Fitoterapi
Penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah blok Herbal
Dentistry 1 dengan judul Fitoterapi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifat nya membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari
berbaagai pihak baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung.
Atas segala bantuan yang diberikan penulis mengucapkan terima kasih dan penulis memohon
maaf jika ada kekurangan yang dimiliki dalam makalah ini, sehingga dengan adanya makalah
ini dapat menjadi ilmu bagi yang membaca nya.
Kelompok 2
2
Daftar Isi
BAB I.........................................................................................................................................4
Pendahuluan.............................................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
Isi...............................................................................................................................................5
BAB III....................................................................................................................................11
Kesimpulan.............................................................................................................................11
Daftar Pustaka........................................................................................................................12
3
BAB I
Pendahuluan
4
BAB II
Isi
5
mengkhususkan pada penggunaan sebuah tanaman untuk mengobati indikasi yang
berbeda beda yang sebernarnya dalam istilah fitoterapi digunakan untuk indikasi yang
lain.2
Pada masa kebangkitan Fitoterapi Jerman, fitoterapi mengalami kejayaan dengan
diamandemennya German Drug Act (Arzneimittelgesets) yang mulai berefek pada 1
Januari 1978 dan semenjak itu terus diamandemen dan ditambah. Ilmu fitoterapi
mengalami transisi dari pengobatan kuno ke arah pengobatan modern, salah satu
pelopornya adalah Rudolf Fritz Weiss (1895-1992), yaitu salah satu pendiri German
Phytotherapy. Seumur hidupnya, Weiss mempromosikan penggunaan fitoterapi. Salah
satu bukunya berjudul Lehrbuch der Phytotherapie diterbitkan pada tahun 1944.2
Sejarah fitoterapi berhubungan erat dengan sejarah kedokteran modern yang mulai
berkembang pada pertengahan abad ke 19 dan sejak itu mendefinisikan diri sistem
pengobatan yang berorientasi ilmiah.2
8
2.4 Peraturan Perundangan Terkait Fitoterapi
Pemerintah Indonesia melalui menteri kesehatan dan instansi terkait selalu
mengawasi pengembangan obat tradisional mulai dari bahan baku, proses pembuatan,
proses pengemasan dan pemasarannya agar masyarakat terhindar dari efek negatif obat
tradisional dengan mengeluarkan Peraturan Perundang Undangan baik itu berupa UU, PP
dan intruksi atau keputusan bersama diantaranya yaitu:10
1. RENSTRA Kementerian Kesehatan RI dengan PP 17/1986 tentang Kewenangan
Pengaturan Obat Tradisional di Indonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 246/Menkes/Per/V/1990, Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
3. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 760/MENKES/PER/IX/1992 tentang
Fitofarmaka
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 761/MENKES/PER/IX/1992 tentang
Pedoman Fitofarmaka
6. GBHN 1993 tentang Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional
sebagai warisan budaya bangsa (ETNOMEDISINE).
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang
Persyaratan Obat Tradisional
8. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional 34
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang
Pengertian Obat Tradisional
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/2007 tentang
Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS)
12. Undang Undang No.36/2009 tentang Kesehatan Pengobatan Tradisional
13. Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan Farmasi : obat
(modern/sintetik), bahan obat, obat tradisional dan kosmetik
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/2010 tentang Saintifikasi Jamu
15. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang Rencana Induk
Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional.10
9
Pokok bahasan regulasi obat herbal menguraikan secara singkat mengenai regulasi
obat herbal global dan berbagai peraturan perundang-undangan obat herbal atau obat
bahan alam di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan WHO, sebagian besar negara
anggotanya (65 %) memiliki regulasi atau peraturan perundang-undangan obat herbal.
Regulasi tersebut mengatur obat herbal sebagai obat yang diresepkan, obat bebas (OTC =
over the counter), obat swamedikasi, suplemen makanan, makanan kesehatan, makanan
fungsional atau kategori lainnya. Sedangkan di Indonesia, obat herbal sebagai bagian dari
obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni : jamu, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka. Pada pokok bahasan regulasi, pemahaman terhadap
definisi ketiga jenis obat herbal tersebut perlu ditekankan kepada mahasiswa farmasi dan
kedokteran.11
Klaim khasiat jamu dibuktikan berdasarkan data empiris. Klaim khasiat obat
herbal terstandar dibuktikan secara ilmiah/pra klinik. Klaim penggunaan jamu dan obat
herbal terstandar sesuai dengan tingkat pembuktian umum dan medium. Sedangkan klaim
khasiat fitofarmaka harus dibuktikan berdasarkan uji klinik dengan tingkat pembuktian
medium dan tinggi. Penyegaran kembali pokok bahasan mengenai uji pra klinik dan uji
klinik pada mata kuliah farmakologi dapat dilakukan untuk menunjang kegiatan
pembelajaran.11
Satu hal yang tidak boleh terlupakan bahwa regulasi obat herbal Indonesia
melarang adanya penambahan Bahan Kimia Obat (BKO) pada segala jenis obat herbal.
BKO merupakan senyawa obat yang telah digunakan dalam pengobatan formal.
Berdasarkan hasil operasi pengawasan dan pengujian laboratorium Badan POM tahun
2001-2003 ditemukan 78 item obat tradisional yang dicampuri/dicemari BKO. Sebagai
contoh misalnya : penambahan furosemid (obat diuretika, antihipertensi) ke dalam jamu
darah tinggi; penambahan diazepam (sedatif-hipnotik) ke dalam jamu penenang;
penambahan deksametason (kortikosteroid), fenilbutazon (analgesik-antiinlamasi) dan
antalgin (analgesik, antipiretik, antiinflamasi) ke dalam jamu pegal linu atau rematik;
penambahan teofilin (bronkodilator) dan kofein (stimulansia) ke dalam jamu sesak nafas;
dan lain sebagainya.11
Tindakan tersebut beresiko terhadap keselamatan dan kesehatan konsumen, oleh
karena itu Badan POM meminta bantuan kepada POLRI untuk melakukan tindakan
hukum atas pelanggaran tersebut termasuk mengajukan ke pengadilan, menyita dan
memusnahkan produk tersebut. Sayangnya, tidak semua negara memiliki regulasi obat
herbal seperti Indonesia. Pokok bahasan regulasi dapat diperkaya dengan memberikan
10
contoh-contoh obat herbal yang beredar di Indonesia beserta status pendaftarannya serta
industri/produsen obat herbal tersebut.11
11
BAB III
Kesimpulan
Fitoterapi berasal dari kata fito dan terapi. Fito artinya tumbuhan, terapi artinya
pengobatan. Fitoterapi adalah pengobatan dan pencegahan penyakit menggunakan tanaman,
bagian tanaman, dan sediaan yang terbuat dari tanaman (Herbal).
Istilah fitoterapi diperkenalkan oleh seorang dokter dari Perancis, bernama Henry
Leclerc (1870-1955). Kebangkitan fitoterapi mendapat bantuan dari kalangan ahli farmasetik
di universitas-universitas Jerman, sekalipun tindakan ini mendapatkan resiko diskriminasi.
Sejarah fitoterapi berhubungan erat dengan sejarah kedokteran modern yang mulai
berkembang pada pertengahan abad ke 19 dan sejak itu mendefinisikan diri sebagai sistem
pengobatan yang berorientasi ilmiah.
Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih dikenal dengan nama
jamu, umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Penggunaan
obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat
modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antara lain pada lukisan di relief Candi
Borobudur dan resep tanaman obat yang ditulis dari tahun 991 sampai 1016 pada daun lontar
di Bali. Pemerintah Indonesia melalui menteri kesehatan dan instansi terkait selalu
mengawasi pengembangan obat tradisional mulai dari bahan baku, proses pembuatan, proses
pengemasan dan pemasarannya agar masyarakat terhindar dari efek negatif obat tradisional.
12
Daftar Pustaka
13