Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu gerakan fisik dan atau aktifitas mental yang

dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka (durasi)

lama, dengan pembebanan secara progresif dan individual, yang bertujuan

memperbaiki sistem serta fungsifisiologi dan psikologi tubuh agar pada waktu

melakukan aktifitas olahraga agar dapat mencapai penampilan yang oktimal(Nala,

2015)

Pelatihan merupakan sebagai suatu proses penyempurnaan kemampuan

berolahraga yang berisikan materi, teori, dan praktek, menggunakan metode, dan

aturan pelaksanaan dengan pendekatan ilmiah, memakai prinsip pendidikan yang

terencana dan teratur, sehingga tujuan pelatihan dapat tercapai tepat pada

waktunya (Sukadiyanto dan Muluk,2011)

1) Tujuan Pelatihan

Kita ketahui bahwa setiap pelatihan yang dilakukan pasti memiliki tujuan.

Apabila kita tidak menetapkan terlebih dahulu tujuan pelatihan kita, maka akan

berakibat pada sulitnya dalam menyusun program pelaksanaan pelatihannya, atau

apa yang diinginkan tidak tercapai (Nala, 2015 : 75). Tujuan pelatihan secara

umum atau garis besar menurut (Bompa, 1994) adalah sebagai berikut :

a. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral

komponenbiomotorik secara umum.

5
6

b. Mengembangkan komponen fisik khusus. Pengembangan komponen

biomotoriknya disesuaikan dengan tipe atau spesifikasi olahraganya.

c. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan tipe atau spesialisasi

olahraga. Pelatihannya dilakukan dengan memperhitungkan berbagai

faktor yang dapat mempengaruhinya.

d. Memperbaiki strategi dan taktik bermain. Dalam pelatihan diperhitungkan

juga kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang akan dihadapi,

sehingga strategi dapat dipersiapkan dengan tepat.

e. Meningkatkan kualitas kemampuan atlet. Pelatihan ini lebih banyak

menyangkut pelatihan mental.

f. Meningkatkan persiapan dan kerja sama tim. Beberapa cabang olahraga

ada yang bermain secara beregu, sehingga memerlukan kerja sama dan

saling pengertian yang baik antara sesama pemain.

g. Meningkatkan derajat kesehatan atlet. Memberikan takaran dan

peningkatannya yang sesuai dengan kemampuan atlet, disertai pemberian

gizi yang berimbang.

h. Mencegah cedera, melakukan pemanasan sebelum dilatih pada inti

pelatihan, meningkatkan komponen kelentukan, kekuatan otot, tendo dan

ligamentum terlebih dahulu bagi atlet pemula.

i. Memperkaya pengetahuan teori. Diperkenalkan terutama tentang fisiologi

dan psikologi dasar pelatihan, perencanaan, gizi dan regenerasi.


7

2) Prinsip Pelatihan

Pelatihan olahraga merupakan suatu pelatihan dalam upaya untuk

meningkatkan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh

secara optimal ketika berolahraga. Agar pelatihan olahraga mencapai hasil Yang

maksimal, harus memiliki prinsip pelatihan (Ferdenand, 2010). Tanpa adanya

prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, terutama

pelatih dan atlet, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi

pelatihan akan sulit untuk mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2015 : 23).

Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis,

dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati

dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2015 : 23).

2.1.2 Daya Ledak (power) Otot Tungkai

Salah satu komponen yang menunjang dalam pelaksanaan aktivitas

olahraga seseorang adalah power (daya ledak). Daya Ledak adalah kemampuan

otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat

(Harsono, 1988). Unsur penting dalam daya ledak yaitu kekuatan otot, dan

kecepatan otot dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan.

Daya ledak berperan penting untuk cabang-cabang olahraga yang mengerahkan

tenaga dengan kuat, dengan cepat seperti untuk nomor-nomor lompat dalam

atletik, menendang, melempar, dan sebagainya. Sedangkan menurut Sugiyanto

(1999 disitir dari Wibintoro 2009) mengemukakan bahwa daya ledak atau daya

ledak eksplosif adalah kualitas yang memungkinkan kerja otot atau sekelompok

otot untuk menghasilkan kerja fisik yang eksplosif daya ledak ditentukan kekuatan
8

otot dan kecepatan rangsangan syarafserta kecepatan kontraksi.

Berdasarkan spesifikasinya, daya ledak dapat dibagi menjadi empat, yakni:

daya ledak eksplosif (explosive power), daya ledak cepat (speed power), daya

ledak kuat (strongth power) dan daya ledak tahan lama (endurance power) (Nala,

2015 : 119).

Berdasarkan jenis gerakannya daya ledak juga dapat dibagi menjadi dua

(Hasanah, 2013) yakni:

a. Daya ledak asiklik

Daya ledak asiklik adalah daya ledak dalam waktu singkat yang dihasilkan

dari aktivitas gerakan, contoh olahraganya: unsur melompat dan melempar

dalam olahraga atletik dan berbagai unsur dalam olahraga senam.

b. Daya ledak siklik

Daya ledak siklik adalah kebalikannya, di mana berlangsung dalam waktu

tenentu dengan gerakan berturut-turut atau berulang-ulang. Contoh

olahraganya adalah: lari, bersepeda, sepak bola, futsal, basket dan lain

sebagainya.

Menurut Hasanah (2013), daya ledak juga dapat dibedakan menjadi dua

berdasarkan beban yang dihadapi, yaitu :

a. Daya ledak absolute

Merupakan daya ledak yang mengerahkan kekuatan untuk mengatasi beban

dari luar yang maksimum.

b. Daya ledak relative


9

Daya ledak yang mengerahkan kekuatan untuk mengatasi beban dari

beratbadansendiri.

Daya ledak juga merupakan suatu ukuran dari performa otot, yang

berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan gerak, dan dapat didefinisikan sebagai

kerja per unit waktu (gaya x jarak/waktu). Gaya x kecepatan gerak adalah definisi

yang equivalen. Bertambahnya ukuran otot saat berkontraksi dan berkembangnya

gaya padaseluruh ROM serta hubungannya dengan kecepatan dan gaya

merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya ledak otot, Gerakan dari daya

ledak otot dapat dilihat pada gerakan vertical jump, long jump, angkat besi, dan

gerakan lain yang melibatkan kontraksi otot (Sudiarto, 2013).

Daya ledak dapat ditingkatkan dengan menambah kerja target dari otot

tersebut dengan jangka waktu tertentu atau mengurangi jumlah waktu

(pengulangan) saat pelatihan, untuk menghasilkan gaya yang diharapkan.

Meskipun daya ledak berkaitan dengan kekuatan (strength) dan kecepatan, tetapi

kecepatan merupakan faktora tau variabel yang cukup sering untuk dimanipulasi

dalam program pelatihan peningkatan daya ledak. Dengan menggunakan

intensitas pelatihan yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang singkat, dapat

di aplikasikan untuk membangkitkan gaya otot, sehingga menghasilkan daya

ledak otot yang lebih besar (Nala, 2015 : 122).

2.1.3 Mekanisme Daya Ledak Otot Tungkai


10

1) Saraf Pengatur Daya Ledak Otot

Saraf pengatur daya ledak otot tungkai adalah saraf motorik dan sistem

saraf pusat. Daya ledak terjadi akibat adanya suatu rangkaian alur impuls

(rangsangan). Alur ilmpuls tersebut dimulai dari reseptor sebagai penerima

rangsangan, lalu menuju ke saraf sensorik sebagai penghantar impuls,

kemudian ke saraf pusat yaitu otak untuk diolah. Akhirnya akan muncul

tanggapan yang akan disampaikan ke saraf motorik menuju ke efektor dalam

bentuk gerak yang disadari (Putra. 2014).

2) Pusat Pengatur Daya Ledak Otot

a. Muscle spindle

Muscle spindle merupakan pengatur peregangan otot. Otot memiliki

kemampuan untuk diregangkan karena memiliki komponen elastis, yang

terdiri dari jaringan ikat yang mengelilingi setiap lapisan jaringa notot.

Keterlibatan sistem saraf pusat dalam pelatihan memberikan output daya ledak

yang lebihbesar (Juliantine, 2009).

Perekrutan motor unit memberikan dasar fisiologis untuk produksi

kekuatan pada setiap kecepatan gerakan. Meskipun gerakan atletik terjadi

sebagai akibat langsung dari tindakan otot rangka, hal itu terjadi dalam respon

terhadap berbagai sinyal yang dikirim dan diterima dari sistem saraf. Gerakan

terkontrol yang menghasilkan daya ledak selama aktivitas fisik dimulai pada

korteks motorik yang terletak di lobus frontalis otak besar. Sinyal-sinyal listrik

yang membentuk kuanta informasi yang kemudian diteruskan dari pusat otak

yang lebih tinggi kebawah batang otak kesumsumtulangbelakang yang


11

kemudian merangsang unit motorik tertentu untuk mengontrol tindakan otot

(Guyton & Hall, 2009).

Jumlah motor unit yang direkrut untuk gerakan adalah salah satu faktor

penentu yang paling penting dari amplitude daya ledak yang dihasilkan karena

menentukan jumlah luas penampang otot dan jumlah actin-myosin yang sesuai

yang akan digunakan dalam gerakan. Pada tingkat aktivasi terendah, hanya

motor unit yang terkecil yang direkrut dan menghasilkan daya ledak minimal.

Saat tingkat aktivasi meningkat, ambang rekrutmen motor unit yang lebih

besar terlampaui, sehingga lebih banyak motor unit direkrut dan kekuatan

bertahap menjadi lebih besar dan produksi daya ledak meningkat signifikan.

Pada tingkat rangsangan tertentu, semua motor unit yang tersedia di dalam

otot direkrut, menghasilkan daya ledak tertinggi (Guyton & Hali, 2009).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa rangsangan listrik yang

diberikan menghasilkan output daya ledak yang lebih beşar dibandingkan

dengan kontraksi volunteer. Hal ini menunjukkan potensi output daya ledak

maksimal otot dihambat oleh proses fisiologis tertentu. Untuk meraih output

daya ledak maksimal mungkin akiba tdisinhibisi atau hilangnya inhibisi oleh

proses tertentu dalam tubuh (Herman, 2012).

Banyak penelitian telah difokuskan pada fenomena coactivation, atau

aktivasi otot antagonis bersama dengan otot-otot agonis dari gerakan. Karena

otot-otot antagonis yang digunakan dalam gerakan menentang arah gerakan,

hal ini dapat menghambat kontraksi maksimum otot. Meskipun dapat

merugikan terhadap output daya ledak maksimal, penelitian saat ini


12

menunjukkan bahwa kontraksi otot antagonis untuk menstabilkan sendi,

memungkinkan untuk kontrol yang lebih baik dari gerakan ini dan mencegah

kerusakan jaringan dari overextension (Hasanah, 2013).

b. Golgi Tendon Organ (GTO)

Mekanisme mencegah cedera yang lainnya adalah melalui Golgi

Tendon Organ. Golgi Tendon Organ (GTO) adalah organ proprioceptor

terletak di dalam tendon yang melekatkan otot ketulang dan mengontrol

jumlah gaya yang diterapkan pada tendon (Juliantine, 2009). Meskipun GTO

bertindak sebagai ukuran keamanan terhadap cedera, namun di sisi lain juga

membatasi jumlah kekuatan yang dapat dikembangkan oleh otot. Di sinhibisi

dari GTO telah secara teoritis mampu membantu meningkatkan output daya

ledak, namun dengan kemungkinan mengorbankan potensi cedera (Juliantine,

2009).

Daya ledak adalah bagian dari banyak gerakan baik intensitas rendah

maupun intensitas tinggi. Mekanisme yang mendasari daya ledak melibatkan

sejumlah karakteristik fisiologis dalam sistem neuromuskuler individu.

Komposisi motor unit untuk ukuran serat otot, jenis dan jumlah memainkan

peranpenting bagi seorang atlet. Pelatihan yang optimal berdasarkan pada

pemahaman bioenergetika pemulihan dan waktu sesi pelatihan merupakan

masalah desain penting bagi pengembangan program pelatihan (Hasanah, 20

3) Faktor-FaktorDayaLedakOtotTungkai
13

a. Faktor intern merupakan kondisi dan atau perangsang yang

bersumber atau berada di dalam dari individu, yaitu :

1. Usia

Seseorang saat berusia 5-15 tahun terjadi penambahan sarkomer

otot sehingga terjadi hipertropi otot. Pada masa ini terjadi pertumbuhan

fisik berupa penambahan massa otot dan pematangan saraf. Saat usia 17-

18 tahun terjadi penambahan massa otot akibat dariadanya suatu proses

pelatihan sehingga terjadi hipertropi, yang ditandai dengan meningkatnya

myofibril, aktin, myosin, sarkoplasma dan jaringanikat. Selain ditentukan

oleh pertumbuhan fisik, kekuatan otot ini ditentukan oleh aktivitas

ototnya. Laki-laki dan perempuan akan mencapai puncak kekuatan otot

pada usia 20-30 tahun. Kemudian di atas umur tersebut mengalami

penurunan, kecuali diberikan pelatihan. Namun umur di atas 65 tahun

kekuatan otot sudah mulai berkurang sebanyak 20% dibandingkan

sewaktu muda (Nala, 2015).

2. Jenis Kelamin

Otot wanita dapat mencapai tekanan maksimum kontraksi yang

dihasilkan oleh pria, yaituantara 3 dan 4 Kg/cm. Oleh karenaitu, sebagian

besar perbedaan penampilan otot secara keseluruhan terletak pada

persentase tambahan tubuh pria yaitu otot. Sedangkan kekuatan otot pada

laki-laki sedikit lebih kuat dari pada kekuatan otot perempuan pada usia

10-12 tahun. Perbedaan kekuatan yang signifikan terjadi seiring

pertambahan umur, di mana kekuatan otot laki-laki jauh lebih kuat dari
14

pada wanita (Bompa, 1994). Dapat disimpulkan bahwa ukuran sebuah otot

merupakan faktor penentu kekuatan atau daya ledak (power) dari

seseorang. Di mana kaum pria lebih dominan dari pada wanita.

3. Berat Badan

Beberapa penelitian menentukan hubungan antara lemak tubuh dan

performa pemain pada pria usia muda. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa derajat kegemukan memiliki pengaruh yang besar terhadap

performa dan tes-tes kemampuan atletik. Penelitian lain menunjukkan

bahwa kegemukan tubuh berhubungan dengan keburukan performa

seseorang pada berbagai tes antara lain speed test, endurance test, balance

dan agility test, serta vertical jump test (Jusuf, 2004).

b. Faktor ekstern merupakan kondisi dan atau perangsang yang

bersumber atau berada di luar dari individu, yaitu :

1. Motivasi

Motivasi olahraga adalah keseluruhan daya penggerak (motif-

motif) didalam diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga,

menjamin kelangsungan pelatihan dan member arah pada kegiatan

pelatihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki (Hasanah, 2013).

Dengan memberikan motivasi positif kepada individu dalam pelaksanaan

program pelatihan akan berdampak miningkatkan performa pelatihan

individu tersebut.

2. Pelatihan
15

Pengertian pelatihan yang berasal dari kata exercises adalah

perangka tutama dalam proses pelatihan harian untuk meningkatkan

kualitas fungsi sistem organ tubuh manusia, sehingga mempermudah

olahragawan dalam penyempurnaan geraknya. Kemudian exercises

merupakan materi pelatihan yang dirancang dan disusun oleh pelatih untuk

satu sesi pelatihan atau satu kali tatap muka dalam pelatihan, misalnya

susunan materi pelatihan dalam satu kali tatap muka pada umumnya

berisikan materi, antara lain: (1) pembukaan/pengantar pelatihan, (2)

pemanasan (warming-up), (3) pelatihan inti, (4) pelatihan tambahan

(suplemen), dan (5) cooling down/penutup. Salah satu pelatihan yang dapat

meningkatkan kemampuan daya ledak otot tungkai, yaitu pelatihan beban

leg press. Dalam pelatihan beban leg press diterapkan pelatihan tahanan

dan temporal atau percepatan yang overload (Jusuf, 2004).

2.1.4 Komponen Daya Ledak Otot Tungkai

Komponen biomotorik yang dominan dalam mempengaruhi daya ledak

otot tungkai diantaranya sebagai berikut:

1) Kekuatan (strength)

Kekuatan adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang

kemampuan dalam mempergunakan otot-otot untuk menerima beban

sewaktu bekerja (M. Sajoto, 1998). Kekuatan adalah kemampuan untuk

membangkitkan ketegangan otot terhadap suatu tahanan. Kekuatan

memegang peranan yang penting, karena kekuatan adalah daya penggerak

setiap aktivitas dan merupakan persyaratan untuk meningkatkan prestasi.


16

2) Kecepatan (Speed)

Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan

gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya (M. Sajoto, 1998). Kecepatan adalah kemampuan

untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam

waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh

suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Harsono, 2004).

2.1.5 Kontraksi Otot tungkai

Tungkai adalah anggota tubuh bagian bawah (lower body) yang tersusun

oleh tulang paha atau tungkai atas, tulang tempurung lutut, tulang kering, tulang

betis, tulang pangkal kaki, tulang tapak kaki dan tulang jari-jari kaki. Fungsinya

sebagai penahan beban anggota tubuh bagian atas (upper body) dan segala bentuk

gerakan ambulasi (Damiri, 2004:5).

Tungkai pada manusia terdiri dari dua yaitu tungkai bawah dan tungkai

atas. Tungkai bawah (ekstrimitasinperior) digunakan sebagai penahan dan

digunakan untuk segala aktifitas. Tungkai dibentuk oleh tungkai atas atau paha (os

femoris). Tulang tungkai bawah yang terdiri dari tulang kering (os tibia) dan

tulangbetis (os fìbula) dan tulang kaki (ossa pedis) (Guyton & Hall, 2009).

Dalam pelatihan plyometric, otot-otot yang dilatih adalah otot tungkai

yang bisa merenggang, antara lain adalah(1) Musculus Gastronemius, (2)

Musculus Peroneus Longus, (3) Musculus Soleus, (4) Musculus Peroneus Brevis,

(5) Musculus Pectineus, (6) Musculus Adductor longus, (7) Musculus Adductor
17

Magnus, (8) Musculus Rectus Femoris, (9) Musculus Vastus Lateralis, dan (10)

Musculus Vastus Medialis (Guyton & Hall, 2009).

Gambar 2.1 : Otot-otot Tungkai Bawah

Sumber : EncyclopediaBaritancia2008.com

Secara anatomi gerakan standing jumps dan box jumps melibatkan otot

tungkai bagian atas dan otot tungkai bagian bawah sehingga semua otot yang ada

pada bagian tersebut bekerja menerima beban pelatihan. Pelatihan ini melatih

kekuatan dan kecepatan otot tungkai atau sering disebut daya ledak otot tungkai.

Gerakan fleksi pada paha (menekuk paha), otot - otot yang berperan

adalah otot sartorius, illiacus dan gracialis. Pada gerakan ekstensi paha

(meluruskan paha), otot - otot yang terlibat yaitu bisep femoris, semitedinosus

(kelompok hamstring), dan juga gleuteus maksimus dan minimus. Pada gerakan

fleksi lutut dan kaki (menekuk lutut dan kaki), otot yang berperanya itu
18

gastronimus. Pada gerakan ekstensi lutut (meluruskan kedua lutut bersamaan),

otot yang berperanya itu otot rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis dan

intermedialis (kelompok quadriceps) (Guyton A.C. 1986).

Upaya dalam meningkatkan unsure daya ledak dapat dilakukan dengan

cara: a). Kekuatan, b). meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan atau

menitik beratkan pada kecepatan, c). meningkatkan keduanya sekaligus, kekuatan

dan kecepatan dilatih secara simultan (Walujo, 2004 disitir dari Jusuf, 2004).

2.1.6 Pelatihan Plyometric

Plyometric pertama kali dimunculkan pada tahun 1975 oleh Fred Wilt

salah seorang pelatih atletik dari amerika. Asal istilah plyometric diperkirakan dari

kata bahasa yunani "pleythuein" berarti memperbesar atau meningkatkan, atau

dariakar kata bahasa yunani "plio" dan "metric" masing – masing berarti

"lebihbanyak" dan "ukuran" (Chu, 1992) disitir dari Rohman 2013.

Redcliffe dan Farentinous (1985), menyatakan bahwa pelatihan plyometric

adalah suatu pelatihan yang memiliki cirri khusus, yaitu kontraksi otot yang

sangat kuat, yang melupakan respon dari pembebanan dinamik atau regangan

yang cepat dari otot. Sedangkan Chu, (1992) disitir dari Rohman (2013),

mengatakan bahwa pelatihan plyometric adalah pelatihan yang memungkinkan

otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin.

Istilahlain dari pelatihan plyometric adalah (stretch - shortening cycle).

Matavulj et al. (2005) dikutip dalam Hilmi dan Dwi 2009, mengatakan

bahwa aplikasi pelatihan plyometric pada remaja terbukti dapat menurunkan rata

– rata tingkat cidera lutut khususnya pada Anterior cruciatum ligament. Pelatihan
19

terhadap remaja umur 12 - 15 tahun baik untuk tumbuh dan berkembang karena

pada umur tersebut kekuatan masih dapat dibentu ksecara bersamaan dengan

perkembangan sistem neuromusculuskletal yang masih berlangsung dan dalam

umur remaja pertengahan ini sangat tepat dalam pembangunan basic skill dalam

bidang olahraga, khususnya sepak bola.

Sebagian besar gerakan dalam olahraga berasal dari pinggul dan tungkai,

karena kelompok otot tungkai dan pinggul ini merupakan pusat power gerakan

olahraga dan memiliki keterlibatan utama dengan semua cabang olahraga.

Pelatihan pliometrik diawali dengan pelatihan yang sederhana atau mendasar dan

kemudian dilanjutkan kepelatihan yang lebih kompleks dan sukar atau sulit

pelaksanaannya (Lubis, 2009). Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam

melaksanakan pelatihan plyometric :

1) Konsep Pelatihann Plyometric

Konsep pelatihan plyometric dilaksanakan berdasarkan tiga kelompok

otot secara cepat sebelum kontraksi eksentrik pada otot yang sama, yaitu

pelatihan untuk anggota gerak bagian bawah (Tungkai dan Pinggul), pelatihan

untuk batang tubuh (Togok), dan pelatihan untuk anggota gerak atas (Dada

dan lengan) (Radcliefe dan Farentinous disitir dari Rohman, 2013).

Menurut A. Chu (2010), ada dua faktor yang terpenting dalam

plyometric yaitu :
20

a. Elatisitas komponen otot, dimana termasuk di antara tendon dan

karakteristik jembatan silang pada actin dan myosin yang menutupi

serabut otot.

b. Sensor kumparan otot (muscles spindle) dalam peranannya saat sebelum

terjadi regangan otot dan masukan oleh sensory dan dihubungkan

keperegangan otot cepat untuk bergerak yaitu disebut stretch reflex“.

Elatisitas otot adalah salah satu faktor penting dalam pengertian

bagaimana siklus peregangan pendek dapat lebih menghasilkan daya ledak

dari sebuah kosentrik sederhana kontraksi otot. Seperti diilustrasikan di dalam

gambaran pada saat melompat, otot dapat dengan cepat menyimpan tegangan

yang dihasilkan pada peregangan cepat, sehingga otot memiliki sebuah bentuk

energy elastic potensial. stretch reflex atau reflek renggang adalah respon

diluar kemauan tubuh terhadap rangsangan dari luar yang merenggangkan otot

tersebut. Sebuah contoh pada stretch reflex adalah ketika terjadi hentakan

lutut dimana otot quadriceps diketuk dengan palu karet. Peregangan dapat

dirasakan saat otot quadriceps, yang mana memendek dalam respon.

Kumparan otot (muscles spindle) adalah bagian dalam otot yang sangat

sensitif terhadap laju dan besarnya perenggangan, ketika sebuah perenggangan

terdeteksi maka gerak reflek otot meningkat (Juliantine, 2009).


21

Gambar 2.2 : Ilustrasi stretch reflex pada plyometric

2) Prinsip Pelatihan Plyometric

Tipe gerakan dalam pelatihan plyometric adalah cepat, kuat, eksplosif

dan reaktif. Pelatihan plyometric sebagai metode pelatihan fisik bermanfaat

untuk mengembangkan kualitas fisik, juga harus mengikuti prinsip-prinsip

khusus yang terdiri dari :

a. Memiberi Regangan (stretch) pada Otot

Tujuan dari pemberian regangan yang cepat pada otot-otot yang

terlibat sebelum melakukan kontraksi (gerak) secara fisiologis untuk :

a) memberi panjang awal yang optimum pada otot

b) mendapatkan tenaga elastic

c) menimbulkan reflek regang

Maksud dari pemberian regangan pada otot sebelum berkontraksi

adalah untuk memberikan panjang awal yang optimum pada otot untuk

berkontraksi.

Panjang awal yang optimunl pada otot adalah pada saat otot dalam

keadaan panjang istirahat (resting length). Dalam keadaan panjang istirahat,


22

sarkomer mampu menimbulkan daya kontraksi terbesar (Guyton, AC,

1986 : 126).

b. Beban Lebih yang Meningkat

Dalam pelatihan Plyometricharus menerapkan beban lebih (overload)

dalam hal beban atau tahanan (resistive), kecepatan (temporal) dan

jarak(spatial). Tahanan atau beban yang overload biasanya pada

pelatihanPlyometric diperoleh dari bentuk pemindahan dari anggota badan

atau tubuh yang cepat, seperti menanggulangi akibat jatuh, meloncat,

melambung, memantul dan sebagainya.

c. Kekhususan Pelatihan (specifity training)

 Dalam pelatihan Plyometric harus menerapkan prinsip kekhususan, yaitu :

a. kekhususan terhadap kelompok otot yang dilatih atau ke khususan

neuromuscular

b. kekhususan terhadap sistem energi utama yang digunakan kekhususan

terhadap pola gerakan pelatihan (Bompa, 1990:32)

3) Pedoman Pelaksanaan Pelatihan Plyometric

Dalam pelatihan plyometric ada pedoman khusus yang harus diikuti

agar pelatihan yang dilakukan lebih tepat dan efektif. Menurut JC. Radclife

dan Robert C. Farentinos dalam Cayoto (2007) yang disitir dari penelitian

Zulkarnain 2013, menyebutkan pedoman pelatihanplyometric antara lain:

a. Pedoman 1 : Pemanasan dan Pedinginan

Pelatihan plyometric membutuhkan kelenturan dan kelincahan,

maka semua pelatihan harus didahului dengan pemanasan dan pendinginan


23

yang tepat dan memadai kurang lebih selama 15 menit. Pemanasan yang

digunakan pada pelatihan ini adalah jogging selama 10 menit dan

dilanjutkan dengan perenggangan selama 5 menit. Sedangakan

pendinginan, dilakukan dengan berjalan selama 5 menit kemudian

perenggangan selama 5 menit.

b. Pedoman 2 : Intensitas Tinggi

Kecepatan pelaksanaan dengan kerja maksimal sangat penting untuk

memperoleh efek pelatihan ysng optimal. Kecepatan peregangan otot lebih

penting daripada besarnya peregangan. Respon reflek yang dicapai makin

besar jika otot diberi beban yang cepat. Karena pelatihan – pelatihan harus

dilakukan sungguh – sungguh (intensif).

c. Pedoman 3 : Beban Lebih yang Progresif

Pemiberian beban yang tidak tepat dapat menggangu keefektifan

pelatihan bahkan menyebabkan cedera, jadi pemberian beban harus

dilakukan secara progresif. Beban yang digunakan pada pelatihan ini

berupa berat badan siswa dari kemampuan maksimal selama enam puluh

detik.

d. Pedoman 4 : Memaksimalkan Gaya dan Meminimalkan Waktu 

Gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam plyometric

dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi

tertentu dapat dilakukan.

e. Pedoman 5 : Melakukan sejumlah Ulangan


24

Banyaknya ulangan atau repetisi berkisar antara 5 - 10 kali dengan

semakin sedikit ulangan untuk rangkaian yang lebih berat dan lebih

banyak ulangan untuk pelatihan - pelatihan yang lebih ringan. (Nala

2015:121) menyarankan 3 sampai 5 set.

f. Pedoman 6 : Istirahat yang Cukup

Periode istirahat 1 - 2 menit disela - sela set biasanya sudah memadai

untuk sistem neuromuskuler yang mendapat tekanan karena pelatihan

plyometric untuk pulih kembali. Pelatihan plyometric 2 - 3 kali perminggu

dapat memberikan hasil optimal.

g. Pedoman 7 : Membangun Landasan yang Kuat

 Landasan kekuatan penting dan bermanfaat dalam plyometric, maka

suatu program pelatihan beban harus dirancang untuk mendukung

bukannya menghambat pengembangan eksplosiv power.

h. Pedoman 8 : Program Pelatihan Individualisasi

Untuk menghasilkan hasil yang terbaik, program pelatihan

plyometric dapat di individualisasikan, sehingga kita tahu seberapa banyak

pelatihan yang dilakukan membawa manfaat. Pelatihan plyometric yang

dilakukan selama 4 - 10 minggu dapat memberikan hasil yang optimal.

4) Aspek - aspek Khusus Pelatihan Plyometric

Pelatihan plyometric akan memberikan manfaat pada aspek yang

dilatih jika dalam pelaksanaan dan penerapannya dilakukan dengan tepat dan

memenuhi prinsip - prinsip pelatihan yang telah disarankan. Dalam menyusun

program pelatihan plyometric harus memperhatikan pedoman-pedoman


25

khusus yang mempengaruhi terhadap keberhasilan pelatihan (Hilmi & Dwi,

2009).

Menurut Radcliffe & Farentinos (1985) dalam Rohman 2013, aspek -

aspek khusus untuk melakukan pelatihan plyometric yang tepat dan efektif

antara lain : 

a. Pemanasan dan pendinginan (warm up and warm down)

b. Intensitas tinggi

c. Beban lebih progresif

d. Memaksimalkan gaya / Meminimalkan waktu

e. Melakukan sejumlah ulangan

f. Istirahat yang cukup

g. Membangun landasan yang kuat terlebih dulu

h. Program pelatihan individualisasi

5) Pengaruh Pelatihan Plyometric Tcrhadap Daya Ledak Otot Tungkai

Pelatihan plyometric yang dilakukan secara berulang-ulang akan

berpengaruh terhadap otot tungkai. Otot - otot yang terlihat harus bekerja

secara berulang - ulang dan terus - menerus yang menyebabkan terjadinya

hipermetropi otot (Wibintoro, 2009), sehingga kemampuan otot tungkai akan

meningkat. Pelatihan yang dilakukan berulang - ulang dan berkesinambungan

akan berpengaruh terhadap system fisiologis dan neurology khususnya pada

otot tungkai, sehingga akan terjadi adaptasi terhadap gerakan yang dilakukan.

Pelatihan pliometrik ini peningkatan dosis pelatihannya diberikan secara


26

bertahap, karena pelatihan ini dilakukan dengan cepat, eksplosif dan bertenaga

sehingga cukup melelahkan (Rohman, 2013).

M. Furqon H dan Muchsin Doewes (2002) dikutip dari penelitian

Ferdenand 2010, mengklasifikasi beberapa bentuk pelatihan plyometric yang

dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan anggota gerak bawah

antara lain "bounds, hop, jumps, leaps, skips, ricochets, jumping-in place,

standing jump, multiple hop and jump, box jump, bounding, knee tuck jump

dan dept jump. Dari beberapa jenis bentuk pelatihan plyometric diatas knee

tuck jump merupakan salah satu pelatihan yang sesuai untuk peningkatan daya

ledak otot tungkai. Pelatihan knee tuck jump merupakan bentuk pelatihan

untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatan otot tungkai yang akan

menghasilkan eksplosif power dengan gerakan meloncat - loncat keatas dan

kedepan dengan kedua kaki dan bertumpu atau mendarat dengan kedua kaki

yang sama.

2.1.7 Tipe Pelatihan Plyometric

1) Pelatihan Plyometric Depth Jump

Depth Jump adalah metode yang paling populer dan paling efektif

untuk pengembangan power dan juga merupakan metode yang paling efektif

untuk mengembangkan kemampuan reaktif dari sistem neuromuskuler. Ketika

otot ditarik, itu mengembangkan kekuatan elastis. Ini bukan proses

metabolisme, itu adalah murni fisik. Depth Jump adalah salah satu bentuk

latihan yang sangat baik untuk membantu meningkatkan kekuatan reaktif atau

eksentrik. Bahkan bisa menjadi latihan yang bermanfaat untuk meningkatkan


27

vertical jump. Tujuan dari latihan depth jump adalah untuk meningkatkan

kekuatan reaktif seorang atlet, semakin sedikit lentur dari lutut dan semakin

sedikit waktu kaki berada dalam kontak dengan tanah akan lebih efektif.

Depth jump membutuhkan berat tubuh atlet dan gravitasi untuk

menggunakan kekuatan yang berlawanan dengan tanah. Depth jump dilakukan

dengan melangkah keluar dari kotak dan menjatuhkan ketanah, kemudian

berusaha untuk melompat kebelakang hingga setinggi kotak. Depth jump

memerlukan intensitas yang ditentukan, maka seharusnya gerakan depth jump

dilakukan dengan melompat bukan melangkah diatas kotak, sebagai tambahan

tinggi dan peningkatan tekanan saat mendarat. Pengendalian ketinggian untuk

mengukur intensitas juga diperlukan asalkan tidak mengurangi manfaatnya,

dan gerakan ini dilakukan secepat mungkin. Kuncinya membentuk latihan ini

dan menurunkan fase amortisasi adalah untuk menekan aksi “sentuhan dan

pergi” mendarat ke tanah (Donald A. Chu, 1992 : 5). Perlengkapan : Kotak

atau platform setinggi 14 inci / 40 cm (Donald A. Chu, 1992 : 49).

Gambar 2.3: Gambar Pelaksanaan Gerakan Depth Jump(sumber :

https://www.geogle .com/search? Q=depth+jump)


28

a) Gerakan Pelatihan Plyometric Depth Jump

1. Gerakan pada gambar pertama melakukan awalan dengan cara berdiri

tegak diatas bangku dengan tangan di depan paha dan kaki di buka

selebar bahu.

2. Gerakan pada gambar kedua merupakan lanjutan dari awalan yaitu

meloncat dari atas bangku turun ke bawah dengan lutut di tengkuk

sampai agak jongkok. Tidak ada gerakan tangan padak waktu

meloncat dari atas bangku, tangan hanya tergantung lemas mengikuti

gerakan tubuh.

3. Gerakan pada gambar ketiga secara spontan melakukan loncatan tegak

lurus keatas dengan tangan diangkat lurus keatas.

4. Gerakan pada gambar 4, 5 dan 6 merupakan gerakan yang sama dari

gambar 1, 2 dan 3. Hanya saja gerakan ini dilakukan berulang kali

seusai dengan repetisi dan set.

b) Keuntungan dan Kelemahan Pelatihan Plyometric Depth Jump

a. Keuntungan Pelatihan Plyometric Depth Jump

1) Otot bagian tungkai lebih cepat berkontraksi.

2) Mudah dilakukan dan gerakan simpel.

3) Dapat di lakukan dimana saja baik di dalam ruangan maupun di

luarruangan.

4) Otot-otot yang dikembangkan pada pelatihan depth jump antara lain

flexipaha, ekstensi lutut, aduksi dan abduksi yang melibatkan otot-

ototgluteus medius dan minimus, adductor longus, brevis, magnus,


29

minimusdan halucis.

b. Kelemahan Plyometric Depth Jump

1) Lebih cepat lelah karena pada waktu meloncat dariboxlangsung

dilakukan tolakan untuk meloncat setinggi-tingginya.

2) Beban yang diangkat menjadi ringan karena dilakukan oleh dua kaki

secara besama-sama.

3) Dengan pelatihan secara terus menerus pada batas kemampuan siswa

akan menjadi berkurang, sehingga menurunkan konsentrasi ataupun

akan terjadi kelelahan. Hal tersebut akan menyebabkan gerakan

semakin melambat dan stamina cepat terkuras (Hasanah, 2013).

2) Pelatihan Plyometric Knee Tuck Jump

Pelatihan PlyometricKnee Tuck Jump merupakan salah satu bentuk

pelatihan plyometric dengan cara meloncat tanpa menggunakan box atau

sejenisnya. KneeTuck Jump yaitu pelatihan yang dilakukan dipermukaan yang

rata dan berbekas seperti rumput, matras atau keset. Pelatihan ini dilakukan

dalam suatu rangkaian loncatan eksplosif yang cepat (Widana, 2014).

Pelatihan knee tuck jump merupakan salah satu jenis pelatihan dari

plyometric. Pelatihan knee tuck jump ini merupakan bentuk pelatihan

meloncat ke atas ke depan dengan kedua kaki diangkat tinggi ke depan dada.

Pelatihan ini dapat dilakukan dilapangan berumput, matras atau keset.

Pelatihan ini dilakukan dalam satu bentukrangkaian loncatan exsplosif yang

cepat. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk mengembangkan dazewn

meningkatkan power otot-otot tungkai.


30

Gambar 2.4: Gambar Pelaksanaan Gerakan Knee Tuck Jump


(sumber : https://www.geogle .com/search?
Q=knee+tuck+jump)

a) Gerakan Pelatihan Plyometric Knee Tuck Jump

1. Gerakan pada gambar pertama merupakan awalan dari gerakan knee

tuck jump berdiri dengan lutut sedikit ditekuk dan kaki rapat. Gerakan

tangan berada di depan dada dengan telapak tangan menghadap

kebawah.

2. Gerakan pada gmabar kedua dan ketiga meloncat ke atas depan dengan

posisi paha diangkat setinggi dada sampai menyentuh tangan yang

berada di depan dada.

3. Gerakan keempat mendarat dari loncatan dengan hentakan kaki

mengikuti beban tubuh dan kembali ke posisi awal seperti gambar

pertama.
31

b) Kelebihan dan Kelemahannya Knee Tuck Jump

Berdasarkan bentuk gerakan pelatihan knee tuck jump dapat di

identifikasikan kelebihan dan kelemahannya.

a. Kelebihan pelatihan knee tuck jump antara lain:

1) Pelatihan knee tuck jump dapat meningkatkan kecepatan dan

kekuatan yang dapat menghasilkan power otot tungkai yang baik.

2) Dengan pelatihan knee tuck jump dapat meningkatkan kesegaran

jasmani siswa karena menuntut kerja jantung bekerja secara

maksimal.

3) Dari pelatihan knee tuck jump dapat meningkatkan kemampuan

dalam menendang terutama kecepatan dan kekuatan. Sehingga

menghasilkan power yang baik pula.

b. Kelemahan Pelatihan knee tuck jump sebagai berikut:

1) Gerakan knee tuck jump cukup berat, sehingga gerakan yang

sempurna akan sulit dicapai.

2) Siswa akan merasa cepat lelah karena gerakannya yang cukup

berat, sehingga hasilnya akan kurang optimal.


32

2.2 Kerangka Konsep

1. Pelatihan depth jump


Daya ledak otot tungkai
10 repitisi 4 set
2. Pelatihan knee tuck
jump 10 repitisi 4 set

Faktor Internal Faktor Eksternal


1. Umur 1. Pelatihan
2. Jenis Kelamin
3. Berat Badan
4. Tinggi Badan

Peningkatan daya ledak


otot tungkai

Gambar 2.5 : Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan deskripsi teori yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa dalam upaya peningkatan daya ledak otot tungkai harus memperhatikan

dua faktor yang sangat berpengaruh dalam pelatihan plyometric depth jump dan

knee tuck jump, guna meningkatkan daya ledak otot tungkai. Dua faktor tersebut

yaitu faktor Internal dan faktor eksternal yang dimana faktor internal terdiri dari

umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan sedangkan faktor eksternal

terdiri dari motivasi dan pelatihan yang dimana kedua faktor ini memiliki

hubungan untuk mencapai peningkatan daya ledak otot tungkai. Dan juga disusun
33

kerangka berpikir sebagai berikut: pada pembinaan kondisi fisik, daya ledak otot

tungkai perlu ditingkatkan guna mencapai peningkatan prestasi olahraga yang

maksimal. Untuk mendapatkan tolakan yang kuat dan kecepatan yang tinggi

seorang olahragawan harus memiliki daya ledak yang besar. Daya ledak otot

merupakan kombinasi antara kekuatan dan kecepatan dan merupakan dasar dalam

setiap melakukan bentuk aktifitas. Untuk menghasilkan daya ledak otot yang

maksimal, perlu diadakan pelatihan yang memiliki beban lebih dan bertahap untuk

peningkatan daya ledak otot tungkai. Suatu bentuk pelatihan yang baik untuk

peningkatan daya ledak adalah pelatihan plyometric yaitu pelatihan depth jump

dan pelatihan plyometric knee tuck jump. Maka padakesempatan ini penulis

mengadakan pengukuran efektifitas pelatihan plyometric yang bisa meningkatkan

daya ledak otot tungkai.

2.3 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara sebelum diadakan penelitian dan

berdasarkan pada hasil pengolahan data yang belum dibuktikan kebenarannya,

maka diajukan hipotesis (Sutrisno Hadi, 199: 62). Hipotesis dapat dibagi menjadi

dua yaitu :hipotesis nol dan hipotesis alternative. Hipotesis nol selalu mengatakan

tidak ada hubungan antara dua variabel penelitian dan dinyatakan dengan kalimat

pernyataan negative, sedangkan hipotesis alternative selalu mengatakan ada

hubunganantara dua variabel dan biasanya dinyatakan dalam kalimat pernyataan

positif (Sugiyono, 2013). Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep di

atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian : pelatihan plyometric depth jump


34

untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai extra kulikuler SMP Negeri 12

Denpasar tahun 2021.

Anda mungkin juga menyukai