Anda di halaman 1dari 20

Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekayaan sumber daya alam Indonesia sangat berlimpah, namun sesungguhnya ketersediaannya
sangat terbatas dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diperbaharui, sehingga dibutuhkan
pengelolaan yang terencana, kebutuhan akan sumberdaya alam yang semakin meningkat setiap
tahunnya, memaksa kita untuk segera mencari dan menemukan bermacam-macam sumberdaya.
Salah satu sumberdaya alam diatas adalah bahan bangunan yang berasal dari batuan beku,
penggunaan batuan ini diperlukan dalam berbagai industri maupun sektor umum, dan menjadi
bagian yang sangat penting dan hampir menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam segala bentuk
pembangunan fisik.

1.2 Tujuan Penyelidikan


Pendugaan geolistrik yang dilakukan pada areal pertambangan ini bertujuan untuk memberikan
gambaran mengenai keberadaan lapisan batuan yang akan ditambang, berupa ketebalan,
kedalaman, penyebaran, serta jumlah sumberdaya.

1.3 Waktu dan Lokasi Penyelidikan


Pendugaan geolistrik di lokasi ini telah dilaksanakan pada bulan 01 Juli 2022, dan menghasilkan 02
(dua) lintasan geolistrik (2D) tersebar disekitar lokasi Perencanaan Penanganan Longsoran
Manokari-Bintuni Km. 58+200 dan Manokwari Km 159+200.

1.4 Peralatan yang digunakan


Adapun peralatan yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah sebagai berikut:
 NANIURA : 1 unit
 Dipole-dipole cable (multi core) : 2 set
 Switch Box (electrodes switching unit) : 1 unit
 Accu battery : 1 unit
 Steel & Copper electrodes : 26 units
 Meter scale (100m length) : 2 units
 Multimeter connection test : 1 unit
 Handy GPS : 1 unit

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

1
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Keterangan
Garis Lintasan Geolistrik Line 01
Garis Lintasan Geolistrik Lin2 02

Gambar 1. Lokasi Penyelidikan Resistivity 2D


Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

2
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

BAB 2
EKSPLORASI GEOFISIKA

Geofisika secara bahasa berasal dari kata Geo (bumi) dan Fisika memiliki arti cabang dari ilmu
pengetahuan yang menerapkan prinsip ilmu fisika pada bumi. Geofisika menguji gejala fisik dan
karakteristik batuan serta hubungannya di dalam bumi. Gejala tersebut meliputi medan magnet
bumi, aliran listrik, penjalaran gelombang, dan gaya berat bumi.
Berdasarkan sifat fisik dan karakteristik batuan, ilmu geofisika dapat mengungkapkan dan
menganalisa bahan-bahan tertentu serta model geologi yang ada di bawah permukaan bumi yang
tidak dapat diteliti oleh alat secara langsung. Hasil penyelidikan geofisika dapat menentukan batas
kedalaman bawah permukaan bumi untuk pemboran dan pertambangan yang diinterpretasikan
bersamaan dengan geologi.
Kelebihan ilmu geofisika ini akan membantu ilmu geologi dalam interpretasi bawah permukaan bumi.
Keterbatasan ilmu geologi dalam menganalisa dan menentukan model geologi bawah permukaan
bumi sangat berpengaruh terhadap tujuan dari penyelidikan geologi. Keterbatasan ilmu geologi ini
dikarenakan ilmu geologi mempelajari bumi berdasarkan penyelidikan pada batuan yang terdapat
dipermukaan (outcrops) atau berdasarkan data pemboran yang dikorelasikan.
Kedua ilmu tersebut sangat berkaitan dan saling membantu terutama dalam penyelidikan
menentukan cadangan ekonomi ( economy deposits), seperti: hidrokarbon, mineral logam dan air,
selain itu berhubungan erat juga dalam bidang teknik konstruksi dan lingkungan.

2.1 GEOLOGI REGIONAL


LINE 01
Tema : GUNUNG API ARFAK : Tufa, aglomerat, dan sedikit lava, breksi lava, lava bantal
bersusunan andesit sampai basal; batuan gunungapi klastika; batuan terobosan basal
sampai andesit profir dan gabro sampai diorite.
LINE 02
PKm : KOMPLEK MAWI : Serpih, argilit, batulanau, batupasir nekabahan; tingkat malahan
sangat rendah.

2.2 GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN


Secara vertikal maupun lateral, satuan batuan yang menyusun daerah ini adalah:
Dari hasil pengamatan dilapangan yang kemudian dikorelasikan dengan data – data sekunder yang
sudah ada sebelumnya, nampak formasi batuan yang menutupi lokasi penyelidikan terdiri dari
batuan Tersier (T) yang terdiri dari lempung, pasir, kerikil, tufa, breksi, serpih batuan.

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

3
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Gambar 2.1 Peta Geologi

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

4
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

2.3 Sifat Kelistrikan Batuan dan Mineral


Aliran arus pada material bumi pada kedalaman dangkal melalui dua metode utama yaitu konduksi
elektronik dan konduksi elektrolitik. Pada konduksi elektronik, aliran arus bergerak melalui elektron
bebas, seperti pada logam. Sedangkan pada konduksi elektrolitik aliran arus bergerak melalui
pergerakan ion-ion pada air bawah tanah.
Batuan beku dan metamorf umumnya memiliki nilai tahanan jenis yang tinggi. Tahanan Jenis dari
batuan bergantung kepada tingkat rekahan, dan persentase dari rekahan yang diisi oleh air tanah.
batuan sedimen umumnya lebih berpori dan memiliki kandungan air lebih tinggi. tanah yang kaya
lempung umumnya memiliki nilai tahanan jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang
kaya dengan pasir. Terdapat overlap dari nilai resistivitas dari tipe batuan yang berbeda. Hal ini
dikarenakan tahanan jenis dari beberapa batuan dan tanah tergantung pada beberapa faktor seperti
porositas, derajat saturasi air, dan konsentrasi garam terlarut. Tahanan jenis dari macam-macam
batuan, material tanah, dan bahan-bahan kimia dapat dilihat pada tabel (Keller dan Frischknecht
1966, Daniels dan Alberty 1966, Telford et al., 1990 dalam Loke 2004).

2.4 Metoda Tahanan Jenis


Kegunaan dari survey tahanan jenis adalah untuk menentukan distribusi tahanan jenis dibawah
permukaan tanah dengan melakukan pengukuran pada permukaan. Dari pengukuran ini, nilai
tahanan jenis sebenarnya pada bawah permukaan dapat diperkirakan. Harga tahanan jenis pada
batuan berhubungan dengan parameter geologi seperti mineral, kandungan fluida, porositas, dan
tingkat saturasi air pada batuan.

Gambar 2.2 Nilai tahanan jenis batuan, tanah, dan mineral


Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

5
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Pengukuran tahanan jenis didapat dengan mengalirkan arus kedalam bumi melalui dua buah
elektroda arus dan mengukur beda potensial yang terjadi pada kedua elektroda potensial.
Terdapat beberapa pemodelan dalam penyelidikan metode tahanan jenis diantaranya pemodelan
satu dimensi, dimana permukaan bawah bumi dianggap terdiri dari lapisan-lapisan horizontal
(Vertical Electrical Sounding). Dalam hal ini, resistivitas bawah permukaan hanya berubah terhadap
faktor kedalaman, namun tidak berubah terhadap arah horizontal. Metode satu dimensi ini
memberikan hasil yang berguna pada situasi geologi seperti penyelidikan air tanah, geologi teknik,
dan eksplorasi bahan galian C. Metode tahanan jenis lain adalah metode profiling, dalam metode ini
spasi antara elektroda tetap tetapi seluruh elektroda digerakkan sepanjang garis lurus ( Constant
Separation Traversing). Metode tersebut memberikan informasi terhadap perubahan lateral namun
tidak memberikan informasi mengenai perubahan secara vertikal. Dalam banyak studi teknik dan
lingkungan, keadaan geologi bawah permukaan sangat kompleks dimana resistivitas dapat berubah
cepat dalam jarak yang dekat. Metode resistivitas sounding kurang akurat dalam situasi tersebut.
Batasan-batasan dalam metode tahanan jenis satu dimensi menjadikan perkembangan dalam survei
tahanan jenis dua dimensi.

Gambar 2.3 Model interpretasi tahanan jenis

2.5 Prinsip Dasar Metode Tahanan Jenis


True Resistivity
Apabila dianggap sebuah kubus dengan panjang (L) dilalui arus (I). Material didalam kubus
menahan konduksi dari arus listrik yang melaluinya, menyebabkan beda potensial (V) pada kedua
sisi. Tahanan (R) berbanding lurus dengan panjang (L) dari material penahan dan kebalikannya
(inverse) sebanding dengan penampang (A), konstanta dari kesebandingan adalah true resistivity
(ρ). Menurut Hukum Ohm rasio dari beda potensial terhadap arus yang diberikan didefinisikan
sebagai tahanan (R), dan dari dua persamaan tersebut dapat digabungkan (Rumus 1.2) menjadi
produk tahanan (Ω) dan jarak (area/panjang; meter) sehingga unit dari tahanan jenis ( Resistivity)
adalah Ohm-meter (Ωm).

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

6
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Gambar 2.4 Definisi dasar tahanan jenis

Tahanan (R) berbanding lurus dengan panjang (L) dibagi dengan luas (A):
1.1
Dapat ditulis juga menjadi , dimana ρ adalah true resistivity.
Hukum Ohm, untuk sebuah sirkuit listrik , dimana V adalah beda potensial dan I adalah
arus yang melewati resistor.
Tahanan jenis dihitung melalui rumus:

1.2

Aliran Arus Pada Media Homogen


Untuk sebuah elektroda arus tunggal ditanamkan ke permukaan media homogen dengan tahanan
jenis ρ, aliran arus bergerak secara radial. Beda potensial diantara dua titik dipermukaan dapat
dijelaskan dengan gradien potensial yang menurun searah aliran arus. Garis dari voltase sederajat
(equal voltage) “equipotential” memotong garis arus sederajat ( equal current) membentuk sudut.
Densitas dari arus (J) adalah arus (I) dibagi dengan luas dimana arus terdistribusikan (setengah
bola, 2r2), sehingga densitas arus berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber arus.

Gambar 2.5 Representasi tiga dimensi dari bidang ekuipotensial

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

7
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Beda Potensial (V) melewati sebuah ruang setengah bola dengan bertambahnya ketebalan r
dihitung melalui persamaan:

1.3

Dan voltase V, pada titik r dari sumber arus adalah:

1.4

Gambar 2.6 Garis arus dan ekuipotensial pada dua elektroda arus

Gambar 2.7 Konfigurasi dasar elektroda pada survei tahanan jenis

Untuk sebuah arus yang masuk dan keluar pada sebuah media, potensial V p pada sebuah titik P
dipermukaan sama dengan jumlah voltase dari kedua elektroda, sehingga: V p=VA+VB dimana VA dan
VB adalah kontribusi potensial dari kedua elektroda arus, (A+I) dan B(-I).
Potensial pada elektroda M dan N adalah:

1.5

Namun lebih mudah untuk menghitung beda potensial, VMN, perhitungannya menjadi:

1.6

Jadi nilai tahanan jenis menjadi:

1.7

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

8
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

2.6 Konfigurasi Elektroda dan Faktor Geometrik


Tahanan (R; unit Ω) dan faktor geometrik (K; unit m). Pada kenyataannya batuan bawah permukaan
bukan merupakan media yang homogen sehingga nilai yang didapat bukan lagi “ true” resistivity tapi
merupakan tahanan jenis semu (ϱa). tahanan jenis semu bukan merupakan sifat fisik dari media
dibawah permukaan, tidak seperti true resistivity. Dalam artian semua data yang didapat dilapangan
adalah tahanan jenis semu.
Faktor geometrik (K) dihitung dengan persamaan:

1.8

Ketika media tidak seragam, tahanan jenis semu (ϱa) dihitung melalui persamaan:
 a  R  K ,  R   V
  I 
1.9

Konfigurasi Elektroda
Nilai dari tahanan jenis semu bergantung kepada geometrik konfigurasi elektroda yang digunakan,
seperti yang didenifisikan dengan faktor geometrik K. Terdapat tiga konfigurasi elektroda utama
yang umum digunakan, yaitu:
Tabel 1. Konfigurasi Elektroda (Reynolds, J. M., 1997)

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

9
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Gambar 2.8 Konfigurasi elektroda dan faktor Geometriknya

Pemilihan konfigurasi elektroda tergantung kepada tipe struktur yang akan dipetakan. Konfigurasi
elektroda yang umum digunakan pada survey tahanan jenis 2D adalah: Wenner, dipole-dipole,
Wenner-Schlumberger, pole-pole, dan pole-dipole. Berdasarkan karakteristik dari tiap-tiap
konfigurasi elektroda, hal yang perlu dipertimbangkan adalah: kedalaman dari investigasi, tingkat
sensitivitas konfigurasi elektroda terhadap perubahan vertikal dan horisontal dibawah permukaan,
pencakupan data horisontal, dan kekuatan sinyalnya. Perbandingan dari tiap-tiap konfigurasi
elektroda dapat dilihat pada tabel berikut (Reynolds 1997):
Tabel 2. Komparasi dari beberapa konfigurasi elektroda

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

10
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

BAB 3
METODA PENYELIDIKAN

3.1 Metoda Geolistrik VES


3.1.1 Prosedur Lapangan
Penyelidikan geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan terhadap arus listrik, dimana setiap
jenis batuan yang berbeda akan mempunyai harga tahanan jenis yang berbeda pula. Hal ini
tergantung pada beberapa faktor, diantaranya umur batuan, kandungan elektrolit, kepadatan batuan,
jumlah mineral yang dikandungnya, porositas, permeabilitas dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas apabila arus listrik searah ( Direct Current) dialirkan ke dalam tanah
melalui 2 (dua) elektroda arus A dan B, maka akan timbul beda potensial antara kedua elektroda
arus tersebut. Beda potensial ini kemudian diukur oleh pesawat penerima ( receiver) dalam satuan
miliVolt.
Dalam penyelidikan geolistrik ini telah digunakan susunan elektroda dengan menggunakan susunan
aturan Schlumberger dimana kedua elektroda potensial MN selalu ditempatkan diantara 2 buah
elektroda arus.
Pada setiap pengukuran, elektroda arus AB selalu dipindahkan sesuai dengan jarak yang telah
ditentukan, sedangkan elektroda potensial MN hanya bisa dipindahkan pada jarak-jarak tertentu
dengan syarat bahwa jarak MN/2 > 1/5 jarak AB/2. Oleh karena jarak elektroda selalu berubah pada
setiap pengukuran, maka Hukum Ohm yang digunakan sebagai dasar setiap penyelidikan geolistrik
dalam memperoleh harga tahanan jenis semu harus dikalikan dengan faktor jaraknya (K-
Factor/Faktor Geometrik).

3.1.2 Interpretasi
Interpretasi data lapangan berdasarkan tahanan jenis umumnya dilakukan dengan menganalisa
terhadap sifat fisika batuan, yaitu tahanan jenisnya, porositas, permebilitas batuan, kandungan
mineral, kelarutan garam dan lain-lain. Teknik penafsiran dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama
membandingkan antara kurva yang didapat dari pengolahan data lapangan dengan kurva standar
yang telah dihitung secara matematis. Dengan demikian akan diketahui perkiraan harga tahanan
jenis (a) dan ketebalan (h) masing-masing lapisan, hasil pengolahan data tahap pertama ini akan
dijadikan forward modeling dalam perangkat lunak yang digunakan. Tahap kedua, selanjutnya
memasukan data lapangan dan hasil interpretasi data tahap pertama kemudian dilakukan
Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

11
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

pendekatan secara inverse modeling sebagai koreksi interpretasi dengan prosentase kesalahan
sekecil mungkin.
Dari harga tahanan jenis dan ketebalan masing-masing lapisan batuan serta kontras tahanan jenis
yang kemudian dikorelasikan atau dibandingkan dengan data geologi daerah penyelidikan dan data-
data lainnya yang telah ada serta didiskusikan dengan ahli-ahli geologi, maka diperoleh gambaran
tentang litologi bawah permukaan secara vertikal maupun horizontal.

3.2 Metoda Geolistrik 2D


3.2.1 Prosedur Lapangan
Dalam metode geolistrik sub-surface imaging (SSI) atau Electrical Resistivity Imaging (ERI)
/2D/CVES merupakan metode tahanan jenis yang bertujuan untuk membuat pencitraan dua dimensi
resolusi tinggi dari bawah permukaan sehingga posisi data yang diambil harus dalam pencakupan
dua dimensi. Urutan pengambilan data untuk mencakupi data dalam dua dimensi dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 3.1 Urutan pengambilan data geolistrik CVES/2D

Dalam penyelidikan geolistrik 2D ini digunakan susunan/konfigurasi elektroda pole-dipole dengan


spasi elektroda 5 meter, jumlah level (n) 10, dan dengan titik datum berjumlah 265 titik, dengan
cangkupan horisontal 160 meter. Titik tengah ( mid-point) yang digunakan dari konfigurasi elektroda
ini adalah setengah jarak antara elektroda potensial dan elektroda arus (C1 dan P2). Posisi
elektroda (pada pengukuran ke-1), posisi mid-point, dan posisi sebaran data dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 3.2 Posisi titik data pengukuran geolistrik (pole-dipole)


Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

12
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

3.2.2 Interpretasi
Tujuan utama dari sebuah inversi geofisika adalah untuk menemukan sebuah model yang
mendekati nilai asli terukur. Sebuah model adalah representasi matematis ideal dari bagian bumi.
Sebuah model memiliki sebuah set parameter model yang merupakan kuantitas fisik yang akan
diperkirakan dari data yang diambil. Sebuah model adalah data sintetik yang dapat dihitung dari
hubungan matematis yang memberi definisi sebuah model dari set parameter model. Semua metode
inversi mempunyai dasar untuk menentukan sebuah model dari bawah permukaan yang hasilnya
cocok dengan subjek data yang diukur dengan batasan-batasan tertentu. Dalam metode dasar-sel
yang digunakan pada aplikasi Res2Dinv, parameter model yang digunakan adalah nilai tahanan
jenis dari sel-sel model, dengan data yang digunakan adalah nilai tahanan jenis semu. Hubungan
matematis antara parameter model dengan hasil model untuk model tahanan jenis 2-Dimensi
didapat dengan metode finite-difference (Dey dan Morrison 1979a, 1979b dalam Loke 2004) atau
metode finite-element (Silvester dan Ferrari 1990 dalam Loke 2004).

Gambar 3.3 Skema dan diagram komputasi tahanan jenis 2D

Pengolahan data geolistrik sepenuhnya menggunakan bantuan perangkat lunak yaitu aplikasi
Res2Dinv, dengan urutan prosesnya:
Data pengukuran dimasukkan dalam worksheet Excel kemudian dihitung nilai tahanan jenis
semunya berdasarkan faktor geometrik dari susunan elektroda yang digunakan.
Data tahanan jenis, spasi elektroda, jumlah elektroda, nilai dipole-dipole (data level), dan data
topografi dibuat dalam format Res2Dinv.
Hasil yang didapat dari penyelidikan geolistrik berupa sebaran nilai tahanan jenis dibawah
permukaan, pendekatan interpretasi berdasarkan korelasi dengan data lapangan, geologi, dan hasil
geolistrik VES, kemudian dibuat model geologi disertai koreksi noise menggunakan metode cutoff
error sehingga didapat model geologi konseptual. Urutan proses interpretasi menggunakan metode
inversi dapat dijelaskan pada diagram berikut (UBC Earth and Ocean Sciences, F. Jones 2002):

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

13
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Gambar 3.4 Skema proses dalam interpretasi geologi

3.2.3 Metode Pemodelan 2D


Metode Least-Squares digunakan untuk menghitung beberapa karakteristik fisik dari bawah
permukaan, yang dijadikan sebagai parameter-parameter model dari pengukuran tahanan jenis
semu. Parameter model dibuat berdasarkan potongan-potongan bagian dari bawah permukaan
menjadi bagian-bagian yang berbeda. Beberapa kemungkinan yang dapat digunakan dalam
pemodelan dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Metode yang umumnya digunakan pada interpretasi 2-D murni berdasarkan model sel-sel ( Cell
based model) dimana kondisi bawah permukaan dibagi-bagi menjadi sel-sel persegi panjang
(Gambar 3.5a). Posisi dari sel-sel tersebut tetap dan hanya sel-sel nilai tahanan jenis yang berubah
pada saat proses inversi. Parameter model adalah tahanan jenis dari tiap sel. Pendekatan
pemodelan yang lain adalah:
Boundary based model, pada metode ini bawah permukaan dibagi menjadi wilayah yang berbeda.
Tahanan jenis diasumsikan homogen dalam tiap wilayah (Gambar 3.5b).
Laterally constrained boundary based model , pada metode ini perubahan lateral (bukan vertikal)
pada model diperbolehkan dalam tiap wilayah (Gambar 3.5c), dan transisi antar batas
diperbolehkan.
Cell and boundary based model , diperbolehkannya model untuk berubah secara vertikal dan
horizontal dan juga memperbolehkan perubahan tajam antar batas model (Gambar 3.5d).
Trapezoidal cells and variable boundaries model , pada metode ini dilakukan penyesuaian sel-sel

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

14
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

segi empat terhadap batas model sampai mendekati bentuk sebenarnya dari batas model (Gambar
3.5e).

Gambar 3.5 Pemodelan dari bawah permukaan pada proses inversi 2D

3.3 Evaluasi Sumberdaya


Penaksiran sumberdaya merupakan salah satu tugas terpenting dan berat tanggung jawabnya
dalam mengevaluasi suatu proyek pertambangan. Penaksiran sumberdaya menghasilkan suatu
taksiran. Model sumberdaya yang disusun adalah pendekatan dari realitas, berdasarkan
data/informasi yang dimiliki, dan masih mengandung ketidakpastian.

3.3.1 Penaksiran sumberdaya dengan sistem blok


Pemodelan dengan komputer untuk merepresentasikan endapan bahan galian umumnya dilakukan
dengan model blok (block model). Dimensi model blok dibuat sesuai dengan disain
penambangannya, yaitu mempunyai ukuran yang sama dengan tinggi jenjang. Semua informasi
seperti jenis batuan dan topografi dapat dimodelkan dalam bentuk blok.

Gambar 3.6 Data yang tersebar dalam bentuk blok dan grid

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

15
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

3.3.2 Metode Geostatistik dan Kriging


Kriging adalah penaksir geostatistik yang dirancang untuk penaksiran kadar blok sebagai kombinasi
linier dari conto-conto yang ada di dalam/sekitar blok, sedemikian rupa sehingga taksiran ini tidak
bias dan memiliki varians minimum. Secara sederhana, kriging menghasilkan seperangkat bobot
yang meminimumkan varians penaksiran ( estimation variance) sesuai dengan geometri dan sifat
mineralisasi yang dinyatakan dalam fungsi variogram yang mengkuantifikasikan korelasi spasial
(ruang) antar conto.
 Metode ini menggunakan kombinasi linier atau weighted average dari data conto di sekitar
blok, untuk menghitung harga rata-rata blok yang ditaksir.
 Pembobotan tidak semata-mata berdasarkan jarak, melainkan menggunakan korelasi
statistik antar-conto yang juga merupakan fungsi jarak. Karena itu, cara ini lebih canggih dan
perilaku anisotropik dapat dengan mudah diperhitungkan.
 Cara ini memungkinkan penafsiran data secara probabilistik. Selain itu dimungkinkan pula
interpretasi statistik mengenai hal-hal seperti bias, estimation variance, dll.
 Merupakan metode yang paling umum dipakai dalam penaksiran kualitas/kadar blok dalam
suatu model cadangan.

3.3.3 Permodelan dan Perhitungan Sumberdaya


Pemodelan model blok/grid ( block model) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak untuk
merepresentasikan geometri dari bawah permukaan daerah penyelidikan. Algoritma yang digunakan
adalah metoda seperjarak tidak teratur ( inverse distance-anisotropy). Dimensi model blok yang
digunakan dalam pemodelan adalah X=5 m, Y= 5 m, dan Z= 1 m. Informasi yang digunakan dalam
pemodelan adalah hasil inversi geolistrik 1D (data inversi geolistrik 2D tidak digunakan dalam
pemodelan dikarenakan kedalaman penetrasi dan dasar-dasar teknis yang lain) yang kemudian
diolah menjadi data elevasi (data topografi dan elevasi bersumber dari data ASTER GDEM 2
(ASTER GDEM is a product of METI and NASA.), kedalaman (ketebalan) dari tiap lapisan, dan nilai
tahanan jenis. Batas total penetrasi data kedalaman untuk pendugaan geolistrik ini adalah 50 meter.

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

16
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

BAB 4
HASIL PENYELIDIKAN DAN PEMBAHASAN

Daerah penyelidikan dapat dikelompokkan dengan berdasarkan perbedaan kontras dari nilai
tahanan jenisnya, yaitu:
Tabel 4.1 Tabel Nilai Tahanan Jenis

Tahanan Jenis Perkiraan Litologi Porositas


< 10 Lempung - Batulempung Tinggi
10 – 20 Lempung pasiran Tinggi
20 – 50 Pasir Tinggi
50 – 100 Pasir keirkil / Batupasir Tinggi
100 > Breksi / Serpih batuan Sedang

Dari hasil penafsiran diatas maka untuk batuan yang mudah longsor/porositas terdapat pada
lapisan lempung hingga pasir kerikil/batupasir dengan nilai tahanan antara 1 – 100 ohm.m.

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

17
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Gambar 4.1 Penampang Tahanan Jenis 2D Line 01

Dari gambar diatas di line 01 dimulai dari titik elektroda 40 meter sampai elektroda 250
meter pada kedalaman ± 0 – 30 meter terdapat lapisan mudah longsor/porositas tinggi pada lapisan
batuan lempung, pasir lempungan hingga pasir kerikil dengan nilai tahanan jenis 1 ohm.m sampai
100 ohm.m, sedangkan pada elektroda 0 -40 meter lapisan longsoran/porositas sedang hingga
kedalaman ± 50 meter, dan pada elektroda 110 meter sampai 220 meter pada kedalaman ± 20-50
meter terdapat lapisan dengan porositas sedang.

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

18
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

Gambar 4.2 Penampang Tahanan Jenis 2D Line 02

Dari gambar diatas di line 02 pada jarak eletroda ke 0 hingga meter 250 pada permukaan
sampai kedalaman ± 0 - 50 meter di dominasi oleh longsor/porositas sedang pada lapisan batuan
batupasir hingga sepih (dikarenakan bukan bentuk batuan beku berupa lempengan) dengan nilai
tahanan jenis diatas 100 ohm.m, sedangkan di eletroda ke 80 sampai 50-70 meter dan eletroda 170-
210 meter lapisan bawahnya terdapat batuan mudah longsor/porositas tinggi dari kedalaman 35-50
meter.

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

19
Laporan Hasil Penyelidikan Geolistrik 2D

BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penafsiran dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan pendugaan
geolistrik telah dapat memberikan gambaran tentang keadaan lapisan batuan baik vertikal maupun
lateral.
Tabel 5.1 Tabel Penafsiran Porositas Tahanan Jenis
Tahanan Jenis Perkiraan Litologi Porositas
< 10 Lempung - Batulempung Tinggi
10 – 20 Lempung pasiran Tinggi
20 – 50 Pasir Tinggi
50 – 100 Pasir keirkil / Batupasir Tinggi
100 > Breksi / Serpih batuan Sedang

Dilihat dari tabel di atas maka yang memiliki nilai porositas tinggi sampai sedang berupa
lapisan batuan yang mudah longsor terdapat pada batuan lempung, lempung pasiran, pasir
lempungan, pasir, batupasir dan serpih, maka hal itu perlu diantisipasi agar tidak terjadi pelebaran
longsoran yang lebih meluas lagi.

5.2 Saran
Dari hasil penafsiran dan pembahasan data geolistrik pada bab – bab sebelumnya, maka
untuk lebih melengkapi data mengenai kondisi mekanika tanah di lokasi penyelidikan, maka
disarankan untuk melakukan kegiatan geoteknik lainnya, meliputi : Pengujian Sumur Uji (Test Pit),
Hand Bor, dan Sondir.

Laporan Akhir 2D Resistivity Survey

20

Anda mungkin juga menyukai