Ketahanan Pangan
PL2101 - Lingkungan dan Sumber Daya Alam
Disusun oleh:
Jasmin Anizah Latief
15420077
K-01
Abstract
Urban sprawl is a phenomenon that occurs due to the rapid development of
the city, but has limited land so that urban development is increasingly expanding to
the outskirts. The impact of urban sprawl on the environment includes water
pollution, air pollution, and land conversion from agriculture to non-agriculture. In
addition, the needs of human life are increasing along with economic development
and population growth. To meet the needs of life, humans really need the availability
of land, both for the needs of clothing, shelter, and food. The need for clothing is met
by industrial activities that require land to establish industrial activities. The need for
boards is related to the land used for residential locations. Food needs require land
as a production factor for farming activities. Therefore, changing the use of
agricultural land to non-agricultural use can pose a threat to agricultural production
capabilities and food security.
Keywords: urban sprawl, land, agriculture, food.
Pendahuluan
Urban didefinisikan sebagai sebuah kota dan Sprawl memiliki arti datang, pergi,
tersebar secara acak sehingga Urban Sprawl dikenal sebagai pemekaran kota ke
daerah-daerah di sekitarnya secara tidak terstruktur, acak, dan tanpa rencana. Yunus (2006)
menyatakan urban sprawl sebagai proses transformasi fisik-spasial dari bentuk-bentuk
kedesaan menjadi bentuk-bentuk kekotaan. Lebih lanjut, urban sprawl juga dapat
didefinisikan dengan pertumbuhan kota yang tidak direncanakan, tidak terintegrasi oleh
jaringan jalan, dan meloncat di wilayah pinggiran kota (Heripoerwanto, 2009). Glaeser &
Kahn (2004) juga termasuk yang berpendapat bahwa urban sprawl merupakan hal yang tak
bisa dihindari karena ini bukanlah hasil dari kebijakan pemerintah atau perencanaan kota
yang buruk, tetapi merupakan hasil dari kehidupan kota yang didasarkan pada kendaraan
bermotor. Perumahan baru, jalan, dan bangunan komersial menyebabkan daerah perkotaan
tumbuh lebih jauh ke pedesaan dan meningkatkan kepadatan pemukiman di daerah
tersebut. Pertumbuhan kota terjadi jauh keluar pinggiran kota terkadang melewati
batas-batas administrasi. Ukuran kota yang mengalami sprawl terus membesar seolah–olah
menyatu dengan kota-kota di sekitarnya sehingga menjadikan dua atau lebih kawasan yang
secara administratif berbeda (terpisah) menjadi satu kesatuan kenampakan kekotaan (kota
metropolitan) dengan bentuk dan fungsi-fungsi bangunan yang berkarakteristik kota.
Pedesaan yang dikenal sebagai penyokong kehidupan perkotaan seperti pertanian,
perkebunan, budidaya, peternakan, dan sebagainya, telah berubah fungsi menjadi
pemukiman padat penduduk, bahkan menjadi kawasan industri. Oleh karena itu, urban
sprawl berpotensi mempengaruhi struktur fisik suatu wilayah yang dapat berdampak positif
maupun negatif. Dampak positifnya adalah perdesaan dan perkotaan menjadi setara
dengan fasilitas yang dibangun pemerintah sehingga akses menuju desa menjadi mudah
dan ekonomi masyarakat desa meningkat. Akan tetapi, di sisi lain, urban sprawl mempunyai
dampak negatif yang dirasa lebih dominan karena lahan pertanian di pedesaan mengalami
peralihan menjadi lahan non-pertanian demi memenuhi kebutuhan pemukiman penduduk.
Terjadinya alih fungsi lahan selain mengancam ketersediaan pangan juga membuat
perumahan tanpa fasilitas dasar yang memadai seperti air, sanitasi, dan listrik yang baik
akan mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Tatanan kota
pun menjadi semakin tidak terstruktur karena RTRW yang dirancang tidak sesuai kondisi
eksisting.
Topik analisis dampak lingkungan dari urban sprawl terhadap ketahanan pangan
dipilih oleh penulis melihat kota-kota di Indonesia yang berkembang dengan sangat cepat
didorong faktor perkembangan ekonomi. Dampak secara mikro juga terjadi membuat
hilangnya kesempatan kerja petani dan mengakibatkan penduduk yang tadinya mempunyai
supply beras sendiri akhirnya harus membeli beras. Selain itu, dampak dari alih fungsi lahan
juga sejalan dengan kegagalan implementasi kebijakan perlindungan lahan pertanian
pangan berkelanjutan yang seharusnya dapat mengantisipasi masalah alih fungsi lahan.
Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang diambil pemerintah sebagai antisipasi pada
dampak urban sprawl yang lebih buruk.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Review Artikel
Peneliti Judul Metode Output
Isi/Pembahasan
● Faktor Pendorong Terjadinya Urban Sprawl
Terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya urban sprawl. Faktor-faktor
keruangan dan lingkungan yang terdapat di daerah pinggiran kota akan menyebabkan
variasi akselerasi perkembangan spasial yang terjadi. Semakin banyak dan kuat
faktor-faktor penarik yang terdapat di daerah pinggiran terhadap penduduk dan
fungsi-fungsi, maka akan semakin cepat pula proses bertambahnya ruang kekotaan.
a. Faktor Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan daya tarik suatu lokasi karena akan memperoleh
kemudahan dalam pencapaiannya menuju ke berbagai pusat aktivitas (Luhst, 2010).
Faktor aksesibilitas berperan besar terhadap perubahan pemanfaatan lahan di
daerah pinggiran kota. Aksesibilitas memberikan kenyamanan dan kemudahan untuk
mencapai suatu lokasi melalui sistem jaringan transportasi. Selain itu, aksesibilitas
juga dapat diartikan sebagai jarak dari suatu tempat menuju tempat yang lain. Untuk
mengetahui tingkat aksesibilitas suatu wilayah, dapat dilakukan dengan menghitung
variabel sebagai berikut:
1. Jarak
Jarak standar pada penggunaan lahan dalam kota menyatakan bahwa jarak
suatu pemukiman menuju tempat kerja adalah 1,5-2,75 km (Chapin, 1999).
Tabel 2. Klasifikasi Aksesibilitas Menurut Jarak
<1,5 Baik
1,5-2,75 Sedang
>2,75 Rendah
Sumber: Chapin dalam Jayadinata (1999)
2. Waktu
Standar jarak penggunaan lahan dalam kota menyatakan bahwa waktu
tempuh suatu pemukiman menuju tempat kerja adalah 20-30 menit (Chapin,
1999).
Tabel 3. Klasifikasi Aksesibilitas Menurut Waktu
<20 Baik
20-30 Sedang
>30 Rendah
Sumber: Chapin dalam Jayadinata (1999)
3. Biaya
Peraturan Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika nomor
551.2 tahun 2015 tentang Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Jarak Batas
Bawah Angkutan Penumpang Kelas Ekonomi menyebutkan bahwa batas
biaya transportasi umum di kisaran Rp2.400-Rp12.200.
<4000 Baik
4000-8000 Sedang
>8000 Rendah
Sumber: Peraturan Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
4000-4500 mm Tinggi 5
3500-4000 mm Cukup 4
3000-3500 mm Sedang 3
2500-3000 mm Kurang 2
<2500 mm Rendah 1
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 2/PRT/M/2007
Tinggi 5
Menengah 4
Rendah 3
Sangat Rendah 2
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 2/PRT/M/2007
d. Faktor Kebijakan
Intensitas perkembangan kota di pinggiran dipengaruhi oleh peraturan yang ada
apakah dilakukan secara konsisten dan konsekuen atau tidak. Hal ini akan
mengakibatkan dampak-dampak pada keruangan, sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Rahman (2008) menjelaskan bahwa minimnya kontrol terhadap pengaplikasian
kebijakan mengenai tata ruang mendorong pertumbuhan yang tidak terkendali
sehingga suatu kawasan menjadi sprawl. Inkonsistensi dalam implementasi
peraturan tata ruang merupakan salah satu penyebab urban sprawl karena dengan
lemahnya peraturan akan mengakibatkan perkembangan suatu wilayah menjadi
tidak terkontrol.
Dari data tersebut akan dimasukan ke dalam rumus intensitas kepadatan bangunan
sebagai berikut:
b. Ribbon Development
Perkembangan kota secara memita merupakan perkembangan kota
berdasarkan jaringan transportasi yang tersedia, sehingga jalur transportasi
memegang peranan yang sangat penting pada perkembangan wilayah
bentuk ini. Terdapat ketidakmerataan perkembangan karena perkembangan
berat di sepanjang rute transportasi.
c. Leapfrog Development
Perkembangan kota secara melompat/leapfrog merupakan perkembangan
kota yang tidak teratur atau saling terpisah melompat dari kota induk. Tipe ini
dikatakan tidak efektif dan efisien dalam ekonomi, dianggap paling
merugikan, tidak mempunyai nilai estetika, dan tidak menarik.
Elemen Tahun
Elemen Tahun
Elemen Tahun
Kondisi pangan (beras) eksisting di Indonesia saat ini dapat dilihat pada tabel 2, 3,
dan 4 di atas. Dapat dilihat bahwa stok beras setiap tahunnya cenderung sama. Dalam
jangka panjang, hal ini akan menyebabkan menurunnya ketahanan pangan karena stok
beras seharusnya mengalami peningkatan mengikuti pertambahan jumlah penduduk. Selain
itu, angka impor beras juga dinilai tinggi dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya
padahal Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang
seharusnya dapat diharapkan memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.
Penutup
Urban sprawl merupakan suatu isu yang tidak dapat dihindari seiring dengan
berkembangnya sebuah kota. Ketersediaan lahan yang jumlahnya terbatas tidak mampu
mencukupi jumlah penduduk kota yang terus mengalami peningkatan. Akibatnya, harga
lahan akan semakin mahal di tengah kota dan mendorong penduduk untuk menjalar
mencari lahan yang lebih murah ke daerah pinggiran. Pembangunan infrastruktur pun
semakin luas dan merata sehingga aksesibilitas menuju pusat kota semakin baik. Kawasan
urban sprawl ditandai dengan kawasan komersial, perumahan, dan industri yang saling
terpisah satu sama lain, pertumbuhan di wilayah tingkat penduduk rendah, dan penggunaan
kendaraan bermotor yang tinggi.
Terdapat berbagai macam dampak yang ditimbulkan dari adanya urban sprawl.
Dampak positifnya adalah ekonomi di wilayah pedesaan semakin meningkat dan fasilitas
yang dibangun pemerintah pun menjadi setara. Akan tetapi, dampak negatif dari urban
sprawl dinilai lebih dominan daripada dampak positifnya. Dampak negatif tersebut
berpengaruh di berbagai aspek mulai dari ekonomi, mobilitas, sosial, dan tentunya
lingkungan. Daerah sprawl akan mengalami peningkatan polusi udara, polusi air,
bertambahnya biaya hidup, dan yang paling krusial adalah alih fungsi lahan pertanian. Lebih
lanjut, alih fungsi lahan pertanian tersebut akan berdampak pada ketahanan pangan.
Pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan akan pangan. Akan
tetapi, produksi pertanian semakin berkurang akibat dari alih fungsi penggunaan lahan yang
tinggi dan tidak terkendali. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi hak atas
pangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat kebijakan untuk dapat meregulasi alih
fungsi lahan pertanian. Kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah yaitu Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Akan
tetapi, undang-undang tersebut dinilai belum dapat meregulasi tingkat alih fungsi lahan
secara efektif dan aspek urban sprawl cenderung diabaikan. Antisipasi terhadap alih fungsi
lahan juga cenderung terbatas dalam sektor pertanian saja, tidak terhubung dengan
kebijakan lain seperti penyediaan perumahan dan pembatasan kendaraan bermotor. Untuk
mencegah alih fungsi lahan yang lebih buruk, terdapat strategi-strategi yang dapat dilakukan
pemerintah untuk membatasi alih fungsi lahan tersebut diantaranya dengan membentuk
badan khusus dan mengintegrasikan ketentuan zonasi lahan, peraturan, dan bentuk insentif
ke dalam RTRW.
Daftar Pustaka
● Khasanah, M. and Widi Astuti, D. (2020) ‘Memahami Urban Sprawl: Analisa
Perkembangan Permukiman Kota Salatiga Dengan Digitasi Arcgis’, Langkau Betang:
Jurnal Arsitektur, 7(2), p. 151. doi: 10.26418/lantang.v7i2.41869.
● Sosial, F. I., Hukum, J. and Kewarganegaraan, D. A. N. (2006) ‘Pertanian Ke Non
Pertanian’.
● Firdaus, F., Asteriani, F. and Ramadhani, A. (2018) ‘Karakteristik, Tipologi, Urban
Sprawl’, Jurnal Saintis, 18(2), pp. 89–108. doi: 10.25299/saintis.2018.vol18(2).3191.
● Nurrokhman, A. (2019) ‘Urban Sprawl di Indonesia dan Kegagalan Implementasi
Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan’, pp. 1–14. doi:
10.31227/osf.io/tqj8c.
● Rostini, N. (2012) ‘Strategi Bertanam Cabai’. Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Strategi_Bertanam_CabaiPen/uPuDAgAAQB
AJ?hl=id&gbpv=1&dq=rostini+strategi+bertanam+cabai&printsec=frontcover.