3-1
Letak Kabupaten luwu Timur dalam lingkup Pulau Sulawesi sangat strategis
sehingga dapat menjadi wilayah penguhubung bagi wilayah hinterland, pada masa yang
akan datang, kabupaten luwu timur diharapkan dapat berfungsi sebagai service region dan
marketing outlet bagi kabupaten-kabupaten lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai Luas
wilayah dan batas administrasi di Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat Pada Tabel 3.2 dan
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Luwu Timur.
Sumber: Kabupaten Luwu Timur Dalam Angka Tahun 2020 dan Perhitungan Pemetaan Tahun 2021
3-1
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Luwu Timur
3-1
Kec. Wotu Kec. Angkona Kec. Burau
2% 4% 4% Kec. Kalaena
1%
Kec. Wasuponda Kec. Malili
15% 11%
Kec. Mangkutana
Kec. Towuti 16%
27%
Kec. Nuha
15%
3-1
Adapun dalam spasial kemiringan lereng di wilayah Kabupaten Luwu Timur
yakni dikategorikan ke dalam kelerengan 0–8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan di atas
40% bahwa wilayah dengan kelerengan 15-25% merupakan kategori kemiringan lereng
yang paling dominan di wilayah Kabupaten Luwu Timur. Untuk lebih jelasnya mengenai
keadaan kelerengan di Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat pada tabel berikut.
b. Kondisi Geohidrologi
Kondisi hidrologi di Kabupaten Luwu Timur dibedakan atas air permukaan dan
air tanah dalam.Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi yang di
pengaruhi oleh kondisi klimatologi atau curah hujan, kecepatan evavorasi, kedalaman
muka air dan tutupan lahan sedangkan air tanah dalam atau air di bawah permukaan
yaitu air yang terdapat di dalam celah-celah batuan dan tanah yang digunakan oleh
mayoritas penduduk Kabupaten Luwu Timur untuk membuat sumur bor dan sumur gali
berupa mata air dengan jumlah debit yang bervariasi.
Secara garis besar, kondisi hidrologi di Kabupaten Luwu Timur dipengaruhi oleh
keberadaan sungai dan danau. Adapun danau tersebut sangat potensial untuk
pengembangan kegiatan budidaya perikanan, pembangkit listrik, budidaya tambak dan
kegiatan pariwisata. Disamping itu juga, terdapat dua buah telaga, yaitu Telaga
Tapareng Masapi seluas 243 Ha, dan Telaga Lontoa seluas 172 Ha. Untuk lebih jelasnya
data mengenai sungai dan danau yang menjadi elemen paling berpengaruh dalam
aspek hidrologi di Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
3-1
Tabel 3.5 Nama Sungai, Panjang dan Kecamatan yang dilintasi di Wilayah
Kabupaten Luwu Timur
No Nama Sungai Panjang (Km) Kecamatan yang dilintasi
1. Larona 60 Kecamatan Nuha
Kecamatan Nuha
2. Ussu 30
Kecamatan Malili
3. Cerekang 50 Kecamatan Nuha
Kecamatan Malili
Kecamatan Nuha
4. Angkona 48 Kecamatan Malili
Kecamatan Angkona
5. Kalaena 85 Kecamatan Mangkutana
Kecamatan Mangkutana
6. Powosoi 18
Kecamatan Wotu
Kecamatan Mangkutana
7. Senggeni 24
Kecamatan Wotu
8. Bambalu 15 Kecamatan Wotu
9. Lepa-Lepa - Kecamatan Burau
10. Lumbewe - Kecamatan Burau
11. Langkara - Kecamatan Angkona
12. Malili - Kecamatan Malili
13. Pongkeru - Kecamatan Malili
Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016
Tabel 3.6 Danau, Kedalaman, Luas dan Lokasi Danau di Wilayah Kabupaten Luwu Timur
No Nama Danau Kedalaman (m) Luas (Km2) Lokasi
1. Matano 589 245,70 Kecamatan Nuha
2. Mahalona 95 25,00 Kecamatan Towuti
3. Towuti 95 585,00 Kecamatan Towuti
4. Taparang Masapi * 2,43 Kecamatan Towuti
5. Lontoa * 1,72 Kecamatan Towuti
Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016
c. Kondisi Geologi
Struktur penyusun geologi di wilayah Kabupaten Luwu Timur memiliki formasi
batuan yang beragam. Ditinjau dari aspek morfologi, secara umum kondisi geologi di
wilayah ini dibedakan atas empat kategori yakni struktur batuan pada daerah
pegunungan, daerah perbukitan, daerah kars dan daerah pedataran. Untuk lebih
jelasnya kondisi geologi di wilayah Kabupaten Luwu Timur berdasarkan formasi dan
penjabaran proporsi luas wilayahnya dapat dilihat pada tabel berikut;
3-1
Tabel 3.7 Struktur Penyusun Geologi di Kabupaten Luwu Timur
No Formasi Batuan Luas (Km2)
Batu pasir, konglomerat, tufa, batu lanau, batu lempung,
1 Formasi Walanae 0.57
batu gamping, napal
Endapan Aluvium dan
2 Kerikil, pasir, lempung, lumpur, batu gamping koral 145.09
Pantai
3 Formasi Tonasa Batu gamping 48.69
Batu pasir hijau, grewake, napal, batu lempung dan
4 Formasi Sekala 0.59
tuf, sisipan lava bersisipan andesit-basal
Batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunung
5 Formasi Camba 12.11
api
Batuan Gunung
6 Breksi, lava, konglomerat, tufa 591.79
Api Formasi Camba
Kompleks Sekis, genes, pualam, serpentin, kuarsit, batu sabak, pilit
7 865.26
Pompangeo dan setempat breksi
Kompleks Hastburgit, lhersolite, wehrite, websterit, serpentint,
8 1664.19
Ultrabasa dunit, gabro dan diabas
Batu pasir, konglomerat, batu lempung dengan sisipan
9 Formasi Larona 179.03
tufa
Batuan Gunung
10 Pusat Erupsi 10.49
Api
11 Endapan Danau Lempung, pasir dan kerikil 58.16
Batu gamping hablur dan kalsiut, napal dan serpi dengan
12 Formasi Matano 662.11
sisipan rijang dan batu sabak
13 Aluvium Kerikil, pasir, lempung dan lumpur, kerakal 679.99
Berbagai bongkah asing serpentint, sekis ampibolit,
doloritmalin batu gamping terdaunkan, batuan
14 Melange Wasuponda 191.06
ultramatic, eklogit dan masa dasar lempung merah
bersisik
Perselingan serpi, batu pasir, dan konglomerat dengan
15 Formasi Tomata 14.10
sisipan napal dan ligmit
Batu pasir, konglomerat, batu lempung dengan
16 Formasi Larona 0.31
sisipan tufa
Formasi Bone- Perselingan batu pasir, konglomerat, napal dan lempung
17 331.23
Bone tupaan
18 Batu Gamping Meta Pualam, batu gamping terdaunkan 354.30
Jumlah 6.944,88
Sumber: RPJM Daerah Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2016
3-1
merupakan formasi batugamping. Serta pada daerah pedataran meliputi wilayah
bagian selatan Kabupaten Luwu Timur yakni terdiri atas endapan aluvium.
3-1
dapat dilihat laju pertumbuhan penduduk yaitu percepatan kenaikan jumlah penduduk
yang dinyatakan dalam % ataupun bilangan.
Berdasarkan Kabupaten Luwu Timur Dalam Angka tahun 2020 Kecamatan Malili
merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling tinggi diantara
11 (sebelas) kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu Timur, namun jumlah
penduduknya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terjadinya peningkatan
penduduk dapat dipengaruhi oleh kelahiran dan migrasi-in. Berdasarkan jumlah
penduduk Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat laju pertumbuhan penduduknya, pada
Tabel 3.9 dibawah ini.
Tabel 3.9 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Luwu Timur
Jumlah Pertumbuhan Penduduk
No Kecamatan
2016-2017 2017-2018 2018-2019 2019-2020
1 Burau 0,030 0,030 0,028 0,027
2 Wotu 0,016 0,015 0,014 0,014
3 Tomoni 0,031 0,030 0,029 0,028
4 Tomoni Timur 0,010 0,010 0,008 0,008
5 Angkona 0,017 0,016 0,015 0,014
6 Malili 0,020 0,020 0,019 0,018
7 Towuti 0,013 0,013 0,011 0,011
8 Nuha 0,039 0,038 0,037 0,036
9 Wasuponda 0,053 0,053 0,051 0,051
10 Mangkutana 0,025 0,025 0,023 0,023
11 Kalaena 0,012 0,012 0,010 0,010
Total 0,026 0,025 0,024 0,023
Agar lebih jelas mengenai laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada
Gambar 3.3 dibawah ini:
3-1
3.1.4 Kondisi Perekonomian Wilayah
Pembahasan terkait profil perekonomian yang terdapat di Kabupaten Luwu
Timur dibagi menjadi dua pembahasan utama yaitu terkait PDRB serta sektor
perekonomian lainnya yang berada di Kabupaten Luwu Timur. Berikut merupakan
penjelasan terkait profil perekonomian di Kabupaten Luwu Timur.
a. PDRB
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Luwu Timur Atas
Dasar Harga Berlaku di dominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan,
Pertambangan dan penggalian, serta Kontruksi. Dimana total PDRB Kabupaten Luwu
Timur pada tahun 2020 ialah sebesar 21.529.809,64 juta rupiah. Untuk lebih jelasnya
apat dilihat pada Tabel 3.10 di bawah ini.
Tabel 3.10 PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2018 - 2020
PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga
Kategori PDRB Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah)
2018 2019 2020
A. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 4.941.165,26 5.005.805,79 5.157.679,98
B. Pertambangan dan Penggalian 9.741.532,83 9.502.349,45 9.677.497,80
C. Industri Pengolahan 691.960,30 801.193,69 790.884,91
D. Pengadaan Listrik dan Gas 9.721,23 10.218,18 10.595,38
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
1.344,96 1.471,06 1.622,29
Daur Ulang
F. Konstruksi 1.885.660,92 2.192.080,83 2.269.461,28
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
775.841,05 882.665,06 883.234,36
Sepeda Motor
H. Transportasi dan Pergudangan 146.264,58 164.428,41 147.146,70
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 41.407,97 46.132,66 41.372,10
J. Informasi dan Komunikasi 288.236,83 325.470,79 362.769,74
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 189.925,04 210.775,67 221.042,82
L. Real Estate 465.327,84 509.270,08 542.983,75
M,N. Jasa Perusahaan 10.755,23 12.096,34 11.270,16
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan 517.747,43 566.441,86 573.813,91
Sosial
P. Jasa Pendidikan 409.500,42 454.545,46 486.909,10
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 251.514,23 280.438,36 325.953,51
R,S,T,U. Jasa Lainnya 25.987,83 28.836,10 25.571,85
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 20.393.893,93 20.994.219,79 21.529.809,64
Sumber: PDRB Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021
Adapun PDRB Kabupaten Luwu Timur atas Dasar Harga Konstan didominasi
oleh kategori pertanian, kehutanan dan periknana serta pertambangan dan penggalian.
3-1
Dimana total PDRB Kabupaten Luwu Timur pada tahun 2020 ialah sebesar
16.256.901,56 juta rupiah. Untuk lebih jelasnya apat dilihat pada Tabel 3.11 di bawah
ini.
Tabel 3.11 PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2018 - 2020
PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Menurut
Kategori PDRB Lapangan Usaha (Juta Rupiah)
2018 2019 2020
A. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.150.529,42 3.183.973,28 3.175.948,71
B. Pertambangan dan Penggalian 8.681.490,72 8.447.706,06 8.587.768,95
C. Industri Pengolahan 455.673,60 521.872,66 507.751,76
D. Pengadaan Listrik dan Gas 9.630,73 10.029,21 10.522,85
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan 1.139,35 1.206,35 1.319,03
Daur Ulang
F. Konstruksi 1.279.365,34 1.403.975,52 1.448.200,75
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan 606.129,55 669.824,20 662.567,18
Sepeda Motor
H. Transportasi dan Pergudangan 100.787,37 111.864,76 97.385,91
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 25.594,80 27.785,27 24.233,33
J. Informasi dan Komunikasi 266.313,35 294.885,65 328.119,27
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 134.022,49 141.691,74 147.326,26
L. Real Estate 274.471,91 295.870,95 313.475,27
M,N. Jasa Perusahaan 7.073,53 7.816,96 7.150,95
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan 330.230,51 348.463,15 345.808,20
Sosial
P. Jasa Pendidikan 296.293,13 317.685,49 337.636,14
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 201.792,85 219.429,55 245.146,69
R,S,T,U. Jasa Lainnya 17.262,44 18.864,39 16.540,30
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 15.837.801,09 16.022.945,19 16.256.901,56
Sumber: PDRB Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021
3-1
Tabel 3.12 Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Luwu Timur
Laju Pertumbuhan PDRB
Menurut Lapangan Usaha
Kategori PDRB
(Persen)
2018 2019 2020
A. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1,06 -0,25 1,06
B. Pertambangan dan Penggalian -2,69 1,66 -2,69
C. Industri Pengolahan 14,53 -2,71 14,53
D. Pengadaan Listrik dan Gas 4,14 4,92 4,14
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5,88 9,34 5,88
F. Konstruksi 9,74 3,15 9,74
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor 10,51 -1,08 10,51
H. Transportasi dan Pergudangan 10,99 -12,94 10,99
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,56 -12,78 8,56
J. Informasi dan Komunikasi 10,73 11,27 10,73
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 5,72 3,98 5,72
L. Real Estate 7,80 5,95 7,80
M,N. Jasa Perusahaan 10,51 -8,52 10,51
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial 5,52 -0,76 5,52
P. Jasa Pendidikan 7,22 6,28 7,22
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,74 11,72 8,74
R,S,T,U. Jasa Lainnya 9,28 -12,32 9,28
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1,17 1,46 1,17
Sumber: PDRB Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021
b. Sektor Pertanian
Kabupaten Luwu Timur terdapat lahan sawah yang dilakukan irigasi dan ada
juga yang tidak. Jumlah lahan non irigasi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
lahan irigasi, daerah irigasi sebesar 154.542 Ha sedangkan non irigasi sebesar 365.758
Ha. Kecamatan yang paling banyak melakukan irigasi adalah Kecamatan Kalaena
dengan luas sebesar 44.088 Ha. Daerah yang tidak melakukan irigasi paling banyak
adalah Kecamatan Kalaena, dengan jumlah 137.870 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 3.13 di bawah ini.
Tabel 3.13 Jenis dan Luas Lahan Pertanian Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
3-1
Jenis dan Luas Lahan
No Kecamatan Jumlah
Sawah Tegal/Kebun Ladang/Huma
1 Burau 3.503 117 22.120 25.740
2 Wotu 4.254 50 12.186 16.490
3 Tomoni 1.329 - 33.272 34.601
4 Tomoni Timur 2.934 - 2.686 5.620
5 Angkona 2.526 720 12.198 15.444
6 Malili 935 145 91.275 92.278
7 Towuti 4.233 - 177.815 182.048
8 Nuha 290 970 80.537 81.797
9 Wasuponda 1.667 29 122.733 124.429
10 Mangkutana 2.362 355 94.646 97.363
11 Kalaena 2.454 600 6.461 9.515
Total 26.487 2.986 655.929 685.402
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2020
c. Sektor Peternakan
Populasi ternak sapi potong terbanyak di Luwu Timur berada pada Kecamatan
Mangkutana dengan luas sebesar 2.921 ekor. Sedangkan untuk populasi kerbau paling
banyak berasal dari Kecamatan Towuti dengan jumlah 669 ekor. Populasi kambing di
Luwu Timur paling banyak berada di Kecamatan Mangkutana dengan jumlah 3.675
ekor dan jumlah babi terbanyak berasal dari Kecamatan Tomoni Timur dengan jumlah
5.224 ekor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.14 di bawah ini.
Tabel 3.14 Jumlah Populasi Peternakan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
Jumlah Populasi Ternak
No Kecamatan Jumlah
Sapi Potong Kerbau Kambing Babi
1 Burau 1159 9 688 1076 2932
2 Wotu 1858 10 855 4134 6857
3 Tomoni 2686 0 1273 1059 5018
4 Tomoni Timur 1775 59 1011 5224 8069
5 Angkona 1039 9 554 539 2141
6 Malili 731 75 663 387 1856
7 Towuti 452 669 30 381 1532
8 Nuha 1083 51 647 743 2524
9 Wasuponda 884 114 457 90 1545
10 Mangkutana 2921 93 3675 182 6871
11 Kalaena 433 5 3603 3474 7515
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
3-1
d. Sektor Perkebunan
Menurut KCDA Kabupaten Luwu Timur terdapat 5 Jenis perkebunan yang
berada di Kabupaten Luwu Timur yaitu Cengkeh, Kakao, Kelapa Dalam, Kelapa Sawit,
dan Lada. Dimana perkebunan tersebut dibagi menjadi 4 jenis perkebunan yaitu, tegal,
ladang/huma, perkebunan, dan hutan rakyat. Dari keempat jenis perkebunan yang ada,
luas perkebunan adalah yang terbesar yaitu 29.963 Ha. Untuk lebih jelasnya mengenai
luas tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel 3.15 di bawah ini.
Tabel 3.15 Jenis dan Luas Lahan Perkebunan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
Jenis dan Luas Lahan
No Kecamatan Kelapa Jumlah
Kelapa Kopi Lada Kakao
Sawit
1 Burau 308,40 1.427,75 - 262,75 6.714,68 8713,58
2 Wotu 200,40 380 200 102,25 1.660 2.542,65
3 Tomoni 437,95 1.035,29 - 168,25 3.151,45 4792,94
4 Tomoni Timur 179,50 96 - 20 96,25 391,75
5 Angkona 817,70 2.529 2,60 31,95 2.910 6291,25
6 Malili 96,25 1.339,50 - 278,75 1.059 2773,5
7 Towuti 78,00 149 5,65 3.822 1.028 5082,65
8 Nuha 11,05 222,50 3 130,61 937 1.304,16
9 Wasuponda 62,70 1.310 37 699 5.229 7337,7
10 Mangkutana 55,60 1.971,75 - 23,25 2.187,40 4238
11 Kalaena 219,80 214,33 2 5,30 610 1.051,43
Total 13.877 10.675,12 52,25 5.544,11 25.583,18 44.519.61
Sumber : BPS, Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
e. Sektor Kehutanan
Kabupaten Luwu Timur sebagian besar daerahnya merupakan wilayah hutan.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur, sampai dengan akhir tahun
2014 tercatat luas Hutan Lindung adalah 238.589,52 Ha, kawasan suaka alam dan
pelestarian alam sebesar 179.552,45 Ha, Hutan Produksi terbatas sebesar 96.554,38 Ha,
Hutan Produksi Tetap sebesar 9.135,32 Ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi
sebesar 17.759,63 Ha. Total jumlah luas hutan yang ada di Luwu Timur sebesar
541.591,30 Ha. Sedangkan untuk produksi kayu hutan, ada tiga jenis produksi kayu
hutan di Kabupaten Luwu Timur, diantaranya dalam bentuk kayu bulat, kayu gergajian
dan kayu lapis. Produksi kayu bulat sebesar 17.417,41 m 3, kayu gergajian sebesar
12.398,96 m3, dan kayu lapis sebesar 12.815,86 m 3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.16 di bawah ini.
3-1
Tabel 3.16 Luas Kawasan Hutan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2020
Suaka Hutan Produksi
Hutan Alam dan
No Kecamatan Dapat Jumlah
Lindung Pelestarian Terbatas Tetap
Alam Dikonversi
Sementara itu, kawasan hutan dibagi menjadi 2 kawasan yaitu, kawasan hutan
lindung dan kawasan konservasi. Dimana luas kawasan hutan lindung lebih besar
dibandingkan luas kawasan konservasi dengan luas kawasan hutan lindung sebesar
238.589 Ha dan luas kawasan konversi sebesar 179.552 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 3.17 di bawah ini.
Tabel 3.17 Luas Kawasan Lindung Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014
Luas Wilayah Luas Kawasan Proporsi Luas
Kecamatan Kawasan
No Kecamatan (daratan dan Hutan Areal terhadap
lautan) Lindung Konversi Luas Wilayah
(Ha) (Ha) (Ha) Kecamatan (%)
1 Burau 26.696,12 8.489,14 0 28,59
2 Wotu 14.895,06 2.999,74 0 20,14
3 Tomoni 24.261,87 16.227,12 0 66,88
4 Tomoni Timur 5.606,59 0 0 0
5 Angkona 29.866,36 3.230,30 3.642,05 23,01
6 Malili 71.764,33 14.829,13 1.595,45 22,89
7 Towuti 183.561,80 90.445,78 60.732,26 82,36
8 Nuha 96.812,33 32.479,03 56.460,98 91,87
9 Wasuponda 100.346,15 12.157,84 44.689,83 56,65
10 Mangkutana 104.111,99 57.731,44 10.500,64 65,54
11 Kalaena 8.503,62 0 1.931,24 22,71
Total 669.426,22 238.589,52 179.552,45 62,46
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2020
3-1
3.1.5 Kondisi Transportasi Wilayah
a. Transportasi Darat
Sebagian besar daerah Kabupaten Luwu Timur dapat ditempuh dengan
menggunakan transportasi darat. Sarana transportasi darat sudah memadai di
Kabupaten Luwu Timur. Sarana jalan, angkutan umum maupun penunjang yang lain
sudah tersedia. Pada tahun 2016 tercatat panjang jalan di Kabupaten Luwu Timur
mencapai 2.121,52 Kilometer yang terdiri dari jalan negara sepanjang 170,25 km, jalan
provinsi sepanjang 62 km dan jalan kabupaten sepanjang 1.889,28 km.
Dalam kurun waktu 5 tahun (2012-2016) terjadi penambahan panjang jalan
kabupaten setiap tahunnya. Penambahan jalan terbesar terjadi pada tahun 2016
dengan penambahan jalan sepanjang 164,95 kilometer, yaitu dari 1.956,57 kilometer
pada tahun 2015 menjadi 2 121,52 kilometer pada tahun 2016. Untuk lebih jelasnya
mengenai panjang jalan sesuai dengan kondisinya.
Tabel 3.18 Kondisi Jalan
Tahun
Jenis Permukaan
2012 2013 2014 2015 2016
Baik 1.204,05 1.345,58 1.311,43 1.118,75 1.160,96
Sedang 191,119 192,76 116,91 336,38 323,05
Rusak 248,455 157,71 119,59 276,58 243,24
Rusak berat 267,567 227,81 209,39 162,86 162,03
Jumlah 1.911,19 1.923,86 1.757,32 1.894,57 1.889,28
Sumber : BPS, Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Luwu Timur Tahun 2017
Pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa berdasarkan dari jenis permukaan jalan
pada tahun 2016 maka kondisi jalan dalam keadaan baik sepanjang 1.160,96 kilometer,
sedangkan dalam kondisi sedang sepanjang 323,05 kilometer, untuk kondisi rusak
sepanjang 243,24 kilometer, dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 162,03
kilometer.
Pada tahun 2016 angkutan barang antar pulau pada pelabuhan Malili tercatat
memuat 3.555 ton dan melakukan kegiatan bongkar sebesar 607.990 ton. Sedangkan
angkutan barang luar negeri mencatat jumlah barang yang dimuat sebesar 94.218 ton
dan jumlah barang yang dibongkar sebanyak 343.489 ton.
Sistem jaringan transportasi darat terbentuk dari sistem jaringan jalan, jaringan
prasarana lalu lintas dan angkutan jalan serta jaringan layanan lalu lintas dan angkutan
jalan.
1) Jaringan Jalan
a) Jaringan jalan arteri primer yaitu ruas jalan Tarumpakkae (batas Kabupaten
Wajo) – Belopa – Palopo – Masamba (batas Kabupaten Luwu Utara).
b) Jaringan jalan kolektor primer K3, terdiri atas: Ruas jalan Bua – Pantilang –
Kabupaten Toraja Utara; Ruas jalan Bukit Sutra – Kabupaten Sidrap; dan
Ruas jalan Batusitanduk – Illanbatu – Kabupaten Toraja Utara.
3-1
c) Jaringan jalan kolektor primer K4 dan jalan lokal primer/sekunder.
2) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri atas:
a) Terminal penumpang tipe C terdapat di Belopa Utara;
b) Rencana pengembangan terminal Walenrang di Kecamatan Walenrang
menjadi terminal tipe C; dan
c) Rencana pengembangan terminal logistik dan terminal penumpang tipe B di
Kecamatan Belopa Utara
Transportasi darat lainnya yaitu sistem jaringan perkeretaapian yang terdiri atas
jalur kereta api yaitu rencana jaringan jalur kereta api nasional yang merupakan trans
Sulawesi yang menghubungkan Watampone – Belopa – Palopo – Wotu - (wilayah
Kabupaten Luwu Timur) dan stasiun kereta api terdapat di Belopa Kecamatan Belopa.
b. Transportasi Laut
Sistem jaringan transportasi laut meliputi: Sistem tatanan kepelabuhanan
berupa rencana pembangunan pelabuhan regional/pengumpan primer Senga di
Kecamatan Belopa dengan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Luwu II-37 panjang causway
570 (lima ratus tujuh puluh) meter dan kedalaman 13 (tiga belas) meter LWS dengan
alur pelayaran terdiri atas alur Senga – Bone Pute, Kolaka, Kolaka Utara, Palopo dan
Malili.
Sementara menurut Peraturan Daerah No.7 Thaun 2011 tentang RTRW
Kabupaten Luwu Timur, rencana pengembangan sistem jaringan transportasi laut ialah
sebagai berikut:
(1) Sistem jaringan transportasi Laut meliputi tatanan kepelabuhanan dan jalur
pelayaran;
(2) Sistem tatanan kepelabuhanan Kabupaten merupakan pelabuhan pengumpan
primer meliputi Pelabuhan Waru-Waru dan Ujung Suso;
(3) Jalur Pelayaran meliputi Waru Waru-Tanjung Ringgit Palopo, Waru Waru-
Lasusua Kolaka Utara, Waru Waru-Kolaka dan Waru Waru-Makassar; dan
(4) Peningkatan sarana dan prasarana transportasi laut meliputi Pelabuhan Waru-
Waru dan Ujung Suso.
c. Transportasi Udara
Sistem jaringan transportasi udara meliputi sistem tatanan kebandarudaraan
yaitu Bandar Udara Pengumpan Lagaligo/Bua di Kecamatan Bua, dengan jalur
penerbangan terdiri atas: rute Bua – Makassar , Bua – Masamba – Rampi – Seko, dan
rencana pengembangannya meliputi Bua – Poso, Bua – Balikpapan, Bua – Kendari, Bua
– Tana Toraja , Bua – Palu dan Bua – Makassar – Jakarta.
Sementara menurut Peraturan Daerah No. 7 Thaun 2011 tentang RTRW
Kabupaten Luwu Timur, rencana pengembangan sistem jaringan transportasi udara
ialah sebagai berikut:
(1) Sistem transportasi udara meliputi tatanan kebandarudaraan dan jalur
penerbangan;
3-1
(2) Sistem tatanan kebandarudaraan kabupaten meliputi Bandar Udara Sorowako
dan Malili yang merupakan bandara pengumpan;
(3) Jalur penerbangan meliputi Sorowako-Makassar, Sorowako-Bua, Malili-
Makassar dan Malili-Bua; dan
(4) Pengembangan Bandar Udara memperhatikan Prosedur Keselamatan dan
Keamanan Penerbangan (KKOP).
3-1
Parameter yang digunakan untuk menilai suatu wilayah telah terintegrasi dengan
infrastruktur sehingga diprioritaskan menjadi bagian wilayah perencanaan dalam
penyusunan RDTR adalah :
• Berada di jalur regional dekat dengan stasiun kereta api.
• Berada di jaringan transportasi utama sungai, dekat pelabuhan.
• Adanya jaminan pasokan listrik.
• Adanya jaminan jaringan telekomunikasi.
• Adanya jaringan sumber dan jaringan air baku.
4. Limitasi Pengembangan Kawasan
Wilayah yang akan dijadikan lokasi perencanaan tidak berada pada kawasan hutan
lindung dan kawasan rawan bencana dengan kelas tinggi.
5. Ketersediaan Peta
Tersedianya Citra Satelit Resolusi Tinggi di dalam wilayah perencanaan dapat
memudahkan penyusunan RDTR, sehingga data terkait pemetaan dapat dipenuhi.
6. Luasan wilayah perencanaan
Untuk mengoptimalkan penyediaan dan pelayanan infrastruktur, maka luasan
wilayah perencanaan berkisar antara 2.000 – 5.000 Ha, dengan maksimal luas lahan
terbangun adalah 1.500 – 2.000 Ha.
3.2.1 Kriteria Kebijakan Khusus Pemerintah Pusat dan/ atau Daerah untuk
Prioritas Pengembangan Ekonomi
Dalam menentukan deliniasi kawasan perencanaan perlu dilihat dari kebijakan
Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Sulawesi, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Timur, maka
ditemukanlah kriteria arah pengembangan kebijakan berdasarkan Rencana Tata Ruang
3-1
Wilayah Pulau, Provinsi dan Kabupaten. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan di
Kabupaten Luwu Timur adalah sebagai berikut:
a. PKL meliputi kawasan perkotaan Malili dan Kota Terpadu Mandiri MaHalona;
b. PKLp adalah Wotu;
c. PPK meliputi Tomoni dan Sorowako; dan
d. PPL meliputi kawasan perkotaan Burau, Wonorejo, KertoraHarjo, Wasuponda, Solo,
Kalaena dan Wawondula.
Rencana Kawasan Strategis yang berada di Kabupaten Luwu Timur adalah sebagai
berikut:
a. KSP Kawasan Lumbung Beras di Kecamatan Burau, Wotu, Tomoni, Tomoni Timur,
Mangkutana dan Kalaena;
b. Kawasan Pengembangan Jagung di Kecamatan Angkona, Wasuponda, Wotu dan
Burau;
c. Kawasan pengembangan komoditas perkebunan di seluruh wilayah kecamatan;
d. Kawasan Tambang Nikel di Sorowako;
e. Kawasan Strategis Kota Terpadu Mandiri (KTM) Mahalona; dan
f. Kawasan Cagar Alam Faruhumpenai, Cagar Alam Kalaena, Taman Wisata Alam Danau
Matano, Taman Wisata Alam Danau Mahalona, Taman Wisata Alam Danau Towuti.
Mengenai proses perhitungan skoring penilaian kriteria dapat dilihat Tabel 3.19
berikut:
Tabel 3.19 Skoring Kriteria Arah Kebijakan Pengembangan Wilayah
No Kecamatan Penetapan sebagai Pusat Kegiatan Penetapan sebagai Kawasan Strategis Lokasi PSN Nilai
Total
Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA
1 Burau PPL Kaw. 3 0,333 1,000 KSK minapolitan, 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,666
Perkotaan cepat tumbuh
Burau
2 Wotu PKLp Wotu 3 0,333 1,000 KSP (beras), KSK 4 0,333 1,332 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,665
minapolitan
3 Tomoni PPK Tomoni 3 0,333 1,000 KSP (beras), KSK 4 0,333 1,332 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,665
cepat tumbuh
4 Tomoni PPL 2 0,333 0,666 KSK cepat 2 0,333 0,666 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,665
Timur Kertoharjo tumbuh
5 Angkona PPL Solo 2 0,333 0,666 KSK minapolitan, 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,666
cepat tumbuh
6 Malili PKL Kaw. 4 0,333 1,332 KSK 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,998
Perkotaan pemerintahan,
Malili minapolitan
7 Towuti PPL 2 0,333 0,666 KSP (KTM), KSK 4 0,333 1,332 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,331
Wawondula cepat tumbuh
8 Nuha PPK 3 0,333 1,000 KSN 5 0,333 1,665 Tidak ada 1 0,333 0,333 2,998
Sorowako Sorowako, KSP
Sorowako, KSK
(kota, danau)
9 Wasuponda PPL 5 0,333 1,665 - 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,998
Wasuponda
10 Mangkutana PPL 2 0,333 0,666 KSP (beras) 3 0,333 1,000 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,332
Wonorejo
11 Kalaena PPL Kalaena 2 0,333 0,666 KSK cepat 2 0,333 0,666 Tidak ada 1 0,333 0,333 1,332
tumbuh
Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021
3-1
Berdasarkan Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang memiliki nilai skoring
paling tinggi itu adalah Kecamatan Nuha karena terdapat Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
Sorowako, dan ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Sorowako dan merupakan
Kawasan Srategis Provinsi sehingga Kecamatan Nuha memiliki hasil skor yang paling
tinggi sebesar 2.998, untuk yang berada di urutan kedua yaitu Kecamatan Wotu dan
Kecamatan Tomoni dengan skor yang sama yaitu sebesar 2.665, Kecamatan Wotu
merupakan Pusat Kegiatan Lingkungan Promosi Wotu, merupakan Kawasan Strategis
Provinsi beras dan merupakan Kawasan Strategis Kabupaten Minapolitan. Sedangkan
Kecamatan Tomoni ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan Tomoni, merupakan
Kawasan Strategis Provinsi Beras dan merupakan Kawasan Strategi Cepat Tumbuh. Untuk
lebih jelasnya mengenai Kriteria Penentuan Delineasi yang dilihat dari aspek kebijakan,
dapat dilihat pada gambar 3.5 tentang Peta Penentuan Delineasi Kriteria Kebijakan Khusus
Pemerintah Daerah.
3-1
Gambar 3.5 Peta Penentuan Delineasi Kebijkaan Khusus Pemerintah
3-1
3.2.2 Kriteria Urgensi Penyusunan RDTR
Terdapat beberapa parameter untuk mengukur suatu kawasan bernilai investasi
tinggi. Parameter yang paling sering digunakan adalah potensi untuk berkembang,
kebutuhan terhadap investasi, dan sudah adanya dokumen RDTR di kawasan tersebut.
Semakin strategis kawasan tersebut, biasanya harga tanah akan semakin mahal dan
menunjukkan peningkatan harga dari waktu ke waktu. Hal ini juga yang menjadi salah satu
alasan mengapa investasi pada kawasan ini menjadi tinggi, karena kenaikan harga tanah
saja bisa mendatangkan keuntungan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat Tabel 3.20 berikut:
3-1
3.2.3 Kriteria Terintegrasi dengan Infrastruktur
Dalam penentuan deliniasi kawasan perencanaan harus memperhatikan integrasi
dengan infrastruktur, dengan beberapa parameter diantaranya Berada di jalur Trans
Sulawesi, adanya jaminan pasokan listrik, adanya jaminan jaringan telekomunikasi, adanya
jaminan sumber dan jaringan air baku dan terdapat fasilitas strategis nasional. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.21 berikut:
1 Burau Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 1,666
2 Wotu Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 1,666
3 Tomoni Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Trans Sulawesi, 4 0,333 1,332 2,997
Kolektor K4
4 Tomoni Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Trans Sulawesi, 3 0,333 1,000 2,664
Timur Lokal
5 Angkona Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTS 4 0,333 1,332 Kolektor K4 2 0,333 0,666 2,332
6 Malili Pelabuhan 4 0,333 1,332 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 2,664
7 Towuti Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTS 4 0,333 1,332 Lokal 1 0,333 0,333 1,000
8 Nuha Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 2,664
9 Wasuponda Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Lokal 1 0,333 0,333 2,000
10 Mangkutana Tidak ada 1 0,333 0,333 - 2 0,333 0,666 Kolektor K4 2 0,333 0,666 1,332
11 Kalaena Tidak ada 1 0,333 0,333 PLTMH 4 0,333 1,332 Trans Sulawesi, 3 0,333 1,000 2,665
Lokal
Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021
3-1
Gambar 3.6 Peta Penentuan Delineasi Kriteria Urgensi Penyusunan RDTR
3-1
Berdasarkan Tabel 3.21 dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang memiliki
integrasi dengan infrastruktur dengan skor tertinggi lima diantaranya adalah Kecamatan
Tomoni, Kecamatan Tomoni Timur, Kecamatan Kalaena, Kecamatan Nuha dan Kecamatan
Malili. Untuk lebih jelasnya mengenai Kriteria Penentuan Delineasi yang dilihat dari aspek
terintegrasi dengan infrastruktur, dapat dilihat pada Gambar 3.7 tentang Peta Penentuan
Delineasi Kriteria Terintegrasi dengan Infrastruktur.
7 Towuti 5,98% 2 0,333 0,666 Cagar 3 0,333 1,000 Gempa 3 0,333 1,000 2,000
wilayah alam (10,7%),
(0,07%), banjir
sempadan (1,7%),
danau longsor
(3,3%)
3-1
No Kecamatan Status Hutan Lindung Sempadan Badan Air, Kawasan Kerawanan Bencana Nilai
Lindung Lain Total
Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA
8 Nuha 4,72% 3 0,333 1,000 Cagar 1 0,333 0,333 Gempa 3 0,333 1,000 1,666
wilayah alam (8%),
(4,95%), banjir
sempadan (0,8%),
danau longsor
(5,1%)
9 Wasuponda 1,27% 4 0,333 1,332 Cagar 2 0,333 0,666 Gempa 3 0,333 1,000 2,332
wilayah alam (10%),
(3,61%) banjir
(0,8%),
longsor
(4,1%)
10 Mangkutana 4,89% 3 0,333 1,000 Cagar 3 0,333 1,000 Gempa 3 0,333 1,000 2,333
wilayah alam (10%),
(0,77%) banjir
(0,7%),
longsor
(5,6%)
11 Kalaena 6,19% 2 0,333 0,666 Cagar 2 0,333 0,666 Gempa 1 0,333 0,333 1,666
wilayah alam (15,2%),
(4,88%) banjir
(12,2%),
longsor
(3,1%)
Sumber: Tim Penyusun, Tahun 2021
3-1
Gambar 3.7 Peta Penentuan Delineasi Kriteria Terintegrasi dengan Infrastruktur
3-1
Gambar 3.8 Peta Penentuan Delineasi Kriteria Limitasi Pengembangan
3-1
3.2.5 Kriteria Ketersediaan Peta Dasar, CSRT, dan Ketersediaan Luasan
Dalam penentuan deliniasi kawasan perencanaan harus memperhatikan limitasi
pengembangan, dengan beberapa parameter diantaranya tersedianya peta dasar,
tersedianya Peta CSRT, Memiliki luas area Minimal 2000-5000 Ha (dengan maksimal luas
lahan terbangun 1500-2000 ha) Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.23.
Tabel 3.23 Kriteria Ketersediaan Peta Dasar CSRT dan Ketersediaan Luasan
No Kecamatan Ketersediaan Peta Dasar Ketersediaan Peta CSRT Ketersediaan Luasan untuk RDTR Nilai
Total
Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA Keterangan Nilai Bobot NA
1 Burau Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
2 Wotu Ada 4 0,333 1,332 Ada 4 0,333 1,332 Ada 5 0,333 1,665 4,329
3 Tomoni Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
4 Tomoni Timur Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
5 Angkona Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
6 Malili Ada 4 0,333 1,332 Ada 4 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 4,329
7 Towuti Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
8 Nuha Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
9 Wasuponda Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
10 Mangkutana Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
11 Kalaena Tidak ada 1 0,333 0,333 Tidak ada 1 0,333 0,333 Ada 5 0,333 1,665 2,331
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2021
3-1
Tabel 3.24 Rekapitulasi Perhitungan Skoring Penentuan Delineasi Wilayah
Perencanaan
Kebijakan Khusus
Ketersediaan
Pemerintah Pusat
Urgensi Terintegrasi Peta Dasar,
dan/ atau Daerah Limitasi
No Kecamatan Penyusunan dengan CSRT, dan TOTAL RANK
untuk Prioritas Pengembangan
RDTR Infrastruktur Ketersediaan
Pengembangan
Luasan
Ekonomi
1 Burau 0,332 0,932 0,332 0,600 0,466 2,662 Sedang
2 Wotu 0,533 0,866 0,332 0,600 0,866 3,197 Tinggi
3 Tomoni 0,533 0,999 0,599 0,666 0,466 3,263 Tinggi
4 Tomoni Timur 0,332 0,999 0,533 0,866 0,466 3,196 Tinggi
5 Angkona 0,332 0,666 0,466 0,400 0,466 2,330 Rendah
6 Malili 0,399 0,866 0,533 0,400 0,866 3,064 Tinggi
7 Towuti 0,466 0,999 0,200 0,400 0,466 2,531 Sedang
8 Nuha 0,599 0,866 0,533 0,333 0,466 2,797 Sedang
9 Wasuponda 0,399 0,733 0,400 0,466 0,466 2,464 Sedang
10 Mangkutana 0,266 0,533 0,266 0,466 0,466 1,997 Rendah
11 Kalaena 0,266 0,666 0,533 0,333 0,466 2,264 Rendah
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2021
Berdasarkan Tabel 3.24 Kecamatan dengan rank Tertinggi berada pada Kecamatan
Tomoni dengan total skor 3,263 dan Kecamatan Tomoni Timur dengan total skor 3,196,
tetapi untuk Kecamatan Tomoni dan Tomoni Timur untuk penyusunannya telah di
anggarkan oleh kementrian ATR/BPN tahun 2021, untuk Kecamatan Malili dan Kecamatan
Wotu telah disusun tahun 2020 oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, berdasarkan hasil
kesepakan dengan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dalam hal ini Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang dan CoT Universitas Hasanuddin untuk tahun 2021 pekerjaan
RDTR diarahkan di Kecamatan Towuti dan Wasuponda, dengan hasil rank untuk
ketersediaan data masing-masing kecamatan tersebut tergolong sedang. Untuk lebih
jelasnya mengenai Delineasi Wilyah Perencanaan dapat dilihat pada Gambar 3.9 tentang
Peta Delineasi Wilayah Perencanaan RDTR di Kabupaten Luwu Timur.
3-1
Gambar 3.9 Peta Penentuan Delineasi Kawasan Perkotaan Towuti
3-1
3.3 Gambaran Kawasan Perkotaan Towuti
3.3.1 Kondisi Geografis
Secara geografis wilayah Kawasan Perkotaan Towuti terletak pada 2°27'49”-
2°00'25”LS dan 121°19'14”-121°47'27” BT dengan luas wilayah kawasan perkotaan adalah
2773.76 Ha. Adapun batas administrasi Kawasan Perencanaan adalah sebagai berikut.
Sebelah Utara : Provinsi Sulawesi Tengah dan Kecamatan Nuha
Sebelah Barat : Provinsi Sulawesi Tenggara
Sebelah Timur : Provinsi Sulawesi Tenggara
Sebelah Selatan : Kecamatan Nuha dan Wasuponda
Berikut ini luas Kawasan Perkotaan Towuti yang dideliniasi sebagai Kawasan
Perencanaan.
Tabel 3.25
Luas Desa Kawasan Perkotaan Kecamatan Towuti
No Kelurahan/Desa Luas (Ha) Persentase (%)
1 Desa Asuli 162.15 6%
2 Desa Baruga 52.3 2%
3 Desa Langkea Raya 241.15 9%
4 Desa Lioka 191.95 7%
5 Desa Matompi 1165.24 42%
6 Desa Pekaloa 279.32 10%
7 Desa Timampu 349.16 13%
8 Desa Wawondula 332.49 12%
Jumlah 2773.76 100%
Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2019
3-1
paling sedikit yakni sebesar 11,4 Ha atau sebesar 0% dari total luas Kawasan Perkotaan
Towuti. Beberapa klasifikasi yang terdapat di Kawasan Perkotaan Towuti diantaranya
sebagai berikut.
Ketinggian 300-400 mdpl memiliki luas 2537,32 Ha (90%)
Ketinggian 400-500 mdpl memiliki luas 271,29 Ha (10%)
Ketinggian 500-600 mdpl memiliki luas 11,4 Ha (0%)
Secara lebih detail klasifikasi ketinggian berdasarkan wilayah administrasi
kelurahan/negeri/desa di Kawasan Perkotaan Towuti dapat dlihat pada tabel berikut.
.Tabel 3.26 Luas Klasifikasi Ketinggian Berdasarkan Administrasi
Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Ketinggian (Ha)
Kecamatan Desa 300-400 400-500 500-600 Luas (Ha)
Mdpl Mdpl Mdpl
Desa Asuli 105.39 56.76 -- 162.15
Desa Baruga 51.74 -- -- 51.74
Desa Langkea Raya 289.87 -- -- 289.87
Desa Lioka 191.95 -- -- 191.95
Towuti
Desa Matompi 1006.91 159.5 -- 1166.41
Desa Pekaloa 278.57 -- -- 278.57
Desa Timampu 346.83 -- -- 346.83
Desa Wawondula 266.06 55.03 11.4 332.49
Total Luas (Ha) 2537.32 271.29 11.4 2820.01
Persentase % 90% 10% 0% 100,00%
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2021
3-1
Luasan Tiap Klasifikasi Kelerengan (Ha)
Kecamatan Desa Luas (Ha)
0-8% 8-15% 15-25% 25-45% >45%
Desa Asuli 48.93 59.69 42.48 10.53 0.39 162.02
Desa Baruga 51.48 0.73 -- -- -- 52.21
Desa Langkea Raya 205.93 30.47 4.27 0.06 -- 240.73
Desa Lioka 180.37 9.57 1.65 0,03 -- 191.59
Towuti
Desa Matompi 680.07 268,69 141.15 68.84 5.48 895.54
Desa Pekaloa 244.85 30.64 3.26 0.01 -- 278.76
Desa Timampu 342.4 5.84 0.22 -- -- 348.46
Desa Wawondula 158.44 79.33 52.24 32.88 9.51 332.4
1912.
Jumlah 216.27 245.27 112.32 15.38 2501.71
5
Persentase % 76% 9% 10% 4% 1% 100%
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2021
3-1
Gambar 3.10 Peta Admintrasi Kawasan Perkotaan Towuti
3-1
Gambar 3.11 Peta Kondisi Topografi
3-1
Gambar 3.12 Peta Kondisi Kelerengan
3-1
b. Jenis Tanah
Beberapa jenis tanah yang tersebar di Kawasan Perkotaan Towuti antara lain
tanah regosol coklat kekuningan, tanah podsolik coklat dan tanah latosol coklat tua
kemerahan.
Regosol
Tanah regosol pada umumnya berasal dari alluvial. Tanah ini memiliki tekstur pasir
halus sampai menengah. Strukturnya lepas dan tidak terkonsolidasi. Lapisannya
terbentuk kurang signifikan karena pembentukan tanah ini terjadi di iklim ekstrem.
Hal itu menyebabkan kemampuan menahan air dan unsur hara tanah ini sangat
rendah. Tanah ini memiliki warna kelabu sampai kuning, merah, coklat, coklat
kekuningan dan coklat kemerahan.
Podsolik
Tanah podsolik adalah tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu
yang sangat rendah, dan juga merupakan jenis tanah mineral tua. Jenis tanah ini
umumnya berwarna kekuningan dan kemerahan. Tanah ini memiliki tekstur
berlempung dan juga berpasir.
Latasol
Tanah latosol adalah tanah yang pada umumnya memiliki tekstur liat dan berwarna
merah hingga kuning. Persebaran tanah latosol ini berada di daerah yang memiliki
curah hujan tinggi dan kelembapan yang tinggi pula serta pada ketinggian berkisar
pada 300-1000 meter dari permukaan laut. Tanah latosol tidak terlalu subur karena
mengandung zat besi dan alumunium.
Pada Kawasan Perkotaan Towuti terdapat 3 (tiga) jenis klasifikasi jenis tanah
diantaranya regosol, podsolik dan latasol. Jenis tanah pada Kawasan Perkotaan Towuti di
dominasi dengan regosol coklat kekuningan dengan luas 1981,2 Ha atau sebesar 67% dari
total luas Kawasan Perkotaan Towuti. Sedangkan untuk jenis tanah paling sedikit
keberadaannya barupa jenis tanah latasol coklat tua kemerahan dengan luas 686,95 Ha
atau sebesar 23% dari wilayah Kawasan Perkotaan Towuti. Beberapa klasifikasi jenis tanah
yang terdapat di Kawasan Perkotaan Towuti diantaranya sebagai berikut.
Regosol coklat kekuningan memiliki luas 1981,2 Ha (67%)
Podsolik coklat memiliki luas 686,95 Ha (23%)
Latasol coklat tua kemerahan memiliki luas 291,97 Ha (10%)
Secara lebih detail klasifikasi jenis tanah berdasarkan wilayah administrasi
kelurahan/negeri/desa di Kawasan Perkotaan Towuti dapat dilihat pada tabel berikut.
3-1
Tabel 3.28 Luas Klasifikasi Jenis Tanah Berdasarkan Administrasi Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Jenis Tanah (Ha)
Kecamata
Desa Regosol Coklat Podsolik Latosol Coklat Tua Luas (Ha)
n
Kekuningan Coklat Kemerahan
Desa Asuli 53 109.16 -- 162.16
Desa Baruga 52.3 -- -- 52.3
Desa Langkea Raya 241.14 -- -- 241.14
Desa Lioka 191.95 -- -- 191.95
Towuti
Desa Matompi 791.32 373.91 -- 1165.23
Desa Pekaloa 73.39 154.98 50.95 279.32
Desa Timampu 294.51 -- 241.02 535.53
Desa Wawondula 283.59 48.9 -- 332.49
Jumlah 1981.2 686.95 291.97 2960.12
Persentase % 67% 23% 10% 100%
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2021
c. Klimatologi/Curah Hujan
Kondisi klimatologi Kawasan Perkotaan Towuti dapat diketahui dengan melihat
kondisi klimatologi atau cuaca secara umum di Kawasan Perkotaan Towuti. Secara
umum, Kabupaten Luwu Timur dan Kawasan Perkotaan Towuti khususnya memiliki
kondisi klimatologi yaitu beriklim tropis. Jumlah hujan di Kecamatan Towuti paling
banyak terjadi pada bulan Mei dengan jumlah 26 hari dan curah hujan tinggi terjadi
pada bulan April sebesar 468 mm. Rata-rata curah hujan secara keseluruhan untuk
Kecamatan Towuti pada tahun 2019 adalah sebesar 247,58 mm, dengan rata-rata hari
hujan sebanyak 15 hari/bulan. Intensitas curah hujan yang terdapat di Kawasan
Perkotaan Towuti berkisar antara 1500-2000mm/tahun. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.29 Kondisi Curah Hujan Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Curah Hujan (Ha)
Kecamatan Desa Total Luas (Ha)
1500-2000 mm
Desa Asuli 162.15 162.15
Desa Baruga 52.3 52.3
Desa Langkea Raya 241.15 241.15
Desa Lioka 191.95 191.95
Towuti
Desa Matompi 1165.23 1165.23
Desa Pekaloa 279.32 279.32
Desa Timampu 349.16 349.16
Desa Wawondula 332.49 332.49
Jumlah 2773.75 2773.75
Persentase % 100% 100%
Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2021
3-1
3-1
Gambar 3.13 Peta Jenis Tanah
3-1
Gambar 3.14 Peta Curah Hujan
3-1
d. Geologi Lingkungan
Kondisi geologi di Kawasan Perkotaan Towuti terdiri dari melange wasuponda
dengan total luas 206,39 Ha yang tersebar di Desa Baruga, Desa Langkea Raya, Desa
Matompi dan Desa Wawondula, komplex ultrabasa yang tersebar di Desa Asuli, Desa
Baruga, Desa Langkea Raya, Desa Lioka, Desa Matompi, Desa Timampu dan Desa
Wawondula dengan total luas 2021,42 Ha dan batuan gunungapi batupare-cindako yang
berada di Desa Matompi, Desa Pekaloa dan Desa Timampu dengan luas total 560,17 Ha.
Tabel 3.30
Kondisi Struktur Geologi Kawasan Perkotaan Towuti
Luasan Tiap Klasifikasi Jenis Tanah (Ha)
Kecamata Luas
Desa Melange Komplex Batuan Gunungapi
n (Ha)
Wasuponda Ultrabasa Batupare-Cindako
Desa Asuli -- 162.97 -- 163
Desa Baruga 0.03 52.53 -- 52.6
Desa Langkea Raya 26.97 215.4 -- 242
Desa Lioka -- 192.91 -- 193
Towuti
Desa Matompi 12.33 992.1 166.81 1171
Desa Pekaloa -- -- 280.79 281
Desa Timampu -- 238.41 112.57 351
Desa Wawondula 167.06 167.1 -- 334
Jumlah 206.39 2021.42 560.17 2788
Persentase % 7% 73% 20% 100%
Sumber : Hasil Olah Data Citra, Tahun 2021
3-1
Gambar 3.15 Diagram Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Towuti
3-1
Gambar 3.16 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Towuti
3-1
3.3.4 Status Penguasaan dan Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan di Kawasan Pusat Kota Ambon antara lain terdiri atas hak guna
bangunan (HGB), hak milik, hak pakai, tanah wakaf, dan tanah kosong yang diartikan
belum jelas status kepemilikan lahannya. Hak guna bangunan diatur dalam Pasal 35–40
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 35 ayat (1) UUPA menerangkan pengertian hak guna bangunan sebagai hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri
selama jangka waktu tertentu. Hak milik dikatakan merupakan hak yang turun temurun
karena hak milik dapat diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak milik
sebagai hak yang terkuat berarti hak tersebut tidak mudah hapus dan mudah
dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain. Sementara hak pakai adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara
atau tanah milik orang lain. Selanjutnya untuk hak wakaf merupakan pemindahan hak
milik yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Adapun untuk persebaran
jumlah persil/kavling lahan kepemilikan tanah setiap kelurahan/negeri/desa di wilayah
administrasi Kawasan Perkotaan Towuti dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.32 Kepemilikan Tanah di Kawasan Perkotaan Towuti
Jenis Kepemilikan
Kecamatan Desa Hak Guna Total
Hak Milik Hak Pakai Hak Wakaf Kosong
Bangunan
Desa Asuli -- 211 1 1 16 229
Desa Baruga -- 73 -- -- 5 78
Desa Langkea Raya -- 412 -- -- 232 644
Desa Lioka 47 115 -- -- 155 317
Towuti
Desa Matompi 1 168 -- -- 64 233
Desa Pekaloa -- 53 -- -- 5 58
Desa Timampu 1 63 1 1 20 86
Desa Wawondula 182 447 2 -- 225 856
Jumlah 231 1542 4 2 722 2501
Persentase % 9% 62% 0% 0% 29% 100%
Sumber : BPN Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021
Kepemilikan lahan paling banyak merupakan hak milik sebanyak 1542 bidang
tanah/kavling lahan atau sebesar 62%. Diikuti oleh tanah kosong sebanyak 722 bidang
tanah/kavling lahan atau sebesar 29%. Seadngkan untuk kepemilikan tanah paling sedikit
berupa hak wakaf sebanyak 2 bidang tanah. Selanjutnya pada Gambar 3.23 merupakan
diagram persentase kepemilikan tanah pada Kawasan Perkotaan Towuti.
3.3.5 Profil Kependudukan dan Sosial Budaya
Penduduk merupakan salah satu unsur utama dalam pembentukan suatu
wilayah, karakteristik penduduk merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
pengembangan atau pembangunan suatu wilayah dengan mempertimbangkan
pertumbuhan penduduk, komposisi struktur kepedudukan serta adat istiadat dan
kebiasaan penduduk. Dengan demikian karakteristik penduduk sangat diperlukan
dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang.
Maju dan berkembangnya suatu kawasan atau kota adalah merupakan
peran dari orang atau manusia yang ada didalamnya, sebab pada prinsipnya
3-1
sesungguhnya dengan kemapaman atau skill dari setiap manusia tersebutlah yang
mampu mengelola serta melakukan pamanfatan yang bijak serta mapan bagi
daerah tersebut.
Untuk melihat aspek kependudukan tersebut, beberapa hal yang perlu
diidentifikasi menurut kondisi eksisting yang kemudian akan memberikan
gambaran perkembangannya dimasa mendatang. Adapun hal-hal yang terkait
dengan aspek kependudukan ini adalah sebagai berikut:
a. Jumlah dan kepadatan penduduk
Dasarnya jumlah penduduk di suatu wilayah sangat menjadi faktor
peningkatan daerah dan menjadi pengerak utama karena Sumber Daya Manusia
(SDM) yang bisa mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang ada secara optimal dan
maksimal. Jumlah penduduk di Kawasan Perkotaan Towuti tahun 2020 adalah
sebanyak 15.631 jiwa. Pada dasarnya perbedaan jumlah penduduk antar
Desa/Kelurahan di Kecamatan Wasuponda tidak terlalu kontra atau jauh berbeda
satu sama lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut:
Tabel 3.33
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kawasan Perkotaan Towuti Tahun 2021
Luas Jumlah Kepadatan
Kecamatan Desa Kategori
Wilayah(Ha) Penduduk(Jiwa) Penduduk(Jiwa/Ha)
Asuli 162,15 4582 28 Rendah
Baruga 52,30 2300 44 Rendah
Laengkea Raya 241,15 3709 15 Rendah
Lioka 191,95 2283 12 Rendah
Towuti
Matompi 1165,24 1832 2 Rendah
Pekaloa 279,32 1581 6 Rendah
Tinampu 349,16 3339 10 Rendah
Wawondula 332,49 4597 14 Rendah
Total 2773,76 24223 9 Rendah
Sumber: BPS Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021
3-1
c. Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel dibawah, dapat diketahui bahwa secara jumlah
penduduk laki-laki di Kawasan Perkotaan Towuti, masih lebih banyak dari
penduduk perempuan yaitu dimana penduduk laki-laki berjumlah 13.026 jiwa dan
perempuan 11.197 jiwa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.35
Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kawasan Perkotaan Towuti Tahun 2021
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Rasio Jenis
Kecamatan Desa/Kelurahan Kelamin (Jiwa) Tahun 2019 Kelamin(Sex
Laki-Laki Perempuan Jumlah Ratio)
Asuli 2545 2037 4582 125
Baruga 1233 1067 2300 116
Langkea Raya 1951 1758 3709 111
Lioka 1279 1004 2283 127
Towuti
Matompi 975 857 1832 114
Pekaloa 830 751 1581 111
Timampu 1739 1600 3339 109
Wawondula 2474 2123 4597 117
Total 13026 11197 24223 116
Sumber: BPS Kabupaten Luwu Timur, Tahun 2021
Secara keseluruhan, Kawasan Perkotaan Towuti memiliki sex ratio 116 yang
artinya jumlah penduduk laki-laki lebih besar disbanding penduduk perempuan.
3-1
membentuk suatu orientasi tradisi atau kebudayaan. Misalnya pergaulan antara
masyarakat hingga budaya yang dihasilkan berupa tari-tarian dan karya-karya
yang merupakan hasil dari kebudayaan yang kental. Serta ritual ke-agamaan dan
adat yang menjadi tradisi warga masyarakat hingga sekarang.
Potensi sosial budaya diarahkan untuk mengetahui pengaruh norma-norma
sosial budaya atau sistem nilai yang dianut terhadap pola pikir dan pola perilaku
masyarakat, baik dalam arti positif maupun negatif. Pengaruh sistem nilai ini akan
mempengaruhi dinamika sosial masyarakat secara keseluruhan dan pada gilirannya
akan mendorong atau menghambat usaha-usaha peningkatan produktivitas
masyarakat. Analisis ini dilakukan menggunakan pendekatan yang
mengelompokkan masyarakat menurut keterikatan para individu/keluarga dengan
nilai-nilai budaya yang dianut.
Seiring dengan kemajuan diberbagai bidang dan tuntutan dari suatu
wilayah perkotaan yang bersifat heterogen, maka telah terjadi mobilisasi penduduk
ke wilayah perkotaan, termasuk di Kecamatan Wasuponda. Dengan demikian, arus
pergerakan penduduk dengan latar belakang budaya maupun ras telah menyatu
dalam suatu tatanan kehidupan yang aman dan damai, meskipun corak dan
karakter yang paling dominan adalah masyarakat Luwu Timur sebagai Suku Padoe.
Hal ini tentu saja akan menjadi modal yang sangat berharga dalam rangka
pembangunan dimasa mendatang.
3.3.6 Kondisi Perekonomian
Perkembangan ekonomi merupakan salah satu indikator dalam
pembangunan ekonomi, yang dapat dilihat dari peningkatan pendapatan regional
riil dalam kurun waktu tertentu. Kondisi ekonomi daerah secara umum dapat
ditunjukkan oleh angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang
menggambarkan nilai tambah bruto/nilai output akhir yang dihasilkan melalui
produksi barang dan jasa oleh unit‐unit produksi pada suatu daerah dalam periode
tertentu.
Ditinjau dari perkembangan PDRB Kabupaten Luwu Timur pada periode
tahun 2016-2020, menunjukkan bahwa PDRB Kabupaten Luwu Timur terus
mengalami peningkatan dari tahun 2016-2020, dimana Produk Domestik Regional
Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB-ADHB) pada periode tahun 2016 sebesar
Rp. 17.395.068 milyar menjadi Rp. 21.529.810 milyar pada tahun 2020. Kondisi ini
juga terjadi pada Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
(PDRB-ADHK) dimana PDRB pada tahun 2016 sebesar Rp. 14.862.311 milyar
menjadi Rp. 16.256.902 milyar pada tahun 2020. Uraian selengkapnya sebagaimana
pada tabel berikut:
Tabel 3.36 Kondisi dan Pertumbuhan Ekonomi Kab. Luwu Timur Tahun 2016-2020
PDRB-ADHB PDRB-ADHK Pertumbuhan
Tahun Pertumbuhan (%)
(Milyar rupiah) (Milyar rupiah) (%)
2016 Rp17.395.068 Rp14.862.311
2017 Rp18.341.283 5,44 Rp15.318.717 3,07
2018 Rp20.393.894 11,19 Rp15.837.801 3,39
2019 Rp20.994.220 2,94 Rp16.022.945 1,17
3-1
2020 Rp21.529.810 2,55 Rp16.256.902 1,46
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Menurut Lapangan Usaha 2016-2020
3-1
Ditinjau dari presentase distribusi sumbangan sektor lapangan usaha
berdasarkan harga konstan pada tahun 2020 sumbangan terbesar diberikan oleh
sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 52,83% kemudian sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 19,54% dan disusul oleh sektor
konstruksi sebesar 8,91%. Dan sektor yang memberikan sumbangan terkecil adalah
pada sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang yang
hanya berkontribusi sebesar 0,01%. Kondisi ini memberikan gambaran yang sama
dengan tahun-tahun sebelumnya. Uraian selengkapnya pada table berikut:
Tabel 3.38 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Luwu Timur Atas
Dasar Harga konstan Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2016─2020
No. Sektor PDRB 2016 2017 2018 2019 2020
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,56% 19,29% 19,89% 19,87% 19,54%
2. Pertambangan dan Penggalian 58,10% 56,58% 54,82% 52,72% 52,83%
3. Industri Pengolahan 2,78% 2,81% 2,88% 3,26% 3,12%
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06%
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
5. 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01%
Limbah dan Daur Ulang
6. Konstruksi 7,53% 7,76% 8,08% 8,76% 8,91%
Perdagangan Besar dan Eceran,
7. 3,41% 3,59% 3,83% 4,18% 4,08%
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 0,58% 0,60% 0,64% 0,70% 0,60%
Penyediaan Akomodasi dan Makan
9. 0,15% 0,15% 0,16% 0,17% 0,15%
Minum
10. Informasi dan Komunikasi 1,48% 1,58% 1,68% 1,84% 2,02%
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,82% 0,82% 0,85% 0,88% 0,91%
12. Real Estate 1,65% 1,71% 1,73% 1,85% 1,93%
13. Jasa Perusahaan 0,04% 0,04% 0,04% 0,05% 0,04%
Administrasi Pemerintahan,
14. 1,85% 1,92% 2,09% 2,17% 2,13%
Pertahanan dan Jaminan Sosial
15. Jasa Pendidikan 1,74% 1,78% 1,87% 1,98% 2,08%
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,15% 1,20% 1,27% 1,37% 1,51%
17. Jasa Lainnya 0,10% 0,10% 0,11% 0,12% 0,10%
PDRB TOTAL 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha 2016-2020
Ditinjau dari kondisi PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku Kabupaten
Luwu Timur periode tahun 2016 mengalami penurunan yaitu -11,48%, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2017-2018 yaitu naik hingga 8,94 % kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2019 yaitu 0,70% dan mengalami peningkatan
kembali pada tahun 2020 yaitu 3,81%.
Ditinjau dari kondisi PDRB per kapita berdasarkan harga konstan
Kabupaten Luwu Timur periode tahun 2016 mengalami penurunan yaitu -0,66%,
dan mengalami peningkatan pada tahun 2017-2018 yaitu naik hingga 1,30 %
kemudian mengalami penurunan pada tahun 2019 yaitu -1,04% dan mengalami
peningkatan kembali pada tahun 2020 yaitu 2,70%. Uraian selengkapnya pada
tabel berikut:
3-1
Tabel 3.39 PDRB Perkapita Kabupaten Luwu Timur Tahun 2016-2020
Tahun
Uraian
2016 2017 2018 2019 2020
ADHB Per Kapita 61,72 63,71 69,41 69,89 72,55
ADHK Per Kapita 52,74 53,21 53,90 53,34 54,78
Pertumbuhan PDRB Per
-11,48 3,22 8,94 0,70 3,81
Kapita ADHB (%)
Pertumbuhan PDRB Per
-0,66 0,90 1,30 -1,04 2,70
Kapita ADHK (%)
Sumber : PDRB Kabupaten Luwu Timur Menurut Lapangan Usaha 2016-2020 (Diolah)
0.00%
2016 2017 2018 2019 2020
-5.00%
-10.00%
-15.00%
3-1
Berdasarkan klasifikasi dan jangkauan pelayanan sarana pendidikan di
Kawasan Perkotaan Towuti, maka diidentifikasi beberapa jenjang pendidikan,
seperti Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar dibutuhkan untuk melayani
masyarakat skala lingkungan. Sementara itu untuk Sekolah Menengah
Pertama/Sederajat dan Sekolah Menengah Atas/Sederajat melayani penduduk
skala kecamatan dengan ketentuan jumlah penduduk terlayani disesuaikan dengan
standar jumlah penduduk pendukung. Berikut ini rincian jumlah dan jenis sarana
pendidikan di Kawasan Perkotaan Towuti.
Tabel 3.40 Sebaran Fasilitas Pendidikan Kawasan Perkotaan Towuti
Sarana Pendidikan
Kecamatan Desa T Jumlah
Paud SD SMP SMA Pesantren
K
Desa Asuli -- 1 2 -- -- -- 3
Desa Baruga -- -- 1 -- -- -- 1
Desa Langkea
-- 2 3 2 1 -- 8
Raya
Towuti Desa Lioka 1 2 1 -- -- -- 4
Desa Matompi -- -- 1 -- -- -- 1
Desa Pekaloa -- 2 1 -- --- -- 3
Desa Timampu -- 1 2 1 1 2 7
Desa Wawondula -- 2 2 -- -- -- 4
Total Jumlah 1 10 13 3 2 2 31
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
b. Kesehatan Gambar 3.17 Sebaran Fasilitas Pendidikan
Dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama dalam bidang
kesehatan, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melakukan berbagai upaya,
berhasil atau tidaknya program tersebut berkorelasi positif dengan ketersediaan
sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan di Kawasan
Perkotaan Towuti, saat ini tersedia berbagai jenis sarana, seperti rumah sakit,
puskesmas, pustu, klinik, posyandu, dan berbagai jenis layanan kesehatan lainnya.
Puskesmas
Poskesdes
Posyandu
Polindes
Praktek
Apotek
Dokter
Klinik
Kecamatan Desa
Desa Asuli -- 1 -- -- -- -- --
Desa Baruga -- 1 1 -- -- -- --
Desa Langkea
-- 2 -- -- -- -- --
Raya
Towuti Desa Lioka -- -- 1 -- -- -- --
Desa Matompi -- -- -- -- -- -- --
Desa Pekaloa 1 2 -- -- -- -- --
Desa Timampu -- 1 -- -- -- -- --
Desa Wawondula 1 2 -- 1 3 3 1
Total Jumlah 2 9 2 1 3 3 1
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
Gambar 3.18 Sebaran Fasilitas Kesehatan
c. Peribadatan
Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan
rohani yang perlu disediakan di lingkungan masyarakat yang direncanakan selain
sesuai peraturan yang ditetapkan, jenis sarana peribadatan sangat tergantung
pada kondisi setempat dengan memperhatikan struktur penduduk menurut agama
yang dianut. Pelayanan sosial di bidang peribadatan di Kawasan Perkotaan Towuti
ditandai dengan penyediaan sarana peribadatan. Untuk penduduk beragama islam
terdapat cukup banyak sarana ibadah seperti. Berikut ini rincian jumlah dan jenis
sarana ibadah di Kawasan Perkotaan Towuti.
Tabel 3.42 Sebaran Fasilitas Peribadatan Kawasan Perkotaan Towti
Kecamata Sarana Peribadatan
Desa Jumlah
n Masjid Mushola Gereja
Desa Asuli 3 1 2 6
Desa Baruga -- -- 3 3
Desa Langkea Raya 3 -- 4 7
Desa Lioka 2 -- 3 5
Towuti
Desa Matompi 3 -- 1 4
Desa Pekaloa 3 -- -- 3
Desa Timampu 3 1 -- 4
Desa Wawondula 2 -- 4 6
Total Jumlah 19 2 17 38
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
Gambar 3.19 Sebaran Fasilitas Peribadatan
3-1
Gambar 3.20 Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa
e. Pariwisata dan Hiburan
Pelayanan perkotaan di sektor pariwisata dan hiburan adalah merupakan
salah satu bentuk pelayanan yang harus disediakan dalam suatu kawasan
perkotaan. di Kawasan Perkotaan Towuti saat ini tersedia beberapa kategori,
seperti hotel, wisma, dan jenis penginapan lainnya. Berikut ini ketersediaan
penginapan yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti.
Tabel 3.44 Sebaran Fasilitas Pariwisata dan Hiburan Kawasan Perkotaan Towuti
Sarana Rekreasi dan Hiburan
Jumlah
f. Pergudangan
Jenis kegiatan pada sarana industri dan pergudangan di Kawasan Perkotaan
Towuti diantaranya terdapat 3 (tiga) jenis meliputi 9 unit pabrik, 2 unit gudang dan
2 unit UKM. Pada Kawasan Perkotaan Towuti, sarana industri dan pergudangan
3-1
hanya terdapat di beberapa kelurahan/negeri/desa. Adapun secara lebih detail
terkait jumlah dan persebaran jenis-jenis sarana industri dan pergudangan tiap
kelurahan/negeri/desa di Kawasan Perkotaan Towuti dapat dilihat pada tabel dan
gambar berikut
Tabel 3.45 Sarana Industri dan Pergudangan Berdasarkan Jenis Kegiatan di Kawasan
Perkotaan Towuti
Sarana Industri & Pergudangan
Kecamatan Desa Jumlah
Pabrik Pergudangan UKM
Desa Asuli 2 -- -- 2
Desa Baruga 1 -- -- 1
Desa Langkea Raya 2 1 -- 3
Desa Lioka -- -- -- 0
Towuti
Desa Matompi -- -- -- 0
Desa Pekaloa 1 -- -- 1
Desa Timampu -- -- -- 0
Desa Wawondula 3 1 2 6
Total Jumlah 9 2 2 13
Sumber : Hasil Survey Lapangan 2021
3-1
ekologis kawasan yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan
pendukung nilai kualitas lingkungan. Keberadaan ruang terbuka hijau sangat
diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas
lingkungan.
Ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi
intrinsik sebagai penunjang ekologis dan fungsi ekstrinsik yaitu fungsi
arsitektural (estetika), fungsi sosial dan ekonomi. Ruang terbuka hijau
dengan fungsi ekologisnya bertujuan untuk menunjang keberlangsungan fisik
suatu kawasan dimana ruang terbuka hijau tersebut merupakan suatu bentuk
ruang terbuka hijau yang berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti
di dalam suatu kawasan. Sedangkan ruang terbuka hijau untuk fungsi-fungsi
lainnya (sosial, ekonomi arsitektural) merupakan ruang terbuka hijau pendukung
dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kawasan tersebut, sehingga
dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya,
seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur. Proporsi 30% luasan
ruang terbuka hijau kawasan diantaranya terdiri dari 20% untuk publik dan 10%
untuk privat merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat,
maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih
yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas publik serta sekaligus
dapat meningkatkan nilai estetika kawasan.
Potensi hijau lokal merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang
berfungsi sebagai kawasan lindung potensi hijau lokal terdiri atas pertamanan
kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau Daerah Aliran Sungai, kawasan hijau
rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang
terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk
dan struktur vegetasinya. Beberapa potensi hijau lokal diantaranya adalah:
1. Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota, dalam
bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau;
2. Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
areal/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam
pengguanaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan yang
berfungsi sebagai kawasan pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota, kegiatan olah
raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan; dan
3. Fasilitas yang memberikan konstribusi penting dalam meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam
kegiatan rekreasi.
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap ketersediaan RTH di Kawasan
Perkotaan Towuti, menunjukkan bahwa saat ini tersedia RTH, baik RTH Publik
maupun RTH Privat, namun sesuai ketentuan standar minimal RTH kawasan
perkotaan, maka saat ini kondisi RTH di Kawasan Perkotaan Towuti belum
mencapai satandar minimal. Secara rinci berikut ini kondisi dan keberadaan RTH di
Kawasan Perkotaan Towuti.
3-1
Tabel 3.46 Sebaran Fasilitas RTH Kawasan Perkotaan Towuti
Sarana RTH
Kecamatan Desa Lapangan Stadion/Lapangan Jumlah
Pemakaman Khusus
Voli Sepakbola
Desa Asuli -- -- -- 0
Desa Baruga 1 -- -- 1
Desa Langkea Raya -- -- 1 1
Desa Lioka -- -- -- 0
Towuti
Desa Matompi -- -- 1 1
Desa Pekaloa 1 -- 1 2
Desa Timampu 1 1 1 3
Desa Wawondula 1 1 -- 1
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2021
h. Fasilitas Sosial
Kawasan Perkotaan Towuti adalah merupakan salah satu kawasan
perkotaan yang terus berkembang, baik perkembangan fisik kota, pertumbuhan
penduduk, maupun aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Dampak negatif yang
sering muncul sebagai akibat dari perkembangan kota tersebut tentunya tidak
3-1
terlepas dari persoalan sosial di dalam lingkungan masyarakat kota, seperti
pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan berbagai masalah sosial lainnya.
Pelayanan sosial merupakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
yang memiliki permasalahan sosial, seperti keluarga kurang mampu, usia lanjut,
masalah kecanduan narkotika dan obat-obat terlarang, gelandangan, tuna susila,
tuna wisma, dan masalah sosial lainnya. Lebih jelasnya berikut ini sarana pelayanan
sosial di Kawasan Perkotaan Towuti.
3-1
aspek tersebut menjadi tolok ukur tingkat pelayanan yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kepada masyarakat terkait dengan kebutuhan sarana dan
prasarana dasar minimal yang sesuai dengan tipologi dan klasifikasi kawasan
perkotaan.
a. Air Minum
Air sebagai kebutuhan dasar manusia memiliki peranan penting dalam
menunjang kehidupan manusia. Ketersediaan air minum adalah harga mutlak yang
harus dipenuhi. Dewasa ini, ketersediaan air minum untuk kebutuhan manusia
mengalami berbagai kendala dari mulai permasalahan kualitas air, kuantitas dan
kontinuitas air minum. Walaupun seperti kita ketahui bahwa sudah banyak
kemajuan dan pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang membuat
sistem distribusi air minum modern yang murah dan dapat dipercaya seperti saat
ini jika kita bandingkan dengan keadaan beberapa dekade ke belakang.
Pada dasarnya sumber air di Kawasan Perkotaan Towuti terdapat beberapa
sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku, seperti air tanah
(sumur bor dan sumur gali), dan air yang diusahakan oleh PDAM. Akan tetapi,
untuk pemenuhan air minum dibutuhkan beberapa persyaratan teknis, seperti
standar sanitasi dan kesehatan untuk layak konsumsi. Berdasarkan sumber data
yang diperoleh dan dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan, bahwa
sumber air baku bagi masyarakat di Kawasan Perkotaan Towuti dapat terpenuhi
melalui pemanfaatan beberapa sumber air. Pada beberapa zona terdapat suplai air
minum dari sistem perpipaan PDAM, sementara itu pada zona lainnya, sumber air
minum masyarakat disuplai dari air tanah (sumur gali dan sumur bor).
Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan memperlihatkan bahwa
pelayanan kawasan perkotaan di bidang air minum melalui jaringan perpipaan di
Kawasan Perkotaan Towuti, saat ini sudah tersedia. Namun demikian secara
keseluruhan kawasan belum terpenuhi, hal ini dapat dilihat dari sumber-sumber air
minum masyarakat sebagian masih menggunakan air tanah (sumur bor dan sumur
gali). Kondisi ini terjadi akibat dari debit air pada sumber air baku PDAM belum
mampu menyuplai kebutuhan air minum sesuai kebutuhan untuk Kawasan
Perkotaan Towuti.
b. Drainase
3-1
Saluran drainase yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti adalah dengan
memanfaatkan sungai sebagai saluran primer. Pada beberapa ruas jalan, kondisi
drainasenya cukup baik namun disisi lain terdapat beberapa ruas jalan yang belum
memiliki sistem pembuangan air limpasan hujan (drainase). Permasalahan yang
muncul saat ini adalah kondisi drainase yang tercemar oleh sampah padat yang
dihasilkan oleh kegiatan penduduk sehingga pada musim penghujan kemungkinan
dapat terjadi hambatan aliran air serta pada titik-titik tertentu masih terlihat ada
saluran drainase yang rusak. Sistem drainase yang ada di Kawasan Perkotaan
Towuti, secara umum merupakan jaringan terbuka, baik jaringan drainase primer,
jaringan sekunder maupun jaringan tersier.
c. Persampahan
3-1
pengelolaan sampah. Oleh karena itu, dibutuhkan kepedulian dari Pemerintah dan
kesadaran masyarakat di dalam mengelola dan menanggulangi sampah tersebut.
1. Kondisi Pelayanan Persampahan; Kondisi sistem pelayanan persampahan pada
Kawasan Perkotaan Towuti, secara umum belum optimal, hal ini terlihat dari
ketersediaan sarana dan prasarana yang belum memadai, sistem manajemen
pengelolaan yang belum terstruktur, perilaku masyarakat terhadap pembuangan
sampah. Pada beberapa titik lokasi terlihat adanya tumpukan sampah yang dibuang
secara sembarangan dan tidak ada wadah pembuangan berupa container/TPS,
begitupula pada beberapa saluran drainase yang mengalami penyumbatan akibat
adanya buangan sampah di saluran drainase tersebut.
Berdasarkan hasil survey di lapangan, memperlihatkan bahwa kondisi sistem
pelayanan, khususnya ketersediaan prasarana sampah masih sangat minim, hal ini
terlihat dari sistem pembuangan yang dilakukan oleh masyarakat, masih ditemui
adanya pembuangan sampah di sembarang tempat. Hal ini terjadi akibat adanya
perilaku masyarakat yang belum memahami pentingnya kebersihan, serta belum
adanya peranserta masyarakat yang secara swadaya mau membuat tempat
pembuangan sampah.
2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Persampahan; Untuk pelayanan persampahan
secara profesional, tentunya dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk
menyediakan sarana dan prasarana yang memadai tentunya dibutuhkan biaya yang
sangat besar. Kondisi inilah yang menjadi permasalahan bagi Pemerintah Daerah
termasuk Pemerintah Kabupaten Luwu Timur untuk mengelola sampah secara
profesional. Disisi lain peran serta masyarakat sangat membantu dalam pengelolaan
persampahan, dibutuhkan pemahaman dan pengetahuan bagi masyarakat terhadap
pentingnya kebersihan lingkungan.
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) pada
dasarnya sudah ada, yang berlokasi di luar Kawasan Perkotaan Towuti. Namun
demikian, dalam pelayanan persampahan di Kawasan Perkotaan Towuti dilayani
oleh angkutan sampah yang dibauang di TPA tersebut. Sebagai gambaran bahwa
sampah yang dibuang di TPA umumnya merupakan sampah dari hasil buangan
dari aktifitas di Kawasan Perkotaan Towuti;
b. Container/TPS; Container/TPS di Kawasan Perkotaan Towuti, saat ini sudah ada,
sehingga masyarakat membuang sampah di TPS tersebut. Namun karena jumlah
dan pola persebaran prasarana persampahan tersebut tidak merata, sehingga
sebagian masyarakat masih membuang sampah pada sembarang tempat. Kondisi
ini tentunya berdampak pada kualitas lingkungan yang menurun, dimana
sebagian sampah dibuang ke badan air, termasuk ke saluran drainase;
c. Tong Sampah; Tong sampah yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti, secara
umum belum memadai, hal ini terlihat dari jumlah dan kondisi tong sampah yang
tidak banyak dan kurang terawat, baik yang disediakan oleh masyarakat secara
perorangan maupun yang disediakan oleh Pemerintah Daerah; dan
Sarana Angkutan (Mobil Sampah); Sarana angkutan sampah (mobil
sampah) yang melayani Kawasan Perkotaan Towuti, secara umum belum memadai,
3-1
baik jumlah sarana maupun kondisi sarana angkutannya. Hal ini terlihat dari
kondisi fisik mobil sampah yang sebagian sudah tua, sementara itu terlihat pula
sampah yang menumpuk pada beberapa titik yang belum terangkut ke TPA.
d. Energi
3-1
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Dasar Hijau (KDH).
Keterangan terkait KDB, KLB dan KDH pada masing-masih wilayah adminitrasi terkecil di
Kawasan Perkotaan Towuti. Penjelasan mengenai KDB, KLB dan KDH dijabarkan sebagai
berikut:
1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan
gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai. KDB tidak mencakup lantai bangunan yang berada di bawah tanah
(basement). Rumus perhitungan untuk melakukan Identifikasi KDB menggunakan
perhitungan sebagai berikut
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang yang terdiri dari KDB, KLB dan KDH
dilakukan berdasarkan jenis guna lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti serta
pembagian wilayah administratif terkecil. Jenis guna lahan yang akan diidentifikasi
diantaranya adalah permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana pelayanan
umum, industri dan pergudangan, ruang terbuka hijau/non-hijau dan pemakaman,
olahraga, sosial budaya serta rekreasi dan hiburan.
a. Intensitas Pemanfaatan Ruang Permukiman
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan pada guna lahan
permukiman berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan merupakan
3-1
rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Melalui pengamatan tersebut dapat
diketahui intensitas bangunan di guna lahan permukiman berdasarkan klasifikasinya
yaitu kepadatan sangat, rendah kepadatan rendah, kepadatan sedang, kepadatan tinggi
dan kepadatan sangat tinggi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di
wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.47 Intensitas Pemanfaatan Ruang Permukiman
Negeri/Kelurahan Intensitas Pemanfaatan
No Kecamatan /Desa ∑ Rumah Ruang (min-maks)
1 Wasuponda Desa Asuli 560 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
2 Desa Baruga 269 Permukiman K. Rendah 50-80%
3 Desa Langkea Raya 734 Permukiman K. Sedang 80-90%
4 Desa Lioka 295 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
5 Desa Matompi 357 Permukiman K. Rendah 0,5-2,4
6 Desa Pekaloa 277 Permukiman K. Sedang 0,5-2,5
7 Desa Timampu 365 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
8 Desa Wawondula 809 Permukiman K. Rendah 20-50%
Permukiman K. Sedang 10-20%
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
intensitas bangungan di guna lahan perdagangan dan jasa sebagai bahan evaluasi
pengaruh guna lahan terhadap hambatan jalan. Berikut merupakan hasil identifikasi dari
pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.49 Intensitas Pemanfaatan Ruang Perkantoran
Negeri/Kelurahan Intensitas Pemanfaatan
No Kecamatan /Desa ∑ Sarana Ruang (min-maks)
1 Desa Asuli 5 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 4 (KDB) Perkantoran 50-90%
3 Desa Langkea Raya 4
4 Desa Lioka 3 Koefisien Lantai Bangunan
Towuti (KLB) Perkantoran 0,5-6,4
5 Desa Matompi 3
6 Desa Pekaloa 1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 4 Perkantoran 10-50%
8 Desa Wawondula 8
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
Bangun
an
1 Desa Asuli 3 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 1 (KDB) Pendidikan 50-70%
3 Desa Langkea Raya 8
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 4
5 Towuti Desa Matompi 1 (KLB) Pendidkan 1,4 - > 2,8
6 Desa Pekaloa 3 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 7 Pendidian 30-50%
8 Desa Wawondula 4
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3) Sarana Peribadatan
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan sarana pelayanan umum peribadatan
berdasarkan wilayah administratif terkecil. Bangunan sarana peribadatan pada
Kawasan Perkotaan Towuti terdiri 8 unit masjid , 20 unit gereja yang tersebar
di seluruh kelurahan/negeri/desa. Hasil pengamatan yang dilakukzan
merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut
merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat
dilihat pada tabel berikut.
3-1
Intensitas Pemanfaatan Ruang
No Kecamatan Kelurahan/Desa
(min-maks)
1 Towuti Desa Asuli Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ruang
2 Desa Baruga Terbuka Hijau 10-30%
3 Desa Langkea Raya
4 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Ruang
Desa Lioka
5 Desa Matompi Terbuka Hijau 0-0,2
6 Desa Pekaloa Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu Ruang Terbuka Hijau 70-90%
8 Desa Wawondula
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
b. Ruang Terbuka Non Hijau
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan ruang terbuka non-hijau
berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan yang
dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi.
Berikut merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah
perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.54 Intensitas Pemanfaatan Ruang Terbuka Non-Hijau
Kecamatan Kelurahan/Desa Intensitas Pemanfaatan Ruang
(min-maks)
1 Desa Asuli Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ruang
2 Desa Baruga
3 Desa Langkea Raya Terbua Non-Hijau 70-100%
4 Desa Lioka Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Ruang
Towuti
5 Desa Matompi Terbua Non-Hijau 0-0,2
6 Desa Pekaloa Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu Ruang Terbua Non-Hijau 10-30%
8 Desa Wawondula
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
c. Pemakaman
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan pemakaman berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.55 Intensitas Pemanfaatan Ruang Pemakaman
Kecamat Kelurahan/ ∑ Intensitas Pemanfaatan
an Desa Bangun Ruang (min-maks)
an
1 Desa Asuli 0 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 0 (KDB) Pemakaman 0-5%
3 Desa Langkea Raya 0
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 0
Towuti (KLB) Pemakaman 0-0,2
5 Desa Matompi 0
6 Desa Pekaloa 0 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 1 Pemakaman 50-100%
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
d. Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Olahraga
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
terhadap bangunan penggunaan lahan sarana olahraga berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Bangunan sarana olahraga pada Kawasan
Perkotaan Towuti terdiri dari diantaranya 1 unit lapangan basket, 1 unit
gor bulutangkis, serta 3 unit lapangan sepak bola. Hasil pengamatan
3-1
merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut
merupakan hasil identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.56 Intensitas Pemanfaatan Ruang Sarana Olahraga
Kecamat Kelurahan/ ∑ Intensitas Pemanfaatan
an Desa Bangun Ruang (min-maks)
an
1 Desa Asuli 0 Koefisien Dasar Bangunan
2 Desa Baruga 1 (KDB) Olahraga 10-50%
3 Desa Langkea Raya 1
Koefisien Lantai Bangunan
4 Desa Lioka 0
Towuti (KLB) Olahraga < 2
5 Desa Matompi 1
6 Desa Pekaloa 3 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 2 Olahraga 50-90%
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
e. Intensitas Pemanfaatan Ruang Sosial Budaya
Identifikasi intensitas pemanfaatan ruang dilakukan pengamatan
bangunan sosial budaya berdasarkan wilayah administratif terkecil.
Bangunan sarana sosial budaya pada Kawasan Perkotaan Towuti terdiri
dari 1 unit gedung serbaguna, Hasil pengamatan merupakan rata-rata dari
jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi
dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
3-1
5 Desa Matompi 2 Rekreasi dan hiburan 1,4 - > 2,8
6 Desa Pekaloa 0 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
7 Desa Timampu 1 Rekreasi dan hiburan 0-20%
8 Desa Wawondula 2
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
b. Tata Bangunan
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6 Tahun 2007 tentang
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, tata Bangunan adalah
produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud
pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik
lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kaveling/petak lahan,
bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan
mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman
kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang- ruang publik. Tata
Bangunan juga merupakan sistem perencanaan sebagai bagian dari penyelenggaraan
bangunan gedung beserta lingkungannya, termasuk sarana dan prasarananya pada
suatu lingkungan binaan baik untuk Kawasan Perkotaan Towuti.
Elemen-elemen tata bangunan pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
menyangkut aspek-aspek bentuk fisik bangunan yang memperhatikan kontekstual
bangunan sekitarnya, seperti memperhatikan Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang
terdiri dari Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpB/GSbB), Garis Muka
Bangunan/Sempadan Jalan (GMB/GSJ), Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Pantai. Menurut penjelasan pada Pasal 13 Undang- undang Nomor 28 Tahun 2002,
Garis Sempadan Bangunan (GSB) tersebut memiliki arti sebuah garis yg membataskan
jarak bebas minimum dari sisi terluar sebuah massa bangunan terhap batas lahan yg
dikuasai. Pengertian ini dapat disimpulkan bahwa GSB ialah GSB ialah batas bangunan
yg diperbolehkan untuk dibangun rumah atau gedung, jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel
kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi. Hingga kalau sebuah rumah
kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka garis sempadannya diukur dari garis
tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di tanah yang dikuasai si
pemilik. Penjelasan mengenai GSpb/GSbB, GMB/GSJ, Garis Sempadan Sungai dan Garis
Sempadan Pantai dijabarkan sebagai berikut:
1) Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpb/GSbB)
Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpb/GSbB) merupakan garis batas
suatu bangunan dengan bangunan lainnya pada sisi sebelah samping dan belakang.
Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus
memiliki jarak bebas terhadap batas pekarangan yang terletak di samping (sisi) dan
belakang. Garis jarak bebas belakang adalah garis batas bangunan yang boleh
didirikan pada bagian belakang terhadap batas pekarangan bagian belakang dengan
panjang garis bebas belakang ditentukan sesuai dengan jenis bangunan dan
lingkungan persil tanah setempat. Sedangkan garis sempadan samping (sisi) dengan
lebar jarak garis bebas samping antara bangunan dengan batas pekarangan
ditentukan berdasarkan jenis bangunan dan persil tanah setempat. Luas areal bebas
samping adalah lebar jarak bebas samping x panjang jarak yang ditentukan. Garis
3-1
Sempadan Samping/Belakang Bangunan (GSpb/GSbB) ditujukan untuk identifikasi
kepadatan bangunan dalam suatu kawasan. Selain itu, untuk memenuhi persyaratan
kesehatan, kenyamanan, dan keindahan mengingat faktor iklim tropis lembab di
Indonesia dengan cirri-ciri temperature udara cukup tinggi, curah hujan besar,
sudut datang sinar matahari yang besar dan lain-lain
2) Garis Muka Bangunan/Sempadan Jalan (GMB/GSJ)
Garis Muka Bangunan/Sempadan Jalan (GMB/GSJ) hampir mirip dengan
GSpb/GSbB, tetapi GMB/GSJ merupakan garis batas pada muka bangunan atau garis
batas pekarangan terdepan. Tujuannya untuk tersedianya lahan bagi perluasan jalan
di masa mendatang serta untuk instalasi air, listrik, gas, serta saluran-saluran
pembuangan. Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ
berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GMB/GSJ
biasanya sudah terdapat atau diatur dalam kebijakan daerah setempat. GMB/GSJ
dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain
itu juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan
bangunan.
3) Garis Sempadan Sungai
Garis Sempadan Sungai merupakan garis batas suatu bangunan dengan bibir sungai
yang ditujukan untuk identifikasi jarak aman bangunan dengan sempadan sungai
yang sudah ditetapkan.
4) Garis Sempadan Pantai
Garis Sempadan Pantai merupakan garis batas suatu bangunan dengan tepi pantai
yang ditujukan untuk identifikasi jarak aman bangunan dengan sempadan pantai
yang sudah ditetapkan.
Identifikasi tata bangunan berupa garis sempadan bangunan yang terdiri dari
GSpb/GSbB, GMB/GSJ, Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Pantai dilakukan
berdasarkan jenis guna lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Towuti serta pembagian
wilayah administratif terkecil. Jenis guna lahan yang akan diidentifikasi diantaranya
adalah permukiman, perdagangan dan jasa,
perkantoran, sarana pelayanan umum, industri dan pergudangan, ruang terbuka
hijau/non-hijau dan pemakaman, olahraga, sosial budaya serta rekreasi dan hiburan.
a. Tata Massa Bangunan Permukiman
Identifikasi tata Massa bangunan permukiman dilakukan pengamatan bangunan
di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah administratif terkecil. Hasil
pengamatan merupakan rata-rata dari jumlah bangunan yang diidentifikasi. Melalui
pengamatan tersebut dapat diketahui tata massa bangunan di guna lahan permukiman
berdasarkan klasifikasinya yaitu kepadatan sangat, rendah kepadatan rendah, kepadatan
sedang, kepadatan tinggi dan kepadatan sangat tinggi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.59 Tata Massa Bangunan Permukiman
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Ruma
h
1 Desa Asuli 560
3-1
2 Desa Baruga 269 GSpb/GSbB : beberapa bangunan
3 Desa Langkea Raya 734 permukiman kumuh memiliki
4 Desa Lioka 295
kecenderungan sangat rapat yaitu 0 meter
5 Desa Matompi 357
6 Desa Pekaloa 277 GMB/GSJ : terdapat beberapa unit
Towuti
7 Desa Timampu 365 bangunan permukiman yang tidak sesuai
8 Desa Wawondula 809 dengan ketentuan
GSS : -
GSP : -
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan merupakan rata-rata dari
jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari
pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.62 Tata Massa Bangunan Sarana Pelayanan Umum Kesehatan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan Kelurahan/Desa ∑ Bangunan (min-maks)
1 Desa Asuli 1 GMB/GSJ : terdapat beberapa unit bangunan
2 Desa Baruga 2 kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan
3 Desa Langkea Raya 2
4 Desa Lioka 1
Towuti
5 Desa Matompi 0
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 1
8 Desa Wawondula 11
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
2) Sarana Pendidikan
Identifikasi tata massa bangunan sarana pelayanan umum pendidikan
dilakukan pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan
rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.63 Tata Massa Bangunan Sarana Pelayanan Umum Pendidikan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 3 GMB/GSJ : terdapat beberapa unit bangunan
2 Desa Baruga 1 kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan
3 Desa Langkea Raya 8
4 Desa Lioka 4
Towuti
5 Desa Matompi 1
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 7
8 Desa Wawondula 4
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3) Sarana Peribadatan
Identifikasi tata massa bangunan sarana pelayanan umum peribadatan
dilakukan pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan
wilayah administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan
rata-rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.64 Tata Massa Bangunan Sarana Pelayanan Umum Peribadatan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 6 GMB/GSJ :
2 Desa Baruga 3 GSS :
3 Desa Langkea Raya 7
GSP :
4 Desa Lioka 5
Towuti
5 Desa Matompi 4
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 4
8 Desa Wawondula 6
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
4) Tata Massa bangunan Ruang Terbuka Hijau / Non Hijau dan Pemakaman
Identifikasi tata massa bangunan dilakukan pengamatan terhadap
bangunan penggunaan lahan ruang terbuka hijau / non-hijau dan
pemakaman terdiri dari:
1) Ruang Terbuka Hijau
Identifikasi tata massa bangunan ruang terbuka hijau dilakukan
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata
dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.65 Tata Massa Bangunan Ruang Terbuka Hijau
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 0
3 Desa Langkea Raya 0
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 0
GSP : -
6 Desa Pekaloa 0
7 Desa Timampu 0
8 Desa Wawondula 0
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
2) Ruang Terbuka Non Hijau
Identifikasi tata massa bangunan ruang terbuka non-hijau dilakukan
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
3-1
Tabel 3.67 Tata Massa Bangunan Pemakaman
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 0
3 Desa Langkea Raya 0
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 0
GSP : -
6 Desa Pekaloa 0
7 Desa Timampu 1
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
4) Tata Massa Bangunan Sarana Olahraga
Identifikasi tata massa bangunan sarana olahraga dilakukan
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.68 Tata Massa Bangunan Sarana Olahraga
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 1
3 Desa Langkea Raya 1
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 1
GSP : -
6 Desa Pekaloa 3
7 Desa Timampu 2
8 Desa Wawondula 1
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
5) Tata Massa Bangunan Sosual Budaya
Identifikasi tata massa bangunan sosial budaya dilakukan pengamatan
bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah administratif
terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-rata dari jumlah
bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil identifikasi dari
pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.69 Tata Massa Bangunan Sosial Budaya
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 0
2 Desa Baruga 2
3 Desa Langkea Raya 0
GMB/GMS : -
4 Desa Lioka 0
Towuti GSS : -
5 Desa Matompi 0
GSP : -
6 Desa Pekaloa 0
7 Desa Timampu 0
8 Desa Wawondula 0
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3-1
pengamatan bangunan di Kawasan Perkotaan Towuti berdasarkan wilayah
administratif terkecil. Hasil pengamatan yang dilakukan merupakan rata-
rata dari jumlah bangunan yang di identifikasi. Berikut merupakan hasil
identifikasi dari pengamatan di wilayah perencanaan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.70 Tata Massa Bangunan Rekreasi dan Hiburan
Tata Massa Bangunan
No Kecamatan ∑ (min-maks)
Kelurahan/Desa Bang
unan
1 Desa Asuli 3
2 Desa Baruga 1 GSpb/GSbB : beberapa bangunan rekreasi dan
3 Desa Langkea Raya 1 hiburan di pusat kegiatan ekonomi memiliki
4 Desa Lioka 1 jarak sempadan 0 meter
Towuti
5 Desa Matompi 2 GMB/GSJ : jarak sempadan jalan pada bangunan
6 Desa Pekaloa 0 rekreasi dan hiburan masih sesuai dengan
7 Desa Timampu 1 ketentuan
8 Desa Wawondula 2
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2021
3-1