PENDAHULUAN
Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di Indonesia, perbedaan
antara capaian manfaat hasil pembangunan pada perempuan terhadap laki-laki yang terkait dengan
kebutuhan dasar manusia untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Ini adalah
fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini (Abbas,
2011). Ketimpangan ini terjadi karena masih adanya paradigma lama di masyarakat Indonesia
yang menganggap perempuan kodratnya ada dibawah laki-laki meskipun saat ini banyak
Gender berbeda dengan karakteristik laki-laki dan perempuan dalam arti biologis.
Pemaknaan gender mengacu pada perbedaan laki-laki dan perempuan dalam peran, perilaku,
Perbedaan ini tidak menjadi masalah bila disertai dengan keadilan antar keduanya. Akan tetapi
ketidakadilan yang terjadi akan mengakibatkan korban baik bagi kaum laki-laki maupun kaum
perempuan. Oleh karena itu, kesetaraan gender merupakan hak yang semestinya didapatkan agar
laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan ikut
Perbedaan gender pun terlihat dari kecenderungan peran masing-masing, yaitu berperan
dalam publik atau domestik. Peran publik diartikan dengan aktivitas yang dilakukan di luar rumah
dan bertujuan mendapatkan penghasilan. Sedangkan peran domestik adalah aktivitas yang
Secara umum, perempuan lebih berperan secara domestik dibandingkan publik. Hal ini
terkait dengan kodrat perempuan untuk mengurus rumah tangga, sedangkan laki-laki bertanggung
jawab mencari nafkah untuk keluarga. Namun demikian, tidak sedikit perempuan yang berperan
ganda sebagai pengurus rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Hal ini terjadi karena kasus
perceraian (cerai hidup/mati) maupun sebab lain seperti suami yang tidak bekerja. Data Susenas
2010 menunjukkan bahwa 13,9 persen rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh perempuan.
bersifat lemah, selalu memakai perasaan, berpikiran sempit dan lain sebagainya. Pandangan
tersebut telah ada sejak lama dalam lingkungan masyarakat. Sudah pula membudaya bahwa tugas
seorang perempuan adalah memasak, berdandan dan melahirkan anak. Tidak heran kedudukan
perempuan terkadang menjadi nomor dua dan tidak sedikit orang yang merendahkan perempuan.
Kesetaraan gender tidak hanya menjadi masalah wanita tetapi menjadi persoalan
pembangunan, pembangunan gender merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
pembangunan yang semula ditunjukkan untuk member manfaat menyeluruh kepada masyarakat,
perempuan maupun laki-laki, pada kenyataannya belum bisa dinikmati secara merata oleh laki-
laki dan perempuan. Ketidaksetaraan gender seringkali membatasi pilihan yang tersedia bagi
menikmati hasil dari pembangunan. Beban pada kehidupan manusia adalah beban pembangunan
Ketidaksetaraan gender memberikan beban pula pada produktivitas, efisiensi, dan kemajuan
ekonomi. Dengan menahan akumulasi sumber daya manusia di rumah dan di pasar tenaga kerja,
serta dengan sistematis mengecualikan perempuan atau laki-laki dari akses ke sumber daya, jasa
publik, atau aktivita sproduktif, maka diskriminasi gender mengurangi kapasitas suatu
perekonomian untuk tumbuh serta mengurangi kapasitas untuk meningkatkan standar kehidupan.
Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu tujuan Milenium
Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000. MDGs adalah deklarasi millennium hasil kesepakatan
kepala Negara dan perwakilandari 189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mulai
dijalankan pada bulan September Tahun 2000 yang berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada
tahun 2015, targetnya adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada
tahun 2015. Indonesia yang juga merupakan anggota dari PBB juga menjalankan tujuan-tujuan
dari MDGs ini yaitu mencapai kesetaraan gender untuk meningkatkan kualitas sumber daya
Pemerintah telah berupaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam
Namun pada praktiknya masih banyak menemui kendala dan tantangan.Kesetaraan gender (gender
equity) lebih dimaknai sebagai kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia dalam berperan dan berpartisipasi di segala bidang.
Sementara keadilan gender (gender equality) merupakan proses dan perlakuan adil terhadap
perempuan dan laki-laki, sehingga dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi, dan kekerasan terhadap
perempuan maupun laki-laki (Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2013, Kementerian PPA
dan BPS). Tingkat keberhasilan capaian pembangunan yang sudah mengakomodasi persoalan
gender salah satunya diukur dengan IPG (Indeks Pembangunan Gender). IPG merupakan ukuran
pembangunan manusia yang merupakan komposit dari empat indikator, yang lebih menekankan
Menurut The Global Gender gap Score 2018, Indonesia berada di peringkat 85 dari 149
negara dengan nilai 0,691. Indonesia tertinggal di bandingkan Negara Asia Tenggara lainya yaitu
Filipina peringkat 8, Singapura peringkat 67, Thailand peringkat 73, Vietnam peringkat 77.
Indonesia hanya unggul dari Myanmar peringkat 88, Brunei Darussalam 90, Kamboja 93,
Malaysia 101.
Beradasarkan data yang diambil dari website www.bps.go.id bahwa Indonesia memiliki
nilai IPG tahun 2019 sebesar 91,07 dan bila dilihat perkembangan dari tahun 2015 sampai tahun
2019 mengalami perkembangan yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Sedangkan rata-rata
nilai IPG provinsi-provinsi di Pulau Sumatera tahun 2019 berada pada nilai 90,93 dan berada
dibawah nilai IPG Indonesia. Untuk mengetahui perkembangan IPG pada provinsi-provinsi di
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa IPG provinsi se-Sumatera tahun 2019
cenderung berfluktasi. Untuk IPG tertinggi Tahun 2019 terjadi pada Provinsi Sumatera Barat yaitu
sebesar 94,09 sementara untuk IPG terendah Tahun 2019 terjadi di Provinsi Riau yaitu sebesar
88,43. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi IPG antara lain angka partisipasi sekolah,
Utari (2021) yang menyatakan bahwa kesenjangan gender di lihat dari sisi pendidikan
dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui jalur pertumbuhan penduduk, investasi, dan angkatan kerja. Alasannya
kesenjangan gender dalam pendidikan akan mengurangi jumlah rata-rata modal manusia dalam
masyarakat (Klasen dan Lamanna, 2009). Kesenjangan ini menghalangi bakat-bakat yang
memiliki kualifikasi tinggi yang terdapat pada anak perempuan yang pada akhirnya akan
mengurangi tingkat pengembalian investasi sektor pendidikan (marginal returns of education). Hal
ini terbukti dari berbagai studi yang menyatakan bahwa tingkat pengembalian investasi pendidikan
pada anak perempuan lebih baik dibandingkan pada anak laki-laki. Mengurangi kesenjangan
gender dalam akses pendidikan secara keseluruhan akan meningkatkan pembangunan ekonomi.
Kedua, adanya eksternalitas dari pendidikan kaum wanita bagi penurunan tingkat fertilitas,
tingkat kematian anak, dan mendorong pendidikan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Ketiga, penurunan fertilitas memberikan eksternalitas positif bagi penurunan angka beban
ketergantungan dalam angkatan kerja (Klasen dan Lamanna, 2009). Pemerataan kesempatan
dalam sektor pendidikan dan pekerjaan bagi setiap gender memberikan dampak positif bagi
kemampuan bersaing suatu negara dalam perdagangan internasional. Keempat, bekal pendidikan
dan kesempatan kerja di sektor formal yang lebih besar bagi kaum wanita akan meningkatkan
bargaining power dalam keluarga. Hal ini penting karena terdapat perbedaan pola antara
perempuan dan laki-laki dalam perilaku menabung dan investasi ekonomi baik non ekonomi
seperti kesehatan dan pendidikan anak yang akan meningkatkan modal manusia generasi
mendatang dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, peran
perempuan dalam pembangunan perlu terus diperhatikan dalam kebijakan pembangunan nasional
dan daerah. Karena peningkatan peran perempuan mempunyai dampak penting dalam
pendidikan menjadi isu penting karena sangat menentukan kualitas hidup generasi mendatang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai indeks
pembangunan gender. Untuk itu penulis menuangkannya dalam proposal skripsi yang berjudul
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang dapat di rumuskan dalam
Sumatera?
2. Analisis pengaruh angka partisipasi sekolah, derajat kesehatan dan pendapatan perkapita
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik bersifat teoritis maupun bersifat praktis :
Secara teorotis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pemikiran dan
referensi atau bahan kajian untuk penelitian berikutnya, terutama yang terkait Indeks
Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat diharapkan dapat dijadikan informasi ilmiah
dan acuan sebagai pengambil kebijakan pemerintah dan swasta mengenai Indeks Pembangunan
Gender.