Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Demografi


Demografi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk dalam suatu
wilayah dengan faktor-faktor pengubahnya (mortalitas, natalitas, migrasi dan
distribusi).
Secara umum Demografi adalah Ilmu yang mempelajari persoalan dan
keadaan-keadaan perubahan penduduk atau dengan kata lain segala hal yang
berhubungan dengan komponen-komponen perubah tersebut seperti kelahiran,
kematian dan migrasi sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi
penduduk menurut umur dan jenis kelamin tertentu.

1.2 Pengertian Penduduk


Pengetahuan tentang kependudukan adalah sangat penting untuk lembaga
lembaga swasta maupun Pemerintahan baik ditingkat Nasional maupun daerah,
dimana masalah kependudukan saat ini telah memegang peranan penting dalam
menentukan kebijaksanaan Pemerintah terutama yang berhubungan dengan
pendataan penduduk melalui KTP, kesehatan, keluarga berencana, tenaga kerja,
pemindahan penduduk dan sebagainya. Hal mengenai kependudukan adalah Studi
tentang penduduk di dalam kerangka sosiologi dan ada jalinannya dengan
ekonomi, biologi dan ilmu sosial yang lain.
Pengertian dari penduduk sendiri sangatlah banyak, Dalam ilmu sosiologi
penduduk adalah Kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang
tertentu. Berdasarkan UUD 1945 pasal 26 ayat 2 Penduduk adalah Warga
Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Dan
secara umum penduduk adalah Semua Orang yang berdomisili di Wilayah
Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili
kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap di Wilayah Republik
Indonesia.

Bicara mengenai penduduk tak pernah lepas dari pertumbuhan penduduk


tersebut. Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah di pengaruhi oleh 4 faktor yaitu
Kelahiran (fertilasi), Kematian (mortalitas), In Migrasion (migrasi masuk),
Out Migrasion ( migrasi keluar). (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI
Dasar-Dasar Demografi : 5).
Faktor paling dominan yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah
Kelahiran dan

Kematian sedangkan Migrasi masuk dan Migrasi Keluar

sangatlah rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya Fertilasi


dapat dibagi menjadi dua yaitu Faktor Demografi dan Faktor Non Demografi.
Faktor Demografi diantaranya adalah Struktur Umur, Status Perkawinan dan
Umur Kawin,sedangkan Faktor Non Demografi nya antara lain Keadaan ekonomi
penduduk, Tingkat pendidikan, Perbaikan status wanita, Urbanisasi dan
Industrialisasi. Komposisi umur penduduk merupakan salah faktor komponen
penduduk antara lain penduduk berusia antara 0-4 tahun akan banyak
mempengaruhi tingkat kematian sedangkan tingkat kelahiran sangat dipengaruhi
oleh penduduk wanita pada usia 15-49 tahun.
1.3 Teori Teori Kependudukan
Teori kependudukan dikembangkan oleh dua faktor yang sangat dominan
yaitu, yang pertama adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk terutama di
negara-negara yang sedang berkembang dan hal ini menyebabkan agar para ahli
memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penduduk. Sedangkan faktor
yang kedua adalah adanya masalah masalah yang bersifat universal yang
menyebabkan para ahli harus banyak mengembangkan dan menguasai kerangka
teori untuk mengkaji lebih lanjut sejauh mana telah terjalin suatu hubungan antara
penduduk dengan perkembangan ekonomi dan sosial. Teoriteori penduduk
dibagi menjadi beberapa teori yaitu :

1.3.1. Teori Pertumbuhan Penduduk


1. Marxist
Teori ini mengemukakan bahwa semakin banyak jumlah manusia
semakin tinggi produksi yang dihasilkan. ( Ida Bagoes Mantra ,
Demografi Umum, 2000 : 67).
2. Paul Edric
Dalam bukunya yang berjudul

(The Population Bomb)

menggambarkan bahwa penduduk dan lingkungan yang ada didunia ini


sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia;
Kedua, Keadaan bahan makanan sudah terbatas; Ketiga, Karena terlalu
banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang rusak dan
tercemar. Pada tahun 1990 Edric merevisi bukunya dengan judul baru
(The Population Explotion), yang isinya adalah Bom penduduk yang
dikhawatirkan pada tahun 1968, kini sewaktuwaktu akan dapat
meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena
sudah terlalu banyaknya penduduk yang sangat merisaukan. ( Ida
Bagoes Mantra , Demografi Umum , 2000 : 71)
3. Robert Thomas Malthus ( 1766-1834)
Menurut Robert Thomas Malthus ( 1766-1834) yang terkenal
sebagai pelopor ilmu kependudukan yang lebih populer disebut dengan
Prinsip Kependudukan (The Prinsiple of Population) yang menyatakan
bahwa penduduk apabila tidak ada pembatasan akan berkembang biak
dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari
permukaan bumi ini dan ia juga menyatakan bahwa manusia untuk
hidup memerlukan bahan makanan sedangkan laju pertumbuhan bahan
makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk dan apabila tidak ada pembatasan terhadap pertumbuhan
penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan
sehingga inilah yang menjadi sumber kemelaratan dan kemiskinan
manusia. . ( Ida Bagoes Mantra , Demografi Umum , 2000 : 62).

1.3.2. Teori Fisiologi


1. John Stuart Mill
Berpendapat
mempengaruhi

bahwa

pada

perilaku

situasi

tertentu

demografinya.

manusia

Selanjutnya

ia

dapat
juga

mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung


ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam hal ini Fertilasi akan
rendah jadi taraf hidup merupakan determinasi fertilitas. Tidaklah
benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan, Tinggi rendahnya
tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia sendiri, Maka Mill
menyarankan untuk meningkatkan pendidikan penduduk tidak saja
untuk golongan yang mampu tetapi juga untuk golongan yang tidak
mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara
rasional penduduk mempertimbangkan perlu tidaknya menambah
jumlah anak sesuai dengan karir dan usaha yang ada. ( Ida Bagoes
Mantra , Demografi Umum , 2000 : 73-74).
2. Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Sadler

mengemukakan

bahwa

daya

reproduksi

manusia

dibatasioleh jumlah penduduk yang ada disuatu negara atau wilayah.


Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan
menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya
reproduksi manusia akan meningkat. Teori Doubley hampir sama
dengan teori sadler hanya saja titik tolaknya berbeda. Doubley
mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik
dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran
menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Menurut Doubley
kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bagi daya
reproduksi manusia sedangkan kelebihan pangan justru merupakan
faktor pengekang perkembangan penduduk. Dalam golongan
masyarakat yang berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari
penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai

kedudukan yang baik biasanya jumlah keluarganya kecil. . ( Ida


Bagoes Mantra , Demografi Umum , 2000 : 76-77)
1.3.3. Teori Sosial Ekonomi
1. Emile Durkheim
Emile Durkheim adalah seorang ahli Sosiologi Perancis, ia
menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari adanya
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan pada suatu
wilayah dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari
tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan
antara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam usaha
memenangkan

persaingan

meningkatkan

pendidikan

tiap-tiap
dan

orang

ketrampilan

berusaha
serta

untuk

mengambi

spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas terlihat pada


masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.
Apabila

dibandingkan

dengan

masyarakat

tradisional

dan

masyarakat industri akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisonal


tidak terjadi persaingan yang ketat dalam memperoleh pekerjaan,
tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal ini
disebabkan karena pada masyarakat industri tingkat pertumbuhan
dan kepadatan penduduknya tinggi. ( Ida Bagoes Mantra ,
Demografi Umum , 2000 : 75)
2. Arsene Dumont
Arsene Dumont adalah seorang ahli Demografi dari Perancis.
Tahun 1890 dia menulis sebuah artikel yang berjudul
Depopulation et Civilization. Ia melancarkan teori penduduk baru
yang disebut dengan Teori Kapilaritas Sosial. Teori Kapitalitas
Sosial mengacu kepada keinginan seseorang unutk mencapai
kedudukan yang tinggi di masyarakat. Untuk dapat mencapai
kedudukan yang tinggi dalam masyarakat keluarga yang besar
merupakan beban yang berat dan perintang.

Teori ini dapat berkembang dengan baik dinegara-negara


demokrasi, dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk
mencapai tujuan yang tinggi di masyarakat. ( Ida Bagoes Mantra,
Demografi Umum , 2000 : 74).

1.4 Laju Pertumbuhan Penduduk


Laju Pertumbuhan Penduduk adalah perubahan penduduk yang terjadi jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase.
Pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah dipengaruhi oleh 3 komponen yaitu :
a. Fertilitas
Fertilitas dalam pengertian demografi adalah Kemampuan rill seorang
wanita untuk melahirkan. (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI
Dasar-Dasar Demografi : 7).
b. Mortalitas
Mortalitas atau kematian adalah Peristiwa menghilangnya semua tandatanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah
kelahiran hidup. ( Ida Bagoes Mantra , Demografi Umum , 2000 :
115).
c. Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap
disuatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik / negara ataupun
batas administrative / batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi
sering diartikan sebagai perpindahan penduduk yang relatif permanen dari
suatu daerah ke daerah lain . (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi
UI Dasar-Dasar Demografi : 9).

1.5. Komposisi Penduduk


Komposisi penduduk dalam arti Demografi adalah Komposisi Penduduk
menurut umur dan jenis kelamin. Kedua variabel ini sangat mempengaruhi
pertumbuhan penduduk dimasa yang akan datang. Misalnya Pemerintah ingin
merencanakan pelaksanaan wajib belajar penduduk usia sekolah, maka perlu

diketahui jumlah penduduk diusia sekolah baik sekarang maupun dimasa yang
akan datang.

1.6 Transisi Demografi


Transisi demografi pada dasarnya dipakai untuk menyatakan perubahan yang
terjadi terhadap tiga komponen utama pertumbuhan penduduk: kelahiran
(fertilitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (mobilitas/migrasi).

BAB II
BONUS DEMOGRAFI
DAN JENDELA KESEMPATAN

2.1 Bonus Demografi dan Jendela Kesempatan


Transisi demografi mengubah struktur umur penduduk, dimana proporsi
penduduk muda (0-15 tahun) makin menurun, proporsi penduduk usia kerja
meningkat pesat dan penduduk tua (di atas usia kerja) meningkat perlahan.
Perjalanan pergeseran distribusi umur penduduk berdampak pada turunnya rasio
ketergantungan penduduk muda (youth dependency ratio) dan membentuk
keadaan yang ideal yang menghasilkan potensi terjadinya bonus demografi.
Potensi ini berimplikasi pada keuntungan ekonomis yang disebabkan
penurunan proporsi penduduk muda yang mengurangi besarnya biaya investasi
untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan
kegunaannya

untuk

memacu

pertumbuhan

ekonomi

dan

peningkatan

kesejahteraan keluarga. Kondisi pada saat tingkat kelahiran tinggi dan awal
penurunan kematian bayi, age dependency ratio yakni perbandingan antara
jumlah penduduk usia non-produktif di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun
terhadap penduduk usia produktif 15-64 tahun sangat tinggi. Transisi demografi
menurunkan proporsi umur penduduk muda dan meningkatkan proporsi penduduk
usia kerja, dan ini menjelaskan hubungan pertumbuhan penduduk dengan
pertumbuhan ekonomi. Penurunan proporsi penduduk muda mengurangi besarnya
investasi untuk pemenuhan kebutuhan mereka, sehingga sumber daya dapat
dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan keluarga. Selanjutnya pertumbuhan penduduk usia kerja yang lebih
pesat dibanding dengan pertumbuhan penduduk muda memberikan peluang untuk
mendapatkan bonus demografi (atau juga sering dikatakan demographic dividend,
atau demographic gift). Yakni apabila ada respon kebijakan pemerintah yang
positif pada saat bonus demografi menyediakan tenaga kerja cukup besar untuk
meningkatkan produktivitas.

Hasil analisis demografer terhadap indikator dasar kependudukan (tingkat


kelahiran dan kematian) menunjukkan Indonesia saat ini tengah menikmati bonus
demografi. Kondisi ini merupakan dampak jangka panjang dari program KB yang
mulai dilaksanakan secara nasional sejak tahun 70an. Tingginya tingkat kelahiran
pada dekade 60an dan 70an menyebabkan meningkatnya jumlah kelompok usia
muda (15 tahun ke atas) mulai kurun waktu 90-an. Di lain pihak, keberhasilan
program KB yang mulai terasa pada dekade 80an menurunkan jumlah penduduk
di bawah 15 tahun. Dinamika perubahan struktur umur ini yang berdampak pada
menurunnya proporsi penduduk non produktif dan meningkatnya proporsi
penduduk usia produktif.
Seiring dengan dinamika perubahan struktur tersebut, Indonesia akan
menikmati apa yang disebut sebagai window of opportunity pada kurun waktu
2020-2030, dimana rasio ketergantungan sangat rendah (sekitar 44 persen). Pada
kurun waktu tersebut jumlah penduduk di Indonesia berkisar antara 268 juta jiwa
(2020) & 293 juta jiwa (2030) dan sebagian besarnya (198.5 juta dan 200.3 juta)
merupakan penduduk dengan usia produktif.
Secara potensial, kondisi ini sangat baik untuk mendukung kemajuan bangsa.
Penduduk usia produktif terutama kaum muda merupakan kelompok yang sangat
energik dan kreatif. Bersama dengan pengembangan potensi sumberdaya alam
yang melimpah, kebijakan ekonomi yang prudent, besarnya proporsi penduduk
usia produktif khususnya usia muda merupakan faktor kunci yang mendukung
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan saat ini. Namun
pemanfaatan window of opportunitybergantung pada banyak faktor, yaitu(1) SDM
yang berkualitas, (2) mereka terserap dalam pasar kerja, (3) adanya tabungan pada
tingkat rumah tangga, dan (4) perempuan dalam pasar kerja. Disamping itu
window of opportunity tidak berlangsung lama. Potensi ini dapat dinikmati oleh
Indonesia hanya sampai dengan sekitar tahun 2030 dan setelah itu secara perlahan
akan hilang dengan makin membesarnya proporsi penduduk lanjut usia (65 tahun
ke atas).
Untuk memanfaatkan window of opportunity maka kebijakan pengembangan
SDM, sektor tenaga kerja, sektor keuangan, sektor riel dan pemberdayaan

perempuan harus lebih dipertajam dan disinkronkan satu dengan yang lain dengan
memperhatikan dinamika demografi dan sosial ekonomi dari kelompok penduduk
usia produktif tersebut. Disamping itu juga perlu diperhatikan kondisi global
karena bagaimanapun ke depan keterkaitan antar negara dalam bidang sosial dan
ekonomi akan semakin erat.
Rasio Ketergantungan akibat menurunnya penduduk usia muda, tidak
selamanya menunjukkan penurunan, karena suatu ketika Rasio Ketergantungan
akan meningkat kembali apabila penduduk usia tua meningkat dengan pesat. Titik
perubahan dari menurun dan berbalik menjadi meningkat merupakan titik
terendah Rasio Ketergantungan inilah yang disebut Jendela Kesempatan (the
Window of Opportunity).

2.2 Bonus Demografi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat


Terbukanya peluang bonus demografi sebagai akibat dari transisi demografi
tersebut diiringi dengan perubahan struktur umur penduduk. Teori transisi
demografi berpendapat bahwa mula-mula kematian menurun karena peningkatan
teknologi terutama kesehatan dan diketemukannya obat-obatan antibiotik.
Peningkatan teknologi kesehatan dari negara maju ini sangat dimanfaatkan oleh
negara berkembang dan berdampak pada penurunan kematian, terutama kematian
bayi. Penurunan kematian bayi ini tidak langsung diikuti dengan penurunan
kelahiran. Penurunan kematian bayi menyebabkan lebih banyak bayi-bayi yang
survive, dapat terus hidup mencapai usia yang lebih tinggi (dibandingkan dengan
waktu-waktu sebelumnya). Untuk sementara kelahiran masih tetap tinggi dan
bersamaan dengan menurunnya kematian bayi jumlah penduduk muda meningkat
dengan pesat menyebabkan laju pertumbuhan penduduk juga meningkat. Setelah
beberapa lama, tingkat kelahiran akhirnya menurun juga, yang di negara
berkembang utamanya karena intervensi pemerintah dan berakibat pada
berkurangnya jumlah bayi yang lahir. Lima belas tahun kemudian kohor ini
memasuki usia produktif dan penduduk perempuan memasuki usia reproduksi.
Terjadilah pergeseran distribusi penduduk menurut umur yang menyebabkan
menurunnya rasio ketergantungan penduduk usia non-produktif dan penduduk

10

usia produktif. Khusus untuk bonus demografi ini, menurunnya rasio


ketergantungan lebih disumbangkan oleh penurunan banyaknya penduduk muda
(youth dependency ratio) dibandingkan penduduk tua (elderly dependency ratio).
Bonus demografi sering dikaitkan dengan suatu kesempatan yang hanya akan
terjadi satu kali saja bagi semua penduduk negara yakni the window of
opportunity. Kesempatan yang ada berkaitan dengan bonus demografi ini berupa
tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal pada perbandingan antara
jumlah penduduk yang produktif dan yang non-produktif. Pada saat itu angka
ketergantungan adalah yang terendah, selama usia penduduk tersebut, yang
biasanya terletak di bawah 50 persen. Artinya, perbandingan antara penduduk usia
kerja dibandingkan dengan penduduk non-usia kerja sekitar dua kalinya. The
Window of Opportunity ini tidak terjadi selamanya melainkan hanya tersedia
dalam waktu yang sangat singkat, satu atau dua dekade saja. Ini disebabkan
karena dalam perjalanan transisi demografi, harapan hidup yang terus meningkat
akan meningkatkan jumlah lansia di atas 65 tahun sedemikian rupa sehingga rasio
ketergantungan akan meningkat lagi. Kali ini disumbangkan terutama oleh
meningkatnya proporsi penduduk usia 65 ke atas. Jadi terbukanya The Window of
Opportunity yang menyediakan kondisi ideal untuk meningkatkan produktivitas
ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pemerintah suatu negara apabila ingin
meningkatkan kesejahteraan penduduknya (Adioetomo, 2005).

2.3 Bonus Demografi Indonesia


Adioetomo (2005) mempertanyakan "Apakah Indonesia sudah mencapai
bonus demografi dan bagaimana terjadinya?". Hal ini memerlukan penuturan yang
panjang tentang fluktuasi kelahiran dan kematian sebelum perang kemerdekaan,
dan intervensi pemerintah dalam bidang pengendalian kependudukan. Pada tahun
1940-an, Indonesia mengalami penjajahan Jepang, perang dunia ke-2, dan masa
kelaparan yang merupakan masa ekonomi yang buruk bagi Indonesia. Meskipun
statistik demografi belum sebagus sekarang, pada waktu itu dapat diperkirakan
bahwa ada penurunan tingkat kelahiran mencapai di bawah 40 ribu per 1000
penduduk dan kenaikan tingkat kematian. Pada saat bangsa Indonesia

11

memperjuangkan kemerdekaannya sekitar tahun 1945, banyak pasangan mudamudi menunda perkawinan. Tetapi setelah kemerdekaan tercapai, terjadilah
lonjakan perkawinan yang disusul oleh lonjakan jumlah kelahiran. Pada tahun
1950-an keadaan menjadi normal kembali dan tingkat kelahiran kembali mencapai
ke taraf yang tinggi seperti sebelumnya, sedangkan tingkat kematian mengalami
penurunan. Pada saat yang sama teknologi kesehatan terutama ditemukannya
obat-obatan antibiotik berhasil dimanfaatkan oleh Indonesia, akibatnya tingkat
kematian mulai menurun. Penurunan tingkat kematian terutama terjadi pada
kematian bayi sehingga menyebabkan anak-anak yang lahir tahun 1950-an dan
seterusnya lebih banyak yang tetap hidup, survive, menuju usia yang lebih tinggi.
Pada saat itu tingkat kelahiran masih tinggi dan menghasilkan kelahiran yang
cukup besar. Bayi yang lahir dari tingkat kelahiran tinggi itu tetap hidup dan
terjadilah penumpukan jumlah anak-anak usia di bawah 15 tahun. Dampak
momentum kelahiran tinggi ini terus terbawa sepanjang hidup kohor tersebut dan
terlihat jelas pada piramida penduduk tahun 1961, 1971 dan seterusnya
(Adioetomo, 2005).
Selanjutnya Adioetomo (2005) mengatakan bahwa pada tahun 1960-an ahli
ekonomi dan pionir pakar kependudukan terkemuka di Indonesia, Widjojo
Nitisastro, telah mengingatkan kita bahwa suatu saat setelah tahun 1960-an akan
terjadi rejuvenation of the working age atau peremajaan angkatan kerja di
Indonesia (Nitisastro, 1970 dalam Adioetomo, 2005). Peremajaan angkatan kerja
pada waktu itu diperkirakan akan mulai terjadi pada tahun 1970 - 1980-an, sebab
kohor kelahiran tinggi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an memasuki pasar kerja
di tahun-tahun tersebut. Nitisastro pada waktu itu juga mengatakan untuk
mewaspadai masuknya perempuan kohor kelahiran tahun 1950-an dan 1960-an
tersebut ke usia reproduksi (masa melahirkan) sekaligus ke pasar kerja. Keduanya
merupakan dampak kelahiran tinggi sebelum dan sesudah kemerdekaan yang
mengakibatkan dunia angkatan kerja Indonesia diwarnai oleh tingginya proporsi
penduduk usia kerja muda 15-24 tahun.
Kohor baby boom di Indonesia terlihat memuncak di tahun 1960-1970-an,
yang akan meneruskan gelombang pasang membanjiri angkatan kerja dengan usia

12

muda. Selanjutnya, gelombang masuknya kohor kelahiran tinggi ke usia


reproduksi akan menimbulkan echo, artinya, kohor besar yang masuk ke usia
reproduksi akan menghasilkan jumlah kelahiran yang besar. Bahkan ketika tingkat
kelahiran sudah mulai menurun echo ini tetap terbawa. Meskipun rata-rata jumlah
anak yang dipunyai perempuan makin sedikit tetapi karena jumlah perempuan
usia subur masih besar, maka jumlah bayi yang dilahirkan juga masih tetap
banyak. Dan karena tingkat kematian bayi menurun terus, kohor ini membentuk
suatu armada usia kerja yang amat pesat pertumbuhannya, baik angkatan kerja
muda maupun yang meningkat ke usia yang lebih tua. Dalam proses transisi
demografi, intervensi pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk,
dalam bentuk Program Nasional Keluarga Berencana dengan menanamkan
manfaat norma keluarga kecil, telah berhasil menurunkan tingkat kelahiran yang
berdampak pada penurunan proporsi jumlah penduduk non-produktif dibawah
usia 15 tahun.
Berlangsungnya transisi demografi di Indonesia itu makin lama makin
mengubah wajah penduduk Indonesia dengan menggeser distribusi umur
penduduk. Proporsi penduduk muda makin menurun, proporsi penduduk usia
kerja meningkat pesat dan proporsi penduduk usia lanjut bergerak naik secara
pelahan. Dalam era tingkat kelahiran tinggi dan awal penurunan kematian bayi,
total dependency ratio yakni perbandingan antara jumlah penduduk usia nonproduktif di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun terhadap penduduk usia
produktif 15-64 tahun sangat tinggi. Pada tahun 1971 mencapai 86 per 100.
Artinya tiap 100 penduduk usia kerja akan mempunyai tanggungan sebesar 86
penduduk non-produktif. Dari angka ketergantungan itu, sebesar 93 persennya
disumbangkan oleh besarnya jumlah anak-anak di bawah 15 tahun, dan sisanya
oleh penduduk usia lanjut hanya 7 persen. Pada saat itu tanggungan orang tua
relatif masih sedikit karena tahun-tahun sebelumnya belum banyak penduduk
yang berhasil mencapai usia di atas 65 tahun.
Namun untuk meraih the Window of Opportunity tersebut, pertama-tama
bonus demografi yang sekarang sudah mulai terjadi harus ditingkatkan dan
diteruskan dengan menurunkan tingkat kelahiran dan kematian sehingga menjadi

13

CBR=17,7 dan CDR=7,1 pada tahun 2015 dan CBR=15,0 dan CDR=7,5 pada
tahun 2025. Dengan terus menurunnya tingkat kelahiran dan kematian, serta
berlanjutnya bonus demografi, maka kemungkinan terbukanya jendela peluang
tersebut akan besar sekali, dan apabila the Window of Opportunity ini tercapai
harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Dalam rangka mewujudkan bonus demografi ada 4 mekanisme penting yaitu:
pasokan tenaga kerja (labor supply), peranan perempuan (women role), tabungan
(savings), dan sumber daya manusia (human capital) (Bloom, Canning dan
Sevilla, 2003).
Pasokan tenaga kerja
Pengaruh transisi demografi pada pasokan tenaga kerja terjadi dengan dua
cara :
Adanya pengaruh pertambahan usia dari generasi baby-boom yaitu ketika
generasi tersebut berumur 15-64 tahun dan masuk ke pasar kerja maka
rasio ketergantungan menjadi lebih rendah. Ketika generasi tersebut
mencapai puncak usia kerja, yaitu 20-54 tahun pengaruh ini secara khusus
menjadi sangat kuat.
Adanya peningkatan penduduk perempuan masuk pasar kerja karena
makin kecilnya ukuran keluarga. Kondisi ini diperkuat oleh kenyataan
bahwa mereka dilahirkan dari generasi yang sudah menganut keluarga
kecil, sehingga mereka lebih berpendidikan dan pada gilirannya
meningkatkan produktivitas saat masuk pasar kerja.
Tabungan
Bonus demografi memicu pertumbuhan tabungan (savings) dan pada
gilirannya akan meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penduduk
muda dan penduduk tua mengkonsumsi lebih banyak dari yang bisa produksi.
Sedangkan penduduk usia kerja cenderung mempunyai tingkat output ekonomi
yang lebih tinggi dan cenderung mempunyai tingkat tabungan yang lebih tinggi
pula. Kemampuan menabung yang lebih besar pada penduduk usia kerja terutama
pada usia 40-an dimana support untuk anak sudah minimal. Pada akhirnya,
kekuatan menabung secara kolektif dapat menjadi sumber daya untuk investasi

14

yang dapat menggairahkan pertumbuhan ekonomi.


Dalam kurun waktu 2020-2030, rasio ketergantungan sangat rendah di mana
jumlah penduduk Indonesia berkisar antara 268 juta jiwa (2020) & 293 juta jiwa
(2030) dan sebagian besarnya (198.5 juta dan 200.3 juta) merupakan penduduk
dengan usia produktif. Situasi ini tentu sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi
bangsa Indonesia. Apalagi, penduduk usia produktif merupakan kelompok kreatif,
di mana salah satunya ada pada usia remaja. Karenanya, mempersiapkan remaja
berkualitas sejak dini perlu dilakukan.

15

BAB III
KESIMPULAN

Demografi adalah Ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan-keadaan


perubahan penduduk atau dengan kata lain segala hal yang berhubungan dengan
komponen-komponen perubah tersebut seperti kelahiran, kematian dan migrasi
sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut umur
dan jenis kelamin tertentu.
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah di pengaruhi oleh 4 faktor yaitu
Kelahiran (fertilasi), Kematian (mortalitas), In Migrasion (migrasi masuk),
Out Migrasion ( migrasi keluar).
Pengertian bonus demografi secara umum adalah kondisi dimana rasio
ketergantungan (dependency ratio) yaitu perbandingan antara jumlah penduduk
usia non produktif (0-14 tahun ditambah dengan 64+) dengan penduduk usia
produktif (15-64 tahun) menurun secara berkelanjutan. Pada kurun waktu tertentu
tingkat ketergantungan tersebut berada pada kondisi yang sangat rendah sebelum
kemudian meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia.
Masa kurun waktu tersebut disebut sebagai jendela peluang (window of
oppurtunity) karena periode tersebut merupakan masa keemasan untuk
menjadikan faktor demografi sebagai pendorong kemajuan bangsa.
Indonesia akan mengalami window of opportunity pada kurun waktu 20202030, dimana rasio ketergantungan sangat rendah (sekitar 44 persen). Pada kurun
waktu tersebut jumlah penduduk di Indonesia berkisar antara 268 juta jiwa (2020)
& 293 juta jiwa (2030) dan sebagian besarnya (198.5 juta dan 200.3 juta)
merupakan penduduk dengan usia produktif.

16

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, Sri Moertiningsig. 2014. Bonus Demografi Berlanjut. Jakarta.

LIPI. 2013. Optimalkan Potensi Bonus Demografi Untuk Kemajuan Bangsa.


Jakarta.

Mantra, Ida Bagoes. 2009. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saputra, Dani. 2008. Meraih Jendela Kesempatan Melalui Program Keluarga


Berencana Nasional. Palembang: BKKBN.

Yuniarti, Sri. 2010. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Fertilitas.


Bandung.

17

Anda mungkin juga menyukai