Pendahuluan
1
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
2
II. Epidemiologi, Etio-patogenesis
dan Gambaran Klinis
1. Epidemiologi
Sudah hampir 4 tahun berlalu sejak rencana penyusunan
Konsensus pertama-kali dicanangkan, akan tetapi hingga saat ini
belum dapat diwujudkan suatu penelitian epidemiologi untuk IBD
di Indonesia. Data IBD masih berdasarkan laporan Rumah Sakit
(Hospital based) saja. Data lama dari Jakarta dapat dilihat pada tabel
1. Data baru yang dilaporkan dari beberapa Rumah Sakit di Jakarta
dan daerah, dapat dilihat seperti pada tabel 2.
Tabel 1. Data IBD berbasis Unit Endoskopi di Rumah Sakit di Jakarta
Sumber Data KU PC
RSCM 1991 - 1995 2,8%* 1,4%*
RSCM 1996 25%** 5,5%**
Dharmika D, Gastroenterol Hep 5,5%*** 2,0%***
M Simadibrata, Tesis doctor 2002 5,2%* 5,2%*
* Dari total kolonoskopi;
** Dari total kasus Kolitis;
*** Dari total kasus diare kronik, berdarah dan nyeri perut
3
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
Tabel 2. Data IBD dari Total Kolonoskopi di Beberapa Rumah Sakit Nasional
4
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
2. Etio-Patogenesis
Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun
penjelasan yang memadai mengenai pola distribusinya. Konsep
dasar patogenesis IBD dapat diilustrasikan seperti pada bagan di
bawah ini.
5
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
3. Gambaran Klinis
Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut
merupakan manifestasi klinik IBD yang paling umum dengan
beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti arthritis, uveitis,
pioderma gangrenosum, eritema nodosum dan kolangitis. Disamping
itu tentunya disertai dengan gambaran keadaan sistemik yang
timbul sebagai dampak keadaan patologis yang ada seperti gangguan
nutrisi. Gambaran klinis KU relatif lebih seragam dibanding PC. Hal
ini disebabkan distribusi anatomik saluran cerna yang terlibat pada
KU adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi, yaitu dapat
melibatkan atau terjadi pada semua segmen saluran cerna mulai
dari mulut sampai anorektal.
Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan fase remisi.
Fase remisi dapat disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang
dapat terjadi secara spontan. Dengan perjalanan klinik IBD yang
kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu kriteria klinik sebagai
gambaran aktifitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan
pengobatan maupun penetapan fase remisi. Secara umum Disease
Activity Index (DAI) yang didasarkan pada frekuensi diare, ada
tidaknya perdarahan peranum, penilaian kondisi mukosa kolon pada
pemeriksaan endoskopi serta penilaian keadaan umum (tanda-tanda
vital, kesadaran, status gizi), dapat dipakai untuk maksud tersebut.
Namun penetapan DAI ini belum ada dari PB PGI.
Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan
berdasarkan frekuensi diare, ada tidaknya demam, derajat berat-
ringannya anemia yang terjadi dan LED (laju endap darah) sesuai
Klasifikasi Truelove. Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan
serangan pertama yang berat atau dimulai dengan tampilan ringan
yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya
6
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
7
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
8
III. Penatalaksanaan IBD
1. Rencana Diagnostik
Umumnya, rencana penunjang diagnosis disimpulkan setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan dan berdasarkan temuan
patofisiologi, patologi-anatomi serta etiologi sesuai pengkajian data
kasus dan dipertimbangkan sesuai keperluan (tidak berlebih-lebihan)
dalam rangka menyimpulkan masalah dan menegakkan diagnosis
IBD. Penunjang diagnostik yang lazim untuk pengkajian / penegakan
diagnosis IBD meliputi gambaran laboratorium, pemeriksaan
radiologi, endoskopi, serta histo-patologi.
9
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
10
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
11
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
hal terebut lebih sulit terlebih bila ada keterlibatan usus halus
(tidak terjangkau oleh tehnik pemeriksaan kolonoskopik biasa),
sehingga dipakai kriteria yang lebih spesifik, disebut Crohn’s
Disease Activity Index (C-DAI) yang didasari oleh adanya
penilaian demam, data laboratorium, manifestasi ekstra-intestinal,
frekuensi diare, nyeri abdomen, fistulasi, penurunan berat badan,
terabanya massa intra-abdomen dan rasa sehat pasien.
12
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
13
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
14
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
Bagan 3. Temuan Kasus Baru (Case Finding) IBD di Pelayanan Kesehatan Lini
Pertama (Primary Care)
Bagan 4. Temuan Kasus Baru (Case Finding) IBD di Pelayanan Kesehatan Tingkat
kedua (Secondary Care)
15
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
Bagan 5. Temuan Kasus Baru (Case Finding) IBD di Pelayanan Kesehatan Tingkat
Tiga (Tertiary Care)
2. Rencana Terapeutik
Rencana terapeutik lebih ditekankan kepada penghambatan
kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali)
karena etiologi dan patogenesis IBD belum jelas, mengacu kepada
konsep pengobatan umum serta prinsip terapi medikamentosa
pada IBD, yakni : (1) Mengobati keradangan aktif IBD dengan cepat
sampai tercapai remisi; (2) Mencegah keradangan berulang dengan
mempertahankan remisi selama mungkin; dan (3) Mengobati serta
mencegah komplikasi.
Pada pelayanan primer dan sekunder, dimana sarana endoskopi
belum dimiliki, diagnosis pasti sebagai dasar pengobatan definitif
tidak dapat ditegakkan, sehingga dibutuhkan suatu pedoman
empirik yang bisa mengarahkan pengobatan kesasaran yang sesuai.
Untuk hal itu diperlukan algoritma yang dapat diterima oleh semua
komponen yang terlibat. Sedangkan tindakan bedah dipertimbangkan
pada tahap akhir bila medikamentosa mengalami kegagalan atau
16
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
17
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
18
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
19
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
2.3.1. 5-ASA/Mesalazine
20
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
21
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
22
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
23
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
3. Rencana Edukasional
Secara komprehensif dan simultan, penatalaksanaan IBD harus
dimengerti oleh pasien dan keluarganya. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap kasus dan proses diagnostik dan terapeutik yang direncanakan
serta yang dilakukan, harus senantiasa diinformasikan kepada dan
dengan persetujuan pihak pasien dan keluarganya. Termasuk disini
proses informed consent dan patient safety. Dalam edukasi pasien
dan keluarga ini juga disampaikan tentang komplikasi yang mungkin
terjadi akibat perjalanan penyakit yang kronik-eksaserbasi, serta
24
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
4. Rencana Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan sebagai kontrol terhadap tiga konsep
diagnostik, terapeutik dan edukasi diatas. Secara umum tiga
konsep diatas dikenal sebagai konsep penatalaksanaan, dimana
pada pelayanan kesehatan primer (lini pertama), dapat di ringkas
dalam bentuk algoritma seperti pada bagan 6, 7 dan 8 berikut ini.
Algoritma untuk penatalaksanaan temuan kasus baru (case
finding) IBD digambarkan seperti pada bagan 6, sedangkan untuk
penatalaksanaan kasus lama atau hasil rujukan dari sentra yang
lebih tinggi dengan diagnosis kerja yang telah disimpulkan , dapat
dipedomani dari algorithma bagan 7 dan 8.
25
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
26
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
27
IV. Penutup
28
Rujukan
29
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
17. Ooi Choon-Jin. Inflammatory Bowel Disease. In: Guan R, Ho KY, Merican
I, et al. Management of Common Gastroenterological Problems A Malaysia
and Singapore Perspective. Ezyhealth (Singapore) Pte Ltd. Fourth Edition,
2006;11:116-22.
18. Chin BW, Grimm MC, Connor SJ, et al. Managing Inflammatory Bowel
Disease. Continuing Medical Education. Medical Progress March
2008:141-7.
19. Rhodes JM. Inflammatory bowel disease-related cancer – just the same as
sporadic? – Pro. In: Gasche C, Gutierrez JMH, Gassull M, et al. Intestinal
Inflammation and Colorectal Cancer. Proceedings of Falk Symposium 158.
Seville, Spain, 2007;I(6):85-91.
20. Velayos FS. Can we prevent inflammatory bowel disease-related colorectal
cancer with 5-ASA, azathioprine or 6-MP? The Clinical evidence. In:
Gasche C, Gutierrez JMH, Gassull M, et al. Intestinal Inflammation and
Colorectal Cancer. Proceedings of Falk Symposium 158. Seville, Spain,
2007;V(15):193-200.
21. Bos CL, Richel DJ, Peppelenbosch. Mesalazine and the prevention of
colorectal cancer in IBD. In: Gasche C, Gutierrez JMH, Gassull M, et
al. Intestinal Inflammation and Colorectal Cancer. Proceedings of Falk
Symposium 158. Seville, Spain, 2007;VI(19):226-35.
22. Baratsis S. The surgical approach for refractory ulcerative colitis. In: Tozon
N, Mantzaris G, Scholmerich J. IBD 2007 – Achievements in Reseach and
Clinical Practice. Proceeding of Falk Symposium 159, Istanbul, Turkey,
2007;VIII(28):272-8 .
23. Ari FS, Murdani A, Manan C, et al. Characteristics of Ulcerative Colitis
and Crohn’s Disease in Cipto Mangunkusumo Hospital Period July 2001
– June 2006. In: Marcellus S, Murdani A, Ari FS. (Eds.). Proceeding The
4th International Endoscopy Workshop and International Symposium On
Digestive Disease. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI Jakarta, April 2008:115-6 (Poster Session).
24. Sudomo U, Lelosutan HSAR, Manan C, et al. ��������
The Profile
��������������������
of Lower Gastro-
intestinal Bleeding Patients Who Underwent Colonoscopy In Central Army
Hospital Gatot Soebroto. Poster Session on 2th Scientific Meeting CISHMS
China 2008, Chongqing International Convention Center – Chongqing
China, 7-8 Mei 2008.
25. Bernstein CN, Fried M, Krabshuis JH, et al. World Gastroenterology
Organization Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of
IBD in 2010. Inflamm Bowel Dis. Volume 16. Number 1, January 2010.
30
DAFTAR HADIR
31
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
Konsensus Nasional Penatalaksanaan IBD di Indonesia 2011
42