Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
UUD 1945 menegaskan, bahwa indonesia merupakan negara yang berdasarkan
atas hukum(recthstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka(machstaat). Hal ini
memperjelas bahwa republik indonesia adalah negara hukum yang demokratis
berdasarkan pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan
menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan baik
tanpa terkecuali1
Hukum mengatur apa yang boleh dan tidaknya dikerjakarkan seseorang dalam
kehidupan bermsyarakat. Objek hukum bukan hanya semata-mata orang yang sudah jelas
melakukan perbuatan melawan hukum, namun perbuatan hukum yang akan terjadi dan
alat perlengkapan negara juga menjadi sasaran tujuan hukum agar bertindak sesuai
aturanya. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk
penagakan hukum.
Di indonesia Korupsi merupakan salah satu kasus pelanggaran hukum yang dari
dulu hingga sekarang penyesalainnya dianggab kurang bijak. dalam artian, sanksi yang
diberikan kurang menjerakan terhadap pelaku korupsi. Akibatnya semakin banyak
koruptor baru yang lahir. Hal ini membuktikan lemahnya penegakan hukum indonesia
yang oleh sebagian orang diibaratkan sebuah mata pisau yang tumpul keatas dan tajam
kebawah.
Dalam fiqih jinayah, perbuatan korupsi sering disamakan dengan beberapa
jarimah. Diantaranya adalah ghulul dan risywah. Kedua jarimah ini yang konteksnya
sangat mirip dengan tindak pidana korupsi. Dalam bahasan ini akan diterangkan tentang
larangan ghulu (penggelapan) dan risywah (penyuapan) bersama hadist-hadis yang
bersangkutan dengan keduanya.
Di indonesia jika orang berbicara mengenai korupsi, demikin andi hamzah
menjelaskan, pasti yang di pikirkan hanya perbuatan jahat menyangkut keuangan negara

1
Evi Hartani, Tindak pidana korupsi (jakarta, sinar grafika, 2006)
dan suap. Pendekatan yang dilakukan terhadap masalah korupsi bermacam regamnya, dan
artinya tetap sesuai walaupun masalah itu di pandang dari berbagai aspek. Pada bagian
akhir paparan menenai asal kata serta pengisian korupsi , Andi Hamzah mengatakan
bahwa kalau kita meninjau korupsi dari segi norma (pidana), penyuapan merupakan suatu
delik (pasal 209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP)yang ditarik menjadi delik korupsi
menurut pasal 5, 6,7,8,9 dan 12 undang-undang 20 tahun 2001 yang mengubah undang-
undang pemberantasan tindak pidana korupsi nomor 31 tahun1999, pasal-pasal KUHP
tersebut langsung di angkat rumusnya (terjemah W.F.S)dengan sanksi sendiri.2

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana korupsi dalam Islam?
2. Apa sanksi korupsi dalam islam?

2
Nurul irfan korupsi dalam hukum pidana islam,hlm. 35.
BAB II

PEMBAHASAN

A. HADITS DAN TERJEMAHANNYA


ََ ِِ ‫سلَّ َم َر ُُاًل‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو ُل اللَّ ِه‬ َ ُ‫ي اللَّه‬
ُ ‫ ا ْست َ ْع َم َل َر‬: ‫ع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ي َر‬ َّ ‫ِيث أ َ ِبي ُح َم ْي ٍد ال‬
ِِّ ‫سا ِع ِد‬ ُ ‫َحد‬
‫ِي ِلي‬َ ‫صدَقَ ِة فَلَ َّما قَد َِم قَا َل َهذَا لَ ُك ْم َو َهذَا ِلي أ ُ ْهد‬
َّ ‫علَى ال‬ ُ ‫ع ْم ٌرو َواب ُْ َ أَبِي‬
َ ‫ع َم َر‬ َ ‫ْاْل َ ْس ِد يُقَا ُل لَهُ اب ُْ َ اللُّتْبِيَّ ِة‬
ُ‫اِ ٍل أ َ ْبعَُُه‬
ِ ‫ع‬َ ‫علَ ْي ِه َوقَا َل َِا بَا ُل‬ َ ‫علَى ْال ِم ْن َب ِر فَ َح ِمدَ اللَّهَ َوأَثْنَى‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو ُل اللَّ ِه‬ ُ ‫ام َر‬ َ َ‫قَا َل فَق‬
ُ ‫ت أ ُ ِ ِِّ ِه َحتَّى َي ْن‬
‫ظ َر أَيُ ْهدَ ى ِِلَ ْي ِه أ َ ْم ََ َوالَّذِي‬ ِ ‫ت أ َ ِبي ِه أ َ ْو فِي َب ْي‬ َ ‫فَ َيقُو ُل َهذَا لَ ُك ْم َو َهذَا أ ُ ْهد‬
ِ ‫ِي ِلي أَفَ َاًل قَ َعدَ فِي َب ْي‬
‫ير لَهُ ُرََا ٌَ أ َ ْو‬ ُ ‫علَى‬
ٌ ‫عنُ ِق ِه َب ِع‬ َ ُ‫شيْئا ِِ ََّ َُا ََ ِب ِه يَ ْو َم ْال ِق َيا َِ ِة َيحْ ِملُه‬ َ ‫س ُِ َح َّم ٍد بِ َي ِد ِه ََ يَنَا ُل أ َ َحدٌ ِِ ْن ُك ْم ِِ ْن َها‬
ُ ‫نَ ْف‬
َ ِْ ‫ط ْي ِه ث ُ َّم قَا َل اللَّ ُه َّم ه َْل َبلَّ ْْتُ َِ َّرتَي‬ ُ ‫ار أ َ ْو شَاة ٌ ت َ ْي ِع ُر ث ُ َّم َرفَ َع َيدَ ْي ِه َحتَّى َرأ َ ْينَا‬
َ ‫ع ْف َرت َْي ِِ ْب‬ ٌ ‫* َبقَ َرة ٌ َل َها ُخ َو‬

Diriwayatkan dari Abu Humaid as-Saaidi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-
Asad yang dikenali sebagai Ibnu Lutbiyah. Ia ikut Amru dan Ibnu Abu Umar untuk
urusan sedekah. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Ini untuk Anda dan ini untukku karena
memang dihadiahkan kepadaku. Setelah mendengar kata-kata tersebut, lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar. Setelah mengucapkan puji-pujian
ke hadirat Allah, beliau bersabda: “Adakah patut seorang petugas yang aku kirim untuk
mengurus suatu tugas berani berkata: Ini untuk Anda dan ini untukku karena memang
dihadiahkan kepdaku? Kenapa dia tidak duduk di rumah bapak atau ibunya (tanpa
memegang jabatan apa-apa) sehingga ia menunggu, apakah dia akan dihadiahi sesuatu
atau tidak? Demi Dzat Muhammad yang berada di tangan-Nya, tidaklah salah seorang
dari kalian mengambil sesuatu darinya kecuali pada Hari Kiamat kelak dia akan datang
dengan memikul di atas lehernya (jika yang diambil itu seekor unta maka) seekor unta itu
akan mengeluarkan suaranya, atau seekor lembu yang melenguh atau seekor kambing
yang mengembek. “ Kemudian beliau mengangkat kedua-dua tangannya tinggi-tinggi
sehingga nampak kedua ketiaknya yang putih, dan beliau bersabda: “Ya Allah!
Bukankah aku telah menyampaikannya,” sebanyak dua kali * (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
B. KEY

1. ‫صدَقَ ِة‬
َّ ‫=ال‬pemberian sesutu kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya
diluar kewajiban zakat
2. َ ‫=أ ُ ْهد‬pemberian (kenang-kenangan, penghargaan, pngkhormatan)
‫ِي‬
ْ panggung kecil temapt berkhotbah.
3. ‫=ال ِم ْنبَ ِر‬

C. ASBAB AL-WURUD
Ketika Ibnu Luthbiyah yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad SAW untuk
menghimpun zakat dari masyarakat. Pada saat menyerahkan hasil zakat kepada Nabi
Muhammad, Ibnu Luthbiyah hanya menyerahkan sebagian dari hasil pengumpulan zakat
tersebut dan sebagiannya Ibnu Luthbiyah simpan sebagai milik pribadinya. Nabi
Muhammad pun bersabda seperti hadits diatas.

D. MUNASABAH HADITS

-‫ى‬ َ َ ْ ِِ ‫ب قَا َل لَ َّما َكانَ يَ ْو ُم َخ ْيبَ َر أ َ ْقبَ َل نَفَ ٌر‬


ِّ ِ ‫ص َحابَ ِة النَّ ِب‬ َّ ‫ع َم ُر ب ُْ َ ْالخ‬
ِ ‫َطا‬ ُ ‫َّاس قَا َل َحدَّثَنِى‬
ٍ ‫عب‬َ َ ُْ ‫ع ْبدُ اللَّ ِه ب‬
َ
‫ش ِهيدٌ َف َقا َل‬ َ ‫علَى َر ُُ ٍل فَقَالُوا فُاًلَ ٌن‬ َ ‫ش ِهيدٌ َحتَّى َِ ُّروا‬ َ ‫ فَقَالُوا فُاًلَ ٌن‬-‫صلى الله عليه وسلم‬
َ ‫ش ِهيدٌ فُاًلَ ٌن‬
َ ‫ار فِى ب ُْردَةٍ ََلَّ َها أ َ ْو‬
ٍ‫عبَا ََة‬ ِ َّ‫ « َكاًلَّ ِِنِِّى َرأ َ ْيتُهُ فِى الن‬-‫صلى الله عليه وسلم‬- ‫سو ُل اللَّ ِه‬
ُ ‫» َر‬.

‫صلى الله عليه وسلم‬- ‫سو ُل اللَّ ِه‬ ُ ‫ث ُ َّم قَا َل َر‬- « ََِِّ َ‫اس ِِنَّهُ ََ يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّة‬
ِ َّ‫ب ا ْذهَبْ فَنَا ِد فِى الن‬ َّ ‫يَا ابْ ََ ْالخ‬
ِ ‫َطا‬
ُ‫أَََ ِِنَّهُ ََ يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ ََِِّ ْال ُمؤْ ِِنُونَ » رواه ِسلم « ْال ُمؤْ ِِنُونَ » قَا َل فَخ ََرُْ تُ فَنَادَيْت‬

Abdullah bin Abbas berkata, Umar bin Al-Khatthab menceritakan kepadaku, ia berkata:
“Bahwa pada perang Khaibar beberapa sahabat menghadap Rasulullah seraya
mengatakan: Fulan mati syahid dan Fulan mati syahid sehingga mereka datang atas
seorang lelaki maka mereka berkata: Fulan mati syahid. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: Tidak, sesungguhnya saya melihatnya ada di neraka,
karena ia menyembunyikan sehelai burdah (baju) atau aba’ah. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Wahai Ibnul Khatthab, pergilah maka serukan
kepada orang-orang bahwa tidak masuk surga kecuali orang-orang mu’min.” Ia (Umar)
berkata: Maka aku keluar lalu aku serukan: Ingatlah sesungguhnya tidak masuk surga
kecuali orang-orang mu’min. (HR. Muslim)

ُ‫سلَّ َم ِِلَى َخ ْيبَ َر فَفَت َ ََ اللَّه‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ِِّ ِ‫ خ ََرُْ نَا َِ َع النَّب‬: ‫ع ْنهُ قَا َل‬ َ ُ‫ي اللَّه‬ ِ ‫ث أَبِي ُه َري َْرة َ َر‬
َ ‫ض‬ ُ ‫َحدِي‬
‫سو ِل اللَّ ِه‬ ُ ‫طلَ ْقنَا ِِلَى ْال َوادِي َو َِ َع َر‬ َ َ‫ام َوالُِِّي‬
َ ‫اب ث ُ َّم ا ْن‬ َّ ‫ع َو‬
َ َ‫الطع‬ َ ‫َنِ ْمنَا ْال َمت َا‬َ ‫علَ ْينَا فَلَ ْم نَ ْْنَ ْم ذَهَبا َو ََ َو ِرقا‬
َ
‫ب فَلَ َّما نَََ ْلنَا‬ ُّ ‫عةَ بْ ََ زَ ْي ٍد ِِ ْ َ بَنِي ال‬
ِ ‫ضبَ ْي‬ َ ‫عى ِرفَا‬ َ َ‫ع ْبدٌ لَهُ َو َهبَهُ لَهُ َر ُُ ٌل ِِ ْ َ ُُذ‬
َ ْ‫ام يُد‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ
ُ‫س ْه ٍم فَ َكانَ فِي ِه َحتْفُهُ فَقُ ْلنَا َهنِيئا لَه‬َ ِ‫ي ب‬َ ِِ ‫سلَّ َم يَ ُح ُّل َرحْ لَهُ فَ ُر‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو ِل اللَّ ِه‬ ُ ‫ع ْبدُ َر‬ َ ‫ام‬َ َ‫ْال َوادِي ق‬
َ‫ش ْملَة‬ َّ ‫س ُِ َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه ِِ َّن ال‬ُ ‫سلَّ َم َك َّاًل َوالَّذِي نَ ْف‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو ُل اللَّ ِه‬ ُ ‫سو َل اللَّ ِه قَا َل َر‬ُ ‫ش َهادَة ُ يَا َر‬ َّ ‫ال‬
‫اس فَ َجا ََ َر ُُ ٌل بِش َِراٍٍ أ َ ْو‬ ُ َّ‫ع الن‬َ َِ َ‫ص ْب َها ْال َمقَا ِس ُم قَا َل فَف‬
ِ ُ ‫علَ ْي ِه نَارا أ َ َخذَهَا ِِ ََ ْالَْنَائِ ِم يَ ْو َم َخ ْيبَ َر لَ ْم ت‬ ُ ‫لَت َْلت َ ِه‬
َ ‫ب‬
‫َار أ َ ْو‬
ٍ ‫سلَّ َم ِش َراٌٍ ِِ ْ َ ن‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو ُل اللَّ ِه‬ َ َ ‫سو َل اللَّ ِه أ‬
ُ ‫صبْتُ يَ ْو َم َخ ْيبَ َر فَقَا َل َر‬ ُ ‫ِش َرا َكي ِْ َ فَقَا َل يَا َر‬
ٍ ‫ان ِِ ْ َ ن‬
‫َار‬ ِ ‫* ِش َرا َك‬

Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Kami keluar


bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju ke Khaibar. Allah memberikan
kemenangan kepada kami, tetapi kami tidak mendapatkan harta rampasan perang
berupa emas atau perak. Kami hanya memperoleh barang-barang, makanan dan
pakaian. Kemudian kami berangkat menuju ke sebuah lembah dan terdapat seorang
hamba bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam milik beliau yang diberikan
oleh seorang lelaki dari Judzam. Hamba itu bernama Rifa’ah bin Zaid dari Bani Ad-
Dhubaib. Ketika kami menuruni lembah, hamba Rasulullah itu berdiri untuk melepaskan
pelananya, tetapi dia terkena anak panah dan ternyata itulah saat kematiannya. Kami
berkata: Ketenanganlah baginya dengan Syahid wahai Rasulullah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak mungkin! Demi Dzat yang jiwa
Muhammad ada di tangan-Nya, sesungguhnya sehelai baju yang diambilnya dari harta
rampasan perang Khaibar, yang tidak dimasukkan dalam pembahagian akan
menyalakan api Neraka ke atasnya. Abu Hurairah berkata: Maka terkejutlah orang-
orang Islam. Lalu datanglah seorang lelaki dengan membawa seutas atau dua utas tali
pelana, lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku mendapatkannya semasa perang Khaibar.
Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Seutas atau dua utas tali pelana itu dari Neraka. (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
َ َ‫َلُوَ يَأتِي به ي‬
(( ‫وم ال ِقيَا َِ ِة‬ َ ‫)) َِ ِ َ ا ْست َ ْع َم ْلنَاهُ ِِ ْن ُك ْم‬
َ ‫علَى‬
ُ َ‫ َكان‬، ُ‫ فَ َكت َ َمنَا ِِ ْخيَطا فَ َما فَ ْوقَه‬، ‫ع َمل‬

Barangsiapa di antaramu kami minta mengerjakan sesuatu untuk kami, kemudian ia


menyembunyikan satu alat jahit (jarum) atau lebih dari itu, maka perbuatan itu ghulul
(korupsi) harus dipertanggung jawabkan nanti pada Hari Kiamat. (HR. Muslim)

Dalam keampat hadits ini menjelaskan tentang saknsi yang akan diterima oleh
seorang koruptor. Di akhirat para koroptor tersebut akan mendapat ancaman neraka.
Sedangkan di dunia mereka akan mendapat takzir, yaitu hukuman yang ditentukan oleh
nash melainkan oleh penguasa.

E. SYARAH AL-HADITS
Dalam kitab Subulus Salam dijelaska sebuah hadits tentang uang suap (korupsi). Yaitu:
Dan dari ABU Hurairah radhiyallahu Anhu berkat, “Rasulallah SAW melaknat penyuap
dan orang yang di suap dalam perkara peradilan” (HR. Ahmad dan Al-Bara’ah serta di
hasankan oleh ibnu hibban).
Muhammad Bin Ismail Al-Amir, pengarang kitab tersebut menafsirkan:
Uang suap hukumnya haram menurut kesepakatan para ulama, baik terhadap seorang
hakim maupun terhadap seorang petugas pengumpul zakat dan lain-lain. Allah ta’ala
berfirman:
188. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.(QS. Al-Baqarah :188)
Harta yang di terima seorang hakim ada empat macam: uang suap, hadiah, upah dan
rezeki yan g lain.
Dinamakan ‘uang suap’ apabila uang yang diberikan kepada hakim memutuskan hukum
dengan cara yang tidak hak. Maka, uang ini hukumnya haram baik bagi orang yang
meberi maupun yang menerimanya. Jika uang suap diberikan kepada hakim agar pemberi
uang suap tersebut mendapat haknya kembali, maka hakim mendapat dosa jika
menerima uang suap itu, sementara si pemberi suap tidak, karena yang ia ambil adalah
haknya sendiri. kasus ini sama seperti memberi hadia kepada orang yang berhasil
menangkap hamba-budak- yang lari atau seperti upah yang di berikan kepada seseoarang
sebagai wakil untuk sebuah persengketaan. Ada juga yang berpendapat bahwa si pemberi
suapa juga berdosa karen ia telah menjerumuskan si hakim dalam perbuatan dosa.
Dinamakan ‘hadiah’ jika uang atau harta itu di berikan sebelum hakim menduduki
jabatannya sebagai seorang hakim. Maka halal hukumnya bagi si pemberi itu meneruskan
kebiasaannya dengan memberikan hadia tersebut. Jika hadia tersebut tidak diberikan
sebelumnya kecuali setelah hakim menduduki jabatannya sebagai dan si pemberi hadiah
tidak memiliki persengketaan atau permasalahan yang di tangani oleh hakim, maka
hadiah tersebut boleh diambil hakim, hanya saja hukumnya makruh. Akan tetapi bila si
pemberi hadiah sedang berseketa yang ditangani oleh hakim, maka haram bagi hakim
menerima hadiah tersebut dan yang memberi hadiahpun hukumnya haram.
Dinamakan ‘upah’ apabila seorang hakim sudah mendapat gaji secara rutin dari
baitul mal, maka haram baginya untuk menerim upah dalam memutuskan perkara. Hal ini
sudah menjadi kesepakatan para ulama. karena hakim sudah mendapatkan gaji yang
diambil dari baitul mal atas jabatan hakim yang ia emban. Jadi tidak perlu lagi untuk
kasus yang ia tangani, karena hal itu sudah menjadi tugasnya. Akn tetapi, apabila upah
tersebut tidak berasal dari baitul mal dan bukan upah atas pekerjaannya sebagai hakim
maka hukumnya boleh. Jika hakim mengambil upah melebihi upah yang sewajarnya,
maka hukumnya haram. Sebab upah diberikan imbalan atas pekerjaan yang sudah
dilakukan, bukan karena jabatan hakim yang dipegang. Oleh karena itu, posisinya sebagai
hakim tidak berhak dijadikan alasanuntuk mendapatkan upah lebih dari yang sewajarnya.

Dalam buku Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, yang di tulis oleh Nurul Irfan,
dijelaskan bahwa dalam fiqih jenayah terdapat unsur-unsur dan definisi yang mendekati
termenologi korupsi di masa sekarang. Yaitu ghulu, risywah, ghasab, khianat, syariqah
dan hirabah.3

3
Ibid, hlm. 78.
Dua adiantaranya yang paling dekat dengan korupsi yang dikenal sekarang adalah
ghulul (penggelapan) dan risywah (penyuapan). Sehingga yang akan di jabarkan dalam
makalah ini hanya dua jarimah tersebut.
1. Ghulul (penggelapan)
Pada mulanya ghulul didefinisikan sebagai tindakan menghususkan atau memisahkan
yang dilakukan oleh salah seorang tentara, baik ia seoarng pemimpin atau bukan
prajurit terhadap rampasan perang sebelum dibagi. Tanpa menyerahkan terlebih
dahulu kepada pemimpin untuk dibagi menjadi lima bagian, meskipun harta yang
digelapkan itu sedikit. Seiring dengan perkembangan zaman, definisi ghulul semakin
meluas. Yang pada mulanya hanya terbatas pada tindakan pengambilan, penggelapn
atau berlaku curang dan khianat terhadap rampasan perang, dalam pemikiran
berikutnya berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta
lain, seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama
kaum muslim, harta bersama dalam kerja sama bisnis, harta negara, harta zakan dan
lain-lain.
2. Risywah (penyuapan)
Riswah adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan kemaslahan atau
sesuatu yang diberikan dalam rangka membenarkan yang batil/salah atau
menyalahkan yang benar.

F. TAHLIL AL-HADITS
A. Pengertian Korupsi
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yamg busuk, jahat dan merusak,
dapat disuap, tidak bermoral,penyimpangan dari kesucian dan ketidak jujuran.
Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan
semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang
busuk, jabatan atau instansi atau aparatur perintah, penyelewengan kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan
keluarga atau golongan dalam kedinasan di dalam kekuasaan jabatannya, dengan
demikian secara harfiah, dapat ditarik bahwa sesungguhnya istilah korupsi
memiliki arti yang sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
2. Korupsi; busuk; rusak; suka memakai uang atau barang yang di percayakan
kepadanya; dapat di sogok (melalui kekuasaanya untuk kepentingan pribadi).4

Bahruddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan


istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah
penyuapan, yang berhubungan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang
menyangkut kepentingan umum. Definisi ini diambil dari definisi yang
dikemukakan antara lain berbunyi, financial manipulation and delection injurious
to the economy areoften labeled corrupt (mani pulasi dan keputusan memgenai
keuangan yang membahayakan perekenomian sering di kategorikan korupsi)
selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa istilah ini sering juga dipakai terhdap
kesalahan ketetapan oleh pejabat yang menyangkut perekonomian umum.
Dikatakan pula, pembayaran terselubung dalam bentuk pemberian hadiah, ongkos
administarsi, pelayanan, pemberian hadiah kepada senak keluarga, pengaruh
kedudukan sosial, atau hubungan apa saja yang merugikan kepentingan dan
kesejahteraan umum, dengan atau tanpa pembayaran uang, biasanya diangagpa
sebagai perbuatan korupsi. Ia menguraikan pula bentuk korupsi yang lain. Yang
diistilahkan political corruption (korupsi politik)adalah korupsi pada penelitian
umum, termasuk memperoleh suara dengan uang, janji dengan jabatan atau
hadiah khusus, pemaksaan, intimidasi, dan campur tangan terhadap kebebasan
memilih. Korupsi dalam jabatan melibatkan penjualan suara dalam legislatif,
keputusan administrasi, atau kleputusan yang menyangkut pemerintahan.

B. KORUPSI DALAM PIDANA ISLAM


Dalam pidana islam, kualifikasi tindak pidana korupsi ada enam. Yaitu:

4
Evi Haratani, Tindak Pidana Korupsi(Sinar Garfika, 2006)
1. Ghulul (pengelapan)
2. Risywah (penyuapan)
3. Ghasab (mengambil paksa hak/ harta orang lain)
4. Khianat
5. Sariqah (pencurian)
6. Hirabah (perampokan)
Diantara ke enam tindak pidana islam tersebut yang pengertian sangat
mirip tau bahkan memang sama adalah ghulul (penggelapan) dan risywah
(penyuapan). Meski terkadang korupsi juga sering diqiaskan dengan sariqah
(pencurian). Namun jika dilihat dari sanksinya tentu saja sariqah beda dengan
korupsi. Karena sangsi untuk pelaku sariqah akan di had sedangkan korupsi
dengan takzir, yaitu hukuman yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash.
Hukuman yang bersifat mendidik dan menjerakan.
C. JENIS PENJATUHAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA
KORUPSI DI INDONESIA
Berdasarkan undang-undang nomer 31 tahun 1999, jenis penjatuhan yang
dilakukan hakim terhadap terdakwah tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut.5

1. Pidana mati
Dapat dipidana mati kepada setiap oprang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugika keuangan negara atau perekonomian negara ditentukan pasal 2
ayat (1) undang nomer 31 tahun 1999 yang silakukan dalam “keadaan
tertentu”. adapun yang diamksud dalam “keadaan tertentu” adalah pemberatan
bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan
pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku , pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan

5
Ibid, hal 12
tindak pidana korupsi, atau pada saat negara dalam keadaan krisis ekonomi
(moneter).
2. Pidana penjara
a. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun
atau paling lama dua puluh takun dan denda palilng sedikit dua ratus juta
rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah bagi setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain,
koporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara(
pasal 2 ayat(1))
b. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara panjara paling singkat satu
tahun dan/atau denda palin sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak
satu miliar rupiah bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri, orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atu kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara (pasal 3).
c. Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun atau
dengan denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak dua
ratus lima puluh juta rupiah bagi etiap orang yang melakukan tindak pidana
sebagaimana yang dimaksud dalam 209 kitab undang-undang hukum
pidana.
d. Pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun
dan/atau denda paling sedikit seratus lima juta rupiah dan paling banyak
tujuh ratus lima puluh juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan tindak
pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 210 KUHP. (pasal 6)
e. Pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun
dan/denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak tiga ratuslima
puluh juta rupiah bagi setiap orang yang melakuakan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 387 atau pasal 388 KUHP. (pasal 7)
f. Pidana penjara [paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun
dan/atau denda paling sedikit seratus lima puluh juata rupiah dan paling
banyak tujuh ratus lima puluh juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 415 kitab undang-undang
hukum pidana.(pasal 8)
g. Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun
dan/atau denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak dua
ratus lima puluh juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 416 KUHP. (pasal 9)
h. Pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun dan
denda paling sedikit seratus juta rupiah dan apling banyak tiga ratus lima
puluh juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 417 KUHP. (pasal 10)
i. Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun
dan/atau denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak dua
ratus lima puluh juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana
sebagaiman dimaksud pasal 418 KUHP. (pasal 11)
j. Pidana penjara seumur hidup dan/atau pidana penjara paling singkat empat
tahun dan paling lama dua puluh tahun dan/atau denda paling sedikit dua
ratus juta rupiah dan paling banyak satu juta miliar rupiah bagi setiap orang
yang melakuakan tindak pidana sebagiman dimaksud dalam pasal 419, pasal
420, pasal 423, pasal 25, pasal 435 KUHP. (pasal 12)
k. Pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas
tahundan/atau denda paling sedikit seratus lima puluh juta rupiah dan paling
banyak enam ratus juta rupiah bagi setiap oarng yang dengan sengaja
mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan, penutupan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka atau terdakwah ataupun para saksi dalam perkar korupsi.
(pasal 21)
l. Pidana penjara paling sedikit tiga tahun dan paling dua belas tahun dan/atau
denda paling sedikit seratus liam puluh juta rupiah dan paling banyak enam
ratus juta rupiah bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28,
pasal 29, pasal 35dan pasal 26 undang-undang nomer 31 tahun 1999yang
tidak sengaja memberikan keterangan yang tidak benar. (pasal 22)
m. Pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama enam tahun
dan/denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak tiga ratus
juta rupiah sebagi mana dimaksud dalam pasal 220, pasal 231, pasal 421,
pasal 422, pasal 429, pasal 430 kitab undang-undang hukum pidana. (pasal
23)
n. Pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak seratus
lima puluh juta rupiah bagi siksa yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dalam undang-undang nomer 31
tahun 1999. (pasal 24)
3. Pidana tambahan
a) Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terdimana diman tindak
pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan
barang tersebut.
b) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama
dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
c) penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama satu
tahun.
d) Pencabuatan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan
seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat dberika
oleh pemerintah kepada terpidana.
e) Jika terpidan tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu
satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan di lelang
untuk menutupi uang pengganti tersebut.
f) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk
membayar uang penganti maka terpidana dengan pidana penjara yang
lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya
sesuai ketentuan undang-undang nomer 31 tahun 1999 dan lamanya pidana
tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
4. Gugatan perdata kepada ahli warisnya
Dalam hal terdakwah meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di
sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan
negara,maka penuntup umum segera menyerhkan salainan berkas berita acara
sidang tersebut kepada jaksa pengacara negara atau diserahkan kepada
instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata pada ahli warisnya.
5. Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi.
Pidana pokok yang dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan
maksimum ditambah 1/3(sepertiga).penjatuhan pidana ini melalui
proseduralketentuan pasal 20 ayat (1-6). Undang-undang nomer 31 tahun
1999 adalah sebagai berikut.
a) Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap
korporasi dan/atau pengurusnya.
b) Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja
maupun berdasarkan hubungan lain, bertindaka dalam lindungan korporasi
tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
c) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka
korporasi tersebut diwakili oleh pengerus, dan
d) Kemudian pengurus tersebut dapat diwakili kepada orang lain.
e) Hakim dapat memerintah supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut di
bawa kesidang pengadilan.
f) Dalam hal tuntutan pidan adilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus di temapat tinggal pengurus tau di tempat pengurus berkantor.

D. CONTOH KASUS KORUPSI6

6
Liputan 6. Com, on 10 Mar 2015 at 21:05 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan 3
orang sebagai tersangka pada kasus dugaan pemberian hadiah atau janji terkait
permintaan izin operasional PT Indokliring Internasional yang dikeluarkan oleh
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Ketiga tersangka itu adalah, Moch Bihar Sakti Wibowo selaku Direktur Utama
Bursa Berjangka Jakarta, Hassan Widjaja dan Sherman Rana Krisna selaku
pemegang saham di Bursa Berjangka Jakarta.

"Penyidik menemukan bahwa ketiga tersangka diduga memberi hadiah atau janji
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya
pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK,
Priharsa Nugraha dalam pesan singkat di Jakarta, Selasa (10/3/2015).

Ketiga tersangka diduga menyuap uang Rp 7 miliar kepada Syahrul Raja


Sempurnajaya yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi pada Kementerian Perdagangan.

"Ketiga tersangka yang saat itu bermaksud mendirikan lembaga kliring PT


Indokliring Internasional diduga memberikan uang sejumlah Rp 7 miliar rupiah
kepada Kepala Bappebti untuk memuluskan permohonan izin operasional yang
dikeluarkan oleh Bappebti," terang Priharsa.

Atas perbuatannya, ketiga orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1)
huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 juncto
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dijelaskan Priharsa, kasus ini merupakan pengembangan dari penyidikan dugaan


tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait penanganan perkara
investasi di CV GA/PT ACF yang dilakukan oleh tersangka Syahrul Raja
Sempurnajaya.

E. FAKTOR PENYEBAB KORUPSI


1. Lemahnya pendidikan agama dan etika.
2. Kolonialisma. Suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetian dan
kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
3. Kurangnya pendidikan. Namun kenyataanya sekarang kasus-kasus korupsi
diindonesia dilakukan oleh para koruptor yang memiliki kemampuan
intelektual yang tinggi, terpelajar dan terpandang sehingga lasan ini dapat
dikatakan kurang tepat.
4. Kemiskinan. Pada kasus korupsi yang merebak diindonesia, para pelakunya
bukan didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab banyak
terbukti dari banyak koruptor indonesia buakanlah dari kalangan orang tidak
mampu atau miskin.
5. Tidak adanya saksi yang keras.
6. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi.
7. Strtuktur pemerintahan.
8. Perubahan radikal. Pada saat sistem nilai mengalami perubahan radikal,
korupsi muncul sebagai suatu penyakit tarnsisional.
9. Keadaan masyarakat. Korupsi dalam satu birokrasi bisa mencerminkan
keadaan masyarakat secara keseluruhan.

F. DAMPAK KORUPSI
Efek dari perbuatan ini begitu luas dan mengakar. Dibawah ini akan
disebutkan beberapa dampak dari tindak pidana korupsi.
a. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah.
b. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam pandangan masyarakat.
c. Menyusutnya penadapat negara.
d. Rapuhnya keamana dan pertahanan negara.
e. Perusakan mental pribadi.
f. Hukum tidak lagi dikhormati.

BAB III

PENUTUP
 KESIMPULAN
1. Korupsi dalam islam disebut ghulul(penggelapan) dan risywah (penyuapan).
Walaupunterkadang korupsi juga sering diqiyaskan pada sariqah yaitu tindakan
pencurian.
2. Dalam islam sanksi untuk korupsi adalah ditakzir. Yaitu sanksi yang ditentukan oleh
penguasa. Selain sanksi yang berlaku di dunia tersebut pelaku korupsi atau koruptor
juga mendapat ancaman siksa neraka.
DAFTAR PUSTAKA

Ash-San’ani, Muhammad bin Ismail, Subulus Salam: syarah bulughul maram (Jakarta, Darus
Sunnah Press, 2014)

Baqi, Muhammad Fuad Abdul Al-Lu’lu’ wal Marjan: Mutiara Hadits Shahih Bukhari dan
Muslim (Ummul Qura, Jakarta, 2013)

Hartani, Evi, Tindak Pidana Korupsi (Jakarta, Sinar Grafika, 2006)

Irfan, Nurul, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam (Jakarta, Amzah, 2011)

Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008)

Liputan 6. Com, on 10 Mar 2015 at 21:05 WIB

Zuhri, Muhammad dkk, Terjemah Sunan At-Tirmidzi (Semarang, CV. Asy Syifa’)

Anda mungkin juga menyukai