Suatu hari, ada dua orang pemuda, bernama Rama dan adiknya Laksmana yang sedang
melaksanakan misi untuk menumpas para raksasa di. Sampai akhirnya mereka mendengar kabar
bahwa Raja Wideha mengadakan sayembara. Gadis yang cantik sudah saatnya menikah dengan
salah satu pangeran terbaik.
ADEGAN 1
Rama : “Astaga, kau ingin kakakmu ini mendapatkan jodoh melalui sebuah sayembara?
Itu jelas bukan awal kisah cinta sejati.” (menggeleng)
Laksmana : “Setidaknya Kakanda bersedia melihat dulu puteri itu, menurut kabar, wangi
kulitnya semerbak hingga ratusan meter. Matanya mampu meruntuhkan dinding kesombongan.
Dan hatinya, bahkan bisa menaklukkan senjata paling hebat di dunia. Setelah dilihat, nanti baru
Kakanda putuskan sendiri apakah akan menulis kisah cinta sejati dari sebuah sayembara atau
bukan. Ayolah, apa salahnya dicoba, bukan?“
Rama mendengus, memasang busur dan anak panah di punggung, berangkat menuju ibukota
Wideha
ADEGAN 2
Ketika seluruh pangeran sudah berkumpul di balai agung ibukota Wideha, Rama justru salah
memasuki ruangan. Rama terpesona saat melihat Shinta sedang membantu dayang-dayang yang
tidak sengaja menumpahkan nampan berisi buah-buahan.
Shinta : “Tidak usah dipikirkan. Tidak apa -apa.” (menenangkan dayang – dayang sambil
memunguti buah-buahan yang berserakan di lantai)
Shinta dan Dayang sangat terkejut ketika melihat lelaki memasuki bangunan khusus perempuan.
Rama : “Maaf, sungguh maafkan kami. Kami sedikit pun tidak bermaksud buruk, kami
tidak sengaja, kami salah masuk ruangan.”
Rama : “Maaf tuan Putri, kami adalah pemuda yang ingin melihat sayembara.”
Shinta : “Pemuda gagah itu pastilah salah-satu petualang seperti banyak pengunjung
yang ikut hadir meramaikan Ibukota.” (berbicara sendiri)
Rama : “Ah, andaikata dia bukan puteri seorang Raja, yang harus memperoleh jodoh
melalui sebuah sayembara, akan menyenangkan bisa berpetualang melihat dunia luas.” (Berbicara
dengan Laksamana).
Laksmana : “Mereka hanya diminta menarik busur, pusaka kerajaan Wideha. Busur itu bukan
busur biasa kakanda, busur itu milik Dewa Siwa yang dihadiahkan ke bumi, jangankan menarik
talinya, bahkan mengangkat busur itu saja banyak yang tidak mampu Kakanda.”
Ketika Rama mulai mengangkat busur itu, ia menoleh ke Laksmana adiknya, Laksmana pun
menjawab lirikan itu dengan anggukan kepala. Rama mulai memanah dan sssssiiiittt tepat jatuh
di tengah lingkaran yang telah di siapkan. Tepuk tangan semarak mengiringi langkah kaki Rama.
Raja : “Saya umumkan wahai rakyatku bahwa pemenang sayembara ini adalah Rama.”
(sambil mengangkat tangan kanan Rama)
ADEGAN 3
Sayembara telah berakhir, pernikahan antara Rama dan Shinta segera dilangsungkan. Rama yang
tampan berjalan dengan Shinta yang jelita (tersenyum bahagia). Sementara itu Raja dan Ratu
berbincang berdua.
Raja : “ Dinda, bagaimana jika aku mengangkat Rama menjadi penerusku, apakah kamu
menyetujuinya ?”
Ibu tiri : “Tidak Kakanda, Rama hanyalah orang biasa yang hendak mengambil tahta
kerajaan kita.”
Raja : “Itu tidaklah benar Dinda, Rama adalah kesatria yang mulia.”
Ibu tiri : “Kita lihat saja nanti. Brata anakkulah yang lebih pantas menjadi raja Wiedha.”
(didalam hati)
Raja : (meninggalkan Ibu tiri sendiri dan mendekati Rama dan Sinta) “Bahagialah kalian
anakku.” (merangkul Rama dan Shinta).
Melalui sebuah intrik yang licik, Rama dan Shinta justru terusir dan dibuang ke hutan rimba
selama empat belas tahun. Barata, adik tirinya menjadi raja, dan Raja Kosala meninggal dalam
kesedihan panjang.
Shinta : “Kanda Empat belas tahun kita disini.” (Shinta tidur di pangkuan Rama)
Mereka diuji oleh berbagai godaan dan rintangan.. Dan puncaknya saat Rahwana, Raja Alengka,
berniat menculik Shinta yang jelita. Rahwana adalah raja para raksasa. Kesaktiannya tiada tara.
Hari naas itu, Shinta melihat seekor anak kijang, begitu lucu, lincah loncat kesana kemari. Shinta
meminta Rama mengejar anak kijang itu. Rama memutuskan mengejar kijang itu.
Shinta : “ Kakanda, lihatlah kijang itu Kakanda. Aku ingin kau menangkapnya.”
Kijang itu bukan kijang biasa, melainkan anak buah Rahwana yang sedang menyamar.
Setelah masuk ke dalam hutan yang lebih lebat, Rama berhasil memanahnya, dan kijang itu
berubah wujud, berseru meminta tolong, menirukan suara Rama.
Mendengar teriakan itu, Shinta panik. Dia cemas suaminya terluka, meminta Laksmana menyusul.
Laksmana : “ Baiklah.” (membuat lingkaran dari tanah dan beranjak pergi meninggalkan
shinta)
Tetapi Rahwana cerdik, dia menyamar menjadi seorang pertapa tua, berjalan terbungkuk, yang
kehausan. Rahwana tidak bisa masuk ke dalam lingkaran, tapi dia bisa membujuk Shinta agar
melangkah keluar mengulurkan kendi air minum.
Rahwana : “ Nak, bolehkah kiranya kakek meminta air barang sedikit ? Kakek benar-benar
haus.”
Shinta : “ Tentu boleh kek, tunggu sebentar!” (mengambilkan minum) “Ini Kek silahkan.”
(Menyodorkan kendi air minum)
Shinta tak menyadari bahwa tangannya telah keluar dari lingkaran, Rahwana pun menyambar
tangan Shinta dan membawanya lari.
Rama : “Hanoman, bantulah aku merebut kembali Shinta istriku dari Rahwana.”
Hanoman : “Apa yang akan kamu berikan pada kami, jika kami mau membantu.”
Rama : “Seperempat kebun pisang Alengka akan jadi milik bangsa wanara.”
Hanoman : “Tuan, kita tidak mungkin menyebrangi sungai ini. Apakah ada jalan lain? “
Rama meminta bantuan Baruna, dewa yang mengurus air. Baruna menolaknya, karna dia
tidak mau terlibat dalam pertempuran.
Rama habis kesabaran, Rama mengangkat busur Dewa Siwa, berdiri penuh rasa marah,
menghadap sungai yang menghambat mereka. Anak panah ditarik, dan Rama berseru lantang.
Rama : “Jika kau tidak mau membantuku, wahai Baruna, akan aku keringkan seluruh sungai
ini dengan anak panahku.”
Baruna gemetar berpikir, pilihannya terbatas, binasa seluruh air, atau membantu penyerbuan
Rama. Maka Baruna menawarkan membangun sebuah jembatan. Dan dalam waktu singkat,
jembatan itu terwujud, membentang panjang atas nama cinta.
Pasukan manusia kera menyerbu kerajaan Alengka, dan pertempuran besar tidak dapat
dihindarkan lagi.
Panah sakti milik Rama akhirnya menghujam dada Rahwana, dan raja raksasa paling sakti itu
tumbang. Dan Shinta berhasil di rebut kembali.
Namun setelah kembalinya Rama dan Shinta ke Ayodya, entah kenapa Rama kehilangan
kepercayaannya kepada Shinta.
Rama : “Aku tidak bisa mempercayai Shinta begitu saja, Laksmana.” (menghembuskan
nafas)
Laksmana : “Bagaimana mungkin kau tidak mempercayainya, Kakanda ? Empat belas tahun
Shinta setia menemanimu. Empat belas tahun hidup penuh penderitaan demi mengabdi padamu.
Ditambah berbulan-bulan di tahan oleh Rahwana, berbulan-bulan menanggung penderitaan di
sarang raksasa. Bagaimana mungkin kau tidak mempercayai Shinta?”
Rama : “Karena berbulan-bulan itulah, Laksmana. Siapa yang tahu apa yang telah terjadi
di Alengka? Siapa yang bisa memastikannya?”
Laksmana : “Aku tidak percaya kalimat itu keluar dari mulutmu, Kakanda.”
Saat Rama membawa Shinta kembali ke Kosala, tahta kerajaan Kosala dikembalikan oleh Barata
kepada Rama. Rama menjadi raja Kosala.
Tapi kesenangan itu hanya sebentar, bisik-bisik kotor merasuki penduduk kerajaan Kosala.
Apalagi kalau bukan kabar burung. Shinta sudah tidak suci lagi. Berbulan-bulan ditawan
Rahwana, siapa yang bisa memastikan Shinta tetap mampu menjaga diri.
Laksmana : “Omong kosong semua ini. Aku bersumpah, Shinta tidak akan pernah berkhianat.
Kakanda seharusnya tidak mendengarkan bisik-bisik di luar sana. Di mana mereka saat Kakanda
dan Shinta terusir empat belas tahun. Di mana mereka saat Kakanda memimpin ribuan pasukan
Wanara? Tidak ada satu pun rakyat Kosala yang peduli? Kenapa sekarang mereka peduli sekali
dengan sesuatu yang bukan urusan mereka?”
Rama : “Tetapi mereka rakyatku, Laksmana. Aku tidak bisa menjadi Raja mereka yang
baik, jika mereka tidak mempercayai Ratunya.” (tatapan kosong)
Laksmana : “Karena Kakanda Raja dan mereka rakyat, maka Kakanda bisa memerintahkan
untuk menghentikan seluruh omong kosong.”
Keputusan besar itu diambil Rama, dia memerintahkan agar ujian kesucian digelar untuk Shinta.
Melewati api yang berkobar tinggi. Jika Shinta selamat melaluinya, maka tidak akan ada
keraguan lagi.
Rama : “Ujian api kesucian untuk Shinta, dengan melewati api yang berkobar tinggi. Jika
Shinta selamat melaluinya, maka tidak akan ada keraguan lagi Laksmana”
Rama : “Tentu aku mencintainya, Laksmana. Bagaimana mungkin kau bertanya hal itu?”
Laksmana : “Maka Kakanda telah melakukan kesalahan besar. Kepercayaan adalah pondasi
penting sebuah cinta, Kakanda telah kehilangan pondasi itu. Besok lusa, hal ini akan terulang
kembali. Besok lusa, tanpa pondasi tersebut, Kakanda hanya akan menjadi olok-olok seluruh
penduduk Ayodya.”
Laksmana : “Bukan, Ujian ini dilakukan hanya untuk menutup resah di hati Kakanda. Besok,
Shinta akan berhasil melewati kobaran api itu, tapi Kakanda, tidak akan pernah berhasil
memadamkan keresahan itu.” (membungkuk, ijin pamit dan keluar meninggalkan singgasana)
Pagi itu Shinta berjalan keluar dengan menggunakan baju dan selendang putih. Dengan
disaksikan seluruh rakyat Ayodya, para resi memulai prosesi. Sebuah kidung dinyanyikan. Puja-
puji untuk seorang putri yang akan membuktikan diri.
“Dusta takkan bercampur dengan jujur
Setelah lagu dinyanyikan, Laksmana benar, satu menit kemudian Shinta dengan anggunnya
keluar dari kobaran api suci tanpa luka sedikit pun. Rama bernafas dengan lega.
Laksmana : “Kau lihat itu kakanda? Ia suci tanpa luka sedikit pun.”
Beberapa bulan sejak prosesi api suci, bisik-bisik kabar kembali terdengar di telinga Rama.
Banyak yang beranggapan bahwa Shinta dapat melewati api suci karena ilmu sihir yang telah di
dapat dari Rahwana.
Laksmana : “Sungguh tega kau Kakanda. Ujian apa lagi yang kau buat agar kau percaya pada
Shinta.”
Laksmana yang tak tahan dengan situasi di kerajaan memutuskan untuk pergi menjadi pertapa.
Rama : “Tapi bagaimana aku akan menghadapi rakyatku, Pamanda. Dari kota hingga
desa, di setiap sudut, pelosok, mereka berbisik tentang hal itu. Bagaimana aku meletakkan wajah
seorang Raja yang berwibawa jika mereka tidak percaya dengan Ratunya? Siapa yang bisa bersaksi
Shinta tidak sedang menipu kita semua? Siapa?”
Hanoman : “Astaga, Paduka Rama, sungguh tidak ada yang terjadi di taman Asoka.
Bukankah kau sendiri yang menyuruhku berbulan-bulan mengintai kerajaan Alengka selama
pembuatan jembatan itu, memastikan apakah Shinta baik-baik saja. Istrimu adalah perempuan
terhormat, dia tidak akan berkhianat walau di pikiran sekalipun. Akulah saksinya.”
Rama : “(menggeleng)”
Rama : “Aku tidak bisa lagi percaya pada siapapun dalam situasi ini, Pamanda.” (lirih)
Hanoman : “ Jika itu memang keputusanmu, maka aku tidak bisa berbuat apa – apa Paduka
Rama.”
Keputusan kedua diambil. Dan kali ini lebih mengenaskan dari sekadar melewati api suci.
Rama : “Menurut rakyatku, Shinta yang telah menguasai sihir gelap pastilah ia mampu
melewatinya.”
Hanoman : “Kau telah kehilangan akal sehat, Paduka Rama. Kau, kau tidak akan
melakukannya, bukan? itu berlebihan.”
Tapi entah alasan apa yang membuat Rama begitu gelap mata, keputusan Rama sudah bulat.
Duhai, kemanakah cinta mereka selama ini? Empat belas tahun Shinta menemani Rama terusir
dari Ayodya, membuktikan pengabdiannya. Berbulan-bulan Shinta tidak sekalipun lalai
membisikkan nama Rama di penjara taman Asoka, berharap suami tercintanya tiba, merebutnya
kembali.
Rama : “Tentu saja, Pamanda. Tentu saja. Aku mencintainya. Tapi rakyat Ayodya
membutuhkan bukti bahwa Shinta akan mampu melewati masa pembuangannya.”
Hanoman : “Bukan rakyat Ayodya. Bukan mereka, tapi Padukalah yang membutuhkan itu
semua untuk memadamkan api kecurigaan dalam hati. Camkan ini, Paduka, esok lusa, Shinta akan
berhasil melalui masa terbuangnya, tapi Paduka tidak akan pernah mampu melewati resah itu.”
(melangkah pergi)
Shinta mendengar perintah pengusiran itu dibacakan sendiri oleh suaminya. Kali ini dia memang
tidak kuasa menahan kesedihan hati, matanya berkaca-kaca, tapi dia mengangguk patuh. Shinta
sedikit pun tidak pernah meragukan cinta Rama. Shinta sedih karena dia tidak kunjung mampu
meyakinkan rakyat Ayodya, Shinta sedih harus berpisah dengan suami tercinta.
Rama : “Shinta, kau harus membuktikan kesetiaanmu padaku. Kau harus pergi jauh dari
Ayodya selama sepuluh tahun. Apakah kau sanggup?”
Shinta : “Jangan cemaskan aku, Kakanda. Aku akan baik-baik saja. Masa pembuangan ini
tidak akan lama, apalah arti sepuluh tahun demi membuktikan cinta kita akan abadi. Jangan
cemaskan aku, Kakanda. Sedikit pun jangan terbetik perasaan itu.” (lirih)
Senja itu, saat gelap mulai menghampiri ibukota Ayodya, prosesi pengusiran Shinta dimulai. Tidak
ada yang boleh menemaninya, tidak ada yang boleh membantunya.
Shinta : “Aku tak boleh menangis, hanya butuh waktu sepuluh tahun, aku pasti kuat
melewati ujian ini, demi cintaku pada suamiku. “ (dalam hati)
Senja itu, disaksikan ribuan rakyat, disaksikan Rama yang berdiri memejamkan mata di kursi
singgasana, sendirian Shinta dilepas meninggalkan istana dan menjalani ujian sepuluh tahun
terbuang..
Shinta : “Aku akan baik-baik saja. Aku akan kuat” (menyeka air mata)
Sampai ia melihat seekor beruang yang sedang berlari ke arahnya, dengan sekuat tenaga ia
berlari sampai akhirnya, kaki Shinta tersangkut akar dan terjatuh.
Tidak, Karna ada seseorang yang telah menolongnya ,dia adalah Resi Walmiki. Resi Walmiki
adalah pertapa yang memiliki kemampuan melihat watak seseorang hanya dengan melihat
wajahnya.
Resi : “Ini adalah padepokan kami, kisanak boleh tinggal disini. Mari, masuk.”
(mengajak Shinta untuk masuk ke padepokan)
Shinta : “Terima kasih tuan, kalau boleh tau siapa nama tuan?”
Resi : “Kisanak bisa memanggil saya Resi Walmiki.” (sambil mengobati Shinta) Luka
kisanak tidak terlalu parah, minumlah ramuan ini.” (menyodorkan ramuan)
Resi : “Kelihatannya, kisanak tengah mengandung dua calon kesatria yang hebat
seperti ayahnya.”
Hari demi hari berlalu, perut Shinta semakin membesar, penduduk padepokan itu diliputi
kegembiraan karna penghuni baru mereka akan segera melahirkan. Seorang ibu setengah baya
membantu Shinta melahirkan, dua orang anak kembar, laki-laki, tampan seperti Ayahnya.
Shinta memberi nama kedua anak kembarnya Lawa dan Kusa. Dia dengan air mata berlinang
menciumi dua bayi yang lahir di tanah pembuangan itu.
Delapan tahun kemudian Lawa dan Kusa tumbuh menjadi ksatria yang baik. Sekecil itu, mereka
adalah pemanah terbaik di padepokan, melihat bakat hebat itu, Resi Walmiki menghadiahkan
busur panah kembar dari Dewa Brahma. Itu bukan senjata mematikan dibanding busur Dewa
Siwa milik Ayah mereka, tapi panah itu menyimpan rahasia tersendiri.
Lawa : “Paman, busur ini adalah busur pertama yang paling indah yang pernah ku lihat.”
Kusa : “Paman, aku merasa ada yang lain dari busur ini.” (Sambil menarik busur)
Shinta kembali termenung saat mengetahui masa pengusiran itu telah habis, karna Rama tak
kunjung menjemputnya.
Shinta termangu menatap gerbang setiap hari untuk memastikan bahwa suaminya akan
menjemputnya. Tapi sepertinya penantiannya sia-sia, karna sang suami tak pernah datang
menjemputnya.
Sang anak menjadi bingung, apa gerangan yang terjadi pada ibundanya sampai bisa seperti ini.
Sampai akhirnya anak-anaknya tahu bahwa ini semua karna ayahnya
Kusa : “Paman ceritakan pada kami, apa yang sebenarnya terjadi pada biung ku?
Lawa : “Mengapa biung selalu termenung ketika melihat pintu gerbang padepokan ini?”
Resi : “Biungmu adalah orang yang telah dibuang selama sepuluh tahun oleh Romomu
sendiri hanya karena sebuah prasangka. Tidak hanya itu semua pengorbanan Biungmu selama ini
Tidak cukup untuk menguatkan kepercayaan bopomu pada biungmu, ujian api suci yang bahkan
bisa membakar seorang dewa pendusta, telah di lalui biungmu. Biungmu juga di buang ke Hutan
ini, selama sepuluh tahun untuk meyakinkan bopomu. Sekarang ini saat masa pembuangan itu
telah berlalu, namun bopomu tidak tergerakkah hatinya untuk datang menjemput biungmu.
Rahasia besar ini sudah saatnya kau ketahui putraku”
Kusa : “Lalu?”
Resi : “Pusaka busur itu adalah milik Dewa Brahma, putraku. Rahasia besar busur itu
adalah kebencian. Busur itu akan berlipat-lipat menjadi lebih hebat saat dipegang oleh orang yang
memiliki alasan kebencian yang sah, berhak, dan direstui terbalaskan.”
Lawa dan Kusa berangkat meninggalkan padepokan tanpa diketahui oleh siapa pun. Mereka
menyerbu kerajaan Kosala. Mereka menghukum semuanya, menghancur leburkan kerajaan.
Benteng pertahanan kerajaan Kosala berjatuhan.
Mendengar kabar pemberontakan itu, rama memutuskan mengirim pasukan hanoman untuk
menumpas dua anak tersebut.
Shinta : “Anakku, anak-anakku Lawa dan Kusa, apa yang telah mereka lakukan?
Kerusakan apa yang telah mereka perbuat? Seberapa besar kebencian itu?”
Shinta menyusul ke ibukota ditemani oleh Resi Walmiki. Saat Lawa dan Kusa memasuki Kerajaan
Ayodya. Dua anak kembar itu datang sambil menyanyikan lagu itu, lagu prosesi ujian milik
Ibunya:
Rama berdiri dari singgasananya. Menyiapkan busur dan anak panah miliknya. Sampai suara
perempuan menghentikan semuanya.
Lawa : “Kami akan membalaskan sakit hati Ibu. Kami akan menghukum seluruh Ayodya.”
Tapi lagi-lagi Rama tak percaya dengan Shinta. Rama lebih menuruti bisikan rakyatnya
Oh Ibu, lihatlah, setelah begitu banyak pengorbanan yang kulakukan, setelah begitu besar
harapan yang kubangun, siang ini, disaksikan ribuan orang, suamiku menolak percaya padaku.
Shinta : “Oh Ibu, oh ibu pertiwi, dengarkan anakmu. Dengarkan anakmu. Oh Ibu,
belahlah tanahmu, belahlah perutmu” (Tersungkur, tak kuat berdiri)
Rama yang menyadari apa yang hendak dilakukan Shinta loncat panik. Shinta tersungkur,
tangannya mencabik-cabik tanah.
Shinta : “Oh Ibu, bukalah pintumu, buktikanlah ke seluruh semesta, jika anakmu ini
memang ternoda, maka tolaklah diriku yang hina, lemparkan aku kembali ke langit tanpa nyawa.
Tapi jika aku memang suci, terimalah anakmu kembali, aku mohon. Aku sungguh tidak kuat lagi.”
Rama : “Jangan lakukan!” (berlutut di depan Shinta)” Jangan lakukan Shinta, demi aku”
Rama : “Dengarkan aku, Shinta. Maafkan aku. Maafkan aku yang tidak mempercayaimu”
Shinta : “IBU, aku mohon, aku sudah tak tahan lagi” (merangkak menjauh)
Tangan Rama berusaha menggapai rambut beruban Shinta yang sekarang kotor oleh debu.
Sejengkal lagi tangan itu berhasil menahan Shinta. Bumi lebih dulu merekah. Sempurna sudah,
terbelah dua. Shinta berurai air-mata, tak berpikir panjang langsung melompat.
Resi : “Putraku mari kita pulang.” (Resi,Lawa,dan Kusa meninggalkan Ayodya dan
kembali ke padepokan.)
Beberapa minggu kemudian, Rama meninggalkan tahta Ayodya, dia memutuskan menyusul
adiknya Laksmana menjadi pertapa. Lawa dan Kusa yang menyaksikan kalau Ibunya tetap
mencintai Rama hingga detik terakhir, berhasil dibujuk Resi Walmiki kembali ke padepokan.
Mereka tetap membenci Ayahnya, tapi mereka menghentikan berbuat kerusakan. Besok lusa,
mereka menjadi ksatria tiada tanding. Sementara rakyat Ayodya? Mereka tetap sibuk dengan
tabiat buruk bisik-bisik kotor itu.
-Tamat-