Anda di halaman 1dari 8

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


TIM PEMBARUAN SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN
JALAN GATOT SUBROTO NOMOR 40-42 JAKARTA 12190 TELEPON (021) 5251609, 52970764; FAKSIMILE (021)
52970765; SITUS www.pajak.go.id LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200 EMAIL
SECRETARIAT.CORETAX@PAJAK.GO.ID

NOTULA

Sosialisasi Dampak Pembaruan Sistim Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP)


dan Penerapan NPWP 16 Digit Pada PJAP

A. Dasar
Surat Direktur Teknologi, Informasi dan Komunikasi, Direktorat Jenderal Pajak dengan nomor S-
8/PJ.12/2022 tanggal 7 Januari 2022 perihal Undangan Sosialisasi Dampak Pembaruan Sistem
Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) dan Penerapan NPWP 16 Digit pada PJAP.

B. Waktu dan Tempat


Rapat dilaksanakan secara luring pada hari Selasa, 11 Januari 2022 pukul 09.00 – 12.00 WIB
bertempat di Ruang Theater I Lantai 3, Gedung Mari’e Muhammad Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak.

C. Agenda
Sosialisasi Dampak Pembaruan Sistim Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) dan Penerapan
NPWP 16 Digit Pada PJAP.

D. Peserta
Daftar hadir pada lampiran.

E. Pelaksanaan Sosialisasi
Rapat dipandu oleh Ibu Ayu Amaliah Indira dari Subtim Manajemen Pemangku Kepentingan,
Tim PSIAP, dengan mempersilahkan Ibu Eka Darmayanti selaku Wakil Manajer Proyek untuk
membuka kegiatan sosialisasi pada kesempatan kali ini.

Ibu Eka Darmayanti membuka sosialisasi dan mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada
PJAP atas kerjasamanya selama ini untuk membangun administrasi perpajakan yang baik
secara bersama-sama dengan DJP. Ibu Eka menyampaikan bahwa coretax atau Sistem Inti
Administrasi Perpajakan (SIAP) akan diimplementasikan pada September 2023, sehingga DJP
ingin rekan-rekan PJAP dapat menyiapkan diri juga, karena DJP menginginkan adanya integrasi
dengan sistem di luar DJP. Beberapa pemangku kepentingan akan menerima sosialisasi dan
diajak berdiskusi terkait pengembangan coretax dan penerapan NPWP 16 digit, diawali dengan
rekan-rekan PJAP pada forum ini.

Sesi Pemaparan
Paparan disampaikan oleh Tim PSIAP sebagai berikut:
1. Ibu Eka Darmayanti memaparkan Visi dan Misi Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi
Perpajkaan (PSIAP) termasuk overview proses bisnis to-be dan manfaat PSIAP bagi seluruh
kelompok stakeholder.

2. Bapak Andik memaparkan terkait proses bisnis pendaftaran atau registrasi sebagai berikut:
a. bahwa dalam desain proses bisnis to-be DJP, proses pendaftaran atau registrasi masih
kita berikan salah satunya melalui PJAP.
b. Untuk orang pribadi seluruhnya dapat dilakukan melalui PJAP, namun tidak semua
Wajib Pajak Badan.
c. Untuk pendaftaran NIK Wajib Pajak ada yang menggunakan data paspor untuk WNA
yang datanya bersumber dari Ditjen Imigrasi, jadi nanti sudah ada interface dengan
Ditjen Imigrasi, sehingga pada saat pendaftaran Wajib Pajak akan ada validasi.
d. Penggunaan Business Intelligence dan CRM juga akan diterapkan dalam proses bisnis
registrasi, misal untuk pengukuhan PKP. Wajib Pajak yang mendaftarkan diri menjadi
PKP akan dilakukan visit berdasarkan risiko.

e. Pemberian digital akses (yang saat ini bernama e-fin) nantinya akan embbeded
diberikan pada saat WP melakukan pendaftaran. Pada saat WP melakukan aktivasi NIK,
maka kita minta juga melakukan face recognition (data biometrik) dan juga tagging
location. PJAP tetap dapat memberikan layanan tanpa perlu melakukan face recognition,
namun WP nantinya akan melakukan itu di taxpayer portal yang DJP sediakan.
f. Hal lainnya dalam probis registrasi to-be adalah digital certificate yang diterbitkan PSRE.
Sehingga WP yang sudah memiliki sertifikat elektronik dapat menggunakannya untuk
pelaporan perpajakannya.
g. Perubahan signifikan nantinya adalah: NIK sebagai NPWP Perorangan dan
Penghapusan NPWP cabang (baik perorangan dan badan hukum). Konsekuensi NIK
sebagai NPWP maka NPWP menjadi 16 digit. WP yang sudah terdaftar akan dilakukan
pemadanan data, dan hal ini sudah selesai dilakukan. Pemberitahuan NIK menjadi
NPWP akan dilakukan secara aktif oleh DJP. Untuk WP baru, nantinya untuk
pendaftaran WP Perorangan akan masih tetap mendapatkan NPWP 15 digit dan kita
berikan juga status NIK nya yang aktif sebegai NPWP.
h. Penghapusan NPWP cabang. DJP tidak lagi akan menggunakan NPWP cabang dengan
adanya penggunaan NIK menjadi NPWP. Untuk WP pengusaha tertentu yang memiliki
banyak cabang, nantinya pelaporan pajaknya hanya dilakukan melalui 1 NPWP (tidak
seperti saat ini lagi). Hal ini termasuk untuk WP Badan, jadi PPh Pasal 21 tidak lagi
dilaporkan pada masing-masing cabang.
i. Multiple KLU. Nanti kita mengenal ada KLU utama dan KLU tambahan. Nanti PJAP
diminta untuk menyesuaikan elemen datanya.
j. Tax Family Unit. Informasi ini tidak hanya keluarga sebagaimana dimaksud dalam aturan
kependudukan tapi bisa juga ditambah dengan tanggungan dalam menghitung PTKP.
Misal suami dengan istri dan 2 orang anak, juga menanggung 2 orang tua. Maka kedua
orang tua akan masuk menjadi tax family unit sebagai tanggungan, dan tidak perlu lagi
melaporkan SPT karena secara substantif ekonomis telah ditanggung oleh si anak.
3. Bapak Leidra Siregar menyampaikan proses bisnis pembayaran sebagai berikut:
a. Bahwa dari sisi pembayaran ada 3 subproses: 1) bagaimana pembayaran pajak berjalan
2) penyesuaian seperti pemindahbukuan, pemberian imbalan bunga dan restitusi, 3)
reporting dan evaluasi untuk kepentingan manajerial.
b. Bahwa desain pembuatan kode billing baik untuk SPT dan penetapan nantinya akan
multi billing artinya satu biling akan dapat terdiri dari beberapa jenis setoran. Hal ini
bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak serta memberikan akurasi
data.

c. Untuk mengurangi risiko kesalahan, maka untuk SPT dan ketetapan kode billingnya
akan muncul secara otomatis. Biling dengan metode key in hanya bisa dilakukan untuk
pembayaran yang tidak ada SPT nya, seperti PPh Pasal 25, PP 23 0,5%.
d. Deposit Pajak. Nantinya akan ada semacam e-wallet (akan ada kode akun pajak
khusus). Misal WP melakukan deposit diawal tahun 1 milyar, kemudian pada bulan
selanjutnya ada pembayaran PPh Pasal 25, maka 1 milyar tadi akan dialokasikan ke
pembayaran PPh Pasal 25. Ini untuk mengurangi risiko terlambat bayar dan sanksi.

4. Bapak Agus Maulana menyampaikan terkait pengelolaan SPT sebagai berikut:


a. Secara umum, untuk SPT tidak banyak perubahan karena secara best practice sudah
konvergen di seluruh dunia.
b. Ke depan, kita akan mendorong e-filing, walaupun dengan kertas masih ada.
c. Ada 2 isu dalam SPT, validity dan availability. Kita ingin meningkatkan validitas data SPT
melalui calculation rules dan data prepopulated dalam data-data di SPT. Selanjutnya
availability, kita ingin bagaimana data-data di SPT dapat tersajikan dengan lebih cepat,
sehingga kita dorong WP untuk menyampaikan melalui e-filing.
d. E-SPT akan dihilangkan nantinya, sehingga menjadi e-filing seluruhnya.
e. E-statement. Pada tahap persiapan dalam penyampaian SPT. WP nantinya akan
menyampaikan laporan keuangan berbasis XBRL.
f. SPT secara umum akan berubah dengan beberapa pertimbangan. Selain itu ada juga
standarisasi dan restrukturisasi lampiran SPT (utamanya SPT Tahunan) sehingga
pengolahan data menjadi lebih mudah.
g. Formulir baru. Terdapat SPT pemungut bea materai yang saat ini sudah keluar. Ada
laporan penghitungan angsuran PPh Pasal 25.
h. Redesign efaktur dan ebupot. Ada konsekuensi juga tentuk untuk PJAP, karena ini
merupakan fitur andalan juga untuk PJAP. Jadi harapannya teman-teman PJAP bisa
siap-siap untuk melakukan rebuild.
i. Perluasan prepopulated. Setiap field diusahakan akan prepopulated, baik dari data
pendaftaran, data pembayaran dan data pihak ketiga yang dapat diolah.
j. Migrasi pelaporan e-filing online. Semua pelaporan akan didorong online kecuali untuk
pelaporan OP Non Karyawan dengan status KB atau Nihil.

5. Bapak Agus Supriyanto menyampaikan paparan terkait timeline pengembangan sistem


sebagai berikut:
a. Highlight kuning adalah timeline pengembangan kami di DJP. Yang hijau adalah
proposal timeline untuk rekan-rekan PJAP untuk nanti harapannya dapat menyesuaikan.
b. Oktober 2023 harapannya coretax sudah dapat di deploy dan PJAP sudah dapat
menyesuaikan.
c. Perlu dicermati milestone sebelumnya. Development guidelines akan kami sampaikan
ke PJAP mengenai apa yang harus berubah. Ini akan diberikan sampai Juni 2022.
d. Setelah development guide tersampaikan, maka akan masuk ke dalam system interface
dan selanjutnya User Acceptance Test (UAT), Operational Acceptance Test (OAT).
Dalam proses semuanya tentu DJP dan PJAP akan selalu berkoordinasi.
e. Fungsi aplikasi terdampak. Dalam slide paparan (dibawah), yang dihighlight hijau adalah
fitur-fitur yang saat ini sudah ada dan disediakan untuk PJAP. Sedangkan yang
dihighlight kuning adalah fitur atau layanan baru yang akan dibuka untuk PJAP.
Sehingga, ada penambahan layanan yang akan dapat dibuka oleh PJAP.

f. Prasyarat Efiling. Untuk dapat melaksanakan pelaporan SPT Masa PPN, SPT Masa
PPN DM, dan SPT Masa PPN PUT maka PJAP wajib memiliki layanan e-Faktur. Untuk
dapat melaksanakan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi dan SPT Masa PPh Pasal
21/26 maka PJAP wajib memiliki layanan e-Bupot.
g. Untuk PJAP agar dapat segera dilakukan penyesuaian agar saat implementasi CTAS
pada Oktober 2023, PJAP sudah dapat mengakomodasi NPWP 16 digit. Opsi transisi
masih dipertimbangkan. Dalam hal terdapat transisi maka pihak eksternal paling lambat
mengakomodasi NPWP 16 digit pada akhir 2026. Namun, ini masih wacana.
Sesi Diskusi
Dalam sesi diskusi dan tanya jawab, dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Q: Bapak Sitompul dari Hexa Sarana Intermedia bertanya terkait peran atau porsi dari PJAP
ke depan seperti apa karena berdampak terhadap business opportunity dari PJAP ke
depan, sedangkan dari sisi investasi dalam pengembangan begitu banyak, karena
perubahan SPT yang begitu banyak. Pertanyaan saya adalah treatment seperti apa yang
dilakukan oleh DJP kepada PJAP?
A: Bapak Ferliandi Yusuf sebagai Ketua Tim Analis Bisnis I menanggapi pertanyaan Bapak
Sitompul bahwa hal tersebut yang harus dipikirkan bersama. Pertama kita menggunakan
COTS yang sudah menggunakan best practices. Namun kita ingin tetap PJAP ada untuk
menjangkau lebih banyak Wajib Pajak. Sehingga kita perlu bicarakan role PJAP ke depan,
termasuk diskusi peranan bisnis PJAP dan skema bisnis PJAP. Namun kami yakin peranan
PJAP tetap penting nantinya. Belajar dari pengalaman sebelumnya, ada yang namanya LPL
(Lembaga Persepsi Lainnya) seperti Tokopedia dan lainnya. Ternyata ada skema-skema
lain yang bisa diupayakan. Kita bisa brainstorming terkait peran atau role PJAP ke depanny
a untuk secara bersama-sama DJP menjangkau dan membantu Wajib Pajak meningkatkan
kepatuhannya.

2. Q: Pak Pandu dari Fintek Integrasi Digital menanyakan apakah integrasi antara PJAP
dengan Dukcapil nantinya masih diperlukan nantinya?
A: Pak Andik menanggapi pertanyaan dari Bapak Pandu bahwa integrasi PJAP dan
Dukcapil tetap masih harus ada. Untuk aktivasi NIK nanti tetap ada validasi NIK. Sehingga,
untuk keperluan validasi, maka saya pastikan agar antara PJAP dengan Dukcapil harus
tetap ada perjanjian dalam bentuk PKS.
Q: Pak Pandu menanyakan kembali apakah dari DJP nanti akan mempersyaratkan elemen
data ke Dukcapil? Apakah elemen data yang dipersyaratkan tetap 6: Nama, NIK, kartu
keluarga, status perkawinan, tanggal lahir dan tempat lahir, atau berubah lagi? Ke depan
untuk aktivasi NIK, maka perlu ada verifikasi dari Dukcapil dahulu? Karena untuk melakukan
aktivasi NIK, perlu ada verifikasi dari Dukcapil dahulu.
A: Pak Andik menanggapi bahwa untuk aktivasi NIK, dalam formulir registrasi to-be nanti
akan tetap sama, sehingga elemen datanya juga sama.
3. Q: Pak Andre dari Garda Bina Utama menanyakan hal berikut:
a. Sehubungan dengan adanya perubahan dan pengembangan aplikasi yang akan PJAP
lakukan nantinya. Namun kita ketahui bahwa PJAP memiliki batas umur dan akan
dievaluasi kembali sebagaimana dimaksud oleh PER Dirjen Pajak. Apakah ada
kebijakan lain nanti dengan adanya pengembangan ini untuk PJAP?
b. Untuk masalah prepopulated, apakah saat ini kita sudah bisa mendapatkan akses itu.
Karena sudah ada beberapa fitur yg kami sudah bisa tawarkan ke Wajib Pajak namun
terkendala dengan pengembangan coretax ini, kami belum bisa tawarkan.
A: Bapak Fanany Priambodo menanggapi bahwa terkait umur PJAP, rekan-rekan PJAP
mempunyai hak sebagai penyedia jasa aplikasi selama 6 tahun (memperhatikan PER Dirjen
terakhir maka masa berlaku akan berakhir Oktober 2026), setelahnya akan mengikuti
mekanisme ulang sebagaimana PER 11 tahun 2019 sebagaimana diubah PER 10 tahun
2020. Setelah jangka waktu 6 tahun, dan sebelum berakhirnya masa berlaku PER tersebut
DJP akan mengumumkan apakah DJP membuka kembali penawaran untuk dapat menjadi
PJAP. Keputusan ada di Pimpinan DJP. Namun, seingat saya ada penjelasan bahwa PJAP
yang lama akan tetap diperhatikan keberlangsungannya karena terdapat pasal mengenai
kelangsungan layanan dan mitigasi risiko ketika PJAP bubar.
A: Bapak Ken dari Analis Sistem Tim PSIAP menanggapi pertanyaan Bapak Andre bahwa
terkait prepopulated sistem, untuk existing kami dapat sediakan untuk PJAP. Namun untuk
yang baru, kami perlu berdiskusi dahulu dengan vendor yang menyediakan apakah dapat
disediakan.

4. Q: Ibu Sophia Rengganis dari PWC menanyakan pertanyaan sebagai berikut:


a. Tadi dijelaskan efaktur dan ebupot terpisah dari SPT, padahal saat ini sudah digabung.
Alasan mengapa efaktur dan ebupot dipisahkan lagi?
b. untuk ke imigrasi apakah harus ada validasi juga ke Ditjen Imigrasi (terkait WNA),
termasuk untuk WPDN yang berstatus SPLN sesuai Undang Undang Cipta Kerja?
c. bagaimana perlakuan cabang terkait kewajiban PPN nantinya?
d. terkait Multi KLU, bisa jadi KLU berbeda ada impilikasi pajak berbeda, satu
menggunakan PPh Final dan satu lagi menggunakan PPh Pasal 17 biasa, apakah itu
mendorong pembukuan yang berbeda yang diakui di SPT PPh Badan masing-masing?
e. Kalau bisa selain pengembangan fitur-fitur tadi juga bisa dikembangkan fitur e-SKD.
Kami selama ini mengalami kesulitan untuk mengambil nomor registrasi e-SKD ke e-
Bupot. Apakah bisa menjadi masukan di pengembangan coretax nantinya?

5. A: Bapak Ken menanggapi pertanyaan Ibu Sophia bahwa yang terjadi bukan pemisahan
sebenarnya. Nantinya e-bupot dan e-faktur hanya sebagai administrasi bukti potong dan
faktur, jadi e-bupot dan e-faktur berhenti sampai dia diposting. Proses selanjutnya akan
dilanjutkan di modul e-filing. Jadi kalau rekan-rekan PJAP ingin melakukan UAT nanti, itu
terkait pembuatan faktur yaitu: penerbitan, penggantian atau retur e-faktur. Nanti untuk
pelaporannya berbeda, masuk ke UAT SPT PPN.
A: Bapak Andik menanggapi pertanyaan Ibu Sophia sebagai berikut:
a. terkait validasi ke Ditjen Imigrasi bahwa benar hal itu harus dilakukan, sehingga juga
PJAP memerlukan PKS dengan Ditjen Imigrasi.
b. Terkait perlakuan cabang atas kewajiban PPN, Pak Andik menanggapi bahwa
sebenarnya PPN dibuat dengan konsep desentralisasi. Konsep NPWP ke depan,
walaupun NPWPnya satu, namun pada saat penerbitan faktur pajak maka alamat pihak
yang melakukan penyerahan menjadi representasi dari desentralisasi PPN. Alamat akan
menjadi “data selection”. Kalau Wajib Pajak tidak memilih pemusatan, maka dia otomatis
memilih desentralisasi. Kalau Wajib Pajak desentralisasi, terdapat konsekuensi
administrasi dalam pembuatan faktur (karena harus dapat memilih penyerahan dari
cabang yang mana). Namun kalau pemusatan, alamat di faktur akan selalu di kantor
pemusatan. Intinya kalau mau desentralisasi masih dimungkinkan namun ada
konsekuensi administrasi.
c. Terkait multiple KLU sebenarnya untuk memberikan kepastian hukum. Dari sisi
pelaporan SPT, sebenarnya akan membantu Wajib Pajak. Aspek pajak akan berbeda-
beda mengikuti KLU yang dilaporkan.
Ibu Ayu Amaliah Indira menyampaikan bahwa atas usulan e-SKD akan menjadi
pertimbangan dan akan disampaikan kepada pengampu proses bisnis layanan perpajakan
to-be.

Penutup
Ibu Eka Darmayanti menyampaikan closing remarks:
1) DJP sangat mengapresiasi masukan dan insights dari rekan-rekan PJAP yang hadir atas
kemungkinan dampak perubahan yang sedang dilakukan di DJP terhadap PJAP, baik
yang bersifat positif maupun negatif.
2) Jika sekilas melihat ke awal mula dibentuknya PJAP, terdapat dua poin utama. Pertama,
nilai penting PJAP dibandingkan dengan DJP adalah dari sisi User Experience yang
lebih mampu dikembangkan PJAP. Kedua terkait inovasi. DJP menaruh harapan besar
untuk inovasi-inovasi yang bisa dikembangkan PJAP atas layanan perpajakan karena
pada dasarnya core business DJP bukan teknologi sehingga DJP membutuhkan partner
yang core businessnya teknologi yang bisa membantu dari sisi inovasi layanan
perpajakan.
3) Walaupun mungkin ada dampak negatifnya, namun kita bisa melihat peluang yang juga
dimunculkan dari perubahan ini. DJP melihat PJAP selama ini mungkin lebih memahami
persepsi Wajib Pajak sebagai end user dan lebih menguasai teknologi sebagai core
business utama, sehingga diharapkan PJAP dapat mengembangkan lebih banyak
inovasi untuk memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
4) Selain itu ada mekanisme merekrut PJP dari software developer lain yang memiliki
kelebihan atau fitur tertentu yang dibutuhkan, sehingga PJAP tidak perlu full invest untuk
fitur-fitur baru nantinya. Bisa juga investasi dalam bentuk kolaborasi. Kreativitas dan
inovasi ini yang diperlukan untuk menyikapi perubahan yang terjadi di DJP saat ini. Hal
ini juga berlaku untuk instansi lain sebagai stakeholder yang akan DJP ajak berdiskusi
juga terkait implementasi Coretax yang baru dan penerapan NPWP 16 digit.
5) Ini baru pertemuan pertama yang akan dilanjutkan dengan diskusi berikutnya. DJP akan
memberi waktu kepada PJAP untuk berkoordinasi dan memetakan perubahan apa saja
yang diperlukan. Dari sisi DJP juga akan melakukan koordinasi internal untuk
mendiskusikan peran PJAP ke depan setelah implementasi Coretax. Harapannya DJP
dan PJAP bisa bersama-sama memetakan peluang-peluang yang dapat dilakukan ke
depan setelah implementasi Coretax.

Mengetahui, Dibuat di Jakarta


Ketua Pada tanggal 11 Januari
Subtim Manajemen Pemangku Kepentingan Notulis

Dheni Wiguna 1. Toriq Rahmansyah


2. Ayu Amaliah Indira

Dokumen ini telah ditandatangani menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertfikat Elektronik (BSrE), BSSN. Untuk memastikan keaslian tanda tangan
elektronik, silakan pindai QR Code pada laman https://office.kemenkeu.go.id atau unggah dokumen pada laman https://tte.kominfo.go.id/verifyPDF

Anda mungkin juga menyukai