Anda di halaman 1dari 16

PANEN AIR HUJAN

NAMA : FARHAN

NPM : 204110166

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2021
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Air menjadi kebutuhan pokok yang paling mendasar bagi kehidupan di Bumi baik itu
manusia, hewan maupun tumbuhan. Satu orang setidaknya membutuhkan minimum 2 liter air
bersih dan sehat sebagai pemenuhan fungsi metabolisme tubuhnya. Di samping itu, air juga
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan mendasar yang lainnya. Karena begitu penting dan
berharganya, setiap orang mempunyai hak untuk dapat memperoleh air.

Namun, permasalahan yang sering terjadi dan dialami di Indonesia adalah kelangkaan
air bila kemarau panjang terjadi. Dan disisi lain ketika musim hujan terjadi kelebihan air yang
tidak dapat tertampung dalam badan air yang ada pada sungai, danau, situ, waduk buatan,
sehingga meluap menjadi banjir. Selama ini kita baru menikmati hujan dalam bentuk basah
dan banjir. Kenapa tidak kita coba untuk memanfaatkan hujan untuk keseharian kita? PAH
atau rainwater harvesting, adalah proses mengalirkan air hujan yang jatuh ke atap, kedalam
tangki penampungan. Sedangkan untuk air limpasan dari tangki penampungan, disalurkan ke
sumur resapan. Teknik panen air hujan (rainwater harvesting) dianggap merupakan salah
satu upaya yang cukup efisien dalam menyediakan air bagi masyarakat di daerah yang
mengalami kekeringan. Dengan cara ini, masyarakat dapat memanfaatkan air hujan untuk
keperluan sehari-hari sekaligus membantu keberadaan air tanah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Panen Air Hujan

Jumlah air di bumi sangat banyak; namun jumlah air bersih yang tersedia belum dapat
memenuhi permintaan sehingga banyak orang menderita kekurangan air. Chiras (2009)
menyebutkan bahwa kekurangan air dipicu naiknya permintaan seiring peningkatan populasi,
tidak meratanya distribusi air, meningkatnya polusi air dan pemakaian air yang tidak efisien.
Beberapa penelitian mengindetifikasi bahwa pada aras rumah tangga kekurangan air
diperburuk kebocoran air akibat kerusakanhome appliances yang tidak segera diperbaiki,
pemakaian home appliances yang boros air, perilaku buruk dalam pemakaian air, dan
minimnya pemanfaatan air hujan sebagai sumber air alternatif. Pemakaian air yang tidak
terkontrol akan mengancam keberlanjutan air, sehingga perlu dilakukan konservasi air. Salah
satu metode konservasi air dalam rumah tangga adalah memanen air hujan, yaitu
mengumpulkan, menampung dan menyimpan air hujan.

Memanen air hujan merupakan alternative sumber air yang sudah dipraktekkan
selama berabad-abad di berbagai negara yang sering mengalami kekurangan air (Chao-Hsien
Liaw & Yao-Lung Tsai, 2004). Air hujan yang dipanen dapat digunakan untuk multi tujuan
seperti menyiram tanaman, mencuci, mandi dan bahkan dapat digunakan untuk memasak jika
kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan (Sharpe, William E., & Swistock, Bryan,
2008; Worm, Janette & van Hattum, Tim, 2006).

Secara ekologis ada empat alasan mengapa memanen air hujan penting untuk
konservasi air (Worm, Janette & Hattum, Tim van, 2006), yaitu:

1. Peningkatan kebutuhan terhadap air berakibat meningkatnya pengambilan air bawah tanah
sehingga mengurangi cadangan air bawah tanah. Sistem pemanenan air hujan merupakan
alternatif yang bermanfaat.
2. Keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air bawah tanah sangat fluktuatif.
Mengumpulkan dan menyimpan air hujan dapat menjadi solusisaat kualitas air permukaan,
seperti air danau atau sungai, menjadi rendah selama musim hujan, sebagaimana sering terjadi
di Bangladesh.
3. Sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas pemakai. Mengumpulkan
dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses terhadap persediaan air dan
berdampak positif pada kesehatan serta memperkuat rasa kepemilikan pemakai terhadap
sumber air alternatif ini.
4. Persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri mupun limbah kegiatan manusia
misalnya masuknya mineral seperti arsenic, garam atau fluoride. Sedangkan kualitas air hujan
secara umum relatif baik.

Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006) dalam karya mereka yang
berjudul Rainwater Harvesting for Domestic Use, sebagian besar mayoritas penduduk di
dunia banyak yang sulit untuk mendapatkan akses terhadap air bersih untuk kebutuhan
domestik rumah tangga. Bahkan adapula yang sama sekali tidak terdapat distribusi air bersih
di negaranya. Berdasarkan alasan tersebut, muncullah gagasan dimana air hujan
dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan akan air bersih di beberapa kawasan tertentu.
Hingga kini gagasan tersebut masih tetap menjadi pilihan alternatif bernilai dalam
melengkapi kebutuhan sehari-hari.

Gambar Ilustrasi Rainwater Harvesting

Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use

Pada mulanya masyarakat memulai sistem rainwater harvesting dengan


mengumpulkannya di ember, tangki air, kolam, dan juga sumur. Mereka telah menerapkan
metode sederhana tersebut selama bertahun-tahun lamanya. Kegunaan dari air hujan yang
mereka panen pun beragam. Mulai dari mencuci, mengairi ladang, mandi, memasak, bahkan
untuk diminum.
Dikarenakan beberapa alasan-alasan mendesak di masa kini seperti:

1. Meningkatnya jumlah kebutuhan akan air bersih membuat sistem pemanfaatan air sumur
kadangkala tidak membantu dan sistem pasokan air dari pemerintah tidak terorganisir dengan
baik, pemanfaatan air menjadi alternatif yang sangat berguna.
2. Keberadaan air yang simpang siur pada air sumur, danau, atau sungai bisa menjadi malapetaka.
Tidak selalu tersedia air yang bersih disana untuk beberapa jangka waktu.
3. Kualitas air sumur atau suplai dari PDAM kadangkala kerap tercemar karena kecerobohan dan
ulah manusia. maka semakin banyak komunitas di penjuru dunia yang “kembali” ke metode
alternatif rainwater harvesting.

2.2 Keuntungan dan Kerugian Rainwater Harvesting

Dalam memikirkan gagasan untuk merancang sebuah sistem rainwater harvesting


sangat penting untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari sistem tersebut. Keuntungan
mendasar pertama dari sistem rainwater harvesting adalah minimnya penggunaan energi
dalam proses penangkapan air hujan. Keuntungan ini sesuai dengan prinsip sustainable
design yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya.

Namun adapula kerugian paling mendasar dari sistem rainwater harvesting.


Kerugiannya adalah sebuah kenyataan bahwa kita tidak bisa mengetahui secara pasti
seberapa banyak dan kapan hujan akan turun.

2.3 Prinsip Dasar

Menurut buku Rainwater Harveting for Domestic Use (2006), pada dasarnya
rainwater harvesting dapat didefinisikan sebagai kumpulan aliran air hujan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan domestik rumah tangga, kebutuhan agrikultural, dan
manajemen lingkungan.

Sistem rainwater harvesting terdiri dari 3 komponen dasar yang penting. Antara lain:

1. Penangkap atau permukaan atap yang berfungsi untuk menangkap air hujan.
2. Sistem pengiriman untuk memindahkan air hujan yang sudah ditangkap dari penangkap atau
permukaan atap ke bak penyimpanan.
3. Bak penyimpanan atau tangki air untuk menyimpan air hingga air itu dipergunakan.
Gambar Komponen-Komponen Rainwater Harvesting

Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use

Penangkap air hujan pada sistem rainwater harvesting adalah sebuah permukaan yang
secara langsung menerima tetesan air hujan dan mengalirkan air hujan tersebut masuk
kedalam sistem. Patut diingat, air yang ditangkap oleh permukaan penangkap sama sekali
tidak layak untuk diminum. Untuk mencapai tahap tersebut diperlukan berbagai tahap filtrasi
dan penyaringan.

Berikutnya adalah sistem pengiriman air. Pada hunian rumah pada umumnya contoh
sistem pengiriman air yang paling sederhana adalah pipa paralon atau talang air. Sistem
pengiriman ini berfungsi untuk mengrimkan air yang sebelumnya sudah ditangkap oleh
permukaan penangkap untuk menuju ke bak penyimpanan. Sistem pengiriman air disarankan
untuk diaplikasikan dengan baik dan teliti karena sistem pengiriman air kerap menjadi titik
yang paling rawan dari rangkaian sistem rainwater harvesting.

Yang terakhir adalah bak penyimpanan. Pada mulanya air hujan yang sudah dipanen
dikumpulkan oleh masyarakat suatu komunitas didalam sebuah ember atau tong. Namun
semakin berkembangnya teknologi dan semakin meningkatnya kebutuhan akan air bersih per
individu, maka bak penyimpanan yang digunakan menggunakan bak dengan konstruksi baja
atau beton bertulang.

2.4 Pertimbangan Sebelum Perancangan

Sudah banyak komunitas-komunitas ataupun pihak perorangan di seluruh dunia yang


memanfaatkan sistem rainwater harvesting sebagai sumber pemenuhan kebutuhan akan air
bersih. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum merancang sistem
rainwater harvesting pada sebuah hunian untuk keperluan domestik. Faktor-faktor tersebut
antara lain:

a) Faktor lingkungan (khususnya iklim)


b) Faktor teknis
c) Faktor kebutuhan air
d) Faktor sosial
e) Faktor finansial (relatif)
f) Faktor Lingkungan

a. Faktor Lingkungan (Iklim)

Layak atau tidaknya suatu kawasan untuk diaplikasikan sistem rainwater harvesting
sangat bergantung kepada curah hujan pada kawasan tersebut. Menurut buku Rainwater
Harvesting for Domestic Use (2006), curah hujan merupakan kunci utama dalam
mengetahui apakah penggunaan sistem rainwater harvesting mampu bersaing dengan
penggunaan sistem sumber air dari PDAM.

Daerah yang berada di iklim tropis dengan musim kemarau pendek sekitar 1 hingga 4
bulan disertai dengan beberapa hujan badai berintensitas tinggi merupakan daerah yang
memiliki kondisi yang paling cocok untuk pengaplikasian sistem rainwater harvesting.
Sebagai tambahan menurut literatur yang sama, pengaplikasian sistem rainwater
harvesting pada daerah yang berada di iklim tropis basah juga dapat cukup bermanfaat
dikarenakan umumnya kualitas air permukaan di daerah beriklim tropis kurang terjamin
dan sangat beragam sepanjang tahunnya.

Tabel Curah Hujan Rata-Rata per-Tahun Berdasarkan Iklim Kawasan

Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use


b. Faktor Teknis

Selain faktor esensial seperti lingkungan, faktor lain yang mempengaruhi konstruksi
dari sistem rainwater harvesting adalah tentu saja faktor teknis seperti:

- Penggunaan material penangkap air hujan yang tentu saja kedap air seperti metal,
keramik, asbestos, atau semen.
- Ketersediaan area untuk penyimpanan air hasil tangkapan.
- Jumlah pengguna air dan peruntukan penggunaan air.
- Ketersediaan sumber air lain seperti air permukaan atau air dari PDAM sebagai alternatif
ketika air hasil rainwater harvesting habis.
- Tersedianya pekerja dan material lokal yang cocok untuk perancangan dan manajemen
sistem rainwater harvesting.

Di beberapa bagian di dunia seperti di Thailand, sistem rainwater harvesting hanya


digunakan sesekali ketika turun hujan badai. Hasil tangkapan air hujan tersebut disaring,
diproses dan digunakan secara eksklusif hanya untuk minum. Berbeda dengan kawasan
yang berada di iklim tropis, kawasan yang berada di iklim kering menangkap air hujan
sebanyak mungkin untuk memenuhi semua keperluan yang dibutuhkan oleh semua orang
yang membutuhkan di suatu komunitas atau hunian tertentu.

Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006), terdapat 4 jenis pengguna sistem
Rainwater Harvesting. Antara lain

1. Pengguna Tidak Berkala

Pengguna yang menyimpan persedian air hujan dalam penyimpanan yang relatif kecil.
Air yang ditangkap hanya digunakan untuk beberapa hari. Pengguna ini umumnya berada
di wilayah yang pola hujannya teratur dan memiliki sumber air lain yang lebih terpercaya.

2. Pengguna Berselang

Pengguna yang menggunakan sistem rainwater harvesting ketika musim hujan


panjang. Namun ketika musim kemarau tiba, kebutuhan air dipenuhi oleh sumber air lain
selain rainwater harvesting sehingga air yang diperoleh dari rainwater harvesting dapat
digunakan sebagai sumber air alternatif ketika sumber air lain kering atau mengalami
kelangkaan.
3. Pengguna Sebagian

Pengguna yang menggunakan air dari sistem rainwater harvesting secara terus
menerus sepanjang waktu namun tidak mencukupi seluruh kebutuhan air yang diperlukan
sehingga peruntukan kebutuhan airnya dibagi. Sebagai contoh, air hasil rainwater
harvesting digunakan untuk minum dan menyiram toilet sedangkan untuk keperluan
mandi dan mencuci tetap menggunakan air dari PDAM.

4. Pengguna Penuh

Hanya menggunakan air yang berasal dari sistem rainwater harvesting sepenuhnya
untuk semua keperluan rumah tangga sepanjang waktu. Pengguna seperti ini umumnya
terpaksa karena tidak tersedianya sumber air lain kecuali air hujan. Penggunaan sistem
rainwater harvesting secara terus menerus membutuhkan manajemen dan perawatan yang
sangat baik serta tempat penyimpanan yang cukup besar agar persediaan air ketika musim
kemarau cukup.

c. Faktor Kebutuhan Air

Jumlah angka kebutuhan air per orang sangat beragam. Keragaman ini dimulai dari
perbedaan negara, komunitas tertentu, atau bahkan rumah tangga. Perlu diingat pula jumlah
penggunaan air juga bisa berubah secara drastis pada musim yang berbeda. Didalam
Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006) dinyatakan bahwa dalam keadaan terdesak
dan krisis air, sedikitnya manusia dapat menggunakan sebanyak 15 Liter air untuk mandi dan
kebutuhan higienis lainnya dalam sehari.

Sedikit berbeda dengan data berdasarkan hasil survey yang dilakukan Direktorat
Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya pada 2006 setiap orang Indonesia
mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 144 Liter/Hari. Dari jumlah tersebut, pemakaian
terbesar digunakan untuk keperluan mandi yakni sebanyak 65 Liter per Orang per Hari atau
45% dari total pemakaian air.
d. Faktor Sosial

Pertimbangan berikutnya adalah faktor sosial. Beberapa faktor tersebut antara lain:

a) Diharapkan ada alasan kuat yang melatar belakangi butuhnya pengaplikasian sistem rainwater
harvesting pada komunitas atau hunian tertentu.
b) Sebisa mungkin biaya desain harus terjangkau dan efektif.
c) Semua anggota komunitas atau penghuni harus sepenuhnya mengerti, terlibat dan turut ikut
serta dalam mengoptimalisasi sistem rainwater harvesting.

e. Faktor Finansial

Faktor terakhir yang cukup penting adalah faktor finansial. Tidak dipungkiri, perancangan
sistem rainwater harvesting membutuhkan biaya. Semua itu kembali kepada metode desain,
material yang dipilih, serta besarnya skala dan kapasitas sistem rainwater harvesting tersebut.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal
penting yang harus diketahui sebelum merancang sistem rainwater harvesting. Antara lain:

1. Jumlah pengguna dan rata-rata konsumsi per harinya.

2. Data curah hujan lokal dan data pola curah hujan lokal.

3. Jenis pengguna pada sistem (Tidak berkala, berselang, sebagian, penuh).

4. Area penangkap air hujan (dalam m²).

Menurut Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), poin-poin krusial tersebut dapat
dijabarkan menjadi sebuah skema dasar menyerupai kerangka berpikir yang menjadi acuan
dalam perancangan awal sebuah sistem rainwater harvesting.
Gambar Skema Perencanaan Rainwater Harvesting

Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use

2.5 Perancangan Sistem Rainwater Harvesting

Berdasarkan Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), terdapat 4 langkah


sistematis dalam merancang sebuah sistem rainwater harvesting.

Tahap 1. Merancang area penangkap air hujan.

Tahap 2. Merancang sistem pengiriman air hujan.

Tahap 3. Menentukan ukuran penyimpanan air yang diperlukan.

Tahap 4. Memilih desain penyimpanan air yang cocok untuk proyek yang bersangkutan.

Walaupun pada kenyataannya konsumsi air tiap orang pasti berbeda, namun dengan
asumsi rata-rata konsumsi harian orang, persamaan ini dapat dijadikan acuan yang valid.

Selain kebutuhan air, perlu juga diketahui mengenai perkiraan jumlah air yang akan diterima.
Dengan menggunakan data curah hujan yang tersedia, dan koefisien run-off, maka dapat
diketahui persamaan jumlah air yang akan diterima.
Tabel Koefisien Run-off

Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use

Tahap 1. Merancang Area Penangkap Air Hujan

Desain area penangkap air hujan diharapkan efisien dan memenuhi luas rata-rata yang
dibutuhkan agar meningkatkan jumlah air yang dapat dipanen.

Selain menurut aspek teknis tersebut, desain area penangkap hujan juga diharapkan
dapat menjadi komponen vocal point pada bangunan sehingga komponen tersebut terlihat
menarik dan tidak mengganggu nilai estetika pada bangunan.

Tahap 2. Merancang Sistem Pengiriman Air Hujan

Desain sistem pengiriman air hujan juga diharapkan berfungsi seefisien mungkin
dengan mempertimbangkan jarak antara area penangkap dengan bak penyimpanan. Tidak
lupa untuk tetap mempertimbangkan aspek-aspek utilitas arsitektural.

Pada umumnya, rainwater harvesting pada hunian menggunakan sistem pengiriman


dengan pengaplikasian talang air di ujung genteng. Material yang digunakan sebagai talang
pada umumnya adalah Aluminium dikarenakan material Aluminium memiliki sifat anti karat.
Bentuk yang dapat digunakan beragam antara lain kotak, setengah lingkaran, atau bentuk
huruf “v”.

Gambar Contoh Jenis Talang

Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use


Namun, pengaplikasian talang tersebut dibatasi hanya pada bangunan yang
menggunakan atap miring. Lain halnya dengan bangunan yang memiliki area penangkap air
hujan dengan desain khusus, sistem pengiriman tidak memerlukan talang air sebagai
komponen penyambung area penangkap dengan pipa pengirim.

Sedangkan untuk pipa pengirim cukup menggunakan pipa PVC berdiameter 4 Inchi
yang juga digunakan pada landed house pada umumnya.
Tahap 3. Menentukan Ukuran Penyimpanan Air

Ukuran penyimpanan air dapat ditentukan berdasarkan persamaan pertama pada tahap
1. Berdasarkan kebutuhan air dan prakiraan jumlah air yang akan diperoleh, dapat diketahui
pula ukuran penyimpanan air yang dibutuhkan.

Tahap 4. Memilih Desain Penyimpanan Air

Desain penyimpanan yang cocok untuk proyek amat sangat bergantung kepada
kondisi tapak setempat dan zoning pada tapak sekaligus bangunan.

Kendala yang dihadapi dalam memanen air hujan antara lain frekuensi dan kuantitas
hujan yang fluktuatif serta kualitas air hujan belum memenuhi pedoman standar air bersih
WHO. Ada dua isu terkait kualitas air hujan, yaitu isu bacteriological water quality dan
isu insect vector.

Pertama, isu bacteriological water quality. Air hujan dapat terkontaminasi oleh
kotoran yang ada di catchment area (atap) sehingga disarankan untuk menjaga kebersihan
atap. Penampung air hujan juga harus memiliki tutup agar terhindar dari kotoran. Bacteria
tidak dapat hidup di air yang bersih. Lumut dapat hidup jika ada sinar matahari menembus
tong penampung air, oleh sebab itu tong penampung air hujan sebaiknya dibiarkan gelap dan
diletakkan di tempat teduh agar lumut tidak dapat tumbuh.

Kedua, isu insect vector. Serangga dapat berkembang biak dengan meletakkan
telurnya dalam air. Oleh karena itu sebaiknya tong penampung air ditutup rapat untuk
menghindari masuknya serangga seperti nyamuk. Ada beberapa metode perlakuan sederhana
dalam pemakaian air hujan, antara lain: merebus air akan mematikan bakteri,
menambahkan chlorine (35ml sodium hypochlorite per 1000 liter air) akan mendisinfeksi air,
filtrasi pasir (biosand) akan menghilangkan organism berbahaya (Thomas, tanpa tahun).
Worm & van Hattum (2006) menyebutkan sekarang dikembangkan teknik SODIS (Solar
Water Disinfection) yaitu botol plastic yang sudah dicat hitam diisi air dan dijemur beberapa
jam dengan tujuan untuk mematikan bacteria dan mikroorganisme dalam air hujan.

Di Taiwan secara tradisional praktek memanen air hujan banyak dilakukan di daerah
yang memiliki persediaan sumber air permukaan atau air bawah tanah yang terbatas (Chao-
Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai 2004). Hasil pengamatan penulis menunjukkan meskipun
memanen air hujan merupakan teknik yang sederhana, murah dan tidak membutuhkan
keahlian atau pengetahuan khusus namun belum banyak dilakukan di Indonesia. Padahal
praktek memanen air hujan penting sebagai alternative sumber air. Diperkirakan sebagian
besar masyarakat belum menyadari pentingnya memanen air hujan sebagai salah satu upaya
menghemat air akibat kurangnya pengetahuan dan informasi. Selain itu kemungkinan
masyarakat juga merasa yakin tidak akan mengalami kekurangan air karena secara umum air
melimpah di Indonesia. Untuk mengetahui lebih detail mengenai hal itu tentu perlu dilakukan
penelitian secara lebih lanjut. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan peran
pemerintah agar praktek memanen air hujan dapat dilakukan secara luas. Pemerintah perlu
melakukan komunikasi, informasi dan edukasi public agar masyarakat dapat tertarik
perhatiannya, memahami, menyadari dan bersedia melakukannya di rumah masing-masing.
Jika memanen air hujan dipraktekkan secara luas, maka masalah kekurangan air pada aras
rumah tangga dapat dihindari. Berikut ini contoh desain sistem memanen air hujan yang
sederhana yang dapat diterapkan masyarakat pada aras rumah tangga.
BAB III

KESIMPULAN

Untuk memenuhi permintaan air yang persediaannya semakin terbatas, diperlukan


upaya konservasi air. Memanen air hujan merupakan salah satu metode konservasi air yang
dapat dilakukan oleh masyarakat dalam rumah tangga. Upaya konservasi air memerlukan
komitmen dari semua pihak terhadap isu keberlanjutan air. Apabila memanen air hujan
dipraktekkan secara berkesinambungan akan dapat membantu memelihara keberlanjutan air
dan keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi sekarang dan yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Chao-Hsien Liaw and Yao-Lung Tsai, 2004, Optimum Storage Volume of Rooftop Rain
Water Harvesting System for Domestic Use, Journal of the American Water Resources
Association; Aug 2004; 40, 4; Proquest Agriculture Journals pg. 901.

Sharpe, William E. and Swistock, Bryan., 2008, Household Water Conservation, College of
Agricultural Sciences, Agricultural Research and Cooperative Extension College of
Agricultural Sciences, The Pennsylvania State University.

Thomas, Terry, tanpa tahun, Rainwater Harvesting: Practical Action, School of Engineering,
University of Warwick, Coventry CV4 7AL, UK.

WHO (2004), www.who.int.

Worm, Janette & Hattum, Tim van., 2006, Rainwater Harvesting For Domestic Use,
Agrodok 43, Agromisa Foundation and CTA, Wageningen.

WS, 2018. Memanen Air Hujan (Rain Water Harvesting) sebagai Alternatif Sumber Air.
Diakses dari https://sda.pu.go.id/balai/bwssulawesi2/rain-water-harvesting/ pada Tanggal 05
Oktober 2021 Pukul 19.44 WIB

Anda mungkin juga menyukai