PEMBAHASAN
A. Pengertian Kerukunan
Secara etimologi kata kerukunan berasal dari bahasa Arab, yaitu ruknun,
berarti tiang, dasar, sila. Jamak ruknun adalah arkaan. Dari kata arkaan diperoleh
pengertian bahwa kerukunan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari berbagai
unsur yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak
dapat terwujud jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi. Secara luas
bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang
walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras dan golongan.
Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukunan adalah damai dan
perdamaian. Dengan pengertian ini jelas bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan
dan berlaku dalam pergaulan. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan
“kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan
pertengkaran. Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah
sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat, apapun suku dan agamanya.
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun dan
kemampuan untuk hidup berdampingan, bersama dengan damai. Langkah-langkah
untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling
terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta kasih. Karenanya, nilai
kerukunan hidup antarumat beragama dipandang dari aspek sosial-budaya menempati
posisi yang sangat sentral, penting dan strategis bagi kesatuan bangsa Indonesia untuk
menjadi perekat kesatuan bangsa yang sangat handal. Melalui ikatan semangat
kerukunan hidup antarumat beragama akan mampu membangun atau memperkokoh
persatuan dalam kemajemukan masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai daerah
dan pulau menjadi sebuah komunitas negara kesatuan yang sangat solid (NKRI).
Tanpa ikatan semangat kerukunan hidup antarumat beragama, masyarakat Indonesia
akan sangat rentan, rapuh dan hidup dalam suasana yang tidak nyaman karena penuh
dengan rasa kecurigaan, ketegangan dan bahkan akan sering muncul konflik-konflik
kekerasan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, solidaritas, kerjasama dan
kerukunan hidup antar umat beragama diperlukan agar terciptanya kedamaian,
1
ketentraman dan bersatu dalam keragaman membangun masa depan bangsa dan
Negara.
Disini perlu kami tegaskan bahwa kerukunan hidup umat beragama bukan
berarti merelatifir agama-agama yang ada dengan melebur kepada satu totalitas atau
menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai unsur dari satu agama baru
(sinkritisme). Dengan kerukunan dimaksudkan agar terbina dan terpeliharanya
hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang berlainan keyakinan. Urgensi
kerukunan adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan dan kesatuan sikap, guna
melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan serta tanggungjawab bersama, sehingga
tidak ada pihak yang melepaskan diri dari tanggungjawab atau menyalahkan pihak
lain. Dengan kerukunan umat beragama menyadari bahwa masyarakat dan Negara
adalah milik bersama dan menjadi tanggungjawab bersama untuk memeliharanya.
Karena itu kerukunan umat beragama bukanlah kerukunan sementara, bukanlah pula
kerukunan politis, tetapi kerukunan hakiki yang dilandasi oleh nilai-nilai universalitas
dan misi kemanusiaan.
Kita ambil contoh misi profetik dalam tradisi Islam klasik, masa Rasulullah
saw. dimana beliau sebagai kepala Negara sekaligus sebagai kepala agama dalam
upaya menciptakan suasana yang aman dan tentram di Madinah, Ia mengadakan
perjanjian persahabatan serta perdamaian dengan kaum Yahudi. Perjanjian
persahabatan dan perdamaian itu kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah. Dalam
piagam Madinah itu ditetapkan serta diakui hak-hak kemerdekaan setiap orang. Salah
satunya adalah kemerdekaan untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya masing-masing. Hal itu merupakan salah satu perjanjian politik yang
menunjukkan kebijaksanaan Nabi saw.
Dari rekaman sejarah tersebut nampaknya tidak pernah terjadi ketegangan dan
konflik yang berbau agama antara kaum muslimin dengan kaum non muslim, bahkan
Rasulullah saw. benar-benar melindungi mereka. Hal ini dinyatakan dalam sabdanya:
“Dari Abdullah Ibn Amr, dari Rasulullah saw. berkata: Barangsiapa membunuh
seseorang yang ada ikatan perjanjian dengan kaum muslimin (kafir dzimmi) maka
tidak akan dapat mencium bau surga dan bau surga dapat ditemukan dari jarak
tempuh perjalanan 40 (empat puluh) tahun (HR. Bukhori)
2
B. Perilaku Yang Mencerminkan Kerukunan
Ada beberapa perilaku seseorang yang bisa mencerminkan kerukunan kepada
sesama yang bisa dijadikan panutan dalam masyarakat diantaranya:
1. Menjaga kebersamaan dan tali silaturahmi dengan berbagai aktivitas
Dengan menjaga tali silaturahmi akan mencerminkan persaudaraan
yang kokoh tanpa ada saling bercerai, sebagaimana Allah berfirman dalam
Alquran: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan
janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-
orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
2. Bersikap rendah hati terhadap sesama
3
semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu
kamu perselisihkan.”
4. Menjaga perasaan orang lain agar tidak tersakiti dengan apa yang kita ucapkan
dan lakukan
Seorang muslim yang baik adalah yang mampu menjaga lisan dan
perbuatannya untuk tidak menyakiti perasaan orang-orang yang ada
disekelilingnya atau disekitarnya. Rasulullah saw. bersabda: “Diriwayatkan
dari Ibnu Umar, beliau berkata: “Rasulullah saw. bersabda: Seorang muslim
itu adalah saudara muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzalimi dan
meremehkannya dan jangan pula menyakitinya.” (HR. Ahmad, Bukhari dan
Muslim).
5. Memaafkan orang yang melakukan kesalahan kepada kita
Dengan sikap memaafkan orang lain, maka perselisihan dan
permusuhan pun semakin berkurang, maka kerukunan hidup pun akan tercipta.
Sebagaimana firmanNya dalam surah Ali Imran ayat 133-134 sebagai berikut:
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang
yang bertakwa. (yaitu) orang yang berinfak, baik diwaktu lapang maupun
sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang lain dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
C. Kerukunan Intern Umat Beragama
4
Islam misalnya, Rasulullah memberi perumpamaan yang sangat indah tentang
persatuan dan kerukunan antarsesama muslim. Rasulullah saw. menggambarkan
ukhuwah atau persaudaraan antarsesama muslim bagaikan satu tubuh. Bayangkan jika
kakimu terantuk batu. Tanpa diminta mulut akan berkata “Aduh” dan mata pun turut
merasakan sakit dengan mengeluarkan air mata. Demikianlah persaudaraan dan
kerukunan antarsesama muslim. Jika ada saudara muslim yang mengalami kesulitan,
tanpa diminta pun kita harus segera membantunya. Jika hal tersebut terwujud,
kehidupan akan terasa indah dan persoalan yang menghadang terasa ringan.
5
D. Kerukunan Ekstern Umat Bergama
Di Indonesia tidak hanya satu agama yang diakui. Ada beberapa agama yang
diakui keberadaannya di negeri tercinta ini. Ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha dan Konghucu. Selain itu, aliran kepercayaan pun juga diakui oleh negara.
Demi kerukunan kita sebagai sesama bangsa Indonesia, perbedaan agama tidak boleh
memecah kerukunan. Agama boleh berbeda, tetapi kerukunan di antara umat
beragama harus tetap dipelihara demi kerentraman dan kedamian. Kerukunan
antarumat beragama adalah menciptakan persatuan antar agama agar tidak terjadi
saling merendahkan dan menganggap agama yang dianutnya paling baik. Ini perlu
dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan
keamanan dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan
adanya dialog antarumat beragama yang didalamnya bukan membahas perbedaan
akan tetapi memperbincangkan kerukunan dan perdamaian hidup dalam
bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan untuk hidup
dalam kedamaian dan ketentraman.
6
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka (kecurigaan)
karena sebagian dari berburuk sangka itu dosa dan janganlah mencari-cari keburukan
orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adalah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudara yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat:12)
7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
8
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim, Umar. 1979. Toleransi dan Kemerdekaan Beragama Dalam Islam Sebagai
Dasar Menuju Dialog Dan Kerukunan Antar Umat Beragama. Surabaya: PT.
Bina Ilmu.