1 (2021)
An-Nur: Jurnal Studi Islam
P-ISSN 1829-8753 - E-ISSN 2502-0587
Vol. 13 No. 1 (January – June 2021)
Available at: https://jurnalannur.ac.id/index.php/An-Nur
Abstrak
Pendidikan karakter bangsa adalah satu langkah persiapan yang harus dilakukan untuk
menyambut bonus demografi. Untuk menjadikan bangsa berkarakter, diperlukan adanya langkah
yang strategis guna membangun bangsa yang lebih beradab. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis
penelitian kualitatif deskriptif dengan kajian literatur. Hasil dari penelitian ini adalah merdeka
belajar merupakan sebuah gagasan yang membebaskan para guru dan peserta didik dalam
menentukan sistem pembelajaran. Tujuan dari merdeka belajar, yakni menciptakan pendidikan
yang menyenangkan bagi peserta didik dan guru karena selama ini pendidikan di Indonesia lebih
menekankan pada aspek pengetahuan daripada aspek keterampilan. Merdeka belajar juga
menekankan pada aspek pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Selain itu, Indonesia pada saat ini akan dihadapkan dengan bonus demografi di mana masyarakat
Indonesia yang berusia produktif akan lebih banyak. Bonus demogafi adalah suatu fenomena di
mana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan suatu negara karena
jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedangkan proporsi untuk usia muda sudah semakin
kecil dan proporsi usia lanjut sedikit. Pendidikan karakter multidimensi hadir sebagai langkah
mempersiapkan masyarakat indonesia yang tidak hanya produktif melainkan juga berkarakter
melalui pendidikan di setiap lini kehidupan masyarakat Indonesia baik pada jalur formal, informal,
maupun nonformal.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Merdeka Belajar, Bonus Demografi
Abstract
National character education is a preparatory step that must be taken to facing the demographic
devidend. To make a nation with character, it requires strategic steps to build a more civilized nation.
This research belongs to the type of descriptive qualitative research with literature review. The results of
this study are independent learning is an idea that frees teachers and students to determine the learning
system. The goal of independent learning is to create education that is fun for students and teachers
because so far education in Indonesia has emphasized the knowledge aspect rather than the skill
aspect. Freedom of learning also emphasizes aspects of character development in accordance with the
values of the Indonesian nation. In addition, Indonesia at this time will be faced with a demographic
bonus in which there will be more Indonesian people who are of productive age. Demogafi devidend is
a phenomenon in which the population structure is very beneficial in terms of the development of a
country because the population of productive age is very large, while the proportion for young people is
getting smaller and the proportion of elderly people is small. Multidimensional character education is
present as a step to prepare Indonesian people who are not only productive but also have character
through education in every line of Indonesian society's life, both on formal, informal and non-formal
channels.
A. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi besar untuk
mengembangkan sumber dayanya, apalagi ditambah dengan beberapa tahun
terakhir ini Indonesia akan dihadapkan dengan bonus demografi. Bonus demografi
adalah peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari
besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi
kependudukan yang dialaminya.1 Bonus demografi akan menjadi pilar peningkatan
produktifitas suatu Negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui
pemanfaatan SDM yang produktif dalam arti bahwa penduduk usia produktif
tersebut.
Hal ini akan mampu dicapai jika pemerintah bersama masyarakat Indonesia
dapat memanfaatkan bonus demografi yang diperkirakan akan dimulai pada tahun
2020. Tentu saja, ada prasyarat yang harus dipenuhi untuk bisa memanfaatkan
bonus demografi tersebut, salah satunya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia harus sudah memadai dan mampu memberikan kontribusi terhadap
peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan bukan
menjadi pengangguran yang membebani perekonomian nasional.
Kualitas SDM adalah tonggak utama dalam memanfaatkan datangnya
bonus demografi. Potensi bonus demografi ini menuntut sumber daya manusia
untuk lebih produktif, profesional, dan berkualitas. Masyarakat Indonesia dituntut
untuk ikut serta dalam pembangunan nasional, sehingga mampu menghasilkan
1 Kemendikbud RI, Peta Jalan Generasi Emas Indonesia 2045 (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 7
2 Nur Falikhah, “Bonus Demografi Peluang dan Tantangan bagi Indonesia”, Alhadharah; Jurnal
B. Metode Penelitian
4 Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia, 2019), 6
muaranya memberikan hal yang terbaik untuk peserta didik, serta guru diharapkan
mengutamakan peserta didik di atas kepentingan karirnya.6
Selain itu, Nadiem telah menetapkan beberapa hal terkait dengan
pendidikan di Indonesia sebagai upaya menghasilkan sumber daya manusia yang
bermutu dan berkualitas. Artinya, sistem pembelajaran akan berganti, dari yang
awalnya tatap muka di dalam kelas akan menjadi di luar kelas (out door). Suasana
pembelajaran akan berjalan lebih rileks, karena peserta didik dapat mendiskusikan
materi bersama guru, belajar dengan outing class, peserta didik tidak hanya sekedar
mendengarkan penjelasan materi guru, pembentukan karakter peserta didik yang
berani, mandiri, berakhlak, kompetisi, dan tidak hanya mengandalkan sistem
ranking. Pada kenyataannya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang
berbeda-beda sesuai dengan bakat dan minatnya.7
Terdapat empat poin yang terkandung dalam kebijakan Merdeka Belajar.
Pertama, Ujian Nasional (UN) yang akan diganti dalam bentuk lain seperti asesmen
kompetensi minimum dan survei karakter. Kedua, sekolah akan diberikan
kewenangan untuk menyelenggarakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN),
sekolah diberikan hak prerogratif dalam menentukan penilaian, seperti portofolio,
tugas proyek, karya tulis, atau bentuk penugasan lain. Ketiga, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) disederhanakan menjadi satu lembar, sehingga guru dapat
lebih fokus dalam membimbing dan mamantau perkembangan belajar pada peserta
didik. Keempat, penerimaan peserta didik baru menggunakan sistem zonasi yang
diperluas.8
Kemendikbud menyatakan perlu adanya kerjasama yang sinergis antara
program pendidikan yang dilakukan dengan lingkungan keluarga. Hal ini menjadi
pedoman adalah Tri Sentra Pendidikan yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara.
Kemendikbud, 2019).
7 Siti Mustaghfiroh, “Konsep Merdeka Belajar Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey.”
Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, Vol. 3, No. 1, 2020, 146.
8 Firda Wahdani, & Hamam Burhanuddin, “Pendidikan Keluarga di Era Merdeka Belajar.” Al-
Aufa: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman, Vol. 2, No. 1, 2020, 1-10.
9
Sri Maryati, “Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi di
Indonesia”, Journal of Economic and Economic Education, Vol.3, No.2, 2015, 124-136.
15 tahun) dan tua (di atas 64 tahun) menjadi lebih ringan. Kemudian muncul
parameter yang disebut rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio yang
menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif.
Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang
hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka
rasio ketergantungan suatu negara, maka negara tersebut makin berpeluang
mendapatkan bonus demografi.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 juga menunjukkan hasil positif pada
penduduk usia produktif (15-64 tahun), di mana pada tahun 2010 porsinya
mencapai 66 persen dari total penduduk yang jumlahnya mencapai 157 juta jiwa.
Sedangkan jumlah penduduk usia muda (15-24 tahun) mencapai 26,8 persen atau
64 juta jiwa. Kenaikan angka usia produktif kerja tersebut menyebabkan semakin
kecilnya nilai angka ketergantungan menjadi 51. Hal ini berarti 100 penduduk usia
produktif menanggung 51 orang penduduk tidak produktif (di bawah 15 tahun dan
di atas 64 tahun). Menurut United Nations transisi demografi yang terjadi pada
beberapa dekade terakhir di Indonesia akan membuka peluang bagi Indonesia
untuk menikmati bonus demografi (demographic devident) pada periode tahun 2020-
2030.10
Bonus demografi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, jika potensi
masyarakat produktif dimanfaatkan dengan baik maka akan membantu
mengembangkan perekonomian negara menjadi maju. Namun disisi, lain jika
ledakan masyarakat produktif tidak terdayagunakan akan terjadi ledakan
pengangguran yang begitu besar. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
adalah faktor utama dalam memanfaatkan peluang ini. Masyarakat yang kuat jiwa
dan badannya yang akan sanggup mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Pendidikan karakter di setiap dimensi merupakan investasi jangka panjang
masyarakat untuk melaksanakan bonus demografi. Pendidikan karakter diharapkan
kepada masyarakat agar tidak hanya menjadi produktif melainkan mempunyai
11 Soemarno Soedarsono, Membentuk Watak, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002), 50.
12 Hanna Djumhan, Integrasi Psikologi Dengan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2001), 104.
13
Tuhana Taufik Ardianto, Mengembangkan Karakter Suksse Anak di Era Cyber, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011), 20.
Orang yang disebut berkarakter ialah orang yang dapat merspon segala
sesuatu secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata
melalui tingkah laku yang baik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang yang
didapatkan melalui pendidikan dan pengalaman yang menjadi nilai intrinsik yang
melandasi sikap dan perilakunya.
14 Euis Sunarty, Menggali Kekuatan Cerita, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2015), 1
Aksara, 2014), 38
16 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab …., viii
Intra Kurikuler
Pendidikan karakter
multidimensi
1) Pendidikan Formal
pekerjaan. Kedua, penanaman nilai. Pada level ini, peserta didik diharapkan
memiliki kepribadian yang unggul serta karakter yang kuat. Ketiga, kemampiuan
(skill) yang dapat dimanfaatkan di dunia kerja.
Pelaksanaan program PPK berfokus pada struktur yang sudah ada dalam
sistem pendidikan nasional yakni program kurikulum dan kegiatan yang berbasis
pada kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Penyelenggaraan PPK pada Satuan
Pendidikan jalur pendidikan formal dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
a) Kegiatan Intrakurikuler
17 Peraturan Menteri Nomor 87 Pasal 1 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
18 Dit PSMP Kemdiknas, Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah
(A Study on Abdurrahman An-Nahlawi’s Perspective)”, Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, Vol. 5,
No. 2, July-December 2019, 145.
1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis
Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar (SK/KD), pengembangan
silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan
ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-
nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD
yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini
tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat
dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru
dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan
dalam proses pembelajaran.
2) Tahap Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan,
inti, dan penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik
mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana
disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning
disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi
terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu,
perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model
pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
Dalam pembelajaran ini, guru harus merancang langkah-
langkah pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam
proses mulai dari pendahuluan, inti, hingga penutup. Guru dituntut
untuk menguasai berbagai metode, model, atau strategi pembelajaran
aktif, sehingga langkah-langkah pembelajaran dengan mudah disusun
dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti
3) Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang
sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter,
penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya
menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian
afektif dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan
pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan
pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilaian yang dilakukan guru bisa
benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian
yang benar sesuai dengan standar penilaian yang sudah ditetapkan
oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemendikbud) sudah menetapkan
Standar Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru dalam
melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan dalam standar ini
untuk melakukan penilaian, termauk dalam penilaian karakter. Dalam
penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang
dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang
subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar
pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala
Likert).
b) Kegiatan Kokurikuler
24 Ahmad Shofiyuddin Ichsan, dkk. “Pesantren and Liberating Education: A Case Study at Islamic
Boarding School ISC Aswaja Lintang Songo Piyungan Yogyakarta”, DAYAH: Journal of Islamic
Education, Vol. 4, No. 1. (2021), 112-127.
25
Departemen Agama, Panduan Pesantren Kilat (Yogyakarta: Depag, 2001), 2
26 Siti Musdah Mulia, Karakter Manusia Indonesia (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013), 115
4) Pendidikan keterampilan.
5) Pendidikan kesetaraan berupa kursus.
6) Kelompok belajar dan sanggar-sanggar.
Oleh karena itu, kesadaran dan kepedulian masyarakat sangat penting dan
dibutuhkan. Karakter generasi bangsa harus dihayati kembali untuk
meningkatkan pendidikan lingkungan. Selayaknya anggota masyarakat memuai
dengan cara menjalin hubungan dengan hangat antar tetangga, meningkatkan
intensitas musyawarah bersama dengan penduduk setempat guna mengevaluasi
keadaan lingkungan, mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan
keterampilan masyarakat, dan membangun religiusitas yang tiggi. Dengan begitu,
lingkungan akan menjadi kondusif dan berkarakter.
27Laila Fajrin, dkk. Pendidikan Ideal untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia (Yogyakarta:
Timur Barat, 2020), 7.
D. Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan
kontrol diri seseorang. Jika kontrol diri seseorang dapat dikembangkan, maka akan
melahirkan pula generasi yang mandiri, disiplin, kreatif, bertanggung jawab dan
tangguh dalam menghadapi permasalahan di dalam kehidupan. Pendidikan karakter
multidimensi hadir untuk aplikasi merdeka belajar dalam menghadapi bonus
demografi Indonesia. Pendidikan karakter di setiap lini kehidupan masyarakat akan
membentuk masyarakat yang tidak hanya produktif tetapi juga pekerja keras, kreatif,
inovatif, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemerintah telah
menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan kepada anak, sehingga 18
karakter tersebut diharapkan mampu membentengi diri dalam mempersiapkan
generasi emas Indonesia di tahun 2045 mendatang.
Daftar Pustaka
Djumhan, Hanna. Integrasi Psikologi Dengan Islam. (2001). Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Fajrin, Laila, dkk. (2020). Pendidikan Ideal untuk Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia.
Yogyakarta: Timur Barat.
Falikhah, Nur Falikhah. (2017). “Bonus Demografi Peluang dan Tantangan bagi
Indonesia”. Alhadharah; Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 16 No. 32.
Ichsan, Ahmad Shofiyuddin. (2019). “Revisiting the Value Education in the Field of
Primary Education (A Study on Abdurrahman An-Nahlawi’s Perspective)”.
Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar. Vol. 5 No. 2. July-December.
Mulia, Siti Musdah. (2013). Karakter Manusia Indonesia. Bandung: Nuansa Cendekia.
Mustaghfiroh, Siti. (2012). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John
Dewey.
Sunarty, Euis. (2015). Menggali Kekuatan Cerita. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Tuhana Taufik Sardianto. (2011). Mengembangkan Karakter Sukse Anak di Era Cyber.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Winarno Hami Seno. (1990). Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta,
Depdikbud RI.