Masa anak anak adalah saat yang penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
seseorang. Indikator terbaik untuk melihat baik tidaknya kehidupan seorang anak adalah melalui
pertumbuhannya. Apabila kebutuhan anak untuk tumbuh dan berkembang tidak terpenuhi,
pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan mengalami hambatan salah satunya dalam
perkembangan seksual maupun pertumbuhan linear. Masalah kekurangan gizi yang mendapat
banyak perhatian akhir-akhir ini adalah masalah kurang gizi kronis dalam bentuk anak pendek atau
"stunting" (untuk selanjutnya digunakan istilah "anak pendek"), kurang gizi akut dalam bentuk anak
kurus ("wasting"). Kemiskinan dan rendahnya pendidikan dipandang sebagai akar penyebab
kekurangan gizi.
Dari data Riskesdas di Indonesia sendiri pada tahun 2018 sebenarnya telah menunjukkan tren
positif perbaikan dalam interval 5 tahun (2013-2018) dengan penurunan status gizi buruk dan gizi
kurang pada balita yang awalnya 19,6% menjadi 17,7% dan status gizi sangat pendek dan pendek
pada balita yang awalnya 37,2% menjadi 30,8%. Namun dari penyajian data tersebut juga terlihat
sangat kontras kesenjangan diantara Provinsi. Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan proporsi status
gizi buruk dan gizi kurang balita sebesar 13%, sementara Nusa Tenggara Timur cukup terpaut lebih
tinggi dengan angka 29,5%, Provinsi DKI Jakarta menunjukkan proporsi status gizi sangat pendek
dan pendek balita sebesar 17,7%, sementara Nusa Tenggara Timur 42,6%. Sedangkan Proporsi status
gizi sangat pendek dan pendek pada baduta di Indonesia sebesar 29,9%, angka tersebut masih diatas
dari target RPJMN 2019 yaitu 28%.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai program penanggulangan
gizi buruk yang ada di Puskesmas khususnya Puskesmas Salembaran Jaya, dan melakukan evaluasi
terhadap program tersebut. Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu upaya dalam
meningkatkan kinerja puskesmas dalam menangani masalah gizi masyarakat, serta membantu
mencegah dan menangani masalah gizi di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana keberhasilan program penanggulangan Gizi Buruk di Puskesmas
Salembaran Jaya pada periode tahun 2019?
1.3. Tujuan
Mengetahui tingkat keberhasilan program penanggulangan Gizi di Puskesmas
Salembaran Jaya pada periode tahun 2019.
1.4. Manfaat
Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan pembelajaran untuk mengaplikasikan ilmu mengenai evaluasi
program.
Bagi Puskesmas
Menjadi bahan masukan dalam mencapai keberhasilan program penanggulangan
Gizi Buruk di Puskesmas Salembaran Jaya
Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai program penanggulangan Gizi Buruk.
Bagi Institusi
Data ini dapat digunakan sebagai informasi dalam upaya menanggulangi masalah gizi buruk
di Indonesia.
BAB II
PROFIL PUSKESMAS
2.1. Geografi
Puskesmas Salembaran Jaya adalah salah satu puskesmas yang terletak di wilayah
Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, mempunyai luas wilayah 2.968.336
Ha (29.683 Km2), terdiri dari luas daratan 1.632.820 Ha dan Laut 1.200.364 Ha dengan ketinggian
dari permukaan laut 2-3 meter dengan curah hujan rata-rata 24 mm/tahun. Jarak dari Ibukota
Kabupaten Tangerang sekitar 16 Km.
Batas-batas wilayah Kecamatan Kosambi adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Laut Jawa
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tangerang
Sebelah Timur berbatasan dengan Jakarta Utara
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga
Wilayah kerja Puskesmas Salembaran Jaya berada di wilayah Kecamatan Kosambi bagian
utara yang terdiri dari 1 Kelurahan 4 desa binaan yaitu Kel. Salembaran Jaya, Desa Salembaran
Jati, Belimbing, Rawa Burung, Rawa Rengas.
2.2. Demografi
Jumlah penduduk di wilayah UPT Puskesmas Salembaran Jaya tahun 2019 yaitu
75.209 Jiwa yang terdiri dari 38.476 laki-laki dan 36.733 perempuan. Secara administrasi
Puskesmas Salembaran Jaya mempunyai wilayah kerja 4 Desa 1 Kelurahan.
75+ 247 204
70 - 74 328 310
65 - 69 487 514
60 - 64 954 809
55 - 59 1206 1,179
50 - 54 2081 1,769
45 - 49 2103 2,321
40 - 44 2591 2,762
35 - 39 2984 2,980
30 - 34 3329 3,209
25 - 29 3725 3,511
20 - 24 3779 3,412
15 - 19 3503 3,546
10 - 14 3452 3,290
5-9 3829 3,467
0-4 3743 3,585
5000 4000 3000 2000 1000 0 1000 2000 3000 4000 5000
PEREMPUAN LAKI-LAKI
2) Lingkungan
Lingkungan yang mendukung gaya hidup bersih juga berperan dalam peningkatan derajat
kesehatan. Kesehatan lingkungan yang tidak baik akan berdampak terhadap kesehatan
penduduk yang pasti akan berakibat menurunnya produktivitas penduduk dalam kegiatan
ekonomi.
3) Genetik
Banyak penyakit-penyakit yang dapat dicegah, namun sebagian ada yang tidak dapat
dihindari, seperti penyakit bawaan atau keturunan.
4) Pelayanan Kesehatan
Ketersediaan fasilitas dengan mutu pelayanan yang baik akan mempercepata terwujudnya
derajat kesehatan masyarakat. Namun harus ditunjang dengan ketersediaan tenaga
kesehatan yang cukup berkompeten pada bidangnya.
b. Ekonomi
Melihat banyaknya penduduk miskin diwilayah kerja Puskesmas Salembaran Jaya akan
mempengaruhi derajat kesehatan, karena dari penduduk 75.209 yang miskin 24.963
(33,20%).
c. Pendidikan
Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Pendidikan
merupakan sarana yang digunakan oleh seorang individu agar nantinya mendapat
pemahaman terkait kesadaran kesehatan. Seseorang yang mendapat proses pendidikan
yang baik dan mendapat pengetahuan kesehatan yang cukup maka ia juga akan
mempunyai tingkat kesadaran kesehatan yang baik pula. Dengan begitu maka diharapkan
pada nantinya orang tersebut akan menerapkan pola hidup sehat dalam hidupnya dan bisa
menularkannya ke orang-orang di sekitarnya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Epidemiologi
Gizi kurang dan Gizi buruk merupakan salah satu permasalah yang ada di Indonesia. Dari
data Riskesdas di Indonesia sendiri pada tahun 2018 menunjukkan tren positif perbaikan dalam
interval 5 tahun (2013-2018) dengan penurunan status gizi buruk dan gizi kurang pada balita yang
awalnya 19,6% menjadi 17,7% dan status gizi sangat pendek dan pendek pada balita yang awalnya
37,2% menjadi 30,8%. Namun dari penyajian data tersebut juga terlihat sangat kontras kesenjangan
diantara Provinsi. Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan proporsi status gizi buruk dan gizi kurang
balita sebesar 13%, sementara Nusa Tenggara Timur cukup terpaut lebih tinggi dengan angka 29,5%,
Provinsi DKI Jakarta menunjukkan proporsi status gizi sangat pendek dan pendek balita sebesar
17,7%, sementara Nusa Tenggara Timur 42,6%. Sedangkan Proporsi status gizi sangat pendek dan
pendek pada baduta di Indonesia sebesar 29,9%, angka tersebut masih diatas dari target RPJMN
2019 yaitu 28%.
G AMBAR 3. 1 P ROPOSI S TATUS G IZI B URUK DAN G IZI K URANG PADA B ALITA ,
RISKESDAS 2018
3.2. Definisi
Gizi Buruk adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi sangat kurus, disertai
atau tidak edema pada kedua punggung kaki, berat badan menurut panjang badan atau berat badan
dibanding tinggi badan kurang dari -3 standar deviasi dan/atau lingkar lengan atas kurang dari 11,5
cm pada Anak usia 6-59 bulan.
Gizi Kurang adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi kurus, berat badan
menurut panjang badan atau tinggi badan kurang dari -2 sampai dengan -3 standar deviasi, dan/atau
lingkar lengan 11,5-12,5 cm pada Anak usia 6-59 bulan.
Intervensi gizi dan kesehatan merupakan pelayanan gizi dan kesehatan yaitu pelayanan
perorangan dalam rangka mencegah timbulnya gizi kurang di masyarakat.
3.3. Tujuan
Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada balita. Ada
dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan, yaitu pelayanan perorangan dalam rangka menyembuhkan
dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk, dan pelayanan masyarakat yaitu dalam rangka
mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat. Dan Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada
anak balita (persen) 19,6 tahun 2013 menjadi 17,0 pada tahun 2019.
3.5. Kebijakan
1. Mengingat besaran dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah Indonesia dan
dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan penanggulangan gizi
buruk merupakan program nasional, sehingga perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah.
2. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan komprehensif,
dengan mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan, yang didukung upaya
pengobatan dan upaya pemulihan. (Bagan 1- lampiran).
3. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten/kota secara terus
menerus, dengan koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi masyarakat.
4. Penanggulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demokratis dan transparan
melalui kemitraan di tingkat kabupaten/kota antara pemerintahan daerah, dunia usaha dan
masyarakat.
5. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan
kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan dalam proses pengambilan
keputusan. Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku/pelaksana,
melakukan advokasi dan melakukan pemantauan untuk peningkatan pelayanan publik.
3.6. Strategi
1. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota di
Indonesia, sesuai dengan kewenangan wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah.
2. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan
keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara
dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi Posyandu
3. Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen dan melakukan tatalaksana gizi
buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui
revitalisasi Puskesmas
4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui
pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI dan makanan
tambahan
5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang
makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat
6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha dan
masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga
untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang
7. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui revitalisasi
SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian
data SKDN yaitu (S)emua balita mendapat (K)artu menuju sehat, (D)itimbang setiap bulan
dan berat badan (N)aik, data penyakit dan data pendukung lainnya
3.7. Kegiatan
1. Pelatihan/orientasi petugas Puskesmas, petugas sektor lain dan kader yang berasal
dari masyarakat
4. Penyediaan sarana terutama dacin, KMS/Buku KIA, panduan Posyandu, media KIE,
sarana pencatatan
6. Penyediaan modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan
mendorong partisipasi swasta.
10. Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas perawatan
11. Perawatan/pengobatan gratis di Rumah Sakit dan Puskesmas balita gizi buruk dari
keluarga miskin
12. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6- 23 bulan dan
PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga
miskin
16. Melakukan kampanye secara bertahap, tematik menggunakan media efektif terpilih
Indikator masalah gizi adalah indikator yang digunakan untuk menilai besaran masalah
gizi yang terjadi di satu wilayah. Indikator masalah gizi terdiri atas:
a. Persentase balita berat badan kurang (underweight);
1) Latar Belakang
Berat Badan Kurang merupakan masalah gizi yang bersifat umum dapat
disebabkan karena masalah kronis ataupun akut, sehingga perlu konfirmasi lebih
lanjut. Masalah Berat Badan Kurang yang terjadi lama akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan pada anak. Indikator ini sebagai indikator outcome yang
bertujuan untuk mengevaluasi dampak dari upaya program gizi yang telah
dilakukan.
2) Definisi Operasional
a. Balita adalah anak yang berumur dibawah 5 tahun ( 0 sampai 59 bulan 29 hari).
b. Berat Badan Kurang adalah kategori status gizi berdsarkan indeks Berat Badan
menurut Umur (BB/U) dengan z-score kurang dari -2 SD.
c. Persentase balita Berat Badan Kurang adalah jumlah balita dengan
kategori status gizi Berat Badan Kurang terhadap jumlah seluruh balita
yang ditimbang dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Rumus:
1) Latar Belakang
3) Ukuran Indikator
1. Latar Belakang
1) Latar Belakang
a. Remaja putri adalah remaja putri yang berusia 12-18 tahun yang
bersekolah di SMP/SMA atau sederajat.
b. Remaja putri anemia adalah remaja putri dengan kadar Hb kurang dari
12,0 g/dl.
c. Persentase remaja putri anemia adalah jumlah remaja putri anemia
terhadap jumlah remaja putri yang diperiksa dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
1) Latar Belakang
Anemia pada ibu hamil menjadi salah satu penyebab terjadinya bayi
BBLR dan pendarahan pada saat persalinan yang berujung pada kematian
ibu. Anemia sebagai indikator rendahnya kualitas kesehatan dan gizi.
2) Definisi Operasional
a. Ibu hamil anemia adalah ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari11,0
g/dl.
b. Persentase ibu hamil anemia adalahjumlah ibu hamil anemia terhadap
jumlah ibu hamil yang diperiksa dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Rumus:
1) Latar Belakang
a. Ibu hamil risiko KEK adalah ibu hamil dengan Lingkar Lengan Atas
(LiLA) kurang dari 23,5 cm.
b. Persentase ibu hamil risiko KEK adalah jumlah ibu hamil Risiko KEK
terhadap jumlah ibu hamil yang diukur LiLA dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Rumus:
Persentase
Jumlah ibu hamilrisiko KEK
Ibu Hamil = x 100%
Risiko KEK Jumlah ibu hamil yang diukur LiLA
g. Persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (berat badan kurang dari 2500 gram)
1) Latar Belakang
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu factor
determinan terjadinya masalah pendek. Indikator outcome dari kondisi gizi ibu
selama kehamilan.
2) Definisi Operasional
a. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru
lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram.
b. Persentase BBLR adalah jumlah BBLR terhadap jumlah bayi baru
lahir hidup yang ditimbang dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Indikator kinerja gizi adalah indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan
kinerja program gizi, yang meliputi:
1) Latar Belakang
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki banyak manfaat bagi bayi
dan ibu. Indikator ini bertujuan untuk mengetahui penurunan persentase ASI
Eksklusif berdasarkan kelompok umur sehingga dapat merencanakan edukasi
gizi pada saat yang tepat bagi ibu hamil dan menyusui.
2) Definisi Operasional
a. Bayi usia kurang dari 6 bulan adalah seluruh bayi umur 0 bulan 1 hari
sampai 5 bulan 29 hari
b. Bayi mendapat ASI Eksklusifkurang dari 6 bulan adalah bayi kurang dari 6
bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat,
vitamin dan mineral berdasarkan recall 24 jam.
c. Persentase bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusifadalah jumlah
bayi kurang dari 6 bulan yang masih mendapat ASI Eksklusifterhadap
jumlah seluruh bayi kurang dari 6 bulan yang direcall dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase bayi kurang dari 6 bulan yang mendapat
ASI eksklusif sesuai target.
Rumus:
1) Latar Belakang
a. Bayi usia 6 bulan adalah seluruh bayi yang telah mencapai umur 5
bulan 29 hari
b. Bayi mendapat ASI Eksklusif 6 bulan adalah bayi sampai usia 6
bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali
obat, vitamin dan mineral sejak lahir
c. Persentase bayi usia 6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah
jumlah bayi mencapai usia 5 bulan 29 hari mendapat ASI
Eksklusif 6 bulan terhadap jumlah seluruh bayi mencapai usia 5
bulan 29 hari dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase bayi usia 6 bulan yang mendapat ASI
eksklusif sesuai target.
Rumus :
Kinerja dinilai baik jika persentase ibu selama hamil mendapat 90 TTD
sesuai target.
Rumus:
Ibu hamil di Indonesia masih mengalami defisit asupan energi dan protein.
Berdasarkan hal tersebut pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil sangat
diperlukan untuk mencegah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
2) Definisi Operasional
a. Ibu hamil KEK adalah Ibu hamil dengan Lingkar Lengan Atas
(LiLA) kurang dari 23,5 cm
b. Makanan Tambahan adalah makanan yang dikonsumsi sebagai
tambahan asupan zat gizi diluar makanan utama dalam bentuk
makanan tambahan pabrikan atau makanan tambahan bahan pangan
lokal.
c. Persentase Ibu hamil KEK mendapat makanan tambahan adalah
jumlah ibu hamil KEK yang mendapatkan makanan tambahan
terhadap jumlah ibu hamil KEK yang ada dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase ibu hamil KEK mendapat makanan
tambahan sesuai target.
Rumus:
1) Latar Belakang
Di banyak negara, kurang dari seperempat anak balita usia 6-23 bulan
dengan frekuensi makan dan kriteria keragaman makanannya sesuai untuk
usianya. Berdasarkan data Survei Diet Total (SDT) tahun 2014 diketahui
bahwa lebih dari separuh balita (55,7%) mempunyai asupan energi yang kurang
dari Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan. Pemberian makanan
tambahan khususnya bagi kelompok rawan merupakan salah satu strategi
suplementasi dalam mengatasi masalah gizi.
2) Definisi Operasional
59 bulan 29 hari dengan status gizi kurus (BB/PB atau BB/TB -3 SD sampai
dengan kurang dari -2 SD).
b. Makanan Tambahan adalah makanan yang dikonsumsi sebagai
tambahan asupan zat gizi diluar makanan utama dalam bentuk
makanan tambahan pabrikan atau makanan tambahan bahan pangan
local.
c. Persentase balita kurus mendapat makanan tambahan adalah jumlah
balita kurus yang mendapat makanan tambahan terhadap jumlah
balita kurus dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase balita kurus yang mendapat makanan
tambahan sesuai target.
Rumus:
1) Latar Belakang
2) Definisi Operasional
a. Remaja Putri adalah remaja putri yang berusia 12-18 tahun yang
bersekolah di SMP/SMA atau sederajat
b. TTD adalah tablet yang sekurangnya mengandung zat besi setara
dengan 60 mg besi elemental dan 0,4 mg asam folat yang disediakan
oleh pemerintah maupun diperoleh secara mandiri
c. Remaja putri mendapat TTD adalah jumlah remaja putri yang
mendapat TTD secara rutin setiap minggu sebanyak 1 tablet.
d. Persentase remaja putri mendapat TTD adalah jumlah remaja putri
yang mendapat TTD secara rutin setiap minggu terhadap jumlah
remaja putri yang ada dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
g. Cakupan Bayi Baru Lahir yang Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
1) Latar Belakang
Kinerja dinilai baik jika persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD
sesuai dengan target
Rumus:
Jumlah bayi baru lahir hidup
Persentase
yang mendapat IMD
Jumlah bayi baru lahir = x 100%
Jumlah seluruh bayi baru lahir
yang mendapat IMD
hidup
1) Latar Belakang
3) Ukuran Indikator
Rumus:
Persentase
Jumlah balita ditimbang di suatu wilayah
Balita
= x 100%
ditimbang Jumlah Balita yang ada
i. Cakupan Balita mempunyai Buku Kesehatan Ibu Anak (KIA)/Kartu Menuju Sehat
(KMS);
1) Latar Belakang
Rumus :
Persentase Balita
Jumlah balita mempunyai buku
mempunyai = x 100%
KIA/KMS
buku KIA/KMS
Jumlah seluruh balita yang ada
1) Latar Belakang
2) Definisi Operasional
3) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika persentase balita ditimbang yang naik berat
badannya sesuai dengan target.
Rumus:
Persentase
balita tidak Jumlah balita naik berat badannya
= x 100%
naik Berat
badannya Jumlah seluruh balita yang ditimbang – (balita
k. Cakupan Balita Ditimbang yang Tidak Naik Berat Badannya Dua Kali Berturut-Turut
(2T/D)
1) Latar Belakang
Balita yang tidak naik berat badannya selama 2 bulan berturut turut harus
segera dirujuk ke puskesmas untuk mendapat pemeriksaan lanjut. Setelah
diketahui penyebabnya maka tenaga kesehatan akan memberikan intervensi
yang sesuai.
2) Definisi Operasional
3) Ukuran Indikator
Masalah balita yang tidak naik berat badannya 2 kali berturut- turut dinilai
rendah apabila persentase dibawah target
Rumus:
1) Latar Belakang
Vitamin A merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dan asupan
vitamin A dari makanan sehari-hari umumnya masih kurang. Kekurangan
Vitamin A (KVA) di dalam tubuh yang berlangsung lama menimbulkan
berbagai masalah kesehatan yang berdampak pada meningkatnya risiko
kesakitan dan kematian. Mempertahankan status vitamin A pada bayi dan anak
balita dapat mengurangi masalah kesehatan masyarakat seperti kecacingan dan
campak.
2) Definisi Operasional
a. Bayi umur 6-11 bulan adalahbayi umur 6-11 bulan yang ada di suatu
wilayah kabupaten/kota
b. Balita umur 12-59 bulan adalah balita umur 12-59 bulan yang ada di
suatu wilayah kabupaten/kota
c. Balita 6-59 bulan adalah balita umur 6-59 bulan yang ada di suatu
wilayah kabupaten/kota
d. Kapsul vitamin A adalah kapsul yang mengandung vitamin A dosis
tinggi, yaitu 100.000 Satuan Internasional (SI) untuk bayi umur 6-11
bulan dan 200.000 SI untuk anak balita 12- 59 bulan
e. Persentase balita mendapat kapsul vitamin Aadalah jumlah bayi 6-11
bulan ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul
vitamin A pada periode 6 (enam) bulan terhadap jumlah seluruh balita 6-
59 bulan dikali 100%.
3) Ukuran indikator:
Kinerja dinilai baik jika persentase balita 6-59 bulan mendapat Vitamin A
sesuai target
Rumus:
1) Latar belakang
Ibu nifas membutuhkan vitamin A karena pada saat proses melahirkan telah
kehilangan sejumlah darah sehingga berisiko mengalami kekurangan vitamin A.
Pemberian vitamin A dapat membantu menurunkan angka kematian pada ibu
dan bayi, mengurangi penyakit infeksi paska persalinan, mempercepat proses
pemulihan dan mencegah anemia.
2) Definisi Operasional
b. Ibu nifas mendapat kapsul Vitamin A adalah ibu nifas mendapat 2 kapsul
vitamin A, satu kapsul diberikan segera setelah melahirkan dan kapsul
kedua diberikan minimal 24 jam setelah pemberian pertama.
c. Kapsul Vitamin A untuk ibu nifas adalah kapsul yang mengandung
vitamin A dosis 200.000 Satuan Internasional (SI).
d. Persentase ibu nifas mendapat mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah
ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A terhadap jumlah ibu nifas yang
ada dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase ibu nifas mendapat dua kapsul vitamin A
sesuai target. Persentase ibu nifas mendapat kapsul Vitamin A
Rumus:
Persentase Ibu
Jumlah Ibu nifas dapat kapsul vit. A
nifas dapat kapsul vit. = x 100%
A
Jumlah seluruh ibu nifas
n. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul Vitamin A
1) Latar belakang
Ibu nifas membutuhkan vitamin A karena pada saat proses melahirkan telah
kehilangan sejumlah darah sehingga berisiko mengalami kekurangan vitamin A.
Pemberian vitamin A dapat membantu menurunkan angka kematian pada ibu
dan bayi, mengurangi penyakit infeksi paska persalinan, mempercepat proses
pemulihan dan mencegah anemia.
2) Definisi Operasional
b. Ibu nifas mendapat kapsul Vitamin A adalah ibu nifas mendapat 2 kapsul
vitamin A, satu kapsul diberikan segera setelah melahirkan dan kapsul
kedua diberikan minimal 24 jam setelah pemberian pertama.
c. Kapsul Vitamin A untuk ibu nifas adalah kapsul yang mengandung
vitamin A dosis 200.000 Satuan Internasional (SI).
d. Persentase ibu nifas mendapat mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah
ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A terhadap jumlah ibu nifas yang
ada dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Kinerja dinilai baik jika presentase ibu nifas mendapat dua kapsul vitamin A
sesuai target. Persentase ibu nifas mendapat kapsul Vitamin A
Rumus:
Persentase Ibu
Jumlah Ibu nifas dapat kapsul vit. A
nifas dapat kapsul vit. = x 100%
A
Jumlah seluruh ibu nifas
1) Latar belakang
b. Alat Tes Cepat Garam Beriodium (larutan uji garam beriodium) adalah
larutan yang digunakan untuk menguji kandungan Iodium dalam garam
secara kualitatif yang dapat membedakan ada/tidaknya Iodium dalam
garam melalui perubahan warna menjadi ungu.
c. Rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah seluruh
anggota rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium.
d. Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah
jumlah rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium terhadap
jumlah seluruh rumah tangga yang diperiksa dikali 100%.
e. Alat Tes Cepat Garam Beriodium (larutan uji garam beriodium) adalah
larutan yang digunakan untuk menguji kandungan Iodium dalam garam
secara kualitatif yang dapat membedakan ada/tidaknya Iodium dalam garam
melalui perubahan warna menjadi ungu.
f. Rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah seluruh anggota
rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium.
g. Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah jumlah
rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium terhadap jumlah seluruh
rumah tangga yang diperiksa dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
diperiksa
p. Cakupan Kasus Balita Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan
1) Latar Belakang
Gizi buruk secara langsung disebabkan karena kekurangan asupan dan adanya
penyakit infeksi. Gizi buruk yang berlangsung lama akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan Permenkes
Nomor 347/Menkes/IV/2008 semakin aktif surveilans gizi, maka semakin
banyak kasus yang ditemukan dan dirujuk, karena setiap gizi buruk yang
ditemukan harus segera mendapat perawatan. Indikator ini untuk melihat kinerja
akses pelayanan kesehatan.
2) Definisi Operasional
a. Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan 29 hari).
b. Kasus balita gizi burukadalah balita dengan tanda klinis gizi buruk dan
atau indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan nilai Z-score kurang dari-3
SD.
c. Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi buruk
yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan
masyarakat sesuai dengan tata laksana gizi buruk.
d. Persentase kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah
jumlah kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan terhadap jumlah
kasus balita gizi buruk yang ditemukan di suatu wilayah pada periode
tertentu dikali 100%.
3) Ukuran Indikator
Kinerja penanganan kasus balita gizi buruk dinilai baik jika seluruh balita gizi
buruk yang ditemukan mendapat perawatan.
Rumus :
2. Indikator Proses
a. Adanya proses pengumpulan data
b. Adanya proses analisis data
c. Adanya tindakan berdasarkan informasi surveilans (laporan dan umpan balik,
sosialisasi atau advokasi hasil surveilans gizi)
3. Indikator Output
a. Adanya perencanaan berbasis bukti
b. Terlaksananya advokasi kepada pemangku kepentingan
BAB IV
EVALUASI PROGRAM
PERC
PERHITUNGAN DATA DASAR TARGE CAKUP
JENIS KEGIATAN SATUAN APAI
TARGET PUSKESMAS T AN
AN
A. PERBAIKAN GIZI KELUARGA
1. Pemberian Kapsul vitamin A
Balita (12
(dosis 200.000 SI) pada balita 2 90%xJmlbalita 7083 4777 4483 93,80%
s/d 59)
x / th
2. Pembarian tablet besi ( Fe
Ibu hamil I00%xJmlbumil 1713 1713 1653 96,50%
3/90 ) pada Ibu hamil
3. Pemberian PMT Pemulihan
100% x Jml blt
balita gizi buruk pada gakin Balita 17 17 17 100%
gizbur
( BB/TB )
4. Balita naik berat badannya 80% x Jml Balita
Balita 7083 5666 5087 89,70%
( N/D ) ditimbang
5. Balita bawah garis merah Balita >1% (msk Mutu) 50 0,5%
60 % x Jml bal 0-6
6. Bayi mendapat ASI ekslusif Bayi 882 616 529 86%
bln
7. Desa dengan garam
Desa 90%xJmldesa 5 5 5 100%
beryodium baik
8. Pemberian vit A pada bufas Bufas 90%xJmlbufas 1635 1472 1439 97,70%
9. Balita gizi buruk mendapat 100% x Jml balita
Balita GiBur 17 17 17 100%
perawatan ( RJ dan RI ) ( BB/TB ) gizi buruk
Penemuan balita dengan gizi buruk didapatkan 17 anak dari seluruh wilayah
Puskesmas Salembaran Jaya pada tahun 2019, dan dilakukan evaluasi program per
bulan yang diawasi oleh Kepala Puskesmas Salembaran Jaya.
INPUT:
1. Men :
3. Method :
a) Sebagian besar penjaringan pasien gizi buruk secara pasif di Posyandu dan Puskesmas
PROSES :
1. Perencanaan : Perencanaan dilakukan oleh Penanggung jawab
program
2. Pengorganisasian : Program dilaksanakan dengan bantuan pemegang
program kesmas
3. Pelaksanaan : Edukasi terhadap bahaya gizi buruk pada masyarakat kurang, tingkat
kepatuhan kontrol pasien gizi buruk ke puskesmas kurang baik, penyuluhan ke desa belum
maksimal
LINGKUNGAN
1. Fisik : Puskesmas sulit untuk dijangkau
2. Pendidikan dan ekonomi : Tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat
masih rendah
FEEDBACK
1. Memaksimalkan edukasi mengenai gizi buruk, serta bahaya dan
penanganannya kepada masyarakat dengan meningkatkan kualitas kader,
organisasi masyarakat dan tokoh masyarakat melalui pelatihan khusus untuk
membantu mengedukasi keluarga dan masyarakat sekitar.
2. Melakukan peningkatan penjaringan ke Populasi secara aktif maupun pasif.
6. Memaksimalkan penanganan gizi buruk melalui program 1000 hari pertama kehidupan
dimulai sejak bayi dalam kandungan melalui kegiatan seperti implementasi besi folat pada
ibu hamil, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil KEK, promosi pemberian ASI
eksklusif, promosi perbaikan MPASI, serta fortifikasi zat besi dan zink untuk Balita.
Proses
Input
Tingkat kepatuhan kontrol
pasien gizi buruk kurang
Men : Pemegang program Material : Makanan
hanya satu orang bidan, tambahan dan obat-obatan
Kader masih kurang yang tersedia di puskemas
Edukasi gizi buruk kepada
masyarakat kurang
Lingkungan Feedback
Dari hasil identifikasi penyebab didapatkan beberapa penyebab ketidaksesuaian
antara keluaran program secara kualitatif dan kuantitatif adalah sebagai berikut :
Jumlah
Penyebab Masalah Konstribusi Iptek Sumber daya
(CxRxT)
Sebagian besar penjaringan kasus
gizi buruk masih dilakukan secara 5 5 4 100
pasif
Edukasi gizi buruk kepada
masyarakat kurang 5 4 3 60
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab masalah kurangnya angka
penimbangan balita disebabkan karena sebagian besar penjaringan kasus gizi buruk
masih dilakukan secara pasif serta edukasi masyarakat mengenai gizi buruk kurang
baik.
4.4. Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah program TB yang disebabkan karena kurangnya angka
penemuan kasus TB paru, kami rencanakan berdasarkan prioritas berikut :
Penyebab Masalah Cara penyelesaian masalah M I V C Jumlah
Melakukan penjaringan ke
Populasi Kunci aktif maupun
pasif
Kurangnya angka
penimbangan balita di
posyandu dan 5 5 5 3 41
4 4 3 4 12
Kegiatan Waktu
Untuk melaksanakan beberapa rencana kegiatan tersebut kami menrencanakan dengan metode
sebagai berikut :
Pos Gizi Setiap Desa :
Tempat khusus yang beroperasi di hari kerja yang berfungsi untuk tempat skrining, promotif,
hingga kuratif
SDM menggunakan kader di setiap desa dengan supervise petugas gizi puskesmas yang rutin
berkunjung juga ke Pos Gizi tersebut dalam waktu minimal 1x/minggu
Hari Gizi
Hari gizi dilakukan di setiap desa dalam waktu 1 hingga 2x dalam satu tahun
Kegiatan ini berisikan tentang edukasi dan promotif mengenai gizi hingga perlombaan
memasak masakan bergizi
Gizi Bertamu
Merupakan kegiatan skrining gizi yang dilakukan secara aktif
Petugas puskesmas beserta kader akan berkunjung ke setiap rumah untuk melakukan
pengukuran tinggi serta berat badan
Dilakukan 2x dalam satu tahun