PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun beberapa tujuan kami dalam menyusun makalah ini antara lain:
2.1 Pengertian
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya
akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan
gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan infeksi
bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua
gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum
adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal
akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau
infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau
gangguan metabolik.
2.2 Epidemiologi
Pielonefritis adalah penyakit yang sangat umum, dengan 12-13 kasus per
tahun per 10.000 penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria. Dan wanita
muda paling mungkin menderita penyakit ini, karena adanya aktivitas seksual. Bayi dan
orang tua juga berisiko tinggi, karena adanya perubahan anatomi dan status hormonal.
Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi dan anak-anak muda dibandingkan
dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa (Indra, 2011).
2.3 Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)
merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50%
infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain yang juga turut serta dapat
mengakibatkan pielonefritis seperti Klebsiella, golongan Streptokokus. Infeksi biasanya
berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang
sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan
membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung
kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau
pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter,
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke
ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Keadaan lainnya yang
meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
a. Kehamilan
b. kencing manis
c. keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh
untuk melawan infeksi.
2.4 Tanda dan gejala
Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa
demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Selain itu,
beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya
sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat
yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat
infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk
dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan
demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.
Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama,
seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa
merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal
ginjal). Berikut tanda dan gejala pielonefritis akut dan pielonefritis kronis.
a. Pielonefritis akut
1. Demam
2. Menggigil
3. nyeri panggul
4. nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
5. lekositosis
6. adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
7. disuria
8. biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi.
b. Pielonefritis kronis
1. tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
2. keletihan
3. sakit kepala
4. nafsu makan rendah
5. poliuria
6. haus yang berlebihan
7. kehilangan berat badan
8. infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal ginjal
pada akhirnya.
2.5 Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh
yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih,
lalu ke ureter (saluran kemih bagianatas yang menghubungkan kandung kemih dan
ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni
infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui
alat-alat seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila
terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin,
seperti adanya batu atau tumor.
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari
banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri
dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa
faktor predisposisi pielonefritis adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis,
benda asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial,
dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan
gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan
virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi
sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri seperti
pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada
permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan.
Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan
tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks
intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan
spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency)
atau miksi berulang kali (frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria). Mukosa vesika
urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat
terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi
maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut
dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak,
infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal
dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator
toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring)
(Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak
lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga
akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis
kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami
perubahan degeneratif dan menjadi kecilserta atrophic. Jika destruksi nefron meluas,
dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
2.7 Pengobatan
a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin 500 mg
4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4– 6 minggu, dilakukan
pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
b. Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan
pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
c. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
d. Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari
depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri
feces.
Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
1. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau
tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
2. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa
nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat
farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin
(Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
3. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal
secara progresif.
2.8 Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus
dilakukan:
a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter) untuk membantu pengosongankandung kemih
serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Banyak istirahat di tempat tidur.
d. Terapi antibiotika.
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah
mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa
membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal tersebut
untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar agar tidak
masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan kateter harus
diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
BAB 3. PATHWAY
Diabetes
Penurunan Kehamilan
Imunitas
Peradangan Obstruksi
Bakteri : E.coli,
Klebsielle, kandung kemih,
ISK bawah VUR
Streptococus
Pengeluaran
PIELONEFRITIS
Stress tubuh hormone stress
“ katekolamin “
Terjadi reaksi inflamasi Adanya lesi di
pelvis ginjal
Antigen
Kerusakan Reaksi antigen-antibodi
mengeluargan Peningkatan asam
parenkim ginjal
endositosik Keluarnya lambung
Pelepasan mediator inflamasi
eritrosit terbawa
oleh urin
Perangsangan pusat Nyeri akibat Histamin
Ep “ endogen pirogen “ Kalekrein Histamin
thermostat di peradangan
hipotalamus parenkim ginjal
Pengaktifan Merangsang
prostaglandin pusat sensori
nyeri
Peningkatan
Peningkatansuhu
tersmostat
tubuhtubuh
Anemia Mual-muntah
Vasodilatasi
pembuluh darah
Nyeri menyebar ke Oksihemoglobin
pinggang
Peningkatan aliran
Nausea
darah pembuluh renal
Otot
Nyeri pinggang
kekurangan
Peningkatan vol.
darah aa. afferent energi
Hipertermi Nyeri Akut
Kelemahan
Peningkatan suplai
Gangguan pola tidur darah filtrasi
4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas Klien
a. Nama
Berisi nama lengkap klien yang mengalami pielonefritis.
b. Jenis Kelamin
Pielonefritis kronis 2 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Penyakit infeksi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki,
karena anatomi dari sistem perkemihan wanita (terutama uretra) yang lebih
pendek dari pria sehingga mudah terserang infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
c. Usia
Anak-anak dan orang dewasa memiliki resiko tinggi terhadap penyakit pielonefritis
ini. Dan pielonefritis kronis terjadi lebih sering pada bayi dan anak-anak muda
dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa.
d. Alamat
Lingkungan tempat tinggal yang kotor dan tidak sehat dapat meningkatkan resiko
terkena penyakit pielonefritis terutama temapt sanitasi yang buruk, karena dapat
menjadi tempat berkembang biaknya bakteri yang menyebabkan infeksi.
e. Agama
Agama tidak mempengaruhi sesorang untuk terkena penyakit pielonefritis.
f. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di tempat dan gaya hidup yang tidak bersih maka akan
berisiko lebih tinggi terkena infeksi pielonefritis.
l. Abdomen
Pada klien dengan penyakit pielonefritis ditemukan adanya nyeri pegal di satu atau
kedua daerah pinggang lumbal dan nyeri tekan pada sudut kostovertebra. Dapat
juga terjadi pembesaran di salah satu atau kedua ginjal saat dilakukan palpasi dan
terkadang otot perut mengalami kontraksi yang kuat.
m. Ekstermitas
Pada ekstermitas tidak terdapat kelainan/normal.
1. Inspeksi
a) Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas
b) Ekspresi atau mimik wajah meringis
c) Klien tampak menggigil
d) Klien tampak memegang area pinggang atau abdomen
e) Klien tampak tidak bisa menahan BAK
2. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan.
tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas
sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
a) Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
b) Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
c) Dahi dan kulit tubuh teraba panas
3. Perkusi
Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu sudut
yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Pada klien
pielonefritis akan terdengar suara tenderness
4. Auskultasi
Suara usus melemah seperti ileus paralitik.
Nyeri menyebar ke
DO: pinggang
Urin sangat pekat, suhu
tubuh 39 C
nyeri akibat peradangan
ginjal
Mediator Kalekrein
Gangguan dalam
Pemekatan Urin
DS : Hipertermi Hipertermi
3 Klien mengatakan bahwa
ia merasa menggigil dan Peningkatan Suhu Tubuh
badannya terasa hangat.
Peningkatan Thermostat
DO: Tubuh
Suhu tubuh Klien
mencapai 38 C Perangsangan thermostat
tubuh di Hipotalamus
Pengaktifan Prostaglandin
Pelepasan Mediator
Endogen Pirogen
Defisiensi Rearbsopsi
Peningkatan GFR
DS : Nausea Nausea
6 Klien mengatakan bahwa
dia seering mual dan Mual-Muntah
muntah
Peningkatan Asam Lambung
DO :
Klien tampak sering Pelepasan hormone stress
memegang perut dan katekolamin
muntah dengan frekuensi
yang sering
DO:
Klien sering terbangun di
malam hari karena nyeri
yang dirasakan oleh Klien
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem urinaria
yang ditandai dengan Klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan sulit tidur,
suhu tubuh meningkat, dan leokosit meningkat.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih yang di
tandai dengan Klien sering berkemih, jumlah volume urin meningkat.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi yang ditandai
dengan suhu tubuh meningkat (380 C), kulit hangat dan menggigil.
4. Ketidakseimbangan Volume Cairan Tubuh kurang dari Kebutuhan Tubuh dengan
peningkatan laju metabolik (demam) dan pengeluaran cairan yang berlebih (poliuri)
yang di tandai dengan Klien terlihat lemas, frekuensi berkemih meningkat.
5. Gangguan Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan akibat dari penurunan kontraktilitas otot polos dan penurunan
peristaltic ditandai dengan Klien terlihat lemah dan makanan Klien utuh.
6. Nausea berhubungan dengan peningkatan asam lambung ditandai dengan Klien
mengeluh sering mual dan muntah.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keluarnya otot kekurangan energi
ditandai dengan Klien merasa lemah dan diam di tempat tidur, klien mudah lelah,
terlihat pucat dan lemas.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan demam yang dirasakan Klien
ditandai dengan Klien sering terbangun di malam hari akibat nyeri yang
dirasakannya.
4.3 Perencanaan
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tinfakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
dengan proses inflamasi keperawatan selama 3x24 jam Klien karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
dan infeksi pada sistem tidak mengalami nyeri, dengan b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
urinaria yang ditandai kriteria hasil: c. Bantu Klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan tindakang
dengan klien mengeluh a. mampu kenyamanan yang efektif yang pernah dilakukan, seperti distraksi,
nyeri pada bagian mengontrol nyeri (tahu penyebab relaksasi, atau kompres hangat/dingin.
pinggang dan sulit tidur, nyeri, mampu menggunakan d. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
suhu tubuh meningkat, tehnik nonfarmakologi untuk seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
dan leokosit meningkat. mengurangi nyeri, mencari e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
bantuan); f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk memberikan intervensi yang tepat
b. melaporkan g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
bahwa nyeri berkurang dengan distraksi, kompres hangat/ dingin
menggunakan manajemen nyeri; h. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik untuk
c. mampu mengenali mengurangi nyeri
nyeri (skala, intensitas, frekuensi i. Tingkatkan istirahat
dan tanda nyeri); j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
d. menyatakan rasa nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
nyaman setelah nyeri berkurang; k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
e. tanda vital dalam pertama kali
rentang normal;
f. tidak mengalami
gangguan tidur;
2 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin
urinarius berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam pola b. Tentukan pola berkemih normal Klien dan perhatikan variasi
dengan infeksi pada eliminasi urine Klien kembali c. Dorong peningkatan pemasukan
saluran kemih yang di optimal, dengan kriteria hasil: pola d. Kaji keluhan kandung kemih penuh.
tandai dengan klien eliminasi membaik, tidak terjadi e. Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin.
sering berkemih, jumlah tanda-tanda gangguan berkemih f. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin.
volume urin meningkat (urgensi, oliguri, disuria) g. Kolaborasikan dalam pemberian antibiotik
3 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor suhu sesering mungkin
dengan proses keperawatan selama 3x24 jam Klien b. Monitor warna dan suhu kulit
peradangan atau infeksi menunjukkan : suhu tubuh dalam c. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
yang ditandai dengan batas normal dengan kreiteria hasil: d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
suhu tubuh meningkat a. Suhu 36 – 37C e. Monitor intake dan output
(380 C), kulit hangat dan b. Tanda-tanda vital dalam batas f. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian anti piretik dan
menggigil. normal analgesik
c. Tidak ada perubahan warna kulit g. Selimuti Klien
dan tidak ada pusing, merasa h. Berikan kompres dingin kepada Klien pada lipat paha dan aksila
nyaman i. Tingkatkan sirkulasi udara
j. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
k. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
l. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
m. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
volume cairan tubuh: keperawatan selama 3x24 jam defisit b. Pasang kateter urin jika diperlukan
kurang dari kebutuhan volume cairan teratasi dengan c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
berhubungan dengan kriteria hasil: osmolalitas urin)
peningkatan laju a. mempertahankan urine output d. Monitor tanda-tanda vital
metabolik (demam) dan sesuai dengan usia dan bb, bj e. Monitor masukan makanan / cairan
pengeluaran cairan yang urine normal; f. Monitor status nutrisi
berlebih (poliuri) yang di b. tekanan darah, nadi, suhu tubuh g. Berikan diuretik sesuai interuksi
tandai dengan klien dalam batas normal; h. Monitor berat badan
terlihat lemas, frenkuensi c. tidak ada tanda tanda dehidrasi, i. Monitor elektrolit
berkemih meningkat elastisitas turgor kulit baik, j. Monitor tanda dan gejala dari odema
membran mukosa lembab, tidak k. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema,
ada rasa haus yang berlebihan; distensi vena leher, asites)
d. orientasi; terhadap waktu dan l. Kaji lokasi dan luas edema
tempat baik
e. jumlah dan irama pernapasan
dalam batas normal;
f. elektrolit, hb, hmt dalam batas
normal;
g. ph urin dalam batas normal;
h. intake oral dan intravena
adekuat.
4.4 Pelaksanaan
No Diagnosa Implementasi
1. Nyeri akut a. Telah dilakukan pemantauan tanda-tanda vital
berhubungan b. Telah dilakukan pengkajian nyeri secara
dengan proses komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
inflamasi dan infeksi durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
pada sistem urinaria c. Telah dilakukan observasi reaksi nonverbal dari
yang ditandai ketidaknyamanan Klien .
dengan klien d. Telah diberikan bantuan kepada Klien dan
mengeluh nyeri pada keluarga dalam mencari dan menemukan tindakan
bagian pinggang dan kenyamanan yang efektif yaitu relaksasi dan
sulit tidur, suhu kompres
tubuh meningkat, e. Telah dilakukan pengendalian faktor lingkungan
dan leokosit yang dapat mempengaruhi nyeri yaitu suhu
meningkat. ruangan, pencahayaan dan kebisingan
f. Telah dikaji tipe dan sumber nyeri
g. Telah dijarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat.
h. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
2. Gangguan eliminasi a. Telah dikaji pemasukan dan pengeluaran dan
urinarius karakteristik urin
berhubungan b. Klien diminta untuk minum setidaknya dua liter
dengan infeksi pada c. Mengkaji keluhan kandung kemih penuh.
saluran kemih yang d. Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium;
di tandai dengan elektrolit, BUN, kreatinin.
klien sering e. Telah dilakukan kolaborasi dalam pemberian
berkemih, jumlah antibiotic
volume urin
meningkat
3. Hipertermia a. Telah dilakukan monitor suhu setiap 2 jam
berhubungan dengan b. Telah dilakukan monitor warna dan suhu kulit
proses peradangan dengan hasil warna kuning langsat dan suhu
atau infeksi yang dingin
ditandai dengan suhu c. Telah dilakukan monitor tekanan darah, nadi dan
tubuh meningkat (380 RR, dengan hasil TD:145/90, nadi: 100, dan RR
C), kulit hangat dan 24x/menit
menggigil. d. Telah dilakukan kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian anti piretik dan analgesik
e. Telah menginstruksikan kepada keluarga klien
untuk menyelimutu klien
f. Telah diberikan kompres dingin kepada Klien pada
lipat paha dan aksila
g. Telah dilakukan monitor hidrasi yakni pada turgor
kulit, kelembaban membran mukosa)
4 Ketidakseimbangan a. Telah dilakukan pencatatan intake dan output
volume cairan tubuh: cairan tubuh secara akurat
kurang dari b. Telah dilakukan monitor hasil lab yang sesuai
kebutuhan dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas
berhubungan urin)
dengan peningkatan c. Telah dilakukan pengkajian tanda-tanda vital
laju metabolik d. Telah dilakukan pengkajian status nutrisi
(demam) dan e. Telah dilakukan pemberian diuretik sesuai
pengeluaran cairan instruksi dokter
yang berlebih f. Telah dilakukan pengukuran berat badan
(poliuri) yang di g. Telah dilakukan pengkajian elektrolit
tandai dengan klien h. Telah dilakukan pengkajian tanda dan gejala dari
terlihat lemas, odema, dengan hasil tidak terjadi oedema
frenkuensi berkemih
meningkat
4.5 Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1 Nyeri akut berhubungan dengan S : Klien mengatakan bahwa nyeri yang
proses inflamasi dan infeksi pada dirasakannya sudah mulai berkurang. Klien
sistem urinaria yang ditandai masih susah tidur.
dengan klien mengeluh nyeri O : Skala nyeri klien berkurang dari 5 ke 3
pada bagian pinggang dan sulit A : Masalah teratasi sebagian.
tidur, suhu tubuh meningkat, dan P : Intervensi dilanjutkan
leokosit meningkat
2. Gangguan eliminasi urinarius S : Klien mengatakan bahwa frekuensi
berhubungan dengan infeksi pada berkemihnya mulai berkurang
saluran kemih yang di tandai O : Jumlah urin output klien berkurang.
dengan klien sering berkemih, A: Masalah teratasi sebagian.
jumlah volume urin meningkat P : Intervensi dilanjutkan
3 Hipertermia berhubungan dengan S : Klien mengatakan bahwa tubuhnya tidak
proses peradangan atau infeksi lagi menggigil
yang ditandai dengan suhu tubuh O : Suhu tubuh klien turun menjadi 37,5 C
meningkat (380 C), kulit hangat A : Masalah teratasi sebagian
dan menggigil. P :Intervensi dilanjutkan dengan modifikasi.
5.1 Kesimpulan
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum
adalah Escherichia coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal
akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau
infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau
gangguan metabolic. Pielonefritis terbagi menjadi dua yaitu pielonefritis akut dan
pielonefritis kronis.
Penyebab dari pielonefritis itu sendiri disebabkan oleh infeksi bakteri yang berasal
dari kelamin naik pada kandung kemih. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan
meningkatnya resiko terjadinya infeksi ginjal antara lain batu ginjal, kehamilan, kencing
manis, dan keadaan yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun. Gejala pada
klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil,
nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Selain itu, beberapa penderita
menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya sering berkemih dan
nyeri ketika berkemih. Pengobatan yang perlu dilakukan antara lain pemberian
antibiotic untuk membunuh bakteri dan pembedahan apabila ada penyumbatan.
Pencengahan terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah mengalami
infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara membersihkan setelah
buang air besar, minum banyak air, perhatikan makanan konsumsi, dan istirahat cukup.
5.2 Saran
Sebagai seorang perawat perlunya kita untuk memberikan pendidikan
kesehatan bagi masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Karena kesadaran masyarakat
saat ini kurang memperhatikan kebersihan. Pada makalah ini sudah dijelaskan penyebab
terjadinya pielonefritis, maka perlunya kita untuk memperhatikan kebersihan organ
perkemihan.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnawar, Yanto. 2001. Hubungan Infeksi Saluran Kemih dengan Partus Prematurus.
Tesis.
Muttaqin, Arif, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. 2009-2011. Jakarta: EGC.
Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Brunner & Suddarth Edisi 8
Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.