Anda di halaman 1dari 88

BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak Daerah menjadi salah satu sumber dan kontribusi bagi pemasukan

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada

daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung. Dan digunakan untuk membiayai pembangunan daerah dan

penyelenggaraan pemerintah daerah itu sendiri, dan digunakan sebesar-

besarnya untuk kemakmukaran rakyat. ( Perda Provinsi Papua Nomor 1

Tahun, 2018). Pajak daerah menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli

Daerah (PAD).Pajak daerah digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

dan pembangunan daerah pemerintah daerah itu sendiri.Oleh karena itu pajak

harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

suatu daerah, karena jika semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah suatu daerah

dapat dikatakan bahwa daerah tersebut mampu mengelola keuangannya

secara mandiri.

Pemerintah Kota Jayapura berupaya untuk meningkatkan penerimaan

dari sektor pajak. Terdapat beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah

daerah untuk mengoptimalisasikan penerimaan Pendapatan Asli Daerah yaitu

yang tercantum dalam PERDA Kota Jayapura Nomor 1 Tahun 2012 Tentang

Pajak Daerah, dan PERWAL Kota Jayapura Nomor 13 Tahun 2014

Tentang.Bentuk upaya lain yang dilakukan Pemerintah Daerah Kota jayapura


dalam perkembangan teknologi internet yang mempunyai pengaruh besar

dalam kehidupan sehari-hari adalah pelaksanaan sistem monitoring pajak

daerah berbasis online,hal ini dilakukan pemerintah,tak terkecuali dalam

sektor perpajakan.Pelaksanaan Sistem Online antar Data Transaksi

Pembayaran Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan dalam rangka

pengoptimalisasikan pembayaran pajak daerah. ( Perda Provinsi Papua

Nomor 1 Tahun, 2018). Aturan PERDA dan PERWAL tersebut juga

didukung oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah

dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 34 Tahun 2000 Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan

terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, memberikan kewenangan yang lebih besar bagi

daerah dalam perpajakan. Dengan semakin besarnya tanggung jawab dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat, maka

pemungutan pajak daerah memiliki dasar hukum (Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah atau Peraturan Daerah) yang kuat dalam menjalankan perpajakan

daerah tersebut.Pengelolaan Pajak Daerah yang menjadi salah satu Sumber

Pendapatan Daerah harus dikelola dengan profesional dan akuntabel, dengan

mengedepankan azas legalitas dan prosedural. Oleh karenanya Pemerintah

Kota Jayapura melakukan pemasangan Alat teknologi atau sistem yang


digunakan oleh Pemerintah Daerah Kota Jayapura untuk memonitoring atau

mengawasi pajak daerah berbasis Online \adalah Terminal Monitor Device

(TMD) dan Point Of Sale (POS).

Penerapan monitoring pajak daerah secara Online dilakukan karena

sebelum adanya pemasangan kedua alat ini yaitu TMD dan POS cara

perhitungan pajak yang masih konvensional dan yang diterapkan selama ini

rawan akan manipulasi, karena pemerintah tidak bisa langsung memantau

atau menghitung secara pasti bagaimana pendapatan dari suatu pajak restoran,

pajak hiburan, dan pajak hotel. Jika pemerintah tidak bisa memantau dan

menghitung secara pasti pendapatan dari pajak tersebut maka dikhawatirkan

pembiayaan pembangunan daerah serta penyelenggaraan pemerintah daerah,

akan terhambat tidak beroperasi secara optimal.

Menurut salah satu petugas IT BAPENDA Kota Jayapura saat dimintai

keterangan menjelaskan sebelum pemasangan alat ini, besaran pajak tidak

bisa dihitung secara tepat, karena masih terdapat beberapa rumah makan atau

warung yang cukup ramai pengunjung tetapi tidak memiliki pengelolaan

keuangan secara baik, yang akhirnya berdampak pada saat akan membayar

pajak, dimana petugas pajak dan pengelola rumah makan hanya membuat

perkiraan saja. Selain kurang maksimalnya penerimaan pajak daerah,

dikarenakan database potensi pajak masih belum terintegrasi secara sistem

atau masih manual.


Untuk melihat secara detail perbandingan penerimaan pajak daerah

Kota Jayapura sebelum dan sesudah pemasangan alat TMD dan POS dapat

dilihat pada grafik berikut:

Gambar 1.1.
Grafik Perbandingan Nilai Pajak Daerah Kota Jayapura
Sebelum dan Sesudah dilakukan Pemasangan Alat Rekam Pajak TMD
dan POS Tahun2018-2020

TMD & M-POS


32,500,000,000
27,500,000,000
22,500,000,000
17,500,000,000
12,500,000,000
7,500,000,000
2,500,000,000
2018 2019 2020
TMD 4904549641 29445553421 32668671830
POS 109337588 1626199690 2347666575

Sumber: Bapenda Kota Jayapura (2022)

Berdasarkan grafik 1.1, terlihat bahwa total penerimaan Pajak Daerah Kota

Jayapura tahun 2018 atau sebelum pemasangan alat TMD dan POS diperoleh

sebesar Rp. 4.904.549.641,-. Kemudian setelah dilakukan pemasangan alat

pada Tahun 2019 total penerimaan Pajak Daerah meningkat, pada alat TMD

diperoleh sebesar Rp. 29.445.553.421 dan pada alat POS diperoleh sebesar

Rp. 1.626.199.690. Kemudian pada tahun 2020 penerimaan Pajak Daerah

kembali meningkat pada alat TMD diperoleh sebesar Rp. 32.668.671.830 dan

alat POS diperoleh sebesar Rp.2.347.666.575. Dapat terlihat bahwa ada


perbedaan penerimaan pajak daerah sebelum dan sesudah dilakukan

pemasangan alat rekam pajak TMD dan M-POS di Kota Jayapura.

Perlunya pengawasan pajak daerah yang secara online ini dilakukan

untuk dapat menghasilkan Pajak Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara

maksimal. Maka dari itu diperlukan sistem pemungutan pajak secara

Terminal Monitor Device (TMD) dan Point Of Sale (POS). Sistem

pemungutan pajak berbasis online dengan menggunakan TMD dan POS

diharapkan bisa mengurangi tingkat kesalahan dalam perhitungan penerimaan

pajak. Pajak daerah yang diawasi secara online ini dilakukan pada pajak

daerah yang menganut sistem pemungutan pajak Self Assesment System atau

pajak yang dibayarkan sendiri oleh wajib pajak tersebut.

Pajak daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pajak hotel,

pajak restoran dan pajak hiburan. Menurut (website resmi BAPENDA)

parawisata di Kota Jayapura ini sangat berkembang dan memiliki potensi

besar untuk menggerakkan perekonomian daerah,terdapat ratusan Rumah

Makan, Penginapan, dan Tempat Wisata omset cukup besar tetapi belum

memiliki pencatatan transaksi yang baik.dikarenakan pajak tersebut memiliki

potensi untuk dapat berkembang dalam pemungutan pajak daerahnya.

(Fidiana, 2018) menjelaskan bahwa ketiga jenis pajak tersebut, memiliki

potensi yang pendapatannya rawan akan terjadi kecurangan dalam

menyampaikan atau menyetorkan besaran pajak. Hal ini dikarenakan

perhitungan pajaknya masih menggunakan Self Assessment System.


Hasil pemaparan sebelumnya maka peneliti hendak melakukan

penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh (Wijayanti, 2020) dengan judul

“Analisis Penerimaan Pajak Daerah Sebelum dan Sesudah Monitoring Pajak

Berbasis Online Dalam Rangka Peningkatan Penerimaan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) di Kota Surakarta dan penelitian yang dilakukan oleh (Trista,

2021) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Daerah Sebelum dan

Sesudah Penerapan Monitoring Pajak Berbais Online” di Pelembang.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terdapat pada tahun

data yang diperoleh, dan lokasi penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak daerah di Kota Jayapura

sebelum dan sesudah monitoring pajak berbasis Online?

2. Bagaimana pertumbuhan penerimaan pajak daerah di Kota Jayapura dari

tahun 2016- 2021?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak daerah di

Kota Jayapura sebelum dan sesudah monitoring pajak berbasis Online.

2. Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan penerimaan pajak daerah di

Kota Jayapura dari tahun 2016 - 2021.


1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis: yaitu manfaat penelitian bagi pengembangan ilmu.

Contoh dari manfaat manfaat teoritis adalah untuk akademis dalam suatu

penelitian, misalnya: Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan kajian ilmu akuntansi khusunya untuk konsentrasi

perpajakan.

b. Secara praktis: penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

Bagipenulis Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang

bagaimana cara meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui

sistem monitoring pajak berbasis Online.

1.5 Sistematika Penulisan

Suatu kerangka penulisan dari rencana penelitian atau kegiatan yang

meliputi beberapa elemen penting yang dimulai dari judul, isi, hingga daftar

pustaka guna untuk menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana riset

akan dilakukan.Sistematika penulisan meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitain, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi uraian tentang landasan teori, pengembangan

hipotesis, dan model penelitian.


BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel

penelitian, jenis data dan sumber data, variabel penelitian, definisi

operasional variabel, pengukuran, pengujian instrumen, dan alat

analisis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keperilakuan

Akuntansi Keperilakukan merupakan bidang multidisipliner yang

berasal dari konstruk teori behavioural sciences sehingga akuntansi

keperilakuan merupakan pertemuan antara ilmu akuntansi dan ilmu

sosial. Behavior Accounting Research merupakan studi terhadap

perilaku akuntan ataupun yang non-akuntan sebagaimana perilaku

mereka, dipengaruhi oleh fungsi dari akuntansi dan pelaporan

(T.Hofstedt, & J. Kinard, 1970). Istilah akuntansi keperilakuan baru

muncul pada tahun 1967 dalam artikel Journal of Accounting Research

oleh Becker yang mereview tulisan (Cook, 1967). Akuntansi

keperilakuan atau behaviour accounting adalah merupakan ilmu

akuntansi yang mempelajari huungan perilaku manusia dengan sistem

akuntansi yang berkembang (Siegel, 1989). Istilah sistem akuntansi

yang dimaksud disini dalam arti yang luas yang meliputi seluruh desain

alat pengendalian manajemen yang meliputi sistem pengendalian,

sistem penganggaran, desain akuntansi pertanggung jawaban, desain

organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain pengumpulan

biaya, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan.

Beranjak dari pemahaman tersebut, Akuntansi keperilakuan bukan

tentang pelaporan tentang perilaku seseorang atau sekumpulan orang.


Secara sederhana, akuntansi keperilakuan sebagai ilmu muncul dari

sebuah pemikiran bahwa jika angkaangka yang dihasilkan oleh

akuntansi dapat memengaruhi perilaku seseorang, maka jauh lebih

penting dari itu, akuntan dapat membuat sistem bahkan akuntansi baru

yang akan menimbulkan perilaku baru yang diharapkan

Teori Behavior dapat menjelaskan fenomena yang terjadi pada

penelitian yaitu perbandingan penerimaan pajak daerah Kota Jayapura

sebelum dan sesudah pemasangan alat TMD dan POS adalah adanya

perubahan sistem akuntansi yang diterapkan Pemerintah Kota Jayapura

dalam perpajakan. Maka diharapkan perilaku wajib pajak dalam

memenuhi kewajibanya untuk membayar pajak dan tata kelola

akuntansi perpajakan dapat menjadi lebih baik.

Peneliti memilih menggunakan teori Behavior dalam melakukan

Analisis Penerimaan Pajak Daerah Sebelum Dan Sesudah Monitoring

Pajak Berbasis Online Dalam Rangka Peningkatan Penerimaan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Jayapura. Karena teori tersebut

berbicara mengenai perilaku manusia sebagai individu yang mencakup

perilaku individu dalam organisasi dan aktivitas terpisah akibat

pengaruh fungsi akuntansi dan pelaporan akuntansi.

2.2 Tinjauan Literatur

2.2.1. Pengertian Pajak

Istilah pajak berasal dari bahasa jawa yaitu ajeg yang berarti

pemungutan teratur waktu tertentu.Pa-ajeg berarti pemungutan teratur


terhadap hasil bumi sebesar presentase tertentu yang dilakukan oleh

raja dan pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang berkembang pada

saat itu (Moertono, 1985)

Pengertian Pajak dapat di rumuskan dengan memahami unsur-

unsur yang terdapat di dalam makna pajak.Terdapat beberapa unsur

yang dapat dipahami mengenai pajak yaitu:

a. Pajak dapat dipaksakan, karena dipungut berdasarkan undang-

undang.

Pajak merupakan kewajban yang dikenakan kepada rakyat

dengan ketetuan tertentu untuk membayar kepada Negara, yang

sifatnya memaksa.Memaksa dalam hal ini berarti bahwa apabila

tidak melaksanakan kewajiban tersebut makan akan dikenakan

tindakan hukum berdasarkan undang-undang.Pungutan pajak harus

didasari atas adanya undang-undang,demikian pemungutan pajak

kekuatannya disahkan oleh kesediaan rakyat melalui wakilnya,

sehingga jika terjadi pengabaian atau kewajiban ini dapat dikenakan

sanksi yang sudah termuat dalam undang-undang.

Penanggung beban pajak adalah rakyat yang telah memenuhi

ketentuan. Tindakan hukum atas pelanggaran peraturan perundang-

undangan dapat dikenakan sanksi administrasi atau sanksi pidana

fiskal (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000). Sanksi dapat

dijatuhkan untuk tindak pindana fiskal yang dilakukan oleh wajib

pajak yaitu hukuman pidana penjara.Wewenang fiskus untuk


memaksa juga dapat dalam bentuk penyitaan dan pelanggaran harta

Wajib Pajak (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).Fiskus juga

berwenang untuk melakukan tindakan pencegahan dan

penyanderaan (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000)

b. Pajak Sebagai Iuran

Pajak dibayarkan oleh rakyat kepada negara bersifat wajib.Iuran

yang dimaksud adalah pungutan yang dilakukan pemerintah secara

paksa berdasarkan undang-undang untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat.Iuran ini juga merupakan kontribusi yang diberikan rakyat

untuk memenuhi kewajiban perpajakan kepada pemerintah dalam

satuan moneter.

c. Pajak dipungut kepada Individu atau Organisasi/Badan Usaha

Pajak sebagai iuran yang dipungut pemerintah kepada

perorangan atau suatu badan usaha yang telah memenuhi kewajiban

perpajakan.

d. Pajak diterima oleh Pemerintah suatu Negara

Pajak sebagai iuran individu atau badan usaha yang sudah

memenuhi ketentuan perundang-undangan dan dibayarkan kepada

pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan suatu negara.

e. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah (For

public purpose)

Pajak sebagai iuran rakyat yang dipaksakan berdasarkan

undang-undang oleh rakyat merupakan penerimaan bagi pemerintah.


f. Pajak dipungut kepada rakyat dengan tidak menunjukkan

kontraprestasi secara langsung

Rakyat membayar pajak sebagai Wajib Pajak tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dari Negara atas apa yang telah

dikontribusikannya kepada pemerintah. Namun dalam hal ini

pemerintah selaku penerima dan pengelola pajak tidak secara

memberikan nilai atau penghargaan atau keuntungan kepada wajib

pajak. Tetapi apa yang sudah dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada

pemerintah digunakan untuk keperluan umum pemerintah.

Wajib Pajak dapat merasakan secara tidak langsung bentuk-

bentuk kontraprestasi dari pemerintah sebagai penanggungjawab

pelaksanaan fungsi pelayanan public. Sebagai ccontoh pembangunan

fasilitas umum dan prasarana yang dibiayai dari APBN atau APBD

merupakansalah satu bentuk dari fungsi pemerintahan.Kontraprestasi

yang diperoleh Wajib Pajak dengan merasakan adanya keamanan

dan stabilitas negara, karena aparatur negara maupun prasarana dan

saran, pertahanan dan keamanan negara telah dibiayai oleh pajak.

g. Pajak berfungsi sebagai budgetair dan regulerend

Fungsi pajak sebagai anggaran (budgetair) dan sebagai pengatur

(regulerend).Fungsi anggaran (budgetair) pajak berfungsi untuk

mengisi kas negara atau anggaran pendapatan negara, yang

digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin

atau untuk pembangunan.Fungsi pengatur (regulerend) pajak


sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan yang telah

ditetapkan negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai

tujuan tertentu.

Definisi pajak menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang

Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) yaitu:“Pajak

adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dari beberapa definsi di atas menunjukkan bahwa pajak merupakan

iuran rakyat kepada kas negara dan merupakan kontribusi wajib kepada

negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung, tetapi digunakan untuk

pengeluaran-pengeluaran negara dan pembanguan nasional.

2.2.2. Asas Pengenaan Pajak

Asas pengenaan pajak dalam buku (Mardiasmo, 2011) ada 3 asas, yaitu:

1. Asas Domisili

Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili)

Wajib Pajak.Wajib Pajak yang tinggal disuatu negara maka negara

itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala hal yang

berhubungan dengan obyek yang dimiliki Wajib Pajak yang menurut

undang-undang dikenakan pajak.


2. Asas Sumber

Cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber dimana

objek pajak diperoleh.Jika suatu negara terdapat sumber suatu

sumber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa

melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. Baik Wajib Pajak Dalam

Negeri maupun Luar Negeri yang memperoleh penghasilan

bersumber dari Indonesia, akan dikenakan pajak di Indonesia.

3. Asas Kebangsaan

Berdasarkan cara menghubungkan pengenaan pajak dengan

kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau asas nasional

adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang

dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara.Cara ini menurut

(Brotodiharjo, 1991) dipergunakan untuk menetapkan pajak objektif.

2.2.3. Cara Pemungutan Pajak (Stelsel Pajak)

Disuatu negara terdapat 3 (tiga) cara pemungutan pajak yang biasa

dinamakan sistem nyata sistem fiktif dan sistem campuran. Sistem

tersebut harus jelas dan nyata dan sudah di atur dalam undang-undang

untuk masing-masing jenis pajak.Sistem yang sudah ditetapkan harus

ditaatibaik oleh fiskus maupun Wajib Pajak dan tidak dibenarkan jika

menyimpang dari ketentuan yang sudah ditetapkan.

1. Sistem Fiktif

Merupakan stesel pajak yang memberikan anggapan kepada

jumlah penghasilan Wajib Pajak dalam masa atau periode tertentu.


Penilaian pajak tahunan yang dihitung menurut sistem fiktif atau

stelsel pajak fiktif adalah berasal dari perhitungan presentasi tariff

pajak terhadap jumlah pendapatan yang dikenakan pajak yang

dianggap sama dengan tahun lalu.

2. Sistem Nyata (Riil)

Sistem nyata atau stelsel pajak riil menetapkan bahwa Dasar

Pengenan Pajak (DPP) adalah kenyataan penghasilan yang

sungguh-sungguh atau benar-benar diterima dalam Tahun

Pajak.Sistem ini berdasarkan perhitungan atas besarnya penghasilan

yang sesungguhnya diterima pada akhir tahun sesuai dengan

Laporan Keuangan Tahunan atau bisa juga berdasarkan pada

perhitungan atas besarnya jumlah penghasilan berupa gaji yang

sesungguhnya.

3. Sistem Campuran

Merupakan sistem atau stelsel pajak yang mendasarkan

pengenaan pajaknya atas stelsel fiktif dan stelsel nyata. Sistem

campuran ini diawali dengan berdarsarkan pengenaan pajak atas

suatu anggapan bahwa penghasilan Wajib Pajak baik orang Pribadi

atau Badan dalam suatu tahun pajak berjalan dianggap sama

besarnya dengan penghasilan sesungguhnya dalam tahun yang lalu

(sesuai dengan yang sudah dilaporkan pada tahun lalu). Kemudian

setelah tahun pajak berakhir maka anggapan yang semula semula


dipakai oleh fiskus maupun Wajib Pajak disesuaikan dengan

kenyataannya.

2.2.4. Jenis Penerimaan Dari Pungutan di Indonesia

Pajak yang dipungut oleh Negara dikelompokkan kepada Pajak

Pusat, Bea dan Cukai, Pajak Daerah, maupun Retribusi Daerah dan

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penetapan jenis pajak

dikelompokkan ke dalam pungutan Pajak Pusat atau Pajak Daerah

didasarkan kepada Prinsip Keadilan (Equity Principle). Walaupun

pemungutan pajak dilakukan oleh pusat, namun pada akhirnya

penerimaan tersebut akan membiayai Belanja Daerah melalui distribusi

penerimaan pusat dan daerah.

1. Pajak Negara (Pajak Pusat)

Pajak Negara adalah pajak yang administrasi pemungutannya

diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat. Jenis-jenis pajak yang

dipungut oleh Pemerintah Pusat adalah:

a. Pajak Penghasilan (PPh)

b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

c. Bea Materai (BM)

d. Penerimaan negara yang berasal dari migas (Pajak Migas)

2. Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang

terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa


berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Undang-Undang No.28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah termasuk ke

dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah setiap

tahun.Pelaksanaan administrasi perpajakan dan Retribusi Daerah

dilaksanakan oleh Kantor Dinas Pendapatan Daerah dibawah

Pemerintahan Daerah setempat.Pajak Daerah merupakan salah satu

sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai

pelaksanaan Pemerintahan Daerah guna meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat, ciri-ciri Pajak Daerah:

a. Pajak Daerah berasal dari pajak asli daerah maupun pajak pusat

yang diserahan kepada daerah sebagai pajak daerah.

b. Pajak Daerah dipungut oleh daerah hanya di wilayah

administrasi yang dikuasainya.

c. Pajak Daerah digunakan untuk membiayai urusan rumah tangga

daerah dan atau untuk membiayai Pengeluaran Daerah.

d. Dipungut oleh daerah berdasarkan Peraturan Daerah (Perda),

sehingga pajak daerah bersifat memaksa dan dapat dipaksakan

kepada masyarakat yang wajib membayar.

Ruang Lingkup Pajak Daerah pada objek yang belum

dikenakan Pajak Pusat:


a. Pajak Daerah (Provinsi):

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air.

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di

Atas Air.

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

4) Pajak Pengambilan dan PemanfaatanAir Bawah Tanah dan

Air Permukaan.

5) Pajak Rokok.

b. Pajak Daerah (Kota dan Kabupaten)

1) Pajak Hotel

2) Pajak Restoran

3) Pajak Hiburan

4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

7) Pajak Parkir

8) Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

9) Pajak Sarang Burung Walet

10) Pajak Bumi dan Bangunan

Daerah dilarang untk memungut pajak selain dari jenis Pajak

Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.Bila potensi pendapatan

daerah kurang memadai, maka Pemerintah Daerah tidak dapat

memungut pajak dari jenis Pajak Provinsi dan Pajak


Kabupaten/Kota tersebut.Khusus untuk daerah yang setingkat

dengan daerah provinsi tetapi tidak terbagi dalam daerah

kabupaten/kota otonom contohnya seperti DKI Jakarta dimana

jenis pajak yang dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk

daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota.

2.2.5. Penggolongan Pajak

Menurut (Mardiasmo, 2011) ada 6 penggolongan dalam pajak, yaitu:

a. siapa yang membayar pajak

b. siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak

c. apakah beban pajak dapat dilimpahkan/dialihkan kepada pihak lain

d. siapa yang memungut pajak

e. sifat-sifat yang melekat pada pajak yang bersangkutan

f. pajak dikenakan atas apa.

2.2.6. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung

Istilah yang membedakan penggolongan jenis pajak berdasarkan

pemungutan secara langsung dan tidak langsung sebagai berikut:

a. Tax burden: beban pajak yang dipikul seseorang.

b. Tax Shifting: proses perlimpahan beban pajak kepada orang lain

 Forward Shifting: pajak dilimpahkan kepada konsumen.

 Backward Shifting: pajak dilimpahkan ke Harga Pokok

Produksi.

c. Tax Incidence: akibat yng ditimbulkan dari aktivitas perlimpahan


d. Destinataris: pihak yang ditunjuk oleh undang-undang pajak untuk

memikul beban pajak.

1. Pajak Langsung

Beban pajak yang harus dibayarkan oleh seseorang atau badan

(tax burden) tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain (no tax

shifting), pajak tersebut digolongkan sebagai Pajak

Langsung.Karena jenis pajak ini tidak dilimpahkan kepada pihak

lain maka tidak ada akibat yang ditimbulkan dari aktivitas

pelimpahan tersebut (Tax Incidence).

2. Pajak Tidak Langsung

Digolongkan pajak tidak langsung apabila beban pajak yang

harus dibayarkan oleh Orang Pribadi atau Badan (tax burden) dapat

dilimpahkan (tax shifting) baik seluruhnya maupun sebagian

kepada pihak lain.Akibat dari adanya pengalihan atau perlimpahan

beban pajak tersebut, maka tax incidence pada akhirnya

dibebankan hanya sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.

2.2.7. Pajak Subyektif dan Pajak Obyektif

1. Pajak Subyektif

Pajak erat hubungannya dengan subyek yang dikenakan pajak,

dan juga besarannya sangat dipengaruhi keadaan dari subyek pajak

maka digolongkan ke dalam pajak subyektif.Pajak ini memberikan

fokus perhatian pada keadaan Wajib Pajak, sehingga pada saat

menetapkan pajaknya maka diberi alas an obyektif yang sangat


berhubungan erat dengan keadaan Wajib Pajak.Keadaan Wajib

Pajak dalam hal ini menyangkut status Wajib Pajak.Hal tersebut

menjadikannya sebagai beban yang harus dipikul (dragkracht)

sebagai pengurang dari penghasilan.

2. Pajak Obyektif

Pajak erat hubungannya dengan objek pajak maka dapat

digolongkan ke dalam Pajak Obyektif. Besarnya jumlah pajak dapat

ditentukan pada keadaan obyek dan tidak dipengaruhi sama sekali

oleh keadaan subyek pajak.Obyek dapat beruba sesuatu, keadaan,

perbuatan, atau peristiwayang dapat menyebabkan timbulnya

kewajiban membayar pajak yang memiliki hukum tertentu

hubungan dengan obyek pajak tersebut dan dapat ditunjuk siapa

yang akan menjadi subyek pajak tersebut.

2.2.8. Pajak Pusat dan Pajak Daerah

Pajak dapat digolongkan ke dalam Pajak Pusat atau Pajak Daerah

dilihat berdasarkan kriteria lembaga atau instansi yang melakukan

pemungutan pajak.Apabila yang melakukan administrasi pajaknya

adalah Pemerintah Pusat maka Direktorat Jenderal Pajak pada

Kementerian Keuangan pajak tersebut digolongkan ke dalam jenis

Pajak Pusat.Dan apabila pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) pada Pemerintahan

Daerah, maka digolongkan ke dalam Pajak Daerah.Dibedakan


pemungut pajak Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah

Kabupaten dan Pemerintah Daerah Kota.

2.2.9. Sumber-Sumber Penerimaan Negara dan Pengeluaran Negara

sesuai APBN

Penerimaan negara menurut APBN dan RAPBN adalah sebagai berikut:

A. Penerimaan dalam negeri, terdiri dari:

1. Penerimaan Migas terdiri dari:

a. Minyak Bumi

b. Gas Alam

2. Penerimaan Nonmigas terdiri dari :

a. Pajak Penghasilan

b. Pajak Pertambahan Nilai

c. Bea Masuk

d. Cukai

e. Pajak Ekspor

f. Pajak Lainnya

g. Penerimaan Bukan Pajak

h. Laba Bersih Minyak

3. Penerimaan Pembangunan terdiri dari :

a. Bantuan program

b. Bantuan proyek

B. Pengeluaran Negara menurut APBN dan RAPBN adalah :

1. Pengeluaran rutin, terdiri dari :


a. Belanja Pegawai

1) Gaji dan Pensiun

2) Tunjangan Beras

3) Uang makan lauk pauk

4) Lain-lain belanja pegawai Dalam Negeri

5) Belanja Pegawai Luar Negeri

b. Belanja Barang

1) Belanja Barang Dalam Negeri

2) Belanja Barang Luar Negeri

c. Subsidi daerah Otonom

1) Belanja Pegawai

2) Belanja Non Pegawai

3) Bunga dan Cicilan Utang

4) Utang Dalam Negeri

5) Pengeluaran rutin lainnya

6) Subsidi bahan bakar Minyak

7) Lain-lain

2. Pengeluaran pembangunan

a. Pembinayaan rupiah

b. Bantuan proyek

2.2.10. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak

Pengumpulan pajak yang dilakukan di Indonesia ditentukan

kinerjanya berdasarkan realisasi atas target penerimaan pajak yang


ditetapkan setiap tahun oleh pemerintah.Target Penerimaan Pajak

merupakan suatu jumlah penerimaan pajak hasil dari proyeksi

perhitungan yang mencakup realisasi penerimaan, potensi yang

dimiliki, kebijakan yang berlaku maupun sistem perpajakan yang

dijalankan oleh pemerintah.

Penentuan target penerimaan pajak di Indonesia umumnya

menggunakan proyeksi penerimaan yang harus kredibel agar targetnya

akurat. Ketepatan perencanaan besarnya Penerimaan Pajak (Target

Penerimaan Pajak) dapat memberikan pengaruh pada kelancaran

pembangunan, dan juga perekonomian Indonesia. Penentuan dari target

tidak boleh melebihi kemampuan Perekonomian Indonesia dan juga

tidak boleh kurang dari kebutuhan Belanja Pembangunan.Proyeksi

Target Penerimaan Pajak dianggap kredibel dengan melakukan:

1. Monitoring Penerimaan Pajak

Pengawasan akan perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak

setiap bulan. Realisasi Penerimaan Pajak ini digunakan sebagai dasar

penentuan Target Penerimaan Pajak secara rutin yaitu bulanan dan

tahunan.

2. Target Penerimaan Pajak

Realisasi Pnerimaan Pajak tahunan menjadi baseline dan

ditambahkan dengan perhitungan beberapa indicator ekonomi makro,

dan kemudian dilakukan proyeksi Penerimaan Pajak tahun


berikutnya.Indikator ekonomi makro meliputi tingkat suku bunga

SBI, Nilai Tukar Rupiah per US Dollar dan Tingkat Inflasi.

3. Dampak Kebijakan terhadap Penerimaan Pajak

Hasil perhitungan atas dampak Kebijakan Perpajakan

digunakan sebagai faktor penambah (potential gain) atau faktor

pengurang (potential loss) terhadap perhitungan proyeksi penerimaan

pajak tahun berikutnya.

4. Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak

Potensi Pajak yang sesuai dengan kondisi perekonomian yang

sesungguhnya dibandingkan dengan Proyeksi Penerimaan Pajak.

Hasil perbandingan inilah yang akan diperoleh besarnya selisih pajak

(tax gap) dan akan digunakan untuk mengukur tingkat optimalisasi

penerimaan pajak. Jika tax gap tinggi maka perlu diminimalisirkan

dengan upaya administrative yang bertujuan untuk meningkatkan

penerimaan pajak (extra effort). Proyeksi target Penerimaan Pajak

untuk menyusun APBN diperoleh dengan cara menjumlahkan

Baseline, Potential Gain/Loss, dan Extra Effort.

5. Target Penerimaan Pajak per Sektor

Adalah Target Tahunan yang telah ditetapkan kemudian

dihitung Target Penerimaan Pajak dengan menggunakan model

sektoral.Adapun data yang digunakan untuk menghitung proyeksi

atas Target Penerimaan Pajak ini berupa data sekunder dari

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Dirjen Perbendaharaan),


Direktorat Jenderal Pajak (DJP) , Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

(DJBC), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), dan Badan Kebijakan

fiskal (BKF).

Selain itu juga data diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Data

yang digunakan berupa data Penerimaan Pajak, Data PDB (Product

Domestic Bruto), Data Indikator Ekonomi Makro, Data Penghasilan

Rumah Tangga dan Proporsi Upah Gaji Nasional.

2.2.11. Definisi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Departemen Keuangan RI, (2004) Setiap daerah memiliki

wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber keuntungan sendiri

dengan melakukan segala upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD), dengan demikian pemerintah daerah dapat

melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan yang semakin

mantap demi kesejahteraan masyarakatnya.

Menurut (Caroline, 2005) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

memberikan penjelasan tentang pengertian dari PAD dimana

merupakan seluruh pendapatan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah

dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan undang-

undang yang berlaku. Dapat diartikan bahwa PAD adalah keseluruhan

pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah dengan

memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki daerah serta bersifat


dapat dipaksakan karena adanya dasar peraturan daerah yang

disesuaikan dengan peraturan undang-undang.

Menurut (Marizka, 2013) untuk meningkatkan PAD maka

pemerintah daerah haruslah dapat dengan bijak menganalisis sumber –

sumber penerimaan pendapatan daerah yang mana sesuai dengan

ketentuan peraturan pemerintah daerah. Maka dari itu dibutuhkan

langkah sosialisasi dari Pemerintah Daerah untuk memberikan

informasi dan pemahaman yang seluas-luasnya mengenai Pendapatan

Asli Daerah dan pentingnya bagi pembangunan daerah dan

kesejahteraan kepada masyarakat.

Sebagai Perwujudan dari desentralisasi pemerintah pusat

memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai

otonominya. Salah satu sumber pendanaan pemerintah daerah yaitu

Penerimaan Asli Daerah (PAD), hal ini mencerminkan tingkat

kemandirian suatu daerah dalam membiayai penyelenggaraan dan

pembangunan dipemerintahan daerah.Peningkatan PAD (Pendapatan

Asli Daerah ) merupakan salah satu modal keberhasilan dalam

mencapai tujuan pembangunan suatu daerah. Karena PAD menentukan

kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, baik

dalam pelayanan publik (public service function), maupun

pembangunan (development function).

Berikut ini adalah data target dan realisasi Pendapatan Daerah Kota

Jayapura dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2020.


Tabel 2.1.
Data Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kota Jayapura Tahun 2017-2020
225,000,000,000

175,000,000,000

125,000,000,000

75,000,000,000

25,000,000,000
2017 2018 2019 2020
Target 17024769531 18975998667 20050000000 13001831357
4 8 0 1
Realisasi 17393274800 19573478099 21000286871 15083609340
9 6 4 5

Sumber : Bapenda Kota Jayapura

Dari jenis – jenis Pajak Daerah yang dikelola oleh Pemerintah Kota

Jayapura, ada 4 jenis Pajak yang menggunakan perangkat pajak online

system. Jika PAD mengalami peningkatan yang baik, maka selanjutnya

akan disajikan data salah satu jenis pajak yaitu Pajak Restoran yang

mengalami trend positif, terutama pada tahun 2019 dimana pemasangan

perangkat pajak online system ini diefektifkan. Pada tahun 2020

mengalami penurunan target PAD dikarenakan pandemic Covid-19.

Namun ternyata justru pada masa pandemic ini PAD Kota Jayapura

mengalami over target sebesar Rp. 20.817.779.834,-

Jadi dapat disimpulkan PAD merupakan suatu penerimaan yang

dihasilkan oleh pemerintah daerah dan berasal dari sumber-sumber

kekayaan dari wilayahnya sendiri serta sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Dimana PAD harus betul-betul

dominan dan dapat memenuhi kebutuhan beban kerja yang diperlukan


sehingga pelaksanaan otonomi daerah tidak lagi dibiayai dari subsidi

atau pdari pihak ketiga atau pinjaman daerah.

2.2.12. Pajak Online System

1. Perda Kota Jayapura

Dalam pemasangan perangkat pajak online system pemerintah

daerah baik kabupaten/kota selalu mengacu kepada Undang-Undang

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota. Dalam hal ini

contoh kasus Kota Jayapura telah mempunyai Peraturan Daerah

Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah dan juga sesuai

Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan

Sistem Online atas dasar transaksi pembayaran pajak hotel, pajak

restoran, dan pajak penyelenggara hiburan dalam rangka

Pengawasan Pembayaran Pajak Daerah. Dengan adanya regulasi

yang mendukung dalam pelaksanaan pemasangan perangkat online

system.

2. Pajak Online System

Pajak online system adalah sarana perangkat dan sistem

informasi pendapatan daerah dalam bentuk apapun yang dapat

menghubungkan secara langsung dengan perangkat dan sistem

pembayaran pajak daerah yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Bericara

tentang pajak online system, maka pasti dampaknya untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah pada kabupaten/kota, maka


salah satu cara yang cukup efektif dan sangat signifikan dalam

peningkatan pendapatan asli daerah adalah dengan menghubungkan

perangkat sistem online pada wajib pajak yang telah

menggunakannya dengan perangkat sistem yang ada pada

pemerintah daerah. Data transaksi penjualan pada Wajib Pajak

ditarik oleh perangkat secara langsung tanpa campur tangan

manusia, jadi perangkat ini ditarik data transaksi secara langsung

dari server wajib pajak. (Noriwary, 2021)

Dalam hal menghubungkan sarana perangkat dari sistem

informasi pendapatan daerah secara online ke dalam sarana sistem

informasi pembayaran pajak, apabila terdapat ketidaksesuaian atau

tidak dapat dihubungkan secara online yang disebabkan oleh belum

terdapatnya jaringan atau perangkat atau sistem pembayaran pajak

terdapat pada wajib pajak, maka pemerintah daerah dapat

mengadakan / menempatkan / menyambungkan perangkat dan

sistem aplikasi komputer yang dimiliki pemerintah daerah hingga

dapat terlaksananya sistem informasi pembayaran secara online.

(Noriwary, 2021)

3. Jenis-Jenis Perangkat Online System

Ada dua jenis perangkat online system yang disediakan oleh

pemerintah daerah, yaitu TMD dan MPOS. Kedua perangkat ini

dilengkapi dengan fasilitas internet dan kartu GSM secara gratis.


1. Terminal Monitor Device (TMD)

Terminal Monitor Device (TMD) adalah perangkat yang

digunakan untuk menarik semua transaksi pada server wajib

pajak tanpa ada campur tangan manusia. Jadi secara otomatis apa

yang diinput oleh Wajib Pajak maka secara langsung dapat

ditarik oleh perangkat TMD. (Noriwary, 2021)

Gambar 2.1.
TMD (kotak hitam) dipasang pada server wajib pajak

Sumber : Noriwary (2021)

2. Mobile Point of Sale (MPOS)

Mobile Point of Sale (MPOS) adalah perangkat pintar yang

digunakan sebagai pengganti bill atau nota dengan langsung

menginput transaksi penjualan pada perangkat berupa tablet

handphone berukuran 8 inch dan 16 inch dilengkapi dengan

kartu gsm dan printer yang memberikan kemudahan dalam

membuat laporan omzet penjualan maupun pajak bulanan.

MPOS sangat mudah dan gampang dalam pengoperasian dan

pengawasan, dimana sebagai wajib pajak dapat mengontrol dan

memantau karyawannya setiap kali ada transaksi penjualan


walaupun pemilik berada di luar daerah atau ditempat lain

namun dapat melihat transaksi penjualan setiap jam maupun

setiap hari melalui handphone atau laptop masing-masing

pemilik. (Noriwary, 2021)

Gambar 2.2.
Perangkat MPOS

Sumber : Noriwary (2021)

4. Dasar Hukum Pemasangan Pajak Online System

Dalam pemasangan perangkat pajak online system pemerintah

daerah baik kabupaten/kota selalu mengacu kepada Undang-Undang

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota. Dalam hal ini

contoh kasus Kota Jayapura telah mempunyai Peraturan Daerah

Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah dan juga sesuai

Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan

Sistem Online atas data transaksi pembayaran pajak hotel, pajak

restoran, dan pajak penyelenggaraan hiburan dalam rangka

Pengawasan Pembayaran Pajak Daerah. Dengan adanya regulasi

yang mendukung dalam pelaksanaan pemasangan perangkat online


system, dapat dijelaskan juga hak dan kewajiban pemerintah daerah.

(Noriwary, 2021)

5. Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah

Kewajiban Pemerintah dalam pajak online system adalah

sebagai berikut : (Noriwary, 2021)

a. Menyimpan kerahasiaan setiap data transaksi pembayaran pajak

daerah yang ditarik dari setiap wajib pajak.

b. Setiap data transaksi pembayaran daerah hanya digunakan untuk

keperluan di bidang perpajakan daerah.

c. Membangun, mengadakan, menempatkan, menyambung dan

juga menghubungkan perangkat secara online system guna

pengawasan pembayaran pajak daerah dan ini dilaksanakan

dengan biaya dari pemerintah daerah atau dapat bekerja sama

dengan Bank Pembangunan Daerah setempat.

d. Dalam melakukan tindakan administasi pemungutan pajak

daerah atas kewajiban perpajakan wajib pajak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Semua data transaksi pembayaran pajak daerah disimpan oleh

pemerintah daerah oleh dinas terkait dalam jangka panjang

waktu 10 tahun.

Hak Pemerintah dalam pengawasan pajak online system adalah

sebagai berikut : (Noriwary, 2021)


a. Pemerintah daerah memperoleh kemudahan untuk menginstal,

memasang, menghubungkan perangkat dan sistem pengawasan

pajak daerah secara online pada tempat usaha wajib pajak.

b. Pemerintah daerah berhak memperoleh informasi data transaksi

lainnya yang terkait dengan data pembayaran yang menjadi dasar

pengenaan pajak sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.

6. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Hak Wajib Pajak adalah sebagai berikut : (Noriwary, 2021)

a. Memperoleh dispensasi berupa pembebasan dari kewajiban

melampirkan data atau dokumen pada waktu penyampaian

SPTPD dan kewajiban melegalisasi bon atau bill sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Memperoleh informasi data kewajiban perpajakan daerah yang

seharusnya dibayar dan setiap transaksi pembayaran yang terkait

dengan dasar pengenaan pajak.

c. Memperoleh kerahasiaan data transaksi wajib pajak yang

dilaksanakan secara online dalam rangka pengawasan

pembayaran pajak daerah.

d. Wajib Pajak berhak mendapatkan jaminan pemasangan,

penyamungan atau penempatan sistem online yang tidak

mengganggu sistem dan perangkat yang sudah ada pada wajib

pajak.

Kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai berikut : (Noriwary, 2021)


a. Diwajibkan memasukkan, menginput setiap data transaksi

pembayaran yang sebenarnya dari konsumen atau subyek pajak

kepada wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

b. Wajib Pajak berkewajiban menjaga perangkat dan sistem online

yang sudah terinstal, terpasang, tersambung atau terhubung

dalam keadaan baik.

c. Wajib Pajak melaporkan kepada Pemerintah Daerah atau OPD

teknis (BPD) apabila sistem aplikasi tidak berjalan normal.

d. Wajib Pajak menyampaikan informasi kepada Pemerintah

Daerah dalam hal ini OPD teknis (BPD) Paling lambat 2 x 24

jam setelah adanya kerusakan perangkat dan sistem pengawasan

yang sudah terinstal atau terpasang. Agar dapat ditindaklanjuti

atau diperbaiki secepatnya.

e. Apabila dalam perkembangan usaha Wajib Pajak yang telah

sistem online, melakukan penambahan perangkat dan sistem

pembayaran, maka Pemerintah Daerah melalui OPD teknis

berwenang untuk menghubungkan kembali melalui sistem

online, perangkat dan sistem pembayaran pajak daerah yang

belum tersambung.

f. Wajib Pajak dalam hal akan menambah atau mengurangi

perangkat dan sistem pembayaran pajak daerah dan


memberitahukan kepada Pemerintah Daerah melalui OPD teknis

untuk menyambung atau memutuskan sistem online dimaksud.

g. Wajib Pajak tidak berhak mengubah data yang telah ada pada

sistem atau perangkat yang dipasang oleh Pemerintah Daerah.

h. Apabila Wajib Pajak bangkrut atau pailit atau pindah usaha

wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah melalui OPD

teknis, agar segera menarik sistem aplikasi beserta perangkat

yang terpasang tersebut serta berhak memutuskan jaringan online

yang ada. (Noriwary, 2021)

7. Penerapan Sanksi Dalam Pajak Online System

Wajib Pajak dalam menjalankan usahanya jika melanggar

semua ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam pemasangan

pajak system online maka Pemerintah Daerah melalui OPD teknis

akan memberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Seperti apabila Wajib Pajak yang sengaja mencabut, melepas atau

merusak jaringan sistem online yang telah terpasang atau terhubung,

maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun dan atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah

pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar, sesuai dengan

Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan

Sistem Online atas Data Transaksi Pembayaran Pajak Hotel, Pajak

Restoran dan Pajak Hiburan dalam Rangka Pengawasan Pembayaran

Pajak Daerah. (Noriwary, 2021)


8. Penggunaan Perangkat Pajak Online System

Cara penggunaan perangkat online system pada Wajib Pajak ada

2 jenis yaitu Terminal Monitor Device (TMD) dan Mobile Point of

Sale (MPOS) dengan uraian cara penggunaan kedua alat tersebut

adalah sebagai berikut : (Noriwary, 2021)

a. Perangkat TMD

Perangkat TMD dikhususkan bagi Wajib Pajak yang sudah

menggunakan sistem/aplikasi, perangkat TMD dipasang pada

server Wajib Pajak. Proses pengambilan data di tabel transaksi

penjualan pada database aplikasi tersebut, dalam penarikan data

semua sudah tersistem dan tidak ada campur tangan manusia

sehingga kemurnian data dapat dijamin. Setiap transaksi

pembayaran pajak dari konsumen atau subyek pajak kepada

Wajib Pajak secara otomatis masuk ke server Wajib Pajak dan

ditarik secara otomatis atau langsung ke dashboard pemerintah

daerah atau OPD teknis (BPD) yang diatur sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (Noriwary, 2021).

b. Perangkat MPOS

Dalam menggunakan perangkat online system MPOS,

Wajib Pajak diwajibkan memasukkan, menginput setiap data

transaksi pembayaran pajaknya yang sebenarnya dari konsumen

atau subyek pajak kepada Wajib Pajak. Selain itu MPOS

digunakan sebagai pengganti bill atau nota dengan langsung


menginput transaksi penjualan pada perangkat yang menyerupai

tablet handphone berukuran 8 inci dan 16 inci dilengkapi dengan

kartu gsm dan printer yang memberikan kemudahan dalam

membuat laporan omzet penjualan maupun pajak bulanan.

(Noriwary, 2021).

9. Alur Pemasangan dan Penarikan Perangkat TMD

Penjelasan singkat dari alur pemasangan dan penarikan

perangkat TMD adalah sebagai berikut : (Noriwary, 2021)

1. Perangkat TMD terpasang pada computer server Wajib Pajak

computer, TMD menarik data pada tabel transaksi hotel,

restoran, hiburan dan parkir.

2. TMD dihubungkan pada server Wajib Pajak menggunakan kabel

LAN.

3. Proses penarikan data dari server Wajib Pajak menggunakan

query database dan disesuaikan dengan database pada Wajib

Pajak, data kemudian dikirim dari TMD ke server parsing

menggunakan VPN dengan jaringan internet dari modem TMD.

4. Setelah data sudah melalui proses parsing, data transaksi akan

dikirim ke dashboard monitoring Pemda.

5. Data transaksi sudah bisa dimonitoring pada dashboard PEMDA.


Gambar 2.2.
Alur Pemasangan dan Penarikan Perangkat TMD

Sumber : Ronald (2021)

10. Aluran Pemasangan dan Penarikan Perangkat MPOS

Penjelasan singkat dari alur pemasangan dan penarikan

perangkat MPOS adalah sebagai berikut : (Noriwary, 2021)

a. Pemasangan dilakukan pada Wajib Pajak yang sudah dilakukan

kegiatan uji petik.

b. Pemasangan didampingi oleh petugas Badan Pendapatan Daerah,

pendampingan kasir dan manajer di training sampai bisa

menguasai perangkat MPOS.

c. Setelah kasir dan manajer menguasai menggunakan perangkat

MPOS, manajer diajarkan mengelola data dan laporan pada

dashboard (back office) Wajib Pajak yang sudah disediakan.


d. Pada dashboard (back office) Wajib Pajak dapat mengelola

menu, login/hak akses staff dan dapat melihat laporan transaksi

secara detail, baik laporan harian, bulanan maupun tahunan.

Gambar 2.3.
Alur Pemasangan dan Penarikan Perangkat MPOS

Sumber : Ronald (2021)

11. Manfaat Pemasangan Perangkat Pajak Online System

Manfaat pemasangan perangkat pajak online system bukan

hanya dirasakan oleh Pemerintah Daerah tetapi juga oleh Wajib

Pajak, antara lain : (Noriwary, 2021)

a. Manfaat bagi Pemerintah Daerah

1) Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)’

2) Mempermudah pengawasan data transaksi wajib pajak.

3) Dapat mengetahui omzet penjualan Wajib Pajak secara

realtime

b. Manfaat bagi Wajib Pajak

1) Wajib Pajak mudah menginput data transaksi


2) Efisiensi waktu pelayanan transaksi penjualan

3) Penghematan biaya operasional

4) Memudahkan Wajib Pajak membuat laporan omzet

penjualan

12. Strategi-Strategi Dalam Pengawasan Perangkat Pajak Online

System

Pemerintah Daerah melalui OPD teknis dalam hal ini Badan

Pendapatan Daerah perlu mengawasi dan mengontrol pajak online

system secara baik, oleh sebab itu diperlukan strategi-strategi agar

wajib pajak selalu taat dan jujur dalam menggunakan perangkat

online system, strategi-strategi tersebut antara lain :

1. Membentuk Tim Teknis

Badan Pendapatan Daerah membentuk Tim Teknis dengan

Surat Keputusan sesuai wilayah yang telah terpasang perangkat

pajak online system. Tugas pengawasan lapangan dilakukan

sehari-hari dengan cara memantau dan mengontrol baik di

dashboard dimana saat terjadi error pada perangkat online

system, maka tim teknis ini dapat bergerak cepat dan tepat untuk

memperbaiki dan menyelesaikan masalah yang terjadi di

lapangan pada usaha Wajib Pajak. (Noriwary, 2021)

2. Meningkatkan Kompetensi Tim Teknis

Pembentukan tim teknis terdiri dari tenaga-tenaga yang

memahami teknologi informasi, namun untuk tim teknis yang


pengetahuan tentang teknologi informasi masih kurang maka

dilakukan langkah-langkah pengembangan kompetensi bagi tim

teknis tersebut diantaranya : (Noriwary, 2021)

a) Brifing internal, setelah itu dilakukan pengenalan terhadap

perangkat online yang akan dipasang pada wajib pajak.

b) Melakukan simulasi penggunaan alat bagi tim teknis,

c) Melakukan pengelolaan backoffice dari tiap wajib pajak yang

telah terpasang perangkat online system.

d) Tim teknis harus menguasai alur dari awal pemesanan yang

dilakukan oleh pembeli atau konsumen sampai dengan

transaksi pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak dan

dipastikan resi atau struk tercetak.

e) Dalam pemeliharaan perangkat online system maka, Tim

Teknis wajib menguasai dan cakap dalam menyelesaikan

permasalahan yang sering terjadi pada perangkat online

system di wajib pajak.

f) Tim Teknis secara berkala dan berkesinambungan

melakukan pengecekan disetiap wilayah yang terpasang

perangkat online system.

3. Melaksanakan Uji Petik sebelum Pemasangan Perangkat Online

System

Uji petik adalah prosedur pengambilan data untuk menguji

atau mengukur keadaan omset penjualan dan laporan pajak yang


dilakukan secara langsung di tempat usaha wajib pajak dengan

waktu tertentu. (Noriwary, 2021)

4. Melaksanakan Tugas Spionase

Spionase adalah suatu cara dalam pengintaian, tindakan

untuk mengamat-amati, memata-matai dalam rangka

mengumpulkan data atau informasi mengenai omzet penjualan

dari obyek pajak yang dianggap ramai dan berpotensi terjadi

kecurangan dalam melapor dan membayar pajaknya kepada

Pemerintah Daerah. (Noriwary, 2021)

5. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan salah satu strategi yang dilakukan

oleh Badan Pendapatan Daerah dalam pengawasan perangkat

pajak online system yaitu dengan cara : Pemasangan Banner,

Pemasangan Stiker, Pemasangan Maklumat, Media Sosial

(melalui Whatsapp dan Facebook). (Noriwary, 2021)

6. Monitoring dan Evaluasi

Hal yang tak kalah penting yang sering dilakukan oleh

Badan Pendapatan Daerah adalah melaksanakan monitoring dan

evaluasi. Monitoring dilakukan sebagai salah satu strategi yang

dirasakan cukup ampuh dalam keberlangsungan penggunaan

perangkat pajak online system. Monitoring ini dilakukan

berdasarkan kebutuhan. Sedangkan evaluasi dimaksudkan untuk

mengetahui hasil kinerja tim teknis. Dimana masing-masing


petugas akan memberikan laporannya secara berjenjang dan

langsung kepada pejabat yang berwenang di Badan Pendapatan

Daerah, sekaligus sebagai bahan masukkan dan evaluasi untuk

peningkatan Pendapatan Asli Daerah. (Noriwary, 2021)

13. Pengalaman Dalam Pengawasan Pajak Online System

a. Perilaku Wajib Pajak dalam Penggunaan Perangkat Pajak

Online System MPOS

Perilaku Wajib Pajak dalam Penggunaan Perangkat Pajak

Online System MPOS antara lain : (Noriwary, 2021)

1) Wajib Pajak tidak menginput atau menggunakan perangkat

MPOS setiap kali ada transaksi.

2) Wajib Pajak mempunyai alasan repot menggunakan

perangkat online system dalam melayani pembeli.

3) Wajib Pajak ada yang gaptek (gagap teknologi) sehingga

transaksi pembayaran lebih baik ditulis dulu di nota baru

diinput setelah tutup usaha.

4) Wajib Pajak menginput transaksi pembayaran dari pembeli

dengan menggunakan aplikasinya sendiri di kasir, setelah itu

baru dipindahkan ke perangkat online system (MPOS).

5) Kasir sering berganti sehingga tidak menginput transaksi

pembayaran pada perangkat online system MPOS.


6) Konsumen tidak mau transaksi pembayarannya dikenakan

pajak dengan alasan sudah biasa dengan harga yang

sebelumnya.

7) Penggunaan online system mempengaruhi omzet penjualan

dan terjadi penurunan langganan dikarenakan harga menu

sudah termasuk pajak sesuai Peraturan Daerah.

8) Wajib Pajak sering berdebat dengan konsumen atau pembeli

yang tidak mau membayar pajak karena harga sudah mahal.

Perilaku-perilaku Wajib Pajak pengguna perangkat pajak

online system tersebut yang mengakibatkan penurunan omzet

penjualan yang kadangkala berbeda dengan hasil uji petik yang

telah dilakukan di tempat usaha tersebut. Untuk menyikapi hal

tersebut maka beberapa langkah yang dapat dilakukan yaitu :

a. Memberikan teguran secara lisan yang biasanya dilakukan

oleh tim teknis.

b. Memberikan teguran tertulis kepada Wajib Pajak.

c. Membuat berita acara untuk ditandatangani oleh Wajib Pajak

tersebut yang berisi kesediaan untuk dikenakan sanksi sesuai

peraturan yang berlaku.

b. Mengubah Pola Pikir Wajib Pajak dengan Pajak Online

System

Untuk mengubah kebiasaan wajib pajak khususnya laporan

pajak yang baik dan jujur memang diperlukan komitmen Kepala


Daerah, untuk membenahi segala aspek baik SDM dan sarana

prasarana kabupaten/kota. teristimewa, untuk meningkatkan

penerimaan daerah yang lebih optimal, maka diperlukan

komitmen dan juga inovasi agar membantu wajib pajak dalam

melaporkan pajaknya kepada Pemerintah Daerah

c. Mengubah Pola Pikir Masyarakat Untuk Turut Serta

Mengawasi Pajak Online System

Peran serta masyarakat pada era saat ini sangatlah penting,

dimana masyarakat juga mengambil bagian untuk bersama-sama

dengan pemerintah dalam mengawasi pembangunan terutama

partisipasi masyarakat dalam mengawasi pajak guna menunjang

pembangunan khususnya kabupaten/kota. Untuk itu peran serta

dan partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam mengawasi

pajak online system.

2.3. Kerangka Analisis

Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian terdahulu seperti (Trista,

2021) dan (Wijayanti, 2020) yang memiliki kesamaan mengenai obyek

penelitian. Maka dengan ini peneliti menyusun sebuah kerangka konsep

penelitian yang akan digunakan dalam melakukan penelitian dilapangan.


Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
ANALISIS PENERIMAAN PAJAK
DI KOTA JAYAPURA

SEBELUM SESUDAH
2016 - 2018 2019 - 2021

PAJAK BERBASIS ONLINE

UJI PAIRED SAMPLE T-TEST


TERJADI PERBEDAAN KETIKA TIDAK TERDAPAT PERBEDAAN
SIGNIFIKANSINYA <0,005 KALAU SIGNIFIKANSINYA > 0,005

KESIMPULAN

Sumber : Penelitian (2022)


BAB III METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN

c.1 Lokasi Penelitian

Tempat Lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pendapatan

Daerah Kota Jayapura dengan pertimbangan bahwahal ini sangat penting

diketahui demi perbaikan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di

Kota Jayapura.

c.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel

a. Populasi

Populasi merupakan suatu wilayah yang digeneralisasi, terdiri dari

objek serta subyek dan mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

(Sugiyono, 2014) Sama halnya yang dijelaskan oleh (Handayani, 2020),

populasi merupahkan totalitas dari setipa bentuk element yang hendak akan

diteliti dan mempunyai ciri-ciri yang sama, dapat berupah invidu dari suatu

kelompokm, suatu peristiwa, atau objek yang yang diteliti. Dalam

penelitian ini populasi yang diambil yaitu Data Penerimaan Pajak di Kota

Jayapura Tahun 2016-2021.

b. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut,atau bagian kecil dari anggota populasi yang

diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya.

Jika populasinya besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari seluruh

yang ada di populasi (Sugiyono, 2014). Teknik pengambilan sampel


merupakan cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan

ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan

memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel

yang tepat (Sugiyono, 2014). Sehingga sampel dari penelitian ini adalah

Data Penerimaan Pajak Kota Jayapura sebelum dan sesudah pemasangan

alat TMD dan POS di tahun 2016– 2021.

c.3 Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang dipakai pada penelitian ini yaitu data kuantitatif.

Menurut (Sugiyono, 2014) Data kuantitatif adalah suatu data dimana terdiri

atas angka atau bilangan. Mengolah atau menganalisis data kuantitatif bisa

memakai teknik perhitungan matematika atau statistika.

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Menurut (Arikunto, 2019) Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau

digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya. Biasanya diperoleh dari

perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian terdahulu, gambaran umum

objek, buku, terkait dengan penulisan teori dan refrensi jurnal. Data sekunder

yang digunakan peneliti yaitu data jumlah realisasi dan target penerimaan

pajak daerah yaitu Januari 2016-Juni 2019 sebelum pelaksanaan monitoring

pajak daerah berbasis Online dan Juli 2019 - Desember 2021 untuk sesudah

pelaksanaan monitoring pajak daerah berbasis Online.

c.4 Teknik Pengumpulan Data

.Teknik pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

Dokumentasi yaitu penulis mengumpulkan dokumen terkait Laporan Pajak


Daerah Kota Jayapura Tahun 2016-2021. Selain itu juga dokumen lain

dokumen lain yang diperoleh dari Bapenda Kota Jayapura juga jurnal, artikel,

buku, yang dapat mendukung analisis penulis.

c.5 Definisi Operasional

Definisi operasional menurut (Nazir, 2014) adalah definisi yang

diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti,

atau menspesifikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasionalisasi

yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tertentu.

Definisi operasional bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap

materi pembahasan atau untuk menghindari presepsi ganda terhadap bahasa

yang sama. Dengan demikian definisi operasional ini adalah

1. Data Penerimaan Pajak sebelum penggunaan monitoring berbasis

onlineyaitu mulai dariJanuari 2016 – Juni 2019.

2. Data Penerimaan Pajak sesudah penggunaan monitoring berbasis

onlineyaitu mulai dari Juli 2019 – Desember 2021.

c.6 Uji Kualitas Data dan Alat Analisis

Uji kualitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Paired Sample

T-Test yang merupakan Uji beda dua sample berpasangan.Sampel

berpasangan merupakan subyek yang sama namun mengalami perlakuan yang

berbeda. Paired Sample T-Test digunakan uji beda mean untuk sampel yang

diberikan perlakuan yang berbeda, dimana jumlah sampel harus sama dan

pengujian juga harus sama dengan sebelumnya untuk melihat perbedaan mean

dari sample tersebut. Sedangkan Alat analisis yang penulis gunakandalam


penelitian ini menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solutions)

versi 23.

1. Uji Validitas

Dalam penelitian ini uji validitas dipergunakan untuk mengukur

apakah data yang digunakan sudah sesuai atau benar. Uji validitas pada

dasarnya dengan melihat korelasi antar masing-masing data - data

dibandingkan dengan totalnya. Dalam uji validitas tersebut,validitas dicek

melalui nilai signifikansi yaitu : (Ghozali, 2018)

- Jika a < 0,05, maka data dianggap valid

- Jika a > 0,05, maka data dianggap tidak valid

2. Uji Reliabilitas

Adalah alat untuk mengukur suatu data yang merupakan indikator dari

variabel atau konstruk. Suatu data dikatakan reliabel atau handal jika

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Kriteria pengukuran adalah

suatu instrumen dikatakan reliabel (Ghozali, 2018).

- Jika nilai Chronbach alpha > 0,700 maka kuesioner dianggap reliable

- Jika nilai Chronbach alpha < 0,700 maka kuesioner dianggap tidak

reliable

3. Uji T-Parsial

Untuk menguji variabel Independent secara individual (parsial)

maka digunakan uji-t. Untuk melihat ada tidaknya pengaruh yang

signifikan antara variabel Idependent dan variabel Dependent dapat dilihat


pada hasil output Coefficient SPSS.23 (Ghozali, 2018). Berdasarkan nilai

signifikansi :

- Jika nilai Sig. < 0.05 maka variabel bebas berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat.

- Jika nilai Sig. > 0.05 maka variabel bebas tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat.

4. Raiso Efektivitas

Dalam penelitian ini, rasio efektifitas digunakan untuk dapat

memberikan gambaran kemampuan Pemerintah Kota Jayapura dalam

merealisasikan Pajak Daerah yang direncanakan dibandingkan target yang

ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. (Halim, 2004)

Sedangkan menurut (Mahmudi, 2010) Rasio Efektivitas: Rasio

efektivitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan pemerintah

daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang didapatkan

dibandingkan dengan anggaran yang ditetapkan berdasarkan potensi riil

daerah. Semakin tinggi rasio efektivitas, maka semakin baik kinerja

pemerintah daerah. Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan

pemerintah daerah dalam merealisasikan pungutan pajak daerah yang

direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan

potensi riil daerah. Rumus rasio efektivitas dapat dihitung dan kriteria

efektivitas keuangan daerah dengan menggunakan formula di bawah ini:

realisasi Pajak Daerah


Rasio Efektifitas= x 100 %
target Pajak Daerah
Kriteria efektivitas keuangan daerah sebagai berikut :

Tabel 3.1.
Kriteria Efektivitas Keuangan Daerah
Persentase Kriteria
> 100% Sangat Efektif
100% Efektif
90%-99% Cukup Efektif
75%-89% Kurang Efektif
< 75% Tidak Efektif
Sumber : Kepmendagri No.690.900.327/1996

5. Rasio Pertumbuhan

Rasio Pertumbuhan: Rasio Pertumbuhan adalah rasio yang mengukur

seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan

dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke

periode berikutnya. Diketahui pertumbuhan untuk mengevaluasi potensi-

potensi yang perlu mendapatkan perhatian. Menurut (Mahmudi,

2010)Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah

pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama

beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan

pendapatan atau belanja secara positif atau negatif. Rumus yang digunakan

untuk menghitung rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut :

PDt 1−PDt 0
Rasio Petumbuhan= x 100 %
PDt 0

Keterangan :
PADt1 – PDt0 = Realisasi tahun ini dikurangi tahun sebelumnya
PDt0 = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun sebelumnya
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Obyek Penelitian

1. Pemerintah Kota Jayapura

Kota Jayapura memiliki luar 940 km2 dan terbagi menjadi 5

distrik yaitu Distrik Muara Tami, Distrik Heram, Distrik Abepura,

Distrik Jayapura Selatan, dan Distrik Jayapura Utara. Distrik

Muaratami merupakan distrik terluas, yaitu mencapai 626,7 km2.

Sementara itu distrik Jayapura Selatan meruoakan distrik dengan

luas wilayah terkecil, hanya mencapai 43,4 km2 atau hanya 4,62

persen dari total luas Kota Jayapura. Selain itu juga berdasarkan

posisi geografisnya, Kota Jayapura memiliki batas-batas:

- Utara berbatasan langsung dengan lautan pasifik;

- Selatan berbatasan dengan Kabupaten Keerom

- Barat berbatasan Kabupaten Jayapura

- Timur berbatasan berbatasan dengan Papua New Guinea

2. Badan Pendapatan Daerah Kota Jayapura

Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) merupakan unsur

penunjang urusan Pemerintah di Bidang Keuangan yang dipimpin

oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan

bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah


3. Visi, Misi, Motto Badan Pendapatan Daerah Kota Jayapura

Visi

“Terwujudnya Pendapatan Daerah Yang Dinamis Dan Optimal

Guna Menunjang Kemandirian Keuangan Daerah Kota Jayapura”

Misi

a. Menggali dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan

lainnya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

b. Terciptanya sistem informasi Pengelolaan Pendapatan Daerah

secara efektif, Transparan dan Akuntabel;

c. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.

d. Meningkatkan pelayanan yang cepat, tepat dan memuaskan

e. Meningkatkan sosialisasi PAD terhadap masyarakat.

f. Meningkatkan kemitraan dengan pihak ke tiga.

g. Meningkatkan koordinasi dengan instansi teknis terkait.

h. Meningkatkan pengawasan dan penertiban aparatur pengelola

PAD

i. Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai.

Motto

Dalam mewujudkan nilai dari visi Badan Pendapatan Daerah

Kota Jayapura dilaksanakan dalam bentuk motto “Tiada Hari

Tanpa Pungutan, Melayani dengan Hati dan Senyum:


4. Strategi Peningkatan Pendapatan

Berdasarkan tujuan rencana strategis (Renstra) Perubahan

Pemerintah Kota Jayapura Tahun 2018-2022 agar tercipta suatu

perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk menganalisis dan

memprediksi dan kebijakan serta tujuan dan sasaran yang hendak

dicapai dalam 5 (lima) tahun kedepan dengan memperhatikan

faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor

peluang dan ancaman serta eksternal maka ditetapkan strategi

peningkatan pendapatan yaitu : Intensifikasi, Ekstensifikasi dan

Investasi (Renstra Bapenda Kota Jayapura, 2020)

5. Penetapan Indikator Kinerja Utama

Pemerintah Kota Jayapura telah menetapkan indikator kinerja

utama untuk tingkat Pemerintah Daerah dan masing-masing satuan

kerja perangkat daerah melalui Keputusan Walikota Jayapura

Nomor:/Kep.-Bag.Orpad/2020 Tahun 2020 tentang Indikator

Kinerja Utama RPJMD Kota Jayapura dan Indikator Kinerja

Utama SKPD Tahun 2018-2022. Adapun penetapan indikator

kinerja utama Badan Pendapatan Daerah Kota Jayapura Tahun

2020 adalah sebagai berikut :

- Meningkatkan pajak daerah yaitu meningkatnya persentasi

pendapatan pajak daerah.

- Meningkatkan kepuasan atas pelayanan yaitu indeks kepuasan

masyarakat.
4.1.2. Analisa Data
1. Deskriptif Data Target dan Realisasi Pajak Daerah (Hotel,
Restoran, Hiuran) Sebelum dan Sesudah Pemasangan TMD dan
MPOS pada sector di Kota Jayapura 2017-2019
a. Target dan Realisasi Pajak Hotel
Tabel 4.1. Target dan Realisasi Pajak Hotel Sebelum dan Sesudah
Pemasangan Alat TMD dan MPOS di Kota Jayapura
Tahun 2017-2021
No Tahun Target Realisasi
1 2017 19.431.558.097 18.729.402.779
2 2018 21.687.214.921 23.190.819.963
3 2019 23.058.731.201 22.697.607.269
4 2020 13.006.885.349 14.181.524.855
5 2021 21.883.318.531 22.883.318.531
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan tabel di atas, diketahui realisasi pajak Hotel

sebelum dan sesudah pemasangan alat TMD dan MPOS di Kota

Jayapura Tahun 2017- 2019 terhadap target yang telah ditetapkan

hasilnya berfluktuatif atau berubah-ubah, terkadang mencapai target

dan terkadang tidak. Seperti terlihat pada Tahun 2017 pemerintah

Kota jayapura menetapkan target pajak hotel Rp. 19.431.558.097

namun realisasinya masih belum mencapai target yaitu sebesar

Rp.18.729.402.779.

Hal yang berbeda terjadi pada tahun 2018 realisasi pajak hotel

melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp. 21.687.214.921

dan realisasinya Rp. 23.190.819.963. Kemudian tahun 2019 realisasi

pajak hotel kembali tidak mencapai target yaitu sebesar Rp.

23.058.731.201 dan realisasinya Rp. 22.697.607.269. Selanjutnya

pada tahun 2020 terjadi perbaikan pada pencapaian target pajak hotel
yang mana sebesar Rp. 13.006.885.349 dan realisasi melebihi target

yaitu sebesar Rp. 14.181.524.855 dan pada tahun 2021 realisasi

pajak hotel kembali melebihi target yaitu Rp. 21.883.318.531 dan

realisasinya mencapai sebesar Rp. 22.883.318.531.

Untuk lebih jelasnya pencapaian target dan realisasi pajak

hotel tahun 2017-2021 di Kota Jayapura dapat dilihat pada grafik

berikut :

Grafik 4.1. Target dan Realisasi Pajak Hotel Sebelum dan Sesudah
Pemasangan Alat TMD dan MPOS di Kota Jayapura
Tahun 2017-2021

22500000000

17500000000

12500000000

Axis Title 7500000000

2500000000
2017 2018 2019 2020 2021
Target 1943155809 2168721492 2305873120 1300688534 2188331853
7 1 1 9 1
Real- 1872940277 2319081996 2269760726 1418152485 2288331853
isasi 9 3 9 5 1

Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Dari grafik diatas terlihat ada perbedaan pencapaian target

pajak hotel Kota Jayapura antara sebelum dan sesudah pemasangan

alat TMD dan MPOS. Tahun 2017-2018 merupakan waktu dimana

sebelum pemasangan alat tersebut dan realisasi pajak hotel tahun

2017 kurang dari target dan 2018 lebih dari target. Kemudian

dilakukan pemasangan alat TMD dan MPOS di tahun 2019


walaupun belum memberikan dampak terhadap pencapaian target

pajak hotel. Namun dampak yang baik terlihat di tahun 2020-2021

yang mana di dua tahun tersebut realisasi pajak hotel selalu melebihi

dari target yang ditetapkan.

b. Target dan Realisasi Pajak Restoran

Tabel 4.2. Target dan Realisasi Pajak Restoran Sebelum dan


Sesudah Pemasangan Alat TMD dan MPOS di Kota
Jayapura Tahun 2017-2021

No Tahun Target Realisasi


1 2017 35.546.656.581 36.804.040.712
2 2018 39.413.595.329 43.331.423.389
3 2019 42.878.647.742 48.006.049.450
4 2020 27.095.291.812 31.768.022.579
5 2021 32.761.767.882 35.761.767.882
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan tabel di atas, diketahui realisasi pajak restoran

sebelum dan sesudah pemasangan alat TMD dan MPOS di Kota

Jayapura Tahun 2017- 2019 terhadap target yang telah ditetapkan

setiap tahun selalu melebihi target. Seperti terlihat pada Tahun 2017

pemerintah Kota jayapura menetapkan target pajak restoran sebesar

Rp. 35.546.656.581 realisasinya melebihi target yaitu sebesar

Rp. 36.804.040.712. Hal yang sama terjadi di tahun – tahun

berikutnya realisasi pajak restoran selalu mencapai target yang telah

ditetapkan hingga tahun 2021

Untuk lebih jelasnya pencapaian target dan realisasi pajak

restoran tahun 2017-2021 di Kota Jayapura dapat dilihat pada grafik

berikut :
Grafik 4.2. Target dan Realisasi Pajak Restoran Sebelum dan
Sesudah Pemasangan Alat TMD dan MPOS di Kota
Jayapura Tahun 2017-2021

55000000000

45000000000

35000000000

25000000000
Axis Title
15000000000

5000000000
2017 2018 2019 2020 2021
Target 3554665658 3941359532 4287864774 2709529181 3276176788
1 9 2 2 2
Real- 3680404071 4333142338 4800604945 3176802257 3576176788
isasi 2 9 0 9 2

Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Dari grafik diatas terlihat tidak terlalu ada perbedaan

pencapaian target dari realisasi pajak restoran Kota Jayapura antara

sebelum dan sesudah pemasangan alat TMD dan MPOS oleh karena

setiap tahun selalu mencapai target yang telah ditetapkan terhadap

pajak restoran. Tahun 2017-2018 merupakan waktu dimana sebelum

pemasangan alat tersebut dan realisasi pajak restoran melebihi target.

Kemudian dilakukan pemasangan alat TMD dan MPOS di tahun

2019 dan realisasinya tetap melebihi target pajak restoran yang

ditetapkan. Kemudian tahun 2020-2021 realisasi pajak restoran juga

tetap stabil melebihi dari target yang ditetapkan.


c. Target dan Realisasi Pajak Hiburan

Tabel 4.3. Target dan Realisasi Pajak Hiburan Sebelum dan


Sesudah Pemasangan Alat TMD dan MPOS di Kota
Jayapura Tahun 2017-2021

No Tahun Target Realisasi


1 2017 12.515.781.981 10.761.463.699
2 2018 13.825.280.655 13.464.815.682
3 2019 14.299.509.987 15.447.089.392
4 2020 6.899.749.075 6.521.356.145
5 2021 4.496.556.203 5.496.556.203
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan tabel di atas, diketahui realisasi pajak hiburan

sebelum dan sesudah pemasangan alat TMD dan MPOS di Kota

Jayapura Tahun 2017-2019 terhadap target yang telah ditetapkan

berubah-ubah atau tidak tetap. Seperti terlihat pada Tahun 2017

pemerintah Kota jayapura menetapkan target pajak hiburan sebesar

Rp. 12.515.781.981 realisasinya kurang dari target yaitu sebesar

Rp. 10.761.463.699. Hal yang sama terjadi di tahun 2018 target

sebesar Rp. 13.825.280.655 dan realisasi Rp. 13.464.815.682.

Namun berbeda di tahun 2019 saat pemasangan alat TMD dan

MPOS yang mana di tahun tersebut realisasi pajak hiburan melebihi

target sebesar Rp. 14.299.509.987 dan realisasi Rp. 15.447.089.392

dan tahun 2020 meskipun realisasi pajak restoran tidak mencapai

target namun tidak terlalu jauh atau mendekati target. Kemudian

tahun 2021 kembali realisasi pajak restoran melebihi target yang

ditetapkan.
Untuk lebih jelasnya pencapaian target dan realisasi pajak

hiburan tahun 2017-2021 di Kota Jayapura dapat dilihat pada grafik

berikut :

Grafik 4.3. Target dan Realisasi Pajak Hiburan Sebelum dan


Sesudah Pemasangan Alat TMD dan MPOS di Kota
Jayapura Tahun 2017-2021

17000000000
15000000000
13000000000
11000000000
9000000000
7000000000
Axis Title
5000000000
3000000000
1000000000
2017 2018 2019 2020 2021
Target 1251578198 1382528065 1429950998 6899749075 4496556203
1 5 7
Real- 1076146369 1346481568 1544708939 6521356145 5496556203
isasi 9 2 2

Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Dari grafik diatas terlihat ada perbedaan pencapaian target

pajak hiburan di Kota Jayapura antara sebelum dan sesudah

pemasangan alat TMD dan MPOS. Tahun 2017-2018 merupakan

waktu dimana sebelum pemasangan alat tersebut dan realisasi pajak

hiburan kurang dari target. Kemudian dilakukan pemasangan alat

TMD dan MPOS di tahun 2019 dan memberikan dampak terhadap

pencapaian target pajak hiburan yang mana melebihi target. Namun

tahun 2020 meskipun kurang dari target tapi selisihnya tidak terlalu

besar dan tahun 2020 realisasi pajak hiburan kembali melebihi

target yang ditetapkan.


2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah

model variabel bebas mempunyai distribusi normal atau mendekati

distribusi normal. Uji ini dilakukan dengan menggunakan one-sample

Kolmogorov smirnov test. Data yang distribusi normal ditandai dengan

asimp sig (2 tailed).

1) Jika nilai signifikansi atau probabilitas lebih besar dari 0,05,


maka data berdistribusi normal.
2) Jika nilai signifikansi atau probabilitas lebih kecil dari 0,05,
maka data berdistribusi tidak normal
Hasil pengujian adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 9
a,b Mean .0000000
Normal Parameters
Std. Deviation 9880052667.50200000
Absolute .240
Most Extreme Differences Positive .240
Negative -.145
Kolmogorov-Smirnov Z .720
Asymp. Sig. (2-tailed) .677
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
(Sumber : Output SPSS, diolah 2022)

Dari hasil uji Kolmogorov-smirnov diketahui bahwa nilai Aysmp.

Sig (2-tailed) yaitu 0,677 > 0,05. Artinya seluruh data yang digunakan

pada persamaan regresi berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah ada

korelasi antar variabel dependen (Santoso dalam Komala, 2012, 59).


Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas pada

suatu model regresi dengan melihat nilai tolerance dan VIF yaitu:

1 jika nilai tolerance > 0.10 dan VIF < 10 maka dapat diartikan
bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada penelitian
tersebut.
2 Jika nilai tolerance <0.10 dan VIF > 10, maka dapat diartikan
bahwa terjadi gangguan multikolinearitas pada penelitian
tersebut.

Hasil pengujian adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5.
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta Tolerance VIF
130707045 6947490457. 1.881 .102
(Constant)
51.369 300
1
Sebelum .091 .300 .113 .302 .772 1.000 1.000
Pemasangan
a. Dependent Variable: Sesudah Pemasangan
(Sumber : Output SPSS, diolah 2022)
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa diketahui bahwa nilai

Tolerance variabel X dan Y adalah 1.000 > 0,10. Sedangkan nilai VIF

seluruh variabel X dan Y adalah 1.000 < 10. Artinya tidak terjadi

gejala multikolinearitas pada model regresi dalam penelitian ini.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah

dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari

residual antara satu pengamatan dengan pengamatan yang lain

berbeda disebut heterokedastisitas, sedangkan mudel yang baik adalah

tidak terjadi heterokedastisitas. Selanjutnya hasil Uji

heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik Scatterplot. Dasar

Pengambilan Keputusan yaitu : (Ghozali, 2018)


1. Jika terdapat pola tertentu pada grafik scatterplot SPSS, seperti
titik – titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang,
menyebar kemudian menyempit). Maka dapat disimpulkan bahwa
telah terjadi heterokedastisitas.
2. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik
menyebar, maka indikasinya adalah tidak terjadi
heterokedastisitas.

Gambar 4.4.
Hasil uji Heterokedastisitas “Grafik Scatterplot”

(Sumber : Output SPSS, diolah 2021)

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa, setelah dilakukan

transformasi data. Hasil uji heterokedastisitas menunjukkan tidak

terdapat pola tertentu pada grafik scatterplot, seperti titik – titik

menyebar atau tidak membentuk pola yang teratur. Maka dapat

dikatakan tidak terjadi heterokedastisitas.


3. Hasil Pengujian Hipotesis (Uji T-Parsial)

Menurut Ghozali, 2018) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independent secara

individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar

pengambilan keputusan :

1) Jika nilai Sig. < 0.05 maka terdapat perbedaan penerimaan Pajak

Daerah sebelum dan setelah pemasangan alat TMD dan MPOS.

2) Jika nilai Sig. > 0.05 maka tidak terdapat perbedaan penerimaan

Pajak Daerah sebelum dan setelah pemasangan alat TMD dan

MPOS.

Hasil Uji perbedaan penerimaan pajak daerah (hotel, restoran dan

hiburna) di Kota Jayapura antara sebelum dan sesudah penggunaan alat

TMD dan MPOS adalah sebagai berikut :

Hasil Uji T Parsial Sebelum Penggunaan Alat TMD dan MPOS di Kota

Jayapura Tahun 2017-2019

Tabel 4.6.
Hasil Uji T-Parsial Tahun 2017-2019
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 25771628248.510 5859833057.880 4.398 .142
1
2017,2018,2019 .625 .075 .993 8.315 .076
a. Dependent Variable: 2017,2018,2019

Hasil pengujian statistik diperoleh nilai signifikan 0,076 > 0,05.

Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan pajak daerah

(pajak hotel, restoran, hiburan) sebelum penggunaan alat TMD dan MPOS

di Kota Jayapura Tahun 2017-2021.


Hasil Uji T Parsial Setelah Penggunaan Alat TMD dan MPOS di Kota

Jayapura Tahun 2019-2021

Tabel 4.7.
Hasil Uji T-Parsial Tahun 2017-2019
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -4320063970.124 1429542844.220 -3.022 .203
1
2019,2020,2021 .983 .021 1.000 47.463 .013
a. Dependent Variable: 2019,2020,2021

Hasil pengujian statistik diperoleh nilai signifikan 0,013 < 0,05.

Artinya terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan pajak daerah

(pajak hotel, restoran, hiburan) setelah penggunaan alat TMD dan MPOS

di Kota Jayapura Tahun 2017-2021.

Apabila melihat dua hasil pengujian statistic terlihat jelas bahwa ada

perbedaan penerimaan pajak daerah khususnya sektor pajak hotel, restoran

dan hiburan di Kota Jayapura antara sebelum penggunaan alat TMD dan

MPOS. Pada tahun 2017-2019 diperoleh nilai signifikan 0,076 > 0,05

(tidak ada perbedaan yang sitnifikan penerimaan pajak daerah sektor pajak

hotel, restoran dan hiburan). Namun hasil berbeda diperoleh pada tahun

2019,2020 dan 2021 setelah pemasangan alat TMD dan MPOS diperoleh

nilai signifikan 0,013 < 0,05 (ada perbedaan yang signifikan penerimaan

pajak daerah sektor hotel, restoran dan hiburan di Kota Jayapura.


4. Efektivitas Pajak Daerah (Pajak Hotel, Restoran, Hiburan) di Kota

Jayapura Tahun 2017-2021

Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Kota

Jayapura dalam merealisasikan penerimaan Pajak Daerah khususnya pada

pajak hotel, restoran dan hiburan yang direncanakan dibandingkan target

yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Untuk menghitung rasio

efektifitas dapat menggunakan formula di bawah ini:

realisasi Pajak
Rasio Efektifitas= x 100 %
target Pajak

Adapun hasil analisis efektivitas penerimaan Pajak Daerah (hotel,

restoran dan hiburan) di Pemerintah Kota Jayapura Tahun 2017-2021

adalah sebagai berikut :

Tabel 4.8. Efektivitas Target dan Realisasi Pajak Daerah (hotel, restoran
dan hiburan) di Kota Jayapura Tahun 2017-2021
No Tahun Target Realisasi Rasio
1 2017 67,493,996,659 66,294,907,190 98,2
2 2018 74,926,090,905 79,987,059,034 106,8
3 2019 80,236,888,930 86,150,746,111 107,4
4 2020 47,001,926,236 52,470,903,579 111,6
5 2021 59,141,642,616 64,141,642,616 108,5
Rata-Rata 106,5
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan hasil rasio efektivitas di atas menunjukkan bahwa rata-

rata rasio efektivitas Pajak Daerah (hotel, restoran dan hiburan) Kota

Jayapura selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2017 s/d 2021 sebesar

106,5% berada pada kategori sangat efektif. Apabila melihat tabel hasil

analisis efektivitas pencapaian target pajak hotel, restoran dan hiburan

sebelum pemasangan alat TMD dan MPOS yaitu tahun 2017 dan 2018
mengalami peningkatan. Seperti tahun 2017 rasio sebesar 98,2% dari

meningkat di tahun tahun 2018 menjadi 106,9% dan 2019 saat

pemasangan alat TMD dan MPOS rasio 107,4% lebih dari target.

Kemudian efektivitas pencapaian target pemasangan alat tersebut terlihat

jelas perbedaannya di tahun 2020 dan 2021 yang stabil >100%. Pada tahun

2020 mencapai 111,6% dan 2021 mencapai 108,5%.

Untuk lebih jelasnya pencapaian target dan realisasi pajak hotel

tahun 2017-2021 di Kota Jayapura dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 4.5. Rasio Efektivitas Pencapaian Target Pajak Daerah (hotel,


restoran dan hiburan) di Kota Jayapura Tahun 2017-2021

Rasio Efektivitas
111.6
107.4 108.5
106.8

98.2

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Dari grafik diatas terlihat ada perbedaan rasio efektivitas pencapaian

target pajak hotel Kota Jayapura antara sebelum dan sesudah pemasangan

alat TMD dan MPOS. Tahun 2017-2018 realisasi pencapaian target dari

semula 2017 hanya 98,2% masih dibawah target meningkat menjadi

106,8% di tahun 2018 dan di tahun 2019 setelah dilakukan Pemasangana

Alat TMD dan MPOS meningkat menjadi 107,4% dan kembali meningkat

di tahun 2020 menjadi 111,6% dan menurun menjadi 108,5% di tahun

2021 namun masih diatas target atau >100%..


Adapun hasil analisis efektivitas penerimaan Pajak Daerah secara

lebih detail dari ketiga sektor pajak yang dianalisis yaitu pajak hotel,

restoran dan hiburan di Kota Jayapura Tahun 2017-2021 adalah sebagai

berikut :

a. Efektivitas Pajak Hotel

Tabel 4.9. Efektivitas Target dan Realisasi Pajak Hotel di Kota


Jayapura Tahun 2017-2021
No Tahun Target Realisasi Rasio
1 2017 19.431.558.097 18.729.402.779 96,4
2 2018 21.687.214.921 23.190.819.963 106,9
3 2019 23.058.731.201 22.697.607.269 98,4
4 2020 13.006.885.349 14.181.524.855 109,0
5 2021 21.883.318.531 22.883.318.531 104,6
Rata-Rata 103,1
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan hasil rasio efektivitas di atas menunjukkan bahwa

rata-rata rasio efektivitas Pajak Hotel Kota Jayapura selama 5 tahun

terakhir yaitu tahun 2017 s/d 2021 sebesar 103,1% berada pada

kategori sangat efektif. Apabila melihat tabel hasil analisis efektivitas

pencapaian target pajak hotel sebelum pemasangan alat TMD dan

MPOS yaitu tahun 2017 dan 2018 tidak tetap atau berubah-ubah.

Seperti tahun 2017 rasio sebesar 96,4% dari target. tahun 2018

membaik sehingga rasio meningkat 106,9% melebihi target dan 2019

saat pemasangan alat TMD dan MPOS rasio 98,4% kurang dari target.

Namun dampak dari pemasangan alat tersebut terlihat jelas

perbedaannya di tahun 2020 mencapai 109% lebih dari target dan

2021 rasio efektivitas pajak hotel mencapai 104,6% lebih dari target

pajak hotel yang ditetapkan pemerintah Kota Jayapura.


Untuk lebih jelasnya pencapaian target dan realisasi pajak hotel

tahun 2017-2021 di Kota Jayapura dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 4.6. Rasio Efektivitas Pencapaian Target Pajak Hotel di Kota


Jayapura Tahun 2017-2021

Rasio Efektivitas
109.0
106.9
104.6

98.4
96.4

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Dari grafik diatas terlihat ada perbedaan rasio efektivitas

pencapaian target pajak hotel Kota Jayapura antara sebelum dan

sesudah pemasangan alat TMD dan MPOS. Tahun 2017-2018 realisasi

pencapaian target meningkat dan menurun di tahun 2019. Namun

setelah pemasangan alat TMD dan MPOS terlihat efektivitas

pencapaian target pajak hotel 2020 dan 2021 lebih dari target.

b. Efektivitas Pajak Restoran

Tabel 4.10. Efektivitas Target dan Realisasi Pajak Restoran di Kota


Jayapura Tahun 2017-2021
No Tahun Target Realisasi Rasio
1 2017 35.546.656.581 36.804.040.712 103,5
2 2018 39.413.595.329 43.331.423.389 109.9
3 2019 42.878.647.742 48.006.049.450 112.0
4 2020 27.095.291.812 31.768.022.579 117.2
5 2021 32.761.767.882 35.761.767.882 109.2
Rata-Rata 110,4
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan hasil rasio efektivitas di atas menunjukkan bahwa

rata-rata rasio efektivitas Pajak Restoran Kota Jayapura selama 5


tahun terakhir yaitu tahun 2017 s/d 2021 sebesar 110.4% berada pada

kategori sangat efektif. Apabila melihat tabel hasil analisis efektivitas

pencapaian target pajak Restoran sebelum pemasangan alat TMD dan

MPOS yaitu tahun 2017 dan 2018 selalu melebihi target dengan rasio

>100%. Pada tahun 2017 sebesar 103,5% kategori sangat efektif.

Tahun 2018 sebesar 109,9% kategori sangat efektif. Tahun 2019 saat

pemasangan alat TMD dan MPOS rasio 112% lebih target. Kemudian

terus mencapai puncak rasio efektivitas pencapaian target pajak

restoran di tahun 2020 sebesar 117,2% namun menurun 109,2% akan

tetapi masih lebih dari target yang ditetapkan pemerintah Kota

Jayapura.

Untuk lebih jelasnya pencapaian target dan realisasi pajak

Restoran tahun 2017-2021 di Kota Jayapura dapat dilihat pada grafik

berikut :

Grafik 4.7. Rasio Efektivitas Pencapaian Target Pajak Restoran di


Kota Jayapura Tahun 2017-2021

Rasio Efektivitas
117.2
112.0
109.9 109.2

103.5

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Dari grafik diatas terlihat ada perbedaan rasio efektivitas

pencapaian target pajak Restoran Kota Jayapura antara sebelum dan


sesudah pemasangan alat TMD dan MPOS. Tahun 2017-2018 realisasi

pencapaian target meningkat dan mencapai puncak di tahun 2020

hingga 117,2%. Namun menurun di tahun 2021 menjadi 109,2% dan

masih berada pada kategori sangat efektif atau melebihi target pajak

resotran yang ditetapkan Pemerintah Kota Jayapura.

c. Efektivitas Pajak Hiburan

Tabel 4.11. Efektivitas Target dan Realisasi Pajak Hiburan di Kota


Jayapura Tahun 2017-2021
No Tahun Target Realisasi Rasio
1 2017 12.515.781.981 10.761.463.699 86,0
2 2018 13.825.280.655 13.464.815.682 97,4
3 2019 14.299.509.987 15.447.089.392 108,0
4 2020 6.899.749.075 6.521.356.145 94,5
5 2021 4.496.556.203 5.496.556.203 112,2
Rata-Rata 101,6
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan hasil rasio efektivitas di atas menunjukkan bahwa

rata-rata rasio efektivitas pencapaian target pada Pajak Hiburan Kota

Jayapura selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2017 s/d 2021 sebesar

101,64% berada pada kategori sangat efektif. Apabila melihat tabel

hasil analisis efektivitas pencapaian target pajak Hiburan sebelum

pemasangan alat TMD dan MPOS yaitu tahun 2017 dan 2018 selalu

kurang dari target dengan rasio 86% di tahun 2017 dan 97,4% di tahun

2018. Tahun 2019 saat pemasangan alat TMD dan MPOS rasio

efektivitas meningkat menjadi 108% atau melebihi target. Kemudian

turun di tahun 2020 menjadi 94,5% dan kembali meningkat di tahun

2021 menjadi 122,2% lebih dari target yang ditetapkan pemerintah

Kota Jayapura.
Untuk lebih jelasnya pencapaian target dan realisasi pajak

Hiburan tahun 2017-2021 di Kota Jayapura dapat dilihat pada grafik

berikut :

Grafik 4.8. Rasio Efektivitas Pencapaian Target Pajak Hiburan di


Kota Jayapura Tahun 2017-2021

Rasio Efektivitas
112.2
108.0
97.4 94.5
86.0

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Dari grafik diatas terlihat ada perbedaan rasio efektivitas

pencapaian target pajak Restoran Kota Jayapura antara sebelum dan

sesudah pemasangan alat TMD dan MPOS. Tahun 2017-2018 realisasi

pencapaian target selalu dibawah target. Namun setelah pemasangan

alat TMD dan MPOS di tahun 2019, efektivitas pencapaian target

pajak hiburan meningkat hingga mencapai 108% dan turun di tahun

2020 menjadi 94,5% namun tidak berlangsung lama dan meningkat

hingga 122,2% di tahun 2021.

5. Pertumbuhan Penerimaan Pajak Daerah


Rasio Pertumbuhan Pajak Daerah digunakan untuk mengukur

seberapa besar kemampuan pemerintah daerah Kota Jayapura dalam

mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai

dari periode ke periode berikutnya pada sektor Pajak Daerah. Rumus yang

digunakan untuk menghitung rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut :

PDt 1−PDt 0
Rasio Petumbuhan= x 100 %
PDt 0

Adapun hasil analisis pertumbuhan Pajak Daerah Pemerintah Kota

Jayapura Tahun 2016-2021 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.12.
Hasil Analisis Pertumbuhan Pajak Daerah Kota Jayapura
Tahun 2016-2021
No Tahun Realisasi Rasio Ket
Pajak Daerah Pertumbuhan
1 2016 126.002.791.035 0,15% Positif
2 2017 138.801.711.677 0,10% Positif
3 2018 162.563.279.221 0,17% Positif
4 2019 179.181.183.332 0,10% Positif
5 2020 124.057.937.634 -0,31% Negatif
6 2021 191.676.794.666 0,55% Positif
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa :

a. Tahun 2016 rasio pertumbuhan sebesar 0,15% bernilai positif. Artinya

Pemerintah Daerah memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan

sekaligus meningkatkan penerimaan sektor Pajak Daerah sehingga

diperoleh pertumbuhan sebesar 0,15% dibanding tahun sebelumnya.

b. Tahun 2017 rasio pertumbuhan sebesar 0,10% bernilai positif. Artinya

Pemerintah Daerah memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan


sekaligus meningkatkan penerimaan sektor Pajak Daerah sehingga

diperoleh pertumbuhan sebesar 0,10% dibanding tahun sebelumnya.

c. Tahun 2018 rasio pertumbuhan sebesar 0,17% bernilai positif. Artinya

Pemerintah Daerah memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan

sekaligus meningkatkan penerimaan sektor Pajak Daerah sehingga

diperoleh pertumbuhan sebesar 0,17% dibanding tahun sebelumnya.

d. Tahun 2019 rasio pertumbuhan sebesar 0,10% bernilai positif. Artinya

Pemerintah Daerah memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan

sekaligus meningkatkan penerimaan sektor Pajak Daerah sehingga

diperoleh pertumbuhan sebesar 0,10% dibanding tahun sebelumnya.

e. Tahun 2020 rasio pertumbuhan sebesar -0,31% bernilai negatif.

Artinya Pemerintah Daerah tidak memiliki kemampuan untuk

mempertahankan dan sekaligus meningkatkan penerimaan sektor Pajak

Daerah dibanding tahun sebelumnya sehingga penerimaan Pajak

mengalami penurunan sebesar 0,31%..

f. Tahun 2021 rasio pertumbuhan sebesar 0,55% bernilai positif. Artinya

Pemerintah Daerah memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan

sekaligus meningkatkan penerimaan sektor Pajak Daerah sehingga

diperoleh pertumbuhan sebesar 0,55% dibanding tahun sebelumnya.

Untuk melihat secara jelas pertumbuhan Pajak Daerah Kota Jayapura

Tahun 2016-2021 dapat dilihat pada grafik dibawah ini :


Grafik 4.9.
Rasio Pertumbuhan Pajak Daerah Kota Jayapura Tahun 2016-2021

Pertumbuhan
Pertumbuhan
0.55

0.15 0.17
0.10 0.10
2016 2017 2018 2019 2020 2021
-0.31
Sumber : Data Sekunder, diolah 2022

Berdasarkan Grafik pertumbuhan Pajak Daerah Kota Jayapura

periode 2016-2021, terlihat bahwa pertumbuhan tertinggi Pajak Daerah

terjadi pada tahun 2021 yaitu sebesar 0,55% dibanding tahun – tahun

sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2019 mulai terjadi penurunan

pertumbuhan pajak daerah sebesar 0,10% lebih rendah dibanding

pertumbuhan pada tahun 2018 mencapai 17%. Hal tersebut mencapai

puncaknya pada tahun 2020 yang mana terjadi penurunan pertumbuhan

pajak daerah mencapai -0,31%. Pada tahun tersebut terjadi Pandemi

Covid-19 di Indonesia, Papua dan Kota Jayapura. Secara langsung

mempengaruhi pertumbuhan sektor-sektor ekonomi. Namun pada tahun

2021 penerimaan Pajak Daerah mengalami peningkatan yang sangat baik

hingga mencapai angka 0,55%. Hal ini memperlihatkan telah terjadi

perbaikan atau pertumbuhan pada sektor-sektor ekonomi yang ada di Kota

Jayapura.
4.2. Pembahasan
1. Perbedaan Penerimaan Pajak Daerah di Kota Jayapura Sebelum Dan
Sesudah Monitoring Pajak Berbasis Online Tahun 2017-2021.

Hasil penelitian menggunakan perhitungan rasio efektivitas

menunjukkan bahwa ada perbedaan penerimaan pajak daerah (pajak hotel,

restoran, hiburan) sebelum dan sesudah monitoring pajak berbasis online

tahun 2017-2021. Pada tahun 2017-2018 realisasi pencapaian target tahun

2017 sebesar 98,2% masih dibawah target dan meningkat menjadi 106,8%

di tahun 2018. Kemudian di tahun 2019 dilakukan Pemasangan Alat TMD

dan MPOS meningkat menjadi 107,4%. Kemudian stabil > 100% di dua

tahun setelah pemasangan alat tersebut yaitu tahun 2020 sebesar 111,6%

dan tahun 2021 sebesar 108,5%.

Sedangkan hasil penelitian dengan menggunakan alat uji beda SPSS

menunjukkan bahwa hasil uji pada tahun sebelum penggunaan alat TMD

dan MPOS yaitu 2017-2019 diperoleh nilai signifikan 0,076>0,05. Artinya

tidak terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan pajak daerah (pajak

hotel, restoran, hiburan) sebelum penggunaan alat TMD dan MPOS di

Kota Jayapura Tahun 2017-2019. Sedangkan hasil uji pada tahun setelah

penggunaan alat TMD dan MPOS yaitu 2019-2021 diperoleh nilai

signifikan 0,013 < 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan

penerimaan pajak daerah (pajak hotel, restoran, hiburan) setelah

penggunaan alat TMD dan MPOS di Kota Jayapura Tahun 2019-2021.

.Dari dua langkah analisis yang dilakukan peneliti, yaitu

menggunakan analisis rasio efektivitas dan juga analisis uji beda


menggunakan SPSS. Keduanya diperoleh hasil ada perbedaan penerimaan

Pajak Daerah (Pajak Hotel, Restoran, Hiburan) di Kota Jayapura Antara

Sebelum dan Sesudah Monitoring Pajak Berbasis Online Tahun 2017-

2021.

Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya pemasangan alat TMD

dan MPOS pada beberapa sector seperti Hiburan, Hotel dan Restoran yang

ada di Kota Jayapura sejak Juli 2019 sampai dengan tahun 2021 telah

memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan penerimaan Pajak

Daerah Kota Jayapura. Namun demikian adanya perbedaan penerimaan

pajak antara sebelum dan setelah pemasangan alat TMD dan MPOS berarti

program pemerintah Kota Jayapura untuk memasang alat pengontrol pajak

pada sumber-sumber penerimaan pajak yang ada di Kota Jayapura berhasil

untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak.

Teori Behavior dapat menjelaskan fenomena yang terjadi pada

penelitian yaitu perbandingan penerimaan pajak daerah Kota Jayapura

sebelum dan sesudah pemasangan alat TMD dan POS adalah adanya

perubahan sistem akuntansi yang diterapkan Pemerintah Kota Jayapura

dalam perpajakan. Maka diharapkan perilaku wajib pajak dalam

memenuhi kewajibanya untuk membayar pajak dan tata kelola akuntansi

perpajakan dapat menjadi lebih baik.

Menurut analisa penulis, belum maksimalnya penerimaan pajak

setelah pemasangan alat TMD dan MPOS disebabkan oleh beberapa

factor: Pertama, alat TMD dan MPOS mulai dipasang pada sector
Hiburan, Hotel dan Restoran pada bulan Juli 2019 dan pada Desember

2019 terjadi pandemic Covid-19 yang membuat sector-sektor ekonomi di

Kota Jayapura mengalami penurunan yang sangat drastic. Hal ini

berdampak pada penerimaan pajak yang mengalami penurunan di tahun

2020. Hal tersebut terlihat dari total penerimaan Pajak dari ketiga sector

ini yaitu Pajak Hiburan, Hotel dan Restoran pada tahun 2019 mencapai

Rp.86.150.746.111,- dan mengalami penurunan yang sangat drastis hingga

mencapai Rp. 52.470.903.579 di tahun 2020. Pada tahun ini merupakan

puncaknya masa pandemic Covid-19 melanda dunia dan juga di Kota

Jayapura. Sehingga sector – sector ekonomi di Kota Jayapura mengalami

masa yang sulit. Namun pada tahun 2021 terjadi perbaikan ekonomi

karena masa pandemic sudah mulai mereda. Sehingga geliat perekonomian

di kota jayapura kembali pulih dan dampaknya total penerimaan pajak

pada sector Hiburan, Hotel dan Restoran meningkat menjadi

Rp.64.141.642.616.

Inilah mengapa pemasangan alat TMD dan MPOS sejak Juli 2019

sampai dengan Tahun 2021 belum maksimal untuk meningkatkan

penerimaan pajak khususnya pada sector Hiburan, Hotel dan Restoran

yang ada di Kota Jayapura. Apabila di tahun – tahun berikutnya dilakukan

pemasangan alat tersebut secara menyeluruh pada semua sektor

perpajakan yang ada di Kota Jayapura. Maka dapat dipastikan penerimaan

Pajak Daerah di Kota Jayapura akan mengalami peningkatan.


Kedua alat monitor pajak yaitu TMD dan MPOS sangat membantu

pemerintah dalam hal peningkatan dan control kepada wajib pajak yang

ada di Kota Jayapura. Terminal Monitor Device (TMD) adalah perangkat

yang digunakan untuk menarik semua transaksi pada server wajib pajak

tanpa ada campur tangan manusia. Jadi secara otomatis apa yang diinput

oleh Wajib Pajak maka secara langsung dapat ditarik oleh perangkat TMD.

(Noriwary, 2021). Sedangkan Mobile Point of Sale (MPOS) adalah

perangkat pintar yang digunakan sebagai pengganti bill atau nota dengan

langsung menginput transaksi penjualan pada perangkat berupa tablet

handphone berukuran 8 inch dan 16 inch dilengkapi dengan kartu gsm dan

printer yang memberikan kemudahan dalam membuat laporan omzet

penjualan maupun pajak bulanan. MPOS sangat mudah dan gampang

dalam pengoperasian dan pengawasan, dimana sebagai wajib pajak dapat

mengontrol dan memantau karyawannya setiap kali ada transaksi

penjualan walaupun pemilik berada di luar daerah atau ditempat lain

namun dapat melihat transaksi penjualan setiap jam maupun setiap hari

melalui handphone atau laptop masing-masing pemilik. (Noriwary, 2021)

Peran serta masyarakat pada era saat ini sangatlah penting, dimana

masyarakat juga mengambil bagian untuk bersama-sama dengan

pemerintah dalam mengawasi pembangunan terutama partisipasi

masyarakat dalam mengawasi pajak guna menunjang pembangunan

khususnya kabupaten/kota. Untuk itu peran serta dan partisipasi


masyarakat juga sangat penting dalam mengawasi pajak online system

yang ada di Kota Jayapura.

Hal yang tak kalah penting yang harus dilakukan oleh Badan

Pendapatan Daerah Kota Jayapura adalah melaksanakan monitoring dan

evaluasi. Monitoring dilakukan sebagai salah satu strategi yang dirasakan

cukup ampuh dalam keberlangsungan penggunaan perangkat pajak online

system. Monitoring ini dilakukan berdasarkan kebutuhan. Sedangkan

evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil kinerja tim teknis. Dimana

masing-masing petugas akan memberikan laporannya secara berjenjang

dan langsung kepada pejabat yang berwenang di Badan Pendapatan

Daerah, sekaligus sebagai bahan masukkan dan evaluasi untuk

peningkatan Pendapatan Asli Daerah. (Noriwary, 2021)

2. Pertumbuhan Penerimaan Pajak Daerah di Kota Jayapura Dari


Tahun 2016 - 2021.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 4 (empat) tahun

berturun-turun yaitu sejak 2016 s/d 2019 pertumbuhan pajak daerah kota

Jayapura mengalami trend positif. Sedangkan pada tahun 2020 mengalami

trend negative, oleh karena pada tahun tersebut terjadi pandemic Covid-19.

Namun pada tahun setelahnya yaitu tahun 2021 pertumbuhan pajak daerah

Kota Jayapura kembali mengalami trend positif hingga mencapai 0,55%.

dengan total Penerimaan Pajak Daerah Rp. 191.676.794.666.

Persentase pertumbuhan Pajak Daerah Kota Jayapura periode

2016-2021 tertinggi terjadi pada tahun 2021 yaitu sebesar 0,55%

dibanding tahun – tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2019 mulai


terjadi penurunan pertumbuhan pajak daerah sebesar 0,10% lebih rendah

dibanding pertumbuhan pada tahun 2018 mencapai 17%. Hal tersebut

mencapai puncaknya pada tahun 2020 yang mana terjadi penurunan

pertumbuhan pajak daerah mencapai -0,31%. Pada tahun tersebut terjadi

Pandemi Covid-19 di Indonesia dan berdampak di Kota Jayapura.

Selanjutnya secara langsung berpengaruh pada penurunan nilai target

pajak yang sebelumnya Rp. 179.181.183.332 turun menjadi Rp.

124.057.937.634.. Penurunan target dilakukan oleh karena adanya

pembatasan aktivitas jam kerja masyarakat (lockdown), sehingga

konsumen tidak melakukan pembelian di pusat-pusat perbelanjaan seperti

sebelumnya. Hal ini berdampak secara langsung pada aktivitas

perekonomian di segala bidang tidak berjalan dengan normal. Namun

pada tahun 2021 penerimaan Pajak Daerah mengalami peningkatan yang

sangat baik hingga mencapai angka 0,55%. Hal ini memperlihatkan telah

terjadi perbaikan atau pertumbuhan pada sektor-sektor ekonomi yang ada

di Kota Jayapura.

Istilah pajak berasal dari bahasa jawa yaitu ajeg yang berarti

pemungutan teratur waktu tertentu.Pa-ajeg berarti pemungutan teratur

terhadap hasil bumi sebesar presentase tertentu yang dilakukan oleh raja

dan pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang berkembang pada saat itu

(Moertono, 1985)

Perlu diketahui bahwa, sejak Juli 2019 Pemerintah Kota Jayapura

melakukan perubahan pada sistim perpajakannya yaitu dengan sistem


pajak online melalui perangkat TMD dan MPOS. Dari jenis – jenis Pajak

Daerah yang dikelola oleh Pemerintah Kota Jayapura, ada 4 jenis Pajak

yang menggunakan perangkat pajak online system Pajak Hiburan, Hotel,

Restoran dan Parkir. Namun yang telah terpasang adalah pada Pajak

Hiburan, Hotel dan Restoran. Pemasangan alat ini dimaksudkan untuk

memaksimalkan penerimaan pajak daerah sehingga dapat mendorong

peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Jayapura.

Dalam pemasangan perangkat pajak online system pemerintah

daerah baik kabupaten/kota selalu mengacu kepada Undang-Undang 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga berdasarkan

Peraturan Daerah Kabupaten / Kota. Dalam hal ini Pemerintah Kota

Jayapura telah mempunyai regulasi atau Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun

2012 tentang Pajak Daerah dan juga sesuai Peraturan Walikota Nomor 13

Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Sistem Online atas data transaksi

pembayaran pajak hotel, pajak restoran, dan pajak penyelenggaraan

hiburan dalam rangka Pengawasan Pembayaran Pajak Daerah. (Noriwary,

2021)

Terobosan baru yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jayapura

dalam hal sistem perpajakannya patut untuk diberikan apresiasi. Oleh

karena belum banyak daerah-daerah di Indonesia yang telah memasang

perangkat sistem pajakan online. Hal ini tentu dapat berdampak baik bagi

peningkatan penerimaan pajak daerah di Kota Jayapura di tahun – tahun

mendatang.
Manfaat pemasangan perangkat pajak online system bukan hanya

dirasakan oleh Pemerintah Daerah tetapi juga oleh Wajib Pajak, antara lain

: (Noriwary, 2021). Manfaat bagi Pemerintah Daerah yaitu Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Mempermudah pengawasan data transaksi

wajib pajak. Dapat mengetahui omzet penjualan Wajib Pajak secara

realtime. Sedangkan manfaat bagi Wajib Pajak, Wajib Pajak mudah

menginput data transaksi, Efisiensi waktu pelayanan transaksi penjualan,

Penghematan biaya operasional, Memudahkan Wajib Pajak membuat

laporan omzet penjualan.


BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka beberapa kesimpulan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Berdasarkan hasil analisis rasio efektivitas ada perbedaan penerimaan

Pajak Daerah di Kota Jayapura sebelum dan sesudah Monitoring Pajak

Berbasis Online Tahun 2017-2021. Sebelum penggunaan alat yatu tahun

2017 dibawah target, 2018 diatas target dan tahun 2019, 2020 dan 2021

setelah penggunaan alat stabil diatas 100%. Sedangkan hasil uji uji t-test

sebelum penggunaan alat diperoleh nilai signifikan 0,076>0,05. Artinya

tidak terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan pajak daerah

(pajak hotel, restoran, hiburan) sebelum penggunaan alat TMD dan

MPOS di Kota Jayapura Tahun 2017-2019. Sedangkan hasil uji pada

tahun setelah penggunaan alat TMD dan MPOS yaitu 2019-2021

diperoleh nilai signifikan 0,013 < 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang

signifikan penerimaan pajak daerah (pajak hotel, restoran, hiburan)

setelah penggunaan alat TMD dan MPOS di Kota Jayapura Tahun 2019-

2021.

2 Selama 4 (empat) tahun berturun-turun yaitu sejak 2016 s/d 2019

pertumbuhan pajak daerah kota Jayapura mengalami trend positif.

Sedangkan pada tahun 2020 mengalami trend negative, oleh karena pada

tahun tersebut terjadi pandemic Covid-19. Namun pada tahun setelahnya


yaitu tahun 2021 pertumbuhan pajak daerah Kota Jayapura kembali

mengalami trend positif hingga mencapai 0,55%. dengan total

Penerimaan Pajak Daerah Rp. 191.676.794.666.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Jumlah pengguna TMD dan MPOS yang belum terpasang sehingga

tidak bisa penulis ungkapkan berapa banyak pada masing-masing ketiga

jenis pajak yaitu hotel, restoran dan hiburan..

2 Peneliti tidak diijinkan untuk melihat secara langsung cara kerja alat

TMD dan MPOS.

5.3. Saran

a. Pemerintah Kota Jayapura

Disarankan untuk melakukan pemasangan alat TMD dan MPOS

pada seluruh sektor pajak di Kota Jayapura seperti Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan Umum, Pajak Mineral Bukan Logam, Pajak Air

Bawah Tanah, Pajak BPHTB dan Pajak PBB. Sehingga seluruh sektor

perpajakan dapat mudah untuk dimonitoring dan evaluasi.

b. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau rujukan bagi

kalangan akademisi serta peneliti selanjutnya. Tentunya disarankan

untuk peneliti selanjutnya agar dapat mengukur potensi atas penggunaan

alat TMD dan MPOS bagi usaha-usaha yang sama sekali belum

menggunakan alat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai