Anda di halaman 1dari 6

Hi guys! Kalian pernah gak ngebayangin ada kampus asing yang beroperasi di Indonesia?

Pengen kuliah di sana? Nah, sekarang ini Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemenristek Dikti) tengah berencana mengizinkan sejumlah perguruan tinggi asing untuk
beroperasi di Indonesia. Wah seperti apa ya jadinya? Terus, gimana tanggapan masyarakat soal
wacana ini? 

Seperti biasa guys, kalo namanya ada wacana program baru, pastinya selalu ada pro dan kontra.
Nah, Tim ASUMSI berakhir menghimpun informasi kenapa ada pihak-pihak yang menolak dan
mendukung rencana ini. Yuk simak alasan mereka! 

Kenapa mendukung?

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla merupakan salah satu tokoh yang mendukung rencana perizinan
kampus asing di Indonesia ini. JK menilai, rencana Kemenristek Dikti mengizinkan sejumlah
perguruan tinggi asing unggulan untuk beroperasi di Indonesia justru bisa memberikan berbagai
manfaat. 

Menurut JK, mendatangkan perguruan tinggi asing untuk beroperasi di Indonesia sekaligus
sebagai alternatif agar pelajar Indonesia tak lagi ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan
berkualitas. Selain itu, adanya universitas asing yang beroperasi di Indonesia akan memberikan
efisiensi bagi pemerintah. 

Efisiensi akan terasa karena pemerintah tidak perlu menggelontorkan dana beasiswa yang besar
untuk mengirimkan mahasiswa Indonesia untuk mengenyam pendidikan di luar negeri. Lalu,
kesempatan bagi pelajar Indonesia akan terbuka lebar untuk merasakan pengalaman sekolah di
kampus-kampus asing yang memiliki peringkat terbaik di dunia.

"Pikirannya sederhana, kenapa kita memberikan beasiswa yang mahal-mahal untuk anak kita
sekolah di luar negeri? Toh tidak memakai kurikulum Indonesia, tapi kita (Pemerintah, red.)
biayai dia, triliunan kita biayai (lewat) LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan),” kata
Wapres JK di Depok, Jawa Barat, seperti dinukil dari Antara, Rabu (07/02).

Berdasarkan penjelasan JK, bakal beroperasinya perguruan tinggi asing di dalam negeri, tentu
bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia.
Hadirnya perwakilan resmi perguruan tinggi asing ke Indonesia juga membuka ruang bagi
universitas di Indonesia untuk bertukar ilmu dengan perguruan tinggi asing. 

"Mana yang lebih baik, kita bawa sekolahnya ke sini sehingga lebih banyak anak yang bisa
sekolah. Sehingga ada juga pembanding. Tentu universitas-univeritas sekitar juga mempunyai
manfaat untuk saling belajar," jelas politisi senior Partai Golkar tersebut.

Selain itu, JK juga mengungkapkan bahwa ada tiga hal penting dalam pendidikan yang perlu
diperhatikan. Tiga hal tersebut yakni lembaga pendidikannya, infrastruktur dan sistemnya yang
baik, serta anak didiknya itu sendiri.
"Tidak semuanya bahwa pendidikan yang baik itu perguruan tinggi yang mahal, sekolah-sekolah
mahal. Ini waktunya kita ini terbuka," tandasnya.

Kenapa menolak? 

Bukan negara demokrasi namanya kalo rencana pemerintah enggak ada yang menolak.
Adalah Forum Rektor Indonesia (FRI), yang meminta agar rencana perizinan beroperasinya
kampus asing di Indonesia ini dikaji lagi secara mendalam.

Ketua FRI, Suyatno mengatakan bahwa rencana pemerintah mengizinkan perguruan tinggi asing
masuk ke Indonesia bisa berdampak positif dan juga negatif terhadap perkembangan kampus-
kampus di dalam negeri. 

Dampak positifnya kehadiran kampus asing di Indonesia adalah bisa mendorong pengembangan
infrastruktur kampus-kampus di dalam negeri terutama di bidang layanan MOOC (Massive Open
Online Course), Teaching industry, e-library dan kapasitas dosen. 

Lal

u, dampak negatifnya adalah pasar perguruan tinggi kelas menengah ke bawah di Indonesia
berpotensi jadi rendah. Hal itu disebabkan peminat kampus-kampus unggulan di dalam negeri
kemungkinan besar bakal lebih tertarik belajar di universitas asing yang membuka perwakilan di
Indonesia. 

“Pemerintah harus memperhatikan bagaimana regulasi untuk Universitas asing yang masuk ke
Indonesia dengan pengkajian yang mendalam dari segi manfaat dan kekurangan bagi universitas
yang ada di Indonesia,” jelas Suyatno dalam rilis resmi Forum Rektor Indonesia, 6 Februari
2018. 

Pro-kontra rencana beroperasinya universitas asing


8 SEBARAN




Sandy Pramuji 13:28 WIB - Kamis, 08 Februari 2018

Petugas memberikan informasi tentang program dan fasilitas perguruan tinggi saat pameran pendidikan
Taiwan Higher Education Fair 2018 di University Club (UC), Universitas Gadjah Mada, DI Yogyakarta,
Rabu (7/2). Pameran yang diikuti oleh puluhan perguruan tinggi Negara Taiwan itu menawarkan
kesempatan belajar di universitas di Taiwan. | Andreas Fitri Atmoko /Antara Foto

Wakil Presiden Jusuf Kalla, Rabu (7/2/2018), ikut meramaikan perdebatan mengenai rencana
pemerintah untuk mengizinkan perguruan tinggi asing beroperasi di Indonesia, bekerja sama
dengan kampus swasta dalam negeri.

Ia menyatakan ada banyak manfaat yang bisa didapat oleh warga Indonesia jika kampus-kampus
ternama dari luar negeri beroperasi di Indonesia. Salah satunya mempermudah warga Indonesia
untuk bisa mendapatkan pengalaman sekolah di perguruan tinggi terbaik dunia.

"Pikirannya sederhana, kenapa kita memberikan beasiswa yang mahal-mahal untuk anak kita
sekolah di luar negeri? Toh tidak memakai kurikulum Indonesia, tapi kita (Pemerintah, red.)
biayai dia, triliunan kita biayai (lewat) LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan)," tutur
Wapres yang akrab disapa JK itu, dikutip Antaranews.com.

"Mana yang lebih baik? Kita bawa sekolahnya ke sini sehingga lebih banyak anak yang bisa
sekolah."

Transfer ilmu dan sebagai tolok ukur pembanding dalam mengembangkan dunia pendidikan di
dalam negeri, menurut Wapres, juga menjadi alasan lainnya.

Rencana pemerintah untuk mulai mengizinkan perguruan tinggi asing beroperasi di Indonesia
telah diutarakan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti)
Mohamad Nasir pada akhir bulan lalu.

Nasir bahkan mengungkapkan ada 5-10 universitas asing yang dalam proses pengajuan izin
untuk membuka cabang di Indonesia. Rencana itu diharapkan terwujud pada pertengahan tahun
ini.

"Kami memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi asing, khususnya universitas unggulan
dunia, untuk beroperasi di Indonesia. Jangan sampai ini dibilang model penjajahan gaya baru,
bukan begitu karena intinya kolaborasi," ujar Nasir dalam konferensi pers di Jakarta (29/1).

Kebijakan pemerintah tersebut sebenarnya sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 12/2012
Tentang Pendidikan Tinggi (berkas pdf) yang memang membuka pintu bagi kampus asing untuk
beroperasi di Indonesia, seperti diatur dalam pasal 90 ayat (1).

Persyaratan yang mesti dipenuhi oleh kampus asing yang tertarik diatur dalam ayat (3) dan (4),
termasuk soal letak universitas, program studi, kewajiban bekerja sama dengan perguruan tinggi
Indonesia, serta mengutamakan dosen dan tenaga kependidikan berkewarganegaraan Indonesia.

Uji materi terhadap UU Dikti ini pernah diajukan oleh enam orang mahasiswa Universitas
Andalas, Sumatra Barat, ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2012. Pasal soal
perguruan tinggi asing termasuk yang diajukan untuk diuji.
Majelis hakim MK, yang saat itu diketuai Hamdan Zoelva, menolak permohonan tersebut.
Mereka menyatakan kehadiran perguruan tinggi asing di Indonesia tidak akan menyebabkan
swastanisasi pendidikan tinggi dan tak menimbulkan diskriminasi antara masyarakat mapan dan
lemah.

Namun MK menegaskan perguruan tinggi asing tersebut harus mematuhi peraturan perundang-
undangan dan bekerja sama dengan perguruan tinggi Indonesia.

Nasir, dikutip situs resmi Ristekdikti, mengisyaratkan pemerintah akan mematuhi undang-
undang yang berlaku. Ia menyatakan tidak semua universitas asing bebas masuk dan beroperasi
di Indonesia. Hanya perguruan tinggi asing dengan kualitas baik, minimal masuk peringkat 200
besar dunia, yang masuk kriteria.

Selain itu, Kemenristekdikti juga telah menetapkan program studi prioritas yang bisa ditawarkan
kampus asing adalah sains, teknologi, keinsinyuran, matematika, bisnis, teknologi, dan
manajemen.

Nasir menyebut beberapa perguruan tinggi asing yang telah menyatakan ketertarikan mereka
antara lain Universitas Cambridge dan Imperial College London dari Inggris dan dua dari
Australia, yaitu Universitas Melbourne dan Universitas Quensland. (h/t Republika Online,
JPNN.com)

Ragam tanggapan

Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menolak masuknya perguruan tinggi
asing, terutama karena masih rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi yang
hanya sekitar 31 persen.

APK adalah rasio jumlah warga usia kuliah (19-23 tahun) yang meneruskan ke pendidikan
tinggi.

Saat ini ada 4.504 perguruan tinggi di Indonesia yang didominasi 3.136 universitas swasta.

Ketua APTISI, Budi Djatmiko, dikutip Suara Pembaruan (31/1), meminta pemerintah untuk
terlebih dulu menaikkan APK sebelum membuka pintu untuk kampus asing agar kampus-
kampus lokal tidak lantas mati.

Budi menjelaskan, seharusnya kampus asing diizinkan masuk ke Indonesia ketika angka
partisipasi pendidikan tinggi sudah mencapai 70 persen atau lebih, seperti di Singapura, yang
mencapai 78 persen.

Jika kebijakan ini jadi dilaksanakan, Budi menegaskan para anggota APTISI akan turun ke jalan
untuk meresponnya.

Sementara itu, Ketua Forum Rektor Indonesia, Suyatno, mengeluarkan tanggapan yang lebih
netral. Ia menyatakan ada dampak negatif dan positif jika kebijakan ini diberlakukan pemerintah.
Dampak positifnya, tulis Suyatno dalam siaran pers (h/t RMOL.co, 8/2), adalah universitas lokal,
baik negeri maupun swasta, akan terpacu untuk mengembangkan infrastruktur. Begitu juga
pengembangan kemampuan dosen.

Dampak negatifnya, menurut rektor UHAMKA itu, perguruan tinggi asing, karena anggapan
bahwa mereka lebih baik dibandingkan kampus lokal, akan menjadi daya tarik sendiri bagi
generasi millenial Indonesia.

"Apalagi nantinya yang masuk ke Indonesia adalah universitas top dunia dan akan memangsa
pasar perguruan tinggi menengah dan perguruan tinggi menengah akan memangsa perguruan
tinggi yang kecil," papar Suyatno.

Suara para wakil rakyat di Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat RI, yang mengurusi masalah
pendidikan, pun tampaknya terbelah menanggapi rencana ini.

Anggota Komisi X Sri Meliyana, dikutip situs resmi DPR RI, mengutarakan ketidaksetujuannya
dengan keputusan pemerintah yang memberi izin pengoperasian kampus asing di Indonesia.

"Kita punya banyak cita-cita pendidikan tinggi yang tidak hanya menciptakan orang pintar dan
cerdas. Tetapi anak bangsa yang bisa menjaga dan melestarikan kearifan lokal serta nasionalisme
yang terus dipupuk," tegas politisi Partai Gerindra tersebut.

Namun, Arzeti Bilbina, anggota Komisi X dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), justru
menyambut baik rencana tersebut.

"Dari sisi positif, masyarakat tidak perlu ke luar negeri untuk mengenyam pendidikan tinggi,
tidak perlu ke negara lain, bisa di negara sendiri," kata Arzetti kepada Viva.co.id.

JawaPos.com - Pro dan kontra bermunculan dalam merespons wacana diperbolehkannya


Perguruan Tinggi (PT) asing beroperasi di Indonesia. Salah satunya dari Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Malang. Mereka secara tegas menyatakan tidak setuju
dengan wacana tersebut.

Menurut mereka, kehadiran PT asing akan berpotensi mengancam keberadaan lembaga


pendidikan tinggi di Indonesia. "Kebijakan itu hanya akan membuat rakyat menjadi budak di
negeri sendiri," ungkap koordinator aksi Antonius Talu Doni Kesen dalam unjuk rasa di depan
Gedung DPRD Kota Malang, Senin (19/2).

Antonius berpendapat, seharusnya pemerintah mengupayakan pembenahan kualitas perguruan


tinggi yang sudah ada di Indonesia. Khususnya soal birokrasi, sumber daya manusia (SDM) dan
fasilitas.

Saat ini, pendidikan tinggi di Indonesia banyak mengadopsi sistem pendidikan negara maju.
Namun, pendidikan itu hanya dinikmati kalangan elite.
"Hanya kalangan elite saja yang menikmati. Sedangkan masyarakat miskin lainnya tidak. Untuk
itu, kami mengharapkan penerintahan pusat harus melaksanakan tugas dan kewajibannya," tegas
Antonius.

Selain menolak operasional kampus asing di Indonesia, mereka juga menuntut pemerintah
mencabut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Serta
mengoptimalkan dan meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan
Tinggi Negeri (PTN).

Seperti diketahui, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti)


menggulirkan wacana untuk mengizinkan masuknya perguruan tinggi dari luar negeri ke
Indonesia. Hal itu sebagai upaya meningkatkan persaingan di antara perguruan tinggi di Tanah
Air. Namun sebelum kebijakan dilakukan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar
Menristekdikti berkomunikasi terlebih dahulu dengan para rektor di Indonesia.

(fis/JPC)

Anda mungkin juga menyukai