Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015
– 2019 adalah tahapan ketiga Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sejalan dengan visi pembagunan jangka panjang ditetapkanlah enam sasaran utama pembangunan, diantaranya sasaran pembangunan manusia dan masyarakat yang didalamnya meliputi capaian indicator kependudukan dan keluarga berencana, pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan pembangunan masyarakat. Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah, tidak hanya diukur dari pencapaian pembangunan ekonomi saja, tetapi juga harus dilihat dari sisi pembangunan manusianya. Manusia adalah potensi yang dapat di dayagunakan untuk kemajuan dan keunggulan sutau negara dan atau daerah. Upaya peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan hingga saat ini masih mengalami tantangan. Tantangan tersebut terkait pemahaman, komitmen, dan kemampuan para pengambil kebijakan dan pelaku pembangunan akan pentingnya pengintegrasian perspektif gender di semua bidang dan tahapan pembangunan, penguatan kelembagaan pengarustamaan gender termasuk perencanaan dan penganggaran yan responsive gender. Integrasi isu keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan sangatlah penting, sangat disadari bahwa tidak mudah mewujudkan hasil pembangunan yang adil dan setara gender pada kondisi masyarakat dengan beragam kultur dengan persoalan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender yang sangat komplek. Jika dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur yang nilainya sebesar 71,62 dan menempati peringkat ke-15 dari 33 provinsi di tahun 2010, hal ini memperlihatkan adanya perbedaan yang
1 2
cukup menyolok. Ternyata pembangunan manusia yang cukup berhasil,
memiliki ketimpangan yang cukup signifikan dalam hal gender. Pencapaian Jawa Timur yang relatif rendah dalam 3 aspek pembangunan membuat Jawa Timur berada pada posisinya. Pencapaian yang terburuk Jawa Timur adalah dalam aspek pendidikan. Pada tahun 2010, indeks pencapaian pendidikan laki-laki adalah 0,550 dan perempuan 0,486, yang memperlihatkan bahwa pencapaian pada laki-laki sudah mencapai 55 persen, sementara pada perempuan masih 48,6 persen. Hal ini membawa Jawa Timur menduduki peringkat ke-26 dalam pembangunan kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek pencapaian pendidikan, karena memiliki kesenjangan gender yang cukup tinggi, yaitu 6,4 persen (selisih indeks pencapaian pendidikan laki-laki dan perempuan sebesar 0,064). Pencapaian yang relatif rendah juga ditemukan dalam dua aspek lainnya, yaitu keterwakilan dalam jabatan publik dan kekerasan. Keterwakilan perempuan dalam jabatan publik masih relatif rendah di Jawa Timur, yaitu hanya 12,5 persen, sementara laki-laki mencapai 87,5 persen. Lalu dalam aspek kekerasan, Jawa Timur juga memiliki tingkat kekerasan relatif tinggi di banding provinsi lainnya, yaitu 2,7 persen pada laki-laki dan 2 persen pada perempuan. Kesenjangan gender sebesar 75 persen dalam aspek keterwakilan dan 0,7 persen dalam aspek kekerasan telah membawa Jawa Timur menduduki peringkat ke-23 dalam pencapaian untuk masing- masing aspek. Pencapaian yang cukup baik di Jawa Timur justru ditemukan di aspek kesehatan reproduksi dan partisipasi ekonomi. Dalam aspek kesehatan reproduksi, pencapaian pembangunan sebesar 11,2 persen membawa Jawa Timur ke peringkat 15 dalam pembangunan kesetaraan dan keadilan gender. Sementara itu, dalam partisipasi ekonomi, partisipasi ekonomi laki-laki sebesar 51 persen dan perempuan sebesar 34,8 persen, juga telah membawa provinsi ini ke peringkat 15 dengan kesenjangan gender sebesar 16,2 persen (selisih indeks partisipasi ekonomi laki-laki dan perempuan) (sumber : Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG) dan Indikator Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (IKPUG): Kajian Awal, 3
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2012). Makin meningkatnya jumlah perempuan korban tindak kekerasan, mengindikasikan makin maraknya kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Walaupun UndangUndang No. 23 tahun 2004, mengenai penghapusan tindak kekerasan dalam rumah tangga telah diberlakukan, tindak kekerasan masih terjadi, terutama kekerasan fisik dalam rumah tangga yang berakibat fatal bagi korban. Rasa sakit, luka fisik, bahkan luka psikis menumbuhkan perasaan takut dan penderitaan, serta hilangnya rasa percaya diri dalam diri korban. Tidak dapat diingkari jika kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga merupakan tindak kejahatan yang tersembunyi. Sebagian besar data “Catahu” yang dikompilasi Komnas Perempuan bersumber dari data kasus/ perkara yang ditangani oleh PA. Dari total 406.178 kasus kasus kekerasan terhadap perempuan yang dikompilasi Komnas Perempuan pada tahun 2018, sebanyak 392.610 kasus atau 96% adalah data PA dan 13.568 kasus atau 3% adalah data yang berasal dari 209 lembaga mitra pengada layanan yang mengisi dan mengembalikan formulir pendataan Komnas Perempuan. Dari data berdasarkan kuesioner tersebut tampak kekerasan terhadap Perempuan di tahun 2018 dalam Catahu 2019 mengalami peningkatan yaitu sebesar 406.178 kasus naik sekitar 14% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Catahu 2018) yaitu sebesar 348.446. 4
Gambar 1.1 Grafik Catatan Tahunan Tentang Kekerasan
Terhadap Perempuan
Sumber : Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan,
KOMNAS Perempuan, Jakarta, 6 Maret 2019
Sementara angka kekerasan terhadap perempuan berdasarkan
provinsi yang tertinggi berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun ini Jawa Tengah menjadi tertinggi (2,913) lalu DKI Jakarta (2.318) dan Jawa Timur (1,944). Tahun sebelumnya angka kekerasan tertinggi adalah DKI Jakarta (1.999), kedua Jawa Timur (1.536) dan ketiga Jawa Barat (1.460), tetapi tingginya angka tersebut belum tentu menunjukkan banyaknya kekerasan di propinsi tersebut. Dikabupaten Bondowoso pada Komnas Perempuan melihat tingginya angka berkaitan dengan jumlah tersedianya Lembaga Pengada Layanan di propinsi tersebut, dan kepercayaan masyarakat untuk mengadu. Sangat mungkin rendahnya angka kekerasan terhadap perempuan di propinsi tertentu disebabkan oleh tidak adanya lembaga tempat korban melapor atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga yang tersedia, atau rasa tidak aman apabila melapor. 5
Data di atas mengindikasikan bahwa kasus kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga cenderung meningkat dari tahun ke tahun secara signifikan. Padahal sosialisasi dan terpaan informasi melalui media massa mengenai nilai kesetaraan gender cukup tinggi. Seringkali ada pertanyaan mengapa begitu sulit memperjuangkan kesetaraan gender sehingga muncul beberapa peraturan daerah diskriminatif terhadap perempuan pada era otonomi daerah dewasa ini. Berdasarkan hasil penelitian Abu Hanifah mengenai permasalahan kekerasan dalam rumah tangga dan alternatif pemecahannya disimpulkan bahwa untuk menyosialisasikan dan memasyarakatkan UndangUndang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) nampaknya masih mengalami kesulitan, disebabkan belum disiapkannya sistem dan mekanisme penanganan korban. Akibatnya justru korban menjadi tersangka KDRT. Disamping itu, karena masih kentalnya kultur hegemoni yang patriarkhis, perempuan dilihat sebagai pihak yang ditundukkan atau didomestifikasi melalui hubungan kekuasaan yang sifatnya patriarkat, baik secara personal maupun pengaturan Negara. Merosotnya kepedulian dan solidaritas sosial, kondisi kultur tersebut menjadikan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (Hanifah, 2007). Pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai target Sustainable Development Goals (SDG’S) 2030 dengan menetapkan prinsip, no one left behind. Hal ini menimbulkan konsekuensi negara harus bisa memastikan semua kelompok masyarakat (laki-laki, perempuan, anak, penyandang disabilitas, lansia, dan kelompok rentan lainnya) dapat terlibat dalam proses dan merasakan hasil pembangunan. Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan strategi untuk mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, 6
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas seluruh kebijakan dan
program di berbagai bidang kehidupan dan sektor pembangunan. Strategi inilah yang diperlukan untuk memastikan semua lapisan masyarakat dapat mengakses, berpartisipasi, ikut dalam pengambilan keputusan dan mendapatkan manfaat dari hasil pembangunan sesuai kebutuhan dan aspirasinya Upaya percepatannya telah dituangkan melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang telah menempatkan urusan pemerintah bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan urusan wajib non pelayanan dasar Penting bagi kita membuat indikator yang terukur untuk melihat dan menganalisis dampak dari pelaksanaan PUG dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal yang juga tidak kalah penting yakni mengembangkan cara berpikir networking atau saling keterkaitan, misalnya antara pusat dan daerah, daerah dengan SKPD/OPD terkait, Kemen PPPA dengan Kementerian/Lembaga lain. Kemen PPPA tidak bisa bekerja sendiri menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak. Untuk itu, target ke-5 SDG’S yang menempatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menjadi hal yang harus diupayakan keberhasilannya dengan beberapa target yang ingin dicapai, diantaranya mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan dimanapun serta menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan gadis di ruang publik dan swasta (Laporan Pembangunan Manusia Berbasis Gender, Propinsi Jawa Timur, 2018). Menelaah lebih dalam adanya Kenaikan jumlah tersebut tidak dapat disimpulkan bertambahnya kasus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan melihat bahwa peningkatan tersebut justru menunjukkan semakin banyaknya korban yang berani melapor. Hal ini 7
menunjukkan tingkat kepercayaan dan kebutuhan korban pada lembaga-
lembaga pengada layanan. Adapun tujuan terhadap pemilihan program inovasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan lembaga layanan dalam hal ini Lembaga pemerintah untuk membantu banyak pihak tentang bagaimana pencegahan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak