Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di Indonesia, perbedaan

antara capaian manfaat hasil pembangunan pada perempuan terhadap laki-laki yang terkait dengan

kebutuhan dasar manusia untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Ini adalah

fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini (Abbas,

2011). Ketimpangan ini terjadi karena masih adanya paradigma lama di masyarakat Indonesia

yang menganggap perempuan kodratnya ada dibawah laki-laki meskipun saat ini banyak

perempuan lebih maju dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Abbas, 2011).

Gender berbeda dengan karakteristik laki-laki dan perempuan dalam arti biologis.

Pemaknaan gender mengacu pada perbedaan laki-laki dan perempuan dalam peran, perilaku,

kegiatan serta atribut yang dikonstruksikan secara sosial (https://www.kemenpppa.go.id, 2019).

Perbedaan ini tidak menjadi masalah bila disertai dengan keadilan antar keduanya. Akan tetapi

ketidakadilan yang terjadi akan mengakibatkan korban baik bagi kaum laki-laki maupun kaum

perempuan. Oleh karena itu, kesetaraan gender merupakan hak yang semestinya didapatkan agar

laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan ikut

berpartisipasi dalam pembangunan.

Perbedaan gender pun terlihat dari kecenderungan peran masing-masing, yaitu berperan

dalam publik atau domestik. Peran publik diartikan dengan aktivitas yang dilakukan di luar rumah

dan bertujuan mendapatkan penghasilan. Sedangkan peran domestik adalah aktivitas yang

dilakukan di dalam rumah berkaitan dengan kerumahtanggaan. Aktivitas di luar rumah


menadaptkan income sedangkan di dalam rumah tidak mendapatkan income, padahal di luar negeri

bekerja di dalam rumah biasanya dibayar.

Secara umum, perempuan lebih berperan secara domestik dibandingkan publik. Hal ini

terkait dengan kodrat perempuan untuk mengurus rumah tangga, sedangkan laki-laki bertanggung

jawab mencari nafkah untuk keluarga. Namun demikian, tidak sedikit perempuan yang berperan

ganda sebagai pengurus rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Hal ini terjadi karena kasus

perceraian (cerai hidup/mati) maupun sebab lain seperti suami yang tidak bekerja. Data Susenas

2010 menunjukkan bahwa 13,9 persen rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh perempuan.

Banyak pandangan mengenai perempuan bahwa perempuan hanyalah pendamping hidup,

bersifat lemah, selalu memakai perasaan, berpikiran sempit dan lain sebagainya. Pandangan

tersebut telah ada sejak lama dalam lingkungan masyarakat. Sudah pula membudaya bahwa tugas

seorang perempuan adalah memasak, berdandan dan melahirkan anak. Tidak heran kedudukan

perempuan terkadang menjadi nomor dua dan tidak sedikit orang yang merendahkan perempuan.

Kesetaraan gender tidak hanya menjadi masalah wanita tetapi menjadi persoalan

pembangunan, pembangunan gender merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

mengukur keberhasilan pembangunan (https://www.kemenpppa.go.id, 2019). Hasil-hasil

pembangunan yang semula ditunjukkan untuk member manfaat menyeluruh kepada masyarakat,

perempuan maupun laki-laki, pada kenyataannya belum bisa dinikmati secara merata oleh laki-

laki dan perempuan. Ketidaksetaraan gender seringkali membatasi pilihan yang tersedia bagi

perempuan sehingga sanga tmembatasi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi atau

menikmati hasil dari pembangunan. Beban pada kehidupan manusia adalah beban pembangunan

karena meningkatkan kualitas hidup masyarakat adalah tujuan akhir pembangunan.

Ketidaksetaraan gender memberikan beban pula pada produktivitas, efisiensi, dan kemajuan
ekonomi. Dengan menahan akumulasi sumber daya manusia di rumah dan di pasar tenaga kerja,

serta dengan sistematis mengecualikan perempuan atau laki-laki dari akses ke sumber daya, jasa

publik, atau aktivita sproduktif, maka diskriminasi gender mengurangi kapasitas suatu

perekonomian untuk tumbuh serta mengurangi kapasitas untuk meningkatkan standar kehidupan.

(World Bank, 2007).

Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu tujuan Milenium

Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000. MDGs adalah deklarasi millennium hasil kesepakatan

kepala Negara dan perwakilandari 189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mulai

dijalankan pada bulan September Tahun 2000 yang berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada

tahun 2015, targetnya adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada

tahun 2015. Indonesia yang juga merupakan anggota dari PBB juga menjalankan tujuan-tujuan

dari MDGs ini yaitu mencapai kesetaraan gender untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia tanpa membedakan laki-laki dan perempuan.

Pemerintah telah berupaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui beberapa kebijakan dan program-program.

Namun pada praktiknya masih banyak menemui kendala dan tantangan.Kesetaraan gender (gender

equity) lebih dimaknai sebagai kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh

kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia dalam berperan dan berpartisipasi di segala bidang.

Sementara keadilan gender (gender equality) merupakan proses dan perlakuan adil terhadap

perempuan dan laki-laki, sehingga dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat,

tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi, dan kekerasan terhadap

perempuan maupun laki-laki (Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2013, Kementerian PPA
dan BPS). Tingkat keberhasilan capaian pembangunan yang sudah mengakomodasi persoalan

gender salah satunya diukur dengan IPG (Indeks Pembangunan Gender). IPG merupakan ukuran

pembangunan manusia yang merupakan komposit dari empat indikator, yang lebih menekankan

status perempuan, khususnya dalam mengukur kemampuan dasar.

Menurut The Global Gender gap Score 2018, Indonesia berada di peringkat 85 dari 149

negara dengan nilai 0,691. Indonesia tertinggal di bandingkan Negara Asia Tenggara lainya yaitu

Filipina peringkat 8, Singapura peringkat 67, Thailand peringkat 73, Vietnam peringkat 77.

Indonesia hanya unggul dari Myanmar peringkat 88, Brunei Darussalam 90, Kamboja 93,

Malaysia 101.

Beradasarkan data yang diambil dari website www.bps.go.id bahwa Indonesia memiliki

nilai IPG tahun 2019 sebesar 91,07 dan bila dilihat perkembangan dari tahun 2015 sampai tahun

2019 mengalami perkembangan yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Sedangkan rata-rata

nilai IPG provinsi-provinsi di Pulau Sumatera tahun 2019 berada pada nilai 90,93 dan berada

dibawah nilai IPG Indonesia. Untuk mengetahui perkembangan IPG pada provinsi-provinsi di

Pulau Sumatera dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Gender Provinsi-Provinsi Se-Sumatera Tahun 2015-2019


Indeks Pembangunan Gender Rata-
Provinsi/
2015 2016 2017 2018 2019 Rata
Aceh 92,07 91,89 91,67 91,67 91,84 91,83
Sumatera Utara 90,96 90,82 90,65 90,66 90,71 90,76
Sumatera Barat 94,74 94,42 94,16 94,17 94,09 94,32
Riau 87,75 88,04 88,17 88,37 88,43 88,15
Jambi 88,44 88,29 88,13 88,44 88,44 88,35
Sumatera Selatan 92,22 92,08 92,43 92,62 92,40 92,35
Bengkulu 91,38 91,06 91,34 91,37 91,19 91,27
Lampung 89,89 90,30 90,49 90,57 90,39 90,33
Kep, Bangka
88,37 88,90 88,93 89,15 89,00 88,87
Belitung
Kepulauan Riau 93,22 93,13 92,96 92,97 93,1 93,08
Sumber : BPS Indonesia, 2020

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa IPG provinsi se-Sumatera tahun 2019

cenderung berfluktasi. Untuk IPG tertinggi Tahun 2019 terjadi pada Provinsi Sumatera Barat yaitu

sebesar 94,09 sementara untuk IPG terendah Tahun 2019 terjadi di Provinsi Riau yaitu sebesar

88,43. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi IPG antara lain angka partisipasi sekolah,

pendapatan perkapita dan tingkat partisipasi angkatan kerja.

Utari (2021) yang menyatakan bahwa kesenjangan gender di lihat dari sisi pendidikan

dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak

langsung melalui jalur pertumbuhan penduduk, investasi, dan angkatan kerja. Alasannya

kesenjangan gender dalam pendidikan akan mengurangi jumlah rata-rata modal manusia dalam

masyarakat (Klasen dan Lamanna, 2009). Kesenjangan ini menghalangi bakat-bakat yang

memiliki kualifikasi tinggi yang terdapat pada anak perempuan yang pada akhirnya akan

mengurangi tingkat pengembalian investasi sektor pendidikan (marginal returns of education). Hal

ini terbukti dari berbagai studi yang menyatakan bahwa tingkat pengembalian investasi pendidikan

pada anak perempuan lebih baik dibandingkan pada anak laki-laki. Mengurangi kesenjangan

gender dalam akses pendidikan secara keseluruhan akan meningkatkan pembangunan ekonomi.

Kedua, adanya eksternalitas dari pendidikan kaum wanita bagi penurunan tingkat fertilitas,

tingkat kematian anak, dan mendorong pendidikan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Ketiga, penurunan fertilitas memberikan eksternalitas positif bagi penurunan angka beban

ketergantungan dalam angkatan kerja (Klasen dan Lamanna, 2009). Pemerataan kesempatan

dalam sektor pendidikan dan pekerjaan bagi setiap gender memberikan dampak positif bagi

kemampuan bersaing suatu negara dalam perdagangan internasional. Keempat, bekal pendidikan

dan kesempatan kerja di sektor formal yang lebih besar bagi kaum wanita akan meningkatkan
bargaining power dalam keluarga. Hal ini penting karena terdapat perbedaan pola antara

perempuan dan laki-laki dalam perilaku menabung dan investasi ekonomi baik non ekonomi

seperti kesehatan dan pendidikan anak yang akan meningkatkan modal manusia generasi

mendatang dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, peran

perempuan dalam pembangunan perlu terus diperhatikan dalam kebijakan pembangunan nasional

dan daerah. Karena peningkatan peran perempuan mempunyai dampak penting dalam

memutuskan lingkaran setan kemiskinan. Perbaikan kualitas manusia perempuan khususnya

pendidikan menjadi isu penting karena sangat menentukan kualitas hidup generasi mendatang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai indeks

pembangunan gender. Untuk itu penulis menuangkannya dalam proposal skripsi yang berjudul

“Determinasi Indeks Pembangunan Gender dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Masing-Masing Provinsi Pulau Sumatera”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang dapat di rumuskan dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan angka partisipasi sekolah, derajat kesehatan, pendapatan

perkapita, indeks pembangunan gender dan pertumbuhan ekonomi provinsi di Pulau

Sumatera?

2. Bagaimana pengaruh angka partisipasi sekolah, derajat kesehatan dan pendapatan

perkapita terhadap Indeks Pembangunan Gender (IPG) provinsi di Pulau Sumatera?

3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Gender terhadap pertumbuhan ekonomi

provinsi di Pulau Sumatera ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan Latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai

dari penulisan ini adalah :

1. Analisis perkembangan angka partisipasi sekolah, derajat kesehatan, pendapatan perkapita,

indeks pembangunan gender dan pertumbuhan ekonomi provinsi di Pulau Sumatera.

2. Analisis pengaruh angka partisipasi sekolah, derajat kesehatan dan pendapatan perkapita

terhadap Indeks Pembangunan Gender (IPG) provinsi di Pulau Sumatera.

3. Analisis pengaruh Indeks Pembangunan Gender terhadap pertumbuhan ekonomi di

provinsi Pulau Sumatera.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik bersifat teoritis maupun bersifat praktis :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teorotis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pemikiran dan

perkembangan ilmu ekonomi khususnya memperlihatkan pengaruh Indeks Pembangunan Gender

(IPG) terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi Pulau Sumatera sebagai

referensi atau bahan kajian untuk penelitian berikutnya, terutama yang terkait Indeks

Pembangunan Gender (IPG) sekarang maupun periode yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat diharapkan dapat dijadikan informasi ilmiah

dan acuan sebagai pengambil kebijakan pemerintah dan swasta mengenai Indeks Pembangunan

Gender.

Anda mungkin juga menyukai