Disusun oleh :
b. Arsene Dumont
Seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir
abad ke-19. Pada tahun 1980 ia menulis sebuah artikel berjudul
“Depopulation et Civilization”. Ia menyebutkan teori kapilaritas sosial
(theory of social capillarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada hasrat
seseorang untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat
seperti seorang ayah yang selalu mengharapkan anaknya memperoleh
kedudukan sosial yang lebih baik dari apa yang dia sudah capai. Untuk
dapat mencapai kedudukan yang lebih baik, keluarga merupakan sebuah
rintangan dan beban yang berat. Konsep ini dibuat atas dasar analogi
bahwa cair akan naik pada sebuah pipa kapiler. Teori kapilaritas sosial
dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi dimana setiap
individu mempunyai kebebasan untuk dapat mencapai kedudukan yang
tinggi di masyarakat. Di perancis pada abad ke-19 dimana sistem
demokrasi sangat baik, setiap individu akan bersaing untuk mencapai
kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran akan
menurun dengan cepat.
c. Emili Durkheim
Seorang ahli sosiologis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19.
Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan
perhatiannya pada keadaan setelah adanya pertumbuhan penduduk yang
tinggi. Ia mengatakan bahwa akibat dari tingginya pertumbuhan penduduk
maka akan timbul persaingan antar penduduk untuk survive
mempertahankan hidup. Dalam memenangkan persaingan, setiap individu
akan berusaha meningkatkan pendidikan, kemampuan, keterampilan, dan
situasi ini sangat terlihat pada kehidupan perkotaan. Apabila dibandingkan
antara kehidupan masyarakat tradisional dan masyarakat industri, maka
tidak ada persaingan di antara masyarakat tradisional dalam memperoleh
pekerjaan, tetapi terjadi sebaliknya pada masyarakat industri.
3.8 Etnisitas
Masyarakat di Maluku Utara sangat beragam. Total ada sekitar 28 suku dan
bahasa di Maluku Utara. Mereka dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan bahasa yang
digunakan, yaitu Austronesia and non-Austronesia. Kelompok Austronesia tinggal di
bagian tengah dan timur Halmahera. Mereka diantaranya adalah Suku Buli, Suku Maba,
Suku Patani, Suku Sawai dan Suku Weda.
Di Bagian Utara dan Barat Halmahera adalah kelompok bahasa non-Austronesia
terdiri dari Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Modole, Suku
Togutil, Suku Pagu, Suku Waioli, Suku Ibu, Suku Sahu, Suku Ternate, Suku Tidore, dan
Suku Makian. Di Kepulauan Sula ada beberapa kelompok etnis seperti Suku Sula, Suku
Kadai, Suku Mange, dan Suku Siboyo. Sebagian besar masyarakat di daerah ini mengerti
Bahasa Melayu Ternate, bahasa yang umum digunakan untuk berkomunikasi antar suku.
Berdasarkan data dari Sensus Penduduk Indonesia 2010, berikut ini komposisi
etnis atau suku bangsa di provinsi Maluku Utara:
3.9 Fertilitas
Pada Proyeksi Penduduk tahun 2010-2035, angka fertilitas pada Provinsi Maluku
Utara mengalami tren penurunan. Angka fertilitas di Provinsi Maluku Utara
direpresentasikan dengan menggunakan indikator Total Fertility Rate (TFR) dan Crude
Birth Rate (CBR).
a. Total Fertility Rate (TFR)
Merupakan salah satu ukuran fertilitas secara kumulatif. Total Fertility
Rate (TFR) didefinisikan sebagai rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh
seorang wanita selama masa usia reproduksinya. Menurut Mantra (2006), tingkat
fertilitas total menggambarkan riwayat fertilitas dari sejumlah perempuan
hipotesis selama masa reproduksinya. Angka TFR ini yang kemudian juga akan
berpengaruh pada kuantitas penduduk. Total Fertility Rate (TFR) dapat digunakan
sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan kondisi fertilitas di suatu
daerah.
Total Fertility Rate (TFR) Provinsi Maluku Utara berada pada angka 3.19
pada tahun 2010. Angka tersebut berarti bahwa setiap wanita subur memiliki anak
dengan jumlah rata-rata 3 atau bahkan 4 selama masa reproduksinya. TFR ini
diproyeksikan akan selalu mengalami penurunan, hingga tahun 2035 yaitu pada
angka 2.49. Angka ini masih jauh untuk menjangkau TFR ideal yaitu sebesar 2,1
yang artinya setiap wanita memiliki jumlah rata-rata anak yaitu 2 orang, sehingga
bisa menggantikan posisi ibu dan bapaknya. Apabila hal tersebut dapat terjadi,
maka tidak ada perubahan kuantitas penduduk, yang artinya pertumbuhan
penduduk adalah nol. Pemerintah Indonesia juga mentargetkan perihal angka TFR
Indonesia melalui RPJMN 2015-2019 yaitu sebesar 2,3, yang pada kenyataannya
belum dapat diwujudkan. Berdasarkan data SDKI 2017, TFR Indonesia masih
berkisar pada angka 2,6 sejak tahun 2012.
Total Fertility Rate (TFR) merupakan indikator yang sering digunakan
untuk analisis fertilitas, khususnya secara kumulatif. Namun TFR juga memiliki
kelemahan dalam perhitungannya. Kelemahan indikator TFR dalam
penggambaran fertilitas adalah semua wanita selama masa subur dianggap tidak
ada yang meninggal, semuanya menikah, serta mempunyai anak dengan pola
seperti ASFR, padahal hal ini tidak sesuai dengan kenyataan (Mubarak, 2012).
Gambar 10. Grafik Proyeksi Total Fertility Rate (TFR) Provinsi Maluku Utara
Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035
Gambar 11. Grafik Angka Kelahiran Kasar Provinsi Maluku Utara 2010 – 2035
Sumber: Badan Pusat Statistik
3.10 Mortalitas
Angka Kematian Bayi merupakan salah satu indikator yang mencerminkan
tingkat kesehatan dan kualitas hidup penduduk dalam sebuah wilayah. Berdasarkan
estimasi Angka Kematian Bayi (IMR) Provinsi Maluku Utara Tahun 2000-2025, dapat
dilihat bahwa angka kematian tertinggi berada pada rentang tahun 2000-2005 kemudian
angka kematian terendah berada pada tahun 2020-2025. Hal ini menunjukkan adanya tren
penurunan angka kematian dari tahun ke tahun.
Jika dibandingkan AKB Provinsi Maluku Utara dengan AKB nasional, terdapat
15 provinsi yang memiliki AKB di atas angka nasional. Provinsi-provinsi tersebut adalah
Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, dan Aceh.
Tabel 4. Estimasi Angka Kematian Bayi (IMR) Provinsi Maluku Utara Tahun 2000-2025
Sumber: BPS
3.11 Ketenagakerjaan
Jumlah angkatan kerja di Maluku Utara tahun 2020 sebesar 582,4 ribu jiwa atau
hampir mencapai dua pertiga dari seluruh penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Hal ini
ditunjukkan dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 64,28 persen.
Angkatan kerja mencakup penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja dan menganggur,
sedangkan bukan angkatan kerja mencakup penduduk 15 tahun ke atas yang sekolah,
mengurus rumah tangga dan lainnya. Angkatan kerja ini merupakan penduduk yang
potensial sebagai modal penggerak perekonomian.
Tingkat pengangguran Maluku Utara tahun 2020 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Maluku Utara
tahun 2020 tercatat sebesar 5,15 persen lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2019 (4,81
persen) dan tahun 2018 (4,63 persen).
Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, TPAK laki-laki lebih besar dibandingkan
dengan TPAK perempuan. TPAK laki-laki tahun 2020 tercatat 81,30 persen sedangkan
perempuan hanya 46,57 persen. Demikian pula dengan tingkat pengangguran, TPT
laki-laki lebih besar (5,19 persen) dibandingkan dengan perempuan (5,08 persen). Hal ini
menunjukkan berkurangnya dominasi laki-laki dalam dunia kerja. Penyerapan tenaga
kerja di Maluku Utara pada tahun 2020 masih didominasi oleh sektor pertanian dengan
persentase sebesar 42,67 persen. Kemudian 21,12 persen oleh sektor jasa-jasa, sektor
perdagangan mencapai 14,39 persen serta 21,83 persen di sektor lainnya. Namun,
dominasi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Maluku Utara menunjukkan
penurunan dari tahun ke tahun.
Gambar 12. Penduduk 15+ yang Bekerja menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2020
Sumber: Sensus Penduduk
Gambar 13. Pengangguran di Maluku Utara, 2009-2020
Sumber: BPS
3.12 Pendidikan
Angka partisipasi sekolah (APS) merupakan salah satu indikator untuk menilai
tingkat partisipasi penduduk di bidang pendidikan. Di Maluku Utara, Angka Partisipasi
Sekolah penduduk usia 7-12 tahun (usia ideal di bangku SD) sudah mencapai 99,04
artinya dari 100 penduduk usia 7-12 tahun hanya ada sekitar 1 orang yang tidak sedang
bersekolah. Demikian pula, Angka Partisipasi Sekolah penduduk usia 13-15 tahun (usia
ideal di bangku SMP) sudah mencapai 97,15. Pada usia penduduk 16-18 tahun partisipasi
sekolah mencapai 76,26 persen.
Kualitas pembangunan di bidang pendidikan diantaranya dapat dilihat dari
rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Rata-rata lama sekolah penduduk
Maluku Utara tahun 2020 sebesar 9,04 tahun atau setara kelas 3 SMP. Bila dilihat
menurut Kabupaten/Kota, rata-rata lama sekolah tertinggi di Kota Ternate yaitu 11,71
tahun atau setara kelas 2 SMA. Sedangkan rata-rata lama sekolah terendah di Pulau
Morotai (7,39 tahun).
Untuk harapan lama sekolah penduduk Maluku Utara diperkirakan mencapai
13,67 tahun. Nilai harapan lama sekolah tertinggi di Kota Ternate (15,74), sedangkan
Pulau Taliabu memiliki harapan lama sekolah terendah (12,59 tahun).
Bila dilihat dari ijazah tertinggi yang ditamatkan, pada tahun 2020, jumlah
penduduk Maluku Utara yang tidak punya ijazah mencapai 13,77 persen, yang memiliki
ijazah SD 24,17 persen, SMP 22,66 persen, SMA 27,94 persen, sedangkan perguruan
tinggi hanya 11,46 persen.
Gambar 14. Persentase Penduduk 15+ menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Maluku Utara, 2020
Sumber: Sensus Penduduk
Gambar 16. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan di Maluku Utara, 2020
Sumber: Sensus Penduduk
Gambar 17. Persentase Rata-Rata Pengeluaran Per kapita untuk Makanan di Maluku Utara, 2020
Sumber: Sensus Penduduk
3.14 Kemiskinan
Persentase penduduk miskin di Maluku Utara sejak September 2014 hingga
September 2020 cenderung berfluktuatif. Tingkat kemiskinan Maluku Utara pada
September 2014 tercatat sebesar 7,41 persen menunjukkan pola menurun hingga
September 2016 (6,41 persen). Pola yang berbeda terjadi dari Maret 2017 hingga
September 2019 yang menunjukkan pola semakin meningkat. Persentase penduduk
miskin terendah terjadi pada September 2015 yaitu sebesar 6,22 persen. Menurut Jumlah,
penduduk miskin di Maluku Utara pada September 2014 mencapai 84,79 ribu orang yang
terdiri dari 11,17 ribu orang di daerah perkotaan dan 73,62 ribu orang di daerah pedesaan.
Sedangkan pada September 2020 jumlah orang miskin di Maluku Utara tercatat sebanyak
87,52 ribu orang yang terdiri dari 18,00 ribu orang di daerah perkotaan dan 69,52 ribu
orang di daerah pedesaan.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Maluku Utara, September 2014 – September 2020
Sumber: Diolah dari data Susenas
Secara khusus jika dilihat perkembangan tingkat kemiskinan Maluku Utara pada
periode Maret - September 2020, jumlah penduduk miskin di Maluku Utara mengalami
peningkatan sekitar 1,1 ribu orang dari 86,37 ribu orang (6,78 persen) menjadi 87,52 ribu
orang (6,97 persen) pada September 2020. Penduduk miskin di daerah pedesaan pada
September 2020 berkurang menjadi 69,52 ribu orang dibandingkan kondisi Maret 2020
yang sebanyak 69,79 ribu orang. Sementara itu jumlah penduduk miskin di daerah
perkotaan pada September 2020 bertambah menjadi 18,00 ribu orang dibandingkan Maret
2020 yang sebanyak 16,58 ribu orang.
Gambar 18. Perkembangan Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Maluku Utara, September 2014 – September 2020
Sumber: BPS Maluku Utara
Gambar 21. Perkembangan Gini Ratio Menurut Daerah di Provinsi Maluku Utara, September 2017 – September 2020
Sumber: Diolah dari data Susenas
3.18 Migrasi
Migran semasa hidup adalah mereka yang pindah dari tempat lahir ke tempat
tinggal sekarang tanpa melihat kapan pindahnya. Dalam teori ini migrasi diperoleh dari
keterangan tempat lahir dan tempat tinggal sekarang, jika kedua keterangan ini berbeda
maka termasuk migrasi semasa hidup. Sedangkan migran risen adalah mereka yang
pernah pindah dalam kurun 5 tahun terakhir (mulai dari 5 tahun sebelum pencacahan).
Keterangan ini diperoleh dari pertanyaan tempat tinggal tahun yang lalu dan tempat
tinggal sekarang. Jika kedua tempat berlainan maka dikategorikan sebagai migran risen
yang juga merupakan bagian dari migrasi total, hanya saja waktunya dalam kurun 5 tahun
terakhir (BPS).
Dapat dilihat dari tabel di bawah bahwa terdapat lebih banyak migrasi yang
masuk ke Provinsi Maluku Utara daripada yang keluar. Migrasi masuk terbanyak terdapat
di tahun 2010 dan migrasi keluar terbanyak terdapat pada tahun 2010 juga. Hal ini
menandakan bahwa migrasi terbesar terjadi pada tahun 2010. Akan tetapi, selisih terbesar
atau migrasi netto terbesar terjadi pada tahun 2015. Pada tabel 7, dapat dilihat bahwa
migrasi risen terbesar juga terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah migran risen sejumlah
24.462 orang.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu provinsi dengan ibukota provinsi di
Ternate. Diketahui jumlah penduduk Maluku Utara tahun 2020 sekitar 1,2 juta jiwa
berdasarkan data hasil Sensus Penduduk 2020 dan menempati Indeks Pembangunan
Manusia urutan ke 28 dari seluruh provinsi di Indonesia. Penduduk di Maluku Utara
masih terpusat pada ibukota provinsinya yaitu Kota Ternate karena aksesibilitas dan
fasilitas yang tersedia di kota tersebut.
Dari analisa dan pembahasan yang telah dijabarkan, seluruh aspek yang meliputi
jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk, komposisi generasi,
rasio jenis kelamin, distribusi penduduk, etnisitas, fertilitas, mortalitas, migrasi,
pendidikan, kemiskinan, angka harapan hidup, indeks pembangunan manusia, dan rasio
gini memiliki keterkaitan dan hubungan kausalitas. Setiap tahunnya aspek-aspek tersebut
mengalami perubahan baik naik, turun, maupun fluktuatif. Perubahan tersebut tentunya
terjadi karena sebab yang sebagian besar berasal dari fasilitas dan sarana yang diberikan
pemerintah maupun aspek individu masing-masing penduduk.
Provinsi Maluku Utara yang didominasi oleh masyarakat usia kerja berpotensi
untuk mendorong perekonomian dengan adanya bonus demografi, hal ini harus dibarengi
dengan pembekalan yang cukup dalam kesiapan bekerja dan jumlah lapangan pekerjaan
yang tersedia. Karena jika perekonomian berkembang, maka banyak aspek
kependudukan yang semakin baik kualitasnya dan ketimpangan bisa menurun.
5.2 Saran
Pemerintah dapat menggunakan data terkini untuk memprediksikan perubahan
yang akan terjadi di masa mendatang. Data tersebut dapat dijadikan acuan dalam
mengambil keputusan perencanaan yang terkait dengan kependudukan atau perencanaan
wilayah dan kota. Provinsi Maluku Utara dapat meningkatkan kualitas infrastruktur dan
fasilitas secara merata agar distribusi penduduk tidak terlalu padat di ibukota provinsi.
Memperbanyak lapangan pekerjaan menjadi tugas pemerintah dalam memanfaatkan
potensi bonus demografi dan penduduk harus dirangkul untuk bisa merealisasikan
perekonomian dan kesejahteraan yang lebih baik di Provinsi Maluku Utara secara merata.