Anda di halaman 1dari 2

Pemerintah Ampuni Pengemplang Pajak, Rasa Keadilan

Masyarakat Terusik
Sabtu, 11 April 2015 | 06:13 WIB
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Wajib pajak mengisi surat pemberitahuan tahunan di
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana memberikan pengampunan


pajak atau tax amnesty kepada para pengusaha yang menyimpan uangnya di luar negeri
sebagai salah satu cara agar dana tersebut bisa kembali di dalam negeri. Namun, niatan
pemerintah itu dinilai bisa mencederai rasa keadilan masyarakat yang selalu membayar pajak.
Menurut Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Direktur Eksekutif Institute
Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, kebijakan tax amnesty
merupakan kebijakan yang memiliki dua sisi. Pertama, kebijakan tersebut akan berdampak
positif dalam waktu panjang. Kedua, kebijakan itu sekaligus akan mengusik rasa keadilan
masyarakat yang selalu membayar pajak lantaran pemerintah mengampuni orang-orang yang
tak membayar pajak karena hartanya disimpan di luar negeri.
Oleh karena itu, Eny pun mengusulkan apabila pemerintah berniat melakukan
kebijakan tax amnesty maka harus dibuat sistem penarikan pajak yang lebih berkeadilan
pasca kebijakan tersebut.
"Tax amnesty itu harus jelas bahwa ini adalah untuk perbaikan ke depan, katakan saja
ini masa transisi kemudian setelah itu ada sistem yang fairness dan lebih berkeadilan agar
masyarakat tak mempersoalkan pengampunan pajak tersebut," ujar Enny saat dihubungi
Kompas.com, Jakarta, Jumat (10/4/2015).
Lebih lanjut kata dia, potensi pajak yang berasal dari aset orang Indonesia yang
disimpan di luar negeri masih sangat besar. Pasalnya apabila mengacu bahwa penerimaan
pajak saat ini masih belum maksimal, baru sekitar 11 persen dari poitensi penerimaan pajak,
maka kembalinya aset atau dana yang ada di luar negeri ke Indonesia bisa meningkatkan
pendapatan pajak negara cukup besar.
Sementara itu, pengamat perpajakan Universitas Indonasia Darussalam menilai tax
amnesty merupakan hal yang positif bagi suatu negara yang ingin melakukan rekonsiliasi
untuk membangun administrasi pajak yang lebih baik dan kepatuhan wajib pajak di masa
yang akan datang. Namun begitu, dia juga menganjurkan pemerintah untuk melakukan
berbagai langkah pasca kebijakan tersebut.
Misalnya, dia mencontohkan, data tax amnesty yang dipindahkan ke bank dalam
negeri harus diberikan ke Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Hal itu
dinilai penting membuka data setiap nasabah demi transparasi.
Selain itu, contoh lainya yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau saat ini
berubah menjadi Kementerian Agraria untuk membuka akses seluas-luasnya kepada DJP
terkait kepemilikan lahan atau tanah masyarakat.
"Harus ada kebijakan dari pemerintah untuk mewajibkan institusi pemerintah lainnya
seperti BPN untj memeberikan data kepemilikan tanah kepada DJP secara otomatis tanpa
melalui permintaan lagi. Demikian juga, perbankan juga wajib utk memberikan data rekening
wajib pajak secara otomatis ke DJP. Untuk menjaga privacy rekening bank tersebut, perlu
dibuat aturan tegas di level jabatan DJP apa yang boleh mengetahui dan menganalisis data
rekening wajib pajak tersebut," kata Darusalaam.
Dengan begitu, dia berharap, adanya sistem yang lebih baik dalam sektor perpajakan
sehingga potensi perpajakan yang belum terjamah bisa kenalan pajak oleh pemerintah. Sisi
lain, penarikan pajak yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat juga harus tersalurkan,
entah itu untuk pembangunan infrastruktur atau apapun yang bermanfaat bagi masyarakat
banyak.

Anda mungkin juga menyukai