Anda di halaman 1dari 130

Or

ali
t
Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 1

A. Latar Belakang .......................................................... 1


B. Tujuan ...................................................................... 1
C. Kebijakan .................................................................. 2
D. Strategi ..................................................................... 3
E. Kegiatan ................................................................... 3

BAB II KEGIATAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIARE ....... 5

A. Surveilans Epidemiologi ............................................ 5


B. Promosi Kesehatan .................................................... 25
C. Pencegahan ............................................................... 26
D. Pengelolaan Logistik .................................................. 32
E. Layanan Rehidrasi Oral Aktif ..................................... 36
F. Kegiatan Penanggulangan Diare (KPD) ....................... 39
G. Pemantauan dan Evaluasi ......................................... 40

BAB III TATALAKSANA PENYAKIT DIARE ........................... 49

A. Pembagian Diare........................................................ 49
B. Prinsip Tatalaksana Penderita Diare .......................... 63
C. Penentuan Diagnosis Diare ........................................ 66
D. Pengobatan................................................................ 67

BAB IV PENUTUP ................................................................. 99

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Formulir 2.1 Rekapitulasi Penderita Diare Menurut Golongan Umur


Lampiran 2 : Formulir 2.2 Imvestigasi Penderita Diare / Kolera
Lampiran 3 : Formulir 2.3 Pencatatan Kasus Diare
Lampiran 4 : Formulir 2.4 Pemantauan Pengendalian Program Diare
Lampiran 5 : Formulir 2.5 Pengetahuan Tatalaksana Penderita Diare di Puskesmas
Lampiran 6 : Formulir 2.6 Etiologi
IndikatorPotensial
dan Target Program Diare
Menimbulkan KLB Diare
Lampiran 7 : Formulir 2.7 Bagan
EtiologiTatalaksana
Potensial Menimbulkan KLB Diare
Penderita Diare
Lampiran 8 : Formulir 2.8 Bagan Tatalaksana Penderita Diare
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Tim Penyusuan
Tim Penyusun

Daftar Isi i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan di dunia


termasuk Indonesia. Menurut WHO dan UNICEF, terjadi sekitar
2 milyar kasus penyakit diare di seluruh dunia setiap tahun, dan
sekitar 1,9 juta anak balita meninggal karena penyakit diare
setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang. Dari
semua kematian anak balita karena penyakit diare, 78% terjadi
di wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Hasil Riskesdas tahun 2013
menunjukkan period prevalence diare adalah 3,5%, lebih kecil
dari hasil Riskesdas 2007 (9%). Pada Riskesdas 2013, sampel
diambil dalam rentang waktu yang lebih singkat. Insiden diare
untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5%.
Pernyataan bersama WHO-UNICEF tahun 2004
merekomendasikan pemberian oralit, tablet zinc, pemberian ASI
dan makanan serta antibiotika selektif merupakan bagian utama
dari manajemen penyakit diare.

Hasil Kajian Masalah Kesehatan berdasarkan siklus kehidupan


2011 yang dilakukan oleh Litbangkes tahun 2011 menunjukkan
penyebab utama kematian bayi usia 29 harihari ñ11
11 bulan adalah
Pnemonia (23,3%) dan Diare (17,4%). Dan penyebab utama
kematian anak usia 1-4 tahun adalah Pnemonia (20,5%) dan
Diare (13,3%).

Hasil rapid
kajiansurvei diare yang
morbiditas dilakukan
yang dilakukanoleh Subdit
oleh Hepatitis
Subdit Diare
Penyakit
dan ISP Infeksi Saluran
menunjukkan Pencernaan
bahwa angka (PISP)
kesakitan diaremenunjukkan
semua umur
tahun
bahwa2012
angka adalah 214/1.000
kesakitan diare penduduk
semua umur semua umur
tahun danadalah
2015 angka
kesakitan
270/1.000diare pada balita
penduduk semua adalah
umur900/1.000
dan angkabalita. Kematian
kesakitan diare
diare pada balita 75,3 per 100.000
pada balita adalah 843/1.000 balita. balita dan semua umur 23,2
per 100.000 penduduk semua umur.

B. Tujuan

1. Umum

Tersusunnya pedoman pengendalian penyakit diare dan


terselenggaranya kegiatan pengendalian penyakit diare dalam
rangka menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
akibat penyakit diare di Indonesia bersama lintas program
dan lintas sektor terkait.

Pendahuluan 1
2. Khusus

a. Tersedianya panduan bagi penentu kebijakan dalam


pelaksanaan dan pengembangan program pengendalian
penyakit diare di Indonesia.
b. Tersedianya panduan dalam pelaksanaan surveilans
epidemiologi penyakit diare dan upaya pengendaliannya.
c. Tersedianya panduan tatalaksana penyakit diare sesuai
standar.
d. Tersedianya panduan dalam meningkatkan pengetahuan
petugas dalam pengendalian penyakit diar e.
e. Tersedianya panduan untuk sistem pencatatan, pelaporan,
monitoring dan evaluasi program pengendalian penyakit
diare.
f. Tersedianya panduan dalam pengadaan logistik untuk
pengendalian penyakit diare.
g. Terbentuknya jejaring kerja dalam pengendalian penyakit
diare.

C. Kebijakan

Kebijakan program pengendalian penyakit diare adalah sebagai


berikut :

1. Pengendalian penyakit diare berdasarkan pada partisipasi


dan pemberdayaan masyarakat serta disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah (local area
spesific).
2. Pengendalian penyakit diare dilaksanakan melalui
pengembangan kemitraan dan jejaring kerja secara multi
disiplin, lintas program dan lintas sektor.
3. Pengendalian penyakit
3. Pengendalian penyakit diare
diare dilaksanakan
dilaksanakansecara
secaraterpadu
secara
terpadu
baik dalam baik dalam
upaya upaya preventif,
preventif, kuratif
kuratif dan dan promotif.
promotif.
4. Pengendalian penyakit diare dikelola secara profesional,
berkualitas, merata dan terjangkau oleh masyarakat melalui
penguatan seluruh sumber daya.
5. Penguatan sistem surveilans penyakit diare sebagai bahan
informasi bagi pengambilan kebijakan dan pelaksana program.
6. Pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit diare harus
dilakukan secara efektif dan efisien melalui pengawasan yang
terus ditingkatkan intensitas dan kualitasnya dengan
pemantapan sistem dan prosedur, bimbingan dan evaluasi.

2 Pedoman Tatalaksana Diare


D. Strategi

1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk


berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga terhindar
dari penyakit diare.
2. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan
peran serta masyarakat untuk penyebar luasan informasi
kepada masyarakat tentang pengendalian penyakit diare.
3. Mengembangkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) yang efektif
dan efisien terutama bagi masyarakat yang berisiko.
4. Meningkatkan pengetahuan petugas dan menerapkan
pelaksanaan tatalaksana penyakit diare secara standar
disemua fasilitas kesehatan.
5. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas melalui peningkatan sumber daya
manusia dan penguatan institusi, serta standarisasi pelayanan.
6. Meningkatkan surveilans epidemiologi penyakit diare di
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
7. Mengembangkan jejaring kemitraan secara multi disiplin
lintas program dan lintas sektor di semua jenjang baik
pemerintah maupun swasta.

E. Kegiatan

1 Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.


2 Sosialisasi dan edukasi tentang pengendalian penyakit diare
kepada petugas kesehatan terkait.
3 Promosi kesehatan kepada masyarakat melalui media
komunikasi baik cetak maupun elektronik.
4 Penyusunan dan pengembangan pedoman pengendalian
penyakit diare dan tatalaksana penderita penyakit diare
sesuai standar.
5 Penanganan penderita penyakit diare sesuai tatalaksana
standar.
6 Surveilans epidemiologi dan bantuan teknis dalam
penanggulangan KLB penyakit diare.
7 Upaya pencegahan yang melibatkan lintas program, lintas
sektor dan masyarakat.
8 Pengelolaan logistik sebagai sarana penunjang program.
9 Pemantauan dan evaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.

Pendahuluan 3
4 Pedoman Tatalaksana Diare
BAB II
KEGIATAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIARE

A. Surveilans Epidemiologi

1. Tujuan

Diketahuinya situasi epidemiologi dan besaran masalah


penyakit diare di masyarakat, sehingga dapat dibuat
perencanaan dalam pencegahan, penanggulangan, dan
pengendaliannya di semua jenjang pelayanan.

2. Pengertian

a. Epidemiologi

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari


tiga kata dasar, yaitu epi yang berarti pada atau tentang,
demos yang berarti penduduk, dan logos yang berarti
ilmu pengetahuan. Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penduduk. Sedangkan dalam
pengertian modern saat ini Epidemiologi adalah ìIlmu ilmu
yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi
(penyebaran) serta determinan masalah kesehatan pada
sekelompok orang/masyarakat serta determinannya
(faktor-faktor yang mempengaruhinya).1

b. Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara


sistematis dan terus-menerus terhadap penyakit atau
masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif
dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
dan penyebaran infor masi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.2

1 Budiarto, Eko. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003


2 Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003.
Tahun 2004. Jakarta.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 5


c. Wabah

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit


menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.3

d. Kejadian Luar Biasa (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu timbulnya atau


meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. 4

Kriteria KLB sesuai dengan ketentuan peraturan Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/ Per/X/2010
tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan.

3. Prosedur Surveilans

a. Cara Pengumpulan Data Penyakit Diare

Ada tiga cara pengumpulan data penyakit diare, yaitu


melalui laporan rutin, laporan KLB, dan pengumpulan
data melalui studi kasus.

1) Laporan Rutin

Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui


SP2TP (LB), SPRS (RL), STP, dan rekapitulasi penyakit
diare. Oleh karena penyakit diare termasuk penyakit
yang dapat menimbulkan KLB, maka perlu dibuat
laporan mingguan (W2). Untuk dapat membuat
laporan rutin perlu pencatatan setiap hari (register)
penderita penyakit diare yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan, posyandu atau kader. Data

3 Departemen Kesehatan RI. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984. Tahun 1985. Jakarta.
4 Departemen Kesehatan RI. Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 Tahun 2011. Jakarta.

6 Pedoman Tatalaksana Diare


register harian dapat mendeteksi adanyanya
peningkatan jumlah kasus dan tanda-tanda akan
terjadinya KLB sehingga dapat segera dilakukan
tindakan penanggulangan secepatnya. Laporan rutin
ini dikompilasi oleh petugas pencatatan dan pelaporan
penyakit diare di puskesmas kemudian dilaporkan
ke kabupaten/kota melalui laporan bulanan (LB)
dan STP setiap bulan.

Petugas/Pengelola Penyakit Diare Kabupaten/Kota


membuat rekapitulasi dari masing-masing puskesmas
dan secara rutin (bulanan) dikirim ke provinsi dengan
menggunakan formulir rekapitulasi penyakit diare.
Dari provinsi direkapitulasi berdasarkan kabupaten/
kota secara rutin (bulanan) dan dikirim ke pusat
(Direktorat Jenderal PP
(Direktorat P2Pdan
SubPLDirektorat
cq. Sub Direktorat
Hepatitis
Pengendalian
dan Penyakit Diare dan
Infeksi Infeksi Pencernaan)
Saluran Saluran Pencernaan)
dengan
menggunakan Formulir 2.1 (lihat Lampiran 2).
dengan menggunakan Formulir 2.1 (lihat Lampiran
2).

2) Laporan KLB/Wabah

Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam


periode 24 jam dengan Format Laporan W1 dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi :

 Kronologi terjadinya KLB.


 Cara penyebaran serta faktor -faktor yang
mempengaruhinya.
 Keadaan umum penderita.
 Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah
dilakukan.
 Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak
lanjut.

3) Pengumpulan data melalui studi kasus

Pengumpulan data ini dapat dilakukan satu tahun


sekali, misalnya pada pertengahan atau akhir tahun.
Tujuannya untuk mengetahui data dasar (base line
data) sebelum atau setelah program dilaksanakan
dan hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk
perencanaan di tahun yang akan datang.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 7


b. Pengolahan, Analisis, dan Interpretasi

Data yang telah dikumpulkan, diolah, dan ditampilkan


dalam bentuk tabel atau grafik, kemudian dianalisis dan
diinterpretasi. Analisis ini sebaiknya dilakukan berjenjang
dari puskesmas hingga pusat sehingga apabila terdapat
permasalahan segera dapat diketahui dan diambil
tindakan pemecahannya.

c. Penyebarluasan Hasil Interpretasi

Hasil analisis dan interpretasi data yang telah


dikumpulkan, diumpanbalikkan kepada pihak yang
berkepentingan, yaitu kepada pimpinan di daerah
(kecamatan hingga dinas kesehatan provinsi) untuk
mendapatkan tanggapan dan dukungan.

4. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

a. Pengertian

SKD merupakan kewaspadaan terhadap penyakit


berpotensi KLB beserta faktor -faktor yang
mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi
surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk
meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya,
dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang
cepat dan tepat.6

b. Tujuan

1) Menumbuhkan sikap tanggap terhadap adanya


perubahan dalam masyarakat yang berkaitan dengan
kesakitan dan kematian.

2) Mengarahkan sikap tanggap tersebut terhadap


tindakan penanggulangan secara cepat dan tepat
untuk mengurangi jumlah penderita dan mencegah
kematian.

3) Memperoleh informasi secara cepat, tepat, dan akurat.

8 Pedoman Tatalaksana Diare


c. Tahap Pelaksanaan

Pengamatan SKD KLB mencakup :

1) Jumlah penderita dan faktor risiko

Pengamatan lebihintensif
Pengamaan lebih intensifbila
bila::

 Meningkatnya jumlah penderita penyakit diare


berdasarkan tempat, waktu dan orang.

 Kesehatan Lingkungan

(1) Cakupan penduduk yang akses terhadap jamban


sehat < 80%.
(2) Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
(3) Cakupan penduduk yang akses terhadap air
minum yang layak < 80%.
(4) Cakupan rumah tangga yang mengelola makanan
dengan aman < 80%.
(5) Cakupan tempat pengelolaan makanan (TPM)
yang memenuhi syarat kesehatan < 80%.
(6) Cakupan pengelolaan sampah rumah dan limbah
cair rumah tangga yang memenuhi syarat
kesehatan < 80%.

2) Perilaku Masyarakat

Berpedoman pada 5 pilar STBM, yaitu:

 Stop buang air besar sembarangan (SBS).


n Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir
di enam waktu
5 (lima) waktu penting
penting (sebelum
(sebelum makan, sebelum
sesudah
mengolah dan menghidangkan makanan, sebelum
buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah
menyusui,
membersihkansebelum
anak member
buang airmakan bayi/balita,
besar, sebelum
sesudah buang air
menyiapkan makanan). besar/kecil, sesudah memegang
n hewan/unggas).
Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga
(PAMM-RT). Tahapan pengelolaan air minum dengan
 Pengelolaan air minum dan
melakukan pengolahan makanan
air baku rumah tangga
(pengendapan dan
(PAMM-RT). Tahapan pengelolaan air minum dengan
penyaringan), pengolahan air untuk diminum (filtrasi,
melakukan pengolahan air baku (pengendapan dan
klorinasi, koagulasi/flokulasi, dan desinfeksi), dan
penyaringan), pengolahan air untuk diminum (filtrasi,
klorinasi, kuagulasi/flokulasi, dan desinfeksi), dan
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 9
memperhatikan wadah penyimpanan air minum yang
aman (tertutup, berleher sempit, dan diletakkan di
tempat yang bersih dan sulit dijangkau binatang).
Tahapan pengelolaan makanan rumah tangga dengan
menerapkan prinsip hygiene sanitasi makanan, yaitu
pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan, pengolahan makanan, penyimpanan
makanan matang, pengangkutan makanan, dan
penyajian makanan.

Pengamanan sampah
n Pengamanan sampah rumah
rumah tangga,
tangga, dengan
dengan
menerapkan prinsip reduce
menerapkan reduce (mengurangi
(mengurangi sampah),
sampah),
(memanfaatkan kembali),
reuse (memanfaatkan kembali),dan
dan recycle
recycle (mendaur
(mendaur
ulang kembali).

 Pengamanan limbah cair rumah tangga, dengan


menerapkan prinsip air limbah kamar mandi dan
dapur tidak boleh tercampur dengan air dari jamban,
tidak boleh menjadi tempat perindukan vector,
vektor, tidak
tidak
boleh menimbulkan bau, dan terhubung dengan
saluran limbah umum/got atau sumur resapan.

3) KLB diare sebelumnya :

a) Frekuensi KLB berdasarkan wilayah


b) Waktu (bulan) terjadinya KLB
c) Lama KLB berlangsung
d) Kelompok umur dan pekerjaan
e) Tindakan penanggulangan KLB
f) Faktor risiko (sumber dan cara penularan)
g) Perubahan kondisi, antara lain iklim climate
(climatechange),
change),
pengungsian, bencana alam, perpindahan penduduk,
dan pesta/kenduri.

d. Sumber Informasi

1) Pencatatan dan pelaporan rutin


2) Masyarakat
3) Mass media
4) Instansi/lembaga terkait, misalnya BMG dan LSM
5) Hasil survey/studi kasus

e. Tindak lanjut SKD KLB

10 Pedoman Tatalaksana Diare


a) Di puskesmas, meliputi:

(1) Pengamatan terhadap kasus dan faktor risiko.


(2) Penyegaran dan pelatihan kader/masyarakat.
(3) Menyiapkan logistik (oralit, zinc, obat yang sesuai
dengan program pengendalian penyakit diare).
(4) Perbaikan kualitas sarana air bersih dan sanitasi
melalui desinfeksi, perbaikan konstruksi, dan
pembuatan sarana baru sebagai percontohan.
(5) Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui
inspeksi sanitasi (IS) dan pengambilan sampel.
(6) Penyuluhan kesehatan secara intensif pada kelompok
masyarakat.
(7) Infor masi kepada kepala wilayah (camat).
(8) Menyiapkan carry and blair untuk pengambilan
sampel rectal swab (usap dubur) dan segera dikirim
ke laboratorium.

b) Di Kabupaten/Kota, meliputi:

(1) Pelatihan/penyegaran tenaga puskesmas dan


masyarakat (pengusaha dan penjual makanan).
(2) Pemeriksaan bakteriologis terhadap air, makanan,
dan peralatan makanan.
(3) Memberikan masukan kajian data kepada pengambil
keputusan untuk mendapatkan dukungan politis,
dana, produk hukum, dan lain-lain.
(4) Perencanaan logistik (oralit, cairan ringer laktat,
antibiotika, reagensia, media transport).
(5) Produksi media cetak sederhana.
(6) Penyuluhan melalui media massa (cetak dan
elektronik).
(7) Diseminasi infor masi lintas sektor terkait.
(8) Menyiapkan tim penanggulangan KLB penyakit diare.

c) Di provinsi, meliputi:

(1) Melatih petugas kabupaten/kota.


(2) Membantu pemenuhan kebutuhan logistik (membuat
buffer stok).
(3) Menyusun petunjuk teknis sesuai spesifikasi masing-
masing.
(4) Memberi masukan kajian data kepada pengambil
keputusan.
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 11
(5) Memproduksi media penyuluhan elektronik dan cetak
serta menyebarluaskan ke lokasi rawan KLB.
(6) Intensifikasi penyuluhan melalui berbagai media
massa.
(7) Menyusun perencanaan menyeluruh di daerah sesuai
kompetensinya.
(8) Menyiapkan tim penanggulangan KLB penyakit diare.

d) Di pusat, meliputi:

(1) Menyusun pedoman, norma, standar, prosedur, dan


kriteria.
(2) Menyusun indikator.
(3) Menyusun perencanaan program (logistik, peng-
amatan, pencegahan, penyuluhan).
(4) M e la ku ka n ka j i a n m e l a l u i s t u d i k h u s u s .
(5) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan SKD.

5. Pengorganisasian

a. Pengorganisasian SKD KLB penyakit diare.

Pengorganisasian SKD KLB penyakit diare dilakukan mulai


dari puskesmas, kabupaten/kota, provinsi, lintas batas, dan
pusat.

Pengorganisasian SKD KLB terdiri dari :

1) Puskesmas

a) Pelaksanaan SKD KLB dikoordinir oleh Kepala


Puskesmas:

(1) Petugas Pengendalian Penyakit, terutama


pengelola program penyakit diare.
(2) Petugas surveilans.
(3) Petugas kesehatan lingkungan.
(4) Petugas pencatatan dan pelaporan (RR).

b) Fungsi dan peranan:

(1) Melakukan analisis terhadap penderita penyakit


diare dari kunjungan puskesmas per minggu.

12 Pedoman Tatalaksana Diare


(2) Melakukan analisis terhadap kesehatan
lingkungan pada lokasi/desa yang cakupannya
rendah.
(3) Melakukan pemicuan STBM.
(4) Melakukan surveilans faktor
factor resiko
risiko kesehatan
lingkungan melalui klinik sanitasi.
(5) Melakukan pengamatan intensif di desa yang
pada periode sebelumnya (minggu, bulan periode
yang sama tahun lalu) terjadi peningkatan kasus.
(6) Membuat laporan mingguan mengenai keadaan
penderita penyakit diare di wilayahnya dan
melaporkan kepada kabupaten/kota.

2) Kabupaten/Kota

a) Pelaksanaan dikoordinir oleh Kepala Dinas Kesehatan,


dibantu oleh pengelola program terkait dalam KLB
penyakit diare (surveilans, diare, kesehatan
lingkungan, dan promosi kesehatan) atau disesuaikan
dengan struktur/organisasi setempat.

b) Fungsi dan Peranan :

(1) Melakukan analisis laporan mingguan penyakit


diare.
(2) Melakukan telaah dan kajian terhadap faktor
risiko yang ada dari aspek kualitas kesehatan
lingkungan dan perilaku masyarakat.
(3) M e n g e m b a n g k a n w i r a u s a h a s a n i t a s i .
(4) Menyusun rencana tentang logistik dan kegiatan
pencegahan yang ditujukan terhadap faktor risiko
dan tatalaksana penderita serta penyuluhan.
(5) Membuat laporan untuk penanggung jawab
tingkat provinsi dan diseminasi informasi kepada
sektor terkait serta membuat rekomendasi untuk
kepala daerah kabupaten/kota.
(6) Mengembangkan pelatihan petugas dan
masyarakat dengan dana yang bersumber DIPA
kabupaten/kota atau APBD kabupaten/kota.
(7) Menyusun rencana kerjasama lintas program
dan lintas sektor secara berkala.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 13


3) Provinsi

a) Pengelola program terkait antara lain kesehatan


lingkungan, pengendalian penyakit diare, surveilans,
dan promosi kesehatan atau disesuaikan dengan
struktur organisasi kesehatan setempat.

b) Fungsi dan peranan :

(1) Melakukan analisis terhadap daerah rawan KLB


dan faktor r i s i k o n y a s e r t a p e m e t a a n .
(2) Melakukan penyusunan kegiatan untuk bantuan
logistik, pengamatan dan perbaikan kualitas
kesehatan lingkungan.
(3) Mengembangkan metode dan media penyuluhan
yang tepat untuk daerah sasaran.
(4) Mengembangkan pelatihan bagi petugas
kabupaten/kota.
(5) Menyusun petunjuk teknis untuk pengamatan
kasus dan faktor risiko.
(6) Melakukan dan mengirimkan hasil kajian/
pelaporan ke pusat.
(7) Melakukan desiminasi informasi bagi instansi
terkait dan advokasi untuk pimpinan daerah.
(8) Menyusun dan mengembangkan standar dan
kriteria daerah.
(9) Menyusun pertemuan berkala LP/LS di tingkat
provinsi.

4) Pusat

a) Pelaksana, terdiri dari:


(1) Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
(1) Penyakit
Direktorat Pengendalian
Menular Langsung cq. Penyakit
Subdit Menular
Hepatitis
dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan. dan
Langsung cq. Subdit Pengendalian Diare
Infeksi Saluran
(2) Direktorat Pencernaan.
Kesehatan Lingkungan.
(2) D i r e k t o r a t P e n y
(3) Direktorat Promosi Kesehatan e h a t a ndanLPemberdayaan
ingkungan.
(3) Masyarakat.
Pusat Promosi Kesehatan.
(4) Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
(4) Pusat Krisis Kesehatan.
b) Fungsi dan peranan

(1) Melakukan kajian terhadap KLB yang terjadi di


daerah.

14 Pedoman Tatalaksana Diare


(2) Menyusun dan mengembangkan pedoman teknis
untuk SKD-KLB.
(3) Mengembangkan pelatihan bagi petugas provinsi.
(4) Menyusun dan mengembangkan norma, standar,
prosedur, kriteria tatalaksana kasus dan
kesehatan lingkungan.
(5) Melakukan desiminasi informasi bagi pihak dan
instansi terkait.
(6) Melaksanakan studi kasus pengkajian
karakteristik daerah rawan KLB.
(7) M e n y u s u n p e r t e m u a n b e r k a l a l i n t a s
program/lintas sektor di pusat.

b. Lintas Batas

Lintas batas daerah yang mengalami KLB (wilayah


puskesmas, kabupaten/kota, dan provinsi lain) ditunjuk
sebagai penanggung jawab atau koor dinator.

1) Menyampaikan hasil kajian kegiatan yang dilakukan


secara berjenjang.
2) Melakukan pertemuan dengan penanggung jawab
dari wilayah yang berbatasan.
3) Menyusun kesepakatan bersama dalam pengamanan
penderita, antisipasi atau kesiapsiagaan di wilayah
masing-masing.
4) Menyusun kesepakatan untuk sistim informasi
tentang kondisi diare di wilayah masing-masing.

6. Manajemen KLB Diare

Manajemen KLB diare dapat dibagi tiga fase yaitu pra-KLB, saat
KLB dan pasca KLB.

a. Pra-KLB

Persiapan yang perlu diperhatikan pada pra KLB/Wabah


adalah:

1) Kabupaten/kota, provinsi, dan pusat perlu membuat


surat edaran atau instruksi kesiapsiagaan di setiap
tingkat.
2) Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) di wilayah
Puskesmas, terutama di desa rawan KLB.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 15


3) Mempersiapkan tenaga dan logistik yang cukup di Puskesmas,
kabupaten/kota, dan provinsi dengan membentuk Tim Gerak
Cepat (TGC).
4) Meningkatkan upaya promosi kesehatan.
5) Mempersiapkan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
etiologi/penyebab KLB Diare.
6) Meningkatkan kegiatan lintas program dan sektor.

b. Saat KLB

Kegiatan saat KLB :

1) Penyelidikan KLB

a) Tujuan

(1) Memutus rantai penularan.


(2) Menegakkan diagnosa penderita yang dilaporkan.
(3) Mengidentifikasi etiologi penyakit diare.
(4) Memastikan terjadinya KLB Diare.
(5) Mengetahui distribusi penderita menurut waktu,
tempat, dan orang.
(6) Mengidentifikasi sumber dan cara penularan penyakit
diare.
(7) Mengidentifikasi populasi rentan.

b) Tahapan penyelidikan KLB

(1) Mengumpulkan data dengan menggunakan Formulir


2.2 (lihat Lampiran 2), mengolah, dan menganalisis
informasi termasuk faktor risiko yang ditemukan.

(2) Membuat kesimpulan berdasarkan:

(a) Faktor tempat yang digambarkan dalam suatu


peta (spotmap)
(spotmap) atau tabel tentang :
 Kemungkinan faktor risiko yang menjadi
sumber penularan.
 Keadaan lingkungan biologis (agen, penderita),
fisik dan sosial ekonomi.
 Cuaca.
 Ekologi.
 Adat kebiasaan.
 Sumber air minum dan sebagainya.

16 Pedoman Tatalaksana Diare


(b) Faktor waktu yang digambarkan dalam kurva
epidemik yang menyatakan hubungan waktu (onset
time) dengan jumlah kasus sehingga dapat diketahui
masa inkubasi dengan penyebab KLB diare. Setelah
dibuat grafiknya dapat diinterpr etasikan:
 Kemungkinan penyebab KLB.
 Kecenderungan perkembangan KLB.
 Lamanya KLB.

(c) Faktor orang yang terdiri dari: umur, jenis kelamin,


tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, suku bangsa,
adat istiadat, agama/ kepercayaan dan sosial
ekonomi.

2) Penanggulangan KLB

a) Mengaktifkan Tim Gerak Cepat (TGC)

TGC terdiri dari unsur lintas program dan lintas sektor.

b) Pembentukan Pusat Rehidrasi (Posko KLB Penyakit Diare)

Pusat rehidrasi dibentuk dengan maksud unuk


maksud untuk
menampung penderita diare yang memerlukan perawatan
dan pengobatan. Pusat Rehidrasi dipimpin oleh seorang
dokter dan dibantu oleh tenaga kesehatan yang dapat
melakukan tata laksana diare sesuai standar. Tempat
yang dapat dijadikan sebagai pusat rehidrasi adalah
tempat yang terdekat dari lokasi KLB penyakit diare dan
terpisah dari pemukiman.

Tugas-tugas di Pusat Rehidrasi (Posko KLB Penyakit


Diare):

 Memberikan pengobatan penderita penyakit diare


sesuai dengan tatalaksana standar serta mencatat
perkembangan penderita.
 Melakukan pencatatan penderita: nama, umur, jenis
kelamin, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala,
diagnosa/klasifikasi dan lain-lain.
 Mengatur logistik obatñobatan
obat-obatan dan lain-lain.
 Pengambilan sampel usap dubur penderita sebelum
diterapi.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 17


 Penyuluhan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya.
 Menjaga agar pusat rehidrasi tidak menjadi sumber
penularan (dengan mengawasi pengunjung, isolasi
dan desinfeksi).
 M e m b e r i k a n p e n g o b a t a n s e c a r a s t a n d a r.
 Membuat laporan harian/mingguan penderita
penyakit diare baik rawat jalan maupun rawat inap.

Penemuan penderita penyakit diare secara aktif untuk


mencegah kematian di masyarakat, dengan kegiatan :

(1) Penyuluhan intensif agar penderita segera mencari


pertolongan.
(2) Mengaktifkan posyandu sebagai Pos Oralit.
(3) Melibatkan Kepala Desa/RW/R T atau tokoh
masyarakat dan kader untuk membagikan oralit
kepada warganya yang diare.

Analisis tatalaksana penderita untuk memperoleh


gambaran :

(1) Ratio pengunaan obat (oralit, Zinc, RL, antibiotika


sesuai indikasi tertentu).
(2) Proporsi derajat dehidrasi.
(3) Proporsi penderita yang dirawat di pusat rehidrasi.
(4) Dan lain-lain.

c. Pasca KLB

Setelah KLB dinyatakan berakhir, beberapa kegiatan yang


perlu dilakukan :

1) Pengamatan intensif masih dilakukan selama 2 kali masa


inkubasi terpanjang, untuk melihat kemungkinan
timbulnya kasus baru.
2) Perbaikan sarana lingkungan yang diduga sumber
penularan.
3) Promosi kesehatan tentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).

7. Peranan Diagnostik Laboratorium Mikrobiologik

a. Tujuan

Untuk mengetahui etiologi/penyebab penyakit diare.

18 Pedoman Tatalaksana Diare


b. Bahan

1) Rectal swab
Rectal swab (usap dubur), sebaiknya diambil sebelum
diberi antibiotika.
2) Sumber air minum yang dicurigai.
3) Makanan, minuman, dan bahan lain (bahan muntahan).

c. Alat

1) Untuk Rectal Swab

(a) Kapas lidi steril (lidi yang bagian ujungnya dibalut


dengan kapas yang sudah disterilkan/suci hama).
(b) Medium transport Carry Blair.
(c) Sarung tangan, alat pelindung diri.
(d) Jas laboratorium, tas sampling.
(e) Label identitas penderita.
(f) Spidol, pulpen (alat tulis).
(g) Coolbox (termos es) dan Iceice pack.
pack.

2) Untuk pemeriksaan air

(a) Botol steril mulut lebar dengan kapasitas 500 cc.


(b) Natrium Thiosulfat/Hyposulfit untuk menetralkan
air.
(c) Label identitas untuk botol.
(d) Spidol, pulpen (alat tulis).
(e) Coolbox (termos es) dan Ice pack.

3) Untuk pemeriksaan makanan.

(a) Sarung tangan.


(b) Sendok/garpu.
(c) Alat potong (pisau/gunting).
(d) Kantung plastik steril/botol steril.
(e) Label identitas sample.
(f) Spidol, pulpen (alat tulis).
(g) Coolbox (termos es) dan ice
Ice pack.

4) Untuk pemeriksaan bahan lain (muntahan)

(a) Sarung tangan.


(b) Sendok/garpu.
(c) Alat potong (pisau/gunting).
(d) Kantung plastik steril/botol steril.
(e) Label identitas sample.
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 19
(f) Spidol, pulpen (alat tulis).
(g) Coolbox (termos es) dan ice
Ice pack.

d. Pengambilan, Penyimpanan, Pengemasan, dan Pengiriman


Specimen.

1) Pengambilan Specimen

a) Swab (usap dubur)


Rectal Swab

 Siapkan peralatan yang dibutuhkan terlebih


dahulu.
 Penderita tidur dengan posisi miring, satu kaki
yang dibawah dalam posisi lurus dan satu kaki
yang diatas dalam posisi ditekuk 90 o .
 Petugas yang sudah memakai jas laboratorium
dan sarung tangan.
 Kapas lidi steril terlebih dahulu dicelupkan
kedalam agar yang ada dalam tabung Cary &
Blair agar supaya tidak sulit memasukkan dalam
liang dubur/anus.
 Kapas lidi dimasukkan perlahan-lahan kedalam
dubur, setelah masuk dubur, lidi ditekan sedikit
lagi sampai memasuki rectum (±1,5 cm). Kalau
kapas lidi masih terlihat dari luar berarti kapas
belum sempurna memasuki liang dubur/anus
apalagi untuk memasuki rectum.
 Lidi diputar kekanan (searah putaran jarum jam
sampai satu putaran penuh 360o).
 Kapas lidi dicabut kembali sambil diputar
kekanan. Setelah lidi sampai diluar segera
masukkan dalam tabung Cary & Blair, lidi ditekan
sampai ke dasar botol sehingga seluruh bagian
lidi yang terbalut kapas terendam dalam agar.
Jika ada bagian lidi yang terlalu panjang sampai
melewati mulut tabung, potong persis dipinggir
mulut tabung dan tabung segera ditutup.
 Pasangi label pada setiap botol specimen.

No.urut / No.kode : ........................


Tgl pengambilan specimen : ........................
Nama : ........................
Umur / Jenis kelamin : ........................
Alamat : ........................
20 Pedoman Tatalaksana Diare
b) Air

(1) Siapkan alat-alat yang dibutuhkan terlebih dahulu.


(2) Cara mengambil sampel air (dari sumber air yang
dicurigai).

 Sungai dangkal: gunakan botol bersih bermulut


lebar. Arah pengambilan sampel melawan arus
sungai dan 10 cm di bawah permukaan air.
 Sungai dalam: air diambil pada bagian tengah
sungai, minimal 1,5 m dari kedua tepinya dengan
menggunakan pemberat pada botol sampel air
diambil 30 cm dibawah permukaan. Untuk sungai
yang lebar air diambil dari 3 tempat (bagian
tengah dan kedua tepinya).
 Air danau: air diambil di bagian tengah, minimal
1,5 m dari tepi dan 50 cm dari permukaan.
 Air hujan: air diambil dari bak penampungan
air hujan.
 Air sumur: gunakan botol dengan pemberat dan
air diambil dari bagian dalam sumur.
 Air pipa: bersihkan pipa dengan
desinfektan/dibakar kemudian buka kran dan
biarkan air mengalir selama 5-10 menit kemudian
tampung dengan botol bermulut lebar, jarak
mulut kran dan mulut botol + 2,5 cm.

(3) Botol segera ditutup dan diberi label :

Asal air : .......................................


Alamat pengambilan : .......................................
Tanggal : .......................................
Hari : .......................................
Jam : .......................................

Perlu diperhatikan :

 Bila dilakukan pemeriksaan air disuatu lokasi,


maka semua sumber air harus diperiksa,
misalnya sumur, tanki air, air pipa saluran.
 Apabila air telah dichlorinasi, maka air harus
dinetralkan dulu dengan penambahan
Hyposulphit atau Natrium Thiosulfat segera
setelah pengambilan sampel.
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 21
 Botol tidak boleh diisi penuh, bila pada saat
pengambilan botol terisi penuh maka keluarkan
sebagian air.

(4) Makanan

 Siapkan alat-alat yang dibutuhkan terlebih


dahulu.

 Petugas yang telah menggunakan sarung tangan


secara aseptis memasukkan sampel ke dalam
botol dengan sendok, garpu yang dilakukan
secara acak.

 Apabila bentuk sampel terlalu besar maka perlu


dipotong menjadi kecil agar mudah dianalisa di
laboratorium.

 Apabila sampel berkuah sebaiknya kuahnya juga


diambil.

 Botol segera ditutup, secara aseptis dan diberi


label.

Nama makanan : .............................


Nama penderita : .............................
Tanggal pengambilan : .............................
Jam pengambilan : .............................
Asal sampel : .............................

(5) Muntahan

 Siapkan alat alat yang dibutuhkan terlebih


dahulu.

 Petugas yang telah memakai sarung tangan


secara aseptis memasukkan sampel kedalam
botol dengan sendok dan garpu secara acak.

 Apabila bentuk sampel terlalu besar maka perlu


dipotong menjadi kecilñ - kkeecciill d e n g a n
pisau/gunting agar mudah dianalisa di
laboratorium.

22 Pedoman Tatalaksana Diare


 Apabila sampel mengandung air, sebaiknya airnya
juga diambil.

 Botol segera ditutup secara aseptis, dan diberi


label.

Nama penderita : .................................


Tanggal pengambilan : .................................
Jam pengambilan : .................................
Asal sampel : .................................

2) Penyimpanan Spesimen

a) Rectal Swab
Rectal Swab (usap
(usap dubur)
dubur)

(1) Masukkan tabung Carry & Blair kedalam termos es


dan segera kirim ke laboratorium rujukan. Bila
medium transport tidak tersedia, masukkan segera
usap dubur tersebut kedalam tabung kaca atau
kantong plastik baru dan bersih dan ikat supaya
spesimen tidak terkontaminasi, dan jangan lupa
memberikan label identitas penderita yang lengkap.

(2) Untuk spesimen rectal swab, cukup disimpan dalam


ruang sejuk dan terlindung dari sinar matahari,
penyimpanan dalam lemari es lebih baik.

Medium transport Cary & Blair :

 Medium disimpan dalam lemari pendingin


(4oC -8oC) sampai sebelum dipakai.
 Perhatikan tanggal kadaluarsa, biasanya dapat
dipakai dalam waktu 1 tahun.
 Volume agar tidak berkurang.
 Warna media/agar tidak berubah.
 Kapas lidi harus tetap steril, bila kemasan rusak
jangan dipakai.
b) Air

Bila memerlukan waktu lebih dari 6 jam, sampel


dimasukkan dalam kotak pendingin (coolbox) dengan
suhu 8oC-10oC.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 23


c) Makanan
c) Makanan
Masukkan sampel ke dalam coolbox yang telah berisi
Masukkan sampel kedalam coolbox yang telah berisi icepack.
icepack.
d) Bahan lain (muntahan)
d) Bahan lain (muntahan)
Masukkan
sampel
Masukkan kedalam
sampel coolbox
ke dalam yang telah
coolbox berisi berisi
yang telah icepack.
icepack.
3) Pengemasan Spesimen

3) Pengemasan Spesimen
(a) Rectal Swab (usap dubur)
(a) Rectal Swab
Swab (usap dubur)
Pengemasan ini penting dalam pengirim spesimen
Pengemasan
agar supayainitidak
penting dalam
terjadi pengiriman spesimen
kerusakan/pecahnya tabung
agarspesimen.
supaya tidak terjadi kerusakan/pecahnya tabung
specimen.
n

UntukUntuk kemasan
kemasan dalam
dalam botol/tabungyang
botol/tabung yang tidak
tidak
berbentuk cairan misalnya:
berbentuk cairan misalnya: Carry Carry
Carry & & Blair disusun
& Blair disusun
dalam kotak dengan rapi, antara tabung spesimen
dalam kotak dengan rapi, antara tabung spesimen
harus diberi sekat begitupun untuk setiap
harus diberi sekat begitupun untuk setiap tingkatan
tingkatan agar tidak saling berbenturan.
agar tidak saling berbenturan.
 Posisi spesimen jangan sampai terbalik.
n Posisi
 spesimen
Kotak bagianjangan sampai
luar harus lebihterbalik.
tebal/keras supaya
benturan dari luar tidak langsung mempengaruhi
n Kotak bagian luar harus lebih tebal/keras supaya
botol spesimen.
benturan dari luar tidak langsung mempengaruhi
 Yang penting sekali adalah memasang label-
botol spesimen.
label.
n Yang penting sekali adalah memasang label-label.
Tujuan
Tujuan pengiriman
pengiriman : .....................................
: ..........................................
Alamat si pengirim : .....................................
Alamat sipengirim
Label peringatan : ..........................................
: posisi spesimen bagian
Label peringatan : posisi
atas spesimen
dan bawah bagian
(dapat atas
dan bawah (dapat
berupa tanda panah/ berupa
tanda
payung)panah/payung)
Label peringatan
Label peringatan : Hati-hati/jangan
: Hati-hati/jangan dibanting/
dibanting/ ditindih
ditindih
Label isi kotak : Gambar gelas pecah,
Label isi kotak : Gambar gelas pecah,
specimen laboratorium.
specimen laboratorium.
spesimen
(b) Air
(b)
(c) Air
Makanan
(d)
(c) Bahan Muntahan
Makanan
(d) Bahan Muntahan

24 Pedoman Tatalaksana Diare


4) Pengiriman Spesimen

Untuk pengiriman spesimen, pilihlah kargo/jasa angkutan


yang dapat dipercaya baik dari segi keselamatan maupun
dari ketepatan waktu untuk sampai ditempat tujuan maupun
dibawa oleh petugas yang berdinas makin cepat makin baik
berarti spesimen makin segar.

B. Promosi Kesehatan

1. Pengertian

Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan


kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan5 . Strategi Promosi Kesehatan adalah cara atau
langkah yang diperlukan untuk mencapai, memperlancar
atau mempercepat pencapaian tujuan promosi kesehatan.

2. Tujuan

Terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan


melaksanakan hidup sehat melalui komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE) sehingga kesakitan dan kematian karena
penyakit diare dapat dicegah.

3. Strategi

Strategi promosi kesehatan9 terdiri dari :

1. Pengembangan kebijakan promosi kesehatan daerah.


2. Peningkatan sumber daya promosi kesehatan.
3. Pengembangan organisasi promosi kesehatan.
4. Intergrasi dan sikronisasi promosi kesehatan.
5. Pendayagunaan data dan pengembangan sistem informasi
promosi kesehatan.
6. Peningkatan kerjasama dan kemitraan.
7. Pengembangan metode, teknik dan media.
8. Fasilitasi peningkatan promosi kesehatan.

5 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi


Kesehatan.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 25


C. Pencegahan

1. Tujuan

Tercapainya penurunan angka kesakitan dan kematian


penyakit diare melalui pengendalian faktor risiko.
2. Kegiatan

Pencegahan penyakit diar e dilakukan melalui :

a. Perilaku hidup bersih dan sehat

1) Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi.


Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang
ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk
menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak
ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa
ini.

ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain


seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan
dengan air atau bahan-bahan yang dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian
ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan penyakit diare. Keadaan seperti ini
disebut disusui secara penuh selama 6 bulan
(memberikan ASI Eksklusif). Setelah 6 bulan,
pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
makanan lain.

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik


dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap penyakit diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung
4 kali lebih besar terhadap penyakit diare daripada
pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora
normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab penyakit diare.

26 Pedoman Tatalaksana Diare


Pemberian susu formula merupakan cara lain dari
menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula,
berisiko tinggi menyebabkan penyakit diare yang
dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2) Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI diberikan saat


bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan
makanan orang dewasa. Pada masa tersebut
merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab
perilaku pemberian makananan pendamping ASI
dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya
penyakit diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi
perhatian terhadap
perhatian terhadap kapan
kapan, apa
apa dan
danbagaimana
bagimana
makanan pendamping
pendamping ASI
ASI diberikan.
diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian


makanan pendamping ASI, yaitu:

 Perkenalkan makanan lunak, ketika anak


berumur 6 bulan dan teruskan pemberian ASI.
Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan
lebih sering (4 kali sehari). Setelah anak berumur
1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 kali sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
 Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam
nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi.
Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran
berwar na hijau ke dalam makanannya.
 Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan
meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang
bersih.
 Masak makanan dengan benar, simpan sisanya
pada tempat yang dingin dan panaskan dengan
benar sebelum diberikan kepada anak.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 27


3) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare


ditularkan melalui fecal-oral,
fecal-oral kuman tersebut dapat
ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar
dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan
yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci
dengan air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air


yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita
penyakit diare lebih kecil di banding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap


serangan penyakit diare yaitu dengan menggunakan
air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumber nya sampai
penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a) Ambil air dari sumber air yang bersih.


b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan
tertutup serta gunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang
dan untuk mandi anak-anak.
d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai
mendidih).
e) Cuci semua peralatan masak dan peralatan
makan dengan air yang bersih dan cukup.

4) Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan


perorangan yang penting dalam penularan kuman
diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air kecil, sesudah
buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam penurunan kejadian penyakit diare.

28 Pedoman Tatalaksana Diare


5) Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa


upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang
besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban dan keluarga harus buang air
besar di jamban.

Syarat Jamban yang saniter :

 Tersedianya air bersih


 Adanya sistem pendistribusian air dan
pengelolaan limbah yang berjalan dengan baik

6) Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak


berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi
dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak
dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara
benar.

Ya n g h a r u s d i p e rh a t i k a n o l e h k e l u a r g a :

a) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di


jamban.
b) Bantu anak buang air besar di tempat yang
bersih dan mudah di jangkau olehnya.
c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk
membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian di timbun.
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar
dan cuci tangan dengan sabun.

7) Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat


penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena
penyakit campak. Anak yang sakit campak sering di
sertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah penyakit diare. Oleh karena
itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi
berumur 9 bulan.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 29


b. Penyehatan Lingkungan

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun


2013, kondisi sanitasi di Indonesia sebagai berikut:
persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air
minum layak sebesar 66,8%, persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat sebesar 59,8%, dan proporsi
pengelolaan sampah di rumah tangga dengan cara dibakar
50,1%, diangkut 24,9%, ditimbun 3,9%, kompos 0,9%,
di kali/parit/laut 10,4%, dan secara sembarangan 9,7%.
Sedangkan terkait kualitas air minum, data PDAM tahun
2013 menunjukkan hanya 74,51% air yang memenuhi
syarat kesehatan. Jumlah desa yang melaksanakan STBM
sampai dengan akhir tahun 2013 sebanyak 16.228 desa.

Strategi baru Pemerintah Indonesia untuk mencapai


target di bidang Sanitasi adalah dengan pendekatan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang
diluncurkan sejak tahun 2008. Melalui dukungan
pengembangan kapasitas STBM baik dari Pemerintah
Pusat maupun dari mitra, maka akan mendorong
permintaan konsumen akan sanitasi yang layak pada
tingkat Propinsi maupun Kab/Kota. Masyarakat akan
melakukan lebih dari sekedar menjadi suatu masyarakat
yang bebas dari buang air besar sembarangan, namun
menjadi masyarakat SANITASI TOTAL dimana setiap
rumah tangga melaksanakan perilaku hygiene dan sanitasi
sebagai kunci untuk menjaga kesehatan, produktivitas
dan kemakmuran rakyat terhadap aktivitas ekonomi
termasuk pariwisata.

Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan


perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara
mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai
kondisi sanitasi total sebagaimana yang dimaksud,
masyarakat menyelenggarakan STBM dengan berpedoman
pada 5 pilar STBM yaitu:

 Stop Buang air besar Sembarangan


 Cuci Tangan Pakai Sabun
 Pengelolaan Air Minum
Minumdan
dan Makanan
Makanan Rumah
Rumah Tangga
Tangga
 Pengamanan Sampah Rumah Tangga
 Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga

30 Pedoman Tatalaksana Diare


Pemerintah, Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam mendukung
penyelenggaraan STBM mengacu pada Strategi dan
tahapan dalam penyelenggaraan STBM meliputi:
Penciptaan lingkungan yang kondusif, melalui dukungan
kelembagaan, regulasi, dan kemitraan dari Pemerintah,
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, institusi
pendidikan, institusi keagamaan, dan swasta. Peningkatan
kebutuhan sanitasi masyarakat menuju perubahan
perilaku yang higienis dan saniter.

Peningkatan penyediaan akses sanitasi, dalam upaya


meningkatkan dan mengembangkan percepatan akses
terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan
terjangkau masyarakat.

c. Penyediaan Air Bersih

Mengingat
Mengingat bahwa
bahwa ada beberapa penyakit
ada beberapa penyakit yang dapat
dapat
ditularkan melalui
ditularkan melaluiair
airantara
antaralain
lainadalah
adalahdiare,
diare,hepatitis
hepatitis
A
A dan E, penyakit kulit, penyakit mata dll, maka
dan E, penyakit kulit, penyakit mata dan lain-lain, maka
penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas
mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air
sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut,
penyediaan air bersih yang cukup di setiap rumah tangga
harus tersedia. Di samping itu perilaku hidup bersih
harus tetap dilaksanakan.

d. Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat


berkembang biaknya vektor seperti lalat, nyamuk, tikus,
dan kecoa. Selain itu sampah dapat mencemari tanah
dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika
seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah
sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit
tersebut.

Tempat sampah harus, sampah harus dikumpulkan


setiap hari dan di buang ke tempat penampungan
sementara sebelum dibawa ke tempat penampungan
akhir.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 31


e. Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga


harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber
penularan penyakit.

D. Pengelolaan Logistik

1. Tujuan

Tersusunnya kebutuhan dan terlaksananya sistim pengadaan,


penyimpanan, distribusi dan persediaan logistik pengendalian
penyakit diare.

2. Pengelolaan

Logistik yang dibutuhkan dalam pengendalian penyakit diare


adalah untuk kebutuhan rutin dan saat KLB.

a. Kebutuhan Rutin

(1) Oralit

Perhitungan kebutuhan logistik penyakit diare


ditentukan berdasarkan perkiraan jumlah penderita
Contoh Perhitungan
penyakit Kebutuhan
diare yang datang Oralit tahun
ke fasilitas 2014:
pelayanan
kesehatan dan kader.
 Jumlah Penduduk Kabupaten A = 300.000 jiwa
 Stok sisa oralit diakhir tahun (misal) = 10.000 bks.
Angka
AngkaKesakitan
KesakitanDiare
Diare(2015)
(2012) :: 270/1.000
 Target Penemuan Penderita Penyakit Diare
214/1.000 penduduk
balita
Angka
AngkaKesakitan
Kesakitan
10 %Diare
x Balita
Diare Balita(2015)
214/1.000(2012)x:: 843/1.000
900/1.000 balita
300.000 balita
= 6.420 orang

Kebutuhan Oralit :
Target Penemuan Penderita Penyakit Diare
= (6.420 x 6) + 10 % (6.420 x 6) - 10.000 bungkus
10% x Angka Kesakitan Diare x Jumlah Penduduk
= 38.520 + 3.852 - 10.000 bungkus
= 42.372 bungkus
= 423,7 kotak atau 424 kotak (1 kotak =100 bungkus)

Kebutuhan Oralit :
Target Penemuan Penderita Penyakit Diare Balita
(Targetx Penemuan
20% PenderitaDiare
Angka Kesakitan Penyakit Diarex Jumlah
Balita x 6 bks) +Penduduk
Cadangan*) -Balita
Stok
*) 10% x (Target Penemuan Penderita Penyakit Diare x 6 bungkus)
Catatan : Jumlah Penduduk Balita diperkirakan 10% dari
jumlah penduduk. Apabila Provinsi mempunyai data
jumlah balita, agar menggunakan data sendiri.
32 Pedoman Tatalaksana Diare
(2) Obat Zinc

Target Penemuan Penderita Penyakit Diare Balita x


10 Tablet + Cadangan*) - Stok
Target Penemuan Penderita Penyakit Diare
10% x Angka Kesakitan Diare x Jumlah Penduduk

Contoh Perhitungan
Kebutuhan Oralit : Kebutuhan Oralit tahun 2014:
 Jumlah Penduduk Kabupaten A = 300.000 jiwa
 (Target Penemuan
Stok sisa oralitPenderita
diakhir Penyakit Diare x 6 bks) + Cadangan*)
tahun (misal) = 10.000- Stok
bks.
 Target Penemuan Penderita Penyakit Diare
*) 10% x (Target Penemuan Penderita Penyakit Diare x 6 bungkus)
10 % x 214/1.000 x 300.000 = 6.420 orang

Contoh Perhitungan
Kebutuhan
Contoh Oralit :Kebutuhan
Perhitungan Oralit
Kebutuhan Balita
Oralit tahun2014:
tahun 2016
32 Pedoman Tatalaksana Diare
n Jumlah Penduduk Balita = 30.000 balita
= (6.420 xPenduduk
n Jumlah 6) + 10 % (6.420 x 6) -A10.000 bungkus
Stock sisa oralit di Kabupaten = 300.000 jiwa
akhir tahun = 10.000 bungkus.
= 38.520
n Stok sisa+ 3.852diakhir
oralit - 10.000 bungkus
tahun (misal) = 10.000 bks.
= Target Penemuan
42.372 Penderita Penyakit Diare Balita
bungkus Penderita
 Target Penemuan Penyakit Diare
= 423,7 kotak10 20% x 843/1000
atau x 30.000 = bungkus)
5.058 penderita
% x424 kotak (1 kotak
214/1.000 =100
x 300.000 = 6.420 orang

Target Penemuan
Kebutuhan Oralit : Penderita Penyakit Diare Balita
17 Belakang
20%
= x Angka
(5.580 Kesakitan
x 6) + Diare Balita x Jumlah Penduduk Balita
10% = 5.058
=
= (6.420
30.348x+6)3.034
+ 10 =
%10.000
(6.420 bungkus
x 6) - 10.000 bungkus
= 38.520 + 3.852 - 10.000 bungkus
= 23.382 bungkus
Catatan
= 42.372: bungkus
Jumlah Penduduk Balita diperkirakan 10% dari
= 234 kotak (1 kotak
jumlah = 100 bungkus)Provinsi mempunyai data
penduduk.
= 423,7 kotak atau 424 kotakApabila
(1 kotak =100 bungkus)
jumlah balita, agar menggunakan data sendiri.
Target Penemuan Penderita Penyakit Diare Balita
(2) Obat Zinc
20% x Angka Kesakitan Diare Balita x Jumlah Penduduk Balita
Target Penemuan Penderita Penyakit Diare Balita x
Catatan : Jumlah 10 Tablet
Penduduk+ Cadangan*) - Stok
Balita diperkirakan 10% dari
jumlah penduduk. Apabila Provinsi mempunyai data
*) 10% x (Target
jumlahPenemuan Penderita
balita, agar Penyakit Diare Balita data
menggunakan x 6 bungkus)
sendiri.

(2) Obat Zinc


Contoh Perhitungan Kebutuhan Zinc:
n Jumlah
TargetPenduduk
Penemuan Balita = 30.000 balita Diare Balita x
 Penduduk KabupatenPenderita
A = 300.000 Penyakit
jiwa
n Target Penemuan 10 Tablet + Cadangan*)
Penderita Penyakit
 Jumlah Penduduk Balita = 10% x 300.000 - StokBalita
Diare = 30.000 balita
 Target Penemuan 20% x 843/1000
Penderita x 30.000
Penyakit= 5.058 penderita
Diare Balita
*) 10% x (Target Penemuan Penderita Penyakit Diare Balita x 6 bungkus)
20% xtahun
n Stock sisa Zinc diakhir 900/1000 x 30.000
(misalnya) = 5.400tablet.
= 20.000 penderita
 Stok sisa Zinc diakhir tahun (misalnya) = 20.000 tablet.
Contoh Perhitungan Kebutuhan Zinc:
Kebutuhan Zinc :
= Penduduk
50.580 x 10Kabupaten A (5.058
tablet + 10% = 300.000
x 10)jiwa
tablet
= 5.400
= Jumlahx+
50.580 10 tablet
Penduduk
5.058 +Balita
10% =
- 20.000 (5.400
10%x x
=35.638 10) - 20.000= tablet
300.000
tablet. 30.000 balita
=
= 59.400
Target tab - 20.000 tabPenderita
= 29.400 tablet
357 kotakPenemuan
(1 kotak = 100 tablet) Penyakit Diare Balita
= 294 kotak (1 kotak20% = 100 tablet) x 30.000 = 5.400 penderita
x 900/1000
 Stok sisa Zinc diakhir tahun (misalnya) = 20.000 tablet.
b. Kebutuhan Obat Paket KLB
Kebutuhan Zinc :
Formula perhitungan kebutuhan paket penyakit diare saat
KLB : = 5.400 x 10 tablet + 10% (5.400 x 10) - 20.000 tablet
= 59.400 tab - 20.000 tab = 29.400 tablet
= 294 kotak (1 kotak = 100 tablet)
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 33

b. Kebutuhan Obat Paket KLB

Formula perhitungan kebutuhan paket penyakit diare saat


1) Oralit

 Perkiraan jumlah penderita penyakit diare saat KLB:


Ppenderita.

 Rata-rata pemberian oralit per penderita: 10 bungkus


oralit 200 ml.

Kebutuhan Oralit = Ppenderita x 10 bungkus

2) Zinc

Tablet zinc diberikan kepada penderita balita, jumlah


penderita balita pada saat KLB diperkirakan 50%.

Kebutuhan Zinc = 50% x Ppenderita x 10 tablet

3) Ringer Laktat (RL)

Penderita penyakit diare yang membutuhkan RL adalah


penderita penyakit diare dehidrasi berat, diperkirakan
30% dari perkiraan jumlah penderita penyakit diare saat
KLB, sehingga :

Jumlah Penderita Membutuhkan RL


30% x Ppenderita = Rpenderita

Bila rata-rata pemberian RL = 7 botol setiap penderita,


maka :

Jumlah RL Yang Dibutuhkan


Rpenderita x 7 botol = Sbotol

4) Selang Infus

Jumlah penderita yang membutuhkan infus set adalah


semua penderita yang mendapat RL x 1 set.

34 Pedoman Tatalaksana Diare


5) IV Cateter anak

Perkiraan jumlah penderita yang membutuhkan IV kateter


anak adalah 30% dari penderita penyakit diare yang
diberi RL.

Kebutuhan IV Kateter Anak


30% x Rpenderita x 1 set = Vset

IV Cateter dewasa

Perkiraan kebutuhan IV cateter dewasa adalah 80% dari


jumlah penderita yang diberi RL.

Kebutuhan IV Kateter Dewasa


80% x Rpenderita = Yset

6) Obat Tetrasiklin 500 mg

Obat tetrasiklin 500 mg diberikan kepada penderita diare


dewasa dengan suspek kolera dengan dosis 4 kali per
hari selama 3 hari.

3. Pengadaan

Pengadaan oralit
Pengadaan oralit dan
dan obat
obat zinc
zinc di
di kementerian
kementerian kesehatan
kesehatan
dilaksanakan oleh
dilaksanakan oleh Ditjen
DitjenBinfar
Farmasian danKesehatan
dan Alat Alat Kesehatan
sesuai
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
dengan ketentuan yang berlaku dan dikirim ke Gudang dikirim ke
Gudang Farmasi Provinsi. Oralit dan obat Zinc
Farmasi Provinsi. Oralit dan obat Zinc merupakan obat merupakan
obat esensial,
esensial, pengadaannya
pengadaannya oleh daerah
oleh daerah sesuai kebutuhan
sesuai kebutuhan daerah,
daerah, sedangkan pusat dapat mengalokasikan
sedangkan pusat dapat mengalokasikan obat tersebut untuk obat
tersebut
KLB. untuk KLB.

4. Penyimpanan

Penyimpanan di tingkat provinsi, kabupaten, puskesmas dan


kader hendaknya dikelola secara baik dan benar yaitu disimpan
pada tempat yang kering diberi alas, disusun sesuai dengan
tanggal kadaluwarsanya sehingga pada saat mengambil
mudah mencarinya. Dibuatkan pencatatan asal obat, jumlah
dan waktu penerimaan serta pengeluaran obat yaitu jumlah,
waktu dan tujuan obat dikirimkan.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 35


5. Distribusi
5. Distribusi
Distribusi obat dari provinsi ke kab/kota dan Puskesmas sesuai
Distribusi obat dari provinsi
kebijakan masing-masing. ke kab/kota
Apabila dan dan
terjadi KLB Puskesmas
daerah
sesuai kebijakan
memerlukan masingdapat
tambahan, masing. Apabila terjadi
mengajukan KLB dan
ke Direktorat
daerah
Tata memerlukan
Kelola Obat Publik tambahan, dapat Kesehatan
dan Perbekalan mengajukan ke
(Ditjen
Direktorat Obat Publik (Ditjen Binfar) dengan tembusan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan) dengan tembusan ke Subdit ke
Subdit Pengendalian Diare
Hepatitis dan Penyakit ISP. & ISP.

6.
6. Persediaan (Stok)
Persediaan (Stok)

Persediaan obat dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan


minimal satu bulan.

E. Layanan Rehidrasi Oral Aktif

Layanan rehidrasi oral aktif adalah sarana pemberian oralit dan


observasi atau pengamatan selama 4 jam untuk penderita diare
dehidrasi ringan-sedang serta penyuluhan atau peragaan tentang
cara pemberian oralit.

Layanan rehidrasi oral aktif ini sebagai upaya terobosan untuk


meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat/ibu
rumah tangga, kader, dan petugas kesehatan dalam tata laksana
penderita penyakit diare.

Melalui layanan rehidrasi oral aktif diharapkan dapat meningkatkan


kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap tata laksana
penderita penyakit diare, khususnya dengan pemberian oralit
dan zinc.

1. Fungsi

a. Mempromosikan upaya rehidrasi oral.


b. Memberi pelayanan bagi penderita diare.
c. Memberikan pelatihan kepada ibu/pengasuh dan kader
(Posyandu).
2. Tempat
2. Tempat
Penempatan layanan rehidrasi oral aktif di Puskesma harus
Penempatan
memenuhi layanan rehidrasi
persyarata oral aktif
sebagai berikut : di Puskesmas harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Ruangan yang dilengkapi dengan meja, teko (tempat
air), oralit 200 ml, gelas, sendok, lap bersih, sarana
a. Ruangan yang dilengkapi dengan meja, teko (tempat air),
cuci tangan dengan air mengalir dan sabun (wastafel),
oralit 200 ml, gelas, sendok, lap bersih, sarana cuci
poster/lembar balik/leaflet untuk penyuluhan dan
tangan dengan air mengalir dan sabun (wastafel), poster
tatalaksana penderita diare.
untuk penyuluhan dan tatalaksana penderita diare.

36 Pedoman Tatalaksana Diare


b. Dekat tempat tunggu (ruang tunggu), ruang periksa,
serambi muka yang tidak berdesakan.

c. Dekat dengan toilet atau kamar mandi.

1) Nyaman dan baik ventilasinya.

Layanan rehidrasi oral aktif adalah bagian dari suatu


ruangan di poliklinik dengan (ruang tunggu pasien)
dengan 1-2 meja. Seorang petugas Puskesmas dapat
mempromosi-kan rehidrasi oral pada ibu pengasuh yang
mempromosikan
sedang menunggu giliran untuk suatu pemeriksaan. Bagi
penderita diare yang mengalami dehidrasi ringan-sedang
diobservasi di layanan rehidrasi oral aktif selama 4 jam.
Ibu atau keluarganya akan diajarkan bagaimana cara
menyiapkan oralit dan berapa banyak oralit yang harus
diminum oleh penderita.

2) Pengaturan model di layanan rehidrasi oral aktif

a) Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan


menyiapkan larutan.
b) Kursi atau bangku dengan sandaran, sehingga ibu
dapat duduk dengan nyaman saat memangku
anaknya.
c) Sebuah meja kecil dimana ibu dapat menempatkan
gelas yang berisi larutan oralit.
d) Oralit paling sedikit 1 kotak (100 bungkus).
e) Botol susu/gelas ukur.
f) Gelas.
g) Sendok.
h) Lembar balik yang menerangkan pada ibu bagaimana
mengobati atau merawat anak diare.
i) Leaflet untuk dibawa pulang ke rumah. Media
penyuluhan tentang pengobatan dan pencegahan
diare perlu disampaikan pada ibu selama berada di
sarana rehidrasi oral. Selain itu, sarana rehidrasi
oral sangat bermanfaat bagi ibu untuk belajar tentang
upaya rehidrasi oral serta hal-hal penting lainnya,
seperti pemberian ASI, pemberian makanan
tambahan, penggunaan air bersih, mencuci tangan
dengan air mengalir dan sabun, penggunaan jamban,
serta poster tentang imunisasi.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 37


3. Kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif

1. Penyuluhan upaya rehidrasi oral

a) Memberikan peragaan tentang bagaimana


mencampur larutan oralit dan bagaimana cara
memberikannya.

b) Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam


memberikan larutan oralit bila ada muntah.

c) Memberikan dorongan pada ibu untuk memulai


memberikan makanan pada anak atau ASI pada bayi
(Puskesmas perlu memberikan makanan pada anak
yang tinggal sementara di fasilitas pelayanan).

d) Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan


pengobatan selama anaknya di rumah dan
menentukan indikasi kapan anaknya dibawa kembali
ke Puskesmas.

e) Petugas Kesehatan perlu memberikan penyuluhan


pada pengunjung Puskesmas dengan menjelaskan
tata laksana penderita diare di rumah serta cara
pencegah diare.

2. Pelayanan Penderita

Setelah penderita diperiksa, tentukan diagnosis dan


derajat rehidrasi di ruang pengobatan, tentukan jumlah
cairan yang harus diberikan dalam 4 jam berikutnya dan
bawalah ibu ke Layanan Rehidrasi Oral Aktif untuk
menunggu selama diobservasi serta:

a) Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat


larutan oralit.
b) Perhatikan ibu waktu memberikan oralit.
c) Perhatikan penderita secara periodik dan catat
keadaannya (pada catatan klinik penderita diare
rawat jalan) setiap 1-2 jam sampai penderita teratasi
rehidrasinya (4 jam).
d) Catat/hitung jumlah oralit yang diberikan.
e) Berikan Zinc dengan dosis sesuai usia anak.
f) Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti
penurun panas dan antibiotika untuk mengobati
disentri dan kolera.
38 Pedoman Tatalaksana Diare
F. Kegiatan Penanggulangan Diare (KPD)

Kegiatan ini seharusnya dikerjakan di rumah sakit daerah atau


rumah sakit rujukan:

1. Fungsi

KPD didirikan sebagai upaya penanggulangan diare dengan


fungsi:

a. Pusat pengobatan diare, terutama layanan rehidrasi oral


(LRO).

b. Pusat untuk latihan mahasiswa kedokteran dan peserta


latihan lain.

2. Tempat

Lokasi KPD ditempatkan dimana petugas sering lalu lalang


sehingga mereka dapat mengamati kemajuan anak serta:

a. Dekat dengan sumber air.


b. Dekat dengan W C d a n t e m p a t c u c i t a n g a n .
c. Berventilasi baik.

3. Sarana Pendukung

a. Tenaga pelaksana dokter dan paramadis terlatih.

b. Prasarana :

1) Sebuah meja yang dilengkapi dengan teko (tempat


air), oralit, gelas, sendok, handuk, baskom, tempat
cuci tangan, ember dan poster./lembar balik/leaflet.

2) Kamar periksa yang dilengkapi dengan sarana


penyuluhan penyakit diare atau kamar periksa yang
sudah ada.

3) Logistik: Oralit, tablet Zinc, cairan RL, Infus set, IV


kateter dan Antibiotika yang diperlukan.

4. Kegiatan

 Pelayanan Penderita
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 39
Setelah diperiksa, tentukan diagnosis dan derajat
dehidrasi serta tentukan jumlah cairan yang
dibutuhkan, kemudian berikan rehidrasi sesuai
derajat dehidrasinya. Apabila penderita dehidrasi
ringan sedang (tidak berat), lakukan observasi 4 jam
sambil memberikan penyuluhan tentang:
1) Manfaat oralit dan cara membuatnya.
2) Perhatikan ibu waktu memberikan oralit.
3) Menjelaskan cara-cara mengatasi kesulitan dalam
memberikan larutan oralit bila muntah.
4) Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan
pengobatan selama anaknya diare di rumah.
5) Mengajari ibu mengenai cara pemberian dan
kegunaan tablet zinc.

 Pelatihan

1) Melaksanakan pelatihan untuk staf RSU yang


bersangkutan.
2) Melatih mahasiswa fakultas kedokteran dan
keperawatan.

 Penelitian

Beberapa KPD digunakan untuk melaksanakan


penelitian.

G. Pemantauan Dan Evaluasi

1. Pemantauan

a. Tujuan

1) Melihat kinerja petugas kesehatan dan memberikan


bimbingan dalam pengelolaan Program P2 Diare di
wilayah kerja masing-masing.

2) Memberikan umpan balik atau alternatif pemecahan


masalah yang ditemukan pada saat pemantauan.

b. Pengertian

Pemantauan adalah kegiatan mengamati atas hasil


pelaksanaan kegiatan P2 Diare secara berjenjang dan
berkesinambungan (Provinsi, Kabupaten/Kota dan
Puskesmas).
40 Pedoman Tatalaksana Diare
c. Kegiatan yang dipantau

1) Tatalaksana Diare

Yang perlu dipantau dengan menggunakan Formulir


2.3 (lihat Lampiran 3) adalah:

a) Klasifikasi/Diagnosis Diare termasuk derajat


dehidrasi
b) Tindakan: Rencana Terapi A, Rencana Terapi B
atau Rencana Terapi C
c) Obat: Oralit, Zinc, RL, Antibiotik sesuai indikasi
tertentu.
d) Kualitas tata laksana standar sebagai simpulan
dari klasifikasi, tindakan dan pemberian obat.
e) Pojok oralit: gelas 200cc,
200 cc. sendok, oralit, teko
berisi air minum atau dispenser, poster, leaflet
dan
dll. lain-lain.
f) Pengetahuan petugas tentang tata laksana diare

2) Surveilans Epidemiologi

Kegiatan Surveilans yang perlu dipantau antara lain:

a) Pelaksanaan SKD: register penderita diare harian


dan mingguan (W2).
b) Laporan bulanan (form rekapitulasi penderita
diare)
c) Penanggulangan KLB

Yang perlu dipantau adalah hasil penyelidikan


Epidemiologi dan rekomendasi hasil penyelidikan.

3) Pelaksanaan Promosi Kesehatan

Yang perlu dipantau adalah kegiatan Advokasi,


advokasi, Bina
bina
suasana, Gerakan pemberdayaan masyarakat dan
ketersediaan media KIE.

4) Pengelolaan Logistik

Yang harus dipantau meliputi Kebutuhan


kebutuhan logistik,
pengadaan, penyimpanan, dan distribusi.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 41


c. Alat Pemantauan

1) Pemantauan Program Pengendalian Diare, petugas


Provinsi ke Kabupaten/Kota dan petugas Kabupaten/
Kota ke dengan menggunakan Formulir 2.4 (lihat
Lampiran 4).
2) Pemantauan pengetahuan tatalaksana penderita
diare di Puskesmas dengan menggunakan Formulir
2.5 (lihat Lampiran 5).

d. Cara Pemantauan

1) Pemantauan

Pemantauan dilakukan dengan mengamati,


wawancara dengan petugas dan melihat catatan atau
laporan yang ada di setiap jenjang administrasi yaitu
Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota,
Puskesmas, dan Pustu. Bila dalam pemantauan
ditemukan masalah, maka berikan saran pemecahan
atau bimbingan kepada pengelola program diare,
agar kegiatan program diare dapat dilaksanakan
sesuai rencana.

2) Umpan balik

Berikan umpan balik secara tertulis dan berjenjang


kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota
serta puskesmas, atas hasil pelaksanaan kegiatan
program diare di wilayahnya.

2. Evaluasi

a. Tujuan

Mengetahui hasil kegiatan pengendalian penyakit diare,


permasalahan yang ada dan untuk merencanakan
kegiatan pada tahun yang akan datang.

b. Pengertian

Evaluasi adalah suatu kegiatan penilaian terhadap hasil


pelaksanaan program.

42 Pedoman Tatalaksana Diare


c. Indikator (lihat Lampiran 6).

1) Target Penemuan Penderita

a) Semua Umur

 Perkiraan Penderita Diare Semua Umur adalah


Angka Kesakitan x Jumlah Penduduk dalam
satu tahun.
Perkiraan Penderita Diare Semua Umur
Angka Kesakitan Diare Semua Umur x Jumlah Penduduk

 Target Penemuan Penderita Diare Semua Umur


adalah 10 % x Perkiraan Penderita dalam satu
tahun.

Target Penemuan Penderita Diare Semua Umur


10% x Perkiraan Penderita

Target penemuan penderita Diare di Sarana


adalah 90%.

Target penemuan penderita Diare oleh kader


adalah 10%.

b) Balita
n Perkiraan Jumlah
Jumlah Balita
Balita(estimasi):
(estimasi) 10% x Jumlah
n Penduduk.
Perkiraan Penderita Diare Balita adalah Angka
 Perkiraan
Kesakitan Penderita Diare
Diare Balita Balita adalah
x Jumlah Balita Angka
dalam
Kesakitan
satu tahun.Diare Balita x Jumlah Balita dalam
n satu
Angkatahun.
kesakitan Diare Balita (berdasarkan Hasil
 Angka
Rapid kesakitan DiareTahun
Survei Diare Balita 2015): 843/1.000
(berdasarkan Hasil
balita per
Kajian tahun. Diare Tahun 2012): 900/1.000
Morbiditas
balita per tahun.

Perkiraan Penderita Diare Balita


843/1.000 xx Jumlah
900/1.000 JumlahBalita
Balita

 Perkiraan penderita diare balita yang datang ke


sarana kesehatan: 20%.
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 43
Target Penemuan Penderita Diare Balita
20% x Perkiraan Penderita

2) Cakupan Pelayanan

a) Semua Umur (SU)

Persentase jumlah penderita diare semua umur yang


dilayani dalam satu tahun dibagi target penemuan
penderita semua umur pada tahun yang sama.

Cakupan Pelayanan Semua Umur

Jumlah Penderita Diare SU Dilayani Dalam 1 Tahun


x 100%
Target Penemuan Penderita Diare Semua Umur

Contoh Perhitungan :
n Penduduk Puskesmas A = 30.000 jiwa
 Penduduk Puskesmas A = 30.000 jiwa
n Angka
 Angka Kesakitan
Kesakitan Diare
Diare = =270/1000
214/1000penduduk
penduduk

n Penderita Diare
Perkiraan Penderita Diare = = 214/1000x x30.000
270/1000 30.000== 6.420
810 penderita
penderita
n Target Penemuan Penderita = 10% x 8100 = 810 penderita

 Target Penemuan Penderita =10% x 6.420 = 642 penderita


bila :
Jumlah penderita diare semua umur yang dilayani = 400
penderita.
maka :
Cakupan Pelayanan Penderita Diare Semua Umur :

400
x 100% = 49,38%
62,3%
642
810

b) Balita

Persentase jumlah penderita diare balita yang dilayani


dalam satu tahun dibagi target penemuan penderita balita
pada tahun yang sama.

44 Pedoman Tatalaksana Diare


Cakupan Pelayanan Balita

Jumlah Penderita Diare Balita Dilayani Dalam 1 Tahun


x 100%
Target Penemuan Penderita Diare Balita

Contoh Perhitungan :
n Jumlah Balita = 3.000 balita
 Penduduk Puskesmas A = 30.000 jiwa
n Angka Kesakitan Diare Balita = 843/1000 per tahun
 Jumlah Balita = 10% x 30.000 = 3.000 balita
n Perkiraan
Episode Penderita
Diare Diare Balita= tahun
pada Balita 2016per tahun
900/1000
843/1000
 Perkiraan penderita diarexBalita
3.000tahun
= 2.529 balita
2013:
900/1000 x 3.000 = 2.700
n Target Penemuan Penderita Balita 2016
balita
 Target penemuan penderita Balita 2013:
20% x 2.529 = 506 balita
20% x 2.700 = 540 balita
bila :
Jumlah penderita diare Balita yang dilayani = 310
penderita.
maka :
Cakupan Pelayanan Penderita Diare Balita :
310
61.26%
x 100% = 77,5 %
506
540

Bila cakupan pelayanan lebih dari 100%, kemungkinan


adalah:
a) Ada KLB sehingga terjadi peningkatan jumlah
penderita diare yang datang ke sarana kesehatan.
b) Kinerja petugas baik sehingga laporan lengkap dan
lancar.
c) Banyak orang yang pindah ke wilayah kerja Saudara,
sehingga kunjungan orang yang berobat meningkat.
d) T arget penemuan penderita terlalu kecil.

Bila cakupan pelayanan lebih rendah dari 100 %,


kemungkinan adalah :

a) Pelayanan tidak memuaskan sehingga penderita


diare yang datang ke sarana kesehatan berkurang.
b) Masyarakat bisa mengobati diare di rumah.
c) Jangkauan sarana kesehatan terlalu luas, sehingga
tidak dapat menjangkau seluruh masyarakat di
wilayah tersebut.
d) Laporan tidak lengkap.

Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 45


e) Masyarakat lebih banyak yang datang ke Sarana
Kesehatan lain (swasta) dan data kunjungannya tidak
terlaporkan ke Puskesmas.

3) Kualitas Pelayanan

Untuk mengetahui kualitas pelayanan di suatu sarana


pelayanan kesehatan dapat dilihat pada komponen
berikut:

 Proporsi penderita diare balita.

Jumlah Penderita Diare Balita Dilayani


x 100%
Jumlah Penderita Diare Semua Umur Dilayani

 Rata-rata penggunaan oralit.

Jumlah Penderita Diare Balita Dilayani


x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

 Proporsi Penderita Diare pada Balita yang diberi Zinc.

Jumlah Penderita Diare Balita Diberi Zinc


x 100%
Jumlah Penderita Diare Balita Dilayani

 Proporsi Tatalaksana Standar.

Jumlah Penderita Diare Mendapat Tatalaksana Standar


x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

 Proporsi cakupan pelayanan oleh sarana dan kader.

1) Proporsi cakupan pelayanan oleh sarana.

Jumlah Penderita Diare Dilayani Sarkes


x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

2) Proporsi cakupan pelayanan kader.


Jumlah Penderita Diare Dilayani Kader
x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

 Proporsi penderita diare balita.


Jumlah Penderita Diare Balita Dilayani
x 100%
Jumlah Penderita Diare Semua Umur Dilayani

46 Pedoman Tatalaksana Diare


 Proporsi penderita diare menurut derajat dehidrasi.

1) Proporsi penderita diare Tanpa Dehidrasi.

Jumlah Penderita Diare Tanpa Dehidrasi


x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

2) Proporsi penderita diare dehidrasi ringan-sedang.

Jumlah Penderita Diare Dehidrasi Ringan Sedang


x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

3) Proporsi penderita diare dehidrasi berat.

Jumlah Penderita Diare Dehidrasi Berat


x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

 Proporsi penderita diare diinfus.

Jumlah Penderita Diare Diinfus


x 100%
Jumlah Penderita Diare Dilayani

 Proporsi Kematian Pada Saat KLB (Case Fatality


Rate/CFR):
Jumlah Penderita Diare Meninggal Saat KLB
x 100%
Jumlah Penderita Diare Saat KLB

4) Menganalisis Hasil Pemantauan/Supervisi.

Untuk mendapatkan gambaran tentang :


a) Tata laksana yang diberikan.
b) Pelaksanaan SKD.
c) Perencanaan kebutuhan logistik.
d) Pengetahuan petugas dalam tata laksana diare.

5) Menganalisis Hasil Survei Khusus.


a) Angka
Untuk kesakitan
mengetahui diare.
gambaran:
b)
a) Pengetahuan
Angka kesakitanmasyarakat
diare. tentang cara pencegahan
dan pengobatan di rumah.
b) Pengetahuan masyarakat tentang cara pencegahan
c)
dan Perilaku
pengobatanmasyarakat
di rumah. dalam mencari pengobatan
diare.
c) Perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan
d) Faktor risiko.
diare.
d) Faktor risiko.
Kegiatan Pengendalian Penyakit Diare 47
48 Pedoman Tatalaksana Diare
BAB III
TATALAKSANA PENYAKIT DIARE

A. Pembagian Diare

1. Diare Pada Anak

a. Diare Akut

Buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari


biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih) perhari
dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7
hari.

1) Etiologi

Secara klinis penyebab diare akut dibagi dalam 4


kelompok yaitu infeksi, malabsorbsi, keracunan
makanan dan diare terkait penggunaan antibiotika.

Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, fungi,


parasit (protozoa, cacing). Dari berbagai penyebab
tersebut, yang sering ditemukan adalah diare yang
disebabkan oleh infeksi virus.

Untuk mengenal penyebab diare akut digambarkan


dalam bagan berikut.

PENYEBAB PENYAKIT DIARE AKUT


VIRUS Rotavirus Adenovirus Norwalk + Norwalk Like Agent
P
E
N
Y
E Shigella Salmonella Escheria coli
(E.coli)
Golongan Vibrio
B
A INFEKSI BAKTERI
B
Bacilus cerecus Clostridium Staphylococcus Camphybbacter Aeromonas
botulinum aureus
P
E
N
Y Protozoa Entamoeba Giardia lamblia Balantidium coli Cryptosporidum
A histolytica
K PARASIT
I Cacing Perut Ascaris Trichiuris Strongyioides Blastissistis
T hominis
MALABSORPSI
D
I
A Keracunan Bahan-bahan Kimia
R KERACUNAN
E MAKANAN Jazad Renik Sayur-sayuran
Keracunan Oleh Rasun Yang
A Dikandung dan Diproduksi
DIARE TERKAIT
K PENGGUNAAN Ikan Buah-buahan Sayur-sayuran
U ANTIBIOTIK
T (DTA/AAD)

Tatalaksana Penyakit Diare 49


Pada penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Rotavirus
Surveillance Network (IRSN) dan Litbangkes pada pasien
anak di 6 Rumah Sakit, penyebab infeksi terutama
disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus (70%)
sedangkan infeksi karena bakteri hanya 8,4%. Kerusakan
vili usus karena infeksi virus (rotavirus) mengakibatkan
berkurangnya produksi enzim laktase sehingga
menyebabkan malabsorpsi laktosa.Diare karena
keracunan makanan disebabkan karena kontaminasi
makanan oleh mikroba misalnya: Clostridium botulinum,
S. aureus dan
dll (lihat Lampiran
lain-lain 7).
(lihat Lampiran 6)

Diare Terkait Penggunaan Antibiotik (DTA) terjadi karena


penggunaan antibiotika selama 5-7 hari yang
menyebabkan berkurangnya flora normal usus sehingga
ekosistem flora usus didominasi oleh kuman patogen
khususnya Clostridium difficile.
khususnya Clostridium difficile. Angka
Angka kejadian
kejadian DTA
berkisar 20-25%.
20-25%.

2) Patofisiologi

a) Diare Sekretorik

Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam


usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi
natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi
klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan
ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh
sebagai tinja cair.

Diare sekretorik ditemukan pada diare yang


disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan
pada mukosa usus
usus oleh
oleh toksin,
toksin, misalnya toksin E.
misalnya toksin coli
E.coli
atau V.cholera
V.cholera01.
01.

b) Diare Osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat


dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dan cairan intrasel. Oleh karena itu, bila di
lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik
aktif dan sulit diserap akan menyebabkan diare.

50 Pedoman Tatalaksana Diare


b. Diare Bermasalah

Diare bermasalah terdiri dari disentri, diare berkepanjangan


(prolonged diarrhea), diare persisten/ kronik dan diare dengan
gizi buruk (malnutrisi) serta diare dengan penyakit penyerta.

1) Disentri

a) Batasan

Diare berdarah tidak selalu disentri, tidak selalu


karena infeksi, bisa alergi pada bayi, IBD. Disentri
adalah diare dengan darah dan lendir dalam tinja
dapat disertai dengan adanya tenesmus. Disentri
berat adalah disentri yang disertai dengan komplikasi.

b) Etiologi dan Epidemiologi

Di Indonesia penyebab disentri adalah Shigella,


Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherichia coli
(E.coli), dan Entamoeba histolytica. Disentri berat
umumnya disebakan oleh Shigella dysentriae, Shigella
flexneri, Salmonella dan Entero Invasive E.Coli (EIEC).

Proporsi penderita dengan disentri di Indonesia


dilaporkan berkisar antara 5-15%. Proporsi disentri
berat belum diketahui. Hasil surveilans tahun 2005-
2007 terhadap anak yang menderita diare di rumah
sakit tipe A di Yogyakarta ditemukan Shigella flexneri
sebesar 1,5%, dan S. sonei sebesar 0,4%,sehingga
Shigella merupakan bakteri penyebab diare disentri
tertinggi (Putnam et al., 2007).

c) Patogenesis

Faktor risiko yang menyebabkan beratnya disentri


antara lain gizi kurang, usia sangat muda, tidak
mendapat ASI, menderita campak dalam 6 bulan
terakhir, mengalami dehidrasi, serta penyebab
disentrinya, misalnya Shigella, yang menghasilkan
t o k s i n d a n a t a u m u l t i p l e d r u g re s i s t e n t .

Pemberian spasmolitik memperbesar kemungkinan


terjadinya megakolon toksik. Pemberian antibiotika
pada kuman penyebab yang telah resisten terhadap
Tatalaksana Penyakit Diare 51
antibiotika tersebut akan memperberat manifestasi
klinis dan memperlambat sekresi kuman penyebab
dalam fases penderita.

Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang


dinamakan Shiga-toxin (St). Kelompok toksin ini
mempunyai 3 efek: neurotosik, sitotosik, dan
enterotoksik. Beberapa bakteri enterik lain
menghasilkan toksin dengan efek yang sama,
dinamakan Shiga like toxin (Slt). Toksin ini mempunyai
dua unit yaitu unit fungsional yang menimbulkan
kerusakan dan unit pengikat yang menentukan
afinitas toksin terhadap reseptor tertentu. Perbedaan
unit inilah yang menetapkan bentuk komplikasi yang
terjadi.

Komplikasi yang muncul akibat toksin bersifat dose


related. Dapat dimengerti, kalau kita berhadapan
dengan infeksi yang lebih besar Shiga-toxin ini dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih berat kalau
bekerja sama dengan endotoksin lipopolisakarida
(LPS) bakteri. Paparan lebih awal terhadap LPS lebih
mempercepat dan memperberat kerusakan, dalam
arti kata lebih memperbesar kemungkinan munculnya
komplikasi.

Infeksi Shigella dysentriae dan Shigella flexneri dapat


menurunkan imunitas, yang disebabkan antara lain
oleh peningkatan aktifitas sel T supresor dan
penekanan kemampuan fagositosis makrofag.

Infeksi Shigella menimbulkan kehilangan protein


melalui usus yang tercermin dengan munculnya
hipoalbuminemia, juga disertai penurunan nafsu
makan. Patogenesis penyakit ini akan mempermudah
munculnya KEP(Gizi
munculnya KEP Buruk)dan
(Gizi Buruk) dan infeksi sekunder.

d) Gambaran Klinis

Diare pada disentri umumnya diawali oleh diare cair,


kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul
darah, dengan atau tanpa lendir, sakit perut yang
diikuti munculnya tenesmus, panas disertai hilangnya
nafsu makan dan badan terasa lemah. Pada saat
tenesmus terjadi, pada kebanyakan penderita akan

52 Pedoman Tatalaksana Diare


mengalami penurunan volume diare dan mungkin tinja
hanya berupa darah dan lendir.Pada kondisi seperti ini
perlu dipikirkan kemungkinan invaginasi terutama pada
bayi.

Gejala infeksi saluran napas akut dapat menyertai disentri.


Disentri dapat menimbulkan dehidrasi, dari yang ringan
sampai dengan dehidrasi berat, walaupun kejadiannya
lebih jarang jika dibandingkan dengan diare cair akut.
Komplikasi disentri dapat terjadi lokal di saluran cerna,
maupun sistemik.

e) Komplikasi

(1) Komplikasi Pada Saluran Cerna

(a) Perforasi

Perforasi terjadi akibat vaskulitis atau ulkus


transmural dan biasanya terjadi pada anak
dengan KEP
dengan (Gizi Buruk)
KEP(Gizi Buruk) berat.
berat. Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan secara klinis dan dibantu dengan
pemeriksaan radiologis berdasarkan temuan
udara bebas intraperitoneal, serta ditemukannya
tanda-tanda peritonitis.

(b) Megakolon Toksik

Megakolon toksik biasanya terjadi pada


pankolitis. Diduga Shiga-toxin yang bersifat
neurotoksik berperan penting dalam
mempengaruhi motilitas usus karena terjadi
penurunan motilitas kolon yang berat diikuti
oleh distensi usus yang berat. Keadaan ini terjadi
terutama di sekitar ulkus transmural sehingga
disebut multiple ulcers.

Distensi dan penurunan


Distensi dan penurunan motilitas
motilitas akan
akan
menyebabkan
menyebabkan overgrowth
overgrowht bacterial/bakteri
bachterial/bakteri
tumbuh
tumbuh lampau,
lampau, ballooning effect (usus
balloning effect (usus
menggelembung), sehingga seluruh lapisan
dinding menipis, terjadi penyempitan pembuluh
darah yang menimbulkan anoreksia,
melumpuhkan fungsi usus, serta memperlemah

Tatalaksana Penyakit Diare 53


mekanisme pertahanan, sehingga gabungan
pankolitis dan megakolon toksik sering
menimbulkan gejala sepsis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan temuan klinis.

(2) Komplikasi Sistemik

(a) Hipoglikemia

Komplikasi ini lebih sering terjadi pada Shigellosis


dibanding penyebab disentri lain. Hipoglikemia
sangat berperan dalam menimbulkan kematian.
Hipoglikemia terjadi karena gagalnya proses
glukoneogenesis. Jadi pada tiap disentri dengan
komplikasi harus diperiksa kadar glukosa
darahnya. Diagnosis ditegakkan melalui
pengukuran kadar gula darah.

(b) Hiponatremia

Komplikasi ini juga banyak terjadi pada


Shigellosis dibanding penyebab lain.
Hiponatremia muncul akibat gangguan reabsorpsi
natrium di usus. Kematian pasien dengan
hipoglikemia lebih sering dibanding hiponatremia.
Manifestasi klinis hiponatremia adalah hipotonia
dan apatis, kalau berat dapat menimbulkan
kejang. Gejala ini juga akan tersamar kalau
ditemukan komplikasi lain. Jadi, pada tiap
disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar
natrium darahnya. Sebaiknya sekaligus diperiksa
juga kadar kalium darahnya.

(c) Sepsis

Komplikasi ini paling sering menyebabkan


kematian dibanding komplikasi lainnya.
Pengertian sepsis saat ini telah berubah. Dulu
sepsis didefinisikan sebagai bakteremia yang
disertai gejala klinis. Sekarang bakteremia tidak
lagi merupakan persyaratan diagnosis sepsis.
Jadi sepsis adalah sindroma klinis yang
disebabkan respon inflamasi terhadap infeksi.

54 Pedoman Tatalaksana Diare


Bakteremia pada disentri dengan sepsis jarang
yang disebabkan langsung oleh Shigella/kuman
penyebab disentri lain. Lebih banyak disebabkan
invasi bakteri enterik. Jadi dalam memilih
antibiotika, kita juga harus memberikan
antibiotika yang dapat mengatasi bakteri enterik
yang berinvasi ini.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis


gejala umum infeksi serta gangguan fungsi organ
multipel, dibantu dengan temuan pemeriksaan
penunjang: leukopenia atau leukositosis, disertai
hitung jenis yang bergeser ke kiri, adanya
granulasi toksik, trombositopenia, anemia dan
C-Reactive Protein positif. Juga terjadi gangguan
faktor pembekuan: penurunan kadar protombin,
fibrinogen, faktor VIII, serta manifestasi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
dan bakteremia.

(d) Kejang dan Ensefalopati

Kejang yang muncul pada disentri dapat berupa


kejang demam sederhana (KDS). Tetapi kejang
dapat merupakan bagian dari ensefalopati.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis.

(e) Sindrom Uremik Hemolitik

Sindrom ini ditandai dengan trias anemia


hemolitik akibat mikroangiopati, gagal ginjal
akut dan trombositopenia. Anemia hemolitik
akut ditandai dengan ditemukannya fragmentosit
pada sediaan apus. Gagal ginjal akut ditandai
oleh oliguria, perubahan kesadaran, peningkatan
kadar ureum dan kreatinin. Trombositopenia
dapat menimbulkan gejala perdarahan spontan.

Manifestasi perdarahan juga dapat disebabkan


oleh mikroangiopati, yang dapat berlanjut menjadi
Disseminated Intra-vasculair
Disseminated Intra-vasculair Coagulation
Coagulation (DIC).
(DIC).
Kematian dapat disebabkan oleh terjadinya gagal
ginjal akut dan gagal jantung.

Tatalaksana Penyakit Diare 55


(f) Pneumonia

Komplikasi Pneumonia bisa juga terjadi pada


disentri terutama yang disebabkan oleh Shigella
karena penurunan daya tahan tubuh sehingga
terjadi super infeksi.

(g) Kurang Energi Protein/KEP (Gizi buruk)

Disentri terutama karena Shigella bisa


menyebabkan gangguan gizi atau KEP pada anak
yang sebelumnya gizi kurang. Hal ini bisa terjadi
karena asupan yang kurang, pemakaian kalori
yang meningkat karena proses radang dan
hilangnya nutrien, khususnya protein selama
diare (Protein Lossing Enteropathy).

KEP sendiri mempermudah terjadinya disentri.


Disentri yang terjadi selama atau sesudah
menderita campak, sangat cepat menimbulkan
gizi buruk.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil


pengukuran berat badan serta kadar albumin
darah secara berkala sehingga dapat
menggambarkan derajat progresifitas timbulnya
KEP.

2) Kolera

Gejala kolera yaitu diare terus menerus, cair seperti air


cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan
mual di awal penyakit.

Seseorang dicurigai kolera apabila:

a) Penderita berumur >5 tahun menjadi dehidrasi berat


karena diare akut secara tiba-tiba (biasanya disertai
muntah dan mual), tinjanya cair seperti air cucian
beras, tanpa rasa sakit perut (mulas) atau

b) Penderita diare akut berumur >2 tahun di daerah


yang terjangkit KLB Kolera.

Kasus kolera ditegakkan dengan pemeriksaan


laboratorium

56 Pedoman Tatalaksana Diare


3) (Prolonged diarrhea)
Diare Berkepanjangan (Prolonged diarrhea)

Diare berkepanjangan, yaitu diare yang berlangsung lebih


dari 7 hari dan kurang dari 14 hari. Penyebab diare
berkepanjangan berbeda dengan diare akut. Pada keadaan
ini kita tidak lagi memikirkan infeksi virus melainkan
infeksi bakteri, parasit, malabsorpsi, dan beberapa
penyebab lain dari diare persisten.

4) Diare Persisten/ Diare Kronik

a) Batasan

Diare persisten / diare kronik adalah diare dengan


atau tanpa disertai darah, dan berlangsung selama
14 hari atau lebih. Bila sudah terbukti disebabkan
oleh infeksi disebut sebagai diare persisten.

b) Etiologi dan Epidemiologi

Sesuai dengan batasan bahwa diare persisten dan


diare kronik adalah diare akut yang menetap, dengan
sendirinya etiologi diare persisten dan diare kronik
merupakan kelanjutan dari diare akut.

Faktor risiko berlanjutnya diare akut menjadi diare


persisten adalah :

(1) Usia bayi kurang dari 6 bulan.


(2) Tidak mendapat ASI
(3) Gizi buruk
(4) Diare akut dengan etiologi bakteri invasif
(5) Tatalaksana diare akut yang tidak tepat :
a. Memakai antibiotika yang tidak tepat
a. Memakai antibiotika
b. Memuaskan penderita yang tidak tepat
b. Memuasakan penderita antara
c. Imunoompromise lain AIDS,
c. Imunokompromise
keganasan antara lain AIDS, keganasan

c) Patogenesis

Titik sentral patogenesis diare persisten /diare kronik


adalah kerusakan mukosa usus. Pada tahap awal
kerusakan mukosa usus disebabkan oleh etiologi
diare akut.
Tatalaksana Penyakit Diare 57
Keadaan ini tidak hanya menyebabkan penyembuhan
kerusakan mukosa terhambat, tetapi juga
menimbulkan kerusakan/atrofi mukosa yang lebih
berat. Keadaan ini dapat menyebabkan gangguan
absorbsi, kehilangan protein (Protein Lossing
Enterophaty), gangguan imunitas mukosa usus yang
memacu lingkaran diare, gizi buruk dan infeksi

Faktor-faktor yang memicu terjadinya lingkaran


diare, gizi buruk dan infeksi tersebut atara lain :

(1) Berlanjutnya paparan etiologi infeksi, misalnya


infeksi Giardia yang tidak terdeteksi, infeksi
S h i g e l l a y a n g m u l t i p l e d r u g re s i s t e n t .

(2) Infeksi intestinal sekunder, misalnya superinfeksi


dari patogen lain dan jamur.

(3) Infeksi parenteral sering terjadi sebagai penyakit


penyerta misalnya campak, OMA (Otitis Media
Akut), ISK (Infeksi Saluran Kemih) dan
Pneumonia.

(4) Bakteri tumbuh lampau (bacterial over


growth/bakteri tumbuh berlebihan) di usus halus
menyebabkan AAD Metabolit hasil penghancuran
makanan oleh bakteri serta dekonjugasi dan
dehidroksilasi garam empedu bersifat toksik
terhadap mukosa.

Gangguan metabolisme garam empedu


menimbulkan gangguan penyerapan lemak.
Bakteri tumbuh lampau berkompetisi dengan
enterosit untuk mendapatkan mikronutrien,
misalnya vitamin B12.

(5) Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit, yang


diperberat oleh berkurangnya asupan,
bertambahnya kebutuhan, serta kehilangan
nutrien melalui usus. Gangguan gizi tidak hanya
mencakup makronutrien yang dapat
menimbulkan
menimbulkan KEP (gizi buruk),
KEP(gizi buruk), tetapi
tetapi juga
defisiensi mikronutrien seperti Zinc, vitamin,
elektrolit dan trace elements.

58 Pedoman Tatalaksana Diare


(6) Menurunnya imunitas yang disebabkan oleh
protein
protein lossing
lossingenteropathy padashigellosis,
enteropathypada shigellosis,gizi
gizi
buruk, kurang mikronutrien (vitamin A, Zinc
dan Cuprum).

(7) Malabsorpsi laktosa. Sebagian besar diikuti


intoleransi laktosa.

(8) Pada diare lebih mudah terjadi penyerapan


molekul makro. Molekul makro ini memacu
sensitisasi dan dapat menimbulkan reaksi alergi.

(9) Pada diare persisten yang berlangsung lama


akan menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan elektrolit dan hipoglikemia.

5) Diare Dengan Gizi Buruk

a) Batasan

Gizi buruk yang dimaksud adalah gizi buruk tipe


marasmus atau kwarsiorkor, yang secara nyata
mempengaruhi perjalanan penyakit dan tatalaksana
diare yang muncul.

Diare yang terjadi pada gizi buruk cenderung lebih


berat, lebih lama dan dengan angka kematian yang
lebih tinggi dibandingkan dengan diare pada anak
dengan gizi baik. Walaupun pada dasar nya
tatalaksana diare pada gizi buruk sama dengan pada
anak dengan status gizi baik, tetapi ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan.

Perlu dipahami perubahan morfologis dan fisiologis


saluran cerna pada gizi buruk pengaruhnya terhadap
perjalanan klinik diare dan penyesuaian yang perlu
dilakukan pada tatalaksananya.

b) Etiologi

Pada dasarnya spektrum etiologi diare pada gizi


buruk sama dengan yang ditemukan pada diare yang
terjadi pada anak dengan gizi baik. Tetapi sehubungan
dengan berkurangnya imunitas pada gizi buruk,
kemungkinan munculnya diare akibat kuman yang
oppurtinistik menjadi lebih besar. Demikian pula
peranan penyebab malabsorpsi menjadi lebih besar.
Tatalaksana Penyakit Diare 59
c) Patogenesis

Patogenesis diare pada gizi buruk mirip pada diare


persisten, yaitu bertumpu pada kerusakan mukosa.
Bedanya, jika pada diare persisten kerusakan mukosa
terjadi pada mukosa sehat, pada gizi buruk kerusakan
mukosa terjadi pada mukosa yang telah atropik dan
mengalami metaplasi. Sehingga dampak
patofisiologisnya menjadi lebih besar dan
pemulihannya menjadi lebih sulit dan lama.

Faktor-faktor yang berinteraksi timbal balik yang


menghambat rehabilitasi kerusakan mukosa
sebagaimana halnya pada diare persisten juga
ditemukan pada diare dengan gizi buruk, yaitu :
(1) Berlanjutnya paparan etiologi infeksi.
(1) (2)
Berlanjutnya paparan
Infeksi intestinal etiologi infeksi.
sekunder.
(2) (3)
Infeksi intestinal
Infeksi sekunder.
parenteral, baik sebagai komplikasi
(3) Infeksi parenteral,
maupun sebagai baik sebagai komplikasi maupun
penyerta
sebagai
(4) Bakteripenyakit
rumbuh penyerta
lampau di usus halus.
(4) (5)
B a kMalnutrisi
t e r i t u mmakronutrien
b u h l a m p adan
u dmikronutrien.
i usus halus.
(5) (6)
Malnutrisi
Menurunnya makronutrien dan dan
imunitas, sistemik mikronutrien
lokal
(6) (7)
Menurunnya
Malasborpsi imunitas, sistemik dan lokal
(7) (8)
Malabsorpsi.
Alergi.
(8) Alergi.
Interaksi faktor-faktor ini jauh lebih berat dibandingkan
Interaksi
pada faktor-faktor
diare persisten iniyang
jauh terjadi
lebih berat
padadibandingkan
anak dengan
padagizi
diare
baik.persisten yang terjadi
Berdasarkan kondisipada anakini
khusus dengan gizi
beberapa
hal perlu diperhatikan antara lain, bahwa
baik. Berdasarkan kondisi khusus ini beberapa hal perlu pada anak
dengan gizi
diperhatikan buruklain,
antara : bahwa pada anak dengan gizi
buruk :
(1) Telah terjadi atrofi mukosa usus halus dan
insufiensi pankreas. Kita harus mengantisipasi
(1) Telah terjadi atrofi mukosa
penatalaksanaan usus lebih
yang halus dan insufiensi
rumit dan
pankreas. Kita harus mengantisipasi penatalaksanaan
penyembuhan yang lebih lambat. Misalnya harus
yanglebih
lebihwaspada
rumit dan penyembuhan
terhadap yang lebih
kemungkinan lambat.
bertambah
Misalnya harus
beratnya lebih
diare waspada
akibat terhadap
pemberian kemungkinan
makanan.
bertambah beratnya diare akibat pemberian makanan.
(2) Lebih sering terdapat kurang mikronutrien,
(2) Lebihseperti
seringasam folat,kurang
terdapat besi, zinc, magnesium
mikronutrien, dan
seperti
vitamin A.
asam folat, besi, zinc, magnesium dan vitamin A.
(3) Pada anak gizi buruk cenderung terjadi
(3) Pada anak gizi buruk
hipoglikemia cenderung
kareana terjadiglikogen
cadangan hipoglikemia
yang
karena cadangan
terbatas glikogen
dan adanya yang terbatas
gangguan fungsidan
hatiadanya
dalam
glukoneogenesis.
gangguan Implikasinya
fungsi hati adalah penderita
dalam glukoneogenesis.
jangan dipuasakan.
Implikasinya adalah penderita jangan dipuasakan.
60 Pedoman Tatalaksana Diare
(4) Pada anak dengan gizi buruk biasanya telah terjadi
(4) deplesi
Pada anak dengan
kalium dangizi
akanburuk biasanya
bertambah telahdengan
buruk terjadi
deplesi kalium dan akan bertambah buruk
adanya diare. Implikasinya adalah memberikan dengan
adanya diare. Implikasinya
kalium secukupnya pada terapiadalah memberikan
rehidrasi dan terapi
kalium
nutrisi. secukupnya pada terapi rehidrasi dan terapi
nutrisi.
(5) Pada anak gizi buruk terdapat retensi cairan dan
(5) merendahnya
Pada anak gizi cadangan
buruk terdapat retensi
kapasitas cairan dan
jantung dan
merendahnya
sirkulasi. Anakcadangan kapasitas
dengan gizi jantung
buruk sangat dan
sensitif
sirkulasi. Anak dengan gizi buruk sangat sensitif
terhadap kelebihan pemberian natrium yang dengan
terhadap kelebihan
cepat dapat pemberian
menimbulkan natrium yang
hipervolumia, udemadengan
paru
cepat dapat menimbulkan hipervolumia, udema
dan gagal jantung. Implikasinya kita harus sangat paru
dan gagal jantung. Implikasinya kita harus
membatasi pasokan Natrium baik secara parenteralsangat
membatasi pasokan
maupun secara Natrium baik secara parenteral
enteral.
maupun secara enteral.
(6) Karena gangguan sistem imunitas, pada anak dengan
(6) gizi
Karena gangguan
buruk mudahsistem imunitas,
terjadi infeksi.pada anak dengan
Implikasi antara
gizi
lain buruk
janganmudah
terlaluterjadi infeksi. Implikasi
cepat memutuskan antara
pemberian
lain jangan terlalu cepat memutuskan pemberian
terapi rehidrasi parenteral bila pemberian terapi
terapi rehidrasi
rehidrasi parenteral
oral atau bila nasogastrik
melalui pipa pemberian masih
terapi
rehidrasi oral atau melalui pipa nasogastrik
memungkinkan. Harus diperhatikan penyakit infeksi masih
memungkinkan.
penyerta yang Harus
mungkindiperhatikan penyakitsepsis,
ada, misalnya infeksi
penyerta yang mungkin
bronkopneumonia, ada,
faringitis, misalnya
otitis media, sepsis,
infeksi
bronkopneumonia, faringitis,
saluran kemih, dan lain-lain. otitis media, infeksi
saluran kemih, dan lain-lain.
Disamping itu infeksi berat pada gizi buruk sering tidak
Disamping itu infeksi
disertai gejala berat klasik.
klinik yang pada gizi buruk
Gejala seringinfeksi
klasik tidak
disertai gejala klinik
adalah demam tetapiyang
padaklasik. Gejalasering
gizi buruk klasikmuncul
infeksi
adalah demam tetapi pada gizi buruk sering
gejala hipotermi. Penanggulangan penyakit penyerta muncul
gejala hipotermi. Penanggulangan
sangat menentukan penyakit penyerta
keberhasilan penanggulangan diare
sangat menentukan keberhasilan
maupun gizi buruknya sendiri. penanggulangan diare
maupun gizi buruknya sendiri.
Terdapat kesulitan dalam menentukan status hidrasi
Terdapat kesulitan
pada pasien dalam
dalam
gizi buruk menentukan
menentukan
yang menderita status
status hidrasi
diaredehidrasi
karena
pada pasien gizi buruk yang menderita diare
tanda-tanda klinik untuk menentukan dehidrasi tidakkarena
tanda-tanda klinik
dapat dipercaya, untuk menentukan
misalnya seperti turgor.dehidrasi tidak
dapat dipercaya, misalnya seperti turgor.
6) Diare Dengan Penyakit Penyerta
6) Diare Dengan Penyakit Penyerta
a) Batasan
a) Batasan
Anak yang menderita diare (diare akut atau diare
Anak yangmungkin
persisten) menderita diare
juga (diaredengan
disertai akut atau diare
penyakit
persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit
lain. Tatalaksana penderita tersebut selain
lain. Tatalaksana
berdasarkan penderita
acuan baku tersebut
tatalaksana selain
diare juga
berdasarkan
tergantung acuan baku tatalaksana
dari penyakit diare juga
yang menyertai.
tergantung dari penyakit yang menyertai.
Tatalaksana Penyakit Diare 61
Tatalaksana Penyakit Diare 61
Penyakit yang sering terjadi bersamaan dengan
diare :

 Infeksi saluran napas (bronkhopneumonia,


bronkhiolitis, dll)
 Infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis,
dll)
 Infeksi saluran kemih
 Infeksi sistem lain (sepsis, campak, dll)
 Kurang gizi (gizi buruk berat, kurang vitamin A,
dll)

Penyakit yang dapat disertai dengan diare tetapi lebih


jarang terjadi :

(1) Penyakit jantung yang berat/gagal jantung.


(2) Penyakit ginjal/gagal ginjal.

2. Diare Pada Pelancong (Traveller’s Diarrhea)

Diare pada pelancong adalah penyakit diare yang sering ditemukan


pada orang yang melaksanakan perjalanan ke tempat yang baru.
Angka serangan (attack rate) 40-60% pengunjung dari negara
maju ke negara berkembang akan menderita diare.

Pembagian wilayah menurut risiko terkena diare pada pelancong


dapat dibagi dalam :

 Low Risk (<10%)  Eropa Timur,Australia dan New Zealand,


United States, Canada, Singapura dan Jepang.

 Moderate Risk (10-20%)  Pulau Caribbean, Afrika Selatan,


negara-negara yang berbatasan laut Mediteranean termasuk
Israel.

 High Risk (> 30%)  Asia (kecuali Singapura), Afrika (kecuali


Afrika selatan), Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Mexico.

Etiologi

Dapat disebabkan
disebabkan oleh
oleh bakteri,
bakteri,virus
virusdan
danparasit.
parasit.Bakteri
Bakterimerupakan
merupaka
penyebab terbanyak, khususnya Enterotoxigenic Escherichia coli
(ETEC).

62 Pedoman Tatalaksana Diare


Bakteri : Enterotoxigenic Escherichia coli, Campylobacter
jejuni, Shigella spp, Salmonella spp, Aeromonas
spp, Plesiomonas spp.

Virus : Norovirus, Rotavirus, Astrovirus

Parasit : Giardia lamblia

B. Prinsip Tatalaksana Penderita Diare

Prinsip tatalaksana penderita diare pada anak adalah Lintas Diare


(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas :

1) Oralit Osmolaritas Rendah

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari


rumah dengan memberikan Oralit. Bila tidak tersedia, berikan
lebih banyak cairan rumah tangga yang mempunyai
osmolaritas rendah yang dianjurkan seperti air tajin, kuah
sayur, kuah sup, sari buah, air teh dan air matang.

Macam cairan yang digunakan bergantung pada:

a) Kebiasaan setempat dalam mengobati diare


b) Tersedianya cairan/sari makanan yang cocok
c) Jangkauan pelayanan kesehatan

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus


segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan
untuk mendapatkan terapi rehidrasi yang cepat dan tepat.

Saat ini Oralit yang digunakan adalah Oralit kemasan 200cc


dengan komposisi sebagai berikut :

 Natrium klorida/Sodium chloride 2,6 gram


 Kalium klorida/Potassium chloride 1,5 gram
 Trisodium sitrat dihidrat/Trisodium
citrate dihydrate 10 mmol/L
 Glukosa anhidrat/Glucose anhydrate 75 mmol/L

2) Zinc

Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami


defisiensi Zinc. Bila anak diare akan kehilangan Zinc bersama
tinja, menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat.
Tatalaksana Penyakit Diare 63
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan
Zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida
dismutase (Linder, 1999). Enzim ini berfungsi untuk
metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal
bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi,
kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat
merusak berbagai jenis jaringan, termasuk jaringan epitel
dalam usus (Cousins et al, 2006).

Zinc juga berefek dalam menghambat enzim INOS (inducible


nitric oxide synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat
selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang
mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian
besar kejadian diare. Kerusakan morfologi epitel usus antara
lain terjadi pada diare karena rotavirus yang merupakan
p e n y e b a b t e r b e s a r d i a r e a k u t ( Wa p n i r, 2 0 0 0 ) .

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi


lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black,
2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan
kekambuhan diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot
studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil
guna sebesar 67% (Hidayat, 1998, Soenarto, 2007).
Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Zinc diberikan pada setiap diar e dengan dosis:

 < 6 bulan diberikan 10 mg ((Ω 1


/2 tablet)
tablet ) Zinc per hari.
 > 6 bulan diberikan1
diberikan 20tablet
mg ( 1zinc 20) mg.
tablet zinc per hari

Pemberian Zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare


sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
kejadian diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan.

Cara pemberian tablet Zinc:

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI.

64 Pedoman Tatalaksana Diare


3) Pemberian ASI/Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk


memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar
tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi
ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering
dari biasanya.

Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah


mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah
diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama
2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

4) Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi

Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya


kejadian diare yang memerlukannya (8,4%). Antibiotik hanya
bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (sebagian besar
karena shigellosis), suspek kolera, dan infeksi-infeksi di luar
saluran pencernaan yang berat, seperti pneumonia.

Obat-obatan ìanti-diareî
anti-diare tidak boleh diberikan pada anak
yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat
anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-
obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan
status gizi anak. Obat antiprotozoa digunakan bila terbukti
diar e disebabkan oleh parasit (amuba, giar dia).

5) Pemberian Nasihat

Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita harus


diberi nasihat tentang :

a) Cara memberikan cairan (Oralit) dan obat Zinc di rumah.

b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas


kesehatan:

 Diare lebih sering


 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan atau minum sedikit

Tatalaksana Penyakit Diare 65


 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari

C. Penentuan Diagnosis Diare

1. Anak

a. Riwayat Penyakit

Berapa hari anak diare?


Berapa kali diare dalam sehari?
Adakah darah dalam tinja?
Apakah ada muntah? Berapa kali ?
Apakah ada demam?
Makanan apa yang diberikan sebelum diare?
Jenis makanan dan minuman apa yang diberikan selama
sakit?
Obat apa yang sudah diberikan?
Imunisasi apa saja yang sudah didapat?
Apakah ada keluhan lain?

b. Menilai Derajat Dehidrasi


TABEL PENILAIAN DERAJAT DEHIDRASI
A B C
PENILAIAN

l. Lihat

Keadaan Umum Baik,Sadar Gelisah, Rewel Lesu, Lunglai atau Tidak Sadar

Mata Normal Cekung Cekung

Rasa Haus (beri air minum) Minum Biasa, Tidak Haus Haus, Ingin Minum Banyak Malas Minum atau Tidak Bisa Minum

2. Raba/Periksa

Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali Sangat Lambat


(lebih dari 2 detik)

3. Tentukan Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan - Sedang Dehidrasi Berat
(Dehidrasi Tidak Berat)

4. Rencana Pengobatan Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Catatan: Hati-hati dalam mengartikan cubitan kulit, karena :

 Pada penderita yang gizinya buruk, kulitnya mungkin saja


kembali dengan lambat walaupun dia tidak dehidrasi.
 Pada penderita yang obesitas (terlalu gemuk), kulitnya
mungkin saja kembali dengan cepat walaupun penderita
mengalami dehidrasi.

66 Pedoman Tatalaksana Diare


D. Pengobatan

1. Anak

a. Diare Akut

1) Menentukan Rencana Pengobatan

Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan


Bagan Rencana Pengobatan yang sesuai :

a) Rencana Terapi A untuk penderita diare Tanpa


Dehidrasi di rumah.

b) Rencana Terapi B untuk penderita diare dengan


Dehidrasi Ringan/Sedang (tidak berat) di
Sarana Kesehatan untuk diberikan pengobatan
dan pemantauan selama 3 jam.

c) Rencana Terapi C untuk penderita diare dengan


Dehidrasi Berat di Sarana Kesehatan untuk
pemberian cairan rehidrasi Intra Vena.

Tatalaksana Penyakit Diare 67


A
RENCANA TERAPI A
UNTUK TERAPI DIARE TANPA DEHIDRASI
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DIRUMAH
1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA

 Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama.


 Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan.
 Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminumkan dan oralit atau
cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang dsb).
 Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi
sedikit
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak.
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
 Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali kapada petugas kesehatan jika diara mamburuk.
 Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.

2. BERI OBAT ZINK

 Beri Zink10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti.


 Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari.
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3. BERI ANAK MAKAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI

 Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat.
 Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan.
 Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
 Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam).
 Setelah diare berhenti beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu.

4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI,


MISAL:DISENTERI, KOLERA dll

5. NASHIHAT IBU / PENGASUH

Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :

 Berak cair lebih sering.


 Muntah berulang.
 Sangat haus.
 Makan dan minum sangat sedikit.
 Timbul demam.
 Berak berdarah.
 Tidak membaik dalam 3 hari.

68 Pedoman Tatalaksana Diare


B
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI RINGAN - SEDANG
(DEHIDRASI TIDAK BERAT)

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN 4 JAM PERTAMA DI SARANA KESEHATAN


ORALIT Yang Diberikan
75 ml x BERAT BADAN anak

 Bila BB tidak diketahui, berikan oralit sesuai tabel di bawah ini :


UMUR Sampai 4 Bulan 4 - 12 Bulan 12 - 24 Bulan 2 - 3 Tahun
BERAT BADAN < 6kg 6 - 10 kg 10-12 kg 12 - 19 kg

JUMLAH ORALIT 200 - 400 ml 400 - 700 ml 700 - 900 ml 900 - 1400 ml

 Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah


 Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
 Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI berikan juga 100 - 200 ml air masak selama masa ini.
 Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 4 jam kecuali ASI dan oralit.
 Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut

AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT


 Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
 Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
 Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI.
 Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembekakan telah hilang

SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN PENILAIAN


KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI

 Blla tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A


 Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
 Bila tanda menunjukkan Dehidrasi Ringan- Sedang (Dehidrasi Tidak Berat), ulangi Rencana Terapi B
 Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
 Bila tanda menunjukkan Dehidrasi Berat, ganti dengan Rencana Terapi C.

BILA IBU HARUS PULANC SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B

 Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
 Berikan Oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah.
 jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah.

Tatalaksana Penyakit Diare 69


C
RENCANA TERAPI C
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI BERAT
DI SARANA KESEHATAN
Ikuti arah anak panah
Bila jawaban dari pertanyaan Ya teruskan ke KANAN, bila TIDAK teruskan ke BAWAH

 Beri cairan Intravena segera. Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia)
Dapatkah Saudara
YA 100 ml/kg, dibagi sebagai berikut:
memberikan Cairan Intravena?
UMUR PEMBERIAN PERTAMA KEMUDIAN
Bayi < 1 tahun 1 jam* 5 jam
Anak > 1 tahun 30 menit* 21/ 2 jam

* Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.
TIDAK

 Nilai kembali tiap 15 - 30 menit. Bila nadi belum teraba, beri cairan lebih cepat
 Juga beri oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bisa minum biasanya setelah 3 - 4 jam
(bayi) atau 1 - 2 jam (anak).
 Berikan obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
 Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi
 Kemudian pilihlah Rencana Terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk melanjutkan
terapi

Adakah terapi terdekat  Rujuk penderita untuk terapi Intravena


(dalam 30 menit) ? YA  Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya
selama di perjalanan
TIDAK

 Mulai rehidrasi dengan oralit melalui Nasogastrik/Orogastrik. Berikan sedikit demi


Apakah Saudara dapat sedikit, 20ml/kg BB/jam selama 6 jam.
menggunakan pipa  Nilai setiap 1 - 2 jam :
YA - Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat
Nasogastrik/Orogastrik atau
- Bila rehidrasi tidak tercapai setalah 3 jam rujuk untuk terapi Intravena
Rehidrasi?
 Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih Rencana Terapi yang sesuai (A, B atau C).
TIDAK

 Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut. Berikan sedikit demi sedikit, 20ml/kg
BB/jam selama 6 jam.
Apakah penderita bisa minum? YA  Nilai setiap 1 - 2 jam :
- Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat
- Bila rehidrasi tidak tercapai setalah 3 jam rujuk untuk terapi Intravena
 Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih Rencana Terapi yang sesuai.
TIDAK

Catatan :
 Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan
bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi
Segera rujuk anak untuk oralit
rehidrasi melalui Nasogastrik/  Bila umur anak diatas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah Saudara,
Orogastrik atau Intravena pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral begitu
anak sadar.

70 Pedoman Tatalaksana Diare


b. Diare Bermasalah

1) Disentri

a) Tatalaksana

Secara umum tata laksana disentri sesuai dengan acuan


tatalaksana diare akut. Aspek khusus tatalaksana disentri
adalah pemberian antibiotik oral (selama 5 hari), yang
masih sensitif terhadap Shigella menurut pola wilayah
setempat.

WHO menganjurkan Siprofloksasin dengan dosis 15


mg/kg BB 2 kali perhari selama 5 hari sebagai lini pertama
dan Sefiksim dengan dosis 1,5-3 mg/kg BB selama 5
hari sebagai lini kedua. Dengan mempertimbangkan
masih cukup tinggi nilai sensitivitasnya di Indonesia,
UKK Gastrohepatologi IDAI menganjurkan Sefiksim
sebagai lini pertama, sedangkan asam nalidiksat atau
Siprofloksasin sebagai lini kedua.

Asam nalidiksat selain rasanya tidak enak (sering


menimbulkan rasa mual), ketersediaannya di pasaran
sangat terbatas. Kotrimoksazole cukup tinggi nilai
r esistennya di banyak wilayah di Indonesia.

Pasien dipesan untuk kontrol kembali bila :

(1) Tidak membaik selama 2 hari


(2) Ada tanda komplikasi yang mencakup panas tinggi,
kejang, penurunan kesadaran, tidak mau makan, menjadi
lemah.

Bila pasien tidak membaik dengan antibiotik lini pertama


selama 2 hari :
a. Bila sarana laboratorium tersedia:

i. Pemeriksaan darah tepi : leukositosis mendukung


diagnosis Shigellosis atau kemungkinan adanya
infeksi sistemik (infeksi di luar saluran cerna).

ii. Leukosit dalam jumlah yang banyak (≥10/LPB)


atau makrofag mendukung diagnosis Shigella
atau bakteri invasif lain.

Tatalaksana Penyakit Diare 71


iii. Pemeriksaan mikroskopik tinja. Trofozoid
entamoeba atau Giardia untuk mendukung
diagnosis Amubiasis atau Giardiasis.

 Bila ditemukan trofozoid amubia/ giardia,


diberikan metronidazole 50mg/kgBB/hari selama
5 hari. Bila tidak membaik, pasien dirujuk untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

 Bila tidak ditemukan trofozoid amubia/giardia


diberikan antibiotik lini kedua. Bila tidak
membaik, pasien dirujuk untuk pemeriksaan
lebih lanjut

iv. Telur Trichuris, mengarahkan kita pada peranan


Trichuris sebagai penyebab disentri, walaupun
telur Trichuris hanya ditemukan pada penderita
diare dengan jumlah kecil. Bila ditemukan telur
trichuris, diberikan mebendazole.

b. Bila sarana laboratorium tidak tersedia dapat diberikan


antibiotik lini kedua.

i. Bila pasien tidak membaik dalam 2 hari, diberikan


metronidazole 50mg/ kgBB/hari selama 5 hari.

ii. Bila tidak membaik dengan pemberian metronidazole


dalam 2 hari, pasien dirujuk ke Pusat pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap untuk pemeriksaan
lebih lanjut

Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah diagnosis:

(1) Jika tidak membaik dengan ketiga antibiotik yang telah


diberikan pikirkan penyebab lain yaitu: alergi protein
susu sapi, Campylobacter jejuni dan Invaginasi.
(2) Biakan Tinja. Lakukan biakan untuk Shigella, Salmonella,
Camphylobacter dan E. coli pathogen.

(3) Giardasis diberi Metronidazol dengan dosis 30-50


mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari.

(4) Infeksi Campylobacter diobati dengan Eritromisin 10


mg/kgBB maksimum 500 mg per dosis setiap 6 jam
selama 5-7 hari.

72 Pedoman Tatalaksana Diare


(5) Infeksi Salmonella diobati dengan Kloramfenikol 50-75
mg/kgBB/hari maksimal 2 gram per hari dibagi 4 dosis.

(6) Infeksi Clostridium difficile diobati dengan Metronidazol


dengan dosis 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama
7-10 hari.

b) Lakukan tatalaksana Lintas Diare.

c) Penanganan Komplikasi

(1) Hipoglikemia

Hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 55


mg/dl pada gizi buruk. Jika penderita tidak sadar, berikan
1 ml/kgBB, 10% glukosa intravena dengan drip selama
15 menit. Apabila tidak mempunyai glukosa intravena,
maka berikan 50 ml air gula lewat pipa nasogastrik.

Apabila anak sadar dan dapat menelan, beri 50 ml air


peroral. Periksa kadar gula darah setelah 30 menit
pemberian gula di atas, bila masih rendah ulangi
pemberian di atas, bila sudah normal, ulangi setelah 2
jam, apabila rendah, maka ulangi lagi pemberiannya.

(2) Hiponatremia

Jika kadar Na kurang dari 120 meq/dl dilakukan


intervensi khusus berupa pemberian NaCl 3%.

Jumlah kebutuhan Na dalam meq adalah :

(Kadar Nanormal - Kadar Nasekarang) x 0,3BB(kg)

(135 -120) x 0,3 x 15 kg =67,5 meq

1000 ml NaCl 3% mengandung 532 meq NaCl, sehingga


jumlah NaCl 3% (dalam ml) yang dibutuhkan sama dengan
kebutuhan NaCl (dalam meq) = 67,5/532x1000ml=
126,8ml.

Untuk memudahkan perhitungan kebutuhan NaCl 3%


adalah 67,5 dikalikan 2.

Tatalaksana Penyakit Diare 73


Cairan diberikan habis dalam waktu 2 jam. Jika kadar
Na lebih dari 120 mg%, hiponatremia dapat diatasi dengan
pemberian oralit, atau cairan intravena dengan kadar Na
yang relatif tinggi, misalnya Ringer Laktat atau NaCl
fisiologis.

(3) Sepsis

Antibiotika harus diberikan secara parenteral. Harus


diingat, spektrum antibiotik yang dipakai disamping
untuk membunuh Shigella, sekaligus ditujukan pada
bakteri enterik. Pilihan antibiotika yang dapat dipakai
adalah (dimulai dari yang paling sederhana dan relatif
lebih murah) :

(a) Kombinasi Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena


3 kali sehari dan Gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dua
kali sehari.

(b) Seftriakson 100 mg/kgBB/hari, intravena sekali


sehari.
(c) Seftazidim 100 mg/kg/BB/hari, intravena dua kali
sehari.

(d) Difenem 30 mg/kgBB/hari, intravena tiga kali sehari.

Pilihan tiga pertama sebaiknya ditambah dengan


Metronidazol (untuk kuman anaerob) yang diberikan
secara drip dengan dosis 8 mg/kgBB/ hari. Jika disertai
dengan syok dan atau ensefalopati diberikan
kortikosteroid, berupa Deksametason dengan dosis 1-
3mg/kgBB/hari intravena. Semua penderita syok diberi
oksigen. Syok di a t a s i d e n g a n t e r a p i c a i r a n :

(a) Ringer Laktat 20 ml/kgBB dalam 30 menit sampai


1 jam pertama.

(b) Bila tekanan darah membaik, diteruskan dengan


Ringer laktat ñ dekstrosa 5% atau Ringer dekstrosa
untuk memenuhi kebutuhan cairan, sambil
diobservasi, sehingga kecepatan pemberian cairan
dapat disesuaikan.

(c) Bila tidak ada perbaikan, diberikan plasma atau


plasma expander 10-20 ml/kgBB serta RL-dekstrosa
10-20 ml/kgBB dalam 1 jam.

74 Pedoman Tatalaksana Diare


(d) Bila tekanan darah belum membaik sebaiknya
kecepatan cairan disesuaikan dengan tekanan vena
sentralis. Bila kita tidak mampu melakukannya,
terapi cairan RL - dekstr osa diteruskan.

(4) Kejang dan Ensefalopati

Kejang biasanya karena kejang demam

(a) Atasi demam dengan memberikan Parasetamol 10


mg/kgBB/ dosis.

(b) Jika kejang lebih dari lima menit, maka mulai terapi.

(c) Apabila hanya ada Diazepam, berikan Diazepam 0,3


mg/kgBB intravena atau 0,4 mg/kgBB per-rektum
(lewat dubur), tunggu 10 menit, jika masih kejang,
ulangi dosis Diazepam diatas dan tunggu 10 menit;
jika masih kejang dan pernafasan baik, ulangi dosis
diazepam dengan pengawasn ketat terhadap
pernafasannya.

(d) Apabila hanya ada Fenobarbital, berikan dosis loading


15 mg/kgBB intravena atau; tunggu 30 menit, jika
masih kejang berikan dosis kedua yaitu 10 mg/kgBB
intravena atau ensefalopati tidak memerlukan
antibiotika tambahan. Antibiotika yang diberikan
untuk shigellosis-nya dapat diberikan secara
par enteral. Berikan
parenteral. Berikan kortikosteroid,
kortikosterid, berupa
berupa
Deksametason dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari
intravena dibagi dalam 3 dosis.

(e) Bila obat di atas tidak berhasil, pikirkan kejang


persisten, dan komplikasi-komplikasi lain yang bisa
memicu hipoglikemi, hiponatremi, hipernatremi,
ensefalopati dan HUS (Hemolitic Uremic Syndrome)/
Sindrom Uremik Hemolitik

(5) Megakolon Toksik

Penderita megakolon toksik dikelola sebagai penderita


sepsis. (Lihat sepsis). Tindakan paliatif yang penting
adalah melakukan dekompresi, berupa pemasangan pipa
dari anus dilanjutkan pengisapan secara berkala.
Makanan enteral sementara waktu dihentikan. Pemberian
makanan secara par enteral dengan adekuat.
Tatalaksana Penyakit Diare 75
(6) Sindrom Uremik Hemolitik

Anemia/perdarahan diatasi dengan transfusi, termasuk


transfusi trombosit sesuai kebutuhan. Untuk mengatasi
gagal ginjal sebaiknya penderita segera dikirim ke RS
yang mampu melakukan dialisis peritoneal serta
pemeriksaan kadar elektrolit serum dan analisa gas
darah secara berkala.

Sambil menunggu rujukan, dapat dibantu dengan


pengaturan asupan cairan serta melakukan forced diuresis
dengan furosemid dengan dosis 2 mg/kgBB perkali secara
intravena. Antibiotika yang dipakai sebaiknya antibiotika
yang tidak nefrotoksik, salah satu contoh adalah
seftriakson.

(7) Perforasi

Perforasi diatasi dengan laparatomi. Antibiotika sama


dengan yang diberikan pada sepsis, tetapi selalu digabung
dengan metronidazol 8-15 mg/kgBB/hari intravena
diberikan secara drip.

(8) Pneumonia

Pneumonia diatasi berdasar Standar Pelayanan Minimal


(SPM) yang berlaku. Antibiotika harus sekaligus dapat
mengatasi shigellosis. Jika belum multiple drug resistent
dapat diberikan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari intravena
3 kali sehari dan Gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari 2 kali
sehari.

(9) Gizi Buruk

KEP (Gizi buruk) yang telah terjadi diatasi sesuai SPM


yang berlaku. Yang tak kalah penting adalah mencegah
terjadinya gizi buruk, sehubungan dengan kehilangan
protein, penurunan nafsu makan dan kemampuan makan
penderita.

Secara umum acuan pemberian makanan pada kasus


disentri adalah :

(a) Beri makanan sedikit-sedikit tapi sering dengan high


density diet (TKTP/Tinggi Kalori Tinggi Protein).
76 Pedoman Tatalaksana Diare
(b) Anak dibujuk dan diberi perhatian khusus agar
makan dalam jumlah yang cukup.

(c) Pemberian makanan ekstra, minimal sampai dua


minggu setelah sakit.

(d) Biasanya nafsu makan sudah kembali 1-2 hari setelah


pemberian antibiotika yang tepat.

2) Kolera

Tatalaksana Kolera

Antibiotika Yang Digunakan Dalam Pengobatan Kolera


Antibiotika Anak-anak
(diberikan selama 3 hari)
Doksisiklin 4 mg/kgBB/hari
Dosis tunggal
Tetrasiklin 12,5 mg/kgBB
4 x sehari
Trimethoprim (TMP) TMP 5 mg/kgBB
Sulfamethoxazole (SMX) dan
2 x sehari SMX 25 mg/kg

3) Diare Berkepanjangan (Prolonged Diarrhea)


Diarrhea)

Tatalaksana sama dengan diare persisten.

4) Diare Persisten/Diare Kronik

Sebelum menetapkan tatalaksana diare persisten, maka


langkah diagnosis yang harus dilakukan adalah menilai :

(a) Dehidrasi

Derajat dehidrasi pada diare persisten ditetapkan sesuai


dengan acuan tatalaksana diare akut. Namun demikian,
perlu berhati-hati pada diare persisten yang disertai gizi
buruk dan penyakit penyerta karena keadaan tersebut
dapat mengganggu penilaian indikator derajat dehidrasi.

Perlu dilakukan juga pemeriksaan kadar Na, K, Ca serta


glukosa. Jika sarana tersedia dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah secara berkala.

Tatalaksana Penyakit Diare 77


(b) Malabsorpsi dan Nutrisi

Status gizi ditetapkan berdasarkan klinis dan


antropometri. Kekurangan vitamin A dan Zinc dapat
memperpanjang lama (durasi) diare, tetapi manifestasinya
subklinik, padahal sudah terjadi defisiensi sistem imun
mukosa. Memeriksa kadar mikronutrien ini relatif sukar
dan mahal, sehingga dalam praktik, tanpa pemeriksaan
lebih dulu, semua penderita dengan diare persisten diberi
suplementasi mikronutrien tertentu. Hal ini disebabkan
karena tingginya defisiensi mikronutrien masih sering
terjadi di Indonesia karena asupan yang kurang dan
diare yang lama.

Kemampuan makan dinilai dari keadaan umum pada


waktu sakit serta pengamatan cara pemberian makan:

 Apakah seluruh makanan dapat diberikan secara


enteral, atau partial enteral nutrition, atau total
parenteral nutrition.
 Apakah nutrisi enteral yang diberikan: cair, saring,
lunak atau biasa.
 Apakah makan melalui NGT.

Kemampuan pencernaan anak yang dinilai berdasarkan


riwayat makan sewaktu sehat dan selama sakit,
dihubungkan dengan manifestai klinis yang muncul
sampai dugaan apakah ada intoleransi terhadap jenis
makanan tertentu.

Penetapan adanya intoleransi dilakukan melalui


pemeriksaan penunjang antara lain :

 Pemeriksaan pH tinja
 Pemerisaan gula tinja dengan tablet clinic test (uji
klinik) atau tes Benedict
 Pemeriksaan mikroskopik tinja untuk melihat butir
lemak.
 Steatokrit

Terdapat serangkaian pemeriksaan lain, misalnya lactose


loading test/uji intoleransi laktosa dan hydrogen breath
test/ uji hidrogen pernafasan, yang relatif lebih sukar
dilakukan. Dianjurkan untuk dirujuk ke rumah sakit
rujukan yang lebih tinggi. Dalam praktek, adanya
78 Pedoman Tatalaksana Diare
intoleransi baik yang disebabkan alergi protein ditegakkan
melalui uji withdrawal (avoidance) dan challenging (henti
dan tantang) pemberian makanan. Kelainan yang muncul
pada uji tersebut tidak hanya dinilai berdasarkan
manifestasi klinis, tetapi juga berdasarkan pemeriksaan
penunjang.

Dari rangkaian langkah diagnosis ini kita dapat sampai


pada kesimpulan apakah keadaan penderita:

 Intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa ditemukan


pada lebih dari 80% diare persisten, sehingga dalam
penanggulangan diare persisten, jika tidak memakai
ASI, pada tahap awal selalu diberikan makanan yang
rendah atau bebas laktosa.
 Alergi protein susu sapi.
 Alergi protein susu kedelai.
 Intoleransi lemak (Steatorrhoe).

(c) Penyebab Infeksi

Bila pada tatalaksana diare akut kita tidak dituntut


untuk mengetahui jenis kuman penyebab diare maka
pada diare persisten kita harus mencari faktor penyebab
ini dengan aktif. Langkah diagnosis yang dapat dilakukan
adalah :

 Mempelajari perjalanan penyakit dengan harapan


dapat mengarahkan kita pada kemungkinan etiologi.

 Melakukan pemeriksaan makroskopik dan


mikroskopik tinja. Temuan trofozoit Entamoeba atau
Giardia mendukung diagnosis Amoebiasis atau
Giardiasis.

 Temuan lekosit dalam jumlah banyak (≥ 10/LPB)


atau makrofag, mendukung diagnosis Shigella atau
bakteri invasif yang lain. Infeksi cacing seperti
Strongyloides atau Trichiuris diperkirakan dapat
menimbulkan diare.

 Melakukan pemeriksaan darah tepi. Leukositosis


mendukung infeksi bakteri invasif, khususnya
Shigellosis. Eosinofilia mendukung adanya infestasi
parasit.
Tatalaksana Penyakit Diare 79
 Biakan tinja untuk kuman enteric pathogen, antara
lain Shigella, Salmonella, Campylobacter, Yersinia,E.
Coli dan kuman patogen lain.

(d) Penyakit Penyerta

Diare persisten sering disertai penyakit penyerta. Diagnosis


ditegakkan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
(SPM).

(e) Tatalaksana

Tatalaksana diare persisten meliputi rehidrasi, nutrisi


dan pengobatan penyakit penyerta.

(1) Rehidrasi

Oralit efektif untuk sebagian besar penderita dengan


diare persisten. Pada sebagian kecil penderita,
mungkin terjadi gangguan absorpsi monosakarida
(glukosa), sehingga diare menjadi berat. Pada kasus-
kasus demikian dilakukan rehidrasi secara intravena.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit diatas
sesuai dengan Tatalaksana Diare cair akut dan
Disentri.

(2) Nutrisi

Sasaran akhir ditujukan untuk menjamin tumbuh


kembang yang optimal dengan mengkonsumsi diet
yang sesuai dengan umur berdasar pada kondisi
klinik yang nor mal. Untuk itu kita harus
mengupayakan regenerasi mukosa usus dengan
mematahkan lingkaran setan yang memperberat
kerusakan mukosa usus. Pasokan nutrien yang
adekuat, baik dalam jumlah maupun komposisinya,
merupakan langkah kunci untuk mencapainya.

Pada diare persisten perlu ditekankan adanya


malabsorpsi ganda dan berat, sehingga usaha
pemberian nutrisi harus disesuaikan dengan
kemampuan/kapasitas digesti dan absorpsi saluran
cerna.

80 Pedoman Tatalaksana Diare


Pemberian nutrisi optimal akan memacu regenerasi
mukosa, meningkatkan kapasitas digesti dan absorpsi,
sehingga akan memperluas pilihan jenis, bentuk, dan
cara pemberian makanan. Kemajuan dalam terapi nutrisi
parenteral, sangat membantu penanganan diare persisten.

Tetapi harus diingat, nutrisi enteral harus lebih


diutamakan, karena lebih murah, efek sampingnya lebih
sedikit, dan yang paling penting, ternyata rehabilitasi
mukosa jauh akan lebih cepat dan sempurna kalau diberi
nutrisi intra luminal, yang hanya dapat dipasok melalui
nutrisi enteral.

Banyak acuan dan cara pemberian makanan pada


penderita diare persisten. Makanan akan diberikan dalam
bentuk padat atau cair, alami atau hidrolisat atau produk
nutrisi elemental sintesis; kontinyu atau intermiten;
diberikan secara oral atau melalui pipa lambung atau
pemberian nutrisi parenteral secara perifer atau sentral.
Nutrisi enteral harus merupakan prioritas walaupun
terjadi peningkatan volume dan frekuensi defekasi.
Keadaan ini dapat ditolerir sepanjang keseimbangan
nutrisi tetap positif.

(a) Nutrisi Enteral

Langkah pertama adalah menetapkan pilihan jenis


makanan yang diberikan. Faktor yang
dipertimbangkan :

 Umur anak
 Kebiasaan makan sebelum dan selama sakit
 Kemampuan pencernaan anak

Acuan yang dipakai :

 Jika anak mendapat ASI, ASI harus tetap


diberikan karena efek imunologis dan efek anti
infeksi dari ASI. Kalau anak tidak dapat
menyusui, ASI dapat diperas.

 Laktosa tidak dianjurkan untuk diberikan pada


diare persisten. Pada bayi yang tidak minum ASI
diberikan susu rendah atau bebas laktosa.
Tatalaksana Penyakit Diare 81
Apabila anak sudah dapat mengkonsumsi bahan makanan
biasa, pilihan yang dianjurkan adalah:

 Sumber karbohidrat yang mudah diserap (polimer


glukosa): beras, gandum, mie,bihun, umbi-umbian
dan roti, tepung sagu dan tapioka.

 Sumber protein yang mudah dicerna : daging ayam,


tempe, atau telur

 Sumber lemak yang mudah dicerna (MCT/Middle


Chain Trigliserida) : minyak sayur.

Langkah berikutnya adalah menentukan bentuk


makanan, apakah cair, saring, lunak, atau biasa. Bentuk
yang dipilih disamping tergantung jenis makanan yang
akan diberikan, juga mengikuti pilihan cara pemberian
makanan, yang dapat berupa: melalui mulut (makan
sendiri, disendokkan).

Bayi yang berumur lebih dari 6 bulan, diberikan makan


6-8 kali sehari, segera setelah bisa makan. Kebanyakan
mengalami anoreksia selama 1-2 hari sampai infeksi
dapat ditanggulangi. Dalam hal ini mereka membutuhkan
makanan lewat pipa lambung.

Makanan yang merupakan pilihan untuk diare persisten:

(1) Gunakan susu sebagai sumber protein hewani.


Berikan tidak lebih dari 3.7 g laktosa/kgBB/hari.

(2) Diet rendah tepung dan bebas laktosa. Gunakan


telur, ayam atau ikan sebagai sumber protein

(3) Suplemen multivitamin dan mineral.

Semua anak dengan diare kronis/persisten perlu


diberi suplemen multivitamin dan mineral setiap hari
selama dua minggu. Multivitamin dan mineral,
termasuk minimal dua
termasuk dua RDAs
RDAs(Recommended
(Recommende Daily
Allowance) folat,
Allowance) folat,vitamin
vitaminA,A,magnesium
magnesiumdancopper.
dancopper.

Sebagai panduan, satu RDA untuk anak sampai


umur 1 tahun adalah:

82 Pedoman Tatalaksana Diare


 Folat 50 micrograms
 Zinc 10 mg
 Vitamin A 400 micrograms
 Zat besi 10 mg
 Copper 1 mg
 Magnesium 80 mg.

(b) Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral adalah pemberiam


pemberian nutrisi melalui
intravena. Nutrien yang diberikan terdiri dari air,
elektrolit, glukosa, asam amino, lemak, mineral,
vitamin dan trace
trace elements.
elements. Nutrisi parenteral
mempunyai komplikasi yang dapat disebabkan oleh
faktor metabolik, mekanik atau infeksi.

Penggabungan terapi nutrisi enteral dan parenteral


dapat memberikan pasokan nutrien yang lebih
adekuat. Dengan demikian diharapkan rehabilitasi
mukosa usus akan lebih baik sehingga kemampuan
pencernaan akan meningkat. Dengan kemampuan
pencernaan yang meningkat, porsi makanan enteral
dapat ditingkatkan sedangkan porsi parenteral
dikurangi dan akhirnya dihentikan.

(3) Terapi Medikamentosa

(b) Obat Antidiare

Sama dengan kebijakan pada diare akut, kita tidak


memakai obat anti diare pada diare persisten.

(c) Antibiotika

Tetapi antibiotika diberikan sesuai indikasi (lihat butir


C langkah diagnostik) atau apabila ada infeksi non-
intestinal seperti pneumonia, infeksi saluran kencing
atau sepsis.

(d) Terapi Zinc

Disesuaikan tatalaksana diare akut, diberikan 14 hari

Tatalaksana Penyakit Diare 83


(e) Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta ditanggulangi sesuai dengan standar


penyakit penyertanya.

5) Diare Dengan Gizi Buruk

Langkah diagnosis diare pada gizi buruk sejalan dengan langkah


diagnosis pada diare persisten. Rincian pelaksanaanya mengacu
pada langkah diagnosis Tatalaksana Kasus Diare Persisten.

(1) Dehidrasi

Gizi buruk dan penyakit penyerta, menganggu penilaian


derajat dehidrasi. Di lain pihak akibat merendahnya cadangan,
anak menjadi lebih berisiko terhadap kelebihan pemberian
cairan. Frekuensi dan kualitas denyut nadi, produksi urin,
dan hemaktokrit dapat digunakan untuk memantau status
dehidrasi. Langkah pengamanan yang diambil adalah:
membatasi jumlah cairan rehidrasi yang direncanakan, dan
melakukan observasi yang lebih ketat selama proses rehidrasi.

Pada gizi buruk kita mungkin berhadapan dengan syok septik


yang dapat muncul bersama atau tanpa dehidrasi. Syok pada
gizi buruk yang terjadi tanpa dehidrasi atau syok yang belum
hilang setelah dehidrasi teratasi, dianggap sebagai syok septik.

Penetapan derajat dehidrasi dilanjutkan dengan penelusuran


pemeriksaan kadar Na, K dan Ca serta glukosa. Jika
memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan analisa gas
darah secara berkala.

(2) Nutrisi

(a) Status gizi ditetapkan berdasarkan klinis dan antropometri


yaitu BB/PB.

(b) Kurang mikronutrien, seperti vitamin A dan seng lebih


sering ditemukan. Semua penderita gizi buruk dengan
diare diberi suplementasi mikronutrien.

(c) Kemampuan mak a n a n a k . K i t a h a r u s d a p a t


menyimpulkan cara dan bentuk pemberian makanan.

84 Pedoman Tatalaksana Diare


 Apakah sepenuhnya dapat diberikan makanan
enteral, atau memerlukan makanan parenteral.

 Apakah bentuk makanan enteral yang diberikan:


cair, saring, lunak atau biasa.

(3) Penyakit Penyerta

Gizi buruk hampir selalu disertai penyakit penyerta.


Manifestasi klinis sering tidak lengkap atau sesuai dengan
yang muncul pada anak dengan gizi baik. Diagnosis ditegakkan
sesuai SPM. Lakukan langkah diagnostik lebih lanjut atas
indikasi, untuk menyingkirkan kemungkinan tuberkulosis
primer. Meskipun tidak ada kelainan urinalisis, kita melakukan
biakan urin pada semua kasus gizi buruk

(4) Tatalaksana

Semua penderita diare pada gizi buruk dirawat inap. Ada


yang membagi tatalaksana gizi buruk menjadi 3 tahapan:
tahapan resusitasi, tahapan realimentasi dan tahapan
rehabilitasi.

Pada tahapan resusitasi dilakukan penanggulangan


penang-gulangan gangguan
fungsi vital tubuh. Penanggulangan gangguan fungsi
pernapasan dan fungsi serebral secara intensif belum dapat
dilakukan di semua rumah sakit. Kegiatan utama
penyelamatan lebih bertumpu pada resusitasi ganguan
sirkulasi serta mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit
dan asam basa yang menyertainya. Kegiatan ini lebih kurang
sejalan dengan langkah penanggulangan dehidrasi.

Pada tahapan realimentasi secara bertahap kita menilai dan


memberikan makanan yang sesuai yang dapat ditolerir anak,
untuk sampai pada makanan optimal yang akan diberikan
pada tahapan penyembuhan.

Pada tahapan rehabilitasi kita melakukan langkah-langkah


pendidikan dan bimbingan serta langkah preventif dan promotif
lainnya, sehingga ibu dapat merawat anaknya dan diharapkan
tetap tumbuh kembang optimal.

Dalam praktek, tahapan-tahapan ini tidak terpisah dan berdiri


secara ekslusif, misalnya kita sudah dapat memulai langkah
pembinaan dari awal. Kita harus mencari dan mengobati
penyakit penyerta begitu keadaan memungkinkan.
Tatalaksana Penyakit Diare 85
Tatalaksana diare dengan gizi buruk meliputi rehidrasi dan terapi
medikamentosa

1) Rehidrasi

Pada dehidrasi ringan/sedang, tetap upayakan memberikan


terapi rehidrasi oral. Apabila tidak mungkin, cairan diberikan
melalui pipa nasogastrik sampai anak bisa minum. Untuk
rehidrasi atau untuk mencegah dehidrasi, gunakan larutan
oralit standar yang telah dimodifikasi dengan mengurangi
natrium dan menambah kalium, sehingga didapatkan natrium
45 mmol dan kalium 40 mmol. Modifikasi tersebut dinamakan
cairan ReSoMal.

1. Cairan ReSoMal terdiri dari :

 Air 2 liter
 Oralit standar WHO : paket 1 liter
 Gula 50 g
 Larutan elektrolit atau mineral 40 cc.
(lihat kotak

2. Larutan elektrolit atau mineral :


(untuk cairan rehidrasi dan makanan)

 KCl 224 g
 Kalium Sitrat 81 g
 Magnesium Chlorida 76 g
 Zinc Asetat 8,2 g
 Cuprum Sulfat 1,4 g
 Tambahkan air sampai dengan 2500

Jangan menggunakan infus, kecuali dalam keadaan syok


untuk mencegah kelebihan cairan dan beban jantung yang
terlalu berat.

Mulailah pemberian makanan secepatnya setelah dehidrasi


teratasi. Monitor keadaan setiap 30 menit pada dua jam
pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam berikutnya
dengan mengukur nadi, pernapasan, buang air kecil, buang
air besar dan muntah.

86 Pedoman Tatalaksana Diare


Apabila kecepatan napas dan nadi tetap tinggi maka dipikirkan
adanya infeksi, gagal jantung dan kelebihan cairan yang
masuk. Apabila ada tanda-tanda tersebut maka pemberian
cairan dihentikan dan dievaluasi 1 jam kemudian.

Bila diperlukan rehidrasi parenteral pada keadaan dehidrasi


berat dengan syok, cairan parenteral sebanyak 200 ml/kg
BB diberikan dalam waktu 24 jam dengan rincian: 60 ml/kgBB
diberikan selama 4-8 jam pertama, dan sisanya diberikan
dalam waktu 16-20 jam berikutnya. Gunakan cairan parenteral
dengan kandungan kalium tinggi, misalnya larutan Darrow-
Glukosa 10%. Pantau dengan ketat pemberian cairan untuk
mencegah kelebihan cairan dengan perhatian khusus pada
tanda udem dan produksi urin.

Tanda awal udem paru akibat kelebihan cairan apabila dalam


waktu setengah jam:

 Bertambahnya frekuensi napas 5 kali dalam semenit.


 Bertambahnya hitung nadi 30 kali dalam semenit.
 Ronki basah kasar tak nyaring.

Jika syok tidak teratasi dengan rehidrasi parenteral, kita


harus memikirkan syok septik. Syok septik diatasi sesuai
dengan standar. Cara mengatasi gizi buruk dengan syok yang
dianjurkan oleh WHO :
 Berikan Ringer Laktat Dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/kgBB
dalam 1 jam. Dinilai apakah ada perbaikan nadi dan
frekuensi napas.

 Jika terdapat perbaikan nadi dan frekuensi napas,


lanjutkan pemberian cairan yang sama satu jam lagi.
Kemudian pindah ke rehidrasi oral.

 Jika tidak terdapat perbaikan, anak dianggap menderita


syok septik. Cairan yang sama dengan kecepatan 4
ml/kgBB/jam sambil mempersiapkan pemberian darah.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian formula starter.

 Jika syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan


rehidrasi setelah 4 jam pertama, kita dapat menambahkan
pemberian darah sebanyak 10 ml/kgBB yang diberikan
dalam 3 jam. Hati-hati memberikan alokasi cairan untuk
20 jam berikutnya, agar tidak terjadi hipervolumia.
Tatalaksana Penyakit Diare 87
 Bila memungkinkan, periksa secara berkala analisis gas
darah (pH dan defisit basa). Jika asidosis belum dapat
teratasi melalui basa yang terdapat pada cairan rehidrasi,
dapat dilakukan koreksi tambahan dengan perhitungan
sebagai berikut:

(defisit basa) x 1/3 x berat badan (kg)

Di pasar tersedia cairan Natrium bikarbonat 7,5% atau 8,54%,


dimana 1 ml dapat dianggap mengandung 1 meq ion
bikarbonat. Larutan bikarbonat bisa diberikan secara bolus,
dengan menyuntikkannya perlahan-lahan secara intravena,
setelah diencerkan dengan glukosa 5% atau ditambahkan
pada cairan rehidrasi. Jika tidak tersedia sarana pemeriksaan
defisit basa, dilakukan koreksi berdasarkan asumsi terdapat
defisit basa sebesar 5 meq/dl.

2) Nutrisi

Sama halnya dengan tatalaksana Diare Persisten, sasaran


akhir tatalaksana diare dengan gizi buruk adalah menjamin
tumbuh kembang yang optimal, dalam arti bahwa anak dapat
mengkonsumsi diet yang lazim sesuai dengan umurnya
berdasarkan kondisi klinik yang normal.

Langkah terapi nutrisi diare persisten dapat digunakan sebagai


acuan terapi nutrisi diare pada gizi buruk berat. Dalam hal
ini pemberian suplemantasi mikronutrien menjadi suatu
keharusan. Langkah-langkah terapi mengacu pada
Tatalaksana Kasus Diare Persisten.

Harus diingat bahwa upaya regenerasi mukosa usus lebih


sulit dan lama karena kita berhadapan dengan mukosa yang
telah atropik. Jadi kita harus mengantisipasi upaya
penyesuaian pemberian makanan yang lebih bertahap dan
lebih lama, diikuti dengan upaya pemulihan yang lebih lama
pula.

Dalam tatalaksana Kasus gizi buruk acuan WHO, pada tahap


awal dapat diberikan starter dalam bentuk makanan cair
dengan komposisi :

88 Pedoman Tatalaksana Diare


 Susu skim 25 g
 Gula 100 g
 Minyak sayur 30 g
 Larutan suplementasi mineral 20 ml
 Tambahkan air menjadi 1000 ml
 Kandungan kalori 75 kkal/dl

Kemudian diteruskan dengan formula catch up dengan


komposisi :

 Susu skim 80 g 90 g
 Gula 50 g 65 g
 Minyak sayur 60 g 75 g
 Larutan suplementasi meineral 20 ml 20 ml
 Tambahkan air menjadi 1000 ml 1000 ml
 Kandungan kalori 100 kkal/dl 135 kkal/dl

Catatan: Gula dapat diganti dengan tepung beras yang sudah


dimasak. Keuntungannya adalah osmolaritas lebih rendah.

3) Terapi Medikamentosa

(a) Obat Antidiare

Sama dengan kebijakan pada diare akut, kita tidak


memakai obat antidiare pada diare persisten

(b) Antibiotika

Indikasi pemberian antibiotika pada diare akut diterapkan


pada diare pada gizi buruk berat, tentunya dengan
memperhatikan penelusuran aktif penyebab infeksi diare
pada gizi buruk berat.

Semua penderita gizi buruk berat yang keadaan umumnya


tidak membaik setelah koreksi hipoglikemia, hipotermia
dan dehidrasi, harus diperkirakan menderita infeksi
sekunder dan diberikan antibiotika. Antibiotika pilihannya
adalah :

 Kombinasi Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, i.v. 3 kali


sehari dan Gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dua kali
sehari.
 Seftriakson 100 mg/kgBB/hari, i.v. sekali sehari.
 Seftazidim 100 mg/kgBB/hari, i.v., dua kali sehari
Tatalaksana Penyakit Diare 89
Semua kasus yang dianggap menderita syok septik diberi
antibiotika yang adekuat. Antibiotika yang dipakai sejalan
dengan acuan pada Tatalaksana Kasus Disentri Berat.
Pemberian antibiotika untuk penyakit penyerta
disesuaikan dengan standar.

4) Persiapan sebelum pulang

Anak dapat dipulangkan apabila sudah mencapai 90% berat


badan per panjang badan. Anak sangat mungkin masih
mempunyai berat badan yang rendah menurut umur, karena
menderita stunting (kerdil).

Kepada ibu dan keluarga diingatkan untuk :

(a) Memberikan makanan tinggi kalori dan nutrien paling


sedikit lima kali sehari.
(b) Bermain dengan anak dengan cara yang memperbaiki
perkembangan mental anak.
(c) Mengikuti program imunisasi dan pemberian vitamin A.
Jika belum mendapatkan supaya diberikan sebelum anak
dipulangkan, untuk menghindari missed opportunity atau
kehilangan kesempatan memperoleh imunisasi.

5) Penyakit penyerta

Penyakit penyerta ditanggulangi sesuai dengan standar yang


berlaku. Perlu diingat, keberhasilan penanggulangan diare
pada gizi buruk berat juga ditentukan oleh keberhasilan
penanggulangan penyakit yang menyertainya.

6) Diare Dengan Penyakit Penyerta

a) Tatalaksana

Dalam penatalaksanaannya harus dipertimbang-kan


dipertimbangkan :
 Kemampuan untuk makan minum peroral.
 Fungsi dan kemampuan sistem sirkulasi.
 Cadangan jantung yang rendah, misalnya pada pneumonia
berat (akibatnya terjadi risiko cor pulmonale akut) atau
gizi buruk berat (akibat atropi dan hipoksia otot jantung).
 Dehidrasi terjadi pada seluruh kompartemen cairan:
intravaskular, ekstraselular dan intraselular, sementara
kita memberikan cairan rehidrasi melalui kompartemen

90 Pedoman Tatalaksana Diare


intravaskular. Perlu waktu bagi cairan dari intravaskular
menyebar ke kompartemen lain. Jadi kita seperti
berhadapan dengan hipervolumia temporer. Berkurangnya
cadangan kardiovaskular menyebabkan rehidrasi cepat
menjadi berbahaya sehingga kita harus menyesuaikan
kecepatan pemberian cairan rehidrasi.
 Penyakit atau keadaan yang memerlukan restriksi cairan,
seperti ensefalitis atau dekompensasi kordis. Kita
memperhitungkan jumlah cairan yang kita beri
berdasarkan pada asumsi, misalnya pada dehidrasi berat
diperkirakan kehilangan cairan 12,5% dari berat badan
dan pada kasus tertentu kehilangan cairan hanya 10%,
sehingga kalau kita melakukan rehidrasi berdasarkan
rumus, mungkin anak akan mendapat cairan sedikit
lebih banyak dari yang dibutuhkan.
 Pada umumnya anak dapat mentolerir kelebihan ini.
Tetapi pada keadaan khusus, kelebihan ini dapat
berbahaya. Langkah penyesuaian yang diambil antara
lain memberikan cairan æ atau 80% dari perhitungan
dengan lambat, diikuti dengan observasi.
 Fungsi Ginjal. Dapat dimengerti bahwa gangguan fungsi
ginjal mengharuskan kita menyesuaikan jumlah,
komposisi elektrolit dan asam basa pada pemberian
cairan.

 Interaksi perjalanan penyakit. Pada gizi buruk berat telah


tercermin interaksi perjalanan penyakit diare dan penyakit
lain, misalnya pada meningitis bakterial yang diobati
dengan Seftriakson, Sefalosporin yang dieliminasi melalui
empedu, dapat menimbulkan gangguan ekosistem usus
dan memperberat diare.

Sebagai pegangan praktis dapat dipakai acuan berikut :

(1) Penderita dengan dehidrasi tidak berat yang dapat


minum.

 Dilakukan rehidrasi dengan oralit : 75 ml/kgBB,


diberikan dalam 4 jam
 Selama periode ini ASI diteruskan. Bila bayi < 6
bulan dan tidak mendapat ASI, berikan juga air
masak 100-200 ml
 Setelah 3-4 jam, harus diselingi dengan
pemberian makanan

Tatalaksana Penyakit Diare 91


Bila telah tercapai rehidrasi, selanjutnya penderita
diberikan oralit tiap kali diare sebanyak 5-10ml/kg
BB/diare.

(2) Penderita dengan dehidrasi berat yang tak dapat


minum.

Rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan


intravena, dengan larutan Darrow Glukosa
sebanyak :

Untuk anak berumur < 12 bulan :


 Jam pertama 15 ml/kgBB
 5 Jam berikutnya 60 ml/kgBB

Untuk anak berumur > 12 bulan :


 1/2 Jam pertama 15 ml/kgBB
 3,5 Jam berikutnya 60 ml/kgBB

(3) Penderita dengan dehidrasi berat

Rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan


intravena, dengan larutan Darrow Glukosa
sebanyak :
Untuk anak berumur < 12 bulan :

 Jam pertama : 20 ml/kgBB


 5 Jam berikutnya : 80 ml/kgBB

Untuk anak berumur > 12 bulan :

 1/ Jam pertama : 20 ml/kgBB


2
 3,5 Jam berikutnya : 80 ml/kgBB

Setelah 4 jam (untuk anak besar) atau 6 jam (untuk


bayi) dilakukan penilaian kembali. Bila telah rehidrasi,
pemberian cairan intravena diteruskan 100
ml/kgBB/18 jam atau anak besar dalam 20 jam.

(4) Terapi Nutrisi

Kita tetap berpegangan pada patokan tidak


memuasakan anak dengan
dengnandiare.
diare. Jika pemberian
makanan secara enteral tidak dapat dilakukan, maka

92 Pedoman Tatalaksana Diare


kita harus memberikan nutrisi parenteral. Cara yang
digunakan dapat dianalogikan dari cara yang
diuraikan pada Tatalaksana Diare Persisten. Sesuai
dengan kemajuan keadaan umum anak, kita harus
memberikan makanan secara oral begitu keadaan
memungkinkan. Tentu saja kita harus
memperhatikan kebutuhan terapi nutrisi khusus
sesuai dengan penyakit penyerta yang dihadapi.

(5) Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa untuk menang-gulangi


menanggulangi
penyakit penyerta tentu harus diberikan seoptimal
mungkin. Bila diperlukan pemberian antibiotika,
perlu dipertimbangkan penggunaan antibiotika yang
tidak menimbulkan efek samping yang memperburuk
diare. Begitu pula kita harus mempertimbangkan
dampak pemakaian obat yang mempunyai efek
samping terhadap traktus gastrointestinal.

B. Tatalaksana Penderita Diare Dewasa

1. Terapi Cairan

a. Derajat Dehidrasi

Pada dewasa perlu ditentukan tingkat dehidrasi:

(1) Tanpa dehidrasi, ciri utama adalah timbulnya rasa


haus.
(2) Ringan
(3) Sedang
(4) Berat

Untuk menentukan
Untuk menentukan derajat
derajat dehidrasi
dehidrasi dapat
dapat digunakan
digunakan
tabel dibawah ini. Sebagai pilihan dapat digunakan
Metode WHO (lihat Tabel 3) atau Sistem Skor Daldiyono
Metode Sistim tanda
berdasarkan Skor Daldiyono
dan gejalaberdasarkan
klinis (lihattanda
Tabeldan
4)
gejala klinis.
berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
(Evidence IA).
Sebagai pilihan dapat digunakan juga Metode Sistem
b. Skor Daldiyono:
Jenis cairan berdasarkan keadaan klinis yang diberi
penilaian / skor
Semua diare dimulai dengan pemberian ORALIT (Evidence
IA) atau dimulai dengan cairan rumah tangga (air matang,
air tajin,air kelapa, kuah sayur) (Evidence IV).
Tatalaksana Penyakit Diare 93
perlu dipertimbangkan penggunaan antibiotika yang
tidak menimbulkan efek samping yang memperburuk
diare. Begitu pula kita harus mempertimbangkan
dampak pemakaian obat yang mempunyai efek
samping terhadap traktus gastrointestinal.
Komposisi ORALIT terdiri dari:
B. Tatalaksana Penderita Diare Dewasa
 KLINIS 2,6 gram/L
Natrium klorida SKOR
Natrium bikarbonat 2,9 gram/L
 Cairan
1. Terapi
1. Rasa
 haus / muntah
Kalium klorida 1,5 gram/L 1
2. Kesadaran
 apathis
Glukosa 13,5 gram/L 1
a. Derajat Dehidrasi
3. Kesadaran somnolent, sopor atau koma 2
4. Tekanan
Dengan darah sistolik 60-90mmHg
osmolaritas 1
Pada dewasa perlu: ditentukan tingkat dehidrasi:
5. Tekanan darah sistolik <60 mmHg> 2

6. Frekuensi Sodium
nadi >120x / 75 mmol/L
menit 2
(1) Tanpa dehidrasi, ciri utama adalah timbulnya rasa

7. Frekuensi Klorida
napas > 30x / menit 65 mmol/L 1
 haus.
Glukose anhydrous 75 mmol/L
8. Fasies cholerica
(2) Potasium
Ringan 2
9. Vox(3)
cholerica 20 mmol/L 2
 Sedang
Citrat 10 mmol/L
10. Sianosis
(4) Berat 2
______________________________________
11. Turgor kulit menurun 1
12. Washer
Untuk womens hand derajat dehidrasi dapat digunakan
menentukan 1
Total osmolaritas 245 mmol/L
13. Ekstremitas dingin
Metode WHO (lihat Tabel 3) atau Sistem Skor Daldiyono1
14. Umur 50 - 60 tahun
berdasarkan tanda dan gejaladalam
kliniskemasan -1
(lihat Tabel 4)
Cairan tersebut diatas tersedia sachet
15. Umur >
(ORALIT 60 tahun
berdasarkan 200keadaan klinis
ml). Pada yang diberi
penderita -2
yangpenilaian/skor
memerlukan
pemberian cairan secara intra vena diberikan cairan
(Evidence IA).
Ringer lactat atau Ringer asetat.
b. Jenis cairan
c. Jumlah Cairan
Semua diare dimulai dengan pemberian ORALIT (Evidence
Jumlah cairan dengan
IA) atau dimulai yang diberikan harus
cairan rumah sesuai
tangga dengan
(air matang,
jumlah cairan yang dikeluarkan dengan menggunakan
air tajin,air kelapa, kuah sayur) (Evidence IV).
Skor Daldiyono (lihat tabel 4)atau perkiraan klinis :
Tatalaksana Penyakit Diare 93
Komposisi ORALIT terdiri dari:
Tanpa dehidrasi : ORALIT
Dehidrasi Ringan : ORALIT
 Natrium klorida 2,6 gram/L
Dehidrasi Sedang : ORALIT dan Cairan Infus
 Natrium bikarbonat 2,9 gram/L
Dehidrdasi Berat : Cairan Infus dan ORALIT
 Kalium klorida 1,5 gram/L
 Glukosa 13,5 gram/L
45 Depan d. Cara Pemberian
Dengan osmolaritas :
CAIRAN INFUS : Kehilangan cairan sesuai perhitungan
diberikan dalam 2 jam pertama, selanjutnya diberikan
 Sodium 75 mmol/L
cairan dosis pemeliharaan (1500 cc - 2000 cc per 24 jam)
 Klorida 65 mmol/L
ditambah kehilangan cairan baru.
 Glukose anhydrous 75 mmol/L
 Potasium 20 mmol/L
Catatan :
 Citrat 10 mmol/L
______________________________________
Dalam keadaan dimana cairan infus tidak bisa diberikan,
dianjurkan pemberian cairan dengan sonde lambung
Total osmolaritas 245 mmol/L
secukupnya sampai infus bisa terpasang. Untuk pasien
r a w a t j a l a n d i b e r i k a n 1 0 b u n g k u s O R A L I T.
Cairan tersebut diatas tersedia dalam kemasan sachet
94 Pedoman(ORALIT 200
Tatalaksana ml). Pada penderita yang memerlukan
Diare
pemberian cairan secara intra vena diberikan cairan
Ringer lactat atau Ringer asetat.

c. Jumlah Cairan
Cairan tersebut diatas tersedia dalam kemasan sachet
(ORALIT 200 ml). Pada penderita yang memerlukan
pemberian cairan secara intra vena diberikan cairan
Ringer lactat atau Ringer asetat.
e. Monitoring dan Rujukan
c. Jumlah Cairan
Selama terapi
Jumlah cairandengan pemberian
yang diberikan infuse
harus pasiendengan
sesuai harus
dimonitor
jumlah baik
cairan secara
yang klinis maupun
dikeluarkan laboratorium.
dengan menggunakan
Monitoring
Skor meliputi:
Daldiyono (lihatperkiraan
atau tabel 4)atau perkiraan
klinis : klinis :

1. Diuresis
Tanpa dehidrasi : ORALIT
Dehidrasi
2. TandaRingan vital : ORALIT
Dehidrasi
3. IntakeSedang dan output : ORALIT
cairan dan Cairan Infus
Dehidrdasi Berat
4. Pasien dengan dehidrasi : Cairan Infus danatau
berat ORALIT
syok perlu
dimonitor, ureum kreatinin dan elektrolit
d. Cara Pemberian
5. Pasien yang ditangani di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, yang menunjukkan tanda over
CAIRAN INFUS : Kehilangan cairan sesuai perhitungan
hidrasi, harus diberikan diuretika intravena kemudian
diberikan dalam 2 jam pertama, selanjutnya diberikan
d i rdosis
cairan u j u kpemeliharaan
u n t u k p e(1500
n a n gcc
a n-a2000
n l ecc
b i per
h l24
a njam)
jut.
ditambah kehilangan cairan baru.
f. Tatalaksana diare kronik
Catatan :
1. Pasien dengan diare kronik pada orang dewasa
Dalam keadaan dimana
dilakukan pemeriksaancairan infus tidak bisa diberikan,
feses.Bila terdapat
dianjurkan pemberian cairan dengan
Amoebiasis, langsung diberikan Metronidazolsonde lambung
3x500
secukupnya
mg selama sampai
7ñ10infus
hari. bisa terpasang. Untuk pasien
r a w a t j a l a n d i b e r i k a n 1 0 b u n g k u s O R A L I T.

94 Pedoman2. ApabilaDiare
Tatalaksana terdapatAmoebiasis berulang, maka rujuk
untuk evaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan
e. Monitoring dan Rujukan
endoskopi.
Selama
3. Bilaterapi dengan
Amoeba pemberian
tidak infuse
ditemukan, pasien
maka harus
dirujuk ke
dimonitor
rumahbaik secara klinis maupun laboratorium.
sakit.
Monitoring meliputi:
45 Belakang
g. Faktor risiko
1. Diuresis
2. Tanda besar
Sebagian vital penderita HIV mempunyai presentasi
3. Intake dandiare
klinis berupa output cairanOleh sebab itu pada pasien
kronis.
4. Pasien
dengan diaredengan dehidrasi
kronis perlu beratskrining
dilakukan atau syok
untukperlu
HIV.
dimonitor, ureum kreatinin dan elektrolit
5. Pasien
Riwayat yangpada
kanker ditangani
keluargadi juga
Fasilitas Pelayanan
perlu ditanyakan.
Kesehatan Primer, yang menunjukkan
Kanker kolorektal menimbulkan keluhan diare tandakronis
over
hidrasi, harus diberikan diuretika intravena kemudian
yang kadang-kadang disertai dengan amoebiasis berulang.
dirujuk untuk penanganan lebih lanjut.
2. Diare Pada Pelancong (Traveller’s Diarrhea)
f. Tatalaksana diare kronik
a. Tatalaksana Diare Pada Pelancong
1. Pasien dengan diare kronik pada orang dewasa
dilakukan pemeriksaan feses.Bila terdapat
Tatalaksana Penyakit Diare 95
Amoebiasis, langsung diberikan Metronidazol 3x500
mg selama 7ñ10 hari.

2. Apabila terdapat Amoebiasis berulang, maka rujuk


5. Pasien yang ditangani di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, yang menunjukkan tanda over
hidrasi, harus diberikan diuretika intravena kemudian
dirujuk untuk penanganan lebih lanjut.

e.
f. Monitoring
Tatalaksana dan
diareRujukan
kronik

Selama
1. Pasienterapi dengan
dengan pemberian
diare infuseorang
kronik pada pasiendewasa
harus
dimonitor baik secara klinis maupun laboratorium.
dilakukan pemeriksaan feses.Bila terdapat
Monitoring meliputi:
Amoebiasis, langsung diberikan Metronidazol 3x500
mg selama 7ñ10 hari.
1. Diuresis
2.
2. Tanda
Apabilavital
terdapat Amoebiasis berulang, maka rujuk
3. untuk
Intake dan output
evaluasi cairan
lebih lanjut dengan pemeriksaan
4. endoskopi.
Pasien dengan dehidrasi berat atau syok perlu
dimonitor, ureum kreatinin dan elektrolit
5.
3. Pasien yang ditangani
Bila Amoeba di Fasilitas
tidak ditemukan, maka Pelayanan
dirujuk ke
Kesehatan
rumah sakit. Primer, yang menunjukkan tanda over
hidrasi, harus diberikan diuretika intravena kemudian
g. diru
Faktor juk untuk penanganan lebih lanjut.
risiko

f. Tatalaksana
Sebagian besardiare kronik HIV mempunyai presentasi
penderita
klinis berupa diare kronis. Oleh sebab itu pada pasien
1. Pasien
dengan diaredengan diaredilakukan
kronis perlu kronik pada orang
skrining dewasa
untuk HIV.
dilakukan pemeriksaan feses.Bila terdapat
Amoebiasis,
Riwayat kanker langsung diberikan
pada keluarga jugaMetronidazol 3x500
perlu ditanyakan.
mg selama
Kanker 7ñ10
kolorektal hari.
menimbulkan keluhan diare kronis
yang kadang-kadang disertai dengan amoebiasis berulang.
2. Apabila terdapat Amoebiasis berulang, maka rujuk
2. untuk
Diare Pada evaluasi(Traveller’s
Pelancong lebih lanjutDiarrhea)
dengan pemeriksaan
endoskopi.
a. Tatalaksana Diare Pada Pelancong
3. Bila Amoeba tidak ditemukan, maka dirujuk ke
1. rumah
Mencegah dan mengatasi dehidrasi dengan ORALIT.
sakit. Tatalaksana Penyakit Diare 95

g. 2. Pemberian
Faktor risiko antibiotik dengan Siprofloksasin 2 x 500
mg selama 1 sampai 2 hari. Alternatif lain bila terdapat
kontra
Sebagian indikasi,
besar penderita pilihan
HIV mempunyaiantibiotik adalah
presentasi
klinis berupa diare kronis. Oleh sebab itu padam
K o t r i m o k s a s o l , A m o k s i s i l i n , A z i t r o isin.
pasien
46 Depan dengan diare kronis perlu dilakukan skrining untuk HIV.
3. Terapi simtomatik, dapat diberikan loperamid
(diberikan
Riwayat kankerpada
padadiare berat)juga
keluarga dengan
perlujangka waktu
ditanyakan.
pendek.Harap
Kanker kolorektal diperhatikan
menimbulkan efek samping
keluhan loperamid
diare kronis
terjadi ileus paralitik yang akan memperburuk
yang kadang-kadang disertai dengan amoebiasis berulang.
keadaan. Penggunaan loperamid dihentikan apabila
setelah 48 jam gejala menetap.
2. Diare Pada Pelancong (Traveller’s Diarrhea)
4. Pengaturan makanan dengan makanan lunak rendah
a. Tatalaksana Diare Pada Pelancong
serat.

b. Komunikasi dan edukasi


Tatalaksana Penyakit Diare 95

Meyakinkan penderita:

1. Bahwa ORALIT merupakan hal paling penting dalam


4. Pengaturan makanan dengan makanan lunak rendah
serat.

b. Komunikasi dan edukasi


4) Diare persisten pada bayi muda yang berumur kurang
Meyakinkan penderita:
dari 2 bulan, mengalami dehidrasi, menderita infeksi
berat, penderita diperkirakan tidak akan dapat
1. Bahwa ORALIT makanan
mengkonsumsi merupakan hal paling
sesuai dengan penting dalam
jenis, bentuk
p e n cjumlah
dan e g a h ayang
n ddirekomendasikan.
an pengobatan dehidrasi.
2. Menerapkan cuci tangan pakai sabun.
3.
5) Bahwa diare tidak lainnya
Diare bermasalah perlu dihentikan dengan
seperti diare dengansegera.
gizi
4. Bila
b u r udiare
k , dmakin
i a r e berat
denga dalam
n p e48nyajam
k i t maka
p e n ysegera
erta.
ke unit gawat darurat di rumah sakit.
b) Dewasa
3. Rujukan
Selama pemberian infus, pasien harus dipantau secara
a) Anak
klinis dan laboratoris, meliputi:

Rujukan dilakukan
1) Bila diare pada : dalam 48 jam, segera ke unit
memburuk
gawat darurat/rumah sakit.
1) Dehidrasi
2) Pasien dengan tidakdehidrasi
berat, tetapi
beratmuntah
atau syokprofuse.
perlu
dipantau ureum, kreatinin dan elektrolit.
2)
3) Diare
Pasienakut
yangdengan dehidrasi
ditangani berat.
di fasilitas pelayanan primer
dan menunjukkan tanda over hidrasi, harus diberikan
3) Disentri
diuretik dengan
intravena faktor risiko dirujuk
kemudian menjadi untuk
berat
merupakan
penangananindikasi rawat inap antara lain dengan
lebih lanjut.
gangguan gizi berat,
4) Pasien yang ditangani di umur kurang
fasilitas dari kesehatan
pelayanan dari satu
tahun,
primer dan menunjukkan gagal ginjal akutterakhir,
menderita campak pada enam bulan karena
disentri disertai dehidrasi berat dan disentri
syok atau komplikasi gangguan elektrolit, harus dengan
komplikasi.
dirujuk untuk penanganan lebih lanjut.
96 Pedoman Tatalaksana Diare
4) Diare persisten pada bayi muda yang berumur kurang
dari 2 bulan, mengalami dehidrasi, menderita infeksi
berat, penderita diperkirakan tidak akan dapat
mengkonsumsi makanan sesuai dengan jenis, bentuk
dan jumlah yang direkomendasikan.
46 Belakang
5) Diare bermasalah lainnya seperti diare dengan gizi
buruk, diare dengan penyakit penyerta.

b) Dewasa

Selama pemberian infus, pasien harus dipantau secara


klinis dan laboratoris, meliputi:

1) Bila diare memburuk dalam 48 jam, segera ke unit


gawat darurat/rumah sakit.
2) Pasien dengan dehidrasi berat atau syok perlu
Tatalaksana Penyakit Diare
dipantau ureum, kreatinin dan elektrolit. 97
3) Pasien yang ditangani di fasilitas pelayanan primer
dan menunjukkan tanda over hidrasi, harus diberikan
diuretik intravena kemudian dirujuk untuk
penanganan lebih lanjut.
b) Dewasa

Selama pemberian infus, pasien harus dipantau secara


klinis dan laboratoris, meliputi:

1) Bila diare memburuk dalam 48 jam, segera ke unit


gawat darurat/rumah sakit.
2) Pasien dengan dehidrasi berat atau syok perlu
dipantau ureum, kreatinin dan elektrolit.
3) Pasien yang ditangani di fasilitas pelayanan primer
dan menunjukkan tanda over hidrasi, harus diberikan
diuretik intravena kemudian dirujuk untuk
penanganan lebih lanjut.
4) Pasien yang ditangani di fasilitas pelayanan kesehatan
primer dan menunjukkan gagal ginjal akut karena
syok atau komplikasi gangguan elektrolit, harus
dirujuk untuk penanganan lebih lanjut.

Tatalaksana Penyakit Diare 97

47 Depan

98 Pedoman Tatalaksana Diare


BAB IV
PENUTUP

Buku Pedoman
Buku Pedoman Pengendalian
Tatalaksana Diare ini merupakan
Penyakit revisi dari revisi
Diare ini merupakan buku
pedoman
dari bukusebelumnya dan diharapkan
pedoman sebelumnya dapat menjadi
dan diharapkan acuan untuk
dapat menjadi acuan
lebih memantapkan potensi dalam tatalaksana penyakit diare
untuk lebih memantapkan potensi dalam tatalaksana penyakit diare secara
berjenjang baik internai,
secara berjenjang baik lintas program
internal, lintasdan lintas sektor.
program dan lintas sektor.

Buku pedoman ini merupakan dokumen hidup (living


(living document)
document)
yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Dokumen ini juga terbuka terhadap saran-saran untuk
perbaikan dan penyempurnaan.

Akhirnya semoga buku pedoman ini bermanfaat secara maksimal,


dengan tidak mengurangi kesempatan untuk berkonsultasi.

Penutup 99
100 Pedoman Tatalaksana Diare
Lampiran
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 2

Formulir 2.2
INVESTIGASI PENDERITA DIARE/KOLERA

No Indek Kasus : .......................... (suspect/positif) Tempat outbreak .......................

Nama Penderita : .................................. bin .................. Umur : ............. L / P

Alamat lengkap : RT ...... RW/RK ......... Kelurahan ................... Kec. ...........................

Pekerjaan : .................................. Tempat bekerja ..............................................

Keterangan lain : ..........................................................................................................


______________________________________________________________________________________

Gejala Klinis :
O Berak tak tertahan O Berak dengan darah
O Muntah O Ada panas
O Sakit perut hebat O Turgor baik/jelek
O Dingin O Berak 5 kali
O Lemah O Berak 5 – 10 kali
O Shock O Berak lebih 10 kali
O Berak dengan ingus

Diagnosa (sementara) : .................................................................................................


Oleh : .................................................................................................

Tanggal mulai sakit .................. Jam ............... Tanggal dirawat .................. Jam .........
Tanggal sembuh/mati.................................................................... Jam ........................
Dirawat di : Puskesmas/BP/RC : ................................ Dokter : .................................
Rumah Sakit : ................................ Dokter : .................................
Tidak dirawat, dengan alasan :
O Tempat jauh O Tidak mengerti, harus kemana
O Takut membayar O Ke dukun dan lain-lain .............
O Tidak percaya dengan dinas kesehatan

Pengobatan yang diberikan :


Oralit, dosis O .............. bungkus dengan dosis ...................................
Ringer laktat O .............. kalf dengan dosis ...................................
Antibiotika :
Sebutkan : ...................................... kapsul
...................................... kapsul
...................................... kapsul
Specimen/rectal swab diambil O Ya, ............................ Hasil ......................................

O Tidak ........................................................................
______________________________________________________________________________________

Diduga ketularan dari (nama,orang dan lain-lain) ...................... di ...............................

Diduga akan menularkan kepada .............................................. di ...............................

Penderita buang air besar di :

O Kakus O Sawah O Sungai


O Pantai O Empang O Kebun
O Lain-lain

Keadaan kakus :

O Memenuhi syarat kesehatan


O Tidak memenuhi syarat kesehatan

Sumber air minum :

O Ledeng O Sumur gali O Air hujan


O Sungai O Lain-lain

Keadaan sumur gali :

O Memenuhi syarat kesehatan


O Tidak memenuhi syarat kesehatan

Air untuk mandi cuci dll :

O Ledeng O Sumur gali O Air hujan


O Sungai O Lain-lain

Catatan :

.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................

...................., ............................ 20..

Investigator

(........................................................)
Lampiran 3

Formulir 2.3
PENCATATAN KASUS DIARE
TAHUN ……………….
Puskesmas : _________________________________ Tanggal Pemantauan : _____/_____ /______
Kab / Kota : _________________________________ Nama Pemantau : ___________________
Propinsi : _________________________________

JENIS

)
IDENTITAS TINDAKAN / PENGOBATAN
KUNJUNGAN

I*
AN

KELUHAN UTAMA

AS
Jenis
UL

TANDA BAHAYA LAMA DIARE DAN TANDA YANG OBAT-OBATAN

IK
NO. Kelamin
MP

IF
Umur Suhu UMUM DITEMUKAN Oralit

S
SI

BB (kg) Pertama Ulang Rujuk Zinc Infus

A
(bln) (oC) (bks)
(Tanpa Penyakit Tuliskan jenis obat yang diberikan, bila puyer tanyakan apa
KE

KL
L P
Penyerta) isinya

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Terisi : Diare Murni *) Klasifikasi A: Diare Tanpa Dehidrasi; B: Diare Dehidrasi Ringan Sedang; C: Diare Dehidrasi Berat;
Cara Mengisi Kolom : TS: Tidak disebutkan, P: Persisten, D: Disentri, Cholera : Chol

Kolom : 2, 7, 8,12 diisi dengan tanda rumput  bila di kartu penderita terisi, dan tanda strip (-) bila di kartu penderita tidak terisi.

Kolom : 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16 ditulis sesuai dengan yang tertulis di kartu penderita.
Lampiran 3

Kolom : 17 diisi oleh Petugas Pusat sebagai kesimpulan setelah kolom 2 s/d 15 terisi.
Lampiran
Lampiran 44

Formulir 2.4

PEMANTAUAN PENGENDALIAN PROGRAM DIARE

Tanggal : --
PROPINSI : ………………………………………………………...............………

KAB./KOTA .
: ……………………………………………………….……...............…

PUSKESMAS : ......................................................................................

RESPONDEN : …………………………………………….………………...............…

JABATAN : …………………………………...............……………………………

Isilah Sesuai Dengan Jawaban Responden


1. Data dasar : Jumlah Penduduk : _____________________
Jumlah Kabupaten/Kota : _____________________
Jumlah Puskesmas : _____________________
Jumlah Pustu/Polindes/Poskesdes/Desa Siaga : ______/______/______/_______

2. Apakah ada anggaran untuk program diare tahun ini?  Ya  Tidak


Bila YA, kegiatan apa saja ?

 Pertemuan / Sosialisasi  APBN  APBD  BLN  Swadana


 Pelatihan, sebutkan : ___________________________  APBN  APBD  BLN  Swadana
 Penanggulangan KLB  APBN  APBD  BLN  Swadana
 Monitoring / Bintek / Supervisi  APBN  APBD  BLN  Swadana
 Pengadaan Logistik, sebukan : __________________  APBN  APBD  BLN  Swadana
 Survei  APBN  APBD  BLN  Swadana
 Lain-lain, sebutkan : ___________________________  APBN  APBD  BLN  Swadana
 Tidak ada dana

Bila TIDAK , bagaimana pelaksanaan kegiatan program diare?


_______________________________________________________________________________________

_______________________________________________________________________________________

_______________________________________________________________________________________

1
3. Laporan apa yang diterima dan siapa yang mengelola ?

Laporan yang diterima Pengelola

Ya Tidak

 Rekapitulasi Laporan Diare  


 Laporan W1  
 Laporan W2  
 Laporan STP  
 Laporan SP2TP / SIMPUS  
 Lain-lain, sebutkan : _______________________________________________________

4. Laporan apa yang diterima/dikirim dari/ke daerah?

 Rekapitulasi Laporan Diare

 Laporan W1

 Laporan W2

 Laporan STP

 Laporan SP2TP / SIMPUS

 Lain-lain, sebutkan : _______________________________________________________

5. Apakah Saudara membuat rekapitulasi data diare?  Ya  Tidak


Bila Ya, apakah dianalisa menurut apa dan disajikan dalam bentuk apa ?

6. Apakah Saudara mempunyai rekapitulasi data diare?  Ya  Tidak


(Minta datanya)

Bila YA, rekap tersebut dibuat menurut apa?  Bulanan  Tahunan


Bila Bulanan, apakah data diolah berdasarkan :

 Tempat, disajikan dalam bentuk : _______________________________________

 Waktu, disajikan dalam bentuk : _______________________________________

 Orang (Gol umur), disajikan dalam bentuk : _______________________________________

Bila Tahunan, apakah data diolah berdasarkan :

 Tempat, disajikan dalam bentuk : _______________________________________

 Waktu, disajikan dalam bentuk : _______________________________________

 Orang (Gol umur), disajikan dalam bentuk : _______________________________________

Bila TIDAK, apa sebabnya? : _______________________________________________________________

2
7. Apakah Saudara menghitung cakupan pelayanan penderita diare ?  Ya  Tidak
Bila YA, berapa cakupan pelayanan 3 tahun terakhir (target dan realisasi)?

TAHUN ________ TAHUN ________ TAHUN ________


INDIKATOR Realisasi Realisasi Realisasi
Target Target Target
(%) (%) (%)
Cakupan Pelayanan

Bila TIDAK, apa alasannya ? :

______________________________________________________________________________________________

6. Apakah Saudara mempunyai data kualitas tatalaksana diare tahun lalu?  Ya  Tidak
Bila YA, Proporsi Sumber Data

Angka penggunaan oralit : _________________ % _____________________________________

Angka penggunaan RL : _________________ % _____________________________________

Angka penggunaan antibiotik : _________________ % _____________________________________

Angka peggunaan anti diare : _________________ % _____________________________________

Angka peggunaan obat lain : _________________ % _____________________________________

Angka tatalaksana yang standar : _________________ % _____________________________________

Bila TIDAK, apa alasannya? : ____________________________________________________________

7. Apakah Saudara ikut serta dalam penanggulangan KLB Diare ?  Ya  Tidak


 Tidak ada KLB
Bila YA, kapan ? __________________________________________

Dimana ? __________________________________________

Berapa jumlah penderita / mati? ________________________________________________________


(mintalah laporannya)

Kegiatan apa yang Saudara lakukan ? ________________________________________________________

Kendala apa yang saudara temukan ? ________________________________________________________

Bila TIDAK, apa alasannya ? ________________________________________________________

Siapa yang melaksanakan ? ________________________________________________________

8. Kegiatan apa yang Saudara lakukan pasca KLB Diare, sebutkan :

_______________________________________________________________________________________________

3
9. Apakah Saudara ikut serta kegiatan MTBS ?  Ya  Tidak
Bila YA, kegiatan apa : ____________________________________________________________________

Berapa jumlah kabupaten yang melaksanakan MTBS : _________________________________

Berapa jumlah puskesmas yang melaksanakan MTBS : ________________________________

Berapa % rata-rata balita yang dilayani tiap hari : _________%

Bila TIDAK, siapa yang melaksanakan kegiatan MTBS? : ____________________________________

10. Apakah ada kegiatan promosi kesehatan tentang program diare?  Ya  Tidak
Bila YA,  Advokasi, sebutkan : __________________________________________

 Bina Suasana, sebutkan : __________________________________________

 Pemberdayaan Masyarakat, sebutkan : __________________________________________


 Media KIE, sebutkan : __________________________________________

Bila TIDAK, apa alasannya? : __________________________________________

11. Apakah Saudara tahu obat program diare (Oralit dan Zinc) yang diterima  Tahu  Tidak
di GFK tahun ini :

Bila YA, Berapa jumlahnya: Oralit : __________________ bungkus, sumber : __________________


Zinc : __________________ tablet, sumber : __________________

Bila TIDAK, cari informasi ke GFK

12. Apakah Saudara dapat menghitung kebutuhan obat Program P2 Diare  Ya  Tidak
di wilayah kerja?

13. Berapa kebutuhan Oralit dalam satu tahun di wilayah kerja Saudara? _____ kotak ______ sachet

14. Berapa kebutuhan Zinc dalam satu tahun di wilayah kerja Saudara? _____ kotak ______ tablet
Lampiran 55
Lampiran
Formulir 2.5
PENGETAHUAN TATALAKSANA PENDERITA DIARE DI PUSKESMAS

PUSKESMAS : ……………………………… LOKASI MTBS : O Ya O Tidak


KABUPATEN / KOTA : ……………………………… NAMA PEWAWANCARA : ……..…….……………………

PROPINSI : ……………………………… TANGGAL PELAKSANAAN :  /  / 

NAMA RESPONDEN : …….………………………… ( Peserta Latih MTBS: O Ya O Tidak )


JENIS RESPONDEN : O Dokter O Bidan O Perawat O Lainnya, Sebutkan : ………..……………

Tanyakan Kepada Petugas Kesehatan Pertanyaan Berikut


Jangan Dibacakan Butir-butir Jawabannya

MENYEBUTKAN
1. Apakah definisi operasional diare ?

…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………

2. Bila ada anak diare, pertanyaan apa yang Anda tanyakan mengenai penyakitnya ?
a) Lamanya diare O Ya O Tidak
b) Ada darah dalam tinja O Ya O Tidak
c) Adanya penyakit penyerta O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a, b, c dijawab YA O YA O TIDAK
3. Apa yang Anda periksa untuk menetapkan klasifikasi derajat dehidrasi ?
a) Keadaan umum anak O Ya O Tidak
b) Mata cekung O Ya O Tidak
c) Haus, apakah dapat minum O Ya O Tidak
d) Turgor kulit O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a, b, c, d dijawab YA O YA O TIDAK

Kesimpulan MENILAI KLASIFIKASI PENDERITA DIARE dengan BENAR,


Bila KESIMPULAN No.2 dan No.3 dijawab YA O YA O TIDAK

1
4. Sebutkan klasifikasi derajat dehidrasi ?
a) Tanpa Dehidrasi O Ya  No. 5 O Tidak
b) Dehidrasi Ringan Sedang O Ya  No. 7 O Tidak
c) Dehidrasi Berat O Ya  No. 10 O Tidak
d) Tidak tahu O Ya  No. 13 O Tidak
e) Ringan – Sedang – Berat  teruskan No. 5 dan seterusnya.

Kesimpulan BENAR, bila a, b, c dijawab YA O YA O TIDAK

5. Bagaimana menentukan klasifikasi penderita diare Tanpa Dehidrasi? (Bukan Kolera dan Disentri)
a) Keadaan umum anak : Baik, Sadar O Ya O Tidak
b) Mata : Normal O Ya O Tidak
c) Rasa haus : Minum biasa O Ya O Tidak
d) Turgor kulit : Kembali cepat O Ya O Tidak
e) Tidak tahu O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a, b, c dan d dijawab YA O YA O TIDAK

6. Bagaimana tindakan Anda terhadap anak diare Tanpa Dehidrasi? (Bukan Kolera dan Disentri)
a) Anjuran memberikan cairan lebih banyak dari biasanya (termasuk oralit) O Ya O Tidak
b) Diberi obat Zinc O Ya O Tidak
c) Anjuran meneruskan pemberian makanan O Ya O Tidak
d) Anjuran membawa ke petugas kesehatan, bila tidak baik dalam 3 hari O Ya O Tidak
e) Dipulangkan dengan diberi oralit. O Ya O Tidak
f) Diberi obat antibiotik, anti diare dan obat lain O Ya O Tidak
g) Tidak tahu O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a, b, c, d, e dijawab YA O YA O TIDAK
Kesimpulan TATALAKSANA PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI disebut BENAR,
bila KESIMPULAN No.5 dan No.6 dijawab YA O YA O TIDAK

7. Bagaimana menentukan klasifikasi penderita diare Dehidrasi Ringan Sedang ?


a) Keadaan umum anak : Gelisah, Rewel O Ya O Tidak
b) Mata : Cekung O Ya O Tidak
c) Rasa haus : Haus, minum banyak O Ya O Tidak
d) Turgor kulit : Kembali lambat O Ya O Tidak
e) Tidak tahu O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a dan b dan c dan d dijawab YA O YA O TIDAK

2
8. Bagaimana tindakan Anda terhadap anak diare dengan DEHIDRASI RINGAN SEDANG?
a) Dipulangkan dengan diberi oralit. O Ya O Tidak
b) Diobati dengan oralit di sarana O Ya O Tidak
c) Dirujuk O Ya O Tidak
d) Diberi obat O Ya O Tidak
e) Tidak tahu O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila b dijawab YA O YA O TIDAK

9. Berapa banyak oralit harus Anda berikan dalam 3 jam pertama pada penderita dehidrasi ringan/sedang (Rencana Terapi B)
a) 75 ml/kg BB O Ya O Tidak
b) Sesuai golongan umur(<1 th 300 ml, 1-5 th 600ml,dst) O Ya O Tidak
c) Tidak tahu O Ya O Tidak

Kesimpulan BENAR, bila a atau b dijawab YA O YA O TIDAK

Kesimpulan TATALAKSANA PENDERITA DIARE DEHIDRASI RINGAN SEDANG disebut BENAR,


bila KESIMPULAN No.7, No.8 dan No.9 dijawab YA O YA O TIDAK

10. Bagaimana menentukan klasifikasi penderita diare DEHIDRASI BERAT ?


a) Keadaan umum anak : Tidak sadar, Letargis O Ya O Tidak
b) Mata : Sangat cekung O Ya O Tidak
c) Rasa haus : Tidak bisa minum O Ya O Tidak
d) Turgor kulit : Kembali sangat lambat O Ya O Tidak
e) Tidak tahu O Ya O Tidak

Kesimpulan BENAR, bila a, b, c dan d dijawab YA O YA O TIDAK


11. Bagaimana tindakan Anda terhadap anak diare dengan dehidrasi berat ?
a. Dipulangkan dengan diberi oralit O Ya O Tidak
b. Diobati dengan oralit di sarana O Ya O Tidak
c. Dirawat untuk pengobatan infus atau (infus + oralit) O Ya O Tidak
d. Dirujuk O Ya O Tidak
e. Tidak tahu O Ya O Tidak

Kesimpulan BENAR, bila c atau d dijawab YA O YA O TIDAK


Bila c dijawab YA, teruskan ke pertanyaan No. 12, dst.
Bila c dijawab TIDAK, diteruskan ke pertanyaan No. 13

3
12. Berapa banyak cairan I.V yang akan Anda berikan pada penderita Dehidrasi Berat (Rencana Terapi C) ?
a. 100 ml/kg BB O Ya O Tidak
b. Lainnya, jumlah ……… ml O Ya O Tidak
c. Tidak tahu O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a dijawab YA O YA O TIDAK
Kesimpulan TATALAKSANA PENDERITA DIARE DEHIDRASI BERAT disebut BENAR,
bila KESIMPULAN No.10, No.11 dan No.12 dijawab BENAR O YA O TIDAK

13. Apakah Anda memberikan antibiotika untuk penderita diare ? O Ya O Tidak


 lanjut No.14
a. Bila "YA", kasus diare apa yang anda beri Antibiotika
a.1 Diare dengan darah O Ya O Tidak
a.2 Suspek kholera O Ya O Tidak
a.3 Diare dengan penyakit penyerta O Ya O Tidak
(*) Penyakit apa ? ……………………………………..…………………….
a.4 Semua penderita diare O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a1 atau a2 atau a3 (bila penyakit O YA O TIDAK
Penyerta BENAR harus mendapat antibiotik) dijawab YA
b. Jenis antibiotika apa yang Anda berikan ?

Jenis obat Alasan


(a)

(b)

(c)

(d)

14. Apakah Anda biasanya memberikan obat selain antibiotik dan oralit ? O Ya O Tidak
Bila TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan No.15.
Bila YA sebutkan obat yang biasa Anda berikan dan sebutkan alasannya

Jenis obat Alasan


(a)

(b)

(c)

(d)

Keterangan : Bila obatnya dalam bentuk puyer tulislah jenis obatnya.

4
15. Sebutkan tanda bahaya yang harus Anda anjurkan kepada pengasuh untuk
kembali ke petugas kesehatan ? (jangan dibaca butir-butir jawabannya)
a. Berak cair terus menerus O Ya O Tidak
b. Muntah berulang-ulang O Ya O Tidak
c. Rasa haus yang nyata O Ya O Tidak
d. Tidak bisa minum atau malas minum O Ya O Tidak
e. Timbul demam O Ya O Tidak
f. Berak bercampur darah O Ya O Tidak
g. Tidak membaik dalam 3 hari O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila a s/d g dijawab YA minimal (4) O YA O TIDAK
16. Penjelasan apa yang Anda berikan kepada pengasuh dalam pemberian oralit ? (Jangan dibaca butir-butir jawabannya)
a. Menjelaskan bahwa oralit pengganti cairan yang hilang O Ya O Tidak
b. Menjelaskan berapa banyak oralit harus diberikan,
b.1 ¼– ½ gelas untuk anak < 1 tahun setiap kali berak O Ya O Tidak
b.2 ½– 1 gelas untuk anak 1-4 tahun setiap kali berak O Ya O Tidak
b.3 1 – 1½ gelas untuk > 5 tahun setiap kali berak O Ya O Tidak
c. Memberi penjelasan bagaimana cara melarutkan oralit O Ya O Tidak
17. Bagaimana cara melarutkan oralit ?
a. Cuci tangan O Ya O Tidak
b. Sediakan air masak 200 ml di dalam gelas O Ya O Tidak
c. Tuangkan semua bubuk oralit 200 cc ke dalam gelas O Ya O Tidak
d. Aduk sampai larut O Ya O Tidak
Kesimpulan BENAR, bila b, c dan d dijawab YA O YA O TIDAK
18. Sebutkan intervensi Pencegahan Diare?
a. Memberikan ASI Eksklusif O Ya O Tidak
b. Memperbaiki makanan Pendamping ASI O Ya O Tidak
c. Menggunakan air bersih yang cukup O Ya O Tidak
d. Mencuci tangan O Ya O Tidak
e. Menggunakan jamban yang sehat O Ya O Tidak
f. Membuang tinja bayi dan anak secara benar O Ya O Tidak
g. Imunisasi campak O Ya O Tidak
19. Apakah anda tahu pojok Oralit? O Ya O Tidak
Bila YA, apakah fungsi Pojok Oralit?
a. Pengobatan / observasi O Ya O Tidak
b. Penyuluhan O Ya O Tidak
c. Pelatihan O Ya O Tidak
20. Apakah anda tahu obat Zinc? O Ya O Tidak
21. Apakah anda memberikan obat Zinc pada penderita diare balita? O Ya O Tidak
Bila YA, berapa dosis Zinc yang ada berikan? Sebutkan : ......................................................

22. Bagaimana cara memberikan obat Zinc pada balita? O Ya O Tidak


Bila YA, berapa dosis Zinc yang ada berikan? Sebutkan : ......................................................
5
Lampiran 7
Lampiran 6

BEBERAPA ETIOLOGI YANG POTENSIAL MENIMBULKAN KLB DIARE

KUMAN MASA TUNAS GEJALA CARA PENULARAN

1. V. Cholera Beberapa jam sampai Mencret mendadak, kadang- Melalui makanan dan
5 hari kadang muntah, minuman yang terkontaminasi
Asidosis & shock

2. V. Parahaemolyticus Biasanya 2 – 3 hari Diare, sakit perut, mual, Melalui ikan (makanan) laut yang
Muntah, demam, sakit terkontaminasi
kepala, kadang-kadang seperti
desentri

3. Stap. Aureus 2 – 6 jam Mual, muntah, sakit perut, Melalui daging, telor, makanan
mencret, suhu badan tinggi kaleng dan roti
yang terkontaminasi

4. Salmonella spp 12 – 24 jam Mencret, demam,sakit Melalui daging, unggas, susu dan
perut telor yang terkontaminasi

5. Clostridium Perfringens 6 – 24 jam Mencret, sakit perut, Melalui daging, makanan kaleng
biasanya 10 – 12 jam mual yang terkontaminasi

6. Bacillus cereus 6 – 24 jam Mencret, muntah, mual Melalui bubur kaleng,


1 – 6 jam puding yang terkontaminasi

7. Shigella spp 2 – 3 hari Mencret, sakit perut, Melalui saus dan makanan
Tenemus, tinja berlendir Kaleng yang terkontaminasi

8. Streptococcus 5 – 20 jam Mual, muntah, mencret Melalui makanan yang


Faecalis Terkontaminasi

9. Enterococcus 2 – 18 jam Mual, muntah, mencret Melalui makanan kaleng yang


terkontaminasi
Daftar Pustaka

World Gastroenterology Organisation, Practise guidlines: Acute


diarrhea (update 2008; cited 2012 Dec 24). Available from:
http://www.omge.org/globalguidlines/guide01/guideline1.
htm.
Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Survey kesehatan dasar tahun 2007. Laporan
Riskesdas 2007. Jakarta (Indonesia). 2008.
Kementerian Kesehatan RI. Kajian morbilitas diare tahun 2012.
Jakarta (Indonesia). 2012
Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Survei kesehatan rumah tangga 2001. Laporan SKRT
2001 : Studi tindak lanjut kesehatan anak. Jakarta (Indonesia),
2002.
Budiarto, Eko. Pengantar Epidemologi. Jakarta Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2003
Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1116/MENKES/SK/VIII/2003. Tahun 2004. Jakarta
Depertemen Kesehatan RI Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984.
Tahun 1985. Jakarta
Departemen Kesehatan RI Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 Tahun
2011. Jakarta
Black RE. Zine deficiency, infectious disease and mortality in the
developing world J Nutr 2003:133:1485S-1489S
Bresee JS, Hummelman E. Nelson EA, et al. Rotavirus in Asia:
the value of surveillance for informing decisions about the
introduction of new vaccines J. Infect Dis 2005;192:iS5S.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan
Indonesia. 2003
Elvira J. Firmansyah A. Akib AAP. Shigellosis in children less than
five years in urban slum area: a study at primary health care in
Jakarta. Pediatr Indonesia 2007:47:42-46
Hidayat A. Achadi A. Sunoto, Soedarmo SP,. The effect of zinc
supplementation in childrn under three years of age with acute
diarrhea in Indonesia. Med. J. Indonesia. 1998: 7(4): 237 -
241.
Kosek M. Bern C. Guerrant RL. The global burden of diarrhoeal
disease, as estimated from studies published between 1992 and
2000. Bull World Health Organ. 2003:81(3):197-204.
Linder MC. Blokimia Nutrisi dan Metabolisme (terjemahan) UI Press,
Jakarta. 1999
Parasher UD. Hummelman EG. Bresee JS. et al. Global Illness and
deaths caused by rotavirus disease in children Emerg Infect Dis
2003:9(5):565-572.
Putnam et.al. Enteric pathogens causing acute diarrhea among
chlidren in Indonesia. Unpublished. 2007
Sarosa SJ. Child health problems in Indonesia. Pediatrica Indonesiana
1975:15: 8-18
Sebodo T. Sadjiman T. Spenarto Y. Sanborn WR. Study on the
aetiology of diarrhea. Trop Pedaiatr Env Child Health. 1997
Soenarto Y. Sebodo T, Suryantoro P. et al. Bacteria, parasitic agents
and rotaviruses associated with acute diarrhea in hospitasl
inpatient Indonesian children. Trans Roy Soc Trap Med Hyg.
1983: 5: 724 - 730
Soenarto Y, Aman AT, Bakri A. Et al. Extention for hospital based
surveillance and strain characterization of rotaviruse diarrhea
in Indonesia. Report to PATH. 2007
Soenarto, Y, et al, Pilot studi efektivitas suplemen zinc pada terapi
diare. Unpublished. 2007
Szajewska H & Mruckwicz. Evidence-based management of acute
diarrheal syndrome in children. J. Neonatal 2005;212:IRB-20
Wapnir RA Zine deficiency, malnutrition and the gastrointrestinal
tract J. Nutr 2000:130:1388S-139S.
WHO (a). Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the
management of common illnesses with limited resources. 2005
WHO (b) Guidlines for the control of shigelllosis, including epidence
due to Shigella dysentertae type 1.2005
TIm Penyusun

Dr. dr. Badriul Hegar Syaif, Sp.A(K) FK. UI/RSCM. Jakarta


Prof. Yati Seonarto, PhD, SpA(K) FK. UGM/RS. Sardjito
Prof. DR. Dr. Subijanto SpA(K) FK. UNAIR/RS Dr. Soetomo
Prof. DR. Rusdi Ismail, SpA(K) FK. UNSRI/RS. Husen
Prof. M. Juffrie, PhD, SpA(K) FK. UGM/RS. Sardjito
Dr. Muzal Kadim, SpA FK. UI/RSCM Jakarta
Dr. Budi Santoso, SpA(K) FK. UNDIP/RS Kariadi
Prof. Dr. Daldiono, SpPD-KGEH FK. UI/RSCM Jakarta
Prof. Dr. Azis Rani, SpPD - KGEH FK. UI/RSCM Jakarta
Prof. Dr. Siti Nurdjanah, M.Kes, SpPD-KDEH FK. UGM/RS Sardjito
Dr. Ari Fachrial Syam, SpPD -KGEH FK. UI/RSCM Jakarta
Dr. Widayat Djoko Santoso, SpPD KPTI FK. UI/RSCM Jakarta
Dr. Yosia Ginting, SpPD KPTI FK. USU/RSUP Adam Malik
Dr. Herry Purbayu, SpPD - KGEH FK. UNAIR/RS Dr. Soetomo
Dr. Iman Firmansyah, SpPD RSPI Sulianti Saroso Jakarta
Dr. H. Prima Sudjana, SpPD KPTI, MH Kes RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Dr. Niniek Budiarti, SpPD KPTI RSU Dr. Syaiful Anwar Malang
Dra. Conny Riana Tjampakasari. MS, DMM FK UI/Dept Microbiologi
Naning Nugrahini, SKM, MKM BBTKL Banjarbaru
Dr. Yullita Evarini, MARS Dit. P2PML
Eli Winardi, SKM, MKM Kasi Penyakit ISP, Subdit HPISP
Dr. Regina Tiolina Sidjabat, M. Epid Kasi Hepatitis, Subdit HPISP
Agus Handito, SKM, M. Epid Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Lasmaria Marpaung, SKM Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Arman Zubair, S.AP Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Dr. Nur Indah Lestari Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Windy Oktavina, SKM, M.Kes Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Ananta Rahayu, SKM, MKM Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Emita Ajis, SKM, MPH Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Yusmariami, SKM Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Dr. Pratono Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Retno Trisari, SKM Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Shinta Devita Astiti, SKM, M. Epid Subdit Hepatitis & Penyakit ISP
Yulistin Imayanti, SKM Subdit Hepatitis & Penyakit ISP

Anda mungkin juga menyukai