Anda di halaman 1dari 80

3-1

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Luwu Timur


3.1.1 Kondisi Geografis
Kabupaten Luwu Timur merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam
lingkup administrative Provinsi Sulawesi Selatan. Ditinjau dari segi geografis, Kabupaten
Luwu Timur terletak pada koordinat antara 2°15’00” sampai 3°03’25” Lintang Selatan dan
120°30’00” sampai 121°30’00” Bujur Timur. Luas wilayah kabupaten luwu timur adalah
674.109,55 Ha atau 6.741,09 km2. Secara fisik geografis wilayah Kabupaten Luwu Timur
meliputi batasbatas sebagai berikut :
 Sebelah utara : Kabupaten Poso (Provinsi Sulawesi Tengah)
 Sebelah timur : Kabupaten Morowali (Provinsi Sulawesi Tengah)
 Sebelah selatan : Teluk Bone, Kabupaten Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara)
 Sebelah barat : Kabupaten Luwu Utara (Provinsi Sulawesi Selatan)
Secara administrasi, kabupaten Luwu Timur terdiri dari 11 (sebelas) kecamatan
yaitu Burau, Wotu, Tomoni, Angkona, Malili, Towuti, Nuha, Mangkutana, Kalena, Tomoni
Timur, dan Wasuponda dengan jumlah keseluruhan 124 desa, 3 kelurahan dan 2 UPT.
Kabupaten Luwu Timur merupakan daerah hasil pemekaran dari kabupaten luwu utara.
Secara definitif kabupaten Luwu Timur yang beribukota di Malili terbentuk pada Tahun
2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2003 dan di resmikan
oleh Menteri Dalam
Negeri pada Tanggal 3 Maret 2003. Sebaran desa di setiap kecamatan adalah Kecamatan
Burau (18 desa), Wotu (16 desa), Tomoni (12 desa dan 1 kelurahan), Angkona (10 desa),
Malili (14 desa 1 kelurahan dan 2 UPT), Towuti (18 desa), Nuha (4 desa dan 1 kelurahan),
Mangkutana (11 desa), Kalaena (7 desa), Tomoni Timur (8 desa) dan Wasuponda (6 desa).
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran desa dan Kelurahan di Kabupaten Luwu Timur
dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1 Sebaran Desa dan Kelurahan di Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
No Kecamatan Desa Kelurahan
1 Burau 18 -
2 Wotu 16 -
3 Tomoni 12 1
4 Tomoni Timur 8 -
5 Angkona 10 -
6 Malili 14 1
7 Towuti 18 -
8 Nuha 4 1
9 Wasuponda 6 -
10 Mangkutana 11 -
11 Kalaena 7 -
Total 124 3
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2020

3-1
Letak Kabupaten luwu Timur dalam lingkup Pulau Sulawesi sangat strategis
sehingga dapat menjadi wilayah penguhubung bagi wilayah hinterland, pada masa yang
akan datang, kabupaten luwu timur diharapkan dapat berfungsi sebagai service region dan
marketing outlet bagi kabupaten-kabupaten lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai Luas
wilayah dan batas administrasi di Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat Pada Tabel 3.2 dan
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Luwu Timur.

Tabel 3.2 Luas Wilayah di Kabupaten Luwu Timur


BPS Perhitungan Pemetaan
No. Kecamatan 2
Luas (km ) Persentase Luas (Ha) Persentase
1. Burau 256,23 3,69 26.583,99 3,94
2. Wotu 130,52 1,88 15.071,57 2,24
3. Tomoni 230,09 3,31 27.057,47 4,01
4. Tomoni Timur 43,91 0,63 5.700,45 0,85
5. Angkona 147,24 2,12 27.409,06 4,07
6. Malili 921,20 13,26 72.056,76 10,69
7. Towuti 1.820,48 26,21 185.451,43 27,51
8. Nuha 808,27 11,64 98.172,10 14,56
9. Wasuponda 1.244,00 17,91 101.245,76 15,02
10. Mangkutana 1.300,96 18,73 105.217,90 15,61
11. Kalaena 41,98 0,60 10.143,05 1,50
Luwu Timur 6.944,88 100,00 674.109,55 100,00

Sumber: Kabupaten Luwu Timur Dalam Angka Tahun 2020 dan Perhitungan Pemetaan Tahun 2021

3-1
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Luwu Timur

3-1
Kec. Wotu Kec. Angkona Kec. Burau
2% 4% 4% Kec. Kalaena
1%
Kec. Wasuponda Kec. Malili
15% 11%

Kec. Mangkutana
Kec. Towuti 16%
27%

Kec. Nuha
15%

Kec. Tomoni Kec. Tomoni


Timur 4%
1%
Gambar 3.2 Grafik Persentase Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Luwu Timur
Sumber: Tim Penyusun RDTR di Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

3.1.2 Kondisi Fisik Lingkungan


a. Kondisi Topografi
Kondisi topografi mempengaruhi aspek pemanfaatan lahan di Kabupaten Luwu
Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Luwu Timur merupakan daerah yang
bertopografi pegunungan dan beberapa tempat yang merupakan daerah pedataran
hingga rawa rawa. Kondisi datar sampai landai terdapat pada semua wilayah
kecamatan dengan yang terluas di Kecamatan Angkona, Burau, Wotu, Malili dan
Mangkutana. Sedangkan kondisi bergelombang dan bergunung yang terluas di
Kecamatan Nuha, Mangkutana dan Towuti.
Berdasarkan ketinggiannya, wilayah Kabupaten Luwu Timur diklasifikasikan ke
dalam tujuh kategori ketinggian dimana luas tiap-tiap ketinggian tersebut yakni dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Kondisi Topografi di Kabupaten Luwu Timur
N Ketinggian (mdpl) Luas (km2) Persentase (%)
o
1 0 – 300 1.546,18 22,26
2 300 – 500 2.032,10 29,26
3 500 – 1.000 1.844,47 26,56
4 1.000 – 1.500 893,92 12,87
5 1.500 – 2.000 476,25 6,86
6 2.000 – 2.500 103,36 1,49
7 > 2.500 48,59 0,70
Total 6.944,88 100,00

Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016

3-1
Adapun dalam spasial kemiringan lereng di wilayah Kabupaten Luwu Timur
yakni dikategorikan ke dalam kelerengan 0–8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan di atas
40% bahwa wilayah dengan kelerengan 15-25% merupakan kategori kemiringan lereng
yang paling dominan di wilayah Kabupaten Luwu Timur. Untuk lebih jelasnya mengenai
keadaan kelerengan di Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.4 Kondisi Kemiringan Lereng di Kabupaten Luwu Timur


N Kemiringan Lereng Luas (km2) Persentase (%)
o
1 0–8% 409,29 5,89
2 8 – 15 % 1.578,03 22,72
3 15 – 25 % 2.497,21 35,96
4 25 – 40 % 1.301,24 18,74
5 > 40% 1.159,11 16,69
Total 6.944,88 100,00

Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016

Berdasarkan pada tabel diatas diketahui bahwa wilayah dengan kemiringan 0-


8% yakni memiliki luas 409,29 Km 2, sedangkan luas wilayah yang kemiringan lereng 8-
15% yakni 1.578,03 Km2 dan 2.497,21 Km2 untuk wilayah dengan kemiringan lereng 15-
25% serta 1.159,11 Km2 diatas 40%.

b. Kondisi Geohidrologi
Kondisi hidrologi di Kabupaten Luwu Timur dibedakan atas air permukaan dan
air tanah dalam.Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi yang di
pengaruhi oleh kondisi klimatologi atau curah hujan, kecepatan evavorasi, kedalaman
muka air dan tutupan lahan sedangkan air tanah dalam atau air di bawah permukaan
yaitu air yang terdapat di dalam celah-celah batuan dan tanah yang digunakan oleh
mayoritas penduduk Kabupaten Luwu Timur untuk membuat sumur bor dan sumur gali
berupa mata air dengan jumlah debit yang bervariasi.
Secara garis besar, kondisi hidrologi di Kabupaten Luwu Timur dipengaruhi oleh
keberadaan sungai dan danau. Adapun danau tersebut sangat potensial untuk
pengembangan kegiatan budidaya perikanan, pembangkit listrik, budidaya tambak dan
kegiatan pariwisata. Disamping itu juga, terdapat dua buah telaga, yaitu Telaga
Tapareng Masapi seluas 243 Ha, dan Telaga Lontoa seluas 172 Ha. Untuk lebih jelasnya
data mengenai sungai dan danau yang menjadi elemen paling berpengaruh dalam
aspek hidrologi di Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

3-1
Tabel 3.5 Nama Sungai, Panjang dan Kecamatan yang dilintasi di Wilayah
Kabupaten Luwu Timur
No Nama Sungai Panjang (Km) Kecamatan yang dilintasi
1. Larona 60 Kecamatan Nuha
Kecamatan Nuha
2. Ussu 30
Kecamatan Malili
3. Cerekang 50 Kecamatan Nuha
Kecamatan Malili
Kecamatan Nuha
4. Angkona 48 Kecamatan Malili
Kecamatan Angkona
5. Kalaena 85 Kecamatan Mangkutana
Kecamatan Mangkutana
6. Powosoi 18
Kecamatan Wotu
Kecamatan Mangkutana
7. Senggeni 24
Kecamatan Wotu
8. Bambalu 15 Kecamatan Wotu
9. Lepa-Lepa - Kecamatan Burau
10. Lumbewe - Kecamatan Burau
11. Langkara - Kecamatan Angkona
12. Malili - Kecamatan Malili
13. Pongkeru - Kecamatan Malili
Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016

Tabel 3.6 Danau, Kedalaman, Luas dan Lokasi Danau di Wilayah Kabupaten Luwu Timur
No Nama Danau Kedalaman (m) Luas (Km2) Lokasi
1. Matano 589 245,70 Kecamatan Nuha
2. Mahalona 95 25,00 Kecamatan Towuti
3. Towuti 95 585,00 Kecamatan Towuti
4. Taparang Masapi * 2,43 Kecamatan Towuti
5. Lontoa * 1,72 Kecamatan Towuti
Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016

c. Kondisi Geologi
Struktur penyusun geologi di wilayah Kabupaten Luwu Timur memiliki formasi
batuan yang beragam. Ditinjau dari aspek morfologi, secara umum kondisi geologi di
wilayah ini dibedakan atas empat kategori yakni struktur batuan pada daerah
pegunungan, daerah perbukitan, daerah kars dan daerah pedataran. Untuk lebih
jelasnya kondisi geologi di wilayah Kabupaten Luwu Timur berdasarkan formasi dan
penjabaran proporsi luas wilayahnya dapat dilihat pada tabel berikut;

3-1
Tabel 3.7 Struktur Penyusun Geologi di Kabupaten Luwu Timur
No Formasi Batuan Luas (Km2)
Batu pasir, konglomerat, tufa, batu lanau, batu lempung,
1 Formasi Walanae 0.57
batu gamping, napal
Endapan Aluvium dan
2 Kerikil, pasir, lempung, lumpur, batu gamping koral 145.09
Pantai
3 Formasi Tonasa Batu gamping 48.69
Batu pasir hijau, grewake, napal, batu lempung dan
4 Formasi Sekala 0.59
tuf, sisipan lava bersisipan andesit-basal
Batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunung
5 Formasi Camba 12.11
api
Batuan Gunung
6 Breksi, lava, konglomerat, tufa 591.79
Api Formasi Camba
Kompleks Sekis, genes, pualam, serpentin, kuarsit, batu sabak, pilit
7 865.26
Pompangeo dan setempat breksi
Kompleks Hastburgit, lhersolite, wehrite, websterit, serpentint,
8 1664.19
Ultrabasa dunit, gabro dan diabas
Batu pasir, konglomerat, batu lempung dengan sisipan
9 Formasi Larona 179.03
tufa
Batuan Gunung
10 Pusat Erupsi 10.49
Api
11 Endapan Danau Lempung, pasir dan kerikil 58.16
Batu gamping hablur dan kalsiut, napal dan serpi dengan
12 Formasi Matano 662.11
sisipan rijang dan batu sabak
13 Aluvium Kerikil, pasir, lempung dan lumpur, kerakal 679.99
Berbagai bongkah asing serpentint, sekis ampibolit,
doloritmalin batu gamping terdaunkan, batuan
14 Melange Wasuponda 191.06
ultramatic, eklogit dan masa dasar lempung merah
bersisik
Perselingan serpi, batu pasir, dan konglomerat dengan
15 Formasi Tomata 14.10
sisipan napal dan ligmit
Batu pasir, konglomerat, batu lempung dengan
16 Formasi Larona 0.31
sisipan tufa
Formasi Bone- Perselingan batu pasir, konglomerat, napal dan lempung
17 331.23
Bone tupaan
18 Batu Gamping Meta Pualam, batu gamping terdaunkan 354.30
Jumlah 6.944,88
Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016

Pada daerah pegunungan dibentuk oleh batuan ultramafik dan batugamping


meliputi lembar Ledu-Ledu, Tara Masapi, Malili, Tolala dan Rauta. Sedangkan pada
daerah perbukitan Kabupaten Luwu Timur memiliki struktur batuan yang terdiri atas
batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir.Struktur geologi daerah-daerah Kras

3-1
merupakan formasi batugamping. Serta pada daerah pedataran meliputi wilayah
bagian selatan Kabupaten Luwu Timur yakni terdiri atas endapan aluvium.

3.1.3 Kondisi Kependuduk


Pada sub-bab kependudukan wilayah Kabupaten Luwu Timur ini akan
membahas terkait jumah penduduk serta laju pertumbuhan penduduk yang terdapat di
Kabupaten Luwu Timur. Berikut merupakan penjelasan detail terkait profil demografi
Kabupaten Luwu Timur.
a. Jumlah Penduduk
Penduduk Kabupaten Luwu Timur berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2019
sebanyak 281.822 jiwa yang terdiri atas 144.912 jiwa penduduk laki-laki dan 136.910
jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun
2018, penduduk Luwu Timur mengalami pertumbuhan sebesar 2,25 persen. Sementara
itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2019 penduduk laki-laki terhadap
penduduk perempuan sebesar 105,84 persen. Kepadatan penduduk di Kabupaten Luwu
Timur tahun 2019 mencapai 41 jiwa/km2. Kepadatan Penduduk di kecamatan cukup
beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di kecamatan Tomoni Timur
dengan kepadatan sekitar 285 jiwa/km 2 dan terendah di Kecamatan Towuti sebesar 16
jiwa/Km2. Untuk lebih jelasnya mengenai Jumlah Penduduk di Kabupaten Luwu Timur
dapat dilihat pada Tabel 3.8 di bawah ini:
Tabel 3.8 Jumlah Penduduk di Kabupaten Luwu Timur Tahun 2016 - 2020
Jumlah Penduduk
No Kecamatan
2016 2017 2018 2019 2020
1 Burau 32.948 33.931 34.932 35.901 36.886
2 Wotu 29.183 29.644 30.100 30.520 30.933
3 Tomoni 23.870 24.600 25.341 26.068 26.802
4 Tomoni Timur 12.055 12.178 12.297 12.400 12.497
5 Angkona 22.549 22.923 23.293 23.636 23.972
6 Malili 34.258 34.957 35.650 36.314 36.963
7 Towuti 28.105 28.474 28.839 29.167 29.482
8 Nuha 21.811 22.655 23.523 24.389 25.274
9 Wasuponda 20.063 21.133 22.251 23.394 24.583
10 Mangkutana 20.983 21.511 22.044 22.557 23.071
11 Kalaena 10.874 11.006 11.135 11.249 11.359
Total 250.223 256.699 263.012 269.405 275.595

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016-2020

b. Laju Pertumbuhan Penduduk


Perkembangan penduduk ialah terjadinya suatu perubahan jumlah penduduk di
suatu wilayah pada waktu tertentu, yang mana berkurang ataupun bertambah.
Perkembangan kependudukan diarahkan kepada pengendalian kualitas penduduk dan
pengarahan mobilitas penduduk. Dimana berdasarkan perkembangan penduduk ini

3-1
dapat dilihat laju pertumbuhan penduduk yaitu percepatan kenaikan jumlah penduduk
yang dinyatakan dalam % ataupun bilangan.
Berdasarkan Kabupaten Luwu Timur Dalam Angka tahun 2020 Kecamatan Malili
merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling tinggi diantara
11 (sebelas) kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu Timur, namun jumlah
penduduknya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terjadinya peningkatan
penduduk dapat dipengaruhi oleh kelahiran dan migrasi-in. Berdasarkan jumlah
penduduk Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat laju pertumbuhan penduduknya, pada
Tabel 3.9 dibawah ini.
Tabel 3.9 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Luwu Timur
Jumlah Pertumbuhan Penduduk
No Kecamatan
2016-2017 2017-2018 2018-2019 2019-2020
1 Burau 0,030 0,030 0,028 0,027
2 Wotu 0,016 0,015 0,014 0,014
3 Tomoni 0,031 0,030 0,029 0,028
4 Tomoni Timur 0,010 0,010 0,008 0,008
5 Angkona 0,017 0,016 0,015 0,014
6 Malili 0,020 0,020 0,019 0,018
7 Towuti 0,013 0,013 0,011 0,011
8 Nuha 0,039 0,038 0,037 0,036
9 Wasuponda 0,053 0,053 0,051 0,051
10 Mangkutana 0,025 0,025 0,023 0,023
11 Kalaena 0,012 0,012 0,010 0,010
Total 0,026 0,025 0,024 0,023

Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2016-2020

Agar lebih jelas mengenai laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada
Gambar 3.3 dibawah ini:

Gambar 3.3 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk


Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2020

3-1
3.1.4 Kondisi Perekonomian Wilayah
Pembahasan terkait profil perekonomian yang terdapat di Kabupaten Luwu
Timur dibagi menjadi dua pembahasan utama yaitu terkait PDRB serta sektor
perekonomian lainnya yang berada di Kabupaten Luwu Timur. Berikut merupakan
penjelasan terkait profil perekonomian di Kabupaten Luwu Timur.

a. PDRB
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Luwu Timur Atas
Dasar Harga Berlaku di dominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan,
Pertambangan dan penggalian, serta Kontruksi. Dimana total PDRB Kabupaten Luwu
Timur pada tahun 2020 ialah sebesar 21.529.809,64 juta rupiah. Untuk lebih jelasnya
apat dilihat pada Tabel 3.10 di bawah ini.

Tabel 3.10 PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2018 - 2020
PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga
Kategori PDRB Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah)
2018 2019 2020
A. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 4.941.165,26 5.005.805,79 5.157.679,98
B. Pertambangan dan Penggalian 9.741.532,83 9.502.349,45 9.677.497,80
C. Industri Pengolahan 691.960,30 801.193,69 790.884,91
D. Pengadaan Listrik dan Gas 9.721,23 10.218,18 10.595,38
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
1.344,96 1.471,06 1.622,29
Daur Ulang
F. Konstruksi 1.885.660,92 2.192.080,83 2.269.461,28
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
775.841,05 882.665,06 883.234,36
Sepeda Motor
H. Transportasi dan Pergudangan 146.264,58 164.428,41 147.146,70
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 41.407,97 46.132,66 41.372,10
J. Informasi dan Komunikasi 288.236,83 325.470,79 362.769,74
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 189.925,04 210.775,67 221.042,82
L. Real Estate 465.327,84 509.270,08 542.983,75
M,N. Jasa Perusahaan 10.755,23 12.096,34 11.270,16
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan 517.747,43 566.441,86 573.813,91
Sosial
P. Jasa Pendidikan 409.500,42 454.545,46 486.909,10
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 251.514,23 280.438,36 325.953,51
R,S,T,U. Jasa Lainnya 25.987,83 28.836,10 25.571,85
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 20.393.893,93 20.994.219,79 21.529.809,64
Sumber: PDRB Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

Adapun PDRB Kabupaten Luwu Timur atas Dasar Harga Konstan didominasi
oleh kategori pertanian, kehutanan dan periknana serta pertambangan dan penggalian.

3-1
Dimana total PDRB Kabupaten Luwu Timur pada tahun 2020 ialah sebesar
16.256.901,56 juta rupiah. Untuk lebih jelasnya apat dilihat pada Tabel 3.11 di bawah
ini.

Tabel 3.11 PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2018 - 2020
PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Menurut
Kategori PDRB Lapangan Usaha (Juta Rupiah)
2018 2019 2020
A. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.150.529,42 3.183.973,28 3.175.948,71
B. Pertambangan dan Penggalian 8.681.490,72 8.447.706,06 8.587.768,95
C. Industri Pengolahan 455.673,60 521.872,66 507.751,76
D. Pengadaan Listrik dan Gas 9.630,73 10.029,21 10.522,85
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan 1.139,35 1.206,35 1.319,03
Daur Ulang
F. Konstruksi 1.279.365,34 1.403.975,52 1.448.200,75
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan 606.129,55 669.824,20 662.567,18
Sepeda Motor
H. Transportasi dan Pergudangan 100.787,37 111.864,76 97.385,91
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 25.594,80 27.785,27 24.233,33
J. Informasi dan Komunikasi 266.313,35 294.885,65 328.119,27
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 134.022,49 141.691,74 147.326,26
L. Real Estate 274.471,91 295.870,95 313.475,27
M,N. Jasa Perusahaan 7.073,53 7.816,96 7.150,95
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan 330.230,51 348.463,15 345.808,20
Sosial
P. Jasa Pendidikan 296.293,13 317.685,49 337.636,14
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 201.792,85 219.429,55 245.146,69
R,S,T,U. Jasa Lainnya 17.262,44 18.864,39 16.540,30
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 15.837.801,09 16.022.945,19 16.256.901,56
Sumber: PDRB Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

3-1
Tabel 3.12 Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Luwu Timur
Laju Pertumbuhan PDRB
Menurut Lapangan Usaha
Kategori PDRB
(Persen)
2018 2019 2020
A. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1,06 -0,25 1,06
B. Pertambangan dan Penggalian -2,69 1,66 -2,69
C. Industri Pengolahan 14,53 -2,71 14,53
D. Pengadaan Listrik dan Gas 4,14 4,92 4,14
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5,88 9,34 5,88
F. Konstruksi 9,74 3,15 9,74
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor 10,51 -1,08 10,51
H. Transportasi dan Pergudangan 10,99 -12,94 10,99
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,56 -12,78 8,56
J. Informasi dan Komunikasi 10,73 11,27 10,73
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 5,72 3,98 5,72
L. Real Estate 7,80 5,95 7,80
M,N. Jasa Perusahaan 10,51 -8,52 10,51
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial 5,52 -0,76 5,52
P. Jasa Pendidikan 7,22 6,28 7,22
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,74 11,72 8,74
R,S,T,U. Jasa Lainnya 9,28 -12,32 9,28
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1,17 1,46 1,17
Sumber: PDRB Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

b. Sektor Pertanian
Kabupaten Luwu Timur terdapat lahan sawah yang dilakukan irigasi dan ada
juga yang tidak. Jumlah lahan non irigasi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
lahan irigasi, daerah irigasi sebesar 154.542 Ha sedangkan non irigasi sebesar 365.758
Ha. Kecamatan yang paling banyak melakukan irigasi adalah Kecamatan Kalaena
dengan luas sebesar 44.088 Ha. Daerah yang tidak melakukan irigasi paling banyak
adalah Kecamatan Kalaena, dengan jumlah 137.870 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 3.13 di bawah ini.

Tabel 3.13 Jenis dan Luas Lahan Pertanian Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020

3-1
Jenis dan Luas Lahan
No Kecamatan Jumlah
Sawah Tegal/Kebun Ladang/Huma
1 Burau 3.503 117 22.120 25.740
2 Wotu 4.254 50 12.186 16.490
3 Tomoni 1.329 - 33.272 34.601
4 Tomoni Timur 2.934 - 2.686 5.620
5 Angkona 2.526 720 12.198 15.444
6 Malili 935 145 91.275 92.278
7 Towuti 4.233 - 177.815 182.048
8 Nuha 290 970 80.537 81.797
9 Wasuponda 1.667 29 122.733 124.429
10 Mangkutana 2.362 355 94.646 97.363
11 Kalaena 2.454 600 6.461 9.515
Total 26.487 2.986 655.929 685.402
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2020

c. Sektor Peternakan
Populasi ternak sapi potong terbanyak di Luwu Timur berada pada Kecamatan
Mangkutana dengan luas sebesar 2.921 ekor. Sedangkan untuk populasi kerbau paling
banyak berasal dari Kecamatan Towuti dengan jumlah 669 ekor. Populasi kambing di
Luwu Timur paling banyak berada di Kecamatan Mangkutana dengan jumlah 3.675
ekor dan jumlah babi terbanyak berasal dari Kecamatan Tomoni Timur dengan jumlah
5.224 ekor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.14 di bawah ini.

Tabel 3.14 Jumlah Populasi Peternakan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
Jumlah Populasi Ternak
No Kecamatan Jumlah
Sapi Potong Kerbau Kambing Babi
1 Burau 1159 9 688 1076 2932
2 Wotu 1858 10 855 4134 6857
3 Tomoni 2686 0 1273 1059 5018
4 Tomoni Timur 1775 59 1011 5224 8069
5 Angkona 1039 9 554 539 2141
6 Malili 731 75 663 387 1856
7 Towuti 452 669 30 381 1532
8 Nuha 1083 51 647 743 2524
9 Wasuponda 884 114 457 90 1545
10 Mangkutana 2921 93 3675 182 6871
11 Kalaena 433 5 3603 3474 7515
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020

3-1
d. Sektor Perkebunan
Menurut KCDA Kabupaten Luwu Timur terdapat 5 Jenis perkebunan yang
berada di Kabupaten Luwu Timur yaitu Cengkeh, Kakao, Kelapa Dalam, Kelapa Sawit,
dan Lada. Dimana perkebunan tersebut dibagi menjadi 4 jenis perkebunan yaitu, tegal,
ladang/huma, perkebunan, dan hutan rakyat. Dari keempat jenis perkebunan yang ada,
luas perkebunan adalah yang terbesar yaitu 29.963 Ha. Untuk lebih jelasnya mengenai
luas tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel 3.15 di bawah ini.
Tabel 3.15 Jenis dan Luas Lahan Perkebunan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
Jenis dan Luas Lahan
No Kecamatan Kelapa Jumlah
Kelapa Kopi Lada Kakao
Sawit
1 Burau 308,40 1.427,75 - 262,75 6.714,68 8713,58
2 Wotu 200,40 380 200 102,25 1.660 2.542,65
3 Tomoni 437,95 1.035,29 - 168,25 3.151,45 4792,94
4 Tomoni Timur 179,50 96 - 20 96,25 391,75
5 Angkona 817,70 2.529 2,60 31,95 2.910 6291,25
6 Malili 96,25 1.339,50 - 278,75 1.059 2773,5
7 Towuti 78,00 149 5,65 3.822 1.028 5082,65
8 Nuha 11,05 222,50 3 130,61 937 1.304,16
9 Wasuponda 62,70 1.310 37 699 5.229 7337,7
10 Mangkutana 55,60 1.971,75 - 23,25 2.187,40 4238
11 Kalaena 219,80 214,33 2 5,30 610 1.051,43
Total 13.877 10.675,12 52,25 5.544,11 25.583,18 44.519.61
Sumber : BPS, Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020

e. Sektor Kehutanan
Kabupaten Luwu Timur sebagian besar daerahnya merupakan wilayah hutan.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur, sampai dengan akhir tahun
2014 tercatat luas Hutan Lindung adalah 238.589,52 Ha, kawasan suaka alam dan
pelestarian alam sebesar 179.552,45 Ha, Hutan Produksi terbatas sebesar 96.554,38 Ha,
Hutan Produksi Tetap sebesar 9.135,32 Ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi
sebesar 17.759,63 Ha. Total jumlah luas hutan yang ada di Luwu Timur sebesar
541.591,30 Ha. Sedangkan untuk produksi kayu hutan, ada tiga jenis produksi kayu
hutan di Kabupaten Luwu Timur, diantaranya dalam bentuk kayu bulat, kayu gergajian
dan kayu lapis. Produksi kayu bulat sebesar 17.417,41 m 3, kayu gergajian sebesar
12.398,96 m3, dan kayu lapis sebesar 12.815,86 m 3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.16 di bawah ini.

3-1
Tabel 3.16 Luas Kawasan Hutan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
Suaka Hutan Produksi
Hutan Alam dan
No Kecamatan Dapat Jumlah
Lindung Pelestarian Terbatas Tetap
Alam Dikonversi

1 Burau 8.489,14 0 3.808,79 672,20 5.041,01 18.011,14


2 Wotu 2.999,74 0 887,22 0 0 3.886,96
3 Tomoni 16.227,12 0 28,95 616,15 2.039,53 18.911,75
4 Tomoni Timur 0 0 0 0 0 0
5 Angkona 3.230,30 3.642,05 4.452,03 4.052,96 0 15.377,34
6 Malili 14.829,13 1.595,45 36.136,74 1.289,28 0 53.850,60
7 Towuti 90.445,78 60.732,26 8.005,01 0 0 159.183,05
8 Nuha 32.479,03 56.460,98 13,56 0 0 88.953,57
9 Wasuponda 12.157,84 44.689,83 30.910,58 1.844,71 0 89.602,96
10 Mangkutana 57.731,44 10.500,64 12.310,95 628,06 10.679,09 91.850,18
11 Kalaena 0 1.931,24 0,55 31,96 0 1.963,75
Total 238.589,52 179.552,45 96.554,38 9.135,32 17.759,63 541.591,30
Sumber : BPS, Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020

Sementara itu, kawasan hutan dibagi menjadi 2 kawasan yaitu, kawasan hutan
lindung dan kawasan konservasi. Dimana luas kawasan hutan lindung lebih besar
dibandingkan luas kawasan konservasi dengan luas kawasan hutan lindung sebesar
238.589 Ha dan luas kawasan konversi sebesar 179.552 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 3.17 di bawah ini.
Tabel 3.17 Luas Kawasan Lindung Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014
Luas Wilayah Luas Kawasan Proporsi Luas
Kecamatan Kawasan
No Kecamatan (daratan dan Hutan Areal terhadap
lautan) Lindung Konversi Luas Wilayah
(Ha) (Ha) (Ha) Kecamatan (%)
1 Burau 26.696,12 8.489,14 0 28,59
2 Wotu 14.895,06 2.999,74 0 20,14
3 Tomoni 24.261,87 16.227,12 0 66,88
4 Tomoni Timur 5.606,59 0 0 0
5 Angkona 29.866,36 3.230,30 3.642,05 23,01
6 Malili 71.764,33 14.829,13 1.595,45 22,89
7 Towuti 183.561,80 90.445,78 60.732,26 82,36
8 Nuha 96.812,33 32.479,03 56.460,98 91,87
9 Wasuponda 100.346,15 12.157,84 44.689,83 56,65
10 Mangkutana 104.111,99 57.731,44 10.500,64 65,54
11 Kalaena 8.503,62 0 1.931,24 22,71
Total 669.426,22 238.589,52 179.552,45 62,46
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2020

3-1
3.1.5 Kondisi Transportasi Wilayah
a. Transportasi Darat
Sebagian besar daerah Kabupaten Luwu Timur dapat ditempuh dengan
menggunakan transportasi darat. Sarana transportasi darat sudah memadai di
Kabupaten Luwu Timur. Sarana jalan, angkutan umum maupun penunjang yang lain
sudah tersedia. Pada tahun 2016 tercatat panjang jalan di Kabupaten Luwu Timur
mencapai 2.121,52 Kilometer yang terdiri dari jalan negara sepanjang 170,25 km, jalan
provinsi sepanjang 62 km dan jalan kabupaten sepanjang 1.889,28 km.
Dalam kurun waktu 5 tahun (2012-2016) terjadi penambahan panjang jalan
kabupaten setiap tahunnya. Penambahan jalan terbesar terjadi pada tahun 2016
dengan penambahan jalan sepanjang 164,95 kilometer, yaitu dari 1.956,57 kilometer
pada tahun 2015 menjadi 2 121,52 kilometer pada tahun 2016. Untuk lebih jelasnya
mengenai panjang jalan sesuai dengan kondisinya.
Tabel 3.18 Kondisi Jalan
Tahun
Jenis Permukaan
2012 2013 2014 2015 2016
Baik 1.204,05 1.345,58 1.311,43 1.118,75 1.160,96
Sedang 191,119 192,76 116,91 336,38 323,05
Rusak 248,455 157,71 119,59 276,58 243,24
Rusak berat 267,567 227,81 209,39 162,86 162,03
Jumlah 1.911,19 1.923,86 1.757,32 1.894,57 1.889,28
Sumber : BPS, Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2017

Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa berdasarkan dari jenis permukaan jalan
pada tahun 2016 maka kondisi jalan dalam keadaan baik sepanjang 1.160,96 kilometer,
sedangkan dalam kondisi sedang sepanjang 323,05 kilometer, untuk kondisi rusak
sepanjang 243,24 kilometer, dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 162,03
kilometer.
Pada tahun 2016 angkutan barang antar pulau pada pelabuhan Malili tercatat
memuat 3.555 ton dan melakukan kegiatan bongkar sebesar 607.990 ton. Sedangkan
angkutan barang luar negeri mencatat jumlah barang yang dimuat sebesar 94.218 ton
dan jumlah barang yang dibongkar sebanyak 343.489 ton.
Sistem jaringan transportasi darat terbentuk dari sistem jaringan jalan, jaringan
prasarana lalu lintas dan angkutan jalan serta jaringan layanan lalu lintas dan angkutan
jalan.
1) Jaringan Jalan
a) Jaringan jalan arteri primer yaitu ruas jalan Tarumpakkae (batas Kabupaten
Wajo) – Belopa – Palopo – Masamba (batas Kabupaten Luwu Utara).
b) Jaringan jalan kolektor primer K3, terdiri atas:  Ruas jalan Bua – Pantilang –
Kabupaten Toraja Utara;  Ruas jalan Bukit Sutra – Kabupaten Sidrap; dan 
Ruas jalan Batusitanduk – Illanbatu – Kabupaten Toraja Utara.

3-1
c) Jaringan jalan kolektor primer K4 dan jalan lokal primer/sekunder.
2) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri atas:
a) Terminal penumpang tipe C terdapat di Belopa Utara;
b) Rencana pengembangan terminal Walenrang di Kecamatan Walenrang
menjadi terminal tipe C; dan
c) Rencana pengembangan terminal logistik dan terminal penumpang tipe B di
Kecamatan Belopa Utara
Transportasi darat lainnya yaitu sistem jaringan perkeretaapian yang terdiri atas
jalur kereta api yaitu rencana jaringan jalur kereta api nasional yang merupakan trans
Sulawesi yang menghubungkan Watampone – Belopa – Palopo – Wotu - (wilayah
Kabupaten Luwu Timur) dan stasiun kereta api terdapat di Belopa Kecamatan Belopa.
b. Transportasi Laut
Sistem jaringan transportasi laut meliputi: Sistem tatanan kepelabuhanan
berupa rencana pembangunan pelabuhan regional/pengumpan primer Senga di
Kecamatan Belopa dengan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Luwu II-37 panjang causway
570 (lima ratus tujuh puluh) meter dan kedalaman 13 (tiga belas) meter LWS dengan
alur pelayaran terdiri atas alur Senga – Bone Pute, Kolaka, Kolaka Utara, Palopo dan
Malili.
Sementara menurut Peraturan Daerah No.7 Thaun 2011 tentang RTRW
Kabupaten Luwu Timur, rencana pengembangan sistem jaringan transportasi laut ialah
sebagai berikut:
(1) Sistem jaringan transportasi Laut meliputi tatanan kepelabuhanan dan jalur
pelayaran;
(2) Sistem tatanan kepelabuhanan Kabupaten merupakan pelabuhan pengumpan
primer meliputi Pelabuhan Waru-Waru dan Ujung Suso;
(3) Jalur Pelayaran meliputi Waru Waru-Tanjung Ringgit Palopo, Waru Waru-
Lasusua Kolaka Utara, Waru Waru-Kolaka dan Waru Waru-Makassar; dan
(4) Peningkatan sarana dan prasarana transportasi laut meliputi Pelabuhan Waru-
Waru dan Ujung Suso.

c. Transportasi Udara
Sistem jaringan transportasi udara meliputi sistem tatanan kebandarudaraan
yaitu Bandar Udara Pengumpan Lagaligo/Bua di Kecamatan Bua, dengan jalur
penerbangan terdiri atas: rute Bua – Makassar , Bua – Masamba – Rampi – Seko, dan
rencana pengembangannya meliputi Bua – Poso, Bua – Balikpapan, Bua – Kendari, Bua
– Tana Toraja , Bua – Palu dan Bua – Makassar – Jakarta.
Sementara menurut Peraturan Daerah No. 7 Thaun 2011 tentang RTRW
Kabupaten Luwu Timur, rencana pengembangan sistem jaringan transportasi udara
ialah sebagai berikut:
(1) Sistem transportasi udara meliputi tatanan kebandarudaraan dan jalur
penerbangan;

3-1
(2) Sistem tatanan kebandarudaraan kabupaten meliputi Bandar Udara Sorowako
dan Malili yang merupakan bandara pengumpan;
(3) Jalur penerbangan meliputi Sorowako-Makassar, Sorowako-Bua, Malili-
Makassar dan Malili-Bua; dan
(4) Pengembangan Bandar Udara memperhatikan Prosedur Keselamatan dan
Keamanan Penerbangan (KKOP).

3.2 Penentuan Delineasi Wilayah Perencanaan


Penentuan wilayah perencanaan (WP) dari Kawasan Perkotaan Towuti Kabupaten
Luwu Timur merupakan langkah pertama dari penyusunan rencana detail tata ruang.
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan bagian wilayah
perencanaan RDTR di Kabupaten Luwu Timur yaitu :
1. Kebijakan Khusus Pemerintah Pusat dan/ atau Daerah untuk Prioritas
Pengembangan Ekonomi
Wilayah yang akan dijadikan lokasi perencanaan seyogyanya ditetapkan sebagai
kawasan strategis yang diamanatkan oleh rencana tata ruang. Selain itu, wilayah
yang diarahkan sebagai kawasan perkotaan juga diprioritaskan menjadi bagian
wilayah perencanaan RDTR yang akan disusun. Untuk prioritas pengembangan
ekonomi. Beberapa parameter yang digunakan dalam kriteria ini adalah :
• Merupakan arahan presiden, baik yang sifatnya direktif maupun tercantum
dalam Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden.
• Tercantum dalam rencana pembangunan baik spasial maupun sektoral, di level
nasional maupun regional.
2. Urgensi Penyusunan RDTR
Sejalan dengan amanat PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi secara Elektronik, maka RDTR sebagai dasar pemberian izin dan
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang disusun untuk mendukung birokrasi
perizinan melalui sistem pengelolaan perizinan terpadu secara elektronik / Online
Single Submission (OSS). Dengan demikian, kawasan yang memiliki daya tarik
investasi tinggi dimana hampir dapat dipastikan permintaan akan perizinan berusaha
relatif tinggi, diprioritaskan menjadi bagian wilayah perencanaan RDTR. Untuk
dikembangkan sebagai kawasan perkotaan, terdapat parameter-parameter yang
harus diperhatikan ketika menentukan bagian wilayah perencanaan dari sudut
pandang lahan perkotaan, yaitu :
• Kemampuan dan kesesuaian lahan untuk mendukung kegiatan perkotaan dan
termasuk kawasan potensial berkembang;
• Kebutuhan tinggi untuk berinvestasi; dan
• Status lahan tidak bermasalah (belkum adanya RDTR).

3. Terintegrasi dengan infrastruktur

3-1
Parameter yang digunakan untuk menilai suatu wilayah telah terintegrasi dengan
infrastruktur sehingga diprioritaskan menjadi bagian wilayah perencanaan dalam
penyusunan RDTR adalah :
• Berada di jalur regional dekat dengan stasiun kereta api.
• Berada di jaringan transportasi utama sungai, dekat pelabuhan.
• Adanya jaminan pasokan listrik.
• Adanya jaminan jaringan telekomunikasi.
• Adanya jaringan sumber dan jaringan air baku.
4. Limitasi Pengembangan Kawasan
Wilayah yang akan dijadikan lokasi perencanaan tidak berada pada kawasan hutan
lindung dan kawasan rawan bencana dengan kelas tinggi.
5. Ketersediaan Peta
Tersedianya Citra Satelit Resolusi Tinggi di dalam wilayah perencanaan dapat
memudahkan penyusunan RDTR, sehingga data terkait pemetaan dapat dipenuhi.
6. Luasan wilayah perencanaan
Untuk mengoptimalkan penyediaan dan pelayanan infrastruktur, maka luasan
wilayah perencanaan berkisar antara 2.000 – 5.000 Ha, dengan maksimal luas lahan
terbangun adalah 1.500 – 2.000 Ha.

Gambar 3.4 Kriteria Deliniasi Kawasan Perencanaan


Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021

3.2.1 Kriteria Kebijakan Khusus Pemerintah Pusat dan/ atau Daerah untuk
Prioritas Pengembangan Ekonomi
Dalam menentukan deliniasi kawasan perencanaan perlu dilihat dari kebijakan
Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Timur, maka
ditemukanlah kriteria arah pengembangan kebijakan berdasarkan Rencana Tata Ruang

3-1
Wilayah Pulau, Provinsi dan Kabupaten. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan di
Kabupaten Luwu Timur adalah sebagai berikut:
a. PKL meliputi kawasan perkotaan Malili dan Kota Terpadu Mandiri MaHalona;
b. PKLp adalah Wotu;
c. PPK meliputi Tomoni dan Sorowako; dan
d. PPL meliputi kawasan perkotaan Burau, Wonorejo, KertoraHarjo, Wasuponda, Solo,
Kalaena dan Wawondula.
Rencana Kawasan Strategis yang berada di Kabupaten Luwu Timur adalah sebagai
berikut:
a. KSP Kawasan Lumbung Beras di Kecamatan Burau, Wotu, Tomoni, Tomoni Timur,
Mangkutana dan Kalaena;
b. Kawasan Pengembangan Jagung di Kecamatan Angkona, Wasuponda, Wotu dan
Burau;
c. Kawasan pengembangan komoditas perkebunan di seluruh wilayah kecamatan;
d. Kawasan Tambang Nikel di Sorowako;
e. Kawasan Strategis Kota Terpadu Mandiri (KTM) Mahalona; dan
f. Kawasan Cagar Alam Faruhumpenai, Cagar Alam Kalaena, Taman Wisata Alam Danau
Matano, Taman Wisata Alam Danau Mahalona, Taman Wisata Alam Danau Towuti.
Mengenai proses perhitungan skoring penilaian kriteria dapat dilihat Tabel 3.19
berikut:
Tabel 3.19 Skoring Kriteria Arah Kebijakan Pengembangan Wilayah
No Kecamatan Penetapan sebagai Pusat Kegiatan Penetapan sebagai Kawasan Strategis Lokasi PSN Nilai
Total
Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA
1 Burau PPL Kaw. 3 0,333 1,000 KSK minapolitan, 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,666
Perkotaan cepat tumbuh
Burau
2 Wotu PKLp Wotu 3 0,333 1,000 KSP (beras), KSK 4 0,333 1,332 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,665
minapolitan
3 Tomoni PPK Tomoni 3 0,333 1,000 KSP (beras), KSK 4 0,333 1,332 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,665
cepat tumbuh
4 Tomoni PPL 2 0,333 0,666 KSK cepat 2 0,333 0,666 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,665
Timur Kertoharjo tumbuh
5 Angkona PPL Solo 2 0,333 0,666 KSK minapolitan, 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,666
cepat tumbuh
6 Malili PKL Kaw. 4 0,333 1,332 KSK 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,998
Perkotaan pemerintahan,
Malili minapolitan
7 Towuti PPL 2 0,333 0,666 KSP (KTM), KSK 4 0,333 1,332 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,331
Wawondula cepat tumbuh

8 Nuha PPK 3 0,333 1,000 KSN 5 0,333 1,665 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,998
Sorowako Sorowako, KSP
Sorowako, KSK
(kota, danau)
9 Wasuponda PPL 5 0,333 1,665 - 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,998
Wasuponda
10 Mangkutana PPL 2 0,333 0,666 KSP (beras) 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,332
Wonorejo
11 Kalaena PPL Kalaena 2 0,333 0,666 KSK cepat 2 0,333 0,666 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,332
tumbuh
Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021

3-1
Berdasarkan Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang memiliki nilai skoring
paling tinggi itu adalah Kecamatan Nuha karena terdapat Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
Sorowako, dan ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Sorowako dan merupakan
Kawasan Srategis Provinsi sehingga Kecamatan Nuha memiliki hasil skor yang paling
tinggi sebesar 2.998, untuk yang berada di urutan kedua yaitu Kecamatan Wotu dan
Kecamatan Tomoni dengan skor yang sama yaitu sebesar 2.665, Kecamatan Wotu
merupakan Pusat Kegiatan Lingkungan Promosi Wotu, merupakan Kawasan Strategis
Provinsi beras dan merupakan Kawasan Strategis Kabupaten Minapolitan. Sedangkan
Kecamatan Tomoni ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan Tomoni, merupakan
Kawasan Strategis Provinsi Beras dan merupakan Kawasan Strategi Cepat Tumbuh. Untuk
lebih jelasnya mengenai Kriteria Penentuan Delineasi yang dilihat dari aspek kebijakan,
dapat dilihat pada gambar 3.5 tentang Peta Penentuan Delineasi Kriteria Kebijakan Khusus
Pemerintah Daerah.

3-1
Gambar 3.5 Peta Penentuan Delineasi Kebijkaan Khusus Pemerintah

3-1
3.2.2 Kriteria Urgensi Penyusunan RDTR
Terdapat beberapa parameter untuk mengukur suatu kawasan bernilai investasi
tinggi. Parameter yang paling sering digunakan adalah potensi untuk berkembang,
kebutuhan terhadap investasi, dan sudah adanya dokumen RDTR di kawasan tersebut.
Semakin strategis kawasan tersebut, biasanya harga tanah akan semakin mahal dan
menunjukkan peningkatan harga dari waktu ke waktu. Hal ini juga yang menjadi salah satu
alasan mengapa investasi pada kawasan ini menjadi tinggi, karena kenaikan harga tanah
saja bisa mendatangkan keuntungan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat Tabel 3.20 berikut:

Tabel 3.20 Skoring Kriteria Urgensi Penyusunan RDTR


N Kecamatan Sudah/Potensial Berkemban Kebutuhan Tinggi untuk Investasi Sudah/Belum Ada RTDR di Sekitarnya Nilai
o Keteranga Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobo NA Ket. Nilai Bobot NA Total
n t
1 Burau Kegiatan 4 0,333 1,33 2 Pantai 5 0,333 1,66 5 Belum ada 5 0,333 1,66 5 4,662
perkotaan (wisata), perkotaan,
sudah tambang
berkembang (emas, sirtu), hutan
2 Wotu Sudah 5 0,333 1,66 5 Perkotaan, 5 0,333 1,66 5 Sudah/ sedang 3 0,333 1,00 0 4,330
berkembang : perikanan, disusun
perkotaan, tambang
perikanan (kwarsa)
3 Tomoni Potensial/seda 5 0,333 1,66 5 Perkotaan, 5 0,333 1,66 5 Belum ada 5 0,333 1,66 5 4,995
ng produksi/ industri
berkembang : pertanian,
pertanian, perkebunan
perkotaan
4 Tomoni Potensial 5 0,333 1,66 5 Perkotaan, 5 0,333 1,66 5 Belum ada 5 0,333 1,66 5 4,995
Timur berkembang : produksi pertanian,
pertanian, industri pertanian
perkotaan
5 Angkona Belum 2 0,333 0,66 6 Hutan produksi 3 0,333 1,00 0 Belum ada 5 0,333 1,66 5 3,331
(potensial)
berkembang
6 Malili Sudah menjadi 5 0,333 1,66 5 Perkotaan, jasa 5 0,333 1,66 5 Sudah/sed ang 3 0,333 1,00 0 4,330
perkotaan, pelabuhan, disusun
pelabuhan perikanan
7 Towuti Sudah ada 5 0,333 1,66 5 Perkotaan, 5 0,333 1,66 5 Belum ada 5 0,333 1,66 5 4,995
KTM pertanian, danau
(wisata)
8 Nuha Sudah ada 5 0,333 1,66 5 Tambang 5 0,333 1,66 5 Sudah/sed ang 3 0,333 1,00 0 4,330
kawasan (nikel), smelter, disusun
pertambangan perkotaan
, potensial
perkotaan
9 Wasuponda Kegiatan 2 0,333 0,66 6 Air terjun (wisata), 4 0,333 1,33 2 Belum ada 5 0,333 1,66 5 3,663
perkotaan hutan produksi
masih rendah
10 Mangkutan Kegiatan 2 0,333 0,66 6 Air terjun 5 0,333 1,66 5 Belum ada 5 0,333 1,66 5 2,665
a perkotaan (wisata), hutan
masih rendah produksi
11 Kalaena Kegiatan 2 0,333 0,66 6 Galian 3 0,333 1,00 0 Belum ada 5 0,333 1,66 5 3,331
perkotaan (sirtu)
masih rendah
Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 3.20 dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang memiliki


urgensi penyusunan RDTR dengan skor tertinggi empat diantaranya adalah Kecamatan
Tomoni, Kecamatan Tomoni Timur, dan Kecamatan Towuti. Untuk lebih jelasnya mengenai
Kriteria Penentuan Delineasi yang dilihat dari aspek urgensi penyusunan RDTR, dapat
dilihat pada gambar 3.5 tentang Peta Penentuan Delineasi Kriteria Urgensi Penyusunan
RDTR.

3-1
3.2.3 Kriteria Terintegrasi dengan Infrastruktur
Dalam penentuan deliniasi kawasan perencanaan harus memperhatikan integrasi
dengan infrastruktur, dengan beberapa parameter diantaranya Berada di jalur Trans
Sulawesi, adanya jaminan pasokan listrik, adanya jaminan jaringan telekomunikasi, adanya
jaminan sumber dan jaringan air baku dan terdapat fasilitas strategis nasional. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.21 berikut:

Tabel 3.21 Skoring Kriteria Terintegrasi dengan Infrastruktur


No Kecamatan Bandar Udara/Pelabuhan Air Minum, Listrik dan Sistem Sistem Transportasi Darat Nilai
Utilitas Lain Total
Keterangan Nilai Bobot NA Ket. Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA

1 Burau Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 1,666
2 Wotu Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 1,666
3 Tomoni Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Trans Sulawesi, 4 0,333 1,332 2,997
Kolektor K4
4 Tomoni Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Trans Sulawesi, 3 0,333 1,000 2,664
Timur Lokal
5 Angkona Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTS 4 0,333 1,332 Kolektor K4 2 0,333 0,666 2,332
6 Malili Pelabuhan 4 0,333 1,332 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 2,664
7 Towuti Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTS 4 0,333 1,332 Lokal 1 0,333 0,333 1,000
8 Nuha Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 2,664
9 Wasuponda Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Lokal 1 0,333 0,333 2,000
10 Mangkutana Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 1,332
11 Kalaena Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Trans Sulawesi, 3 0,333 1,000 2,665
Lokal
Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021

3-1
Gambar 3.6 Peta Penentuan Delineasi Kriteria Urgensi Penyusunan RDTR

3-1
Berdasarkan Tabel 3.21 dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang memiliki
integrasi dengan infrastruktur dengan skor tertinggi lima diantaranya adalah Kecamatan
Tomoni, Kecamatan Tomoni Timur, Kecamatan Kalaena, Kecamatan Nuha dan Kecamatan
Malili. Untuk lebih jelasnya mengenai Kriteria Penentuan Delineasi yang dilihat dari aspek
terintegrasi dengan infrastruktur, dapat dilihat pada Gambar 3.7 tentang Peta Penentuan
Delineasi Kriteria Terintegrasi dengan Infrastruktur.

3.2.4 Kriteria Limitasi Pengembangan Kawasan


Dalam penentuan deliniasi kawasan perencanaan harus memperhatikan limitasi
pengembangan, dengan beberapa parameter diantaranya Status Kawasan Hutan Lindung
dan Kondisi Kebencanaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.22 berikut:
Tabel 3.22 Skoring Kriteria Limitasi Pengembangan Kawasan
No Kecamatan Status Hutan Lindung Sempadan Badan Air, Kawasan Kerawanan Bencana Nilai
Lindung Lain Total
Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA
1 Burau 4,7% 2 0,333 0,666 Tidak ada 5 0,333 1,665 Gempa 2 0,333 0,666 3,000
wilayah (10%),
banjir
(4,7%),
longsor
(3,6%)
2 Wotu 5,2% 2 0,333 0,666 Sempadan 4 0,333 1,332 Gempa 3 0,333 1,000 3,000
wilayah pantai (9,2%),
banjir
(7,4%),
longsor
(0,1%)
3 Tomoni 7,8% 1 0,333 0,333 Tidak ada 5 0,333 1,665 Gempa 4 0,333 1,332 3,333
wilayah (10%),
banjir
(2%),
longsor
(1%)
4 Tomoni 0,9% 5 0,333 1,665 Tidak ada 5 0,333 1,665 Gempa 3 0,333 1,000 4,333
Timur wilayah (9,1%),
banjir
(7,9%),
longsor
(0,8%)
5 Angkona 6,12% 2 0,333 0,666 Cagar 3 0,333 1,000 Gempa 2 0,333 0,666 2,000
wilayah alam (9,7%),
(2,38%) banjir
(8,1%),
longsor
(5,6%)
6 Malili 2,68% 3 0,333 1,000 Cagar 2 0,333 0,666 Gempa 3 0,333 1,000 2,000
wilayah alam (9,5%),
(0,25%), banjir
sempadan (1,4%),
pantai longsor
(3,5%)

7 Towuti 5,98% 2 0,333 0,666 Cagar 3 0,333 1,000 Gempa 3 0,333 1,000 2,000
wilayah alam (10,7%),
(0,07%), banjir
sempadan (1,7%),
danau longsor
(3,3%)

3-1
No Kecamatan Status Hutan Lindung Sempadan Badan Air, Kawasan Kerawanan Bencana Nilai
Lindung Lain Total
Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA
8 Nuha 4,72% 3 0,333 1,000 Cagar 1 0,333 0,333 Gempa 3 0,333 1,000 1,666
wilayah alam (8%),
(4,95%), banjir
sempadan (0,8%),
danau longsor
(5,1%)
9 Wasuponda 1,27% 4 0,333 1,332 Cagar 2 0,333 0,666 Gempa 3 0,333 1,000 2,332
wilayah alam (10%),
(3,61%) banjir
(0,8%),
longsor
(4,1%)

10 Mangkutana 4,89% 3 0,333 1,000 Cagar 3 0,333 1,000 Gempa 3 0,333 1,000 2,333
wilayah alam (10%),
(0,77%) banjir
(0,7%),
longsor
(5,6%)

11 Kalaena 6,19% 2 0,333 0,666 Cagar 2 0,333 0,666 Gempa 1 0,333 0,333 1,666
wilayah alam (15,2%),
(4,88%) banjir
(12,2%),
longsor
(3,1%)
Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 3.22 dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang memiliki


limitasi pengembangan dengan skor tertinggi berarti tidak layak untuk dikembangkan,
sedangkan yang memiliki skor rendah berarti layak dikembangkan. Kecamatan dengan
skor rendah diantaranya adalah Kecamatan Nuha dan Kecamatan Kalaena. Untuk lebih
jelasnya mengenai Kriteria Penentuan Delineasi yang dilihat dari aspek limitasi
pengembangan kawasan, dapat dilihat pada Gambar 3.8 tentang Peta Penentuan
Delineasi Kriteria Limitasi Pengembangan Kawasan.

3-1
Gambar 3.7 Peta Penentuan Delineasi Kriteria Terintegrasi dengan Infrastruktur

3-1
Gambar 3.8 Peta Penentuan Delineasi Kriteria Limitasi Pengembangan

3-1
3.2.5 Kriteria Ketersediaan Peta Dasar, CSRT, dan Ketersediaan Luasan
Dalam penentuan deliniasi kawasan perencanaan harus memperhatikan limitasi
pengembangan, dengan beberapa parameter diantaranya tersedianya peta dasar,
tersedianya Peta CSRT, Memiliki luas area Minimal 2000-5000 Ha (dengan maksimal luas
lahan terbangun 1500-2000 ha) Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.23.

Tabel 3.23 Kriteria Ketersediaan Peta Dasar CSRT dan Ketersediaan Luasan
No Kecamatan Ketersediaan Peta Dasar Ketersediaan Peta CSRT Ketersediaan Luasan untuk RDTR Nilai
Total
Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA
1 Burau Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
2 Wotu Ada 4 0,333 1,332 Ada 4 0,333 1,332 Ada 5 0,333 1,665 4,329
3 Tomoni Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
4 Tomoni Timur Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
5 Angkona Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
6 Malili Ada 4 0,333 1,332 Ada 4 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 4,329
7 Towuti Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
8 Nuha Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
9 Wasuponda Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
10 Mangkutana Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
11 Kalaena Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 3.23 dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang memiliki


Ketersediaan Peta Dasar, Peta CSRT dan ketersediaan luasan dengan skor tertinggi yaitu
Kecamatan Wotu, dan Kecamatan Malili.

3.2.6 Rekapitulasi Perhitungan Skoring Penentuan Deliniasi WP


Berdasarkan perhitungan skoring kriteria penentuan Delineasi Wilayah
Perencanaan Kabupaten Luwu Timur pada bagian sebelumnya, dapat dilihat dari 11
Kecamatan yang berada di Kabupaten Luwu Timur dengan skor rekapitulasi tertinggi,
maka Kecamatan tersebut memiliki potensi untuk lokasi penysunan RDTR di Kabupaten
Luwu Timur. Untuk lebih jelasnya mengenai rekapitulasi perhitungan skoring penentuan
delineasi wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel 3.24 berikut:

3-1
Tabel 3.24 Rekapitulasi Perhitungan Skoring Penentuan Delineasi Wilayah
Perencanaan
Kebijakan Khusus
Ketersediaan
Pemerintah Pusat
Urgensi Terintegrasi Peta Dasar,
dan/ atau Daerah Limitasi
No Kecamatan Penyusunan dengan CSRT, dan TOTAL RANK
untuk Prioritas Pengembangan
RDTR Infrastruktur Ketersediaan
Pengembangan
Luasan
Ekonomi
1 Burau 0,332 0,932 0,332 0,600 0,466 2,662 Sedang
2 Wotu 0,533 0,866 0,332 0,600 0,866 3,197 Tinggi
3 Tomoni 0,533 0,999 0,599 0,666 0,466 3,263 Tinggi
4 Tomoni Timur 0,332 0,999 0,533 0,866 0,466 3,196 Tinggi
5 Angkona 0,332 0,666 0,466 0,400 0,466 2,330 Rendah
6 Malili 0,399 0,866 0,533 0,400 0,866 3,064 Tinggi
7 Towuti 0,466 0,999 0,200 0,400 0,466 2,531 Sedang
8 Nuha 0,599 0,866 0,533 0,333 0,466 2,797 Sedang
9 Wasuponda 0,399 0,733 0,400 0,466 0,466 2,464 Sedang
10 Mangkutana 0,266 0,533 0,266 0,466 0,466 1,997 Rendah
11 Kalaena 0,266 0,666 0,533 0,333 0,466 2,264 Rendah
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 3.24 Kecamatan dengan rank Tertinggi berada pada Kecamatan
Tomoni dengan total skor 3,263 dan Kecamatan Tomoni Timur dengan total skor 3,196,
tetapi untuk Kecamatan Tomoni dan Tomoni Timur untuk penyusunannya telah di
anggarkan oleh kementrian ATR/BPN tahun 2021, untuk Kecamatan Malili dan Kecamatan
Wotu telah disusun tahun 2020 oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, berdasarkan hasil
kesepakan dengan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dalam hal ini Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang dan CoT Universitas Hasanuddin untuk tahun 2021 pekerjaan
RDTR diarahkan di Kecamatan Towuti dan Wasuponda, dengan hasil rank untuk
ketersediaan data masing-masing kecamatan tersebut tergolong sedang. Untuk lebih
jelasnya mengenai Delineasi Wilyah Perencanaan dapat dilihat pada Gambar 3.9 tentang
Peta Delineasi Wilayah Perencanaan RDTR di Kabupaten Luwu Timur.

3-1
Gambar 3.9 Peta Penentuan Delineasi Kawasan Perkotaan Towuti

3-1
3.3 Gambaran Kawasan Perkotaan Towuti
3.3.1 Kondisi Geografis
Secara geografis wilayah Kawasan Perkotaan Towuti terletak pada 2°27'49”-
2°00'25”LS dan 121°19'14”-121°47'27” BT dengan luas wilayah kawasan perkotaan adalah
2773.76 Ha. Adapun batas administrasi Kawasan Perencanaan adalah sebagai berikut.
 Sebelah Utara : Provinsi Sulawesi Tengah dan Kecamatan Nuha
 Sebelah Barat : Provinsi Sulawesi Tenggara
 Sebelah Timur : Provinsi Sulawesi Tenggara
 Sebelah Selatan : Kecamatan Nuha dan Wasuponda
Berikut ini luas Kawasan Perkotaan Towuti yang dideliniasi sebagai Kawasan
Perencanaan.
Tabel 3.25
Luas Desa Kawasan Perkotaan Kecamatan Towuti
No Kelurahan/Desa Luas (Ha) Persentase (%)
1 Desa Asuli 162.15 6%
2 Desa Baruga 52.3 2%
3 Desa Langkea Raya 241.15 9%
4 Desa Lioka 191.95 7%
5 Desa Matompi 1165.24 42%
6 Desa Pekaloa 279.32 10%
7 Desa Timampu 349.16 13%
8 Desa Wawondula 332.49 12%
Jumlah 2773.76 100%
Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2019

3.3.2 Kondisi Fisik Lingkungan


Kondisi fisik lingkungan Kawasan Perkotaan Towuti terdiri dari kondisi topografi
dan kelerengan, jenis tanah, hidrologi dan hidrogeologi, klimatologi/curah hujan, geologi
lingkungan, status kawasan hutan, guna lahan dan bangunan, status penguasaan dan
kepemilikan tanah, serta nilai tanah. Pembahasan mengenai kondisi fisik lingkungan
bertujuan untuk memperlihatkan gambaran umum kondisi fisik wilayah sebagai parameter
masukan bagi analisis kesesuaian lahan kawasan lindung dan budidaya, analisis
kemampuan lahan serta analisis daya dukung dan daya tampung ruang.
a. Topografi dan Kelerengan
Topografi merupakan komponen fisik yang menggambarkan kondisi permukaan
bumi berupa ketinggian dan kemiringan. Secara umum Kawasan Perkotaan Towuti
memiliki wilayah yang sebagian besar terdiri dari daerah datar dan bergelombang.
Kawasan Perkotaan Towuti memiliki karakteristik ketinggian yang berbeda-beda.
Secara umum kondisi ketinggian pada Kawasan Perkotaan Towuti terdapat 3 (tiga) jenis
klasifikasi ketinggian diantaranya 300-400 mdpl, 400-500 mdpl dan 500-600 mdpl.
Adapun ketinggian pada Kawasan Perkotaan Towuti didominasi dengan tingkat 300-400
mdpl dengan luas 2537,32 Ha atau sebesar 90% dari total luas Kawasan Perkotaan
Towuti. Sedangkan Kecamatan Towuti dengan ketinggian 500-600 mdpl memiliki luasan

3-1
paling sedikit yakni sebesar 11,4 Ha atau sebesar 0% dari total luas Kawasan Perkotaan
Towuti. Beberapa klasifikasi yang terdapat di Kawasan Perkotaan Towuti diantaranya
sebagai berikut.
 Ketinggian 300-400 mdpl memiliki luas 2537,32 Ha (90%)
 Ketinggian 400-500 mdpl memiliki luas 271,29 Ha (10%)
 Ketinggian 500-600 mdpl memiliki luas 11,4 Ha (0%)
Secara lebih detail klasifikasi ketinggian berdasarkan wilayah administrasi
kelurahan/negeri/desa di Kawasan Perkotaan Towuti dapat dlihat pada tabel berikut.
.Tabel 3.26 Luas Klasifikasi Ketinggian Berdasarkan Administrasi
Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Ketinggian (Ha)
Kecamatan Desa 300-400 400-500 500-600 Luas (Ha)
Mdpl Mdpl Mdpl
Desa Asuli 105.39 56.76 -- 162.15
Desa Baruga 51.74 -- -- 51.74
Desa Langkea Raya 289.87 -- -- 289.87
Desa Lioka 191.95 -- -- 191.95
Towuti
Desa Matompi 1006.91 159.5 -- 1166.41
Desa Pekaloa 278.57 -- -- 278.57
Desa Timampu 346.83 -- -- 346.83
Desa Wawondula 266.06 55.03 11.4 332.49
Total Luas (Ha) 2537.32 271.29 11.4 2820.01
Persentase % 90% 10% 0% 100,00%
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2021

Sedangkan untuk kondisi kelerengan, pada Kawasan Perkotaan Towuti terdapat 5


(lima) jenis klasifikasi kelerengan mulai dari 0-8% sampai dengan >45%. Kawasan
Perkotaan Towuti untuk topografi didominasi dengan tingkat kelerengan 0-8% dengan
luas 1912,5 Ha atau sebesar 76% dari total luas Kawasan Perkotaan Towuti. Sedangkan
untuk kemiringan lereng >45% hanya terdapat seluas 15,38 Ha atau dengan presentase
sebesar 1% dari wilayah Kawasan Perkotaan Towuti. Beberapa klasifikasi kemiringan
lereng yang terdapat di Kawasan Perkotaan Towuti diantaranya sebagai berikut.
 Kelerengan 0-8% memiliki luas 1912,5 Ha (76%)
 Kelerengan 8-15% memiliki luas 216,27 Ha (9%)
 Kelerengan 15-25% memiliki luas 245,27 Ha (10%)
 Kelerengan 25-45% memiliki luas 112,32 Ha (4%)
 Kelerengan >45% memiliki luas 15,38 Ha (1%)
Secara lebih detail klasifikasi kelerengan berdasarkan wilayah administrasi desa
di Kawasan Perkotaan Towuti dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.27 Luas Klasifikasi Kelerengan Berdasarkan Administrasi


Kawasan Perkotaan Towuti

3-1
Luasan Tiap Klasifikasi Kelerengan (Ha)
Kecamatan Desa Luas (Ha)
0-8% 8-15% 15-25% 25-45% >45%
Desa Asuli 48.93 59.69 42.48 10.53 0.39 162.02
Desa Baruga 51.48 0.73 -- -- -- 52.21
Desa Langkea Raya 205.93 30.47 4.27 0.06 -- 240.73
Desa Lioka 180.37 9.57 1.65 0,03 -- 191.59
Towuti
Desa Matompi 680.07 268,69 141.15 68.84 5.48 895.54
Desa Pekaloa 244.85 30.64 3.26 0.01 -- 278.76
Desa Timampu 342.4 5.84 0.22 -- -- 348.46
Desa Wawondula 158.44 79.33 52.24 32.88 9.51 332.4
1912.
Jumlah 216.27 245.27 112.32 15.38 2501.71
5
Persentase % 76% 9% 10% 4% 1% 100%
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2021

3-1
Gambar 3.10 Peta Admintrasi Kawasan Perkotaan Towuti

3-1
Gambar 3.11 Peta Kondisi Topografi

3-1
Gambar 3.12 Peta Kondisi Kelerengan

3-1
b. Jenis Tanah
Beberapa jenis tanah yang tersebar di Kawasan Perkotaan Towuti antara lain
tanah regosol coklat kekuningan, tanah podsolik coklat dan tanah latosol coklat tua
kemerahan.
 Regosol
Tanah regosol pada umumnya berasal dari alluvial. Tanah ini memiliki tekstur pasir
halus sampai menengah. Strukturnya lepas dan tidak terkonsolidasi. Lapisannya
terbentuk kurang signifikan karena pembentukan tanah ini terjadi di iklim ekstrem.
Hal itu menyebabkan kemampuan menahan air dan unsur hara tanah ini sangat
rendah. Tanah ini  memiliki warna kelabu sampai kuning, merah, coklat, coklat
kekuningan dan coklat kemerahan.
 Podsolik
Tanah podsolik adalah tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu
yang sangat rendah, dan juga merupakan jenis tanah mineral tua. Jenis tanah ini
umumnya  berwarna kekuningan dan kemerahan. Tanah ini memiliki tekstur
berlempung dan juga berpasir.
 Latasol
Tanah latosol adalah tanah yang pada umumnya memiliki tekstur liat dan berwarna
merah hingga kuning. Persebaran tanah latosol ini berada di daerah yang memiliki
curah hujan tinggi dan kelembapan yang tinggi pula serta pada ketinggian berkisar
pada 300-1000 meter dari permukaan laut. Tanah latosol tidak terlalu subur karena
mengandung zat besi dan alumunium.
Pada Kawasan Perkotaan Towuti terdapat 3 (tiga) jenis klasifikasi jenis tanah
diantaranya regosol, podsolik dan latasol. Jenis tanah pada Kawasan Perkotaan Towuti di
dominasi dengan regosol coklat kekuningan dengan luas 1981,2 Ha atau sebesar 67% dari
total luas Kawasan Perkotaan Towuti. Sedangkan untuk jenis tanah paling sedikit
keberadaannya barupa jenis tanah latasol coklat tua kemerahan dengan luas 686,95 Ha
atau sebesar 23% dari wilayah Kawasan Perkotaan Towuti. Beberapa klasifikasi jenis tanah
yang terdapat di Kawasan Perkotaan Towuti diantaranya sebagai berikut.
 Regosol coklat kekuningan memiliki luas 1981,2 Ha (67%)
 Podsolik coklat memiliki luas 686,95 Ha (23%)
 Latasol coklat tua kemerahan memiliki luas 291,97 Ha (10%)
Secara lebih detail klasifikasi jenis tanah berdasarkan wilayah administrasi
kelurahan/negeri/desa di Kawasan Perkotaan Towuti dapat dilihat pada tabel berikut.

3-1
Tabel 3.28 Luas Klasifikasi Jenis Tanah Berdasarkan Administrasi Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Jenis Tanah (Ha)
Kecamata
Desa Regosol Coklat Podsolik Latosol Coklat Tua Luas (Ha)
n
Kekuningan Coklat Kemerahan
Desa Asuli 53 109.16 -- 162.16
Desa Baruga 52.3 -- -- 52.3
Desa Langkea Raya 241.14 -- -- 241.14
Desa Lioka 191.95 -- -- 191.95
Towuti
Desa Matompi 791.32 373.91 -- 1165.23
Desa Pekaloa 73.39 154.98 50.95 279.32
Desa Timampu 294.51 -- 241.02 535.53
Desa Wawondula 283.59 48.9 -- 332.49
Jumlah 1981.2 686.95 291.97 2960.12
Persentase % 67% 23% 10% 100%
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2021

c. Klimatologi/Curah Hujan
Kondisi klimatologi Kawasan Perkotaan Towuti dapat diketahui dengan melihat
kondisi klimatologi atau cuaca secara umum di Kawasan Perkotaan Towuti. Secara
umum, Kabupaten Luwu Timur dan Kawasan Perkotaan Towuti khususnya memiliki
kondisi klimatologi yaitu beriklim tropis. Jumlah hujan di Kecamatan Towuti paling
banyak terjadi pada bulan Mei dengan jumlah 26 hari dan curah hujan tinggi terjadi
pada bulan April sebesar 468 mm. Rata-rata curah hujan secara keseluruhan untuk
Kecamatan Towuti pada tahun 2019 adalah sebesar 247,58 mm, dengan rata-rata hari
hujan sebanyak 15 hari/bulan. Intensitas curah hujan yang terdapat di Kawasan
Perkotaan Towuti berkisar antara 1500-2000mm/tahun. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.29 Kondisi Curah Hujan Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Curah Hujan (Ha)
Kecamatan Desa Total Luas (Ha)
1500-2000 mm
Desa Asuli 162.15 162.15
Desa Baruga 52.3 52.3
Desa Langkea Raya 241.15 241.15
Desa Lioka 191.95 191.95
Towuti
Desa Matompi 1165.23 1165.23
Desa Pekaloa 279.32 279.32
Desa Timampu 349.16 349.16
Desa Wawondula 332.49 332.49
Jumlah 2773.75 2773.75
Persentase % 100% 100%
Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2021

3-1
3-1
Gambar 3.13 Peta Jenis Tanah

3-1
Gambar 3.14 Peta Curah Hujan

3-1
d. Geologi Lingkungan
Kondisi geologi di Kawasan Perkotaan Towuti terdiri dari melange wasuponda
dengan total luas 206,39 Ha yang tersebar di Desa Baruga, Desa Langkea Raya, Desa
Matompi dan Desa Wawondula, komplex ultrabasa yang tersebar di Desa Asuli, Desa
Baruga, Desa Langkea Raya, Desa Lioka, Desa Matompi, Desa Timampu dan Desa
Wawondula dengan total luas 2021,42 Ha dan batuan gunungapi batupare-cindako yang
berada di Desa Matompi, Desa Pekaloa dan Desa Timampu dengan luas total 560,17 Ha.
Tabel 3.30
Kondisi Struktur Geologi Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Jenis Tanah (Ha)
Kecamata Luas
Desa Melange Komplex Batuan Gunungapi
n (Ha)
Wasuponda Ultrabasa Batupare-Cindako
Desa Asuli -- 162.97 -- 163
Desa Baruga 0.03 52.53 -- 52.6
Desa Langkea Raya 26.97 215.4 -- 242
Desa Lioka -- 192.91 -- 193
Towuti
Desa Matompi 12.33 992.1 166.81 1171
Desa Pekaloa -- -- 280.79 281
Desa Timampu -- 238.41 112.57 351
Desa Wawondula 167.06 167.1 -- 334
Jumlah 206.39 2021.42 560.17 2788
Persentase % 7% 73% 20% 100%
Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2021

3.3.3 Guna Lahan dan Bangunan


Penggunaan lahan yang terdapat pada Kawasan Perkotaan Towuti yaitu
kelompok kawasan terbangun dan non terbangun, untuk kawasan non terbangun
didominasi oleh semak belukar dengan luas 1.288,11 Ha (46,44 %) dan padang rumput
dengan luas 607,85 Ha (21,91 %), untuk kawasan terbangun yaitu berupa bangunan
dengan luas 84,79 Ha (3,06 %), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.31 Luas Penggunaan Lahan di Kawasan Perkotaan Towuti
No Nama Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Bangunan 84,79 3,06
2 Danau 2,1 0,08
3 Jalan 42,92 1,55
4 Lapangan Olahraga 5,05 0,18
5 Makam 0,54 0,02
6 Padang Rumput 607,85 21,91
7 Pekarangan 102,7 3,70
8 Perkebunan 129,16 4,66
9 Sawah 219,76 7,92
10 Semak Belukar 1288,11 46,44
11 Tanah Kosong 26 0,94
12 Tegalan/Ladang 264,78 9,55
Total 2773,76 100,00
Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2021

3-1
Gambar 3.15 Diagram Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Towuti

Penggunaan Lahan di Kawasan Perkotaan Towuti

Bangunan Danau Jalan Lapangan Olahraga


Makam Padang Rumput Pekarangan Perkebunan
Sawah Semak Belukar Tanah Kosong Tegalan/Ladang

Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2021

3-1
Gambar 3.16 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Towuti

3-1
3.3.4 Status Penguasaan dan Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan di Kawasan Pusat Kota Ambon antara lain terdiri atas hak guna
bangunan (HGB), hak milik, hak pakai, tanah wakaf, dan tanah kosong yang diartikan
belum jelas status kepemilikan lahannya. Hak guna bangunan diatur dalam Pasal 35–40
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 35 ayat (1) UUPA menerangkan pengertian hak guna bangunan sebagai hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri
selama jangka waktu tertentu. Hak milik dikatakan merupakan hak yang turun temurun
karena hak milik dapat diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak milik
sebagai hak yang terkuat berarti hak tersebut tidak mudah hapus dan mudah
dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain. Sementara hak pakai adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara
atau tanah milik orang lain. Selanjutnya untuk hak wakaf merupakan pemindahan hak
milik yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Adapun untuk persebaran
jumlah persil/kavling lahan kepemilikan tanah setiap kelurahan/negeri/desa di wilayah
administrasi Kawasan Perkotaan Towuti dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.32 Kepemilikan Tanah di Kawasan Perkotaan Towuti
Jenis Kepemilikan
Kecamatan Desa Hak Guna Total
Hak Milik Hak Pakai Hak Wakaf Kosong
Bangunan
Desa Asuli -- 211 1 1 16 229
Desa Baruga -- 73 -- -- 5 78
Desa Langkea Raya -- 412 -- -- 232 644
Desa Lioka 47 115 -- -- 155 317
Towuti
Desa Matompi 1 168 -- -- 64 233
Desa Pekaloa -- 53 -- -- 5 58
Desa Timampu 1 63 1 1 20 86
Desa Wawondula 182 447 2 -- 225 856
Jumlah 231 1542 4 2 722 2501
Persentase % 9% 62% 0% 0% 29% 100%
Sumber : BPN Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

Kepemilikan lahan paling banyak merupakan hak milik sebanyak 1542 bidang
tanah/kavling lahan atau sebesar 62%. Diikuti oleh tanah kosong sebanyak 722 bidang
tanah/kavling lahan atau sebesar 29%. Seadngkan untuk kepemilikan tanah paling sedikit
berupa hak wakaf sebanyak 2 bidang tanah. Selanjutnya pada Gambar 3.23 merupakan
diagram persentase kepemilikan tanah pada Kawasan Perkotaan Towuti.
3.3.5 Profil Kependudukan dan Sosial Budaya
Penduduk merupakan salah satu unsur utama dalam pembentukan suatu
wilayah, karakteristik penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
pengembangan atau pembangunan suatu wilayah dengan mempertimbangkan
pertumbuhan penduduk, komposisi struktur kepedudukan serta adat istiadat dan
kebiasaan penduduk. Dengan demikian karakteristik penduduk sangat diperlukan
dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang.
Maju dan berkembangnya suatu kawasan atau kota adalah merupakan
peran dari orang atau manusia yang ada didalamnya, sebab pada prinsipnya

3-1
sesungguhnya dengan kemapaman atau skill dari setiap manusia tersebutlah yang
mampu mengelola serta melakukan pamanfatan yang bijak serta mapan bagi
daerah tersebut.
Untuk melihat aspek kependudukan tersebut, beberapa hal yang perlu
diidentifikasi menurut kondisi eksisting yang kemudian akan memberikan
gambaran perkembangannya dimasa mendatang. Adapun hal-hal yang terkait
dengan aspek kependudukan ini adalah sebagai berikut:
a. Jumlah dan kepadatan penduduk
Dasarnya jumlah penduduk di suatu wilayah sangat menjadi faktor
peningkatan daerah dan menjadi pengerak utama karena Sumber Daya Manusia
(SDM) yang bisa mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang ada secara optimal dan
maksimal. Jumlah penduduk di Kawasan Perkotaan Towuti tahun 2020 adalah
sebanyak 15.631 jiwa. Pada dasarnya perbedaan jumlah penduduk antar
Desa/Kelurahan di Kecamatan Wasuponda tidak terlalu kontra atau jauh berbeda
satu sama lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut:
Tabel 3.33
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kawasan Perkotaan Towuti Tahun 2021
Luas Jumlah Kepadatan
Kecamatan Desa Kategori
Wilayah(Ha) Penduduk(Jiwa) Penduduk(Jiwa/Ha)
Asuli 162,15 4582 28 Rendah
Baruga 52,30 2300 44 Rendah
Laengkea Raya 241,15 3709 15 Rendah
Lioka 191,95 2283 12 Rendah
Towuti
Matompi 1165,24 1832 2 Rendah
Pekaloa 279,32 1581 6 Rendah
Tinampu 349,16 3339 10 Rendah
Wawondula 332,49 4597 14 Rendah
Total 2773,76 24223 9  Rendah
Sumber: BPS Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

b. Laju Pertumbuhan Penduduk


Pertumbuan penduduk di Kawasan Perkotaan Towuti pada tahun 2015
hingga 2020 mengalami peningkatan pada setiap masing-masing kelurahan/desa.
Untuk lebih jelasnya pertumbuhan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel di
bawah.
Tabel 3.34
Laju Pertumbuhan Penduduk Kawasan Perkotaan Towuti Tahun 2021
Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan
Kecamatan Desa Penduduk 2018-
2015 2016 2017 2018 2019 2019(%)
Asuli 4503 4535 4563 4530 4582 0,0115
Baruga 2264 2250 2281 2290 2300 0,0044
Laengkea Raya 3507 3506 3590 3506 3709 0,0579
Lioka 2019 2049 2137 2134 2283 0,0698
Towuti
Matompi 1248 1344 1468 2009 1832 -0,0881
Pekaloa 1399 1475 1550 1799 1581 -0,1212
Tinampu 2825 3070 3233 3233 3339 0,0328
Wawondula 4329 4395 4473 4453 4597 0,0323
Total 22094 22624 23295 23954 24223 -0,0001
Sumber: BPS Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

3-1
c. Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel dibawah, dapat diketahui bahwa secara jumlah
penduduk laki-laki di Kawasan Perkotaan Towuti, masih lebih banyak dari
penduduk perempuan yaitu dimana penduduk laki-laki berjumlah 13.026 jiwa dan
perempuan 11.197 jiwa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.35
Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kawasan Perkotaan Towuti Tahun 2021
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Rasio Jenis
Kecamatan Desa/Kelurahan Kelamin (Jiwa) Tahun 2019 Kelamin(Sex
Laki-Laki Perempuan Jumlah Ratio)
Asuli 2545 2037 4582 125
Baruga 1233 1067 2300 116
Langkea Raya 1951 1758 3709 111
Lioka 1279 1004 2283 127
Towuti
Matompi 975 857 1832 114
Pekaloa 830 751 1581 111
Timampu 1739 1600 3339 109
Wawondula 2474 2123 4597 117
Total 13026 11197 24223 116
Sumber: BPS Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021

Secara keseluruhan, Kawasan Perkotaan Towuti memiliki sex ratio 116 yang
artinya jumlah penduduk laki-laki lebih besar disbanding penduduk perempuan.

d. Karakteristik Sosial Budaya


Karakter suatu masyarakat perkotaan dibentuk oleh faktor sosial budaya
masyarakat setempat dan sekitarnya. Faktor sosial budaya sangat berpengaruh
terhadap pola aktivitas dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, sehingga jika
hal ini tidak diperhatikan dalam pembangunan/pengembangan perkotaan akan
dapat menimbulkan dampak-dampak negatif bagi perkembangan kota itu sendiri.
Adat istiadat merupakan karakteristik kehidupan masyarakat suatu daerah
yang dijunjung tinggi secara turun temurun dari satu generasi kegenerasi
berikutnya. Adat istiadat atau kebiasaan masyarakat adalah salah satu aspek yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan, pemeliharaan atau pengendalian dan
pengembangan pembangunan. Ada beberapa kebiasaan yang masih melekat dan
dilakukan sampai saat ini oleh masyarakat Luwu Timur terkhusus di Kecamatan
malili adalah rasa persaudaraan dan gotong royong masyarakat masih sangat
tinggi.
Berdasarkan hal tersebut memperlihatkan bahwa kondisi sosial budaya
masyarakat di kawasan perencanaan pada umumnya masih sangat dipengaruhi
Kebudayaan dan Adat Istiadat masyarakat Salah satu lembaga adat yang ada di
daerah tersebut (Pasitabe) menjadi wadah bagi masyarakat lokal mempertahankan
budaya mereka. Akulturasi budaya yang telah tertanam dengan kuat pada
masyarakat Kabupaten Luwu Timur pada umumnya merupakan cerminan dari
masyarakat di wilayah Kecamata Wasuponda, baik dalam kegiatan yang bersifat
tradisi/budaya, maupun kegiatan-kegiatan yang bernuansa agama yang kemudian

3-1
membentuk suatu orientasi tradisi atau kebudayaan. Misalnya pergaulan antara
masyarakat hingga budaya yang dihasilkan berupa tari-tarian dan karya-karya
yang merupakan hasil dari kebudayaan yang kental. Serta ritual ke-agamaan dan
adat yang menjadi tradisi warga masyarakat hingga sekarang.
Potensi sosial budaya diarahkan untuk mengetahui pengaruh norma-norma
sosial budaya atau sistem nilai yang dianut terhadap pola pikir dan pola perilaku
masyarakat, baik dalam arti positif maupun negatif. Pengaruh sistem nilai ini akan
mempengaruhi dinamika sosial masyarakat secara keseluruhan dan pada gilirannya
akan mendorong atau menghambat usaha-usaha peningkatan produktivitas
masyarakat. Analisis ini dilakukan menggunakan pendekatan yang
mengelompokkan masyarakat menurut keterikatan para individu/keluarga dengan
nilai-nilai budaya yang dianut.
Seiring dengan kemajuan diberbagai bidang dan tuntutan dari suatu
wilayah perkotaan yang bersifat heterogen, maka telah terjadi mobilisasi penduduk
ke wilayah perkotaan, termasuk di Kecamatan Wasuponda. Dengan demikian, arus
pergerakan penduduk dengan latar belakang budaya maupun ras telah menyatu
dalam suatu tatanan kehidupan yang aman dan damai, meskipun corak dan
karakter yang paling dominan adalah masyarakat Luwu Timur sebagai Suku Padoe.
Hal ini tentu saja akan menjadi modal yang sangat berharga dalam rangka
pembangunan dimasa mendatang.
3.3.6 Kondisi Perekonomian
Perkembangan ekonomi merupakan salah satu indikator dalam
pembangunan ekonomi, yang dapat dilihat dari peningkatan pendapatan regional
riil dalam kurun waktu tertentu. Kondisi ekonomi daerah secara umum dapat
ditunjukkan oleh angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang
menggambarkan nilai tambah bruto/nilai output akhir yang dihasilkan melalui
produksi barang dan jasa oleh unit‐unit produksi pada suatu daerah dalam periode
tertentu.
Ditinjau dari perkembangan PDRB Kabupaten Luwu Timur pada periode
tahun 2016-2020, menunjukkan bahwa PDRB Kabupaten Luwu Timur terus
mengalami peningkatan dari tahun 2016-2020, dimana Produk Domestik Regional
Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB-ADHB) pada periode tahun 2016 sebesar
Rp. 17.395.068 milyar menjadi Rp. 21.529.810 milyar pada tahun 2020. Kondisi ini
juga terjadi pada Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
(PDRB-ADHK) dimana PDRB pada tahun 2016 sebesar Rp. 14.862.311 milyar
menjadi Rp. 16.256.902 milyar pada tahun 2020. Uraian selengkapnya sebagaimana
pada tabel berikut:
Tabel 3.36 Kondisi dan Pertumbuhan Ekonomi Kab. Luwu Timur Tahun 2016-2020
PDRB-ADHB PDRB-ADHK Pertumbuhan
Tahun Pertumbuhan (%)
(Milyar rupiah) (Milyar rupiah) (%)
2016 Rp17.395.068   Rp14.862.311  
2017 Rp18.341.283 5,44 Rp15.318.717 3,07
2018 Rp20.393.894 11,19 Rp15.837.801 3,39
2019 Rp20.994.220 2,94 Rp16.022.945 1,17

3-1
2020 Rp21.529.810 2,55 Rp16.256.902 1,46
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Menurut Lapangan Usaha 2016-2020

Pertumbuhan Ekonomi Kab. Luwu Timur 2016-2020


18.00%
16.00%
14.00%
12.00% Laju Pertumbuhan
PDRB ADHK
10.00%
8.00% Laju Petumbuhan
6.00% PDRB ADHB
4.00%
Diagram Pertumbuhan Ekonomi Kab. Luwu Timur Tahun 2016-2020
2.00%
0.00%
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Menurut Lapangan Usaha 2016-2020
Ditinjau dari
2017 presentase
2018 distribusi
2019 2020sumbangan sektor lapangan usaha
berdasarkan harga berlaku pada tahun 2020 sumbangan terbesar diberikan oleh
sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 44,95% kemudian sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 25,08% dan disusul oleh sektor
konstruksi sebesar 9,58%. Dan sektor yang memberikan sumbangan terkecil adalah
pada sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang yang
hanya berkontribusi sebesar 0,01%. Kondisi ini memberikan gambaran yang sama
dengan tahun-tahun sebelumnya. Uraian selengkapnya pada table berikut:
Tabel 3.37 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Luwu Timur Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2016─2020
No. Sektor PDRB 2016 2017 2018 2019 2020
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 23,90% 24,47% 24,23% 23,84% 23,96%
2. Pertambangan dan Penggalian 48,98% 47,95% 47,77% 45,26% 44,95%
3. Industri Pengolahan 3,58% 3,47% 3,39% 3,82% 3,67%
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,04% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05%
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
5. 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01%
dan Daur Ulang
6. Konstruksi 8,71% 8,96% 9,25% 10,44% 10,54%
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
7. 3,59% 3,72% 3,80% 4,20% 4,10%
Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 0,73% 0,72% 0,72% 0,78% 0,68%
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,19% 0,20% 0,20% 0,22% 0,19%
10. Informasi dan Komunikasi 1,33% 1,39% 1,41% 1,55% 1,68%
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,86% 0,90% 0,93% 1,00% 1,03%
12. Real Estate 2,36% 2,36% 2,28% 2,43% 2,52%
13. Jasa Perusahaan 0,05% 0,05% 0,05% 0,06% 0,05%
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
14. 2,28% 2,40% 2,54% 2,70% 2,67%
Jaminan Sosial
15. Jasa Pendidikan 2,01% 2,01% 2,01% 2,17% 2,26%
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,24% 1,21% 1,23% 1,34% 1,51%
17. Jasa Lainnya 0,12% 0,12% 0,13% 0,14% 0,12%
PDRB TOTAL 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2016-2020

3-1
Ditinjau dari presentase distribusi sumbangan sektor lapangan usaha
berdasarkan harga konstan pada tahun 2020 sumbangan terbesar diberikan oleh
sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 52,83% kemudian sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 19,54% dan disusul oleh sektor
konstruksi sebesar 8,91%. Dan sektor yang memberikan sumbangan terkecil adalah
pada sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang yang
hanya berkontribusi sebesar 0,01%. Kondisi ini memberikan gambaran yang sama
dengan tahun-tahun sebelumnya. Uraian selengkapnya pada table berikut:
Tabel 3.38 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Luwu Timur Atas
Dasar Harga konstan Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2016─2020
No. Sektor PDRB 2016 2017 2018 2019 2020
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,56% 19,29% 19,89% 19,87% 19,54%
2. Pertambangan dan Penggalian 58,10% 56,58% 54,82% 52,72% 52,83%
3. Industri Pengolahan 2,78% 2,81% 2,88% 3,26% 3,12%
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06%
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
5. 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01%
Limbah dan Daur Ulang
6. Konstruksi 7,53% 7,76% 8,08% 8,76% 8,91%
Perdagangan Besar dan Eceran,
7. 3,41% 3,59% 3,83% 4,18% 4,08%
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 0,58% 0,60% 0,64% 0,70% 0,60%
Penyediaan Akomodasi dan Makan
9. 0,15% 0,15% 0,16% 0,17% 0,15%
Minum
10. Informasi dan Komunikasi 1,48% 1,58% 1,68% 1,84% 2,02%
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,82% 0,82% 0,85% 0,88% 0,91%
12. Real Estate 1,65% 1,71% 1,73% 1,85% 1,93%
13. Jasa Perusahaan 0,04% 0,04% 0,04% 0,05% 0,04%
Administrasi Pemerintahan,
14. 1,85% 1,92% 2,09% 2,17% 2,13%
Pertahanan dan Jaminan Sosial
15. Jasa Pendidikan 1,74% 1,78% 1,87% 1,98% 2,08%
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,15% 1,20% 1,27% 1,37% 1,51%
17. Jasa Lainnya 0,10% 0,10% 0,11% 0,12% 0,10%
PDRB TOTAL 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha 2016-2020
Ditinjau dari kondisi PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku Kabupaten
Luwu Timur periode tahun 2016 mengalami penurunan yaitu -11,48%, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2017-2018 yaitu naik hingga 8,94 % kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2019 yaitu 0,70% dan mengalami peningkatan
kembali pada tahun 2020 yaitu 3,81%.
Ditinjau dari kondisi PDRB per kapita berdasarkan harga konstan
Kabupaten Luwu Timur periode tahun 2016 mengalami penurunan yaitu -0,66%,
dan mengalami peningkatan pada tahun 2017-2018 yaitu naik hingga 1,30 %
kemudian mengalami penurunan pada tahun 2019 yaitu -1,04% dan mengalami
peningkatan kembali pada tahun 2020 yaitu 2,70%. Uraian selengkapnya pada
tabel berikut:

3-1
Tabel 3.39 PDRB Perkapita Kabupaten Luwu Timur Tahun 2016-2020
Tahun
Uraian
2016 2017 2018 2019 2020
ADHB Per Kapita 61,72 63,71 69,41 69,89 72,55
ADHK Per Kapita 52,74 53,21 53,90 53,34 54,78
Pertumbuhan PDRB Per
-11,48 3,22 8,94 0,70 3,81
Kapita ADHB (%)
Pertumbuhan PDRB Per
-0,66 0,90 1,30 -1,04 2,70
Kapita ADHK (%)
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Menurut Lapangan Usaha 2016-2020 (Diolah)

Pertumbuhan PDRB Per Kapita ADHB


(%)
15.00%
10.00%
Pertumbuhan PDRB Per
5.00% Kapita ADHB (%)

0.00%
2016 2017 2018 2019 2020
-5.00%
-10.00%
-15.00%

Pertumbuhan PDRB Per Kapita ADHK


(%)
3.00%
2.50%
2.00%
Pertumbuhan PDRB Per
1.50% Kapita ADHK (%)
1.00%
0.50%
0.00%
-0.50% 2016 2017 2018 2019 2020
-1.00%
-1.50%

Gambar 3.7 Grafik ADHB dan ADHK

3.3.7 Kondisi Sarana Kawasan Perkotaan Towuti


a. Pendidikan

3-1
Berdasarkan klasifikasi dan jangkauan pelayanan sarana pendidikan di
Kawasan Perkotaan Towuti, maka diidentifikasi beberapa jenjang pendidikan,
seperti Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar dibutuhkan untuk melayani
masyarakat skala lingkungan. Sementara itu untuk Sekolah Menengah
Pertama/Sederajat dan Sekolah Menengah Atas/Sederajat melayani penduduk
skala kecamatan dengan ketentuan jumlah penduduk terlayani disesuaikan dengan
standar jumlah penduduk pendukung. Berikut ini rincian jumlah dan jenis sarana
pendidikan di Kawasan Perkotaan Towuti.
Tabel 3.40 Sebaran Fasilitas Pendidikan Kawasan Perkotaan Towuti
Sarana Pendidikan
Kecamatan Desa T Jumlah
Paud SD SMP SMA Pesantren
K
Desa Asuli -- 1 2 -- -- -- 3
Desa Baruga -- -- 1 -- -- -- 1
Desa Langkea
-- 2 3 2 1 -- 8
Raya
Towuti Desa Lioka 1 2 1 -- -- -- 4
Desa Matompi -- -- 1 -- -- -- 1
Desa Pekaloa -- 2 1 -- --- -- 3
Desa Timampu -- 1 2 1 1 2 7
Desa Wawondula -- 2 2 -- -- -- 4
Total Jumlah 1 10 13 3 2 2 31
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021

3-1
b. Kesehatan Gambar 3.17 Sebaran Fasilitas Pendidikan
Dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama dalam bidang
kesehatan, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melakukan berbagai upaya,
berhasil atau tidaknya program tersebut berkorelasi positif dengan ketersediaan
sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan di Kawasan
Perkotaan Towuti, saat ini tersedia berbagai jenis sarana, seperti rumah sakit,
puskesmas, pustu, klinik, posyandu, dan berbagai jenis layanan kesehatan lainnya.

Tabel 3.41 Sebaran Fasilitas Pendidikan Kawasan Perkotaan Towuti


Sarana Kesehatan

Puskesmas

Poskesdes
Posyandu

Polindes
Praktek

Apotek
Dokter
Klinik
Kecamatan Desa

Desa Asuli -- 1 -- -- -- -- --
Desa Baruga -- 1 1 -- -- -- --
Desa Langkea
-- 2 -- -- -- -- --
Raya
Towuti Desa Lioka -- -- 1 -- -- -- --
Desa Matompi -- -- -- -- -- -- --
Desa Pekaloa 1 2 -- -- -- -- --
Desa Timampu -- 1 -- -- -- -- --
Desa Wawondula 1 2 -- 1 3 3 1
Total Jumlah 2 9 2 1 3 3 1
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021

3-1
Gambar 3.18 Sebaran Fasilitas Kesehatan
c. Peribadatan
Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan
rohani yang perlu disediakan di lingkungan masyarakat yang direncanakan selain
sesuai peraturan yang ditetapkan, jenis sarana peribadatan sangat tergantung
pada kondisi setempat dengan memperhatikan struktur penduduk menurut agama
yang dianut. Pelayanan sosial di bidang peribadatan di Kawasan Perkotaan Towuti
ditandai dengan penyediaan sarana peribadatan. Untuk penduduk beragama islam
terdapat cukup banyak sarana ibadah seperti. Berikut ini rincian jumlah dan jenis
sarana ibadah di Kawasan Perkotaan Towuti.
Tabel 3.42 Sebaran Fasilitas Peribadatan Kawasan Perkotaan Towti
Kecamata Sarana Peribadatan
Desa Jumlah
n Masjid Mushola Gereja
Desa Asuli 3 1 2 6
Desa Baruga -- -- 3 3
Desa Langkea Raya 3 -- 4 7
Desa Lioka 2 -- 3 5
Towuti
Desa Matompi 3 -- 1 4
Desa Pekaloa 3 -- -- 3
Desa Timampu 3 1 -- 4
Desa Wawondula 2 -- 4 6
Total Jumlah 19 2 17 38
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021

3-1
Gambar 3.19 Sebaran Fasilitas Peribadatan

d. Perdagangan dan Jasa


Perkembangan perekonomian pada suatu daerah dapat dilihat dari
berbagai sektor, salah satunya adalah sektor perdagangan dan jasa.
Perkembangan sektor perdagangan dan jasa dapat dilihat dari banyaknya jumlah
pasar yang ada di daerah tersebut. Pasar merupakan tempat bertemunya antara
penjual dan pembeli, sehingga semakin tinggi transaksi semakin tinggi pula
potensi sektor perdagangan dan jasa. Perdagangan dan jasa merupakan kegiatan
ekonomi yang paling dominan di kawasan perkotaan. Sektor-sektor ekonomi
UMKM berkembang pesat di segala aspek, seperti perdagangan bahan pangan,
sandang, dan usaha perdagangan lainnya.
Tabel 3.43 Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa Kawasan Perkotaan Towuti
Sarana Perdagangan dan Jasa
Kecamatan Desa Jas Jumlah
Pertokoan Ruko Pasar Supermarket Warung
a
Desa Asuli 6 1 6 -- -- 5 18
Desa Baruga 11 5 19 -- 1 6 42
Desa Langkea Raya 3  -- 6 -- -- -- 9
Desa Lioka 4  -- 2 -- -- 1 7
Towuti
Desa Matompi 1  -- 1 -- -- -- 2
Desa Pekaloa --  -- 1 -- -- -- 1
Desa Timampu 7 --  7 2 -- 8 24
Desa Wawondula 26 6 17 1 3 7 60
Total Jumlah 58 12 59 3 4 27 163
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021

3-1
Gambar 3.20 Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa
e. Pariwisata dan Hiburan
Pelayanan perkotaan di sektor pariwisata dan hiburan adalah merupakan
salah satu bentuk pelayanan yang harus disediakan dalam suatu kawasan
perkotaan. di Kawasan Perkotaan Towuti saat ini tersedia beberapa kategori,
seperti hotel, wisma, dan jenis penginapan lainnya. Berikut ini ketersediaan
penginapan yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti.
Tabel 3.44 Sebaran Fasilitas Pariwisata dan Hiburan Kawasan Perkotaan Towuti
Sarana Rekreasi dan Hiburan
Jumlah

Kecamatan Desa Wisata Guest Hotel


Karaoke Wisma Hotel
Alam House Melati
Desa Asuli -- -- -- -- -- -- 0
Desa Baruga -- -- -- 1 -- -- 1
Desa Langkea Raya -- -- -- -- -- -- 0
Desa Lioka -- 1 -- -- -- -- 1
Towuti
Desa Matompi -- -- -- 1 -- -- 1
Desa Pekaloa -- -- -- -- -- -- 0
Desa Timampu -- -- -- 1 -- -- 1
Desa Wawondula -- -- -- 1 -- 1 2
Total Jumlah 0 1 0 4 0 1 6
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021

f. Pergudangan
Jenis kegiatan pada sarana industri dan pergudangan di Kawasan Perkotaan
Towuti diantaranya terdapat 3 (tiga) jenis meliputi 9 unit pabrik, 2 unit gudang dan
2 unit UKM. Pada Kawasan Perkotaan Towuti, sarana industri dan pergudangan

3-1
hanya terdapat di beberapa kelurahan/negeri/desa. Adapun secara lebih detail
terkait jumlah dan persebaran jenis-jenis sarana industri dan pergudangan tiap
kelurahan/negeri/desa di Kawasan Perkotaan Towuti dapat dilihat pada tabel dan
gambar berikut
Tabel 3.45 Sarana Industri dan Pergudangan Berdasarkan Jenis Kegiatan di Kawasan
Perkotaan Towuti
Sarana Industri & Pergudangan
Kecamatan Desa Jumlah
Pabrik Pergudangan UKM
Desa Asuli 2 -- -- 2
Desa Baruga 1 -- -- 1
Desa Langkea Raya 2 1 -- 3
Desa Lioka -- -- -- 0
Towuti
Desa Matompi -- -- -- 0
Desa Pekaloa 1 -- -- 1
Desa Timampu -- -- -- 0
Desa Wawondula 3 1 2 6
Total Jumlah 9 2 2 13
Sumber : Hasil Survey Lapangan 2021

Gambar 3.21 Sebaran Fasilitas Industri


g. Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau merupakan bagian penting dari struktur pembentuk
kawasan, dimana ruang terbuka hijau memiliki fungsi utama sebagai penunjang

3-1
ekologis kawasan yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan
pendukung nilai kualitas lingkungan. Keberadaan ruang terbuka hijau sangat
diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas
lingkungan.
Ruang terbuka hijau memiliki  dua  fungsi  utama,  yaitu  fungsi 
intrinsik sebagai penunjang  ekologis  dan  fungsi  ekstrinsik  yaitu  fungsi 
arsitektural  (estetika),  fungsi  sosial  dan  ekonomi.  Ruang  terbuka  hijau 
dengan fungsi ekologisnya bertujuan untuk menunjang keberlangsungan fisik
suatu kawasan dimana ruang terbuka hijau  tersebut  merupakan  suatu  bentuk
ruang terbuka hijau yang berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti
di dalam suatu kawasan. Sedangkan  ruang  terbuka  hijau  untuk fungsi-fungsi 
lainnya  (sosial,  ekonomi arsitektural) merupakan ruang terbuka hijau pendukung
dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kawasan tersebut, sehingga
dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya,
seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur. Proporsi 30% luasan
ruang terbuka hijau kawasan  diantaranya terdiri dari 20% untuk publik dan 10%
untuk privat merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat,
maupun sistem ekologis lain  yang  dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih
yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas  publik serta sekaligus
dapat meningkatkan nilai estetika kawasan.
Potensi hijau lokal merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang
berfungsi sebagai kawasan lindung potensi hijau lokal terdiri atas pertamanan
kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau Daerah Aliran Sungai, kawasan hijau
rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang
terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk
dan struktur vegetasinya. Beberapa potensi hijau lokal diantaranya adalah:
1. Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota, dalam
bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau;
2. Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
areal/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam
pengguanaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan yang
berfungsi sebagai kawasan pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota, kegiatan olah
raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan; dan
3. Fasilitas yang memberikan konstribusi penting dalam meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam
kegiatan rekreasi.
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap ketersediaan RTH di Kawasan
Perkotaan Towuti, menunjukkan bahwa saat ini tersedia RTH, baik RTH Publik
maupun RTH Privat, namun sesuai ketentuan standar minimal RTH kawasan
perkotaan, maka saat ini kondisi RTH di Kawasan Perkotaan Towuti belum
mencapai satandar minimal. Secara rinci berikut ini kondisi dan keberadaan RTH di
Kawasan Perkotaan Towuti.

3-1
Tabel 3.46 Sebaran Fasilitas RTH Kawasan Perkotaan Towuti
Sarana RTH
Kecamatan Desa Lapangan Stadion/Lapangan Jumlah
Pemakaman Khusus
Voli Sepakbola
Desa Asuli -- -- -- 0
Desa Baruga 1 -- -- 1
Desa Langkea Raya -- -- 1 1
Desa Lioka -- -- -- 0
Towuti
Desa Matompi -- -- 1 1
Desa Pekaloa 1 -- 1 2
Desa Timampu 1 1 1 3
Desa Wawondula 1 1 -- 1
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021

Gambar 3.22 Sebaran Fasilitas Ruang Terbuka Hijau

h. Fasilitas Sosial
Kawasan Perkotaan Towuti adalah merupakan salah satu kawasan
perkotaan yang terus berkembang, baik perkembangan fisik kota, pertumbuhan
penduduk, maupun aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Dampak negatif yang
sering muncul sebagai akibat dari perkembangan kota tersebut tentunya tidak

3-1
terlepas dari persoalan sosial di dalam lingkungan masyarakat kota, seperti
pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan berbagai masalah sosial lainnya.
Pelayanan sosial merupakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
yang memiliki permasalahan sosial, seperti keluarga kurang mampu, usia lanjut,
masalah kecanduan narkotika dan obat-obat terlarang, gelandangan, tuna susila,
tuna wisma, dan masalah sosial lainnya. Lebih jelasnya berikut ini sarana pelayanan
sosial di Kawasan Perkotaan Towuti.

Gambar 3.23 Sebaran Fasilitas Sosial

3.3.8 Kondisi Prasarana Kawasan Perkotaan Towuti


Pelayanan kawasan perkotaan pada dasarnya merupakan pelayanan
minimal yang diberikan kepada masyarakat di kawasan perkotaan, terkait dengan
aspek tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, aspek pelayanan sosial, dan aspek kegiatan ekonomi. Keempat

3-1
aspek tersebut menjadi tolok ukur tingkat pelayanan yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kepada masyarakat terkait dengan kebutuhan sarana dan
prasarana dasar minimal yang sesuai dengan tipologi dan klasifikasi kawasan
perkotaan.
a. Air Minum
Air sebagai kebutuhan dasar manusia memiliki peranan penting dalam
menunjang kehidupan manusia. Ketersediaan air minum adalah harga mutlak yang
harus dipenuhi. Dewasa ini, ketersediaan air minum untuk kebutuhan manusia
mengalami berbagai kendala dari mulai permasalahan kualitas air, kuantitas dan
kontinuitas air minum. Walaupun seperti kita ketahui bahwa sudah banyak
kemajuan dan pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang membuat
sistem distribusi air minum modern yang murah dan dapat dipercaya seperti saat
ini jika kita bandingkan dengan keadaan beberapa dekade ke belakang.
Pada dasarnya sumber air di Kawasan Perkotaan Towuti terdapat beberapa
sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku, seperti air tanah
(sumur bor dan sumur gali), dan air yang diusahakan oleh PDAM. Akan tetapi,
untuk pemenuhan air minum dibutuhkan beberapa persyaratan teknis, seperti
standar sanitasi dan kesehatan untuk layak konsumsi. Berdasarkan sumber data
yang diperoleh dan dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan, bahwa
sumber air baku bagi masyarakat di Kawasan Perkotaan Towuti dapat terpenuhi
melalui pemanfaatan beberapa sumber air. Pada beberapa zona terdapat suplai air
minum dari sistem perpipaan PDAM, sementara itu pada zona lainnya, sumber air
minum masyarakat disuplai dari air tanah (sumur gali dan sumur bor).
Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan memperlihatkan bahwa
pelayanan kawasan perkotaan di bidang air minum melalui jaringan perpipaan di
Kawasan Perkotaan Towuti, saat ini sudah tersedia. Namun demikian secara
keseluruhan kawasan belum terpenuhi, hal ini dapat dilihat dari sumber-sumber air
minum masyarakat sebagian masih menggunakan air tanah (sumur bor dan sumur
gali). Kondisi ini terjadi akibat dari debit air pada sumber air baku PDAM belum
mampu menyuplai kebutuhan air minum sesuai kebutuhan untuk Kawasan
Perkotaan Towuti.
b. Drainase

Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, pada umumnya


melampaui kemampuan penyediaan prasarana dan sarana, diantaranya
permasalahan drainase. Akibatnya permasalahan banjir/genangan semakin
meningkat pula. Pada umumnya penanganan sistem drainase masih bersifat
parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara
tuntas. Pengelolaan drainase harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu
pada sistem perencanaan yang terintegrasi, dimulai dari tahap survey, investigasi
perencanaan, pembebasan lahan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta
ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi
masyarakat.

3-1
Saluran drainase yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti adalah dengan
memanfaatkan sungai sebagai saluran primer. Pada beberapa ruas jalan, kondisi
drainasenya cukup baik namun disisi lain terdapat beberapa ruas jalan yang belum
memiliki sistem pembuangan air limpasan hujan (drainase). Permasalahan yang
muncul saat ini adalah kondisi drainase yang tercemar oleh sampah padat yang
dihasilkan oleh kegiatan penduduk sehingga pada musim penghujan kemungkinan
dapat terjadi hambatan aliran air serta pada titik-titik tertentu masih terlihat ada
saluran drainase yang rusak. Sistem drainase yang ada di Kawasan Perkotaan
Towuti, secara umum merupakan jaringan terbuka, baik jaringan drainase primer,
jaringan sekunder maupun jaringan tersier.
c. Persampahan

Sampah adalah material sisa yang dibuang sebagai hasil dari proses


produksi, baik itu industri maupun rumah tangga. Definisi lain dari sampah adalah
sesuatu yang tidak diinginkan oleh manusia setelah proses/penggunaannya
berakhir. Adapun material sisa yang dimaksud adalah sesuatu yang berasal dari
manusia, hewan, ataupun dari tumbuhan yang sudah tidak terpakai. Wujud dari
sampah tersebut bisa dalam bentuk padat, cair, ataupun gas.
Budaya konsumerisme masyarakat saat ini mempunyai andil besar dalam
peningkatan jenis dan kualitas sampah. Di era globalisasi, para pelaku usaha dan
pebisnis bersaing sekeras mungkin untuk memasarkan produknya, tidak hanya itu,
mereka memiliki strategi bisnis dengan mengemas produknya dengan kemasan
yang menarik konsumen. Bervariasinya kemasan produk tersebut menimbulkan
peningkatan jenis dan kualitas sampah.
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 (tiga)
tahapan kegiatan, yakni: pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir.
Aboejoewono (1985) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari
proses kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai berikut:
1. Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke
tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan
ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, kontainer sampah,
gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara (TPS/Depo). Untuk
melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang
mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu.
2. Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat
transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada
tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut
sampah dari tempat pembuangan sementara ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
3. Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan
baik secara fisik, kimia, maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian
seluruh proses.
Kawasan Perkotaan Towuti sebagai bagian dari wilayah pusat kegiatan
pelayanan perkotaan memberikan konsekuensi terhadap volume dan sistem

3-1
pengelolaan sampah. Oleh karena itu, dibutuhkan kepedulian dari Pemerintah dan
kesadaran masyarakat di dalam mengelola dan menanggulangi sampah tersebut.
1. Kondisi Pelayanan Persampahan; Kondisi sistem pelayanan persampahan pada
Kawasan Perkotaan Towuti, secara umum belum optimal, hal ini terlihat dari
ketersediaan sarana dan prasarana yang belum memadai, sistem manajemen
pengelolaan yang belum terstruktur, perilaku masyarakat terhadap pembuangan
sampah. Pada beberapa titik lokasi terlihat adanya tumpukan sampah yang dibuang
secara sembarangan dan tidak ada wadah pembuangan berupa container/TPS,
begitupula pada beberapa saluran drainase yang mengalami penyumbatan akibat
adanya buangan sampah di saluran drainase tersebut.
Berdasarkan hasil survey di lapangan, memperlihatkan bahwa kondisi sistem
pelayanan, khususnya ketersediaan prasarana sampah masih sangat minim, hal ini
terlihat dari sistem pembuangan yang dilakukan oleh masyarakat, masih ditemui
adanya pembuangan sampah di sembarang tempat. Hal ini terjadi akibat adanya
perilaku masyarakat yang belum memahami pentingnya kebersihan, serta belum
adanya peranserta masyarakat yang secara swadaya mau membuat tempat
pembuangan sampah.
2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Persampahan; Untuk pelayanan persampahan
secara profesional, tentunya dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk
menyediakan sarana dan prasarana yang memadai tentunya dibutuhkan biaya yang
sangat besar. Kondisi inilah yang menjadi permasalahan bagi Pemerintah Daerah
termasuk Pemerintah Kabupaten Luwu Timur untuk mengelola sampah secara
profesional. Disisi lain peran serta masyarakat sangat membantu dalam pengelolaan
persampahan, dibutuhkan pemahaman dan pengetahuan bagi masyarakat terhadap
pentingnya kebersihan lingkungan.
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) pada
dasarnya sudah ada, yang berlokasi di luar Kawasan Perkotaan Towuti. Namun
demikian, dalam pelayanan persampahan di Kawasan Perkotaan Towuti dilayani
oleh angkutan sampah yang dibauang di TPA tersebut. Sebagai gambaran bahwa
sampah yang dibuang di TPA umumnya merupakan sampah dari hasil buangan
dari aktifitas di Kawasan Perkotaan Towuti;
b. Container/TPS; Container/TPS di Kawasan Perkotaan Towuti, saat ini sudah ada,
sehingga masyarakat membuang sampah di TPS tersebut. Namun karena jumlah
dan pola persebaran prasarana persampahan tersebut tidak merata, sehingga
sebagian masyarakat masih membuang sampah pada sembarang tempat. Kondisi
ini tentunya berdampak pada kualitas lingkungan yang menurun, dimana
sebagian sampah dibuang ke badan air, termasuk ke saluran drainase;
c. Tong Sampah; Tong sampah yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti, secara
umum belum memadai, hal ini terlihat dari jumlah dan kondisi tong sampah yang
tidak banyak dan kurang terawat, baik yang disediakan oleh masyarakat secara
perorangan maupun yang disediakan oleh Pemerintah Daerah; dan
Sarana Angkutan (Mobil Sampah); Sarana angkutan sampah (mobil
sampah) yang melayani Kawasan Perkotaan Towuti, secara umum belum memadai,

3-1
baik jumlah sarana maupun kondisi sarana angkutannya. Hal ini terlihat dari
kondisi fisik mobil sampah yang sebagian sudah tua, sementara itu terlihat pula
sampah yang menumpuk pada beberapa titik yang belum terangkut ke TPA.
d. Energi

Energi menempati peringkat yang sangat penting sebagai kebutuhan umat


manusia. Sejak berabad-abad yang lalu setiap individu, kelompok maupun negara
berjuang untuk memenuhi kebutuhannya akan energi. Hal tersebut mengakibatkan
energi semakin langka dan harganya meningkat terus. Salah satu bentuk energi
yang sangat mudah dimanfaatkan adalah listrik.
Prasarana kelistrikan dibutuhkan untuk menunjang berbagai kegiatan
seperti kebutuhan penerangan rumah tangga, kegiatan industri, penerangan jalan
dan kegiatan lainnya. Oleh karenanya prasarana listrik memegang peranan sangat
penting dalam suatu wilayah dan kawasan perkotaan. Pelayanan prasarana listrik di
Kawasan Perkotaan Towuti tersedia atas distribusi daya dari PLN. Sistem jaringan
listrik di Kawasan Perkotaan Towuti masih menggunakan jaringan kabel udara,
terutama pada sambungan ke rumah-rumah. Pada sistem jaringan ini terpasang
diatas tiang-tiang dan beberapa gardu pengatur daya listrik yang terpasang pada
beberapa titik jalur listrik. Pola jaringan listrik ini juga mengikuti pola jaringan jalan
yang ada.

3.3.9 Profil Intensitas dan Tata Massa Bangunan


a. Intensitas Pemanfaatan Ruang
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah
tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak
peruntukannya. Terdapat manfaat dalam identifikasi intensitas pemanfaatan ruang
diantaranya:
1. Mencapai efisiensi dan efektivitas pemanfaatan lahan secara adil;
2. Mendapatkan distribusi kepadatan kawasan yang selaras pada batas daerah yang
direncanakan berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah yang terkait;
3. Mendapatkan distribusi berbagai elemen intensitas lahan pemanfaatan lahan
(Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Koefisien Daerah Hijau, dan
Koefisien Tapak Besmen) yang dapat mendukung berbagai karakter khas dari
berbagai subarea yang direncanakan;
4. Merangsang pertumbuhan kota dan berdampak langsung pada perekonomian
kawasan; dan
5. Mencapai keseimbangan, kaitan dan keterpaduan dari berbagai elemen intensitas
pemanfaatan lahan dalam hal.
Intensitas pemanfaaatan ruang juga dapat diartikan sebagai tingkat pemanfaatan
ruang yang diukur pada wilayah perencanaan, kepadatan bangunan, KDB, KLB, KDH, dan
peruntukan blok. Intensitas bangunan Kawasan Perkotaan Towuti ditinjau melalui Koefisien

3-1
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Dasar Hijau (KDH).
Keterangan terkait KDB, KLB dan KDH pada masing-masih wilayah adminitrasi terkecil di
Kawasan Perkotaan Towuti. Penjelasan mengenai KDB, KLB dan KDH dijabarkan sebagai
berikut:
1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan
gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai. KDB tidak mencakup lantai bangunan yang berada di bawah tanah
(basement). Rumus perhitungan untuk melakukan Identifikasi KDB menggunakan
perhitungan sebagai berikut

2) Koefisien Lantai Bangunan


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, Koefisien Lantai Bangunan (KDB)
adalah angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas dari seluruh
banguan yang dapat dibangun dari luas lahan atau tanah yang dikuasai. Tujuan
aturan ini adalah untuk menciptakan adanya keseimbangan antara luasan lahan
terbangun dg luasan lahan kosong yang dapat digunakan antara lain untuk
keperluan pertamanan, parkir kendaraan. Rumus perhitungan untuk melakukan
identifikasi KLB menggunakan perhitungan sebagai berikut :

3) Koefisien Dasar Hijau


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah
anka presentasi perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan
yang diperuntukkan untuk penghijauan Tujuan aturan ini adalah untuk menciptakan
adanya keseimbangan antara luasan lahan terbangun dg luasan lahan kosong yang
dapat digunakan antara lain untuk keperluan pertamanan, parkir kendaraan.
Identifikasi KLB menggunakan perhitungan sebagai berikut

Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang yang terdiri dari KDB, KLB dan KDH
dilakukan berdasarkan jenis guna lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti serta
pembagian wilayah administratif terkecil. Jenis guna lahan yang akan diidentifikasi
diantaranya adalah permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana pelayanan
umum, industri dan pergudangan, ruang terbuka hijau/non-hijau dan pemakaman,
olahraga, sosial budaya serta rekreasi dan hiburan.
a. Intensitas Pemanfaatan Ruang Permukiman
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan pada guna lahan
permukiman berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan merupakan

3-1
rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Melalui pengamatan tersebut dapat
diketahui intensitas bangunan di guna lahan permukiman berdasarkan klasifikasinya
yaitu kepadatan sangat, rendah kepadatan rendah, kepadatan sedang, kepadatan tinggi
dan kepadatan sangat tinggi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di
wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.47 Intensitas Pemanfaatan Ruang Permukiman
Negeri/Kelurahan Intensitas Pemanfaatan
No Kecamatan /Desa ∑ Rumah Ruang (min-maks)
1 Wasuponda Desa Asuli 560 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
2 Desa Baruga 269  Permukiman K. Rendah 50-80%
3 Desa Langkea Raya 734  Permukiman K. Sedang 80-90%
4 Desa Lioka 295 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
5 Desa Matompi 357  Permukiman K. Rendah 0,5-2,4
6 Desa Pekaloa 277  Permukiman K. Sedang 0,5-2,5
7 Desa Timampu 365 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
8 Desa Wawondula 809  Permukiman K. Rendah 20-50%
 Permukiman K. Sedang 10-20%
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

b. Intensitas Pemanfaatan Ruang Perdagangan dan Jasa


Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan terhadap
bangunan penggunaan lahan perdagangan dan jasa. Bangunan sarana perdagangan
dan jasa yang terdapat di Kawasan Perkotaan Towuti diantaranya terdiri dari 58 unit
pertokoan, 12 unit ruko, 58 unit jasa, 3 unit pasar, 4 unit supermarket, dan 27 unit
warung. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan
yang di identifikasi. Melalui pengamatan tersebut dapat diketahui intensitas bangungan
di guna lahan perdagangan dan jasa sebagai bahan evaluasi pengaruh guna lahan
terhadap hambatan jalan. Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di
wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.48 Intensitas Pemanfaatan Ruang Perdagangan dan Jasa
Negeri/Kelurahan Intensitas Pemanfaatan
No Kecamatan /Desa ∑ Sarana Ruang (min-maks)
1 Towuti Desa Asuli 18 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
2 Desa Baruga 42 a. Skala Kota 60-80%
3 Desa Langkea Raya 9 b. Skala WP 70-100%
4 Desa Lioka 7 c. Skala SWP 70-100%
5 Desa Matompi 2 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
6 Desa Pekaloa 1 a. Skala Kota 1,6-12,0
7 Desa Timampu 23 b. Skala WP 0,7-3
8 Desa Wawondula 60 c. Skala SWP 0,7-3
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
a. Skala Kota 20-40%
b. Skala WP 0-30%
c. Skala SWP 0-30%
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
c. Intensitas Pemanfaatan Ruang Perkantoran
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan terhadap
bangunan penggunaan lahan perkantoran berdasarkan wilayah administratif terkecil.
Bangunan sarana pemerintahan pada Kawasan Perkotaan Towuti terdiri dari jenis sarana
yang beragam diantaranya Kantor Kepala Desa, Kantor Camat. Selain sarana
pemerintahan, juga terdapat sarana pelayanan umum seperti Pos Keamanan, Kantor
Polisi, Kantor PLN, Kantor Pos. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata
dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Melalui pengamatan tersebut dapat diketahui

3-1
intensitas bangungan di guna lahan perdagangan dan jasa sebagai bahan evaluasi
pengaruh guna lahan terhadap hambatan jalan. Berikut merupakan hasil identifikasi dari
pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.49 Intensitas Pemanfaatan Ruang Perkantoran
Negeri/Kelurahan Intensitas Pemanfaatan
No Kecamatan /Desa ∑ Sarana Ruang (min-maks)
1 Desa Asuli 5 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 4 (KDB) Perkantoran 50-90%
3 Desa Langkea Raya 4
4 Desa Lioka 3 Koefisien Lantai Bangunan
Towuti (KLB) Perkantoran 0,5-6,4
5 Desa Matompi 3
6 Desa Pekaloa 1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 4 Perkantoran 10-50%
8 Desa Wawondula 8
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

d. Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Pelayanan Umum


Identifikasi pemanfaatan ruang sarana pelayanan umum terdiri dari :
1) Sarana Kesehatan
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan terhadap
bangunan penggunaan lahan sarana pelayanan umum kesehatan berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Bangunan sarana kesehatan yang berada di
Kawasan Perkotaan Towuti terdiri dari puskesmas sebanyak 1 unit, puskesmas
pembantu sebanyak 1 unit, posyandu sebanyak 2 unit, poskesdes sebanyak 1
unit, tempat praktek dokter sebanyak 1 unit .Hasil pengamatan yang dilakukan
merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut
merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.50 Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Kesehatan
Intensitas Pemanfaatan
No Kecamatan Kelurahan/Desa ∑ Bangunan Ruang (min-maks)
1 Desa Asuli 1 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 2 (KDB) Kesehatan 60-100%
3 Desa Langkea Raya 2
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 1
Towuti (KLB) Kesehatan 1,4 - > 2,8
5 Desa Matompi 0
6 Desa Pekaloa 3 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 1 Kesehatan 0-40%
8 Desa Wawondula 11
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
2) Sarana Pendidikan
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan sarana pelayanan umum pendidikan
berdasarkan wilayah administratif terkecil. Bangunan sarana pendidikan
tersebut diantaranya TK sebanyak 6 unit, Pendidikan Dasar meliputi SD
sebanyak 5 unit, Pendidikan Menengah Pertama meliputi SMP sebanyak 3
unit, Pendidikan Menengah Umum meliputi SMA sebanyak 1 unit. Hasil
pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang
di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah
perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3.51 Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Pendidikan
Kelurahan/Desa Intensitas Pemanfaatan
No Kecamatan ∑ Ruang (min-maks)

3-1
Bangun
an
1 Desa Asuli 3 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 1 (KDB) Pendidikan 50-70%
3 Desa Langkea Raya 8
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 4
5 Towuti Desa Matompi 1 (KLB) Pendidkan 1,4 - > 2,8
6 Desa Pekaloa 3 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 7 Pendidian 30-50%
8 Desa Wawondula 4
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3) Sarana Peribadatan
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan sarana pelayanan umum peribadatan
berdasarkan wilayah administratif terkecil. Bangunan sarana peribadatan pada
Kawasan Perkotaan Towuti terdiri 8 unit masjid , 20 unit gereja yang tersebar
di seluruh kelurahan/negeri/desa. Hasil pengamatan yang dilakukzan
merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut
merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.52 Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Pelayanan Umum Peribadatan


Intensitas Pemanfaatan Ruang
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bangun
an
1 Towuti Desa Asuli 6 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 3 (KDB) Peribadatan 50-100%
3 Desa Langkea Raya 7
4 Desa Lioka 5 Koefisien Lantai Bangunan
5 Desa Matompi 4 (KLB) Peribadatan < 2,8
6 Desa Pekaloa 3 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 4 Peribadatan 0-50%
8 Desa Wawondula 6
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
4) Intensitas Pemanfaatan ruang Terbuka Hijau / Non Hijau dan Pemakaman
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan ruang terbuka hijau / non-hijau dan
pemakaman terdiri dari:
a. Ruang Terbuka Hijau
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan ruang terbuka hijau berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan
rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan
hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3.53 Intensitas Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau

3-1
Intensitas Pemanfaatan Ruang
No Kecamatan Kelurahan/Desa
(min-maks)
1 Towuti Desa Asuli Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ruang
2 Desa Baruga Terbuka Hijau 10-30%
3 Desa Langkea Raya
4 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Ruang
Desa Lioka
5 Desa Matompi Terbuka Hijau 0-0,2
6 Desa Pekaloa Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu Ruang Terbuka Hijau 70-90%
8 Desa Wawondula
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
b. Ruang Terbuka Non Hijau
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan ruang terbuka non-hijau
berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan yang
dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi.
Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah
perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.54 Intensitas Pemanfaatan Ruang Terbuka Non-Hijau
Kecamatan Kelurahan/Desa Intensitas Pemanfaatan Ruang
(min-maks)
1 Desa Asuli Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ruang
2 Desa Baruga
3 Desa Langkea Raya Terbua Non-Hijau 70-100%
4 Desa Lioka Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Ruang
Towuti
5 Desa Matompi Terbua Non-Hijau 0-0,2
6 Desa Pekaloa Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu Ruang Terbua Non-Hijau 10-30%
8 Desa Wawondula
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
c. Pemakaman
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan pemakaman berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.55 Intensitas Pemanfaatan Ruang Pemakaman
Kecamat Kelurahan/ ∑ Intensitas Pemanfaatan
an Desa Bangun Ruang (min-maks)
an
1 Desa Asuli 0 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 0 (KDB) Pemakaman 0-5%
3 Desa Langkea Raya 0
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 0
Towuti (KLB) Pemakaman 0-0,2
5 Desa Matompi 0
6 Desa Pekaloa 0 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 1 Pemakaman 50-100%
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
d. Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Olahraga
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan sarana olahraga berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Bangunan sarana olahraga pada Kawasan
Perkotaan Towuti terdiri dari diantaranya 1 unit lapangan basket, 1 unit
gor bulutangkis, serta 3 unit lapangan sepak bola. Hasil pengamatan

3-1
merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut
merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.56 Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Olahraga
Kecamat Kelurahan/ ∑ Intensitas Pemanfaatan
an Desa Bangun Ruang (min-maks)
an
1 Desa Asuli 0 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 1 (KDB) Olahraga 10-50%
3 Desa Langkea Raya 1
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 0
Towuti (KLB) Olahraga < 2
5 Desa Matompi 1
6 Desa Pekaloa 3 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 2 Olahraga 50-90%
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
e. Intensitas Pemanfaatan Ruang Sosial Budaya
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
bangunan sosial budaya berdasarkan wilayah administratif terkecil.
Bangunan sarana sosial budaya pada Kawasan Perkotaan Towuti terdiri
dari 1 unit gedung serbaguna, Hasil pengamatan merupakan rata-rata dari
jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi
dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.57 Intensitas Pemanfaatan Ruang Sosial Budaya


Kecamat Kelurahan/ ∑ Intensitas Pemanfaatan
an Desa Bangun Ruang
an (min-maks)
1 Desa Asuli 0 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 2 (KDB) Sosial Budaya 70-80%
3 Desa Langkea Raya 0
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 0
Towuti (KLB) Sosial Budaya < 2,8
5 Desa Matompi 0
6 Desa Pekaloa 0 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 0 Sosial Budaya 20-30%
8 Desa Wawondula 0
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
f. Intensitas Pemanfaatan Rekreasi dan Hiburan
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan rekreasi dan hiburan berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Bangunan sarana Ruang Rekreasi dan
Hiburan pada Kawasan Perkotaan Towuti terdiri 3 unit Wisma. Hasil
pengamatan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di
identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di
wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.58 Intensitas Pemanfaatan Ruang Rekreasi dan Hiburan
Kecamat Kelurahan/ ∑ Intensitas Pemanfaatan Ruang
an Desa Bangun (min-maks)
an
1 Desa Asuli 3 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
2 Desa Baruga 1 Rekreasi dan hiburan 80-100%
Towuti
3 Desa Langkea Raya 1
Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
4 Desa Lioka 1

3-1
5 Desa Matompi 2 Rekreasi dan hiburan 1,4 - > 2,8
6 Desa Pekaloa 0 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 1 Rekreasi dan hiburan 0-20%
8 Desa Wawondula 2
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

b. Tata Bangunan
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6 Tahun 2007 tentang
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, tata Bangunan adalah
produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud
pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik
lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kaveling/petak lahan,
bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan
mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman
kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang- ruang publik. Tata
Bangunan juga merupakan sistem perencanaan sebagai bagian dari penyelenggaraan
bangunan gedung beserta lingkungannya, termasuk sarana dan prasarananya pada
suatu lingkungan binaan baik untuk Kawasan Perkotaan Towuti.
Elemen-elemen tata bangunan pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
menyangkut aspek-aspek bentuk fisik bangunan yang memperhatikan kontekstual
bangunan sekitarnya, seperti memperhatikan Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang
terdiri dari Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpB/GSbB), Garis Muka
Bangunan/Sempadan Jalan (GMB/GSJ), Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Pantai. Menurut penjelasan pada Pasal 13 Undang- undang Nomor 28 Tahun 2002,
Garis Sempadan Bangunan (GSB) tersebut memiliki arti sebuah garis yg membataskan
jarak bebas minimum dari sisi terluar sebuah massa bangunan terhap batas lahan yg
dikuasai. Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa GSB ialah GSB ialah batas bangunan
yg diperbolehkan untuk dibangun rumah atau gedung, jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel
kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi. Hingga kalau sebuah rumah
kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka garis sempadannya diukur dari garis
tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di tanah yang dikuasai si
pemilik. Penjelasan mengenai GSpb/GSbB, GMB/GSJ, Garis Sempadan Sungai dan Garis
Sempadan Pantai dijabarkan sebagai berikut:
1) Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpb/GSbB)
Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpb/GSbB) merupakan garis batas
suatu bangunan dengan bangunan lainnya pada sisi sebelah samping dan belakang.
Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus
memiliki jarak bebas terhadap batas pekarangan yang terletak di samping (sisi) dan
belakang. Garis jarak bebas belakang adalah garis batas bangunan yang boleh
didirikan pada bagian belakang terhadap batas pekarangan bagian belakang dengan
panjang garis bebas belakang ditentukan sesuai dengan jenis bangunan dan
lingkungan persil tanah setempat. Sedangkan garis sempadan samping (sisi) dengan
lebar jarak garis bebas samping antara bangunan dengan batas pekarangan
ditentukan berdasarkan jenis bangunan dan persil tanah setempat. Luas areal bebas
samping adalah lebar jarak bebas samping x panjang jarak yang ditentukan. Garis

3-1
Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpb/GSbB) ditujukan untuk identifikasi
kepadatan bangunan dalam suatu kawasan. Selain itu, untuk memenuhi persyaratan
kesehatan, kenyamanan, dan keindahan mengingat faktor iklim tropis lembab di
Indonesia dengan cirri-ciri temperature udara cukup tinggi, curah hujan besar,
sudut datang sinar matahari yang besar dan lain-lain
2) Garis Muka Bangunan/Sempadan Jalan (GMB/GSJ)
Garis Muka Bangunan/Sempadan Jalan (GMB/GSJ) hampir mirip dengan
GSpb/GSbB, tetapi GMB/GSJ merupakan garis batas pada muka bangunan atau garis
batas pekarangan terdepan. Tujuannya untuk tersedianya lahan bagi perluasan jalan
di masa mendatang serta untuk instalasi air, listrik, gas, serta saluran-saluran
pembuangan. Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ
berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GMB/GSJ
biasanya sudah terdapat atau diatur dalam kebijakan daerah setempat. GMB/GSJ
dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain
itu juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan
bangunan.
3) Garis Sempadan Sungai
Garis Sempadan Sungai merupakan garis batas suatu bangunan dengan bibir sungai
yang ditujukan untuk identifikasi jarak aman bangunan dengan sempadan sungai
yang sudah ditetapkan.
4) Garis Sempadan Pantai
Garis Sempadan Pantai merupakan garis batas suatu bangunan dengan tepi pantai
yang ditujukan untuk identifikasi jarak aman bangunan dengan sempadan pantai
yang sudah ditetapkan.
Identifikasi tata bangunan berupa garis sempadan bangunan yang terdiri dari
GSpb/GSbB, GMB/GSJ, Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Pantai dilakukan
berdasarkan jenis guna lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti serta pembagian
wilayah administratif terkecil. Jenis guna lahan yang akan diidentifikasi diantaranya
adalah permukiman, perdagangan dan jasa,
perkantoran, sarana pelayanan umum, industri dan pergudangan, ruang terbuka
hijau/non-hijau dan pemakaman, olahraga, sosial budaya serta rekreasi dan hiburan.
a. Tata Massa Bangunan Permukiman
Identifikasi tata Massa bangunan permukiman dilakukan pengamatan bangunan
di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil
pengamatan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang diidentifikasi. Melalui
pengamatan tersebut dapat diketahui tata massa bangunan di guna lahan permukiman
berdasarkan klasifikasinya yaitu kepadatan sangat, rendah kepadatan rendah, kepadatan
sedang, kepadatan tinggi dan kepadatan sangat tinggi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.59 Tata Massa Bangunan Permukiman
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Ruma
h
1 Desa Asuli 560

3-1
2 Desa Baruga 269 GSpb/GSbB : beberapa bangunan
3 Desa Langkea Raya 734 permukiman kumuh memiliki
4 Desa Lioka 295
kecenderungan sangat rapat yaitu 0 meter
5 Desa Matompi 357
6 Desa Pekaloa 277 GMB/GSJ : terdapat beberapa unit
Towuti
7 Desa Timampu 365 bangunan permukiman yang tidak sesuai
8 Desa Wawondula 809 dengan ketentuan
GSS : -
GSP : -
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

b. Tata Massa Bangunan Perdagangan dan Jasa


Identifikasi tata massa bangunan perdagangan dan jasa dilakukan pengamatan
bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil
pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di
identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah
perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.60 Tata Massa Bangunan Perdagangan dan Jasa
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑
Kelurahan/Desa (min-maks)
Bangu
nan
1 Desa Asuli 18
2 Desa Baruga 42 GSpb/GSbB : beberapa bangunan perdagangan dan
3 Desa Langkea Raya 9 jasa di pusat kegiatan ekonomi memiliki jarak
4 Desa Lioka 7 sempadan 0 meter
5 Towuti Desa Matompi 2 GMB/GSJ : jarak sempadan jalan pada bangunan
6 Desa Pekaloa 1 perdagangan dan jasa masih sesuai dengan
7 Desa Timampu 23 ketentuan
8 Desa Wawondula 60 GSS : -
GSP : -
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

c. Tata Massa Bangunan Perkantoran


Identifikasi tata massa bangunan perkantoran dilakukan pengamatan bangunan
di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil
pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di
identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah
perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.61 Tata Massa Bangunan Perkantoran
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 5 GMB/GSJ : terdapat unit bangunan
2 Desa Baruga 4 perkantoran yang tidak sesuai dengan
3 Desa Langkea Raya 4
ketentuan
4 Desa Lioka 3
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 3
6 Desa Pekaloa 1 GSP : -
7 Desa Timampu 4
8 Desa Wawondula 8
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
d. Tata Massa Bangunan Sarana Pelayanan Umum
Identifikasi tata massa bangunan sarana pelayanan umum terdiri dari :
1) Sarana Kesehatan
Identifikasi tata massa bangunan sarana pelayanan umum kesehatan
dilakukan pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan

3-1
wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan merupakan rata-rata dari
jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari
pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.62 Tata Massa Bangunan Sarana Pelayanan Umum Kesehatan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan Kelurahan/Desa ∑ Bangunan (min-maks)
1 Desa Asuli 1 GMB/GSJ : terdapat beberapa unit bangunan
2 Desa Baruga 2 kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan
3 Desa Langkea Raya 2
4 Desa Lioka 1
Towuti
5 Desa Matompi 0
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 1
8 Desa Wawondula 11
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
2) Sarana Pendidikan
Identifikasi tata massa bangunan sarana pelayanan umum pendidikan
dilakukan pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan
rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.63 Tata Massa Bangunan Sarana Pelayanan Umum Pendidikan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 3 GMB/GSJ : terdapat beberapa unit bangunan
2 Desa Baruga 1 kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan
3 Desa Langkea Raya 8
4 Desa Lioka 4
Towuti
5 Desa Matompi 1
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 7
8 Desa Wawondula 4
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3) Sarana Peribadatan
Identifikasi tata massa bangunan sarana pelayanan umum peribadatan
dilakukan pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan
rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.64 Tata Massa Bangunan Sarana Pelayanan Umum Peribadatan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 6 GMB/GSJ :
2 Desa Baruga 3 GSS :
3 Desa Langkea Raya 7
GSP :
4 Desa Lioka 5
Towuti
5 Desa Matompi 4
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 4
8 Desa Wawondula 6
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

3-1
4) Tata Massa bangunan Ruang Terbuka Hijau / Non Hijau dan Pemakaman
Identifikasi tata massa bangunan dilakukan pengamatan terhadap
bangunan penggunaan lahan ruang terbuka hijau / non-hijau dan
pemakaman terdiri dari:
1) Ruang Terbuka Hijau
Identifikasi tata massa bangunan ruang terbuka hijau dilakukan
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata
dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.65 Tata Massa Bangunan Ruang Terbuka Hijau
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 0
3 Desa Langkea Raya 0
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 0
GSP : -
6 Desa Pekaloa 0
7 Desa Timampu 0
8 Desa Wawondula 0
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
2) Ruang Terbuka Non Hijau
Identifikasi tata massa bangunan ruang terbuka non-hijau dilakukan
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 3.66 Tata Massa Bangunan Ruang Terbuka Non-Hijau


Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 0
3 Desa Langkea Raya 0
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 0
GSP : -
6 Desa Pekaloa 0
7 Desa Timampu 0
8 Desa Wawondula 0
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3) Pemakaman
Identifikasi tata massa bangunan pemakaman dilakukan pengamatan
bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah administratif
terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah
bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari
pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.

3-1
Tabel 3.67 Tata Massa Bangunan Pemakaman
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 0
3 Desa Langkea Raya 0
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 0
GSP : -
6 Desa Pekaloa 0
7 Desa Timampu 1
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
4) Tata Massa Bangunan Sarana Olahraga
Identifikasi tata massa bangunan sarana olahraga dilakukan
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.68 Tata Massa Bangunan Sarana Olahraga
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 1
3 Desa Langkea Raya 1
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 1
GSP : -
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 2
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
5) Tata Massa Bangunan Sosual Budaya
Identifikasi tata massa bangunan sosial budaya dilakukan pengamatan
bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah administratif
terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah
bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari
pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.69 Tata Massa Bangunan Sosial Budaya
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 2
3 Desa Langkea Raya 0
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 0
GSP : -
6 Desa Pekaloa 0
7 Desa Timampu 0
8 Desa Wawondula 0
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

6) Tata Massa Bangunan Rekreasi dan Hiburan


Identifikasi tata massa bangunan rekreasi dan hiburan dilakukan

3-1
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.70 Tata Massa Bangunan Rekreasi dan Hiburan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 3
2 Desa Baruga 1 GSpb/GSbB : beberapa bangunan rekreasi dan
3 Desa Langkea Raya 1 hiburan di pusat kegiatan ekonomi memiliki
4 Desa Lioka 1 jarak sempadan 0 meter
Towuti
5 Desa Matompi 2 GMB/GSJ : jarak sempadan jalan pada bangunan
6 Desa Pekaloa 0 rekreasi dan hiburan masih sesuai dengan
7 Desa Timampu 1 ketentuan
8 Desa Wawondula 2
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021

3-1

Anda mungkin juga menyukai