Anda di halaman 1dari 48

BAB 4

ANALISIS KEMAMPUAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR


PENGGERAK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Penelitian ini berusaha mengkaji kemampuan usaha tape ketan sebagai motor
penggerak pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan
Cigugur. Pembahasan dalam bab ini meliputi dua bagian. Bagian pertama akan
menjelaskan mengenai hasil analisis sejauhmana kemampuan usaha tape ketan sebagai
motor penggerak pengembangan ekonomi lokal di wilayah kajian studi. Analisis ini
dilakukan dengan membandingkan kriteria, indikator, serta tolok ukur kemampuan
usaha tape ketan sebagai motor penggerak dengan kondisi nyata di lapangan sehingga
dapat dilihat bagaimana dukungan kriteria tersebut terhadap kemampuan usaha tape
ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.
Setelah dilakukan analisis mengenai kemampuan usaha tape ketan sebagai motor
penggerak, maka selanjutnya pada bagian kedua akan dijelaskan mengenai faktor-faktor
(faktor pendukung maupun penghambat) yang mempengaruhi perkembangan usaha tape
ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.

4.1 Analisis Kemampuan Usaha Tape Ketan Menjadi Motor Penggerak


Usaha tape ketan dapat dikatakan mampu menjadi motor penggerak apabila usaha
tersebut mampu memenuhi tiga kriteria yaitu mampu bertahan, mampu menciptakan
lapangan kerja, serta mampu merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi baru. Berikut
akan dijelaskan sejauhmana kemampuan usaha tape ketan mampu menjadi motor
penggerak pengembangan ekonomi lokal berdasarkan ketiga kriteria tersebut, serta
indikator dan tolok ukurnya.

4.1.1 Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan


Kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi
lokal berdasarkan kriteria kemampuan bertahan dapat dilihat dari keberlanjutan produksi

47
48

serta pemasarannya. Jika usaha tape ketan telah kuat dan kokoh dari sisi keberlanjutan
produksi dan pemasarannya, maka dapat dikatakan bahwa usaha tape ketan telah
memiliki kemampuan bertahan yang tinggi, dan selanjutnya usaha tape ketan mampu
menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.

4.1.1.1 Dukungan Keberlanjutan Produksi


Dukungan kebelanjutan proses produksi terhadap kemampuan bertahan dapat
dilihat dari lima aspek, yaitu tenaga kerja, modal, bahan baku, alat produksi dan
teknologi, serta jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial pengusaha.
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi dalam
keberlanjutan proses produksi, terutama bagi usaha padat karya seperti usaha tape ketan.
Adapun analisis mengenai aspek tenaga kerja ini meliputi dukungan kualifikasi serta
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha tape ketan.
Kualifikasi Tenaga Kerja
Dilihat dari proses produksinya yang mudah dan sederhana, di dalam usaha tape
ketan tidak diperlukan tenaga kerja dengan keahlian khusus maupun latar belakang
pendidikan yang terlalu tinggi. Lulusan Sekolah Dasar bahkan telah sesuai dengan
kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan. Kualifikasi tenaga kerja yang paling
diutamakan dalam usaha tape ketan adalah perempuan berusia lebih dari 20 tahun yang
memiliki keterampilan membuat tape ketan. Hal ini dikarenakan keterampilan membuat
tape pada umumya dimiliki oleh perempuan dewasa.

Tabel 4.1
Kualifikasi Tenaga Kerja Usaha Tape Ketan

No. Komponen Kualifikasi Tenaga Kerja yang Dibutuhkan


1. Jenis Kelamin Perempuan
2. Umur >20 tahun
3. Pendidikan SD
4. Keterampilan Mampu membuat tape ketan
Sumber: Hasil Survei, 2008
49

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kualifikasi tenaga kerja berdasarkan jenis
kelamin, umur, pendidikan, maupun keterampilan yang dibutuhkan pada usaha tape
ketan dapat dikatakan rendah. Di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur
sendiri, keterampilan membuat tape ketan sudah merupakan warisan yang turun
temurun. Seperti yang disampaikan oleh para kepala desa maupun pengusaha tape ketan
sendiri, bahwa pada awalnya tape ketan merupakan makanan khas yang biasa
dihidangkan pada acara-acara hajatan dan dibuat oleh kaum ibu-ibu yang saling
bertetangga. Keterampilan ini kemudian berlangsung turun temurun sehingga kaum
perempuan di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur rata-rata mampu
membuat tape ketan.
Selain itu, kondisi penduduk di ketiga kecamatan juga sesuai dengan kebutuhan
tenaga kerja pada usaha tape ketan dimana sekitar 50% penduduknya merupakan lulusan
SD dan jumlah penduduk perempuan yang berusia lebih dari 20 tahun juga tinggi.
Jumlah penduduk perempuan lulusan SD dan jumlah penduduk perempuan berusia lebih
dari 20 tahun di wilayah kajian studi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2
dan 4.3
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang disampaikan oleh para pengusaha merupakan jumlah
tenaga kerja rata-rata pada hari-hari biasa. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi tape
ketan disesuaikan dengan permintaan pasar atau pesanan sehingga jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan dapat berubah sewaktu-waktu disesuaikan dengan jumlah produksi tape
ketan. Status tenaga kerja yang ada dalam usaha tape ketan ini sendiri adalah buruh lepas
yang tidak memiliki kontrak kerja. Tenaga kerja hanya akan bekerja jika diminta atau
dipanggil oleh pemilik usaha tape ketan.
Jumlah total tenaga kerja pada usaha tape ketan ini adalah sebanyak 180 orang.
Jumlah ini adalah jumlah tenaga kerja ketika produksi pada hari-hari biasa. Namun,
ketika musim-musim tertentu seperti musim lebaran, atau liburan, jumlah tenaga kerja
bertambah sampai 139%, yaitu mencapai 429 orang. Hal ini disebabkan permintaan tape
ketan sendiri meningkat 3-4 kali lipat dari hari-hari biasa. Namun, dengan kenaikan
50

kebutuhan tenaga kerja pun, jumlah tersebut dapat dipenuhi, sehingga dalam kegiatan
produksinya, sebanyak 84% pengusaha tidak pernah kesulitan dalam mencari tenaga
kerja. Hanya sebanyak 16% pengusaha saja yang menghadapi kesulitan memperoleh
tenaga kerja. Kesulitan yang dimaksud adalah pengusaha tersebut sampai perlu mencari
dari luar desa untuk mendapatkan tambahan tenaga kerja.
Sedangkan untuk kebutuhan tenaga kerja pada masa mendatang, perlu dilihat
bagaimana ketersediaan jumlah penduduk yang memenuhi kualifikasi tenaga kerja, yaitu
lulusan SD dan diutamakan perempuan berusia lebih dari 20 tahun.

Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Perempuan Menurut Kelompok Umur
Tahun 2007

Kelompok Umur Kecamatan Kecamatan Kecamatan


Cibeureum Cibingbin Cigugur
20-24 760 1.164 890
25-29 1.064 2.556 2.110
30-34 380 2.756 2.022
35-39 760 1.828 1.328
40-44 912 676 1.984
45-49 836 764 124
50-54 608 1.052 1.446
55-59 304 852 1.632
60-64 532 1.152 590
65-69 532 576 864
>70 760 100 1.480
Jumlah 7.448 13.476 15.570
Jumlah Penduduk Total 20.672 40.243 42.956
Sumber: Kabupaten Kuningan dalam Angka, 2007

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan yang berusia
lebih dari 20 tahun di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur mencapai 36.494
orang (35,13% dari jumlah total penduduk di ketiga kecamatan). Jumlah ini jauh lebih
besar dari jumlah kebutuhan tenaga kerja dalam usaha tape ketan yang berkisar antara
180-429 orang. Sementara ketersediaan tenaga kerja menurut kualifikasi latar belakang
pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.3
51

Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Perempuan Menurut
Ijazah Tertinggi yang Dimiliki Tahun 2007

Ijazah Tertinggi Kecamatan Kecamatan Kecamatan


yang Dimiliki Cibeureum Cibingbin Cigugur
Tidak/belum pernah sekolah 152 1.628 608
Tidak/Belum tamat SD 1.292 2.216 3.598
SD/MI 5.396 9.932 8.564
SLTP/MTs Sederajat 1.748 2.568 2.900
SLTA Sederajat 304 376 2.356
SM Kejuruan 152 100 1.146
Perguruan Tinggi 76 - 252
Jumlah 9.120 16.820 19.424
Sumber: Data Sosial Ekonomi Daerah Kab. Kuningan, 2007

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan yang
merupakan lulusan SD di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur adalah
sebanyak 23.892 orang (52,6% dari jumlah total penduduk perempuan). Di sisi lain,
jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan lebih rendah dari lulusan SD juga dapat
dilihat sebagai peluang ketersediaan tenaga kerja karena penduduk dengan pendidikan
rendah umumnya tidak memiliki keterampilan atau keahlian yang tinggi. Sementara
kualifikasi tenaga kerja usaha tape ketan tidak membutuhkan tenaga kerja dengan
pendidikan tinggi dan hanya mengutamakan keterampilan membuat tape ketan. Di lain
pihak, keterampilan tape ketan sendiri banyak dimiliki rata-rata penduduk perempuan di
wilayah kajian studi, serta mudah dipelajari bagi yang tidak pernah membuat tape ketan
sebelumnya. Dengan demikian, pekerjaan sebagai tukang pembuat tape ketan sangat
sesuai dengan karakter masyarakat lokal di wilayah kajian studi.

Tabel 4.4
Jumlah dan Ketersediaan Tenaga Kerja di Wilayah

Ketersediaan Tenaga Kerja Jumlah (orang)


Tenaga kerja usaha tape ketan pada hari-hari biasa 180
Tenaga kerja usaha tape ketan pada saat lebaran 430
Ketersediaan tenaga kerja yang sesuai kualifikasi 15.022*)
*) Data menurut BPS
Sumber: Hasil Analisis, 2008
52

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah ketersediaan tenaga kerja pada usaha
tape ketan jauh lebih besar dari kebutuhan tenaga kerja untuk masa mendatang
Ketersediaan tenaga kerja usaha tape ketan yang melimpah tidak hanya terkait dengan
mendominasinya pendudk berlatar belakang pendidikan rendah tetapi juga terkait
dengan kesempatan kerja di wilayah kajian studi juga masih rendah. Berdasarkan hasil
survei, diketahui bahwa pekerjaan tenaga kerja sebelum bekerja pada usaha tape ketan
adalah 56% bertani, 30% merupakan ibu rumah tangga, 10% merupakan pengangguran,
dan 2% bekerja serabutan. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai pembuat tape
ketan menjadi satu-satunya alternatif sumber pendapatan di luar sektor pertanian. Jadi,
pemenuhan tenaga kerja bukanlah merupakan persolan bagi usaha tape ketan.

Tabel 4.5
Dukungan Aspek Tenaga Kerja Terhadap Kemampuan Bertahan
Usaha Tape Ketan

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


Kualitas tenaga kerja, Kualifikasi yang -Keterampilan membuat
kualitas tenaga kerja dibutuhkan: tape dimiliki oleh rata-rata
yang ada sesuai dengan - keterampilan penduduk perempuan
kualifikasi yang membuat tape -Sebagian besar penduduk mendukung
dibutuhkan - pendidikan SD merupakan lulusan SD
- wanita berusia >20 th -Jumlah penduduk wanita
berusia > 20th besar
Jumlah Tenaga Kerja, Jumlah tenaga kerja: Jumlah tenaga kerja yang
jumlah tenaga kerja 180 (hari biasa) sesuai kualifikasi: mendukung
yang tersedia 429 (hari-hari ramai 15.022 orang
mencukupi untuk saat tertentu)
ini dan masa mendatang
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel di atas menunjukkan bahwa aspek tenaga kerja telah mendukung


kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek tenaga
kerja merupakan potensi bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak
pengembangan ekonomi lokal.
53

2. Modal
Salah satu kendala yang paling sering dijumpai oleh usaha kecil adalah mengenai
permodalan. Di sisi lain, keberhasilan pengembangan usaha kecil ikut ditentukan oleh
kondisi permodalannya. Dalam penelitian ini akan dikaji kondisi permodalan usaha tape
ketan dilihat dari keberadaan sumber modal, akses terhadap sumber modal, kemampuan
menjangkau suku bunga sumber modal, serta kemampuan mengakumulasikan modal.
Keberadaan Sumber Modal
Keberadaan sumber modal merupakan salah satu tolok ukur dukungan aspek
modal terhadap kemampuan bertahan usaha tape ketan. Dengan keberadaan sumber
modal yang bervariasi, maka pengusaha memiliki berbagai alternatif untuk memperoleh
sumber modal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sehingga persoalan
kesulitan modal dapat dihindari. Adapun sumber-sumber modal yang terdapat di wilayah
kajian studi dilihat pada tabel 4.6 di bawah.

Tabel 4.6
Keberadaan Lembaga Keuangan
Tahun 2006

Kecamatan Jenis Lembaga Keuangan


Bank Umum BPR Pegadaian KUD Non-KUD
Cibeureum - - - - 1
Cibingbin 1 2 - 2 -
Cigugur 1 - - - -
Sumber: Seksi Perekonomian Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur, 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Bank Umum, BPR, dan lembaga keuangan
non-KUD justru banyak terdapat di Kecamatan Cibingbin dan Cigugur yang unit usaha
tape ketannya jauh lebih sedikit dibandingkan di Kecamatan Cibeureum. Di Kecamatan
Cibeureum sendiri, hanya terdapat satu lembaga keuangan yaitu koperasi yang
merupakan lembaga keuangan non-KUD. Sementara lembaga keuangan ini sendiri tidak
berjalan efektif dan dimanfaatkan oleh para pengusaha tape ketan untuk menjadi sumber
modal. Koperasi yang berada di Kecamatan Cibeureum merupakan koperasi yang
memiliki modal sendiri. Di sisi lain, modal yang dimiliki koperasi di Kecamatan
54

Cibeureum terbatas. Selain itu, perkembangan koperasi juga sangat bergantung terhadap
kinerja para pengurus. Sementara kualitas SDM pengurus dan kelembagaan koperasi
sendiri masih rendah.
Sementara itu, menurut UU No. 25/2000 tentang Perbankan, LKM yang
dimungkinkan hanya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun pada kenyataannya,
kegiatan BPR tidak banyak berbeda dengan bank pada umumnya. Hampir semua aturan
main BPR sama dengan bank umum, sehingga keberadaan BPR sendiri yang
memungkinkan akses yang lebih mudah bagi pengusaha nyatanya tidak bisa
dimanfaatkan secara efektif.
Adapun sumber modal yang dimanfaatkan oleh para pengusaha tape ketan dapat
dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7
Sumber Modal Pengusaha Tape Ketan

No. Sumber Modal Jumlah (%)


1. Modal Sendiri 7 (28%)
2. Modal Sendiri dan Bukan Modal Sendiri 8 (32%)
Sumber Modal Jumlah (%)
Tabungan sendiri dan bank 3 (12%)
Tabungan sendiri dan pinjam saudara 1 (4%)
Tabungan sendiri dan kerjasama 4 (16%)
dengan tukang ketan
3. Bukan Modal Sendiri 10 (40%)
Sumber Modal Jumlah (%)
Bank 7 (28%)
KUD 1 (4%)
Bank dan pinjam saudara 2 (8%)
Jumlah 25 (100%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dari tabel 4.7 di atas, bisa dilihat bahwa terdapat berbagai alternatif sumber
modal yang beragam. Selain modal sendiri, sumber modal yang digunakan adalah bank,
KUD, kerja sama dengan tukang ketan dan pinjaman saudara.
Adapun alasan para pengusaha memperoleh modal dengan melakukan kerja
sama dengan tukang ketan adalah karena usaha tape ketan memanfaatkan ketan sebagai
55

bahan baku utama. Oleh karena itu, terdapat 16% pengusaha yang memperoleh modal
dengan melakukan kerja sama dengan penjual ketan.
Dari berbagai alternatif sumber modal yang ada, modal sendiri merupakan
sumber modal terbaik dari sumber modal lainnya. Dengan adanya pemanfaatan modal
sendiri, maka artinya pengusaha telah mandiri dan kemampuan bertahan yang kokoh,
serta tidak memiliki ketergantungan terhadap sumber modal lain. Namun kondisi nyata
di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha (72%) masih belum benar-
benar mampu mandiri menggunakan modal sendiri.
Akses terhadap Sumber Modal
Salah satu karakteristik usaha kecil adalah memiliki akses yang rendah terhadap
lembaga-lembaga keuangan formal. Dalam penelitian ini, aksesibilitas terhadap
permodalan dapat dilihat dari mudahnya pengusaha memenuhi syarat dan jaminan yang
ditetapkan sumber modal, serta bunga yang dapat dijangkau oleh pengusaha.

Tabel 4.8
Kemampuan Pengusaha dalam Permodalan
dan Syarat Kredit Sumber Modal

Kemampuan Pengusaha Syarat dan Ketentuan Kredit Sumber Modal


Bank
Syarat:
1. Kopi IdentitasDiri
2. NPWP
3. SIUP
Syarat: 4. TDP
Kopi IdentitasDiri Jaminan:
NPWP • Barang tidak bergerak: sertifikat rumah, tanah, dll
TDP • Barang Bergerak: kendaraan, dll
Bunga = 0,9% per bulan
Jaminan: KUD
Tidak ada jaminan Syarat:
1. Anggota
2. Aktif menabung setiap bulan
Bunga < 1% per bulan 3. Foto copy KTP
4. Besar pinjaman 3x lipat dari jumlah simpanan
Jaminan:
Sertifikat tanah/rumah/BPKB/surat berharga lainnya
Bunga = 2,5% per bulan
56

Kemampuan Pengusaha Syarat dan Ketentuan Kredit Sumber Modal


Kerja sama dengan tukang ketan
- Batas pengambilan ketan 50 kuintal
- Dibayar dalam jangka waktu 2 minggu
- Tidak ada jaminan dan bunga
Pinjam Saudara
Tidak ada syarat, jaminan, dan bunga karena
berdasarkan kekeluargaan
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Berdasarkan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh bank, maka dapat dilihat
bahwa akses permodalan pengusaha terhadap bank masih kurang mendukung. Meskipun
dari segi bunga bank telah menetapkan sebesar kurang dari 1%, namun jaminan yang
ditentukan masih memberatkan pengusaha. Hal inilah yang kemudian menyebabkan
lebih dari separuh pengusaha (52%) tidak meminjam kredit ke bank.

Tabel 4.9
Kendala Peminjaman ke Bank

Apakah Meminjam Modal ke Bank? Jumlah (%)


Ya 12 (48%)
Tidak 13 (52%)
Alasan Jumlah (%)
• Modal yang dimiliki sudah mencukupi 4 (16%)
• Tidak memiliki jaminan 9 (36%)
Jumlah 25 (100%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Ada dua alasan mengapa pengusaha tidak meminjam modal melalui bank.
Alasan paling banyak, yaitu sebanyak 36% adalah para pengusaha ini tidak memiliki
jaminan sebagai syarat peminjaman modal ke bank. Sementara sebanyak 16% mengakui
bahwa modal yang diperoleh bukan dari bank, telah mencukupi sehingga tidak perlu
meminjam uang dari bank. Jadi dapat dilihat bahwa aksesibilitas permodalan pengusaha
terhadap bank masih belum dapat mendukung.
Berdasarkan tabel 4.8 juga dapat dilihat bahwa syarat dan ketentuan peminjaman
yang ditetapkan KUD masih memberatkan dari sisi suku bunga yang tinggi. Dari 25
pengusaha yang ada, hanya terdapat satu pengusaha yang meminjam modal melalui
57

KUD di Kecamatan Cibingbin. Pengusaha yang meminjam pun berasal dari kecamatan
yang sama, sementara pengusaha yang berasal dari Kecamatan Cibeureum, tidak ada
satu pun yang memanfaatkan KUD sebagai sumber modal, meskipun di Kecamatan
Cibeureum sendiri tidak terdapat sumber modal formal selain koperasi.
Alternatif sumber modal lain yang dimanfaatkan oleh pengusaha tape ketan
adalah dengan bekerja sama dengan penjual ketan. Cara ini dimanfaatkan oleh sebanyak
4 pengusaha (16%). Meskipun tidak memberatkan dari segi jaminan dan suku bunga,
dan dilakukan hanya atas dasar kepercayaan, namun penjual ketan menetapkan batas
pengambilan ketan hanya mencapai 50 kuintal. Oleh karena itu, bentuk kerja sama
dengan tukang ketan biasanya dimanfaatkan oleh pengusaha yang jumlah produksinya
tidak terlalu besar.
Dari ketiga sumber modal lainnya, pinjam saudara memang paling tidak
memberatkan dari sisi persyaratan, jaminan, maupun bunga. Namun tentu tidak semua
pengusaha memiliki kerabat maupun saudara yang mampu meminjamkan modal untuk
usahanya. Selain itu, meminjam ke saudara juga masih dilihat lemah dari kemandirian
pengusaha. Hal ini dikarenakan sistem peminjaman kepada saudara biasanya
berdasarkan kekeluargaan dan tidak ada syarat yang mengikat. Jangka waktu
pembayaran pun biasanya tidak ditentukan dengan pasti. Berbeda dengan meminjam ke
bank yang secara tidak langsung juga dapat mendidik pengusaha untuk memiliki sistem
pembukuan dan manajemen keuangan perusahaan yang lebih baik, serta belajar
bertanggung jawab.
Akumulasi Modal
Kemampuan mengakumulasikan modal ikut menentukan kemampuan bertahan
suatu usaha. Pengusaha dikatakan mampu mengakumulasikan modalnya apabila hasil
dari penjualan yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan hidupnya serta masih dapat
ditabung untuk proses produksi selanjutnya. Berikut adalah gambaran mengenai kondisi
kemampuan mengakumulasikan modal pengusaha tape ketan.
58

Tabel 4.10
Kemampuan Mengakumulasikan Modal Pengusaha

Kemampuan Mengakumulasi Modal Jumlah (%)


• Tidak mampu menabung, laba<kebutuhan 6 (24%)
• Tidak mampu menabung, laba=kebutuhan 5 (20%)
• Mampu menabung dan mengakumulasikan modal 14 (66%)
Jumlah 25 (100%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa sebagian besar pengusaha (66%) telah
mampu mengakumulasikan modalnya. Sebanyak 20% pengusaha belum mampu
menabung untuk proses produksi selanjutnya karena pendapatan yang diperoleh baru
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya (subsistem). Sementara 24% pengusaha belum
bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari pendapatan yang diperoleh. Akibatnya,
pengusaha-pengusaha yang tidak mampu menabung dari hasil penjualan tape ketan ini
akan mencari modal kembali untuk melanjutkan usahanya. Akan tetapi, kendati belum
mampu menabung dan mengakumulasikan modalnya, pengusaha tape ketan memiliki
ketekunan usaha dan pantang menyerah sehingga masih mampu bertahan.

Tabel 4.11
Dukungan Aspek Modal Terhadap Kemampuan Bertahan
Usaha Tape Ketan

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


• Sumber modal, tersedia ada berbagai alternatif
sumber modal: modal
berbagai alternatif sumber modal baik sendiri, bank, KUD, mendukung
sumber modal yang formal maupun kerjasama dengan tukang
informal ketan, dan pinjaman
saudara
• Akses terhadap modal, syarat dan jaminan Syarat dan jaminan bank
adanya kelancaran dan mudah dipenuhi dan KUD masih Tidak
kemudahan dalam menyulitkan pengusaha mendukung
memperoleh modal
• Bunga yang rendah, Bunga yang ditetapkan
bunga yang ditetapkan Bunga <1% per bulan sumber modal selain mendukung
sumber modal dapat KUD <1%
dijangkau
• Akumulasi modal, Sebagian besar Sebanyak 66%
modal yang diperoleh pengusaha (>50%) pengusaha telah mampu mendukung
59

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


dapat terakumulasi untuk dapat menabung dan menabung dan
keberlanjutan produksi diakumulasikan untuk mengakumulasikan
proses produksi modalnya
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa aspek modal masih belum mendukung


sepenuhnya kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
aspek modal masih menjadi kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor
penggerak pengembangan ekonomi lokal.

3. Bahan Baku
Aspek selanjutnya yang ikut mempengaruhi keberlanjutan produksi yaitu bahan
baku. Dukungan bahan baku sendiri dapat dilihat dari ketersediaan bahan baku
berdasarkan jenis, jumlah, dan kontinuitasnya dan sumber bahan baku.
Jenis, Jumlah, dan Kontinuitas Bahan Baku
Bahan baku utama untuk membuat tape ketan ini adalah ketan. Jenis ketan yang
dibutuhkan biasa disebut jenis ketan ‘untuk’. Sementara bahan baku kemasan yang
dibutuhkan adalah daun jambu dan ember hitam.

Tabel 4.12
Jumlah Kebutuhan Bahan Baku

Bahan Baku Jumlah Kebutuhan Per Bulan


Ketan 36 ton
Ember Hitam 10.390 buah
Daun Jambu 1.039 karung
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Untuk bahan baku ketan, jumlah yang dibutuhkan adalah sebanyak kurang lebih
36 ton. Sementara menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan, ketersediaan ketan di
Kabupaten Kuningan mencapai 100 ton per bulan. Jadi, kebutuhan ketan dapat dipenuhi
karena jumlah ketersediaan ketan mencukupi.
Sementara kebutuhan ember sebanyak 10.390 buah, dan daun jambu adalah
1.039 karung (1 karung rata-rata digunakan untuk 10 ember). Pada dasarnya, daun
60

jambu dan ember hitam mudah diperoleh di pasar-pasar terdekat. Namun, terkadang jika
permintaan meningkat, pengusaha perlu mencari bahan baku ke luar kota.

Tabel 4.13
Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga Bahan Baku

Ketersediaan Bahan Jumlah (%) Ketersediaan Bahan Jumlah (%)


Baku Utama Baku Kemasan
• Selalu Mencukupi 22 (88%) • Selalu Mencukupi 23 (92%)
• Tidak Selalu Mencukupi 3 (12%) • Tidak Selalu Mencukupi 2 (8%)
Keterjangkauan Harga Jumlah (%) Keterjangkauan Harga Jumlah (%)
Bahan Baku Utama Bahan Baku Kemasan
• Terjangkau 24 (96%) • Terjangkau 25 (100%)
• Tidak terjangkau 1(4%) • Tidak terjangkau 0 (0%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Untuk bahan baku utama, yaitu ketan, sebanyak 88% pengusaha mengatakan
bahwa ketan mudah diperoleh dan jumlahnya selalu mencukupi untuk kebutuhan
produksi. Sementara sisanya, yaitu sebanyak 12% mengatakan bahwa bahan baku utama
ketan tidak selalu mencukupi untuk kebutuhan produksi tape ketan. Kesulitan
memperoleh ketan itu biasanya ketika musim lebaran dimana permintaan tape ketan
meningkat 3-4 kali sehingga kebutuhan ketan ikut meningkat pula.
Sementara dari sisi keterjangkauan harga, menurut 96% pengusaha, harga bahan
baku untuk pembuatan tape ketan ini masih terjangkau, dan hanya sebanyak satu
pengusaha (4%) yang merasa harga bahan baku tidak terjangkau. Adapun harga bahan
baku utama yang digunakan, yaitu ketan berkisar antara harga Rp 6.500-Rp 7.500 per
kilogram. Sementara harga bahan baku kemasan yaitu daun jambu rata-rata Rp
10.000/karung, dan harga ember hitam yaitu Rp 5.000-6.000/buah.
Sumber Bahan Baku
Sumber bahan baku ikut mempengaruhi dukungan keberlanjutan produksi.
Dikaitkan dengan tujuan penelitian ini yang berusaha mengkaji kemampuan usaha tape
ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal, maka sumber bahan baku
yang ditekankan adalah bahan baku lokal. Karena konsep dari pengembangan ekonomi
lokal itu sendiri adalah memanfaatkan segenap kemampuan lokal dalam
61

mengembangkan wilayahnya. Hal ini juga dapat melihat ketergantungan usaha tape
ketan terhadap bahan baku non-lokal.

Tabel 4.14
Sumber Bahan Baku

Bahan Baku Jumlah Lokal/Non-Lokal (%)


• Ketan Lokal 1 (4%)
Non-Lokal 24 (96%)
• Ember Non-lokal 18 (72%)
Lokal dan Non-Lokal 3 (12%)
Lokal 4 (16%)
• Daun Jambu Non-Lokal 5 (20%)
Lokal dan Non-Lokal 3 (12%)
Lokal 17 (68%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa mayoritas pengusaha (sebanyak 96%)


memanfaatkan bahan baku ketan non-lokal, dan hanya 4% saja yang memanfaatkan
bahan baku lokal. Adapun bahan baku ketan non-lokal yang digunakan berasal dari
Cirebon, Indramayu, Bogor, Brebes, Garut. Hal ini berkaitan dengan terbatasnya
produksi ketan lokal akibat terganjal oleh faktor kondisi geografis.
Sementara penggunaan ember untuk kemasan juga masih bergantung terhadap
produk non-lokal. Hal ini dapat dilihat bahwa sebanyak 72% pengusaha masih
menggunakan ember non-lokal. Ember-ember yang digunakan ini biasanya berasal dari
Cirebon ataupun Jawa Tengah (Tegal, Brebes). Untuk daun jambu, jika kebutuhan
meningkat maka pengusaha perlu mencari ke luar kota seperti Indramayu dan Jawa
Tengah untuk memenuhi kebutuhan.

Tabel 4.15
Dukungan Aspek Bahan Baku Terhadap Kemampuan Bertahan
Usaha Tape Ketan

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


• Jenis bahan baku, Utama  Ketan jenis Ketan ‘untuk’, daun
jenis bahan baku ‘untuk’ jambu, ember hitam mendukung
yang dibutuhkan Kemasan  Daun tersedia di pasar/toko,
tersedia jambu dan ember hitam dan pemasok
62

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


• Jumlah bahan Ketan (36 ton), daun Jumlah bahan baku
baku, jumlah bahan jambu (1.039 karung), utama maupun mendukung
baku yang ember (10.390 buah) pendukung yang
dibutuhkan tersedia (berlipat 3-4 kali ketika dibutuhkan tersedia
musim lebaran)
• Kontinuitas bahan Bahan baku sulit
baku, bahan baku bahan baku mudah diperoleh ketika Tidak
mudah diperoleh diperoleh kapan saja permintaan pasar mendukung
kapan saja meningkat (lebaran)
• Sumber bahan Sumber bahan baku Ketergantungan
baku, adanya yang digunakan adalah terhadap sumber bahan Tidak
pemanfaatan bahan lokal baku non-lokal tinggi mendukung
baku lokal
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa aspek bahan baku masih belum mendukung
sepenuhnya kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
aspek modal masih menjadi kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor
penggerak pengembangan ekonomi lokal.

4. Alat Produksi
Dalam hal alat produksi dan teknologi, dalam proses produksi usaha tape ketan ini
tidak dibutuhkan alat dan teknologi yang terlalu tinggi. Berikut adalah alat yang
digunakan dalam produksi tape ketan:
1. Tampah (nyiru) 6. Rak penjemuran
2. Kompor 7. Kantong Plastik
3. Panci biasa 8. Karton
4. Panci email 9. Kipas Angin
5. Sendok kayu
Jadi, dapat dilihat bahwa alat-alat produksi yang digunakan dalam pembuatan
produksi tape ketan masih menggunakan alat-alat tradisional yang sederhana. Tidak
diperlukan alat-alat produksi yang modern atau berteknologi tinggi dalam pembuatannya
karena dengan memanfaatkan alat-alat yang sederhana pun, proses produksi masih tetap
bisa berjalan. Dengan kesederhanaan alat yang dibutuhkan ini, maka pengusaha tape pun
63

dapat memenuhinya karena alat-alat yang dibutuhkan pun mudah diperoleh di pasar-
pasar lokal.
Sekalipun telah ada 2 pengusaha yang memiliki mesin pencuci beras, namun 23
pengusaha lainnya merasa penggunaan teknologi tidak mendesak sampai menghambat
proses produksi. Sebaliknya, pengusaha merasa pengolahan yang serba manual justru
lebih higienis. Penggunaan mesin ditakutkan akan mengurangi kebersihan ketan akibat
pengaruh bahan mesin tersebut. Di sisi lain, modal utama dalam membuat tape ketan
yang baik adalah kebersihan ketika mencuci ketan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
dengan pemanfaatan alat produksi yang masih sederhana pun usaha tape ketan masih
dapat berjalan secara produktif.

Tabel 4.16
Dukungan Aspek Alat Produksi Terhadap Kemampuan Bertahan
Usaha Tape Ketan

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


• Ketersediaan alat Menggunakan alat Alat produksi yang
produksi, adanya produksi: tampah (nyiru), dibutuhkan sederhana mendukung
alat produksi kompor, panci biasa, dan banyak tersedia
yang menunjang panci email, sendok kayu, sehingga mampu
proses produksi rak penjemuran, kantong dipenuhi, serta mampu
plastik, karton, kipas menunjang proses
angin produksi
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa aspek alat produksi telah mendukung


kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek alat
produksi merupakan potensi yang dimiliki usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor
penggerak pengembangan ekonomi lokal.

5. Jiwa Wirausaha dan Kemampuan Manajerial


Pemberdayaan usaha kecil menghadapi kendala berupa rendahnya kualitas
sumberdaya manusia yang tercermin dari kurang berkembangnya kewirausahaan dan
rendahnya produktivitas serta daya saing usaha kecil. Kendala itu mempengaruhi
kemampuannya dalam menciptakan dan memanfaatkan peluang usaha.
64

Jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial pengusaha dapat dilihat dari latar
belakang pendidikan pengelola, pembukuan yang rapih dan teratur, kemampuan
berinovasi, serta telah adanya pembagian tugas kerja yang jelas. Berikut adalah
gambaran kondisi jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial pengusaha tape ketan di
wilayah kajian studi.

Tabel 4.17
Kondisi Jiwa Wirausaha dan Kemampuan Manajerial
Pengusaha Tape Ketan

Pengelola Usaha Jumlah (%)


Keluarga 23 (92%)
Manajer khusus 2 (8%)
Pendidikan Terakhir Pengelola Jumlah (%)
SD 20 (80%)
SMP 1 (4%)
SMA 4 (16%)
Pembukuan yang Rapih dan Teratur Jumlah (%)
Ada 7 (28%)
Tidak ada 18 (72%)
Pengadaaan Inovasi Produk Jumlah (%)
Ada 2 (8%)
Tidak ada 23 (92%)
Pembagian Tugas Kerja yang Jelas Jumlah (%)
Ada 3 (12%)
Tidak ada 22 (88%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel di atas menunjukkan bahwa kondisi jiwa wirausaha dan kemampuan


manajerial usaha-usaha tape ketan di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin maupun
Cigugur masih rendah. Hal ini diindikasikan dari manajemen usaha yang masih
dipegang oleh pemilik sendiri atau pihak keluarga yang pendidikan terakhirnya masih
tingkat sekolah dasar. Di sisi lain, sistem kekeluargaan ini akan berpengaruh terhadap
pola manajemen yang diterapkan oleh unit usaha.
Jiwa pengusaha juga kurang inovatif terhadap pengembangan produk-produknya
karena hanya 8% pengusaha yang mengaku pernah mengadakan inovasi produk.
Sementara 92% lainnya tidak pernah melakukan pengadaan inovasi produk. Inovasi
65

produk yang pernah dilakukan adalah inovasi rasa terhadap tape ketan. Mereka mencoba
membuat tape ketan dengan berbagai rasa seperti durian, strawberry dan melon. Namun,
setelah diadakan percobaan, pengusaha tersebut mengaku hasilnya tidak terlalu
memuaskan karena rasanya tidak terlalu enak. Hanya aromanya saja yang kuat, namun
rasa buahnya sendiri tidak terlalu terasa. Rasa yang alami justru lebih enak dan lebih
terasa ‘tape’-nya. Sehingga percobaan ini dianggap gagal dan tidak pernah diterapkan
dalam produksi selanjutnya.
Selain inovasi, para pengusaha juga belum banyak yang telah memiliki
pembukuan yang rapih dan teratur. Hanya sebanyak 28% pengusaha yang memiliki
pembukuan yang rapih dan teratur, sementara sisanya yaitu sebanyak 72% mengaku
tidak memiliki pembukuan yang rapih dan teratur. Di sisi lain, pembukuan/sistem
administrasi keuangan yang baik akan membantu mengatur kepemilikan pribadi dan
perusahaan. Sehingga, investasi pribadi tidak akan bercampur dengan investasi
perusahaan. Namun, sebagian besar pengusaha masih belum memiliki pembukuan yang
baik, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pengelolaan modal. Kurangnya
kestabilan kondisi keuangan ini akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
usaha tape ketan menjadi terancam.
Sementara dari pembagian kerja, hanya 12% pengusaha yang memiliki
pembagian tugas kerja yang jelas. Sementara 88% sisanya tidak memiliki pembagian
tugas kerja yang jelas. Pembagian tugas kerja yang jelas ini dimiliki oleh unit-unit usaha
yang produktivitasnya lebih tinggi.

Tabel 4.18
Dukungan Aspek Jiwa Wirausaha dan Kemampuan Manajerial Terhadap
Kemampuan Bertahan Usaha Tape Ketan

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


• Jiwa wirausaha Sebagian besar (>75%) 8% pengusaha
pengusaha, pengusaha pengusaha memiliki jiwa pernah melakukan Tidak
memiliki jiwa wirausaha wirausaha yang inovatif inovasi produk mendukung
untuk mengembangkan dan kreatif
usahanya
• Kemampuan manajerial, Sebagian besar (>75%) - 28% pengusaha Tidak
pengusaha memiliki memiliki mendukung
66

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


pengusaha memiliki pembukuan yang rapih pembukuan yang
kemampuan manajerial rapih
yang baik Sebagian besar (>75%) - 12% pengusaha Tidak
pengusaha memiliki memiliki mendukung
pembagian tugas kerja pembagian tugas
yang jelas kerja yang jelas
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan


manajerial belum mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial masih menjadi
kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak pengembangan
ekonomi lokal.

4.1.1.2 Dukungan Pemasaran


Setelah melihat dukungan dari sisi keberlanjutan produksi, selanjutnya akan
dilihat bagaimana dukungan pemasaran terhadap kemampuan bertahan usaha tape ketan.
Dukungan pemasaran sendiri dilihat dari permintaan pasar, cara pemasaran, wilayah
pemasaran, serta akses terhadap pasar.
Permintaan Pasar
Salah satu tolok ukur dukungan pemasaran adalah usaha tape ketan mampu
memenuhi permintaan pasar dari segi kualitas, kuantitas, kontinuitas. Dari segi kualitas,
seluruh pengusaha maupun distributor tidak pernah menerima keluhan mengenai
kualitas tape ketan dari konsumen. Kualitas ini dilihat dari rasa manis yang pas serta
bentuknya yang tidak ancur ataupun keras. Jika dilihat dari segi kuantitas, karena jumlah
produksi tape ketan disesuaikan dengan permintaan pasar/pesanan, maka dapat
dikatakan pengusaha telah dapat memenuhi permintaan pasar dari segi kuantitas.
Namun, pengusaha belum bisa memenuhi permintaan pasar dari segi kontinuitas dimana
ketika musim lebaran, tape ketan mulai sulit diperoleh akibat permintaan yang sangat
tinggi. Sehingga konsumen perlu memesan dua minggu sebelum bulan puasa.
67

Cara Pemasaran
Adanya kemudahan distribusi produk merupakan salah satu tolok ukur dukungan
pemasaran terhadap kemampuan bertahan usaha tape ketan. Kemudahan distribusi dapat
ditandai dengan sistem penentuan harga dan sistem pemasaran yang diterapkan oleh
pengusaha tape ketan.

Tabel 4.19
Cara Pemasaran dan Harga Jual Produk Tape Ketan

Kecamatan Harga Jual Produk Sistem Penentuan Harga Sistem Pemasaran


Cibingbin ember besar Rp 45.000, Ditentukan sendiri Hanya dijual di tempat
(1 pengusaha) ember kecil Rp 40.000
Cigugur ember besar Rp 50.000, Ditentukan sendiri Hanya dijual di tempat
(3 pengusaha) ember kecil Rp 45.000
Cibeureum ember besar Rp 35.000, Berdasarkan kesepakatan Dijual di tempat dan
(21 pengusaha) ember kecil Rp 30.000 para pengusaha tape dititip ke toko-toko
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan harga produk di ketiga
kecamatan. Harga yang paling tinggi adalah produk tape ketan dari Kecamatan Cigugur,
disusul oleh dari Kecamatan Cibingbin. Hal ini dikarenakan pengusaha di Cigugur dan
Cibingbin hanya menjual produk tape ketan di tempat (di rumah saja), dan tidak
mendistribusikannya ke toko-toko seperti tape ketan produk Kecamatan Cibeureum. Hal
ini berkaitan dengan sistem titip yang diterapkan oleh toko-toko berisiko tinggi dapat
merugikan pengusaha. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa usaha tape ketan
memiliki modal yang terbatas dan perputaran modalnya cepat. Sehingga penetapan
sistem titip akan memperkecil margin keuntungan yang mereka peroleh.
Selain itu, persaingan dengan produk-produk dari Kecamatan Cibeureum juga
sangat ketat, sehingga mereka memilih untuk menjual di tempat saja. Hal ini
dikarenakan produk-produk dari Kecamatan Cibeureum memiliki harga yang seragam.
Seolah-olah ada peraturan tidak tertulis bagi para pengusaha tape ketan di Cibeureum
untuk tidak dapat menaikkan ataupun menurunkan harga produk seenaknya. Dari pihak
agen (toko-toko) sendiri juga lebih memilih untuk menjual produk-produk dari
Kecamatan Cibeureum karena harganya yang relatif lebih murah.
68

Meski harga jual produk dari Kecamatan Cigugur ini lebih tinggi, namun jika
dari segi produktivitas, tingkat produksi di Cigugur tidak setinggi di Kecamatan
Cibeureum. Rata-rata, pengusaha tape ketan di Kecamatan Cigugur berproduksi
sebanyak 2 kali seminggu. Sementara unit-unit usaha tape ketan di Kecamatan
Cibeureum, bisa sampai 3-5 kali seminggu, bahkan terdapat unit usaha yang telah yang
berproduksi setiap hari. Hal ini dikarenakan pemasaran produk-produk Kecamatan
Cibeureum lebih luas dibandingkan produk dari Kecamatan Cigugur dan Cibingbin.
Wilayah Pemasaran
Tolok ukur lain dari aspek pemasaran adalah adanya wilayah pemasaran yang
luas (mencapai wilayah luar Jawa Barat) dan bukan hanya sekedar dipasarkan di lokal
atau wilayah kabupaten-kabupaten tetangga saja. Dengan wilayah pemasaran yang lebih
luas, maka tingkat penjualan serta daya saing produk tape ketan sebagai ‘trade mark’
Kabupaten Kuningan dapat meningkat. Adapun gambaran mengenai wilayah pemasaran
produk tape ketan dapat dilihat pada tabel 4.20

Tabel 4.20
Wilayah Pemasaran Produk Tape Ketan

Wilayah Pemasaran Jumlah (%)


• Lokal 18 (72%)
• Lokal dan non-lokal (kabupaten tetangga) 4 (16%)
• Lokal dan non-lokal (luar Jabar) 3 (12%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dari segi wilayah pemasaran, meski sebanyak 16% pengusaha telah memasarkan
produknya sampai luar kabupaten, bahkan sebanyak 12% pengusaha telah mencapai
beberapa wilayah luar Jawa Barat, seperti Jakarta dan Brebes, namun kebanyakan
pengusaha, yaitu sebanyak 72% masih memasarkan produknya sebatas ruang lingkup
lokal saja. Keterbatasan wilayah pemasaran juga mengindikasikan bahwa permintaan
pasar (demand) produk tape ketan di luar Jawa Barat masih rendah, sehingga jika
dilakukan ekspansi pemasaran, maka kemungkinan terjadinya over supply menjadi
tinggi. Maka dari itu, dilihat dari sisi wilayah pemasaran, usaha tape ketan masih belum
memiliki kemampuan bertahan yang kokoh.
69

Akses terhadap Pasar


Lokasi suatu usaha tentu akan menentukan suatu kegiatan produksi karena
berkaitan dengan sumber input maupun toko bagi output serta akan mempengaruhi
tingkat pengeluaran dan keuntungan yang diterima. Lokasi unit usaha tape ketan ke
pasar dan toko dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.21
Jarak Unit Usaha Tape Ketan ke Pasar dan Toko

Kecamatan Jarak ke Pasar (Km)


Ps. Baru Toko Oleh-oleh Ps.Luragung Ps. Ciawi Ps. Cibingbin
Cigugur 3 4 - - -
Cibeureum 55 55 20 40 5
Cibingbin 70 70 45 65 -
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel 4.21 menunjukkan bahwa jarak lokasi usaha tape ketan ke pasar relatif
jauh, sehingga menyebabkan akses usaha ke pasar dinilai rendah. Sehingga dukungan
sarana transportasi pribadi akan sangat diperlukan. Namun, kondisi di lapangan
menunjukkan bahwa baru terdapat 8 (32%) pengusaha yang telah memiliki sarana
transportasi pribadi. Sementara sisanya (68%) hanya mengandalkan sarana transportasi
umum sehingga memerlukan ongkos transportasi yang lebih tinggi.

Tabel 4.22
Dukungan Aspek Pemasaran Terhadap Kemampuan Bertahan
Usaha Tape Ketan

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


• Permintaan pasar, Mampu memenuhi -Mampu memenuhi
mampu memenuhi permintaan pasar dari permintaan pasar dari segi mendukung
permintaan pasar segi: Kualitas, kualitas dan kuantitas
Kuantitas, Kontinuitas -Ketika lebaran, harus
dilakukan pemesanan
• Cara pemasaran, Pengusaha menerima 21 pengusaha (84%) Tidak
adanya kemudahan cash dari distributor melakukan sistem titip mendukung
distribusi produk
• Akses ke pasar, Lokasi unit usaha Lokasi unit usaha ke pasar
adanya kemudahan dekat ke sumber input dan toko relatif jauh Tidak
akses terhadap pasar maupun toko. mendukung
70

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


• Wilayah Sebagian besar 12% telah
pemasaran, (>50%) memasarkan memasarkannya sampai Tidak
jangkauan produknya sampai luar ke luar Jawa Barat mendukung
pemasaran luas Jawa Barat
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan


manajerial belum sepenuhnya mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa aspek jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial
masih menjadi kendala bagi usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak
pengembangan ekonomi lokal.

4.1.2 Kemampuan Menciptakan Lapangan Kerja


Kriteria kedua yang menunjukkan apakah suatu usaha tape ketan mampu
menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal adalah kemampuannya dalam
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal pada saat ini dan masa mendatang.
Jika usaha tape ketan telah mampu menyerap tenaga kerja lokal yang besar baik untuk
saat ini dan di masa mendatang,maka dapat dikatakan bahwa usaha tape ketan telah
mampu menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.
Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Usaha Tape Ketan
Gambaran mengenai jumlah dan asal tenaga kerja pada usaha tape ketan dapat
dilihat pada tabel 4.23 berikut.

Tabel 4.23
Asal Tenaga Kerja Usaha Tape Ketan

Asal Jumlah (%)


Hari-Hari Biasa Lebaran
Lokal 172 (95,56%) 423 (98,60%)
Keluarga 6 (4,44%) 6 (1,40%)
Jumlah 180 (100%) 429 (100%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008
71

Pada dasarnya, tenaga kerja pada usaha tape ketan seluruhnya merupakan
masyarakat lokal. Artinya, usaha tape ketan telah menjadi alternatif sumber pendapatan
serta mampu meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Namun, keterlibatan
keluarga sebagai tenaga kerja juga menunjukkan bahwa produktivitas usaha tape ketan
masih rendah. Sementara besar persentase penyerapan tenaga kerja lokal pada usaha
tape ketan dapat dilihat pada tabel 4.24 berikut.

Tabel 4.24
Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Usaha Tape Ketan

Jumlah TK Jumlah Penduduk Penyerapan


Perempuan Bekerja TK
180* 12.290 (data menurut 1,47%*
430** BPS) 3,49%**
*) jumlah tenaga kerja pada hari-hari biasa
**) jumlah tenaga kerja pada hari lebaran
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dari tabel 4.24 dapat dilihat seberapa besar penyerapan tenaga kerja lokal usaha
tape ketan yang ada di ketiga wilayah kajian studi. Angka penyerapan tenaga kerja ini
dapat diperoleh dengan menghitung persentase jumlah total tenaga kerja yang bekerja
pada usaha tape ketan dengan jumlah total penduduk perempuan yang bekerja. Pada
hari-hari biasa, penyerapan tenaga kerja usaha tape ketan adalah sebesar 1,47% dari
jumlah total penduduk perempuan yang bekerja. Sementara pada saat-saat lebaran,
penyerapan tenaga kerja meningkat sampai 3,49%.
Selain mampu menyerap tenaga kerja, bagi sebanyak 22% tenaga kerja sendiri,
bekerja di dalam usaha tape ketan juga telah menjadi pekerjaan satu-satunya. Sementara
bagi 64% tenaga kerja, bekerja di dalam usaha tape ketan merupakan pekerjaan utama.
Dari 64% tenaga kerja yang menjadikan menjadikan usaha tape ketan sebagai pekerjaan
utama, 58% memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani, dan 6% lainnya memiliki
pekerjaan sampingan sebagai peternak. Artinya, pekerjaan sebagai tukang tape ketan
telah menjadi tumpuan hidup bagi sebagian besar tenaga kerja.
72

Penyerapan Tenaga Kerja Lokal di Masa Mendatang


Jumlah penyerapan tenaga kerja lokal di masa mendatang dapat diukur dari
kecenderungan pertambahan jumlah usaha kecil yang secara lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 4.27. Menurut tabel 4.27, jumlah usaha tape ketan memang selalu mengalami
pertambahan. Namun, persentase pertumbuhannya dapat dikatakan masih rendah yaitu
3-9 usaha setiap lima tahunnya.

Sumber: Hasil Analisis, 2008


Dari gambar di atas dihitung bahwa laju pertumbuhan rata-rata jumlah usaha tape
ketan di wilayah kajian studi adalah sebesar 60% per lima tahunnya atau sekitar 12% per
tahun. Sementara itu, jumlah tenaga kerja pada usaha tape ketan sendiri berkisar antara
2-25 orang. Hal ini menunjukkan bahwa peluang peningkatan penyerapan tenaga kerja
lokal usaha tape ketan di masa mendatang masih sangat rendah.

Tabel 4.25
Dukungan Kemampuan Menciptakan Lapangan Kerja

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


Penyerapan tenaga Seluruh tenaga kerja - 95,56% lokal Mendukung
kerja lokal merupakan masyarakat lokal - 4,44% hanya keluarga
Adanya peningkatan Peningkatan penyerapan Tidak
penyerapan tenaga kerja tenaga kerja lokal rendah mendukung
lokal di masa mendatang
Sumber: Hasil Analisis, 2008
73

Tabel 4.26 menunjukkan bahwa kemampuan usaha tape ketan dalam


menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal masih belum sepenuhnya mendukung
usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.

4.1.3 Kemampuan Merangsang Pertumbuhan Kegiatan Ekonomi Baru


Kriteria ketiga yang menunjukkan apakah suatu usaha tape ketan mampu
menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal adalah mampu merangsang
pertumbuhan kegiatan ekonomi baru. Kegiatan ekonomi baru yang muncul bisa berupa
usaha sejenis (usaha-usaha tape ketan), maupun yang tidak sejenis (usaha hulu maupun
hilir dari usaha tape ketan).

4.1.3.1 Kegiatan Ekonomi Baru Sejenis


Kemampuan menciptakan usaha sejenis (usaha tape ketan) dapat dilihat dari
perkembangan usaha tape ketan dari tahun ke tahun, motivasi tenaga kerja dan
masyarakat lokal, serta dukungan masyarakatnya.
Pertumbuhan Usaha Tape Ketan
Salah satu indikator kemampuan usaha tape ketan untuk merangsang
pertumbuhan kegiatan ekonomi baru adalah tumbuhnya usaha-usaha tape ketan. Pada
kondisi nyata di lapangan, jumlah usaha tape ketan ini selalu bertambah dari tahun ke
tahun. Gambaran pertumbuhan usaha tape ketan dapat dilhat pada tabel 4.27

Tabel 4.26
Perkembangan Usaha Tape Ketan

Lama Usaha Jumlah (%)


0-5 th 6 (24%)
6-10 th 9 (36%)
11-15 th 3 (12%)
16-20 th 3 (12%)
>20 th 4 (16%)
Jumlah 25 (100%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008
74

Dari tabel 4.27 dapat dilihat bahwa usaha tape ketan berkembang sejak 10 tahun
terakhir. Unit usaha tape ketan paling pertama adalah unit usaha berdiri sejak 38 tahun
yang lalu, dan yang terbaru adalah unit usaha yang berdiri sejak dua tahun yang lalu.
Usaha tape ketan paling banyak berdiri 6-10 tahun yang lalu yaitu mencapai sebanyak 9
unit usaha (36%). Dan jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun. Meskipun tingkat
pertumbuhannya dapat dikatakan cukup rendah, namun usaha tape ketan selalu hidup
dan pertambahan ini menunjukkan bahwa usaha tape ketan masih dilihat sebagai
peluang usaha sebagai alternatif sumber pendapatan.
Motivasi Tenaga Kerja
Motivasi tenaga kerja turut menentukan kemampuan usaha tape ketan untuk
terus tumbuh dan berkembang. Jika tenaga kerja memiliki motivasi yang tinggi dalam
mendirikan usaha serupa, maka peluang tumbuh dan berkembangnya usaha tape ketan
akan semaking meningkat. Namun, dari hasil survei diperoleh keterangan bahwa
motivasi tenaga kerja dalam mendirikan usaha tape ketan masih rendah.

Tabel 4.27
Motivasi Tenaga Kerja dalam Mendirikan Usaha Tape Ketan

Keinginan Mendirikan Jumlah (%)


Usaha Tape Ketan
Ya 13 (26%)
Tidak 37 (74%)
Jumlah 25 (100%)
Alasan Ingin Mendirikan Jumlah (%)
Usaha Tape
• Jika ada modal 5 (10%)
• Menambah penghasilan 2 (4%)
• Prospek cerah 6 (12%)
Jumlah 13 (26%)
Alasan Tidak Ingin Jumlah (%)
Mendirikan Usaha Tape Ketan
• Tidak ada modal 30 (60%)
• Sudah banyak 7 (14%)
Jumlah 37 (74%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008
75

Dari tabel 4.28 dapat dilihat bahwa hanya terdapat 26% tenaga kerja yang
memiliki keinginan untuk mendirikan usaha tape ketan. Namun, sisanya yaitu sebanyak
74% tenaga kerja tidak memiliki keinginan untuk mendirikan usaha tape ketan.
Keterbatasan modal dijadikan alasan oleh sebanyak 60% tenaga kerja yang
menyebabkan rendahnya motivasi mereka dalam mendirikan usaha tape. Sementara
alasan lain yang diungkapkan tenaga kerja adalah karena jumlah usaha tape ketan sudah
cukup banyak sehingga untuk mendirikan usaha serupa, persaingannya akan terlalu
ketat.
Dukungan dan Motivasi Masyarakat
Dukungan masyarakat akan turut mempengaruhi perkembangan usaha tape ketan
di masa mendatang. Jika masyarakat mendukung dan memperoleh manfaat dari
keberadaan usaha tape ketan, maka usaha tape ketan berpotensi untuk terus semakin
bertambah. Sebaliknya, jika masyarakat tidak mendukung dan hanya memperoleh
dampak buruk, usaha tape ketan sulit untuk bisa tumbuh dan berkembang.

Tabel 4.28
Pandangan Masyarakat Lokal Mengenai Usaha Tape Ketan

Apakah Mendukung Usaha Tape Ketan? Jumlah (%)


Ya 96 (96%)
Tidak 2 (2%)
Tidak tahu 2 (2%)
Manfaat yang Dirasakan Jumlah (%)
• Sebagai sumber lapangan kerja 6 (6%)
• Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan 15 (15%)
• Mendukung usaha yang dimiliki 2 (2%)
• Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan serta 2 (2%)
mendukung usaha yang dimiliki
• Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan serta 2 (2%)
memberikan keterampilan mengolah tape ketan
• Sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan, mendukung 2 (2%)
usaha yang dimiiki dan memberikan bantuan kegiatan sosial
• Sebagai konsumen 62 (62%)
• Tidak tahu 2 (2%)
• Tidak ada 6 (6%)
• Menambah kreatifitas 1 (1%)
76

Dampak Buruk yang Dirasakan Jumlah (%)


• Sampah/limbah 1 (1%)
• Tidak ada 97 (97%)
• Tidak tahu 2 (2%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dilihat dari tabel 4.28, dukungan masyarakat terhadap usaha tape ketan yang ada
di wilayah kajian studi sangat tinggi yaitu mencapai 96%. Hanya sebanyak 2% saja yang
tidak mendukung keberadaan usaha tape ketan. Menurut masyarakat lokal, usaha tape
ketan memberikan banyak manfaat bagi mereka. Sebanyak 15% masyarakat
mengungkapkan bahwa usaha tape ketan bisa dijadikan sebagai sumber lapangan
pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat lokal. Namun, mayoritas masyarakat (62%)
merasakan manfaat keberadaan usaha tape ketan ini hanya sebagai konsumen, baik
untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijadikan oleh-oleh ketika mereka keluar kota.
Meskipun begitu, hal ini juga bisa mengindikasikan bahwa masyarakat lokal mendukung
akan adanya usaha tape ketan.
Mengenai dampak buruk yang dihasilkan, sebanyak 97% masyarakat
menyatakan bahwa tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan dengan adanya usaha
tape ketan. Hal ini berkaitan dengan proses pembuatan tape ketan sendiri yang sederhana
dan tidak menghasilkan limbah maupun polusi.
Adapun gambaran mengenai motivasi masyarakat lokal dalam mendirikan usaha
tape ketan dapat dilihat ada tabel 4.29 berikut.

Tabel 4.29
Motivasi Masyarakat Lokal dalam Mendirikan Usaha Tape Ketan

Keinginan untuk Mendirikan Jumlah (%)


Usaha Tape Ketan
Ya 37 (37%)
Tidak 61 (61%)
Tidak tahu 2 (2%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa motivasi masyarakat lokal dalam
mendirikan usaha tape ketan ini masih rendah. Hanya sebanyak 37% masyarakat yang
77

memiliki keinginan untuk menjadi pengusaha tape ketan, sementara 61% menyatakan
bahwa mereka tidak memiliki keinginan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa
meskipun usaha tape ketan mendapat dukungan dari masyarakat lokal, namun motivasi
masyarakat dan tenaga kerja dalam mendirikan usaha tape ketan yang rendah
mengindikasikan bahwa usaha tape ketan belum mampu merangsang penciptaan usaha-
usaha sejenis di masa mendatang serta belum mendukung usaha tape ketan sebagai
motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.

4.1.3.2 Kegiatan Ekonomi Baru Tidak Sejenis


Kemampuan merangsang pertumbuhan kegiatan baru dapat juga dilihat dari
keberadaan usaha-usaha yang tidak sejenis yang tumbuh sebagai bangkitan dari adanya
usaha tape ketan. Usaha-usaha tidak sejenis yang tumbuh itu bisa merupakan usaha yang
mendukung keberlanjutan proses produksi (usaha ember, petani ketan, pemasok daun
jambu) maupun yang mendukung pemasaran tape ketan (toko oleh-oleh, restoran).

Gambar 4.2
Peluang Penciptaan Usaha Tidak Sejenis

Usaha ember
Toko Oleh-Oleh
Khas Kuningan Usaha Tape
Ketan Petani ketan
Restoran
Pemasok
daun jambu

Sumber: Hasil Analisis, 2008

Gambar di atas merupakan gambaran peluang penciptaan usaha tidak sejenis


yang berpotensi tumbuh dengan adanya usaha-usaha tape ketan di wilayah kajian studi.
Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa peluang usaha-usaha tersebut belum
sepenuhnya ditangkap oleh para investor. Usaha yang tumbuh sebagai bangkitan dari
78

keberadaan usaha tape ketan adalah toko oleh-oleh khas Kuningan dan pemasok daun
jambu. Sementara usaha ember, petani ketan, serta restoran tidak tumbuh.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penggunaan bahan baku ember
dan ketan dalam usaha tape ketan masih bergantung pada produk non-lokal. Sehingga,
belum ada usaha-usaha ember maupun petani ketan yang berkembang sebagai bangkitan
dari usaha tape ketan. Lain halnya dengan daun jambu yang masih banyak menggunakan
produk lokal. Meskipun begitu, masih ada 20% pengusaha yang bergantung kepada
produk daun jambu non-lokal. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha daun jambu belum
bisa tumbuh secara optimal untuk dapat memenuhi kebutuhan usaha tape ketan.
Toko oleh-oleh sebagai sarana pemasaran produk tape ketan banyak berdiri di
kawasan-kawasan pasar, ataupun simpang jalan yang ramai dan dipadati orang. Diantara
banyak toko oleh-oleh yang berdiri, terdapat satu kawasan yang paling ramai dikunjungi
masyarakat yaitu kawasan simpang tiga Cijoho. Di sepanjang jalan tersebut dipadati
oleh toko-toko yang menjual berbagai makanan kecil, termasuk di dalamnya adalah
produk tape ketan. Keberadaan toko-toko yang menjual produk tape ketan ini adalah
merupakan usaha bangkitan yang muncul dari keberadaan usaha tape ketan.
Sementara usaha restoran sendiri belum dapat bekerja sama dengan usaha tape
ketan untuk memanfaatkan produknya. Sehingga keterkaitan usaha tape ketan dengan
restoran yang seharusnya bisa terjalin, pada kenyataannya belum bisa bekerja sama dan
saling menguntungkan.

Tabel 4.30
Dukungan Kemampuan Merangsang Pertumbuhan
Kegiatan Ekonomi Baru

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


Penciptaan Usaha - Tumbuhnya usaha- - Jumlah usaha tape ketan
Lokal Sejenis, usaha tape ketan selalu bertambah
tumbuhnya usaha- - Motivasi tenaga kerja - 74% tenaga kerja tidak
usaha lokal sejenis dalam mendirikan ingin mendirikan usaha Tidak
usaha tape ketan tinggi tape ketan mendukung
-Masyarakat - 97,7% masyarakat
mendukung dan mendukung
memiliki motivasi - 65,6% masyarakat tidak
79

Indikator Tolok Ukur Kondisi Lapangan Dukungan


mendirikan usaha tape memiliki keinginan
ketan yang tinggi mendirikan usaha tape
ketan
Penciptaan Usaha
Lokal Tidak Sejenis, - Hulu (petani ketan, Usaha-usaha lokal tidak Tidak
tumbuhnya usaha- pemasok daun jambu, sejenis yang tumbuh  mendukung
usaha lokal tidak usaha ember) toko oleh-oleh, pemasok
sejenis yang - Hilir (toko oleh-oleh, daun jambu
mendukung usaha restoran)
tape ketan
Sumber: Hasil Analisis, 2008.

Tabel 4.30 menunjukkan bahwa kemampuan usaha tape ketan dalam merangsang
pertumbuhan kegiatan ekonomi baru, baik yang sejenis maupun tidak sejenis masih
belum sepenuhnya mendukung usaha tape ketan sebagai motor penggerak
pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur.

4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Setelah dilakukan analisis mengenai kemampuan usaha tape ketan sebagai motor
penggerak pengembangan ekonomi lokal, selanjutnya dilakukan identifikasi faktor-
faktor apakah yang mempengaruhi usaha tape ketan baik yang mendukung maupun tidak
mendukung untuk mampu menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal di
Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur.

4.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Bertahan


Kemampuan bertahan usaha tape ketan dapat dilihat dari keberlanjutan produksi
maupun pemasarannya. Beberapa aspek seperti tenaga kerja dan alat produksi telah
mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan menjadi motor penggerak
pengembangan ekonomi lokal. Namun aspek lainnya yaitu modal, bahan baku, jiwa
wirausaha dan kemampuan manajerial, serta pemasaran belum sepenuhnya mendukung
dan masih menjadi kendala usaha tape ketan untuk dapat menjadi motor penggerak
pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur.
80

4.2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja


Kualifikasi tenaga kerja pada usaha tape ketan tidak memerlukan tingkat
pendidikan yang terlalu tinggi dan yang diutamakan adalah keterampilan membuat tape
ketan. Keterampilan ini sendiri bisa diperoleh tanpa harus melewati institusi-institusi
pendidikan formal seperti sekolah kejuruan, akademi, maupun universitas. Hal ini sesuai
dengan kondisi pendidikan masyarakat wilayah kajian studi yang masih rendah (sekitar
50% penduduk merupakan lulusan SD).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan aspek tenaga kerja yang
ditandai dengan mendominasinya jumlah lulusan SD adalah:
• Biaya Pendidikan Tinggi
Biaya pendidikan yang semakin tinggi menjadi alasan masyarakat untuk berhenti
sekolah. Meskipun program kompensasi BBM di bidang pendidikan (misalnya BOS, dll)
cukup meringankan, namun pada kenyataannya pungutan-pungutan sekolah masih tetap
ada. Alasan ini kemudian menyebabkan penduduk di wilayah kajian studi masih
didominasi oleh lulusan SD.
• Pola Pikir Masyarakat mengenai Pentingnya Pendidikan Masih Rendah
Selain alasan biaya pendidikan yang tinggi, pola pikir masyarakat mengenai
pentingnya pendidikan untuk menjamin masa depan mereka juga masih rendah.
Masyarakat masih berpikir sederhana dan lebih memilih menganjurkan anaknya
langsung bekerja dan memperoleh penghasilan daripada mengenyam bangku
pendidikan. Hal ini dikarenakan mereka melihat kenyataan bahwa lulusan pendidikan
tinggi pun masih banyak yang menjadi pengangguran.
• Jumlah SD Banyak
Sarana pendidikan yang tersedia di suatu wilayah akan turut mempengaruhi
tingkat pendidikan masyarakatnya. Ketersediaan sarana pendidikan di wilayah kajian
studi didominasi oleh sekolah dasar. Sementara jumlah SMP dan SMU sendiri masih
sangat terbatas. Di Kecamatan Cibeureum, sarana pendidikan yang tersedia bahkan
hanya sampai pada tingkat SMP.
81

Tabel 4.31
Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2006

Kecamatan TK SD SMP SMU Akademi/PT


Cibingbin 6 23 2 1 -
Cibeureum 3 16 2 - -
Cigugur 13 28 5 5 1
Sumber: KCD Pendidikan Kecamatan, 2007

Keterbatasan jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Cibeureum dipengaruhi


oleh statusnya yang masih merupakan kecamatan baru. Kecamatan Cibeureum
merupakan kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan Cibingbin sejak tahun
2004. Hal ini menyebabkan fasilitas-fasilitas yang ada masih terpusat di kecamatan
induknya yaitu Kecamatan Cibingbin.
Sementara dilihat dari karakter pertumbuhan Kabupaten Kuningan sendiri, secara
keseluruhan pertumbuhan di Kabupaten Kuningan masih terkonsentrasi di wilayah barat,
atau wilayah ibukota kabupaten dan sekitarnya. Di sisi lain, letak geografis Kecamatan
Cibingbin dan Cibeureum sendiri berada di wilayah paling timur Kabupaten Kuningan
dan langsung berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Kondisi ini pada akhirnya
mempengaruhi ketersediaan fasilitas-fasilitas maupun sarana dan prasarana serta
pertumbuhan Kecamatan Cibeureum dan Cibingbin tidak semaju atau sebaik di wilayah
barat.

4.2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Modal


Aspek modal belum mendukung usaha tape ketan untuk memiliki kemampuan
bertahan yang tinggi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi aspek modal belum
mendukung adalah:
• Adat Istiadat dan Proses Sertifikasi Tanah yang Rumit
Dalam mengakses modal khususnya kepada sumber modal formal, terdapat
berbagai syarat serta jaminan baik berupa barang tidak bergerak (rumah, tanah, dll)
ataupun barang bergerak (kendaran, dll). Namun, berdasarkan analisis, sebanyak 8
pengusaha (32%) tidak meminjam uang ke bank karena alasan tidak memiliki jaminan.
82

Hal ini berkaitan dengan adat istiadat dimana tanah-tanah di pedesaan umumnya belum
memiliki sertifikat karena masyarakat menganggap tanah/rumah yang mereka miliki
merupakan warisan dan tidak perlu memiliki sertifikat sebagai bukti keabsahannya.
Selain itu, akses untuk mendapatkan sertifikat tanah pada lembaga BPN juga
menyulitkan para pengusaha.
Berikut adalah prosedur untuk memperoleh sertifikat tanah/rumah:
1. Membuat surat rekomendasi hak atas tanah negara ke kantor kelurahan dan
kecamatan.
2. Tidak ada tunggakan apapun mengenai PBB (PBB telah lunas).
3. Mendaftarkan ke BPN yang akan dikenai biaya administrasi sebesar 2% dari
NJOP dan biaya untuk pengukuran.
4. Setelah SK dari BPN keluar, maka dikenai biaya bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan.
BPHTB = (Total NJOP Bumi dan Bangunan – Rp 60 juta) x 5%
5. Bukti pembayaran BPHTB yang telah lunas diserahkan ke BPN dan
selanjutnya menunggu sertifikat tanah keluar.
Dari paparan tersebut dapat dilihat bahwa prosedur sertifikasi tanah cukup
panjang serta memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sementara kemampuan mereka
sebagai pengusaha kecil tidak dapat memenuhi syarat dan ketentuan tersebut.
• Kurangnya Kepercayaan Pihak Pemberi Modal terhadap UKM
Menurut apa yang dipaparkan oleh Dinas UKM dan Koperasi, BUMN pernah
memberikan bantuan pinjaman/kredit kepada UKM-UKM yang ada di Kabupaten
Kuningan sebesar Rp 5 miliar. Namun, pada kenyataannya terjadi kredit macet sampai
>20%. Dengan kemacetan ini, BUMN kemudian menjadi ‘distrust’ untuk memberikan
bantuan modal kepada UKM-UKM di Kabupaten Kuningan, termasuk kepada para
pengusaha tape ketan.
Sementara itu, pihak bank juga sulit mempercayakan usaha kecil dalam
pemberian kredit dengan berbagai alasan, seperti usaha kurang menguntungkan, dan
risiko besar karena jaminan tidak jelas. Selain itu, berdasarkan analisis dapat dilihat
83

bahwa manajemen yang diterapkan pada usaha tape ketan adalah manajemen
kekeluargaan sehingga sistem pembukuan tidak baku (dana keluarga dan usaha kerap
bercampur). Akibatnya, laporan keuangan sulit diperiksa.
• Kurangnya Dukungan Pemerintah dalam Hal Pemberian Dana
Umumnya, kendala yang dihadapi para pengusaha adalah masalah permodalan,
tapi Disperindag dan Diskop UKM tidak bisa mengupayakan, atau tidak memiliki
wewenang untuk memberikan bantuan dana. Disperindag dan Diskop UKM hanya
berperan sebagai fasilitator. Dinas bertugas untuk melakukan pendataan UKM mana
sajakah yang layak diberi modal untuk selanjutnya direkomendasikan kepada pihak
pemberi modal seperti bank, BUMN, atau Dinas Keuangan Pusat. Di sisi lain, jumlah
UKM di Kabupaten Kuningan yang mengajukan permintaan bantuan modal sangat
banyak sehingga perlu dilakukan seleksi untuk menentukan UKM mana yang paling
layak memperoleh rekomendasi bantuan modal. Adapun bantuan dana bergulir yang
pernah diberikan dinas nyatanya tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para
pengusaha tape ketan.

Selain menghadapi faktor penghambat, aspek modal juga memiliki faktor


pendukung yaitu:
• Pengusaha Menjaga Kelangsungan Hidup Usahanya
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha tape ketan (66%)
telah mampu mengakumulasikan modalnya. Kemampuan mengakumulasikan modal
pengusaha ini berkaitan dengan status usaha tape ketan itu sendiri bagi pengusaha.

Tabel 4.32
Status Usaha Tape Ketan Bagi Pengusaha

Status Usaha Tape Ketan Jumlah (%)


Pekerjaan satu-satunya 12 (48%)
Pekerjaan Utama 12 (48%)
Pekerja sampingan 1 (4%)
Jumlah 25 (100%)
Sumber: Hasil Analisis, 2008
84

Bagi 12 pengusaha (48%) usaha tape ketan merupakan sumber penghasilan satu-
satunya. Sementara bagi 12 pengusaha lainnya (48%), usaha tape ketan menjadi sumber
penghasilan utama, di luar pekerjaan sampingan yang rata-rata merupakan petani dan
peternak. Jadi dapat dilihat bahwa usaha tape ketan telah menjadi tulang punggung
perekonomian sebagian besar pengusaha. Kondisi ini lantas mempengaruhi kegigihan
pengusaha tape ketan untuk dapat terus mengakumulasikan modalnya sehingga dapat
menjaga keberlangsungan hidup usahanya tersebut.

4.2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Bahan Baku


Sebanyak 96% pengusaha masih menggunakan bahan baku utama (ketan) non-
lokal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi ini adalah:
• Ketan Peka terhadap Hama
Pengembangan ketan memiliki kecenderungan mendatangkan hama penyakit
khususnya hama wereng yang berakibat merusak komoditas lainnya di sekelilingnya.
Tanaman ketan adalah termasuk komoditas yang peka menerima rangsangan dari luar.
• Jenis Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin
Jenis sawah yang tadah hujan menyebabkan sulitnya ditanam ketan. Sawah tadah
hujan hanya dikerjakan sekali dalam setahun sementara sawah pengairan dapat
dikerjakan dua kali selama setahun.

Tabel 4.33
Luas Lahan Sawah (Ha) dengan Irigasi
Tahun 2006

Jenis Sawah Kecamatan


Cibeureum Cibingbin
Berpengairan 622 (70,52%) 840 (56,07%)
Tadah Hujan 260 (29,48%) 658 (43,93%)
Luas 882 (100%) 1.498 (100%)
Sumber: UPTD Pertanian Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, 2007

Di sisi lain, jika dibandingkan dengan menanam padi, menanam ketan


membutuhkan waktu yang lebih lama. Jika untuk menanam padi membutuhkan waktu
85

sekitar 100 hari maka untuk ketan dibutuhkan waktu sekitar 130 hari sehingga petani
lebih memilih menanam padi yang membutuhkan waktu lebih singkat. Selain itu, sisa
waktu tanam yang dimiliki juga bisa dimanfatkan dengan menanam tanaman lainnya
seperti palawija, kacang tanah, atau jagung.
• Kondisi Mikro Kecamatan Cigugur
Kondisi mikro di Kecamatan Cigugur yang beriklim dingin menyebabkan lahan
pertanian di kecamatan tersebut lebih banyak ditanami oleh berbagai jenis sayuran.
Selain itu, bidang peternakan lebih berkembang.
• Minat Petani Menanam Ketan sangat Rendah
Dilihat dari risiko penanaman ketan yang lebih tinggi dari jenis padi biasa
dibandingkan dengan penghasilan yang akan diperoleh, serta produktivitasnya yang
rendah, maka minat petani untuk menanamam ketan di Kabupaten Kuningan sangat
rendah. Selain itu, kebutuhan ketan yang merupakan jenis beras industri jauh lebih
rendah dibandingkan padi yang merupakan makanan pokok juga membuat petani
enggan menanam ketan.

4.2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Alat Produksi


Aspek alat produksi telah mendukung usaha tape ketan untuk memiliki
kemampuan bertahan yang tinggi. Adapun faktor yang mempengaruhi aspek alat
produksi telah mendukung adalah:
• Proses Pembuatan Tape Ketan Sederhana dan Membutuhkan Alat Produksi
yang Sederhana Pula
Proses produksi tape ketan adalah produksi padat karya yang memanfaatkan
tenaga dan keterampilan manusia. Sejauh ini pemanfaatan alat produksi yang sederhana
masih mampu menunjang proses produksi dengan baik. Selain itu alat produksi yang
digunakan mudah diperoleh dan harganya terjangkau.
• Ketersediaan Tenaga Kerja yang Murah dan Melimpah
Faktor lain yang menyebabkan mendukungnya aspek alat produksi meskipun
masih sederhana adalah ketersediaan tenaga kerja yang murah dan melimpah di wilayah
86

kajian studi sehingga mendorong pengusaha untuk lebih memilih menggunakan sistem
padat karya dan menggunakan alat produksi yang sederhana.

4.2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Jiwa Wirausaha dan Kemampuan Manajerial


Aspek jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial belum mendukung usaha tape
ketan untuk memiliki kemampuan bertahan yang tinggi. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhinya adalah:
• Latar Belakang Pendidikan Pengusaha Rendah
Lemahnya kemampuan manajemen pengusaha tape ketan berkaitan dengan
pengetahuan manajemen dan tingkat pendidikan pengusaha. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar pengusaha merangkap sebagai pengelola
atau memanfaatkan jasa keluarga untuk mengelola masalah-masalah perusahaan. Di lain
sisi, latar belakang pendidikan pengelola usaha yang ada relatif masih rendah (80%
merupakan lulusan SD). Tingkat pendidikan pengusaha yang rendah selanjutnya
berdampak terhadap keterbatasan pengadaan inovasi serta pola manajemen yang
diterapkan.
Pola manajemen dan sistem pembukuan keuangan yang dimiliki mayoritas
pengusaha tape ketan masih belum teratur dan rapih. Hal ini kemudian berpengaruh
terhadap kendali keuangan yang lemah. Di sisi lain, kendali keuangan merupakan salah
satu kunci keberhasilan suatu usaha.
• Rendahnya Dukungan Pemerintah Berupa Pelatihan Kewirausahaan
Disperindag adalah lembaga pendukung pengembangan usaha kecil yang
memiliki peran sebagai perumus kebijakan pengembangan, implementasi program, dan
penyediaan fasilitas. Salah satu program-program/intervensi yang dilakukan adalah
mengadakan pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan teknologi
produksi. Namun, sejauh ini dukungan dari pemerintah terhadap para pengusaha tape
ketan yang berupa pelatihan kewirausahaan dan manajemen persahaan masih sangat
terbatas. Alasan yang dikemukakan sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu
usaha tape ketan belum menjadi prioritas pengembangan.
87

Sementara bantuan pelatihan inovasi kemasan yang pernah diberikan


Disperindag masih belum dijalankan oleh pengusaha dengan alasan inovasi kemasan
dari anyaman sebagai pengganti kemasan ember hitam memiliki keterbatasan daya tahan
untuk ditumpuk dalam jumlah yang besar. Selain itu, harga kemasan anyaman masih
lebih tinggi dibandingkan dengan harga ember hitam yang selama ini digunakan
sehingga dapat dikatakan bahwa bantuan inovasi kemasan produk masih belum efektif.
• Keterbatasan Modal Menghambat Pengadaan Inovasi
Dikaitkan dengan pengadaan inovasi, untuk memperpanjang daya tahan, tape
ketan yang sudah terlalu matang sebenarnya mampu diolah kembali menjadi dodol,
brem, dll. Namun, dalam pengolahannya diperlukan biaya tambahan seperti gula, dll.
Sementara pengusaha sendiri menerapkan pola manajemen yang tradisional serta
memiliki keterbatasan modal sehingga tidak mampu mengadakan inovasi produk tape
ketan.

4.2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Pemasaran


Aspek pemasaran belum mendukung usaha tape ketan untuk memiliki
kemampuan bertahan yang tinggi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi aspek
pemasaran belum mendukung adalah:
• Daya Tahan Produk yang Singkat
Tidak seperti makanan kecil lainnya, tape ketan memiliki daya tahan yang relatif
lebih singkat yaitu hanya sekitar satu minggu. Hal ini karena tape ketan merupakan hasil
fermentasi dari ketan. Di sisi lain, sistem pemasaran yang selama ini diterapkan adalah
sistem titip. Dengan sistem titip seperti ini, tentu merugikan pengusaha karena risiko
produk yang kembali dalam keadaan terlalu matang ditanggung sepenuhnya oleh
pengusaha. Sementara untuk pemasaran lebih jauh lagi (sampai luar Jawa Barat), juga
terbentur oleh masalah daya tahannya yang singkat. Tape ketan tidak dapat disimpan
dalam waktu lama dan perlu sering dilakukan ‘rolling’ barang. Sementara hal tersebut
menyulitkan pengusaha yang mayoritas belum memiliki kendaraan pribadi karena akan
menambah ongkos transportasi produksi. Kendala lain adalah sulit dilakukan kontrol
88

oleh pengusaha terhadap penjualan produk. Daya tahan tape ketan yang singkat menjadi
alasan sulitnya dilakukan pemasaran lebih luas.
• Tingginya Biaya Transportasi
Lokasi usaha tape ketan di Kecamatan Cibeureum berada cukup jauh dari lokasi
pasar. Jarak tempuh yang tinggi tentu akan mempengaruhi biaya transportasi, dan biaya
transportasi sendiri akan mempengaruhi biaya produksi. Dengan biaya transportasi yang
tinggi, pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual produk tape ketan itu sendiri.
Harga jual yang tinggi ini ditakutkan para pengusaha akan mempengaruhi tingkat
penjualan produk mereka. Sehingga mereka enggan menanggung risiko ‘tidak laku’ dan
lebih memilih untuk memasarkannya di wilayah lokal saja.
• Keinginan Pengusaha untuk Mempertahankan Citra sebagai ‘Makanan Khas’
Daerah Kabupaten Kuningan
Tape ketan merupakan makanan khas daerah Kabupaten Kuningan. Hal ini lantas
membuat pengusaha takut jika mereka menjualnya di daerah lain, maka ke-‘khas’-an
tape ketan ini pun akan berkurang. Karena justru ke-‘khas’-an inilah yang menarik para
konsumen untuk membeli produk tape ketan. Selain itu, keterbatasan wilayah pemasaran
juga akan menimbulkan rasa penasaran para konsumen dari luar Kuningan untuk
memperoleh produk tape ketan. Sehingga, tingkat penjualan di lokal akan lebih tinggi.
• Fasilitas yang Mendukung Pemasaran Masih Terbatas
Tape ketan merupakan makanan khas Kabupaten Kuningan yang biasa dijadikan
oleh-oleh. Karena itu, terdapat beberapa fasilitas yang mendukung pemasaran tape
ketan, diantaranya adalah tempat wisata, hotel, serta restoran. Selain didukung oleh
fasilitas hiburan, fasilitas ekonomi seperti pasar dan pertokoan juga mempengaruhi
pemasaran tape ketan.
Tempat wisata yang terdapat di Kecamatan Cigugur adalah Kolam Renang
Cigugur, Gua Maria, Taman Purbakala Cipari, Palutungan, Gunung Ciremai, Curug
Ciputri, Curug Landung, Gedung Paseban (museum/sanggar seni). Sementara di
Kecamatan Cibeureum maupun Cibingbin tidak terdapat tempat wisata.
89

Tabel 4.34
Keberadaan Sarana Produksi Pemasaran dan Persewaan
Tahun 2006

Kecamatan Pasar Pasar Tak Pasar R.Makan/Res Kelompok Hotel


Permanen Permanen Swalayan toran/Kedai Pertokoan
Cibeureum - - 1 6 - -
Cibingbin 1 - 5 - 2 -
Cigugur - - - 74 62 1
Sumber: Seksi Perekonomian Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur, 2007

Tabel 4.34 menunjukkan bahwa fasilitas yang menunjang pemasaran tape ketan
masih kurang memadai. Di Kecamatan Cibeureum, hanya terdapat sebuah pasar
swalayan dan 6 buah rumah makan yang dapat menunjang pemasaran. Sementara
fasilitas lainnya masih belum tersedia. Keterbatasan sarana pemasaran ini sendiri, seperti
telah dijelaskan sebelumnya, terkait dengan lokasi Kecamatan Cibeureum dan Cibingbin
yang berada di perbatasan dan jauh dari ibukota kabupaten.
Di lain pihak, fasilitas rumah makan dan kelompok pertokoan di Kecamatan
Cigugur masih belum dapat dimanfaatkan oleh pengusaha ketan di Cigugur untuk
menunjang pemasaran produknya, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
mereka lebih memilih untuk memasarkannya di tempat saja.
• Daya Saing Produk masih Rendah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hampir tidak ada inovasi produk
dalam usaha tape ketan, baik inovasi terhadap pengembangan produk tape ketan itu
sendiri maupun kemasannya. Pada tape ketan yang diproduksi Kabupaten Kuningan,
tape-tape ketan yang telah dibungkus oleh daun jambu air ini dikemas lagi ke dalam
ember hitam. Pengemasan ke dalam ember ini dianggap kurang menarik. Padahal,
desain kemasan juga merupakan daya pikat atau ‘iklan’ tersendiri, suatu bujukan supaya
orang tertarik untuk menikmati isinya, atau dibeli (laku).
Ketidakmampuan dalam melakukan Research and Development akan
mempengaruhi kemampuan produksi tape ketan menjadi terbatas baik dari segi kualitas
dan kuantitas. Hal ini lantas menjadikan usaha tape ketan memiliki jangkauan pasar
yang relatif terbatas dan menyebabkan daya saing produk tape ketan menjadi rendah. Di
90

sisi lain, keberadaan pesaing produk makanan dari daerah lain tentu merupakan faktor
yang perlu mendapatkan perhatian, meskipun untuk produk sejenis, usaha tape ketan
tidak memiliki pesaing. Daya saing produk yang rendah dan pemasaran yang terbatas ini
menunjukkan bahwa pengusaha tape ketan masih kurang tanggap akan situasi
persaingan dalam pasar.
• Keterbatasan Informasi Mengenai Pemasaran
Informasi merupakan sumber daya yang dapat mendukung kegiatan usaha kecil.
Informasi mengenai pemasaran bisa meliputi selera konsumen, peluang pasar, cara
promosi, serta situasi persaingan. Di sisi lain, akses pengusaha tape ketan terhadap
informasi masih minim. Keterbatasan ini mengakibatkan perluasan pasar produk tape
ketan menjadi terhambat.

4.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menciptakan Lapangan Kerja


Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa usaha tape ketan memang telah
mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat lokal. Artinya, berdasarkan kriteria
kemampuan menciptakan lapangan kerja, usaha tape ketan telah mampu menjadi motor
penggerak dalam pengembangan ekonomi lokal. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi dukungan dilihat dari penyerapan tenaga kerja lokal adalah:
• Banyak Masyarakat yang Memiliki Keterampilan Membuat Tape Ketan
Pewarisan pengetahuan/keterampilan pada usaha tape ketan tidak memerlukan
adanya suatu institusi formal tertentu. Pewarisan keterampilan membuat tape ketan
berjalan alami, dan berlangsung dari individu ke individu lain lewat interaksi sosial
dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan ini kemudian terus turun temurun sehingga
kaum ibu-ibu di Kabupaten Kuningan, khususnya di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin,
dan Cigugur rata-rata mampu membuat tape ketan.
• Masih Banyak Keluarga Miskin Sehingga Membutuhkan Pendapatan
Tambahan
Salah satu indikator kemiskinan dapat dilihat dari angka IPM. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa Kecamatan Cibeureum, dan Cibingbin merupakan
91

kecamatan dengan IPM terendah di Kabupaten Kuningan. Faktor rendahnya IPM ini
diantaranya dapat dilihat dari komponen pendidikan dan daya beli masyarakatnya.
Rendahnya pendidikan masyarakat pada wilayah kajian studi telah dijelaskan
sebelumnya. Sementara jika dilihat dari komponen daya beli, profil mata pencaharian
penduduk Kabupaten Kuningan yang sebagian besar berada di sektor pertanian (39,36%)
cukup mempengaruhi kemampuan daya beli masyarakat secara menyeluruh. Karena
produktivitas di sektor pertaniannya sendiri masih rendah, menyebabkan daya beli
masyarakatnya pun menjadi rendah. Dengan kondisi masyarakatnya ini, maka usaha
tape ketan dapat dijadikan alternatif masyarakat untuk memperoleh tambahan
pendapatan.
• Kesempatan Kerja yang Rendah
Kesempatan kerja yang rendah pada suatu wilayah salah satunya dapat ditandai
oleh keberadaan industri pada wilayah tersebut.

Tabel 4.35
Keberadaan Industri Menurut Skala
Tahun 2006

Industri
Kecamatan Besar Sedang UKM UKM Dibina Diskop PUKM
Cibingbin - - 246 738
Cibeureum - 1 198 582
Cigugur - 1 1.012 3.036
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM dan BPS Kabupaten Kuningan, 2007

Tabel 4.36 menunjukkan bahwa tidak ditemukan industri besar pada wilayah
kajian studi. Sementara industri sedang hanya terdapat di Kecamatan Cibeureum dan
Cigugur. Di sisi lain, jumlah UKM baik yang dibina maupun yang tidak dibina Dinas
Koperasi jauh lebih banyak dibandingan dengan industi besar dan sedang di ketiga
wilayah kajian studi. UKM menjadi jawaban dari sulitnya kesempatan kerja bagi
masyarakat lokal. Sementara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mayoritas
penduduk di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur merupakan lulusan SD,
dan pada umumnya, lulusan SD tidak memiliki keahlian/keterampilan yang tinggi
92

sehingga UKM seperti usaha tape ketan merupakan alternatif sumber pendapatan bagi
masyarakat lokal di tengah ketatnya persaingan dunia kerja.
Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat cukup banyak pilihan pekerjaan di
wilayah kajian studi. Selain mata pencaharian di sektor pertanian, usaha tape ketan telah
menjadi katup pengaman perekonomian bagi masyarakat lokal, terutama bagi kaum
perempuan.
Namun, jika dilihat dari peluang penyerapan tenaga kerja lokal di masa
mendatang yang masih belum mendukung, faktor penghambatnya adalah:
• Perkembangan Jumlah Usaha Tape Ketan yang Lambat
Jumlah penyerapan tenaga kerja sangat berkaitan dengan jumlah usaha tape
ketan itu sendiri. Di sisi lain, jumlah peningkatan usaha tape ketan di wilayah kajian
studi dapat dikatakan masih rendah yaitu 3-9 usaha setiap lima tahunnya. Hal ini
kemudian berpengaruh terhadap kemampuan menyerap tenaga kerja lokal di masa
mendatang yang masih rendah.

4.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Merangsang Pertumbuhan


Kegiatan Ekonomi Baru
Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa usaha tape ketan belum mampu
merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi baru, karena penciptaan usaha-usaha lokal
dari keberadaan usaha tape ketan masih rendah. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidakmampuan usaha tape ketan untuk merangsang pertumbuhan
kegiatan ekonomi baru adalah:
• Konsumen Cenderung Fanatik Terhadap Merk Tertentu
Menurut yang disampaikan oleh para pemilik toko oleh-oleh yang memasaran
produk tape ketan, konsumen umumnya cenderung memilih tape ketan yang sudah
bermerk dan terkenal. Terdapat dua merk yang paling diminati konsumen yaitu
“Pamela” dan “Sari Asih”. Kesuksesan dua unit usaha ini seharusnya bisa menjadi
pemacu tidak hanya bagi pengusaha lain, tapi juga masyarakat lokal untuk mendirikan
93

usaha serupa. Namun, pada kenyataannya, persaingan ini dianggap terlalu berisiko dan
menutup peluang mereka untuk mendirikan usaha tape ketan.
• Iklim Investasi Rendah
Iklim investasi dan bisnis yang sehat dan kondusif menjadi daya tarik untuk
menciptakan usaha-usaha baru dan kesempatan kerja yang mendorong pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Produk unggulan seperti tape ketan
hendaknya terus dipacu pertumbuhan dan kualitasnya sehingga menjadi ‘trade mark’
Kabupaten Kuningan.

Tabel 4.36
Realisasi Investasi Dalam dan Luar Neger i
Tahun 2006

Kecamatan Investasi Luar Negeri Investasi Dalam Negeri


Komitmen Realisasi % Komitmen Realisasi %
Cibeureum - - - - - -
Cibingbin - - - - - -
Cigugur - - - 500.000 500.000 100,00
Sumber: Kantor BPKMD Kabupaten Kuningan, 2007

Menurut tabel 4.37, iklim investasi di wilayah kajian studi memang dapat
dikatakan sangat rendah. Sementara penciptaan usaha-usaha baru baik yang berkaitan
maupun mendukung usaha tape ketan memerlukan dukungan dari segi investasi. Tidak
adanya investasi juga menyebabkan harga bahan baku kemasan tape ketan, yaitu ember
hitam, lebih tinggi dan tidak bisa bersaing dengan produk non-lokal.
Sementara kesulitan lainnya yang dihadapi dalam menciptakan usaha-usaha tidak
sejenis juga sangat terkait dengan keterbatasan persediaan bahan baku lokal yang telah
dijelaskan sebelumnya.

4.3 Penutup
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa aspek tenaga kerja dan alat produksi
telah mendukung kemampuan bertahan usaha tape ketan. Namun, aspek modal, bahan
baku, serta jiwa wiausaha dan kemampuan manajerial masih belum mendukung karena
94

masih menghadapi kendala. Sehingga dapat dikatakan kemampuan bertahan usaha tape
ketan masih kurang mendukung usaha tape ketan sebagai motor penggerak
pengembangan ekonomi lokal.
Usaha tape ketan telah mampu menyerap sumber daya manusia lokal sebagai
tenaga kerja. Namun, untuk tenaga kerja lokal di masa mendatang, tingkat
penyerapannya masih rendah. Maka dapat dikatakan bahwa dilihat dari kemampuan
menciptakan lapangan kerja masih kurang mendukung usaha tape ketan untuk dapat
menjadi motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.
Sementara penciptaan usaha-usaha baru baik yang sejenis maupun yang tidak
sejenis sebagai bangkitan dari keberadaan usaha tape ketan masih rendah. Sehingga jika
dilihat dari kemampuan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi baru yang tidak
mendukung, usaha tape ketan dapat dikatakan belum mampu menjadi motor penggerak
pengembangan ekonomi lokal.

Anda mungkin juga menyukai