniter tunggal atau ganda hanya diijinkan
pemasangannya pada pipa air hujan. Fitting dan Penyambungan yang dilarang
a) Ulir menerus, sambungan klem atau sadel tidak boleh dipergunakan
pada pipa air hujan.
b) Fitting, sambungan, peralatan dan cara penyambungannya tidak
boleh menghambat aliran air atau udara dalam pipa air hujan.
c) Soket ganda tidak boleh dipakai pada pemasangan pipa air hujan.
Soket harus dipasang berlawanan dengan arah aliran. Cabang T pipa air
hujan tidak boleh dipakai sebagai cabang masuk pipa air buangan,
d) Tumit atau belokan 45o dengan lubang masuk samping tidak boleh
digunakan sebagai penyambungan ven pada pipa air hujan dan pipa air
buangan apabila tumit atau lubang masuk sampng tersebut ditempatkan
mendatar.

Sebagai penutup penulis ini yang saya bisa paparkan untuk sebagian kecil penerapan dan
pemahaman saya terkait konservasi air semoga dengan lulus dari pelatihan greenship ini
penulis dapat melanjutkan ke Green Profesial sebagai lanjutan pembelajaran untuk dapat
merencanakan bangunan-bangunan yang memiliki prinsip bangunan hijau terimakasih.
PUSTAKA
Gunewardane, Ranjit. Sustainable Building Standards and Guidelines For Mixed-Use
Buildings. Bloomington: AuthorHouse, 2018.
Todd, Wendy Price , AIA, and Gail Vittori. Texas Guide to Rainwater Harvesting. Texas:
Worldwise Design Creative, 2005.
J. Kibert, Charles . Sustainable Construction Green Building Design and Delivery Fourth
Edition. 4. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, 2016.
SNI 03-7065-2005. Tata Cara Perencanaan Sistem Plumbing. Badan Standarisasi Nasional,
BSN, 2005.
KAGAMA. Juli Senin, 2019. http://kagama.co/asmat-panggung-budaya-indonesia-di-
papua/3.

Anda mungkin juga menyukai