Anda di halaman 1dari 23

An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No.

1 (2021)
An-Nur: Jurnal Studi Islam
P-ISSN 1829-8753 - E-ISSN 2502-0587
Vol. 13 No. 1 (January – June 2021)
Available at: https://jurnalannur.ac.id/index.php/An-Nur

PENDIDIKAN KARAKTER MULTIDIMENSI SEBAGAI


APLIKASI KONSEP MERDEKA BELAJAR DALAM
MENYAMBUT BONUS DEMOGRAFI

Aris Armeth Daud Al Kahar


Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado
e-mail: arisarmeth@yahoo.com

Abstrak

Pendidikan karakter bangsa adalah satu langkah persiapan yang harus dilakukan untuk
menyambut bonus demografi. Untuk menjadikan bangsa berkarakter, diperlukan adanya langkah
yang strategis guna membangun bangsa yang lebih beradab. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis
penelitian kualitatif deskriptif dengan kajian literatur. Hasil dari penelitian ini adalah merdeka
belajar merupakan sebuah gagasan yang membebaskan para guru dan peserta didik dalam
menentukan sistem pembelajaran. Tujuan dari merdeka belajar, yakni menciptakan pendidikan
yang menyenangkan bagi peserta didik dan guru karena selama ini pendidikan di Indonesia lebih
menekankan pada aspek pengetahuan daripada aspek keterampilan. Merdeka belajar juga
menekankan pada aspek pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Selain itu, Indonesia pada saat ini akan dihadapkan dengan bonus demografi di mana masyarakat
Indonesia yang berusia produktif akan lebih banyak. Bonus demogafi adalah suatu fenomena di
mana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan suatu negara karena
jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi untuk usia muda sudah semakin
kecil dan proporsi usia lanjut sedikit. Pendidikan karakter multidimensi hadir sebagai langkah
mempersiapkan masyarakat indonesia yang tidak hanya produktif melainkan juga berkarakter
melalui pendidikan di setiap lini kehidupan masyarakat Indonesia baik pada jalur formal, informal,
maupun nonformal.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Merdeka Belajar, Bonus Demografi

Abstract

National character education is a preparatory step that must be taken to facing the demographic
devidend. To make a nation with character, it requires strategic steps to build a more civilized nation.
This research belongs to the type of descriptive qualitative research with literature review. The results of
this study are independent learning is an idea that frees teachers and students to determine the learning
system. The goal of independent learning is to create education that is fun for students and teachers
because so far education in Indonesia has emphasized the knowledge aspect rather than the skill
aspect. Freedom of learning also emphasizes aspects of character development in accordance with the
values of the Indonesian nation. In addition, Indonesia at this time will be faced with a demographic
bonus in which there will be more Indonesian people who are of productive age. Demogafi devidend is

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 67 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

a phenomenon in which the population structure is very beneficial in terms of the development of a
country because the population of productive age is very large, while the proportion for young people is
getting smaller and the proportion of elderly people is small. Multidimensional character education is
present as a step to prepare Indonesian people who are not only productive but also have character
through education in every line of Indonesian society's life, both on formal, informal and non-formal
channels.

Keywords: Character Education, Independent Learning, Demographic Bonus

A. Pendahuluan

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi besar untuk
mengembangkan sumber dayanya, apalagi ditambah dengan beberapa tahun
terakhir ini Indonesia akan dihadapkan dengan bonus demografi. Bonus demografi
adalah peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari
besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi
kependudukan yang dialaminya.1 Bonus demografi akan menjadi pilar peningkatan
produktifitas suatu Negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui
pemanfaatan SDM yang produktif dalam arti bahwa penduduk usia produktif
tersebut.
Hal ini akan mampu dicapai jika pemerintah bersama masyarakat Indonesia
dapat memanfaatkan bonus demografi yang diperkirakan akan dimulai pada tahun
2020. Tentu saja, ada prasyarat yang harus dipenuhi untuk bisa memanfaatkan
bonus demografi tersebut, salah satunya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia harus sudah memadai dan mampu memberikan kontribusi terhadap
peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan bukan
menjadi pengangguran yang membebani perekonomian nasional.
Kualitas SDM adalah tonggak utama dalam memanfaatkan datangnya
bonus demografi. Potensi bonus demografi ini menuntut sumber daya manusia
untuk lebih produktif, profesional, dan berkualitas. Masyarakat Indonesia dituntut
untuk ikut serta dalam pembangunan nasional, sehingga mampu menghasilkan

1 Kemendikbud RI, Peta Jalan Generasi Emas Indonesia 2045 (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 7

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 68 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan memiliki tabungan yang


dapat menjadi investasi ke depan.
Adanya potensi besar yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia akan
sejalan dengan tantangan besar yang juga akan dihadapi. Hal ini menjadi bumerang
tersendiri bagi Indonesia.2 Masyarakat dituntut harus produktif dan fokus pada
kegiatan usahanya akan berpotensi mengesampingkan karakter dan moral.
Orientasi pada produktifitas akan memicu meningkatnya sifat individualisme yang
akan menggerus nilai-nilai dan karakter bangsa. Ketika masyarakat merayakan
kebebasan individual dan sekolah-sekolah tetap bersikap netral dalam persoalan
nilai dan karakter, maka awan gelap akan muncul di atas horizon moralitas. Hal ini
dapat dilihat adanya bukti-bukti adanya penurunan moralitas, diawali dari
masyarakat secara luas dan selanjutnya di kalangan remaja. Sejenak, ada kesan
seolah-olah kemapanan adalah sumber dari semua kejahatan. Skandal-skandal
institusional tanpa sungkan terus menerus merusak. Pejabat-pejabat publik dengan
seringnya terpampang dimedia ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Penyuapan, penggelapan dana masyarakat, dan pencucian uang
adalah jalan bagi para oknum pemburu kemapanan.
Jika kita berkaca pada negara Amerika serikat, Economic Policy Institute merilis
studi yang menunjukkan bahwa pada dekade terakhir kaum kaya Amerika
mengalami peningkatan yang signifikan sedangkan kaum miskin justru semakin
miskin. Tidak mengherankan jika pencarian kemakmuran pribadi ini dibarengi
dengan menurunnya tanggung jawab dan karakter sebagai warga negara.3
Dihadapkan dari persoalan semacam itu, Indonesia harus kembali menoleh
pada sistem pendidikan. Ketika masyarakat Indonesia berdiri di awal abad 21 dan
menghadapi bonus demografi, paling tidak ada beberapa alasan mengapa harus
membuat komitmen dengan pikiran jernih dan sepenuh hati untuk mengajarkan
nilai-nilai moral dan membangun karakter yang paripurna. Pendidikan karakter

2 Nur Falikhah, “Bonus Demografi Peluang dan Tantangan bagi Indonesia”, Alhadharah; Jurnal

Ilmu Dakwah, Vol.16, No.32, 2017, 7.

3 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter, (Bandung: Nusa Media, 2013). 12

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 69 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

multidimensi adalah suatu pembentukan karakter dengan menyeluruh, dan


berkaitan di setiap unsur-unsurnya. Dengan pembentukan karakter yang
menyeluruh ini, bangsa Indonesia akan menyambut bonus demografi dengan
produktif berkarakter melalui pendidikan karakter multidimensi.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan


kajian literatur.4 Deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat dan
sesuai dengan sifat karakter alamiah data itu sendiri. Data yang dianalisis, yaitu
pendidikan karakter multidimensi, konsep Merdeka Belajar dari Kemendikbud.
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi
dengan teknik baca dan catat.5

C. Hasil dan Pembahasan


1. Merdeka Belajar
Nadiem Anwar Makariem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayan
dalam pidatonya memperingati Hari Guru Nasional menjelaskan bahwa konsep
“Merdeka Belajar” merupakan kebebasan berpikir dan kebebasan berinovasi.
Esensi utama kemerdekaan berpikir, yaitu berada pada pendidik. Tanpa terjadi pada
pendidik, maka tidak mungkin terjadi pada peserta didik. Selama ini, peserta didik
belajar di dalam kelas, di tahun-tahun mendatang peserta didik dapat belajar di luar
kelas atau outing class, sehingga peserta didik dapat berdikusi dengan guru tidak
hanya mendengarkan ceramah dari guru, namun mendorong peserta didik menjadi
lebih berani tampil di depan umum, cerdik dalam bergaul, kreatif, dan inovatif.
Merdeka belajar memfokuskan pada kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan
kreatif. Guru juga diharapkan menjadi penggerak untuk mengambil tindakan yang

4 Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia, 2019), 6

5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2014), 220

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 70 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

muaranya memberikan hal yang terbaik untuk peserta didik, serta guru diharapkan
mengutamakan peserta didik di atas kepentingan karirnya.6
Selain itu, Nadiem telah menetapkan beberapa hal terkait dengan
pendidikan di Indonesia sebagai upaya menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu dan berkualitas. Artinya, sistem pembelajaran akan berganti, dari yang
awalnya tatap muka di dalam kelas akan menjadi di luar kelas (out door). Suasana
pembelajaran akan berjalan lebih rileks, karena peserta didik dapat mendiskusikan
materi bersama guru, belajar dengan outing class, peserta didik tidak hanya sekedar
mendengarkan penjelasan materi guru, pembentukan karakter peserta didik yang
berani, mandiri, berakhlak, kompetisi, dan tidak hanya mengandalkan sistem
ranking. Pada kenyataannya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang
berbeda-beda sesuai dengan bakat dan minatnya.7
Terdapat empat poin yang terkandung dalam kebijakan Merdeka Belajar.
Pertama, Ujian Nasional (UN) yang akan diganti dalam bentuk lain seperti asesmen
kompetensi minimum dan survei karakter. Kedua, sekolah akan diberikan
kewenangan untuk menyelenggarakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN),
sekolah diberikan hak prerogratif dalam menentukan penilaian, seperti portofolio,
tugas proyek, karya tulis, atau bentuk penugasan lain. Ketiga, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) disederhanakan menjadi satu lembar, sehingga guru dapat
lebih fokus dalam membimbing dan mamantau perkembangan belajar pada peserta
didik. Keempat, penerimaan peserta didik baru menggunakan sistem zonasi yang
diperluas.8
Kemendikbud menyatakan perlu adanya kerjasama yang sinergis antara
program pendidikan yang dilakukan dengan lingkungan keluarga. Hal ini menjadi
pedoman adalah Tri Sentra Pendidikan yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara.

Direktorat Jenderal Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Merdeka Belajar, (Jakarta:


6

Kemendikbud, 2019).

7 Siti Mustaghfiroh, “Konsep Merdeka Belajar Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey.”
Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, Vol. 3, No. 1, 2020, 146.

8 Firda Wahdani, & Hamam Burhanuddin, “Pendidikan Keluarga di Era Merdeka Belajar.” Al-
Aufa: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman, Vol. 2, No. 1, 2020, 1-10.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 71 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

Tri Sentra Pendidikan menuntut adanya keselarasan pendidikan pada satuan


pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Masyarakat yang kuat jiwa dan badannya
yang akan sanggup mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Pendidikan karakter di
setiap dimensi merupakan investasi jangka panjang masyarakat untuk melaksanakan
bonus demografi. Dengan pendidikan karakter, diharapkan masyarakat tidak hanya
menjadi produktif melainkan mempunyai kepribadian yang baik, sehingga dapat
menjadikan masyarakat Indonesia lebih bekerja keras, kreatif, inovatif, tangguh,
mandiri, dan bertanggung jawab.
2. Bonus Demografi
Suat Bonus demografi dapat didevinisikan suatu fenomena di mana struktur
penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan suatu negara karena
jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi untuk usia muda
sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut sedikit. Kondisi seperti ini tidak
mudah terjadi atau bahkan bisa dikatakan hanya memiliki kesempatannya satu kali.
Di Indonesia, kondisi ini merupakan wujud dari keberhasilan program kontrol
kelahiran bayi yang dicanangkan secara intensif pada tahun 1960-1970an yaitu
Program Keluarga Berencana oleh Pemerintah Orde Baru, karena moment
kemunculannya yang sangat langka, maka bonus demografi harus dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan nasional
melalui investasi sumber daya manusia dalam upaya peningkatan kualitasnya.9
Bonus demografi terjadi jika rasio angka ketergantungan berada pada titik
terendah, atau dengan kata lain, penduduk usia produktif (15-64 tahun) jauh lebih
tinggi dibandingkan penduduk usia non produktif (di bawah15 dan diatas 64 tahun)
dalam rentang waktu tertentu. Populasi usia produktif ini yang nantinya akan
menjadi “Golden Generation” dalam meghadapi bonus demografi mulai tahun 2010
dan puncak bonus demografi yang di Indonesia akan terjadi pada tahun 2045.
Dengan demikian beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus
diberikan oleh penduduk usia produktif kepada penduduk usia anak-anak (di bawah

9
Sri Maryati, “Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi di
Indonesia”, Journal of Economic and Economic Education, Vol.3, No.2, 2015, 124-136.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 72 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

15 tahun) dan tua (di atas 64 tahun) menjadi lebih ringan. Kemudian muncul
parameter yang disebut rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio yang
menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif.
Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang
hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka
rasio ketergantungan suatu negara, maka negara tersebut makin berpeluang
mendapatkan bonus demografi.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 juga menunjukkan hasil positif pada
penduduk usia produktif (15-64 tahun), di mana pada tahun 2010 porsinya
mencapai 66 persen dari total penduduk yang jumlahnya mencapai 157 juta jiwa.
Sedangkan jumlah penduduk usia muda (15-24 tahun) mencapai 26,8 persen atau
64 juta jiwa. Kenaikan angka usia produktif kerja tersebut menyebabkan semakin
kecilnya nilai angka ketergantungan menjadi 51. Hal ini berarti 100 penduduk usia
produktif menanggung 51 orang penduduk tidak produktif (di bawah 15 tahun dan
di atas 64 tahun). Menurut United Nations transisi demografi yang terjadi pada
beberapa dekade terakhir di Indonesia akan membuka peluang bagi Indonesia
untuk menikmati bonus demografi (demographic devident) pada periode tahun 2020-
2030.10
Bonus demografi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, jika potensi
masyarakat produktif dimanfaatkan dengan baik maka akan membantu
mengembangkan perekonomian negara menjadi maju. Namun disisi, lain jika
ledakan masyarakat produktif tidak terdayagunakan akan terjadi ledakan
pengangguran yang begitu besar. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
adalah faktor utama dalam memanfaatkan peluang ini. Masyarakat yang kuat jiwa
dan badannya yang akan sanggup mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Pendidikan karakter di setiap dimensi merupakan investasi jangka panjang
masyarakat untuk melaksanakan bonus demografi. Pendidikan karakter diharapkan
kepada masyarakat agar tidak hanya menjadi produktif melainkan mempunyai

10 Sri Maryati, “Dinamika Pengangguran Terdidik…., 124-136.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 73 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

kepribadian yang baik, sehingga dapat menjadikan masyarakat Indonesia lebih


bekerja keras, kreatif, inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab.

3. Pendidikan Karakter Multidimensi


a. Pendidikan karakter
Karakter itu adalah gambaran siapa diri sesungguhnya yang
menunjukkan identitas yang dimiliki seseorang atau sesuatu itu berbeda dengan
yang lainnya. Banyak para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang
karakter tetapi mempunyai arti atau makna yang sama. Seperti karakter menurut
Erich Fromm yang dikutip oleh Soedarsono dirumuskan sebagai alasan-alasan
yang disadari ataupun yang tidak disadari mengapa seseorang melakukan
tindakan-tindakan tetertentu.11 Selain itu, dia juga menambahkan pengertian
lain yang dikutip oleh Djumhana, yaitu karakter sebagai “ the relative permanent
from in wich human enrgy is canalized in the process of assimilation and socialization).12
(Bentuk permanen yang relatif, tempat energi manusia tersalurkan dalam proses
asimilasi dan sosialisasi).

Karakter ini meliputi serangkaian sikap seperti keinginan untuk


melakukan yang terbaik; kapasitas intelektual, seperti berpikir kritis dan integritas
moral; seperti jujur dan bertanggung jawab; mempertahankan prinsip-prinsip
moral dalam situasi penuh ketidakadilan kecakapan interpersonal dan emosional
yang memungkinkan sesorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai
keadaan; dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan
masyarakat.13 Dalam hal ini, karakter merupakan istilah yang menunjukkan pada
aplikasi nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tingkah laku. Walaupun istilah karakter
dapat menunjuk kepada karakter baik dan buruk, namun dalam aplikasinya

11 Soemarno Soedarsono, Membentuk Watak, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002), 50.
12 Hanna Djumhan, Integrasi Psikologi Dengan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2001), 104.
13
Tuhana Taufik Ardianto, Mengembangkan Karakter Suksse Anak di Era Cyber, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011), 20.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 74 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

seseorang dapat dikatakan berkarakter jika mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan


dalam perilakunya.14

Orang yang disebut berkarakter ialah orang yang dapat merspon segala
sesuatu secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata
melalui tingkah laku yang baik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang yang
didapatkan melalui pendidikan dan pengalaman yang menjadi nilai intrinsik yang
melandasi sikap dan perilakunya.

Adapun ciri-ciri orang yang memiliki karakter memiliki lima kriteria


sebagaimana yang disebutkan di bawah ini:

1) Jika orang tersebut memegang teguh nilai-nilai kehidupan yang berlaku


universal.
2) Memilki komitmen kuat dengan memegang prinsip-prinsip kebenaran
hakiki.
3) Harus mandiri meski menerima masukan dari luar.
4) Teguh akan pendirian yang benar.
5) Memiliki kesetiaan yang solid.

Dari semua pengertian karakter di atas, penulis menyimpulkan bahwa


karakter berarti segala nilai baik yang ada dalam diri manusia yang mendorong
manusia untuk berperilaku positif, sehingga seseorang dengan mudah
mengembangkan kapasitas intelektual dan integritas moralnya.

Sedangkan pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk menjadikan


masyarakat menjadi beradab baik melalui pendidikan formal, informal, non
formal dan dimensi dimensi lain yang mendukung. Menurut Hill dalam Masnur
Muslich character determines someone’s private thougts and someone’s actions done. Good
character is the inward motivation to do what is right, according to the highest standard of

14 Euis Sunarty, Menggali Kekuatan Cerita, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2015), 1

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 75 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

behaviur, in every situastion.15 Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara


berpikir dan berperilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja
bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara serta membantu untuk
membuat keputuasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

b. Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Konsep Merdeka Belajar


Masalah karakter merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena
kulitas bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas
harus dibentuk sejak dini dan juga harus memanfaatkan semua dimensi yang
ada. Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk karakter yang
berkualitas. Kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan mekanisme
institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga
berfungsi sebagai arena mencapai tiga hal prinsip dalam pembinaan karakter
bangsa yaitu; (1) pendidikan sebagai arena reaktivasi karakter luhur bangsa
Indonesia, (2) sebagai sarana untuk membangkitkan karakter bangsa yang dapat
mengakselerasi pembangunan, dan (3) sebagai sarana menginternalisasi kedua
aspek di atas.16

Pendidikan karakter multidimensi hadir untuk implementasi konsep


merdeka belajar. Pendidikan karakter di setiap lini kehidupan masyarakat akan
membentuk masyarakat yang tidak hanya produktif tetapi juga pekerja keras,
kreatif, inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab. Pemerintah telah
menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan kepada anak yaitu: religius,
jujur, toleran, disiplin, kerja keras, berpikir kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab.

15 Masnur Muchlish, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Multidimensional (Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2014), 38
16 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab …., viii

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 76 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

Penanaman karakter merupakan hal yang kompleks juga harus


dilaksanakan dengan cara yang kompleks pula. Seluruh kegiatan yang
mendukung pendidikan karakter harus ikut turun tangan. Kesemuanya itu akan
membuat pembentukan karakter lebih holistik dan saling berkait serta
berhubungan satu sama lain. Berikut ini adalah gambaran mengenai pendidikan
karakter multidimensi.

Intra Kurikuler

Ekstra Formal kokurikuler


kurikuler

Pendidikan karakter
multidimensi

Non Formal Informal

Gambar 1. Skema Pendidikan Karakter Multidimensi dalam merdeka belajar

1) Pendidikan Formal

Pendidikan karakter sangat efektif diterapkan pada jalur pendidikan formal.


Pendidikan karakter di sekolah tidak harus dengan menyusun kurikulum baru,
yaitu kurikulum pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter atau budi pekerti
dapat dimasukkan dalam pokok-pokok pembahasan. Dalam proses
pembelajaran di kelas, peserta didik mengungkap potensi-potensinya. Adanya
pendidikan formal masyarakat akan terdidik secara sistematis dalam ruang dan
waktu tertentu.

Setidaknya ada tiga tujuan dalam pendidikan di sekolah. Pertama,


kompetensi ilmu dan keterampilan. Pada level ini, peserta didik diarahkan
bagaimana supaya mampu meningkatkan status sosial, mendapat lapangan

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 77 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

pekerjaan. Kedua, penanaman nilai. Pada level ini, peserta didik diharapkan
memiliki kepribadian yang unggul serta karakter yang kuat. Ketiga, kemampiuan
(skill) yang dapat dimanfaatkan di dunia kerja.

Menurut Peraturan Menteri Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan


Pendidikan Karakter (PPK), pendidikan karakter adalah program pendidikan di
sekolah untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati,
olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara
satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Pelaksanaan program PPK berfokus pada struktur yang sudah ada dalam
sistem pendidikan nasional yakni program kurikulum dan kegiatan yang berbasis
pada kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Penyelenggaraan PPK pada Satuan
Pendidikan jalur pendidikan formal dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.

a) Kegiatan Intrakurikuler

Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran untuk


pemenuhan beban belajar dalam kurikulum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan PPK dalam kegiatan
intrakurikuler merupakan penguatan nilai-nilai karakter melalui kegiatan
penguatan materi pembelajaran, metode pembelajaran sesuai dengan
muatan kurikulum.17

Pelaksanaan PPK pada kegiatan intrakurikuler dilakukan dengan


pengintegrasian nilai-nilai karakter pada mata pelajaran. Pengintegrasian
pendidikan karakter dalam pembelajaran merespon sejumlah kelemahan
dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan

17 Peraturan Menteri Nomor 87 Pasal 1 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 78 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

karakter). Berikut ini adalah upaya inovasi pendidikan karakter di sekolah


adalah:18

1) Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata


pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke
dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam
setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.
2) Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan
pembinaan peserta didik.
3) Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan
pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga
sekolah.

Dari ketiga bentuk inovasi di atas, yang terpenting dan langsung


bersentuhan dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah
pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses pembelajaran.
Pengintegrasian pendidikan karakter melalui proses pembelajaran semua
mata pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu model yang banyak
diterapkan. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru
adalah pendidik karakter (character educator). Artinya, semua pendidik harus
memiliki sikap jujur dan berkarakter dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan (baca: mata pelajaran) secara apa adanya.19 Semua mata
pelajaran juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia
para peserta didik.20

18 Dit PSMP Kemdiknas, Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah

Pertama (Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas, 2010)


19 Ahmad Shofiyuddin Ichsan, “Revisiting the Value Education in the Field of Primary Education

(A Study on Abdurrahman An-Nahlawi’s Perspective)”, Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, Vol. 5,
No. 2, July-December 2019, 145.

20 H.E. Mulyasa, anajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 59

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 79 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah


dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi
pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan
lebih detail berikut ini :

1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis
Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar (SK/KD), pengembangan
silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan
ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-
nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD
yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini
tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat
dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru
dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan
dalam proses pembelajaran.
2) Tahap Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan,
inti, dan penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik
mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana
disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning
disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi
terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu,
perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model
pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
Dalam pembelajaran ini, guru harus merancang langkah-
langkah pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam
proses mulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup. Guru dituntut
untuk menguasai berbagai metode, model, atau strategi pembelajaran
aktif, sehingga langkah-langkah pembelajaran dengan mudah disusun
dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 80 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

ini, guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan


evaluasi (penilaian) terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap
karakter peserta didiknya.

3) Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang
sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter,
penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya
menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian
afektif dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan
pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan
pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilaian yang dilakukan guru bisa
benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian
yang benar sesuai dengan standar penilaian yang sudah ditetapkan
oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemendikbud) sudah menetapkan
Standar Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru dalam
melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan dalam standar ini
untuk melakukan penilaian, termauk dalam penilaian karakter. Dalam
penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang
dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang
subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar
pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala
Likert).

b) Kegiatan Kokurikuler

Menurut Peraturan Presiden No 67 Tahun 2017, kegiatan kokurikuler


adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan, pendalaman, dan/atau

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 81 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

pengayaan kegiatan Intrakurikuler.21 Menurut Winarno Hamiseno, kegiatan


kokurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran, yang dilakukan di sekolah
ataupun di luar sekolah dengan tujuan menunjang pelaksanaan program
intrakurikuler agar peserta didik dapat lebih menghayati bahan yang telah
dipelajarinya serta melatih peserta didik untuk melaksanakan tugas secara
bertanggung jawab.22
Pengertian kokurikuler di atas dapat diambil suatu pengertian
bahwa kegiatan kokurikuler merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan di
luar jam pelajaran, yang dapat menunjang kegiatan intrakurikuler dan
merupakan salah satu jalur pembinaan perilaku peserta didik khususnya di
bidang penghayatan keagamaan serta melatih peserta didik untuk
melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.
Adapun bentuk pelaksanaan kegiatan kokurikuler antara lain dapat
berupa pemberian tugas pekerjaan rumah secara kelompok atau perorangan.
Pemberian tugas secara kelompok diarahkan untuk mengembangkan sikap
gotong royong harga menghargai, tenggang rasa, kerjasama, yang akhirnya
dapat membentuk peserta didik menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.
Adapun macam-macam kegiatan yang dapat mengembangkan karakter
peserta didik adalah sebagi berikut:
a) Membuat ihtisar suatu materi pelajaran.
b) Membuat kliping.
c) Menyelesaikan soal-soal pekerjaan rumah.
d) Menyalin ayat atau surat pilihan.
e) Tugas-tugas lain yang dapat membangkitkan gairah peserta didik
agar memiliki sifat bertangung jawab.23
c) Kegiatan Ekstrakurikuler

21 Peraturan Menteri Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.


22 Winarno Hami Seno, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, (Jakarta, Depdikbud RI 1990),
5.
23 B. Suprapto Brotosiswoyo, Petunjuk Pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta:

Depdikbud RI, 1986,), 8.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 82 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

Ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan karakter dalam rangka


perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan
kemandirian peserta didik secara optimal.
Adapun jenis kegiatan ekstrakurikuler dapat berbentuk antara lain (1)
krida, meliputi kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik
(LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(Paskibra), (2) Karya Imiah, meliputi kegiatan ilmiah, kegiatan penguasaan
keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, (3) latihan/olahraga
bakat/prestasi, meliputi pengembangan bakat, olahraga, seni dan budaya, cinta
alam, jurnalistik, keagamaan dan lainnya.
Berikut adalah bentuk kegiatan keagamaan yang dapat menguatkan
karakter peserta didik:
a. Kegaiatan Pesantren Kilat
Pesantren kilat merupakan salah satu wahana dalam rangka penguatan
karakter perta didik. Pesantren kilat sendiri terdiri daru dua kata yaitu kata
pesantren dan kilat. Pesantren berasal dari kata “santri”, yaitu istilah yang
digunakan bagi orang-orang yang menuntut ilmu. Penggunaan istilah
pesantren karena sitem yang sering digunakan cenderung menggunakan ciri
khusus keIslaman dalam mengelola sistem pendidikannya.24 Yaitu suatu
lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang pendidik
atau disebut Kiai. Sedangkan kilat mempunyai makna cepat atau singkat.
Jadi pesantren kilat adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam waktu yang
relatif singkat. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat libur sekolah atau
pada bulan suci ramadhan.25
b. Baca tulis Al-Qur’an
Tujuan pengajaran Al-Quran adalah agar sebagai umat Islam bisa
memahami dan mengamalkan isi kandungan dalam Al-quran dalam

24 Ahmad Shofiyuddin Ichsan, dkk. “Pesantren and Liberating Education: A Case Study at Islamic
Boarding School ISC Aswaja Lintang Songo Piyungan Yogyakarta”, DAYAH: Journal of Islamic
Education, Vol. 4, No. 1. (2021), 112-127.

25
Departemen Agama, Panduan Pesantren Kilat (Yogyakarta: Depag, 2001), 2

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 83 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

kehidupan sehari-hari, menjaga dan memelihara baik itu dengan


mempelajari dan mengajarkan kepada orang lain sehingga pengajaran dan
pendidikan dapat terlaksana terus menerus dari generasi ke generasi sampai
akhir zaman kelak. Hal ini karena Al-quran adalah pedoman dan petunjuk
bagi umat Islam di dunia.
Pembinaan baca tulis Al-qur’an dilakukan agar setiap orang yang
mempelajarinya mengerti akan kebenaran isi di dalam kandungan Al-
qur’an belajar Al-qur’an harus dimulai. Dalam ilmu pendidikan modern,
Alqur’an bisa dipelajari dengan cara melihat tata bahasa yang berada di
dalamnya dengan cara menafsirkan satu persatu dengan kamus Bahasa
Arab.

2) Pendidikan Keluarga (Informal)


Pendidikan karakter dimulai sejak manusia dilahirkan, karena keluarga
disebut sebagai sekolah pertama yang dimasuki oleh anak. Anak yang diharapkan
memiliki karakter seharusnya terintegrasi dengan pendidikan keluarga yang
kondusif, sehingga tujuan menjadi pemuda Indonesia berakhlak dan berkarakter
tidak terputus di tengah jalan.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia akan belajar jadi penyabar.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar menjadi percaya diri. Jika
anak diajarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai, jika anak dibesarkan
dengan kasih sayang, ia akan terbiasa berpendirian.26 Kedekatan orang tua
terhadap anak sangat menentukan pertumbuhan karakternya. Beberapa
kebiasaan yang perlu diberikan kepada anak , yaitu:
1) Orangtua mengajak anak mengikuti pertemuan dengan orang dewasa.
2) Menyuruh melaksanakan tugas rumah, melatih mandiri, menghargai
waktu dan keuangan.
3) Membiasakan mengucap salam.
4) Menjenguk anak yang sakit.

26 Siti Musdah Mulia, Karakter Manusia Indonesia (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013), 115

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 84 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

5) Memilih teman yang baik.


6) Melatih berdagang.
7) Menghadiri acara yang diisyaratkan.
Generasi Indonesia yang akan terkena dampak bonus demografi adalah
masyarakat Indonesia milenial yang bercirikan selalu menggunakan sosial media
menjadi perhatian utama oleh orang tua. Di sinilah peran orang tua dalam
mendidiknya anaknya. Pendidikan tentang bagaimana cara berkomunikasi yang
baik, menyebarkan informasi positif, dan juga menggunakan gawai/handphone
secara bijak, sehingga ketika anak akan menghadapi bonus demografi akan
menjadi masyarakat yang memiliki karakter yang lebih baik.
3) Pendidikan Non Formal
Pendidikan yang ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan
masyarakat atau pendidikan non formal. Masyarakat memilki peran yang sangat
penting dalam membentuk karakter masyarakat milenial. Jika lingkungan baik,
perilaku anak juga baik. Jika lingkungan buruk perilaku anak juga mengikut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan mencederai stabilitas
pendidikan masyarakat. Pertama, saat ini masyarakat Indonesia sudah terjangkit
budaya individualistik sehingga melahirkan sikap permisif. Dahulu kita
menanggap bahwa anak-anak yang berada di lingkungan yang kita tempati
menjadi tanggung jawab bersama untuk membentuk pendidikan sosial. Namun
karena zaman sudah berubah, banyak masyarakat yang berpikiran bahwa apa
yang telah terjadi pada orang lain bukanlah urusan kita. Kita jarang memberikan
nasihat karena menganggap ustadzlah yang bertanggung jawab pada persoalan
moral. Kedua, budaya massa. Perlu diakui bahwa masih banyak masyarakat yang
belum siap berada di era yang canggih ini sehingga segala perubahan yang terjadi
tidak disaring terlebih dahulu dan ditelan mentah-mentah. Pendidikan non-
formal sejatinya diberikan kepada masyarakat sebagai pengganti, penambah dan
atau pelengkap pendidikan formal, yakni mencakup:
1) pendidikan life skill.
2) Pendidikan kepemudaan.
3) Pemberdayaan perempuan.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 85 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

4) Pendidikan keterampilan.
5) Pendidikan kesetaraan berupa kursus.
6) Kelompok belajar dan sanggar-sanggar.
Oleh karena itu, kesadaran dan kepedulian masyarakat sangat penting dan
dibutuhkan. Karakter generasi bangsa harus dihayati kembali untuk
meningkatkan pendidikan lingkungan. Selayaknya anggota masyarakat memuai
dengan cara menjalin hubungan dengan hangat antar tetangga, meningkatkan
intensitas musyawarah bersama dengan penduduk setempat guna mengevaluasi
keadaan lingkungan, mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan
keterampilan masyarakat, dan membangun religiusitas yang tiggi. Dengan begitu,
lingkungan akan menjadi kondusif dan berkarakter.

4. Harapan Masyarakat Indonesia di 2045


Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan
kontrol diri seseorang. Jika kontrol diri seseorang dapat dikembangkan, maka
akan melahirkan pula generasi yang mandiri, disiplin, kreatif, bertanggung jawab,
dan tangguh dalam menghadapi permasalahan di dalam kehidupan. Dengan
begitu, ketika pendidikan karakter telah ditanamkan sejak dini, bukan tidak
mungkin generasi muda yang nantinya menjadi usia produktif di Indonesia sudah
telah siap dan dapat menghadapi bonus demografi di tahun 2045 mendatang.
Kemampuan beradaptasi dan berkolaborasi dengan realitas zaman diperkuat
adanya daya saing yang mumpuni menjadi impian dan harapan besar di era tahun
2045 tersebut.27
Indikator karakter yang terwujud dalam perilaku insan berkarakter adalah
iman dan takwa, pengendalian diri, sabar, disiplin, kerja keras, ulet, bertanggung
jawab, jujur, membela kebenaran, kepatutan, kesopanan, kesantunan, taat pada
peraturan, loyal, demokratis, sikap kebersamaan, musyawarah, gotong royong,
toleran, tertib, damai, anti kekerasan, hemat, konsisten. Insan yang berperilaku

27Laila Fajrin, dkk. Pendidikan Ideal untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia (Yogyakarta:
Timur Barat, 2020), 7.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 86 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan perilaku cerdas


hendaknya pula diisi upaya yang cerdas.
Pendidikan karakter multidimensi hadir untuk menyambut datangnya bonus
demografi indonesia yang semakin dekat. Pendidikan karakter di setiap lini
kehidupan masyarakat akan membentuk masyarakat yang tidak hanya produktif
tetapi juga pekerja keras, kreatif, inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung
jawab. Pemerintah telah menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan
kepada peserta didik sebagaimana sudah dijelaskan di atas.
Dari penjelasan di atas, kiranya penulis dapat mengilustrasikan masyarakat
Indonesia pada era bonus demografi sebagai berikut:

20182018- 2045 Masyararakat produktif


2019-2020, ...
berkarakter; religius,
jujur, toleran, disiplin,
kerja keras, berpikir
kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin
tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah
Pendidikan air, menghargai
karakter prestasi, bersahabat,
multidimensi Puncak bunus
cinta damai, gemar
demografi
formal Non membaca, peduli
informal formal lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung
jawab.

D. Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan
kontrol diri seseorang. Jika kontrol diri seseorang dapat dikembangkan, maka akan
melahirkan pula generasi yang mandiri, disiplin, kreatif, bertanggung jawab dan
tangguh dalam menghadapi permasalahan di dalam kehidupan. Pendidikan karakter
multidimensi hadir untuk aplikasi merdeka belajar dalam menghadapi bonus
demografi Indonesia. Pendidikan karakter di setiap lini kehidupan masyarakat akan
membentuk masyarakat yang tidak hanya produktif tetapi juga pekerja keras, kreatif,

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 87 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemerintah telah
menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan kepada anak, sehingga 18
karakter tersebut diharapkan mampu membentengi diri dalam mempersiapkan
generasi emas Indonesia di tahun 2045 mendatang.

Daftar Pustaka

Brotosiswoyo, B. Suprapto. (1986). Petunjuk Pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan


Agama Islam. Jakarta: Depdikbud RI.

Dit PSMP Kemdiknas. (2010). Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di


Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas.

Djumhan, Hanna. Integrasi Psikologi Dengan Islam. (2001). Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Fajrin, Laila, dkk. (2020). Pendidikan Ideal untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia.
Yogyakarta: Timur Barat.

Falikhah, Nur Falikhah. (2017). “Bonus Demografi Peluang dan Tantangan bagi
Indonesia”. Alhadharah; Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 16 No. 32.

Ichsan, Ahmad Shofiyuddin. (2019). “Revisiting the Value Education in the Field of
Primary Education (A Study on Abdurrahman An-Nahlawi’s Perspective)”.
Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar. Vol. 5 No. 2. July-December.

Ichsan, Ahmad Shofiyuddin; Samsudin; Pranajati, Nindya Rachman. (2021).


“Pesantren and Liberating Education: A Case Study at Islamic Boarding School
ISC Aswaja Lintang Songo Piyungan Yogyakarta”. DAYAH: Journal of Islamic
Education. Vol. 4, No. 1.

Maryati, Sri. (2015). “Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus


Demografi di Indonesia”, Journal of Economic and Economic Education Vol.3 No.2.

Masnur Muchlish,. (2014). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Multidimensional.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 88 )
An-Nur: Jurnal Studi Islam, Vol. 13 No. 1 (2021)

Mulia, Siti Musdah. (2013). Karakter Manusia Indonesia. Bandung: Nuansa Cendekia.

Mulyasa, H.E. (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Mustaghfiroh, Siti. (2012). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John
Dewey.

Rukin. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif. Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia


Indonesia.

Soedarsono, Soemarno. (2002). Membentuk Watak, Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sunarty, Euis. (2015). Menggali Kekuatan Cerita. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Thomas, Lickona. (2013). Pendidikan Karakter. Bandung: Nusa Media.

Tuhana Taufik Sardianto. (2011). Mengembangkan Karakter Sukse Anak di Era Cyber.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Wahdani, Firda. & Burhanuddin, Hamam. (2020). “Pendidikan Keluarga di Era


Merdeka Belajar.” Al-Aufa: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman. Vol. 2 No. 1.

Winarno Hami Seno. (1990). Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta,
Depdikbud RI.

Pendidikan Karakter Multidimensi sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar dalam


Menyambut Bonus Demografi ( 89 )

Anda mungkin juga menyukai