Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DAN ALAT UKUR

OSCILLOSCOPE II

OLEH
NAMA : Thaskia Qolbi Junjunan
NIM : 221344061

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK TELEKOMUNIKASI


JURUSAN ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
DESEMBER, 2022
KETERANGAN

1. Kelompok : 12
2. Judul Praktek : Oscilloscope II
3. Tanggal Praktek : 1. 23 November 2022
2. 30 November 2022
4. Tanggal Pengumpulan Laporan : 6 Desember 2022
5. Nama Praktikan : Thaskia Qolbi Junjunan
6. Nama Partner : Tiyo Rizky M
7. Nama Dosen : 1. Mina Naidah, DUT, ST, M.Eng
2. Rifa Hanifatunnisa, SST, MT

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


1
DAFTAR ISI

KETERANGAN ................................................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... 2
I. Tujuan Praktikum ............................................................................................................................. 3
II. Dasar Teori .......................................................................................................................................... 3
III. Alat – Alat dan Komponen Yang Dipergunakan .................................................................. 6
IV. Langkah Kerja dan Rangkaian Praktikum ............................................................................. 6
V. Tabel Praktikum dan Foto Praktikum ..................................................................................... 7
VI. Analisis Data ................................................................................................................................... 11
VII. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 18

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2
I. Tujuan Praktikum
A. Memahami apa yang dimaksud dengan phasa
B. Memahami apa yang dimaksud dengan beda phasa antara dua sinyal
C. Dapat mengukur beda phasa secara theori
D. Dapat mengukur beda phasa secara dual mode
E. Dapat mengukur beda phasa secara XY mode (Lissajous)
F. Dapat membuat keluaran frekuensi dari function generator diukur
menggunakan osilloskop
G. Memahami adanya pengaruh terhadap tegangan outpit akibat perubahan
frekuensi
H. Memahami adanya pengaruh terhadap beda phasa akibat perubahan
frekuensi
II. Dasar Teori
A. Pengukuran Beda Phasa
Beda Phase adalah perbedaan waktu dua buah gelombang yang
mempunyai frekuensi sama dalam berosilasi. Pengukuran beda phase ini
biasanya dilakukan pada gelombang input dan output suatu rangkaian.
Dua buah gelombang bisa mempunyai besar amplitudo dan frekuensi yang
sama tetapi beda phase.
Pengukuran beda phase antar dua buah sinyal dapat dilakukan dengan du
acara, yaitu:
- Dengan metoda dual trace
- Dengan metoda Lissajous
Pada metode dual trace, sinyal pertama dihubungkan pada kanal A,
sedangkan sinyal kedua dihubungkan pada kanal B dari osilloskop.
Sedangkan metode Lissajous, sinyal pertama dihubungkan pada input Y,
dan sinyal kedua dihubungkan pada input X osilloskop.
B. Metode Dual Trace
Metode dua trace adalah cara mengukur beda phase suatu gelombang
dengan melihat perbedaan selisih gelombang keluar dari chanel I dan
chanel II osilloskop.

Sinyal petama dihubungkan dengan kanal A, sedangkan sinyal kedua


dihubungkan dengan kanal B dari osiloskop. Pada layar osiloskop akan
terlihat gambar dari bentuk tegangan kedua sinyal.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


3
Cara menghitung beda pahse metode dual trace dengan menggunakan
rumus berikut:
Beda phase satu gelombang
𝑎
∅ = 𝑥 360°
𝑏
Beda phase ½ gelombang
𝑎
∅ = 𝑥 180°
𝑐
𝑎 = jarak antar gelombang 1 dan gelombang 2
𝑏 = jarak satu gelombang (perioda)
𝑐 = jarak ½ gelombang (perioda)

C. Metode Lissajous
Metode Lissajous adalah cara mengukur beda phase suatu gelombang
dengan memutar Time/div ossiloskop paling kanan yang akan
menghasilkan gambar atau grafik berbentuk linkaran atau elips pada layar
osiloskop. Sinyal pertama dihubungkan dengan kanal B dan sinyal kedua
dihubungkan dengan kanal A. kemudian ubah metode osilloskop menjadi
mode X-Y. pada layar akan terlihat sebuah lintasan berbentuk lingkaran,
garis lurus atau elips dimana dapat langsung ditentukan beda phase antara
kedua sinyal.

Cara menghitung beda pahse metode dual trace dengan menggunakan


rumus berikut:

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


4
0° < ∅ < 90°
𝑌1
∅ = 𝑠𝑖𝑛−1
𝑌2

90° < ∅ < 180°


𝑌1
∅ = 180 − 𝑠𝑖𝑛−1
𝑌2

D. Function Generator
Function generator adalah alat ukur elektonik yang menghasilkan atau
membangkitkan gelombang berbentuk sinus, ramp, segiempat, dan bentuk
gelombang pulsa.

Function generator terdiri dari generator utama dan generator modulasi.


Generator utama menyediakan gelombang output sinus, kotak, atau
gelombang segitiga dengan rangkuman frekuensi 0,01 Hz sampai 13 MHz.
generator modulasi menghasilkan bentuk gelombang sinus, kotak, dan
segitiga dengan rangkuman frekuensi 0,01 Hz sampai 10 kHz. Generator
sinyal input dapat digunakan sebagai amplitude modulation (AM0 atau
frequensi modulation (FM). Selubung (envelope) AM dapat diatur dari 0%
sampai 100% dan FM dapat diatur frekuensi pembawanya hinga +- 5%.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


5
Function generator umumnya menghasilkan frekuensi pada kisaran 0,5 Hz
samapai 20 MHz atau lebih tergantung rancangan pabrik pembuatnya.
Frekuensi yang dihasilkan dapat dipilih dengan memutar-mutar tombol
batas ukur frekuensi (frequency range).

Amplitudo sinyal yang dapat diukur berkisaran antara 0,1 V – 20 Vp-p


(tegangan puncak ke puncak) kondisi tanpa beban, dan 0,1 V – 10 Vp-p
(Volt peak to peak) dengan beban sebesar 50Ω. Output utama ditetapkan
oleh SYNC Output.

III. Alat – Alat dan Komponen Yang Dipergunakan


A. Capasitor (orde nF (10nF dan 47 nF)) dan (10nF (1 buah))
B. Resisitor (1k < R < 10k (3 buah)) dan (10kΩ (1 buah))
C. Function Generator
D. Papan Percobaan
E. Oscilloscope
F. Kabel Coaxial
G. Kabel dan Jumper
H. Multimeter
IV. Langkah Kerja dan Rangkaian Praktikum
A. Langkah Kerja Rangkaian Penggeser Phasa
1. Menyiapkan seluruh peralatan yang akan digunakan
2. Merangkai di atas papan percobaan rangkaian berikut:

3. Hitung beda phasa dan tegangan output (Vpp)


4. Ukur beda phasa dan tegangan output (Vpp) menggunakan metode
dual dan XY

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


6
B. Langkah Kerja Response frekuensi
1. Rangkainlah rangkaian berikut di atas papan percobaan.

2. Settinglah function generator sinyal sinusoidal 4 Vpp 500 Hz


3. Hitunglah beda phasa dan Vo secara theory
4. Ukurlah Vop-p menggunakan osilloskop
5. Ukurlah beda phasa (dual mode) menggunakan osilloskop
V. Tabel Praktikum dan Foto Praktikum
A. Tabel Praktikum Penggeser Phase
Theori Dual Mode XY Mode
No R C
∅ V0 ∅ V0 𝑦1, 𝑦2 ∅
Y1 = 0,5
1 3,3kΩ 10nF 17,26° 1,9 v 22,5° 1,8 Vpp 1,57°
Y2 = 0,2
Y1 = 0,7
2 4,7kΩ 10nF 23,89° 1,8 v 21.06° 1,8 Vpp 24,31°
Y2 = 1,7
Y1 = 0,7
3 5,6kΩ 10nF 27,82° 1,9 v 33,75° 1,8 Vpp 25,94°
Y2 = 1,6
Y1 = 0,9
4 3,3kΩ 47nF 55,62° 1,12 v 56,25° 1,1 Vpp 58,32°
Y2 = 1,1
Y1 = 0,7
5 4,7kΩ 47nF 64,34° 0,86 v 67,5° 1,6 Vpp 55,53°
Y2 = 0,8
Y1 = 0,6
6 5,6kΩ 47nF 68,04° 0,74 v 72,6° 1,4 Vpp 52,67°
Y2 = 0,7

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


7
Dual Mode XY Mode
No R C Gambar Rangkaian
∅ ∅
1 3,3kΩ 10nF

v/div = 0,5 v v/div = 0,5 v


t/div = 0,2 ms t/div = 0,2 ms
2 4,7kΩ 10nF

v/div = 0,5 v v/div = 0,5 v


t/div = 0,2 ms t/div = 0,2 ms
3 10nF

5,6kΩ

v/div = 0,5 v v/div = 0,5 v


t/div = 0,2 ms t/div = 0,2 ms
4 3,3kΩ 47nF

v/div = 0,5 v v/div = 0,5 v


t/div = 0,2 ms t/div = 0,2 ms

5 4,7kΩ 47nF

v/div = 0,5 v v/div = 0,5 v


t/div = 0,2 ms t/div = 0,2 ms
6 47nF

5,6kΩ

v/div = 0,5 v v/div = 0,5 v


t/div = 0,2 ms t/div = 0,2 ms
*foto praktikum pergeseran phase

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


8
B. Response Frekeunsi
R = 10 kΩ
C = 10 nF
Vin = 2 sin wt
Hasil Pengamatan
Fekuensi Theori
Osilloskop
(Hz)
Vo ∅ Vo ∅
500 3,816 Vpp 17,440° 3,6 Vpp 18°
1000 3,386 Vpp 32,14° 3,2 Vpp 30°
2500 2,148 Vpp 57,52° 2 Vpp 54°
5k 1,213 Vpp 72,34° 1,2 Vpp 72°
8k 0,78 Vpp 78,75° 0,8 Vpp 81,81°
10k 0,628 Vpp 80,96° 0,6 Vpp 70°
20k 0,317 Vpp 85,45° 0,4 Vpp 83,07°
50k 0,127 Vpp 88,18° 0,1 Vpp 90°

Frekuensi (Hz) Hasil Pengamatan Osilloskop


500

v/div = 1v
t/div = 0,5 ms
1000

v/div = 1 v
t/div = 0,5 ms
2500

v/div = 1 v
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
9
t/div = 0,2 ms
5k

v/div = 1 v
t/div = 0,1 ms
8k

v/div = 1 v
t/div = 50𝜇𝑠
10k

v/div = 1 v
t/div = 50𝜇𝑠
20k

v/div = 1 v
t/div = 20𝜇𝑠
50k

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


10
v/div = 1
t/div = 10𝜇𝑠
*foto praktikum response frekuensi

VI. Analisis Data


A. Menghitung beda phasa dan tegangan output secara theory
- Beda phasa
1. ∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 =
−𝑡𝑔−1 2𝜋. 1500. 3300. 10−8 = | − 17,26°|
2. ∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 =
−𝑡𝑔−1 2𝜋. 1500. 4700. 10−8 = | − 23,891°|
3. ∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 =
−𝑡𝑔−1 2𝜋. 1500. 5600. 10−8 = | − 27,82°|
4. ∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 =
−𝑡𝑔−1 2𝜋. 1500. 3300.4,7. 10−8 = | − 55,62°|
5. ∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 =
−𝑡𝑔−1 2𝜋. 1500. 4700.4,7. 10−8 = | − 64,34°|
6. ∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 =
−𝑡𝑔−1 2𝜋. 1500. 5600.4,7. 10−8 = | − 68,04°|
- Tegangan output
1 1
1. 𝑉𝑜 = 2 2 2 2
. 𝑉𝑖𝑛 = 2 2 2 −8 2
. 2 = 1,9 𝑣
√1 +(2𝜋𝑓) .𝑅 .𝐶 √1 +(2𝜋.1500) .3300 .(10 )
1 1
2. 𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = 2 = 1,8 𝑣
√12 +(2𝜋𝑓)2 .𝑅 2 .𝐶 2 √12 +(2𝜋.1500)2 .47002 .(10−8 )2
1 1
3. 𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = 2 = 1,9 𝑣
√12 +(2𝜋𝑓)2 .𝑅 2 .𝐶 2 √12 +(2𝜋.1500)2 .56002 .(10−8 )2
1 1
4. 𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = 2=
√12 +(2𝜋𝑓)2 .𝑅 2 .𝐶 2 √12 +(2𝜋.1500)2 .33002 .(4,7.10−8 )2
1,12 𝑣
1 1
5. 𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = 2=
√12 +(2𝜋𝑓)2 .𝑅 2 .𝐶 2 √12 +(2𝜋.1500)2 .47002 .(4,7.10−8 )2
0,86 𝑣
1 1
6. 𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = 2=
√12 +(2𝜋𝑓)2 .𝑅 2 .𝐶 2 √12 +(2𝜋.1500)2 .56002 .(4,7.10−8 )2
0,74 𝑣

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


11
B. Menghitung beda phasa secara dual trace
𝑎 0,2
1. ∅ = 𝑐 𝑥 180° = 1,6 𝑥 180° = 22,5°
𝑎 0,2
2. ∅ = 𝑥 180° = 𝑥 180° = 21,6°
𝑐 1,7
𝑎 0,3
3. ∅ = 𝑥 180° = 𝑥 180° = 33,75°
𝑐 1,6
𝑎 0,5
4. ∅ = 𝑥 180° = 𝑥 180° = 56,25°
𝑐 1,6
𝑎 0,6
5. ∅ = 𝑥 180° = 𝑥 180° = 67,5°
𝑐 1,6
𝑎 0,605
6. ∅ = 𝑥 180° = 𝑥 180° = 72,6°
𝑐 1,5

C. Menghitung beda phasa secara Lissajous


1. y1 = 0,5
y2 = 0,2
𝑌1 0,5
∅ = 𝑠𝑖𝑛−1 𝑌2 = 𝑠𝑖𝑛−1 0,2 = 1,57°
2. y1 = 0,7
y2 = 1,7
𝑌1 0,7
∅ = 𝑠𝑖𝑛−1 𝑌2 = 𝑠𝑖𝑛−1 1,7 = 24,31°
3. y1 = 0,7
y2 = 1,6
𝑌1 0,7
∅ = 𝑠𝑖𝑛−1 𝑌2 = 𝑠𝑖𝑛−1 1,6 = 25,94°
4. y1 = 0,9
y2 = 1,1
𝑌1 0,9
∅ = 𝑠𝑖𝑛−1 𝑌2 = 𝑠𝑖𝑛−1 1,1 = 58,32°
5. y1 = 0,7
y2 = 0,8
𝑌1 0,7
∅ = 𝑠𝑖𝑛−1 𝑌2 = 𝑠𝑖𝑛−1 0,8 = 55,53°
6. y1 = 0,6
y2 = 0,7
𝑌1 0,6
∅ = 𝑠𝑖𝑛−1 𝑌2 = 𝑠𝑖𝑛−1 0,7 = 52,67°

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


12
D. Eror
- Eror pada dual mode
Theori Dual Mode
No R C Eror%
∅ ∅
1 3,3kΩ 10nF 17,26° 22,5° 30,35

2 4,7kΩ 10nF 23,89° 21.06° 11,84

3 5,6kΩ 10nF 27,82° 33,75° 21,31

4 3,3kΩ 47nF 55,62° 56,25° 1,13

5 4,7kΩ 47nF 64,34° 67,5° 4,9

6 5,6kΩ 47nF 68,04° 72,6° 6,7

- Eror pada XY mode


Theori XY Mode
No R C Eror%
∅ ∅
1 3,3kΩ 10nF 17,26° 1,57° 90,90

2 4,7kΩ 10nF 23,89° 24,31° 1,75

3 5,6kΩ 10nF 27,82° 25,94° 6,75

4 3,3kΩ 47nF 55,62° 58,32° 4,85

5 4,7kΩ 47nF 64,34° 55,53° 13,69

6 5,6kΩ 47nF 68,04° 52,67° 22,58

E. Reposnse Frekuensi
1. f = 500 Hz
t/div = 0,5 ms
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
500 =
𝑛 𝑥 0,5. 10−3
1
𝑛=
500 𝑥 0,5. 10−3
𝑛 = 4 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
13
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 500. 10000. 10−8
= |−17,44°|
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 500.10000. 10−8 )2 .
= 3,816 𝑣

- secara pengamatan
0,2
∅= . 180° = 18°
2
Vo = 1,8 x 2 = 3,6 Vpp

2. f = 1000 Hz
t/div = 0,5 ms
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
1000 =
𝑛 𝑥 0,5. 10−3
1
𝑛=
1000 𝑥 0,5. 10−3
𝑛 = 2 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 1000. 10000. 10−8
= |−32,44°|
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 1000.10000. 10−8 )2 .
= 3,386 𝑣

- secara pengamatan
0,4
∅= . 180° = 30°
2,4
Vo = 1,6 x 2 = 3,2 Vpp

3. f = 2500 Hz
t/div = 0,2 ms
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
2500 =
𝑛 𝑥 0,2. 10−3
1
𝑛=
2500 𝑥 0,2. 10−3
𝑛 = 2 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 2500. 10000. 10−8
= |−57,52°|

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


14
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 2500.10000. 10−8 )2 .
= 2,148 𝑣

- secara pengamatan
0,3
∅= . 180° = 54°
1
Vo = 1 x 2 = 2 Vpp

4. f = 5k Hz
t/div = 0,1 ms
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
5000 =
𝑛 𝑥 0,1. 10−3
1
𝑛=
5000 𝑥 0,1. 10−3
𝑛 = 2 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 5000. 10000. 10−8
= |−72,34°|
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 5000.10000. 10−8 )2 .
= 1,213 𝑣

- secara pengamatan
0,4
∅= . 180° = 72°
1
Vo = 0,6 x 2 = 1,2 Vpp

5. 8k Hz
t/div = 50𝜇𝑠
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
8000 =
𝑛 𝑥 50. 10−6
1
𝑛=
8000 𝑥 50. 10−6
𝑛 = 2,5 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 8000. 10000. 10−8
= |−78,75°|
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 8000.10000. 10−8 )2 .
= 0,78 𝑣

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


15
- secara pengamatan
0,5
∅= . 180° = 81,81°
1,1
Vo = 0,4 x 2 = 0,8 Vpp

6. f = 10k Hz
t/div = 50𝜇𝑠
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
10000 =
𝑛 𝑥 50. 10−6
1
𝑛=
10000 𝑥 50. 10−6
𝑛 = 2 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 10000. 10000. 10−8
= |−80,96°|
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 500.10000. 10−8 )2 .
= 0,628 𝑣

- secara pengamatan
0,4
∅= . 180° = 80°
9
Vo = 0,3 x 2 = 0,6 Vpp

7. f = 20k Hz
t/div = 20𝜇𝑠
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
20000 =
𝑛 𝑥 20. 10−6
1
𝑛=
20000 𝑥 20. 10−6
𝑛 = 2,5 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 20000. 10000. 10−8
= |−85,45°|
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 20000.10000. 10−8 )2 .
= 0,317 𝑣

- secara pengamatan
0,6
∅= . 180° = 83,07°
1,3
Vo = 0,2 x 2 = 0,4 Vpp
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
16
8. f = 50k Hz
t/div = 10𝜇𝑠
1
𝑓=
𝑛 𝑥 𝑡/𝑑𝑖𝑣
1
50000 =
𝑛 𝑥 10. 10−6
1
𝑛=
50000 𝑥 10. 10−6
𝑛 = 2 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘
- secara theory
∅ = −𝑡𝑔−1 𝑊𝑅𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋𝑓 𝑅 𝐶 = −𝑡𝑔−1 2𝜋. 50000. 10000. 10−8
= |−88,18°|
1 1
𝑉𝑜 = . 𝑉𝑖𝑛 = .4
√1 + (2𝜋𝑓. 𝑅. 𝐶)2 √12 + (2𝜋. 50000.10000. 10−8 )2 .
= 0,127 𝑣

- secara pengamatan
0,5
∅= . 180° = 90°
1
Vo = 0,05 x 2 = 0,1 Vpp

VII. Kesimpulan
A. Pengukuran beda fase pada Osilloskop dapat dilakukan dengan du acara
yaitu, metode Dual Trace dan metode Lissajous
B. Syarat menggunakan rumus dual trace yaitu, kedua sinyal memiliki
frekuensi yang sama besar dan garis referensi nol pada osilloskop
C. Syarat menggunakan rumus Lissajous yaitu, kedua sinyal memiliki
frekuensi yang sama besar, tinggi gambar sinyal = Panjang T untuk satu
siklus, garis referensi nol pada osilloskop harus berhimpit, misal pada
pertengahan layar osilloskop dan titik pusat harus berimpit
D. Nilai beda phasa ditentukan oleh kapasitor dalam rangkaian
E. Eror disebabkan oleh perbedaan pengambilan metode perhitungan beda
phasa, yaitu dengan dual trace dan dengan Lissajous, kesalahan terjadi
pada pengamatan hasil percobaan yang disebabkan keterbatasan dalam
pengmatan. pada metode Lissajous yang ditampilkan pada ossiloskop sulit
diamati, sehingga menimbulkan sedikit perbedaan
F. Dalam pengukuran frekuensi dihasilkan dilihat bahwa semakin tinggi
frekuensi maka semakin kecil tegangan outputnya dan semakin besar beda
phasanya.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


17
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Kahfi Nugroho. (2011, Juni 6). Oscilloscope Beda Fasa [online]. Available:
https://www.academia.edu/18484385/Beda_Fasa
[2]. Supri Lestari “Analisa Lissajous”, UNSOED 2017
[2]. Fitri Elvira. (2017, Nov 3). Function Generator [Online]. Available:
https://www.academia.edu/35273872/TUGAS_FUNCTION_GENERATOR_DA
N_OSCILLOSCOPE

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


18

Anda mungkin juga menyukai