Anda di halaman 1dari 12

JURNAL INTERMEDIATE TRAINING

HMI CABANG SUMENEP

“PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI UPAYA MENJAWAB


TANTANGAN MORALITAS BANGSA DALAM MENYONGSONG
BONUS DEMOGRAFI TAHUN 2030”

Oleh :
MUHAMMAD ZAKY GAVICKY

ASAL CABANG :
HMI CABANG MALANG
KOMISARIAT AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
“PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI UPAYA MENJAWAB
TANTANGAN MORALITAS BANGSA DALAM MENYONGSONG
BONUS DEMOGRAFI TAHUN 2030”
Oleh:
Muhammad zaky Gavicky
Zakygavicky6@gmail.com

Abstrack

Indonesia in 2030 is predicted to get a demographic bonus that will later deliver to Indonesia gold in
2045. In that year all lines of Indonesian state systems will be inhabited by people of productive age,
ie people aged 15-64 years are more dominant than those outside the age . So that there is a need
for careful preparation to prepare the young generation who are currently faced with a moral crisis
and on the other hand prepared for future situations, especially in preparing the golden generation
candidates in 2045. Character education which is also often referred to as moral education is a
solution for Indonesia in the future and can also be used as a platform to face Indonesia's
demographic bonuses from 2010 to its peak in 2045.

Keywords: Character education, morale, demographic bonus

Abstarak

Indonesia pada tahun 2030 diprediksi medapatkan bonus demografi yang nantinya mengantarkan
pada Indonesia emas tahun 2045. Pada tahun tersebut segala lini sistem kenegaraan Indoneisa akan
dihuni oleh orang-orang yang berusia produktif, yakni masyarakat yang berusia 15-64 tahun lebih
mendominasi dibandingkan usia di luar itu. Sehingga perlu adanya persiapan yang matang untuk
mempersiapkan generasi muda yang pada saat ini dihadapkan dalam krisis moral dan disisi lain
disiapkan untuk situasi mendatang khususnya dalam menyiapkan calon generasi emas tahun 2045.
Pendidikan karakter yang juga sering disebut sebagai pendidikan moral merupakan konsep
pendidikan yang solutif bagi Indonesia kedepan dan dapat pula dijadikan sebagai pijakan untuk
menghadapi bonus demografi Indonesia dari tahun 2010 hingga puncaknya di tahun 2045.

Kata Kunci: Pendidikan karakter, Moral, Bonus demografi

A. PENDAHULUAN

Dewasa ini beberapa pendapat bermunculan terkait bonus


demografi yang dikatakan sebagai peluang Indonesia untuk mencapai pada
puncak kejayaannya. Menurut United Nations transisi demografi yang
terjadi pada beberapa dekade terakhir di Indonesia akan membuka peluang
bagi Indonesia. Bonus Demografi dapat diartikan sebagai sebuah rasio
kependudukan yang menggambarkan keuntungan. Hal itu karena melihat
perbandingan jumlah penduduk usia nonproduktif (kurang dari 15 tahun dan
lebih dari 64 tahun) lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk usia

2
produktif (15 hingga 64 tahun).1 Adapun menurut Tifatul Sembiring
(Kominfo, 2014), bonus demografi adalah suatu keadaan penduduk yang
menguntungkan, karena jumlah penduduk didominasi oleh masyarakat
yang masih berusia produktif. 2 Dari bonus demografi tersebut dapat
dikatakan jikalau parameter yang digunakan untuk mengambarkan arti
bonus demografi adalah usia produktif dan perbandiangan dari jumlah
penduduk yang akan dialami oleh Indonesia pada tahun 2020 sampai 2030.
Bertolak pada penjelasan di atas praktis penulis mengartikan bahwa
pada saat tersebut segala lini sistem Negara Indonesia akan diisi oleh
bangsa yang berusia produktif, sehingga penulis beranggapan bahwa perlu
adanya persiapan yang matang untuk mempersiapkan generasi muda yang
pada saat ini dihadapkan dalam krisis moral dan disis lain disiapkan untuk
situasi mendatang khususnya dalam menyiapkan calon generasi emas
tahun 2045. Apabila kita tarik dalam dunia pendidikan, bonus demografi
adalah suatu tantangan besar bagi pendidikan Nasional, karena pendidikan
merupakan proses awal dalam pembuatan pijakan pembangunan untuk
menghadapi situasi tersebut.
Pendidikan merupakan persoalan yang paling strategis bagi
kehidupan manusia baik dalam perspektif individu, masyarakat dan bangsa.
Pendidikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup
atau kemajuan yang lebih baik.3 Lodge yang dalam arti sempit juga
mengartikan bahwa pendidikan berarti penyerahan adat istiadat (tradisi)
dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat itu kepada
warga masyarakat generasi selanjutnya.4 Adapun dalam pasal 3 UU RI No.
20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan menjelaskan bahwa pendidikan
berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak sserta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

1
Yusmarni, “Demographic Bonis Analysis as Opportunity in Optimalizing Agricultural
Development In West Sumatera”, JURNAL AGRISEP Vol 16 No.1 Maret 2016 Hlm: 67 – 82
2
Win Konadi dan Zainuddin Iba, “Bonus Demografi Modal Membangun Bangsa
yang Sehat dan Bermartabat”, JURNAL VARIASI, ISSN: 2085- Vol 2 No. 6 Februari 2011 Hlm: 8
3
Darmaningtyas, Pendidikan Yang Memiskinkan, (Malang: Instran Publishing Wisma
Kalimetro, 2015), hlm. 1
4
Thobroni, Pendidikan Islam: Paradigma Teologis, Filosofis, dan Spitualis, (Malang:
UMM Press, 2008), hlm. 13

3
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 5 Untuk itu diperlukan
upaya dan strategi yang sesuai agar masyarakat Indonesia tetap dapat
menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi tidak
kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia dalam merespon situasi
tersebut.6
Berdasarkan uraian di atas, dari hemat penulis kiranya pendidikan
karakter sangat diperlukan khususnya dalam membangun karakter bangsa.
Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah
kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya dengan bangsa
yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis.7 Selain itu
Pendidikan karakter juga diartikan sebagai upaya penanaman kecerdasan
dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam
bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati
dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri,
masyarakat dan lingkungannya.8 Sehingga gagasan yang ingin penulis
tuangkan dalam jurnal ini yakni “pendidikan karakter sebagai upaya
menjawab tantangan moralitas bangsa bangsa dalam mempersiapkan
guna menyongsong bonus demografi Indonesia tahun 2030”.

5
Lihat, Permendikbud, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6
M. Busro dan Suwandi, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Media Akademik, 2017), hlm.
214
7
Ibid, hlm. 1
8
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 17.

4
PEMBAHASAN
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan merupakan salah satu sector penting dalam
pembangunan di setiap negara. Secara bahasa pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.9 Secara teoritis, para ahli berpendapat
pertama; bagi manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung
sejak 25 tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefinisikan
bahwa sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapapun untuk
mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anak
keturunannya. Pendapat kedua; bagi manusia individual, pendidikan
dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih didalam kandungan.
Memperhatikan kedua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa
keberadaan pendidikan melekat erat pada dan di dalam diri manusia
sepanjang zaman.10 Menurut Bukhori sebagaimana dikutip Trianto
dalam bukunya Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktifistik, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak
hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau
jabatan saja, akan tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.11 Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan yang bisa
digunakan untuk mengubah dunia.
Adapun karakter Menurut Poerwadarminta berarti tabiat,
watak sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain. Istilah karakter juga

9
KBBI, 1991, 232
10
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 77.
11
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 1.

5
dianggap sama dengan kepribadian atau ciri atau karakteristik atau
gaya atau sifat khas dari diri seorang.12 Dari konsep pendidikan dan
karakter yang sudah dijelaskan, maka muncul istilah pendidikan
karakter (character education) yang ramai diperbincangkan oleh
banyak kalangan. Di Indonesia sendiri, istilah pendidikan karakter
mulai diperkenalkan Ketika bangsa indonesia mengalami krisis
multidimensional, pendidikan dituding gagal dalam menciptakan
sumber daya manusia berkualitas.
Pendidikan karakter diartikan sebagai upaya penanaman
kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan
pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan
Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya.13
Pembentukan karakter juga tidak lepas dari peran guru, karena
segala sesuatu yang dilakukan oleh guru mampu mempengaruhi
karakter peserta didik. Karakter terbentuk dari tiga macam bagian
yang saling berkaitan yakni pengetahuan moral, perasaan moral,
dan perilaku moral.14 Donie Koesoema mengungkapkan bahwa
pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara individu
dan sosial dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri.15
Pendidikan karakter yang disebut sebagai penguatan
pendidikan moral (moral education). Dalam konteks sekarang sangat
relevan untuk mengatasi krisis moralitas bangsa yang sedang
melanda di negara kita. Krisis tersebut berupa meningkatnya
pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan
remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan
menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan

12
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral, Intellektual, Emosional, Dan
Sosial Sebagai Wujud Membangun Jatidiri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 11
13
Zubaedi, Loc. Cit.. hlm. 17
14
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter Panduan Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan
Baik, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 72.
15
Doni Koesoema, loc.cit, hlm. 194.

6
perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang
hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu
betapa pentingnya pendidikan karakter.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya
berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi lebih berorientasi
pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri peserta didik,
dikembangkan melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa
pengajaran nilai-nilai karakter yang baik, serta nantinya menjadi
solusi dalam memperbaiki moralitas bangsa.
Pendidkan karakter juga dikatakan sejalan dengan visi
pendidkan nasional yang ingin menyelaraskan olah hati/qolbun
(etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestik).
Keberhasilan keseluruhan olah ini akan dicapai apabila ketiga pusat
pendidikan (sekolah, keluarga, dan masyarakat) saling bahu
membahu untuk mensukseskanya. Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan menjelaskan bahwa pendidikan
berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.16 Hal tersebut juga selaras dengan pendapat
Fakrur Rozi bahwa Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan teknologi yang semuanya

16
Lihat, Permendikbud, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

7
dijiwai oleh iman dan takwa kepada tuhan yang maha esa
berdasarkan pancasila.17

2. Bonus Demografi Indonesia Tahun 2030


Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-4 jumlah
penduduk terbanyak di dunia di bawah negara Cina, India, dan
Amerika Serikat. Pada tahun 2016, penduduk Indonesia sekitar 4,4%
dari populasi dunia (CIA World Factbook, 2016). Jumlah penduduk
yang relatif besar merupakan sumber daya manusia yang potensial,
jika dipersiapkan dengan baik mulai dari sekarang. Menurut data
kependudukan, pada kurun waktu 2015-2045, piramida penduduk
Indonesia akan sangat ideal dengan penduduk mayoritas berusia 25-
45 tahun atau usia produktif. Pada tahun 2017 ini, usia sekolah atau
¬tinggi memiliki porsi terbanyak dibandingkan usia produktif dan usia
pasca-produktif secara mengerucut. Menurut perhitungan, usia pra-
produktif ini akan mulai produktif pada tahun 2030 yang mana
mahasiswa pada perguruan tinggi mulai produktif, diikuti oleh siswa
usia SMA, SMP, SD, dan PAUD. Tahun 2045 diduga merupakan
waktu puncak produktivitas penduduk Indonesia, dimana usia SD
dan PAUD saat ini yang mendominasi penduduk di negeri ini
mencapai usia produktifnya. Dengan kata lain, mulai tahun 2045,
Indonesia memiliki bonus sumberdaya manusia secara demografis
yang sering disebut sebagai Bonus Demografi.
Bonus Demografi diharapkan menjadi modal bagi negeri ini
sehingga generasi sekarang merupakan generasi emas pada tahun
2045 yang merupakan generasi cemerlang, potensial, produktif,
literat, kompeten, berkarakter, dan kompetitif. Salah satu upaya yang
paling krusial dalam mewujudkan Bonus Demografi menjadi
generasi emas tahun 2045 adalah melalui pendidikan, salah satunya
yakni pendidikan karakter.

17
Fakrur Rozi, Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam
Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren Selamat Kendal, (Semarang, IAIN Walisongo, 2012),
hlm. 44

8
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya
berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi lebih berorientasi
pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri peserta didik,
dikembangkan melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa
pengajaran nilai-nilai karakter yang baik. Pembentukan karakter
akan menjadi modal utama bagi kualitas sumber daya manusia pada
bonus demografi, maka dari itu pendidikan karakter sangat penting
untuk ditanamkan.
Pendidikan karakter merupakan salah satu jawaban untuk
mempersiapkan generasi muda dalam menggapai bonus demografi
(window of opportunity), yang merupakan gambaran dari suatu
negara dengan rasio angka ketergantungan berada pada titik
rendah. Artinya, usia produktif lebih tinggi dibandingkan usia non-
produktif, dimana di Indonesia menghadapi bonus demografi
tersebut dimulai tahun 2010 hingga mencapai puncaknya di tahun
2045 tepatnya satu abad usia Indonesia, yang disebut dengan
Indonesia Emas.

3. Pendidikan karakter sebagai gagasan pendidikan Indonesia untuk


pijakan kemajuan bangsa
Pendidikan karakter diartikan sebagai upaya penanaman
kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan
pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan
Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya.
Pendidikan karakter menjadi kunci terpenting kebangkitan
bangsa Indonesia dari keterpurukan untuk menyongsong datangnya
peradaban baru. Pentingnya pendidikan karakter untuk segera
dikembangkan dan diinternalisasikan khususnya di Indonesia, baik
dalam dunia pendidikan formal maupun dalam pendidikan non formal
tentu beralasan, karena memiliki tujuan yang cukup mulia bagi bekal

9
kehidupan generasi muda agar senantiasa siap dalam merespon
segala dinamika kehidupan dengan penuh tanggung jawab.
Pendidikan karakter sangat penting untuk pembangun
bangsa dan menjadikan bangsa beradab karena dalam pendidikan
karakter diajarkan bagaimana untuk menjadi seorang yang
berbudaya. Pendidikan karakter juga diperlukan untuk
menumbuhkan watak bangsa yang bisa dikenali secara jelas, yang
membedakan diri dengan bangsa lainnya, dan ini diperlukan untuk
menghadapi situasi zaman yang terus berkembang.

B. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan oleh penulis,
dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pendidikan karakter
murapakan konsep pendidikan yang solutif bagi Indonesia kedepan,
yang nantinya dapat pula dijadikan sebagai pijakan untuk
menghadapi bonus demografi Indonesia dari tahun 2010 hingga
puncaknya di tahun 2045. Gambaran secara umum dari bonus
demografi menjelaskan bahwa segala lini sistem kenegaraan akan
dihuni oleh orang-orang yang berusia produktif, artinya masyarakat
yang berusia 15-64 tahun lebih mendominasi dibandingkan usia di
luar itu.
Gagasan besar mengenai pendidikan yang mampu
menyiapkan generasi abad-21 saat ini yakni pendidikan karakter,
yang menitik beratkan pada pembentukan karakter sebelum menuju
pada keintelektualan, karena akan sulit ketika pintar dibenarkan
daripada benar dipintarkan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Busro M, dan Suwandi. 2017. Pendidikan Karakter. (Jakarta: Media
Akademik).
Darmaningtyas. 2015. Pendidikan Yang Memiskinkan. (Malang:
Instran Publishing Wisma Kalimetro).
KBBI. 1991.
Konadi, Win dan Iba, Zainuddin. 2006. “Bonus Demografi Modal
Membangun Bangsa yang Sehat dan Bermartabat”. JURNAL
VARIASI, ISSN: 2085- Vol 2
Lickona, Thomas. 2008. Pendidikan Karakter Panduan Mendidik
Siswa Menjadi Pintar dan Baik. (Bandung: Nusa Media).
Rozi, Fakrur. 2012. Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa
di Sekolah Islam Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren
Selamat Kendal. (Semarang: IAIN Walisongo)
Sjarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral,
Intellektual, Emosional, Dan Sosial Sebagai Wujud
Membangun Jatidiri. (Jakarta: PT. Bumi Aksara).
Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan. (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media)
Syarbini, Amirullah. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter;
Panduan Lengkap Mendidik karakter Anak di Sekolah,
Madrasah, dan Rumah. (Jakarta: As@-Prima Pustaka).
Takdir, Muhammad Ilahi. 2012. Revitalisasi Pendidikan Berbasis
Moral. (Jogjakarta: AR-RUZMEDIA).
Thobroni. 2008. Pendidikan Islam: Paradigma Teologis, Filosofis,
dan Spitualis. (Malang: UMM Press).
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktifistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka).
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003.
Yusmarni. 2016. “Demographic Bonis Analysis as Opportunity in
Optimalizing Agricultural Development In West Sumatera”.
JURNAL AGRISEP. Vol 16 No.1

11
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan
Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. (Jakarta: Kencana).

12

Anda mungkin juga menyukai