Nomor 1
Menurut Zeithalm, Marry dan Dawyne (2013) dan Tjiptono (2014) strategi membangun
relationship dapat dilakukan dengan membangun 4 tingkat bonding (ikatan) yaitu: finansial, sosial,
customization dan structural
Pada tingkatan ini perusahaan menawarkan insentif finansial seperti harga murah untuk
pembelian dengan volume besar atau harga murah bagi pelanggan yang melakukan pembelian
pada periode tertentu. Ikatan finansial bisa berbentuk frequent flier program yang ditawarkan
industri penerbangan dan pengumpulan striker pada usaha swalayan.Ikatan ini hanya bersifat
jangka pendek, maka dari itu harus dibarengi dengan strategi relasi lainnya. Misalnya:
Relasi jangka panjang dibangun melalui ikatan sosial dan interpersonal. Pelanggan
diperlakukan sebagai klien atau individu yang kebutuhan dan keinginannya dapat dipuaskan oleh
perusahaan. Untuk mengakomodasi kebutuhan sosial dan berinteraksi antar sesama pelanggan,
perusahaan dapat membangun komunitas. Misalnya Harley Owner Groups (HOG) aktif
melakukan berbagai aktivitas untuk anggotanya.
• Customization Bonds
Relasi dibangun dengan cara menawarkan solusi one-to-one yang sesuai kebutuhan
konsumen. Ini dilakukan melalui customer intimacy, mass customization dan inovasi produk/jasa.
Perusahaan dituntut untuk dapat merancang dan menerapkan proses dan struktur organisasi yang
fleksibel dalam rangka menghasilkan customized services bagi pelanggan. Misalnya: Jasa
Layanan Bank untuk produk premium.
ikatan ini paling sulit ditiru competitor. Ikatan ini tercipta melalui penyediaan jasa kepada klien
yang dirancang khusus dalam sistem penyampaian jasa kepada klien. Ikatan ini membutuhkan
dukungan teknologi agar konsumen dapat melakukan aktivitas yang diperlukan. Misalnya:
FEDEX- perusahaan pengiriman paket menyediakan komputer yang dapat digunakan klien untuk
melacak paket kiriman.
Nomor 2
Pada saat ini kebutuhan permintaan untuk mengembangkan strategi pemasaran yang
memfokuskan pada loyalitas konsumen semakin tinggi. Semakin banyak perusahaan menyadari
konsumen yang loyal merupakan aset, sehingga sumber daya dialokasikan secara penuh untuk
menciptakan loyalitas konsumen dan mengembangkan program retensi konsumen. Tujuan umum
loyalitas pemasaran adalah untuk mengidentifikasi dan mengembangkan segmen serta retensi
konsumen melalui komunikasi dan pemberian hadiah.
Loyalitas konsumen akan memberikan reward yang secara kumulatif yang dapat dinikmati
perusahaan dalam jangka panjang. Seorang konsumen yang loyal cenderung akan membeli produk
jasa lebih banyak dibanding konsumen biasa. Dalam tingkatan tertinggi, konsumen akan menjadi
pembela merek secara sukarela (brand ambassador). Kondisi ini ditandai dengan munculnya
komunitas-komunitas yang mengatasnamakan merek tertentu, misal komunitas Harley Davidson,
komunitas Vespa dan komunitas speda motor Honda Vario.
Loyalitas dapat diciptakan dengan menjaga image yang konsisten setiap saat melalui
beberapa cara seperti: menawarkan produk jasa yang berkualitas, mengkomunikasikan secara jujur
penawaran jasa, memberikan pelayanan yang memuaskan dan menciptakan keunggulan
dibandingkan produk jasa lain. Hal ini tidak berarti setiap penyedia jasa perlu memposisikan diri
sebagai highest service provider, terkait dengan kejujuran, integritas dan kepedulian sebagai modal
perusahaan dalam membangun dan mempertahankan loyalitas.
Nomor 3
Karakteristik jasa yang spesifik berbeda dengan produk, menimbulkan gap karena ada
perbedaan cara pandang dari sisi penyedia jasa yang berbeda dengan konsumen. Ada lima
kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa yaitu:
Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi
riset pemasaran, komunikasi dan terlalu banyak tingkatan manajemen.
a) Riset pemasaran merupakan alat utama untuk mengetahui harapan dan persepsi
konsumen terhadap penawaran jasa. Jika riset pemasaran sukses mendapatkan temuan
fakta di lapangan akan dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan kualitas jasa.
b) Komunikasi dari pihak bawahan ke pihak atasan harus dibangun secara efektif dan
berkualitas. Ketidaklancaran komunikasi karyawan ke manajer, input dari customer
service dan komunikasi antar manajer dan pihak eksekutif meyebabkan pemahaman
yangtidak optimal mengenai kebutuhan dan harapan konsumen.
Misal: Manajer suatu Cafe beranggapan bahwa atmosfir dan suasana ruangan cafe merupakan hal
yang diharapkan oleh konsumen, padahal pelanggan lebih memprioritaskan kualitas makanan.
Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan dan spesifikasi kualitas
jasa dari konsumen. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen
manajemen terhadap kualitas jasa, tidak adanya penetapan tujuan, dan tidak memadainya
standardisasi tugas.
a) Komitmen manajemen terhadap kualitas jasa terutama terkait dengan dukungan sumber
daya yang merupakan hal penting. Rendahnya dukungan manajemen untuk menciptakan
jasa berkualitas dapat memperbesar adanya gap.
b) Penetapan tujuan yang pasti sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Definisi
kualitas jasa yang diinginkan oleh manajer dapat terlaksana dan dapat dimengerti. Untuk
itu dibutuhkan program-program bersifat formal disertai pengukuran yang dapat
mengurangi kesenjangan.
Misal: di suatu Bank, customer service ditugaskan harus cepat mengatasi konsumen yang antri.
Kata cepat ini harus terukur, misalnya berapa menit (5 menit atau 10 menit)
.
3. Gap Penyampaian Pelayanan (Kesenjangan 3).
Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyerahan jasa (service delivery).
Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor yaitu:
a) ambiguitas peran, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan tugas sesuai dengan
harapan manajer tetapi juga harus memuaskan pelanggan,
b) konflik peran, yaitu sejauh mana pegawai meyakini bahwa mereka tidak dapat
memuaskansemua pihak,
c) kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya,
d) kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai,
e) sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya sistem penilaian dan
sistemimbalan,
f) perceived control, yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan atau
fleksibilitasuntuk menentukan cara pelayanan,
g) teamwork, yaitu sejauh mana pegawai dan manajemen merumuskan tujuan bersama
didalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu.
Misal: karyawan di suatu bank diharuskan memberikan pelayanan cepat dengan memfasilitasi
teknologi yang canggih, namun pada suatu kondisi tertentu terjadi permasalahan seperti mati
lampu, komputer tidak berfungsi, dan sistem ”shutdown”.
4. Gap Komunikasi Pemasaran (Kesenjangan 4),
Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Ekspektasi pelanggan
mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui
komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena dua hal berikut:
Adalah perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh
pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak
positif. Namun bila yang diterima lebihrendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan
menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.
Nomor 4
Produktivitas adalah kemampuan perusahaan jasa mempergunakan input untuk
menawarkan jasa dengan kualitas sesuai dengan harapan konsumen. Dimensi kualitas merupakan
bagian dari proses pelayanan. Rumusan produktivitas dapat dijelaskan menggunakan formula
sebagai berikut:
Produktivitas jasa berbeda dengan produktivitas produk berwujud (tangible). Pada aspek
intangibility (tidak berwujud), produktivitas jasa lebih mengarah pada bagaimana persepsi
konsumen terhadap jasa setelah mereka melakukan suatu pembelian jasa. Proses tangibilising,
yaitu membuat jasa dengan sifat tidak berwujud dirubah menjadi lebih berwujud merupakan proses
yang sangat penting karena konsumen sering kali tidak tahu apa yang mereka beli, sampai saat di
mana jasa yang konsumen beli tersebut sudah dikonsumsi.
Pengukuran merupakan masalah kritis yang masih menjadi perdebatan sampai saat ini.
Secara umum hal ini dapat dievaluasi melalui kriteria dasar yaitu: validitas dan reliabilitas.
Validitas dan reliabilitas merupakan kriterria yang dikembangkan dalam pengukuran teori
matematis. Beberapa masalah dalam pengukuran produktivitas jasa adalah:
Berdasarkan teori yang dikemukakan Parasuraman (2009), konsumen menilai kualitas jasa
melaluilima komponen berikut: