Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH POLA ASUH ANAK TERHADAP

KEPRIBADIAN TOKOH SEONGYI DALAM FILM


PAWN
DAFFANIA ADHE KIRANA PARAMESTI/19020774051
@daffaniadkirana10@gmail.com
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA MANDARIN/UNIVERSITAS NEGERI
SURABAYA

ABSTRAK
Dilakukannya penelitian ini yaitu bertujuan untuk mengetahui apa saja
pengaruh pola asuh terhadap kepribadian tokoh Seongyi dalam Film “Pawn”.
Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan pembentukan kepribadian seorang
anak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, baik keluarga maupun masyarakat sejak
kecil. Sementara itu, pada zaman sekarang banyak peminat tentang budaya korea
terutama generasi muda, salah satunya yaitu film. Salah satu yang membuat
peneliti tertarik adalah dari film “Pawn” diceritakan tentang seorang anak kecil
yang diasuh oleh dua orang rentenir yang menjadikannya sebagai jaminan karena
ibu dari anak tersebut tidak mampu membayar tagihan. Metode simak catat atau
disebut dengan deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Sumber data
penelitian ini yaitu film “Pawn”. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
tokoh Seongyi memperlihatkan dampak atau pengaruh dari pola asuh yang ia
terima sejak kecil yang tinggal bersama orang lain dengan latar belakang seorang
rentenir, yaitu ia menjadi pribadi yang mandiri, bertanggungjawab, dan menerima
kasih sayang dari rentenir tersebut walaupun pada awalnya tidak diperlakukan
baik, sehingga ia menganggapnya seperti orangtua.

Kata Kunci : Pawn, Pola Asuh

ABSTRACT
The purpose of this research is to find out what are the effects of parenting on the
personality of Seongyi's character in the film "Pawn". This research was
conducted because based on the formation of a child's personality can be
influenced by the environment, both family and society since childhood.
Meanwhile, nowadays there are many enthusiasts about Korean culture, especially
the younger generation, one of which is film. One of the things that made the
researchers interested is that the film "Pawn" is told about a small child who is
taken care of by two moneylenders who use it as collateral because the child's
mother cannot pay the bills. The note-taking method, also known as descriptive
qualitative, was used in this study. The data source of this research is the film
"Pawn". Conclude the results of this research can be that the Seongyi character
shows the impact or influence of the upbringing he received from childhood who
lives with other people with a loan shark background, namely he becomes an
independent, responsible person, and receives love from the moneylender even
though at first not treated well, so he treats him like a parent.

Keywords : Pawn, Parenting

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan hasil curahan ide maupun pesan yang ingin
disampaikan oleh pengarang. Dalam penulisannya, sebuah karya sastra terdapat
beragam ciri keunggulan dan tingkat kualitas yakni keindahan, keorisinalan, dan
keartistikan. Bentuk dari karya sastra ada berbagai macam, seperti film, novel,
cerpen, dan lain sebagainya. Berdasarkan budaya Korea Selatan yang semakin
menjamur di kalangan muda zaman sekarang, diketahui bahwa adanya
peningkatan penikmat film asal Korea Selatan.

Dengan hal itu, peneliti ingin membuktikan apakah ada film Korea dengan
topik yang tidak biasa. Dengan meninjau bahwa banyak anak-anak pada zaman
sekarang dimana mengalami kekerasan yang tidak hanya dilakukan oleh orang
lain tetapi juga oleh orang tuanya sendiri. Selain itu, tidak sedikit kekerasan
tersebut yang menyebabkan anak menjadi memiliki trauma sehingga
mempengaruhi psikologis perkembangan mereka.

Oleh karena hal itu, peneliti tertarik untuk mengkaji ada film asal negara
Korea yang berjudul “Pawn” karya Park Ji-wan. Hal ini dikarenakan dalam film
tersebut adanya tokoh anak kecil yang begitu menginspirasi dan sangat
mengejutkan para penikmat film dengan kemampuan akting luar biasa di umur
yang masih kecil. Dalam film ini, digambarkan sosok seorang anak perempuan
yang tinggal bersama dua orang rentenir swasta hingga dewasa. Ada begitu
banyak permasalahan yang menghiasi kehidupannya, baik saat ditinggalkan
ibunya maupun saat harus tinggal dengan dua orang rentenir swasta sebagai
jaminan karena sang ibu tidak mampu membayar hutang. Dalam buku Jean Piaget
(1969 : 28) disebutkan bahwa seorang anak akan mengalami ketidaknyamanan
ketika berhadapan dengan sesuatu yang tidak dikenalnya, seperti kegelisahan
karena kehadiran orang asing di lingkungannya. Penulis naskah film Pawn sendiri
memang lebih memperlihatkan bagaimana konflik batin yang dirasakan tokoh
Seongyi lebih banyak digambarkan oleh penulis naskah hingga yang berdampak
pada psikologi perkembangannya, penggambaran kejiwaan Seongyi akibat
ditinggal di negara Korea sendirian pada umur 8 tahun pada saat itu telah menarik
begitu banyak perhatian penikmat film. Sehingga tidaklah heran apabila film
Pawn merupakan salah satu film yang membuat para pecinta film merasa antusias
sejak perilisan teaser film dan termasuk film yang paling direkoemndasikan untuk
ditonton pada tahun 2020.

Dengan hal itu, peneliti memilih untuk meneliti film tersebut untuk
mengetahui bagaimana pola asuh yang diberikan dua orang rentenir pada tokoh
Seongyi. Selain itu, peneliti juga dengan mengunakan pendekatan psikologi
perkembangan untuk meneliti dampak pola asuh yang diberikan terhadap
psikologi tokoh Seongyi dikarenakan kasus tersebut sering ditemukan di
kehidupan realita dan adanya hasrat ingin tahu yang dimiliki peneliti, bagaimana
kedua rentenir tersebut dalam mengasuh tokoh Seongyi dan apakah tokoh Seongyi
memiliki perubahan perilaku maupun kepribadian pada masa pertumbuhannya
terhadap pola asuh yang diberikan dua orang rentenir yang mana sebelumnya
bertindak kasar hingga berubah menjadi kasih sayang tersebut dapat dianalisis
dengan perspektif psikologi perkembangan. Sehingga peneliti menjadikannya
objek kajian penelitian dengan judul :

“Pengaruh Pola Asuh Anak terhadap Kepribadian Tokoh Seongyi dalam Film
Pawn”

Penelitian mengenai pengaruh pola asuh dua orang rentenir terhadap


kepribadian tokoh Seongyi dalam aspek psikologi perkembangan, maupun
penelitian mengenai sebelumnya belum pernah ditemukan seseorang yang
meneliti film ini, karena film ini terbilang masih baru yakni dirilis pada tahun
2020. Oleh karena itu, dibuatnya penelitian ini dengan kemampuan penulis sendiri
dan hasil analisis sendiri, tanpa meniru hasil penelitian sebelumnya.

KAJIAN PUSTAKA
Film sebagai Karya Sastra

Film merupakan salah satu karya sastra sebagai media komunikasi berupa
curahan emosi maupun imajinasi penulis dalam bentuk naskah dan difilmkan.
Menurut KBBI, film diartikan sebagai pembuatan potret gambar negatif yang
berasal dari selaput tipis yang terbuat dari seluloid atau gambar positif seperti
yang diperlihatkan di bioskop, dan film dapat dimaksudkan sebagai suatu lakon
atau cerita gambar hidup. Sementara itu, Baskin (2003: 4) mengemukakan bahwa
film adalah salah satu media komunikasi massa yang dibuat dari berbagai macam
teknologi dan unsur-unsur kesenian. Lebih lanjut, film sebagai suatu gambar
bergerak dengan pemanfaatan teknologi kamera, warna dan suara untuk
penyampaian pesan. Unsur-unsur dalam pembuatan gambar bergerak tersebut
memiliki sebuah pesan yang melatarbelakangi suatu cerita untuk disampaikan
kepada para penikmat film atau layar lebar (Susanto, 1982 : 60).

Menurut Effendi (1986 : 239) film dimaksudkan sebagai suatu nilai


budaya dan wadah untuk mengungkapkan mimik kesenian. Film sebagai suatu
komunikasi merupakan gabungan dari fotografis, rekaman audio, dan kesenian,
seperti seni rupa, teater, dan musik. Oleh karena itu, tidak heran apabila dalam
pembuatan film sendiri tidak pernah lepas dalam hal artistik dan teknologi.
Dengan zaman yang seiring berkembang ini, teknologi pun juga semakin canggih
dalam hal fitur maupun teknik dalam pembuatan film. Adapun dengan sebutan
CGI (Computer-Generated Imagery), yaitu penambahan efek dengan
digunakannya grafik komputer 3D, yang mana membuat hasil film menjadi terasa
lebih nyata walaupun menggunakan latar yang mungkin mustahil ada di
kehidupan nyata.

Pada hakikatnya, karya sastra merupakan hasil curahan emosi maupun


imajinasi pengarang dengan media yang berbeda. Walaupun berbentuk fiksi,
seperti drama, novel, puisi, dan cerpen, tetapi persoalan yang dicurahkan
terkadang tidak jauh dari kisah kehidupan realita atau keseharian dari pengarang.
Selain itu, pengarang juga dapat mengembangkan kisah tersebut menjadi lebih
dramatis sehingga dinikmati oleh pembaca, dan dalam penyampaiannya pun
dikemas dengan sesuatu yang berbeda serta diisi penuh nilai moral.

Menurut Damono, karya sastra menunjukkan kehidupan sastra dalam


bentuk gambar dan kehidupan itu sendiri adalah realitas sosial. Pendapat tersebut
menunjukkan bahwa dalam karya sastra, seperti novel, drama, puisi, film dan
cerpen dapat sebagai potret kehidupan dari pengarang melalui kisah-kisah maupun
tokoh dalam karya sastra yang ditampilkan.

Menurut peneliti, unsur ide pokok yang terkandung dalam karya sastra
tidak terkecuali karena yang mana menjadi landasan pembangun dan pokok
pembahasan. Karena dengan ide pokok tersebut, karya sastra yang dibuat dapat
dikembangkan sendiri oleh penulis. Sebelum tahap pembuatan film, hal utama
yang dipersiapkan adalah penulisan naskah. Dalam pembuatannya, penulis naskah
akan membuat ide pokok cerita dan terus mengembangkan cerita dari kasus utama
menjadi lebih kompleks. Pada karya sastra film, dimana hanya dengan durasi satu
jam atau lebih, cerita dikemas dengan lebih padat dibandingkan dengan drama
yang mana lebih banyak episode dan jumlah durasi yang lama sehingga alur cerita
dikemas lebih panjang dan kompleks.

Tidak hanya itu, dapat juga disimpulkan oleh peneliti bahwa film merupakan
media komunikasi massa berupa lakon gambar hidup dengan kombinasi
teknologi, kesenian, dan sastra. Dalam suatu film juga ditampilkan efek spesial
menggunakan grafik komputer dari gambar hidup yang berisi pesan dan nilai yang
ingin disampaikan oleh sutradara kepada para pecinta film.

Psikologi Perkembangan dalam Sastra

Psikologi dan sastra adalah dua jenis disiplin ilmu yang terlihat berbeda. Akan
tetapi terdapat satu kesamaan yaitu membahas manusia dan bentuk interaksinya.
Oleh karena itu, kedua hal tersebut sangat berkaitan. Hal ini disebabkan karena
karya sastra sebagai wadah atau hasil kreatifitas, ekspresi, dan imajinasi
pengarang, sedangkan psikologi sendiri dianggap membantu pengarang untuk
mengentalkan kepekaannya dalam kenyataan dan menjajaki berbagai situasi yang
belum pernah dirasakan sebelumnya. Hal ini menunjukkan psikologi digunakan
oleh pengarang untuk memilih karakter dan kejiwaan tokoh dalam cerita yang
dikisahkan, sehingga mampu mendukung jalannya cerita dan dapat
menyampaikan emosi yang ingin disampaikan pengarang.

Menurut Ratna (2009:61) bahwa pada dasarnya pendekatan psikologi sastra


memiliki hubungannya dengan tiga aspek, yaitu karya sastra, pembaca, dan
pengarang, serta lebih banyak dipertimbangkannya hubungannya dengan
pengarang beserta karya sastra. Pada hakikatnya, psikologi sastra bertujuan agar
adanya pemahaman mengenai aspek kejiwaan atau emosi yang tersampaikan
dalam suatu karya sastra. Sedangkan tokoh-tokoh diberikan pemahaman dalam
karya sastra, misalnya bahwa masyarakat dapat berubah, kontradiksi, dan
menyimpang oleh sesuatu dalam masyarakat. Terdapat dua cara dalam meneliti
psikologi sastra, yaitu dengan cara memahami teori psikologi, dianalisis dan
menentukan objek penelitian, lalu sebelum menganalisis harus memilih teori-teori
psikologi yang dianggap relevan. Oleh karena itu, psikologi sastra ialah kajian
yang menganggap karya sastra sebagai hasil sebagian aktivitas keseharian
maupun kejiwaan pengarang yang dilengkapi cipta, rasa, dan karsa.

Jenis karya sastra yang dimaksud adalah film, maka hubungannya dengan
psikologi, yakni karya sastra tersebut digambarkan sebagai aspek kejiwaan yang
ditampilkan melalui karakter tokoh. Dengan dipusatkannya perhatian tokoh
tersebut dapat dilakukannya analisis konflik jiwa yang mungkin tidak menyatu
atau tidak sesuai dengan teori psikologis yang ada. Oleh karena konflik tersebut,
maka kondisi yang menunjukkan gejala namun bersifat tersembunyi atau sengaja
disembunyikan oleh pengarang harus ditemukan oleh peneliti, yakni dengan
dimanfaatkannya berbagai teori psikologi yang dianggap cocok maupun relevan.

Dalam sebuah film, pasti terdapat konflik antartokoh dalam alur cerita.
Konflik merupakan satu bagian dalam cerita yang berperan penting dalam
pengembangan cerita. Dalam teori pengkajian fiksi, konflik diartikan sebagai
sesuatu kondisi yang bersifat tidak menyenangkan dan adanya hubungan dengan
batin atau emosi yang dialami oleh tokoh. Konflik menjadi semakin meningkat
apabila konflik terus terjadi dan disusul oleh peristiwa yang berterusan
(Nurgiyantoro, 2005:123). Film yang baik yaitu film yang mengandung nilai-nilai
karakter dalam tokoh atau peran. Setelah menonton film tersebut, para penonton
dapat meneladani dan menerapkan nilai-nilai karakter di film tersebut dalam
kesehariannya.

Dengan hal itu, dapat diketahui bahwa dalam film dapat dianalisis atau dikaji
dari segi karakter setiap tokoh dengan pendekatan psikologi, salah satunya yaitu
psikologi perkembangan, yang berarti suatu cabang ilmu psikologi yang dipelajari
dengan dilihat dari aspek kejiwaan baik dalam perkembangan maupun perubahan
sejak seseorang lahir sampai mati. Selain pendidikan dan asuhan, peningkatan
kualitas hidup dan penanganan jiwa manusia banyak diterapkan atau digunakan
dalam ilmu psikologi perkembangan (Yudrik Jahja, 2011 : 22). Jiwa dan tingkah
laku manusia yang berada dalam tahap perkembangan, dari mulai lahir sampai
mati, dengan berdasar pada perkembangan, pembelajaran, kematangan, dan
pengalaman dirumuskan sebagai pembahasan dalam ilmu psikologi
perkembangan (Elfi, 2004).

Psikologi mengkaji ilmu pengetahuan yang membahas mengenai


perkembangan kejiwaan manusia dari lahir hingga lanjut usia. Perkembangan
ditunjukkan sebagai suatu proses menuju hasil dengan adanya perubahan karena
berproses menuju ke depan sehingga situasi tidak dapat diulang kembali.
Perubahan sedikit yang terjadi pada manusia cenderung bersifat tetap namun tidak
dapat diulangi dalam perkembangannya. Hal itu dikarenakan perkembangan
ditunjukkan dengan perubahan arah sifat yang tetap dan maju (Elfi, 2014 : 18).

Ada satu studi yang menyebutkan bahwa karya sastra merupakan salah satu
kondisi kejiwaan pada seseorang (Ratna, 2004: 62). Gejala-gejala kejiwaan sering
dikaitkan dengan karya sastra hasil dari aktivitas penulis karena karya sastra
disebutkan sebagai hasil karya pengarang dengan menggunakan teori psikologi
sehingga sering disebut sebagai kajian psikologi sastra. Selain itu, Ratna (2004 :
350) juga menyebutkan apabila psikologi sastra ialah relevansi dan studi
psikologis yang dipertimbangkan dalam analisis teks, dimana menunjukkan
bahwa psikologi memiliki peran pokok dan utama dalam hal menganalisis sebuah
karya sastra yang ditinjau dari sudut pengarang, tokoh beserta karakter, maupun
pembacanya. Dengan diperhatikannya sudut tokoh-tokoh tersebut, sehingga
mampu ditemukannya poin-poin dari sudut pengarang dalam menggambarkan
perkembangan kejiwaan karakter tokoh yang terdapat dalam karya sastra. Oleh
karena itu, secara umum, peneliti mampu menyimpulkan bahwa paduan antara
psikologi dengan sastra sangat rapat dan saling berhubungan hingga dapat
menghasilkan suatu disiplin baru yang disebut Psikologi Sastra. Hal ini
membuktikan bahwa melalui pendekatan psikologi sastra, suatu karya yang diteliti
secara tidak langsung juga membahas mengenai psikologi karena karakter dan
kebatinan yang boleh jadi diceritakan secara tersimpul dalam karya sastra
tersebut.

Pola Asuh Anak

Menurut KBBI, pola berarti suatu versi, corak, mekanika, sistem, figur yang
konsisten. Sedangkan asuh berarti mengurus, merawat, mendidik, mengajar, dan
menjamah satu badan atau lembaga (KBBI, 2008).

Sedangkan menurut Shochib (1998: 14), pola seperti orang tua ketika menjadi
pendidik dan anak menjadi terdidik dengan membimbing anaknya agar bertara
dengan maksudnya, ialah untuk menunjang anak menguasai karakter yang kuat
dan membangunkan disiplin diri, dan dalam mengembangkan tersebut secara
tersirat di berbagai situasi dan keadaan.

Selain itu, menurut Morrison (2016:335), pengasuhan anak ialah dalam


melengkapi bimbingan dan pendidikan anak yang diterima dari keluarganya
diperlukan pengasuhan anak, bimbingan anak di luar rumah secara inklusif. Untuk
memenuhi beragam kebutuhan anak, program-program pengasuhan anak tersebut
ditujukan. Sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa pola asuh anak adalah
pola kolerasi antara anak dan orang tua, yang mana orang tua memberikan
stimulasi berupa pemenuhan kebutuhan, bimbingan, pendidikan, dan penanaman
nilai-nilai kedisplinan yang baik dalam tingkah laku, serta pengetahuan agar dapat
tumbuh kembang dengan baik.

Menurut Baumrind (2002 : 257-58), ada beberapa wujud pola asuh anak yang
dipraktikkan orang tua, diantaranya yaitu ada pola asuh otoriter, demokratis,
penelantaran, dan permisif. Pola asuh otoriter yakni gaya asuh dengan aturan
secara baku dan ekspektasi tinggi untuk diikuti anak tanpa syarat sehingga
berdampak pada perilaku agresif pada anak dan anak cenderung tidak berprestasi
di sekolah. Pola asuh demokratis berarti gaya asuh dengan menerapkan
pentingnya lektur antara orang tua dan anak sehingga menciptakan anak yang
percaya diri dan berani berpendapat. Pola asuh penelantaran adalah tidak adanya
campur tangan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak sehingga berdampak
pada hasil akademis maupun non akademis anak yangcenderung kurang
berprestasi. Pola asuh permisif bermakna pola asuh anak bersama gaya yang
penuh kesabaran namun berdampak pada tidak berkembangnya potensi anak
karena sering dimanjakan. Dari keempat ragam pola asuh tersebut, wujud pola
asuh demokratis adalah gaya asuh yang terlampau sempurna untuk diterapkan
oleh orang tua. Adanya perbedaan pola asuh tersebut membuktikan bahwa
masing-masing orang tua mempertuan gaya tersendiri dalam membimbing atau
membesarkan anak mereka, yang mana dapat dibedakan atau terlihat berbeda dari
bagaimana segi latar belakang orang tua itu sendiri.
Dengan perihal tersebut, terdapat sejumlah komponen yang mempengaruhi
dalam memanifestasikan instruksi pengasuhan anak, diantaranya pendidikan
orang tua, usia orang tua, pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak,
keterlibatan orang tua, dan stres orang tua. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada
beberapa poin atau hal yang mana dapat menakluki pola asuh oleh orang tua, baik
dari awal maupun berubah saat proses. Dan tiap-tiap pola asuh yang dipraktikkan
orang tua menyimpan akibat positif dan negatif. Baumrid (20002 : 97)
mengatakan bahwa pola asuh ynag diterapkan oleh orang tua memilikki dampak
posistif maupun negatif. Berdasarkan ciri khas yang dijabarkan pada pola asuh
otoriter, memberikan dampak negatif yang muncul lebih dominan pada pola asuh.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini ialah bagian dari penelitian linguistik dengan cabang kajian
pragmatik, dimana pendekatan yang digunakan ada dua, yaitu pendekatan teoretis
dan metodologis. Secara teoretis, pendekatan yang diterapkan yakni pendekatan
pragmatik. Secara metodologis, pendekatan yang dipergunakan ialah pendekatan
deskriptif kualitatif. Metode deskriptif berbasis kualitatif ini dilakukan dengan
menghubungkan objek penelitian, yakni karya sastra dengan psikologi sastra atau
disebut psikologi perkembangan. Menurut Sugiyono (2016:9) metode penelitian
kualitatif adalah metode dengan kondisi objek yang alamiah untuk diteliti dan
instrumen kuncinya adalah peneliti. Dapat penulis simpulkan bahwa metode
deskriptif kualitatif yaitu metode pengumpulan data dengan memanfaatkan data
kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif. Peniliti menggunakan metode
deskriptif kualitatif karena penelitian dilakukan dengan menganalisis karya sastra
berupa film dengan mengamati aspek tokoh, perilaku, dan lingkungannya dengan
perspektif psikologi sastra.

Sumber data penelitian ini merupakan adegan dari film Pawn yang
menunjukkan pengaruh pola asuh dari orang asing atau baru dikenal pada
perkembangan perilaku tokoh utama dalam beranjak dewasa. Data penelitian ini
berupa analisis perilaku tokoh utama pada film Pawn dengan perspektif psikologi
perkembangan.

Dalam menganalisis dengan metode tersebut akan didapati pernyataan


yang menceritakan tentang bagaimana tokoh tersebut saat lahir, bagaimana
lingkungan tokoh saat lahir, bagaimana tokoh tersebut saat sudah dewasa, apa saja
perubahan dalam diri tokoh dari kecil hingga besar saat sebelum maupun sesudah
terpengaruh oleh lingkungannya, dan apa dampak akibat diasuh oleh orang asing
sejak dini terhadap perkembangan psikologisnya. Dengan hal itu, pemaparan hasil
analisis data lebih jelas, terarah, dan lengkap.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Film yang menjadi pembahasan adalah film asal Korea yang berjudul
“Pawn”. Film ini diproduksi pada tahun 2020 dengan sutradara Kang Dae Kyu.
Film ini berlatar belakang tahun 1993 di Incheon, Korea yang menceritakan
tentang dua orang rentenir bernama Dooseok dan Jongbae yang bekerja sebagai
penagih utang dan siap melakukan apa saja demi uang. Terlihat pada scene
pertama saat kedua rentenir tersebut sedang menagih hutang pada Myung-ja, ibu
Seongyi. Namun karena Myungja tidak mampu membayar hutangnya, Dooseok
dan Jongbae lalu membawa Seongyi sebagai jaminan. Lalu Seongyi terpaksa
harus tinggal bersama mereka dan pada awalnya diperlakukan kurang baik atau
kasar. Karena saat itu Seongyi masih berumur 5 tahun yang masih membutuhkan
kasih sayang dari seorang ibu, ia menjadi rindu pada ibunya. Suatu hari, ia
memberanikan diri untuk kabur dan mencari ibunya. Namun tak disangka, dalam
perjalanan di malam hari itu Seongyi mendapati seseorang yang aneh dan seperti
ingin menculiknya. Dan tiba-tiba Dooseok muncul menyelamatkan Seongyi. Hal
itu membuat Seongyi trauma untuk pergi dengan bebas tanpa orang dewasa. Dan
sejak itulah Dooseok bersama rekannya, Jongbae menjadi lebih perhatian dan
menjaga jaminannya itu.

Suatu hari, kedua rentenir tersebut ingin mengembalikan jaminannya itu


dan ditukar dengan uang. Namun ternyata Myungja dideportasi karena ia menjadi
imigran ilegal di Korea Selatan. Hal tersebut menjadikan mereka lebih lama untuk
tinggal bersama Seongyi. Perjalanan panjang dan penuh rintangan dihadapi
Dooseok dan Jongbae karena kini harus mengurusi anak kecil. Dooseok dan
Jongbae berjanji untuk terus merawat Seongyi hingga ia diadopsi oleh orang kaya.
Namun, Seongyi turut membantu kehidupan sehari-hari serta rumah Dooseok dan
Jongbae. Hal ini membuat mereka merasa hangat saat berada di rumah.

Dooseok pun sempat mengirimkan Seongyi pergi menjauh darinya, yaitu


ia dikirimkan kepada seseorang yang membelinya, tempat tinggalnya tidak jauh
dari rumah mereka tinggal. Tanpa ia sadari, pengalaman buruk dan
menyenangkan yang dilalui keduanya terasa amat dirindukan ketika berpisah dari
Seongyi. Saat mereka ingin menjenguknya, ternyata Seongyi dijual kepada
seorang pemilik karaoke yang mana menjadikan Seongyi seperti pelayan dan
diperlakukan kasar. Dan nomor Seongyi diganti agar tidak bisa menemui kedua
rentenir itu. Suatu malam ada suatu kecelakaan di tempat karaoke tersebut dan
melukai Seongyi. Saat beristirahat, ia melihat peluang untuk menelpon, dan
beruntungnya Seongyi mengingat nomor telepon rumah Dooseok. Dooseok
menjadi tersadar bahwa Seongyi sedang dalam keadaan bahaya dan bergegas
menyelamatkannya.

Pada saat Seongyi telah menginjakkan usia untuk bersekolah, saat


didaftarkan ternyata Seongyi tidak bisa masuk ke sekolah karena Seongyi tidak
terdaftar sebagai warga berkewarganegaraan Korea. Seongyi tidak bisa bersekolah
sampai ia menemukan walinya. Dooseok merasa keberatan untuk menjadi
walinya, namun ia mengesampingkan egonya demi masa depan Seongyi. Sisi
menarik dari film ini yaitu Seongyi yang awalnya menjadi jaminan utang juga
menjadi sesuatu yang amat berharga bagi Dooseok dan juga Jongbae selama
bertahun-tahun hingga anak tersebut tumbuh dewasa. Berbagai lika-liku
perjalanan dan pengorbanan yang dilakukan Dooseok untuk menghidupi dan
membantu Seongyi meraih mimpinya. Saat Seongyi telah beranjak dewasa, ia
diajak oleh Dooseok untuk menemui ibunya di rumahnya yang ada di perbatasan
China. Dan selama ini ternyata Myungja telah sakit-sakitan dan ia sangat tersiksa
saat Seongyi menjenguknya karena ia sangat merindukannya namun merasa tidak
pantas apabila meminta Seongyi untuk menetap karena telah membuangnya.
Namun sangat disayangkan bahwa akhir cerita dari film ini sangat sedih. Sampai
suatu hari bahwa Dooseok perlahan kondisi fisiknya menurun karena sibuk
bekerja dan Seongyi menjadi sibuk dengan dunia perkuliahannya. Hingga suatu
malam terjadi kecelakaan menimpa Dooseok, namun informasi tersebut tidak
dapat Seongyi dapatkan karena berbeda kota dan dengan identitas yang berbeda.
Sampai saat Seongyi mendapat pekerjaan sebagai translator bahasa Korea-
Mandarin, ia baru mendapat informasi tentang keberadaan Dooseok setelah 10
tahun lamanya. Dan ternyata Dooseok berada di sebuah panti dan kecelakaan itu
membuatnya tidak ingat apapun.

Film ini memiliki beberapa karakter utama, diantaranya Dooseok yang


diperankan oleh Sung DongIl yakni seorang rentenir yang akan melakukan
apapun demi uang dan sifatnya yang kasar berubah menjadi kebapakkan setelah
bertemu dengan Seongyi, Jongbae diperankan oleh Kim Heewon merupakan
rekan Dooseok dan melakukan perintah apa saja dari Dooseok, Myungja
diperankan oleh Kim Yunjin yakni ibu dari Seongyi yang terpaksa berpisah
karena dideportasi dari Korea, dan Seongyi diperankan oleh Park Soyi yakni
seorang anak yang terpaksa menjadi jaminan oleh ibunya karena tidak mampu
membayar utang.

Hasil analisis yang dilakukan penulis, yakni bagaimana pola asuh yang
diberikan seorang rentenir pada tokoh Seongyi dapat dilihat dari alur cerita yang
mana pada saat awal mula Seongyi tinggal bersama kedua orang rentenir tersebut
membuat Seongyi ketakutan dan ingin kembali ke ibunya yang bahkan sampai
diam-diam untuk kabur. Hal ini menunjukkan bahwa Seongyi tidak merasakan
aman dan nyaman, bahkan kasih sayang yang sama seperti yang ibunya lakukan
padanya. Namun saat terlibat dalam suatu kondisi dimana mengetahui bahwa ibu
Seongyi tidak dapat mengambil Seongyi karena dideportasi, Dooseok dan
Jongbae perlahan memperlakukannya dengan kasih sayang. Hingga suatu titik
dimana Dooseok mau menjadi wali Seongyi demi masa depan Seongyi, telah
membuktikan bahwa ia telah mengesampingkan egonya dan akan bekerja keras
untuk menghidupinya hingga ia menggapai impiannya. Saat Seongyi telah dewasa
dan bekerja sebagai translator, dan dengan kehidupannya yang tidak kekurangan,
merupakan buah hasil kerja keras Dooseok yang rela berhenti menjadi rentenir
dan menjadi pengantar barang.

Dari pola asuh yang diterima Seongyi selama bersama kedua rentenir
tersebut, dampak yang ditimbulkan terhadap psikologisnya yaitu ia yang tidak
merasakan kasih sayang ibunya sejak berumur 5 tahun sehingga ia menjadi diri
yang kesepian, ketakutan, dan tidak mudah percaya dengan orang lain. Selain itu,
dengan berbagai keadaan dimana ia harus tinggal bersama kedua rentenir dan
melalui lika-liku perjuangan hidup juga membuatnya menjadi pribadi yang kuat.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adegan saat Seongyi mengalami masalah di
rumah karaoke tempat ia dijual oleh kakeknya, ia selalu merindukan sedikit kasih
sayang yang diberikan kedua rentenir itu dan tanpa ragu untuk menghubunginya
saat ada kesempatan. Selain itu, saat Seongyi mulai masuk sekolah, Dooseok dan
Jongbae berhenti menjadi rentenir dan mengubah pekerjaan mereka menjadi
pengantar barang. Hingga saat Seongyi telah beranjak dewasa dan mengenyam
pendidikan di universitas pun, Dooseok masih menunjukkan kasih sayangnya dan
terus bekerja keras agar Seongyi tidak merasakan kekurangan. Dari berbagai lika-
liku perjuangan Seongyi yang harus hidup tanpa seorang ibu di saat ia berumur 5
tahun tersebut, Seongyi merasakan kasih sayang dari kedua rentenir tersebut yang
telah ia anggap seperti keluarganya. Hingga suatu saat Seongyi mengunjungi
ibunya yang selama ini tinggal di perbatasan China, walaupun ibunya tersebut
terlihat sedang sakit-sakitan, Seongyi tidak berkeinginan untuk tinggal menetap
bersama ibunya. Dari kasih sayang yang ia terima dari kedua rentenir itu hingga
beranjak dewasa dan menempuh karir, Seongyi menjadi wanita yang kuat,
mandiri, dan juga menjadi wanita yang penuh kasih sayang.

DAFTAR PUSTAKA
Piaget, J., dan Inhelder, B. 1969. The Psychology of the Child. Terjemahan
Miftahul Jannah. New York : Basic Books.

Yudrik, Jahja. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenamedia Group,


halaman 23
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra (Dari
Strukturalisme Hingga Postrukturalisme, Perspektif Wacana Naratif).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 390.

Askurifai, Baskin. 2003. Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung: Penerbit
Kanisius

Susanto, Astrid. 1982. Komunikasi Massa I. Bandung: Bina Cipta.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 242

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. halaman 61.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode dan Teknik Peneletian Sastra
(Cetakan Kelima). Yogyakarta: Pelajar Pustaka. halaman 342-342.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Elfi Yuliana Rochmah. 2004. Psikologi Perkembangan(Sepanjang Rentang


Hidup), Ponorogo: STAIN Po Press,Ponorogo. halaman 21.

Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Karya sastra, Metode, Teori, dan
Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Elfi Yuliani Rochmah. 2014. Psikologi Perkembangan (Sepanjang Rentang


Hidup), Ponorogo: STAIN Po PRESS. halaman 18.

Shochib, Moh. 1998. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Mengembangkan
Disiplin Diri. Jakarta : Rineka Cipta

Morisson. 2016. Pendidikan Anak Usia Dini Saat Ini. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.

Baumrid dalam Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia


Indonesia, 2004), 97.

Baumrid dalam Santrock, Perkembangan Masa Hidup Edisi ke-5 Jilid 1, (Jakarta:
Erlangga, 2002), 257-258.

Yusuf, Syamsu. 2005. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.


H.B. Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas
Sebelas Maret Press.

Bogdan dan Taylor. 1975. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja


Karya

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


PT Alfabet.

Tuti, R. H. (2021). Analisis semiotika kekerasan anak dalam Film Miss Baek
(Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya)

Anda mungkin juga menyukai