Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENCAMPURAN (MIXING)


TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
Dosen : Dr. Fitriani Kasim, S. TP, M.Si

Oleh :
ANNISA’ SUCI RAHMADINI
2221112005

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI


PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2022
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses pencampuran (mixing) merupakan salah satu proses penting dalam

pengolahan pangan terutama dalam teknologi emulsi, seperti butter, salad dressing,

dan mayonaise. Aplikasi teknologi emulsi saat ini terus berkembang misalnya dalam

proses pembuatan roti maupun obat-obatan. Salah satu bentuk emulsi pangan yang

penting adalah mayonaise, yang merupakan bentuk emulsi minyak di dalam air (oil in

water) dimana terdapat 60-80% fase terdispersi berupa minyak.

Tiga komponen utama pembentuk mayonaise terdiri dari larutan asam sebagai

medium pendispersi, kuning telur sebagai emulsifier, dan minyak nabati sebagai

medium terdispersi. Ketiga komponen utama dalam pembuatan mayonaise harus

dalam leadaan seimbang. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghasilkan mayonaise

dengan kualitas yang baik dari segi organoleptik, tekstur, viskositas, dan kestabilan

emulsi (Usman dkk., 2015).

Dalam pembuatan mayonaise juga sering ditambahkan bahan-bahan tambahan

lain seperti flavor atau pewarna. Kestabilan emulsi merupakan faktor yang penting

diperhatikan dalam pembuatan mayonaise. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi

kestabilan emulsi pada mayonaise adalah: 1) kuning telur, 2) volume fase terdispersi

dan pendispersi, 3) pengaruh mustard, 4) metode pencampuran, 5) pH air, 6)

viskositas.

Penggunaan kuning telur segar dalam pembuatan mayonaise akan

menghasilkan mayonaise yang lebih baik dibandingkan telur yang sudah disimpan,

karena lesitin akan mengalami kerusakan dan menyebabkan rasio lesitin/kolestrol


akan berkurang. Berdasarkan hal ini maka hal paling memungkinkan sebagai

penstabil pada mayonaise adalah mustard.

1.2.Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mempelajari sifat-sifat emulsi minyak

di dalam air (O/W) khususnya pada mayonaise.


TINJAUAN PUSTAKA

Proses pencampuran adalah suatu operasi yang menggabungkan dua macam

atau lebih komponen bahan yang berbeda hingga tercapai suatu keseragaman. Tujuan

dari pencampuran adalah bergabungnya bahan menjadi suatu campuran homogeny

yang sedapat mungkin memiliki kesamaan penyebaran yang sempurna.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran diantaranya: 1) aliran, 2)

ukuran partikel, 3) kelarutan, 4) viskositas campuran, 5) jenis bahan yang dicampur,

6) urutan pencampuran, 7) suhu dan tekanan, dan 8) bahan tambahan pada

pencampuran.

Mayonaise merupakan salah satu jenis dressing sauce yang paling banyak

penggunaannya pada beragam produk pangan di Indonesia. Mayonaise telah lama

digunakan pada produk makanan seperti salad, burger, pizza, sandwich, kentang

goreng, sosis, dan sebagainya (Rahmawati dkk., 2015).

Sistem emulsi yang membentuk mayonaise marupakan system heterogen yang

terdiri atas dua fase yang tidak tercampur, tetapi cairan yang satu terdispersi dengan

baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran (globula). Fase yang berbentuk

butiran disebut fase terdispersi atau fase internal, sedangkan fase tem[at cairan

terdispersi disebut fase pendispersi (Nawar, 1985).

Prinsip dari pembuatan mayonaise adalah mencampurkan minyak nabati

dengan cuka, gula, garam, lada, mustard, dan kuning telur sebagai pengemulsi yang

akan mebentuk system emulsi. Bahan pengemulsi sangat diperlukan untuk

mempertahankan stabilitas system emulsi setelah pencampuran, sehingga antara

minyak nabati dan bahan yang lain tidak terpisah. Pengemulsi yang tidak baik dan
tidak seimbang dapat menyebabkan emulsi yang diperoleh menjadi tidak stabil (Jaya

dkk., 2013).
METODE KERJA

3.1. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Mixer Minyak
Mangkok Vinegar (5%)
Sendok KuningTelur
Mustard
Garam
Air

3.2. Prosedur Pengerjaan

Prosedur pengerjaan pada praktikum sebagai berikut:

Cara I
Campurkan semua bahan dalam mangkok dan campur dengan mixer kecepatan
tinggi selama 10 menit.

Cara II
Campurkan mustard, garam, cuka, air dan kuning telur dalam sebuah mangkok
(campuran 1).

Masukkan minyak ke dalam mangkok terpisah, dan aduk dengan kecepatan tinggi.

Kemudian tambahkan campuran 1 kedalam mangkok yang berisi minyak secara


perlahan-lahan.

Dan mixer adonan selama 5 menit dengan kecepatan tinggi.

Cara III
Tambahkan kuning telur ke dalam mangkok dan aduk menggunakan mixer dengan
kecepatan sedang.

Pada mangkok terpisah campurkan mustard, cuka, air, garam, dan aduk hingga
garam terlarut (campuran 2).

Tambahkan campuran 2 ke dalam adonan kuning telur dan mixer dengan


kecepatan tinggi selama 3 menit (campuran 3)

Kemudian tambahkan 15% minyak pada 5 menit pertama sedikit demi sedikit.
Tunggu hingga 30 detik untuk kembali menambahkan 50% minyak, dan pada 5
menit terakhir tambahkan sisa minyak (total mixing 15 menit).
PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan

Adapun data pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Nama Pengamatan Cara I Cara II Cara III
Rasa Asam Sedikit Asam
tercampur rasa
minyak
Aroma Aroma vinegar Dominan Aroma vinegar
(aroma khas aroma minyak (aroma khas
Mayonaise
mayonaise) mayonaise)
Warna Sedikit kuning Kuning pekat Putih gading
Viskositas Kental Encer dan Sedikit kental
terjadi endapan dan tidak
terlalu encer

4.2. Pembahasan

4.2.1. Terhadap Rasa

Hasil pengamatan terhadap mayonaise menghasilkan perbedaan rasa

yang tidak terlalu signifikan pada cara I dan cara III, namun sedikit berbeda

pada cara II. Hal ini disebabkan karena pada cara II terjadi endapan sehingga

menyebabkan adonan tidak bersifat homogen.

Dalam penelitiannya, Evanuarini et al., (2016) mengatakan bahwa

penggunaan asam dalam pembuatan mayonaise lebih disukai konsumen.

Usman et al., (2015) menambahkan bahwa rasa sangat berperan dalam

mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap produk makanan.

4.2.2. Terhadap Aroma

Hasil pengamatan terhadap mayonaise menghasilkan perbedaan aroma

yang tidak terlalu signifikan pada cara I dan cara III, dikarenakan penambahan
vinegar pada mayonaise memberikan aroma khas mayonaise. Pradhananga

dan Adhikari (2014) dalam penelitiannya mengatakan penggunaan bahan yang

sama menghasilkan aroma yang sama pula terhadap mayonaise.

Namun perbedaan terlihat pada cara II, hal ini disebabkan Karen

adonan yang tidak tercampur dengan baik dan terjadi endapan akan

menyebabkan salah satu bahan menjadi lebih menonjol, dan menyebabkan

aromanya juga akan lebih menonjol.

4.2.3. Terhadap Warna

Hasil pengamatan terhadap mayonaise menghasilkan perbedaan pada

setiap perlakuannya. Dimana pada cara II menghasilkan warna yang lebih

pekat. Dikarenakan adonan yang tidak tercampur dengan baik, menyebabkan

minyak lebih dominan dan menyebabkan warna mayonaise terlihat kuning

pekat.

Pada cara I, warna yang dihasilkan mayonaise agak lebih pucat

dibandingkan cara II, dikarenakan adonan yang tercampur dengan baik.

Begitu juga dengan cara III, warna yang dihasilkan jauh lebih pucat lagi

dibandingkan mayonaise cara I. Kartikasari dkk. (2019) mengatakan bahwa

warna yang dihasilkan mayonaise berasal dari kuning telur, minyak, dan

mustard yang digunakan.

4.2.4. Terhadap Viskositas

Hasil pengamatan terhadap mayonaise menghasilkan perbedaan pada

setiap perlakuannya. Dimana pada cara I menghasilkan tekstur yang paling


kental disbanding perlakuan lainnya. Dan tekstur yang paling encer terdapat

pada cara II.

Jumlah fase internal yang lebih besar daripada fase eksternal dapat

meningkatkan viskositas emulsi, karena partikel-partikelnya terdesak dalam

system emulsi (Le Hsich and Regeastein, 1992).


KESIMPULAN

Berdasakan dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa metode

pencampuran terhadap pembuatan mayonaise sangat mempengaruhi nilai viskositas

dan warna pada mayonaise. Namun tidak terlalu berpengaruh terhadap aroma dan

rasa dari mayonaise. Oleh karena itu, penggunaan metode pencampuran yang tepat

akan menghasilkan mayonaise dengan kualitas yang diinginkan dan sesuai dengan

standar komersil.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai