Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber energi yang umum digunakan di
Indonesia memiliki berbagai macam jenis. Jenis BBM tertentu (JBT) merupakan
komoditas yang diberikan subsudi oleh pemerintah, oleh karena itu, akuntabilitas
data penyaluran perlu ditingkatkan. Digitalisasi nozzle (pencatatan elektronik)
adalah cara yang efektif untuk melakukan pengawasan terhadap JBT. Hal ini
dilakukan agar penyaluran JBT dan BBM satu harga dijamin ketersediaannya.
Selain itu, hasil penjualan akan terekam secara akurat dan laporannya masuk
secara real time. Penggunaan pencatatan elektronik dalam penyediaan dan
pendistribusian BBM ini juga telah diatur dalam peraturan BPH Migas Nomor 06
Tahun 2013 tentang Penggunaan Teknologi Informasi dalam Penyaluran Bahan
Bakar Minyak.
Program digitalisasi nozzle ini merupakan hasil kerja sama Pertamina dan PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Telkom menggunakan teknologi 3G dan 4G dalam
pencatatan elektronik dan memasang sensor pada tangki pendam yang terdapat
pada SPBU serta pada keran penyaluran BBM dari dispenser hingga ke pipa
pengisian. Pencatatan elektronik dilakukan menggunakan aplikasi yang datanya
akan langsung dilaporkan ke BPH Migas.
Pertamina menargetkan 5.518 SPBU akan selesai di akhir 2018 pada awal
peluncurannya, namum hingga 12 Desember 2019 lalu, baru terealisasi sebanyak
2.539 SPBU dan sebanyak 1.910 SPBU sudah dapat melakukan pembayaran
digital. Berdasarkan informasi Direktur Pemasaran Ritel Pertamina, Masud
Khamid, proyek ini terhambat oleh teknologi kuno yang digunakan oleh SPBU,
konstruksi lama dan peralatan mesin kuno yang tidak dapat mengakomodir desain
digitalisasi nozzle. Selain itu, untuk SPBU di daerah-daerah yang Omzetnya juga
tidak terlalu besar merasa keberatan untuk membeli peralatan baru. Kendala
lainnya adalah beragam intergrasi aplikasi terkait pembayaran digital (perangkat
EDC dari program LinkAja) yang menyulitkan petugas SPBU dalam
mengoperasikannya.
Sumber: bphmigas.go.id