Anda di halaman 1dari 13

Blok Herbal Dentistry 1

Fitoterapi

Disusun oleh Kelompok 2A:


 
Aleya Zefania Tulong : 201811009
Alfan Grinfran : 201811010
Alifia Salsabila : 201811011
Allam Salsabilillah : 201811012
Almas Thirafi : 201811013
Alya Muthia : 201811014
Ambar Purwaningrum K : 201811015
Amelia Oribell Fadhilla : 201811016
Ananda Rizkia Azzahra : 201811017
 

Fasilitator : Dr. Mirna Febriani, drg., M.Kes

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Prof. Dr. Moestopo
2021
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah blok Herbal
Dentistry 1 dengan judul Fitoterapi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifat nya membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari
berbaagai pihak baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

Atas segala bantuan yang diberikan penulis mengucapkan terima kasih dan penulis memohon
maaf jika ada kekurangan yang dimiliki dalam makalah ini, sehingga dengan adanya makalah
ini dapat menjadi ilmu bagi yang membaca nya.

Jakarta, 15 April 2021


Hormat kami,

Kelompok 2

2
Daftar Isi

BAB I.........................................................................................................................................4

Pendahuluan.............................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4

1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................................5

Isi...............................................................................................................................................5

2.1 Istilah dalam Fitoterapi...........................................................................................5

2.2 Latar belakang Bahan Herbal................................................................................5

2.3 Perkembangan Bahan Herbal.................................................................................7

2.4 Peraturan Perundangan Terkait Fitoterapi..........................................................8

BAB III....................................................................................................................................11

Kesimpulan.............................................................................................................................11

Daftar Pustaka........................................................................................................................12

3
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pemakaian herbal sebagai obat-obatan tradisional telah diterima luas di negara-negara
maju maupun berkembang sejak dahulu kala, bahkan dalam 20 tahun terakhir perhatian
dunia terhadap obat-obatan tradisional meningkat, baik di negara yang sedang
berkembang maupun negara-negara maju. World Health Organization (WHO) atau Badan
Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa hingga 65% dari penduduk negara maju
menggunakan pengobatan tradisional dan obat-obat dari bahan alami.
Berbagai poduk herbal merupakan hasil olahan dan pengetahuan tradisional
masyarakat Indonesia. Produk obat herbal dan jenis obat-obatan tradisional lainnya dibuat
dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia secara turun
temurun. Pengetahuan tradisional tersebut merupakan suatu pengetahuan yang digunakan
dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia di masa lalu, sekarang, dan masa yang
akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja istilah dalam fitoterapi?
2. Bagaimana latar belakang dan perkembangan bahan herbal?
3. Bagaimana peraturan perundangan terkait fitoterapi?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui istilah dalam fitoterapi
2. Untuk mengetahui latar belakang dan perkembangan bahan herbal
3. Untuk mengetahui peraturan perundangan terkait fitoterapi

4
BAB II

Isi

2.1 Istilah dalam Fitoterapi


Fitoterapi berasal dari kata fito dan terapi. Fito artinya tumbuhan, terapi artinya
pengobatan. Jadi, fitoterapi adalah pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan yang
berasal dari tumbuhan (Romansah, 2009: l). Istilah lain untuk fisioterapi adalah
pengobatan herbal. Pengobatan herbal adalah bentuk pengobatan alternatif yang
mencakup penggunaan tanaman atau ekstrak tanaman yang berbeda. Herbal sering
disebut jamu, obat botani, atau jamu medis. Aneka pengobatan herbal di Indonesia
biasanya menggunakan tanaman-tanaman obat seperti misalnya adas (foeniculum vulgare
Mill), alang-alang (imperata cylinrical), (L)beauv.var mayor (nees) C.E.Httbb), daun
andong (cordyline fruticosa L), bayam duri (amar anthaceae), bluntas (pluchea indica L)
dan lain-lain.1
Fitoterapi adalah pengobatan dan pencegahan penyakit menggunakan tanaman,
bagian tanaman, dan sediaan yang terbuat dari tanaman. Tumbuhan herbal atau obat
adalah tanaman yang secara tradisional digunakan untuk ftoterapi. Bagian penting dari
fitoterapi adalah tanaman atau bagian tanaman yang dapat berfungsi sebagai obat.2

2.2 Latar belakang Bahan Herbal


Istilah fitoterapi diperkenalkan oleh seorang dokter dari Perancis, bernama Henry
Leclerc (1870-1955). Banyak tulisannya berisi tentang tanaman obat yang sebagian besar
diterbitkan oleh jurnal kedokteran perancis yang terkemuka, yaitu “La Presse medicale”.2
Asal-usul istilah obat-obat herbal dikenal lebih dahulu dari pada fitoterapi. Sebuah
sistem pengobatan yang bersal dari ribuan tahun lalu ditemukan. Beberapa contohnya
adalah sistem pengobatan China, Tibet, dan Ayurveda dari India. Demikian juga ahli
pengobatan dari suku-suku asli di Afrika, Amerika utara, Amerika Selatan, dan suku suku
dipesisir laut mennggunakan tanaman dalam setiap pengobatannya. Beberapa dari
tanaman tersebut sekarang banyak digunakan sebagai standar dalam fitoterapi modern,
contohnya
Echinacea purpurea dan Harpagonium procumbens.2
Fitoterapi adalah allopathy, sehingga harus dibedakan dari istilah Homeopati
(diperkenalkan oleh Samuel Christian Hahnemann tahun 1755-1843). Homeopati sering

5
mengkhususkan pada penggunaan sebuah tanaman untuk mengobati indikasi yang
berbeda beda yang sebernarnya dalam istilah fitoterapi digunakan untuk indikasi yang
lain.2
Pada masa kebangkitan Fitoterapi Jerman, fitoterapi mengalami kejayaan dengan
diamandemennya German Drug Act (Arzneimittelgesets) yang mulai berefek pada 1
Januari 1978 dan semenjak itu terus diamandemen dan ditambah. Ilmu fitoterapi
mengalami transisi dari pengobatan kuno ke arah pengobatan modern, salah satu
pelopornya adalah Rudolf Fritz Weiss (1895-1992), yaitu salah satu pendiri German
Phytotherapy. Seumur hidupnya, Weiss mempromosikan penggunaan fitoterapi. Salah
satu bukunya berjudul Lehrbuch der Phytotherapie diterbitkan pada tahun 1944.2
Sejarah fitoterapi berhubungan erat dengan sejarah kedokteran modern yang mulai
berkembang pada pertengahan abad ke 19 dan sejak itu mendefinisikan diri sistem
pengobatan yang berorientasi ilmiah.2

Ilmu Pengobatan Herbal


Pengetahuan tentang herbal medicine itu meliputi :
1. Fitokimia
Adalah studi tenatang kimia tumbuhan. Tujuannya adalah mengidentifikasi
komposisi kimia tumbuhan ciri- ciri spesifiknya, dan memberikan gambaran tentang
konstituen kimia dengan efek yang mungkin menarik secara farmakologi.
2. Fitofarmasi
Fitofarmasi terutama berkaitan dengan preparasi obat – obat alami. Obat –
obat tersebut digunakan dalam bentuk aslinya, juga dalam bentuk kemasan tea,
maupun dalam bentuk preparat yang telah diolah (tincture). Farmakognosi
merupakan cabang penting dalam fitofarmasi yang berkaitan dengan identifikasi obat
– obat alami.
Pada awalnya ahli farmokognosi mengindentifikasi tumbuhan berdasarkan
penampakannya, raba, rasa, dan bau. Walaupun metode semacam itu masih penting
sebagai element – element pengujian modern untuk identifikasi dan qualitynya,
indentifikasi obat sekarang diarahkan menggunakan metode pengujian fisiko kimia
yang spesifik.
3. Fitofarmokologi
Studi fitofarmakologi hanyalah mengawali perkembangan sebagai cabang
ilmu kedokteran di sekolah kedokteran. Walaupun banyak ahli farmakologi terkait
6
dengan konstituen kimia tanaman, dengan kerja keras melakukan tugas khusus
meginvestigasi farmakokinetik dan farmakodinamiknya dari komleksitas kimia
tumbuhan.
Banyak orang tidak menyadari arti pentingnya farmakologi klinik terhadap
perkiraan efikasi obat herbal. Obat - obat alami yang secara umum cendrung multi
efek harus dilakukan pengujian pada manusia. Adalah lebih sulit
memperluas/transformasi hasil penelitan natural drugs pada hewan terhadap manusia
dibandingkan dengan senyawa kimia sintetis
4. Fitoterapi
Fitoterapi adalah cabang keempat obat2 herbal yang menggambarkan potensi
dan batasan obat - obat herba dalam megobati penyakit manusia. Ilmu Fitoterapi dan
terkhusus scientific aspects dipraktekkan oleh dokter2 terlatih dalam herbalism.
Banyak praktisi non medis seperti naturopath, fisioterapistn dan pemerhati kesehatan
lainnya juga dilatih dalam herbalism. Sejumlah obat obat2 herbal dapat
direkomendasikan untuk penggunakan sendiri bagi praktisi tersebut khusunya dalam
usaha - usaha pencegahan obat.2

2.3 Perkembangan Bahan Herbal


Definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut,
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. 3
Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih dikenal dengan nama jamu,
umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Bagian tanaman
yang digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi atau mungkin juga seluruh bagian
tanaman.3
Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun
yang lalu, sebelum obat modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antara lain
pada lukisan di relief Candi Borobudur dan resep tanaman obat yang ditulis dari tahun
991 sampai 1016 pada daun lontar di Bali. 3 Indonesia yang beriklim tropis merupakan
negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia
memiliki sekitar 25 000-30 000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman
di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia.3
Hasil inventarisasi yang dilakukan PT Eisai pada 1986 mendapatkan sekitar tujuh
ribu spesies tanaman di Indonesia digunakan masyarakat sebagai obat, khususnya oleh
7
industri jamu dan yang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia berjumlah 283 spesies tanaman. 3 Senarai tumbuhan obat Indonesia
yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1986
mendokumentasi 940 tanaman obat dan jumlah tersebut tidak termasuk tanaman obat
yang telah punah atau langka dan mungkin ada pula tanaman obat yang belum
dicantumkan.4 Bila dikaji dari sejarah perkembangan, beberapa obat moderen ternyata
sebagian diantaranya juga diisolasi dari tanaman. Selain itu didapatkan juga obat anti-
kanker yang berasal dari sumber bahan alam seperti aktinomisin, bleomisin, dan
daunorubisin yang diisolasi dari jamur dan bakteri. 6
Dalam dekade belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di pasaran
dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat kecenderungan global
untuk kembali ke alam (back to nature). Faktor yang mendorong masyarakat untuk
mendayagunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat modern/sintetis dan
banyaknya efek samping.7 Selain itu faktor promosi melalui media massa juga ikut
berperan dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh karena itu obat bahan
alam menjadi semakin populer dan penggunaannya meningkat tidak saja di negara sedang
berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada negara maju misalnya Jerman dan
Amerika Serikat. Tahun 2000 pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku
mencapai 43 000 juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal meningkat dua kali lipat
antara tahun 1991 dan 1994, dan antara 1994 dan 1998 di Amerika Serikat.8
Di Indonesia menurut survei nasional tahun 2000, didapatkan 15,6% masyarakat
menggunakan obat tradisional untuk pengobatan sendiri dan jumlah tersebut meningkat
menjadi 31,7 % pada tahun 2001. Jenis obat tradisional yang digunakan dapat berupa obat
tradisional buatan sendiri, jamu gendong maupun obat tradisional industri pabrik.9

Tabel 1. Obat yang berasal dari tanaman. 9

8
2.4 Peraturan Perundangan Terkait Fitoterapi
Pemerintah Indonesia melalui menteri kesehatan dan instansi terkait selalu
mengawasi pengembangan obat tradisional mulai dari bahan baku, proses pembuatan,
proses pengemasan dan pemasarannya agar masyarakat terhindar dari efek negatif obat
tradisional dengan mengeluarkan Peraturan Perundang Undangan baik itu berupa UU, PP
dan intruksi atau keputusan bersama diantaranya yaitu:10
1. RENSTRA Kementerian Kesehatan RI dengan PP 17/1986 tentang Kewenangan
Pengaturan Obat Tradisional di Indonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 246/Menkes/Per/V/1990, Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
3. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 760/MENKES/PER/IX/1992 tentang
Fitofarmaka 
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 761/MENKES/PER/IX/1992 tentang
Pedoman Fitofarmaka 
6. GBHN 1993 tentang Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional
sebagai warisan budaya bangsa (ETNOMEDISINE).
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang
Persyaratan Obat Tradisional 
8. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan 
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 56/Menkes/SK/I/2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional 34 
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang
Pengertian Obat Tradisional 
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 381/2007 tentang
Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS) 
12. Undang Undang No.36/2009 tentang Kesehatan Pengobatan Tradisional
13. Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan Farmasi : obat
(modern/sintetik), bahan obat, obat tradisional dan kosmetik 
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/2010 tentang Saintifikasi Jamu
15. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang Rencana Induk
Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional.10

9
Pokok bahasan regulasi obat herbal menguraikan secara singkat mengenai regulasi
obat herbal global dan berbagai peraturan perundang-undangan obat herbal atau obat
bahan alam di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan WHO, sebagian besar negara
anggotanya (65 %) memiliki regulasi atau peraturan perundang-undangan obat herbal.
Regulasi tersebut mengatur obat herbal sebagai obat yang diresepkan, obat bebas (OTC =
over the counter), obat swamedikasi, suplemen makanan, makanan kesehatan, makanan
fungsional atau kategori lainnya. Sedangkan di Indonesia, obat herbal sebagai bagian dari
obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni : jamu, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka. Pada pokok bahasan regulasi, pemahaman terhadap
definisi ketiga jenis obat herbal tersebut perlu ditekankan kepada mahasiswa farmasi dan
kedokteran.11
Klaim khasiat jamu dibuktikan berdasarkan data empiris. Klaim khasiat obat
herbal terstandar dibuktikan secara ilmiah/pra klinik. Klaim penggunaan jamu dan obat
herbal terstandar sesuai dengan tingkat pembuktian umum dan medium. Sedangkan klaim
khasiat fitofarmaka harus dibuktikan berdasarkan uji klinik dengan tingkat pembuktian
medium dan tinggi. Penyegaran kembali pokok bahasan mengenai uji pra klinik dan uji
klinik pada mata kuliah farmakologi dapat dilakukan untuk menunjang kegiatan
pembelajaran.11
Satu hal yang tidak boleh terlupakan bahwa regulasi obat herbal Indonesia
melarang adanya penambahan Bahan Kimia Obat (BKO) pada segala jenis obat herbal.
BKO merupakan senyawa obat yang telah digunakan dalam pengobatan formal.
Berdasarkan hasil operasi pengawasan dan pengujian laboratorium Badan POM tahun
2001-2003 ditemukan 78 item obat tradisional yang dicampuri/dicemari BKO. Sebagai
contoh misalnya : penambahan furosemid (obat diuretika, antihipertensi) ke dalam jamu
darah tinggi; penambahan diazepam (sedatif-hipnotik) ke dalam jamu penenang;
penambahan deksametason (kortikosteroid), fenilbutazon (analgesik-antiinlamasi) dan
antalgin (analgesik, antipiretik, antiinflamasi) ke dalam jamu pegal linu atau rematik;
penambahan teofilin (bronkodilator) dan kofein (stimulansia) ke dalam jamu sesak nafas;
dan lain sebagainya.11
Tindakan tersebut beresiko terhadap keselamatan dan kesehatan konsumen, oleh
karena itu Badan POM meminta bantuan kepada POLRI untuk melakukan tindakan
hukum atas pelanggaran tersebut termasuk mengajukan ke pengadilan, menyita dan
memusnahkan produk tersebut. Sayangnya, tidak semua negara memiliki regulasi obat
herbal seperti Indonesia. Pokok bahasan regulasi dapat diperkaya dengan memberikan
10
contoh-contoh obat herbal yang beredar di Indonesia beserta status pendaftarannya serta
industri/produsen obat herbal tersebut.11

11
BAB III

Kesimpulan

Fitoterapi berasal dari kata fito dan terapi. Fito artinya tumbuhan, terapi artinya
pengobatan. Fitoterapi adalah pengobatan dan pencegahan penyakit menggunakan tanaman,
bagian tanaman, dan sediaan yang terbuat dari tanaman (Herbal).
Istilah fitoterapi diperkenalkan oleh seorang dokter dari Perancis, bernama Henry
Leclerc (1870-1955). Kebangkitan fitoterapi mendapat bantuan dari kalangan ahli farmasetik
di universitas-universitas Jerman, sekalipun tindakan ini mendapatkan resiko diskriminasi.
Sejarah fitoterapi berhubungan erat dengan sejarah kedokteran modern yang mulai
berkembang pada pertengahan abad ke 19 dan sejak itu mendefinisikan diri sebagai sistem
pengobatan yang berorientasi ilmiah.
Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih dikenal dengan nama
jamu, umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Penggunaan
obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat
modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antara lain pada lukisan di relief Candi
Borobudur dan resep tanaman obat yang ditulis dari tahun 991 sampai 1016 pada daun lontar
di Bali. Pemerintah Indonesia melalui menteri kesehatan dan instansi terkait selalu
mengawasi pengembangan obat tradisional mulai dari bahan baku, proses pembuatan, proses
pengemasan dan pemasarannya agar masyarakat terhindar dari efek negatif obat tradisional.

12
Daftar Pustaka

1. Wibawa S, Endraswara S, Marsono, Nurhayati, et al. Pengobatan Tradisional Penyakit


Mata pada Manuskrip Manuskrip yang Tersimpan di Yogyakarta. Jurnal IKADBUDI.
2013 Des; 2: 54-8.
2. Anonim. 2015. Mata Kuliah Fitoterapi : Antiobesitas. Makalah. Makassar
3. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat
Tradisional. 2000.
4. Pringgoutomo S. Riwayat perkembangan pengobatan dengan tanaman obat di dunia timur
dan barat. Buku ajar Kursus Herbal Dasar untuk Dokter. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007.p.1-5.
5. Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.
6. Hoareau L, DaSilva EJ. Medicinal plants: a re-emerging health aid. Journal of
Biotechnology. 1999.
7. Pramono S. Kontribusi bahan obat alam dalam mengatasi krisis bahan obat di Indonesia.
Jurnal Bahan Alam Indonesia. 2002.
8. Timmermans K. ASEAN Workshop on the TRIPS agreement and traditional medicine.
2001.
9. Badan Pusat Statistik. Penggunaan obat tradisional buatan pabrik dalam pengobatan
sendiri di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 2003.
10. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 88 tahun 2013 Tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat
Tradisional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2013.
11. WHO. National Policy on Traditional Medicine and Regulation of Herbal Medicines.
Report of a WHO global survey, Geneva. 2005. 

13

Anda mungkin juga menyukai