BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mendapatkan hasil proses teknologi pada judul ini agar tidak
menyimpang dan meluas dari pokok permasalahan, maka perumusan masalah
adalah sebagai berikut :
1. Menentukan material SS 304 jenis plat dan pahat bubut HSS biasa sebagai
bahan perbandingan.
2. Menentukan perlakuan heat treatment untuk pengerasan permukaan material
SS 304 berikut temperatur pemanasan yang akan dilakukan.
3. Pengujian kekerasan vickers untuk kedua material (SS 304) dan pahat bubut
sebagai perbandingan kekerasan permukaan.
Untuk menerapkan hasil produksi yang baik banyak hal yang perlu
diperhatikan. Bertujuan untuk mendapat suatu penelitian yang baik, sehingga
diharapkan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Adapun bagian-bagian yang akan dibahas meliputi :
1. Material SS 304 dan pahat bubut jenis HSS.
2. Perlakuan heat treatment dan pengujian vickers
3. Proses penyayatan pahat terhadap material logam lunak pada mesin bubut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut JE. Shigley (1999), bahwa Kekuatan dari suatu elemen adalah
merupakan faktor yang paling penting dalam mencari geometri dan ukuran dari
elemen tersebut. Sifat berikut sering merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan : - kekuatan, keandalan, pertimbangan panas, korosi, keausan,
gesekan, pembuatan, kegunaan, biaya, keamanan, berat, kebisingan, bentuk,
ukuran, pelumasan, pemeliharaan, isi.
Menurut Hendra Saputra (2007) bahwa Pahat HSS (high speed steel)
adalah salah satu alat potong (pahat) pada permesinan bubut yang tingkat
kecepatan potong yang baik dan lebih murah. Penggunaannya bisa ekonomis
karena pahat bisa diasah saat tumpul dan pengaturan sudut potong bisa
disesuaikan dengan kekerasan material bahan. Bahan ST 37 (mild steel) adalah
bahan material logam yang biasa digunakan pada elemen mesin sebagai sparepart
alternatif yang murah dan mudah dimesin. Dengan memperhatikan langkah
pengerjaan yang benar ditinjau dari pemilihan putaran mesin, besar pemakanan
(deft of cut) dan sudut pemotongan pahat yang benar maka efisiensi waktu dan
biaya produksi dapat ditekankan.
Menurut Delvi Sukandar (2005) melalui penelitian pengaruh unsur
Khrom (Cr) dan variasi temperatur udara pada proses pengelasan terhadap sifat
fisis dan mekanis baja tahan karat AISI 304 menunjukkan bahwa adanya unsur Cr
yang besar 926,08% menyebabkan terbentuknya fasa austenit dan karbida khrom,
sehingga fasa ferit tidak terbentuk, selain itu fasa karbida khrom menaikkan harga
kekerasan.
Menurut Hasrul Joni (2008) pada penelitian terhadap baja karbon rendah
AISI 1050 bahwa kekerasan spesimen akan mengalami peningkatan setelah
6
Sifat-sifat bahan yang mutlak perlu untuk penyayat pahat bubut seperti
diuraikan berikut :
- Kekerasan
Penyayat harus lebih keras dari bahan benda kerja karena jika tidak demikian
penyayat tidak akan dapat memasuki bahan benda kerja dan mengikis serpih.
- Kekerasan panas
7
Akibat gesekan timbul panas yang dapat menimbulkan suhu tinggi pada lokasi
penyayatan. Kekerasan bahan penyayat harus tetap bertahan pada suhu yang
terjadi karena jika tidak, hal ini akan menyebabkan penyayat cepat aus.
- Keuletan
Walaupun sudah memenuhi persyaratan kekerasan yang mutlak, penyayat
masih harus pula mampu menampung beban hentakan, ia tidak boleh patah.
- Daya tahan aus
Penyayat akan aus akibat gesekan, ia akan menjadi tumpul. Oleh karena
penajaman kembali yang sering akan menimbulkan kerugian bahan dan
waktu, maka daya tahan aus bahan penyayat harus tinggi (kaitan dengan
kekerasan).
- Ekonomis
Sifat bahan penyayat menguntungkan yang meningkatkan daya sayat
perkakas, harus mengimbangi biaya pengadaan dan pemeliharaan. Oleh
karena itu gagangnya sering terbuat dari baja konstruksi mesin biasa dan
hanya kepala penyayat atau penyayatnya saja yang terbuat dari bahan
penyayat yang baik.
Kekerasan yang rendah dan daya adhesi yang tinggi tidak diinginkan
sebab mata potong akan terdeformasi, terjadi keausan tepi dan keausan kawah
yang besar. Keuletan yang rendah serta ketahanan beban kejut thermal yang kecil
mengakibatkan rusaknya mata potong maupun retak mikro yang menimbulkan
kerusakan fatal. Sifat-sifat unggul seperti diatas memang perlu dipunyai oleh
material pahat.
Pada umumnya kekerasan dan daya tahan thermal yang dipertinggi
selalu diikuti oleh penurunan keuletan. Berbagai penelitian dilakukan untuk
mempertinggi kekerasan dan menjaga supaya keuletan tidak terlalu rendah
sehingga pahat tersebut dapat digunakan pada kecepatan potong yang tinggi. Hal
ini bisa dimaklumi karena peninggian kecepatan potong berarti menaikkan
produktifitas.
8
Baja dengan kandungan karbon yang relatif tinggi (0,7% - 1,4% C) tanpa
unsur lain atau dengan prosentasi unsur lain yang rendah (2% Mn, W, Cr) mampu
mempunyai kekerasan permukaan yang cukup tinggi. Dalam proses laku panas
kekerasan yang tinggi ini (500 – 100 HV) dicapai karena terjadi transformasi
martensitik. Karena martensit akan melunak pada temperatur sekitar 250 0C maka
baja karbon ini hanya bisa digunakan pada kecepatan potong yang rendah dan
hanya digunakan untuk memotong logam yang lunak ataupun kayu. (Toufik
Rohim, 1995).
Pada tahun 1898 ditemukan jenis baja paduan tinggi dengan paduan
krom (Cr) dan tungsten/wolfram (W). Melalui proses penuangan (molten
metallurgy) kemudian diikuti pengerolan ataupun penempaan baja ini dibentuk
menjadi batang atau silinder. Pada kondisi lunak (annealed) bahan tersebut dapat
diproses secara pemesinan menjadi berbagai bentuk pahat potong. Setelah proses
laku panas dilaksanakan, kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat
digunakan pada kecepatan potong yang tinggi sehingga dinamakan dengan Baja
kecepatan tinggi (high speed steel) . Apabila telah aus HSS dapat diasah sehingga
mata potongnya tajam kembali.
Bagi suatu tingkatan proses, ukuran objektif ditentukan dan pahat harus
membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran objektif tersebut itu
dicapai. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar mesin proses pemesinan,
yaitu :
10
a = Kedalaman potong ; mm
n = Putaran poros utama (benda kerja) ; rpm/min
f = Gerak makan ; mm/rpm.
Elemen dasar dapat dihitung dengan persamaan berikut ;
- Kecapatan potong
v = = (2.1)
atau penyayatnya saja yang terbuat dari bahan penyayat yang baik.
Stainless steel adalah baja tahan karat dengan kandungan kromium (Cr)
berkisar antara 11,5 – 35%, dimana stainless steel mampu membentuk lapisan
Cromium oksida tipis di permukaan yang bersifat pasif terhadap lingkungan
sehingga menurunkan jenis korosi yang terjadi. Selain Cr untuk meningkatkan
ketahanan terhadap korosi pada lingkungan tertentu, umumnya juga ditambahkan
unsur-unsur lain. Penamaan tahan karat (stainless steel) diberikan oleh seorang
ahli peneliti Inggris bernama Brearly, ketika ia menemukan baja dengan
kandungan Cr mulai dari 12% ke atas tidak berkarat dalam suatu kondisi yang
lembab dan berair.
Menurut AISI (American Institute of Steel and Iron), baja tahan karat
dibagi menjadi 3 macam (Okumura, 2004), yaitu :
1. Baja tahan karat martensit
2. Baja tahan karat ferit
3. Baja tahan karat austenit.
Stainless steel jenis SS 304 termasuk dalam kelas austenit. Stainless steel
ini dibentuk dengan penambahan unsur yang mempunyai struktur crystal face
centered cubic (fcc) seperti nikel dan manganese pada sistem binari besi
(chromium). Biasanya kandungan Ni pada stainless steel jenis ini mencapai 6 –
22%.
Pada proses perlakuan panas, ada 3 (tiga) faktor yang dapat mempengaruhi sifat
dari logam, yaitu :
1. Temperatur pemanasan
2. Lamanya pemanasan (holding time/socking) pada temperatur tetap
3. Kecepatan pendinginan (cooling rate)
4. Kandungan metal (komposisi kimia).
Dalam proses pengerasan logam terutama baja, unsur zat arang (karbon)
sangat dominan untuk tercapainya tingkat kekerasan tertentu.
dengan sifat-sifat inti yang diperlukan. Dan baja tersebut akan bereaksi secara
langsung terhadap pengerjaan pengerasan.
HB =
Dimana :
HB = Kekerasan Brinnell (kg/mm2)
16
R =
Dimana ;
k = angka ketetapan bahan 0,2 untuk intan 0,26 untuk baja
h1 = dalamnya penekanan (baja, kerucut intan) setelah beban dilepas
h = dalamnya penekanan pada beban mula
c = angka skala pembagi pada mesin Rockwell (0,002 mm tiap skala).
HRc = (kg/mm2)
HRB = (kg/mm2)
HV = = ; atau
HV = 1,8544 ;
18
Untuk memperoleh permukaan yang keras tergantung pada komposisi baja yang
digunakan. Baja dengan 3% Cr akan memperbaiki kekerasannya sekitar 850 HV
dan baja dengan 1,5% Cr dan 1,5% Al memperbaiki kekerasannya sekitar 1.100
HV. Proses nitrid adalah suatu proses pengerasan permukaan yang ideal untuk
menghasilkan dalam skala besar, tetapi kurang ekonomis untuk menghasilkan
dalam skala kecil.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.2 Waktu
3.2.1 Bahan
Material yang dipakai adalah stainless steel 304 dan berbentuk plat.
Alasan pemilihan material adalah baja ini mempunyai kekuatan yang lebih baik
dan tahan terhadap korosi serta mudah didapatkan sehingga tidak sulit bagi
penulis untuk melakukan pengujian terhadap spesimen ini. Dimensi spesimen
akan dibentuk pahat potong pada mesin bubut yang diikatkan pada gagang.
3.2.2 Peralatan
a. Mesin Pemanas.
b. Alat uji kekerasan menggunakan indentor Vickers.
c. Tang penjepit.
d. Pahat HSS (sebagai pembanding).
e. Material benda kerja mild steel sebagai bahan uji.
f. Mesin Bubut.
Prosedur dan metode pengujian akan memberikan hasil yang baik bila
sebelumnya telah dibuat rencana sebagai langkah-langkah kerja sesuai diagram
alir penelitian.
PERSIAPAN
LITERATUR
DAN SPESIMEN
HEAT TREATMENT
PERBANDINGAN
HASIL KEKERASAN
UJI PENYAYATAN
PERBANDINGAN DAN
MENGAMATI HASIL
PENYAYATAN
KESIMPULAN
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada Bab ini akan diulas hasil penelitian dalam bentuk olahan data
tabel-tabel dan grafik hasil. Sehingga akan dapat dijadikan acuan nilai
perbandingan pada penelitian sebelumnya.
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
- Anonym (PT. Arun LNG Co) Modul 1, 1984 Ilmu Pengetahuan Bahan
Sifat-sifat Bahan Logam
- A. Muin, Syamsir Ir, 1989. Dasar-dasar Perancangan Perkakas Dan Mesin-
Mesin Perkakas. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta
- Amstead BH, Ostwald F. Phillip, 1995. Teknologi Mekanik. Penerbit
Erlangga, Jakarta
- Daryanto. Drs, 1993. Dasar-dasar Teknik Mesin. Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta
- E. Shigley Joseph, Larry D. Mitchell, 1999 Perencanaan Teknik Mesin edisi
ke Empat Jilid 1, Penerbit Erlangga Jakarta
- Rochim Taufiq, 1993. Teori & Teknologi Proses Pemesinan
- Saputra, Hendra, 2007 Analisa Pembuatan Poros Ulir Ganda Segi Empat
Menggunakan Proses Bubut dengan Mata Potong HSS, Tugas Akhir
Unimal Lhokseumawe
- Schonmetz, Sinnl, Reiter, Heuberger, 1990. Pengerjaan Logam Dengan
Mesin. Penerbit Angkasa Bandung