Anda di halaman 1dari 3

Nama: CAESRA PUTRI SILDATAKAYORI

04/XI IPA 2

Kisah KH Syamrul Arifin


Saat Menjadi Santri Syaikhona Kholil

Hasan menjelaskan, suatu saat keistimewaannya itu dibuktikan dalam bentuk ketulusan
membela sang guru, meski ia harus masuk penjara.
Ceritanya, suatu ketika seekor kuda peliharaan Syakhona Kholil lepas dari kandangnya. Lalu,
kuda itu masuk pekarangan milik seorang pejabat dan merusak tanaman yang ada di
dalamnya. Kejadian itu pun dibawa sampai ke pengadilan.
Sebagai seorang santri yang taat terhadap guru, Kiai Syamsul pun tanpa ragu-ragu maju ke
sidang pengadilan mewakili Syaikhona Kholil sampai akhirnya Kiai Syamsul dipenjara.
Namun, kejadian itu justru membuat hubungan Kiai Syamsul dengan gurunya semakin dekat
dan tidak hanya sebatas hubungan antara seorang kiai dan santri.
Karena memiliki hubungan dekat dengan gurunya, setelah menjalani proses persidangan
Kiai Syamsul pun diajak Syaikhona Kholil pergi ke tanah suci Makkah. Namun,
keberangkatan keduanya ke Makkah tidak melalui proses yang normal, melainkan dibarengi
dengan keistimewaan yang dimiliki sang guru.
Dalam bukunya, Syamsul A. Hasan menceritakan kejadian yang di luar nalar manusia
tersebut. Suatu hari, ketika memasuki waktu ashar, Kiai Syamsul diajak oleh Syaikhona Kholil
ke pinggir pantai. Sang guru kemudian menyuruh Kiai Syamsul untuk mencari kerucut, yaitu
sampan yang biasa digunakan untuk menangkap ikan.
Sampan tersebut akan digunakan Syaikhona Kholil untuk pergi ke tanah suci Makkah.
Awalnya, di hati kecil Kiai Syamsul ragu bisa sampai ke Makkah hanya dengan menggunakan
sampan tersebut. Namun, ternyata keduanya benar-benar bisa sampai ke Makkah hanya
dalam waktu sekejap.
Kiai Syamsul pun terheran-heran dengan keistimewaan gurunya tersebut. Setiba di tanah
suci, ia pun segera diajak oleh gurunya untuk menunaikan shalat Ashar di Masjidil Haram.
Menurut sahibul hikayah yang memperoleh cerita langsung dari almarhum Kiai Syamsul,
ternyata kejadian seperti itu tidak sekali dua kali saja dilakukan Syakhona Kholil, tapi hampir
sudah menjadi kebiasaan rutin.
Nama: CAESRA PUTRI SILDATAKAYORI
04/XI IPA 2

Sri Tanjung sebagai asal usul nama Banyuwangi

Konon, dahulu kala di wilayah ujung timur Pulau Jawa ini dipimpin oleh seorang raja
bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya ia dibantu oleh patih
bernama Sidopekso.
Patih Sidopekso memiliki istri sangat cantik bernama Sri Tanjung. Karena kecantikan,
kehalusan budi dan tutur kata Sri Tanjung ini, membuat sang raja tergila- gila padanya. Agar
tercapai hasrat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung maka muncullah akal
licik. Raja memerintahkan Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin
bisa dicapai oleh manusia biasa.
Maka dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, Sidopekso berangkat menjalankan titah
raja itu. Sepeninggal Sang Patih Sidopekso, Raja Sulahkromo memanfaatkannya untuk
merayu dan memfitnah Sri Tanjung. Namun cinta Sang Raja tidak kesampaian dan Sri
Tanjung tetap teguh pendiriannya, sebagai istri yang selalu berdoa untuk suami. Berang dan
panas membara hati Sang Raja ketika cintanya ditolak oleh Sri Tanjung.
Ketika Patih Sidopekso selamat dan kembali dari misi tugasnya, ia langsung menghadap
Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul. Raja mengatakan, saat patih menjalankan tugas
meninggalkan istana, Sri Tanjung mendatangi dan merayu serta bertindak serong dengan
dirinya.
Tanpa berpikir panjang, Patih Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh
kemarahan dan tuduhan tidak beralasan. Pengakuan Sri Tanjung yang lugu dan jujur
membuat hati Patih Sidopekso semakin panas menahan amarah. Bahkan Sang Patih dengan
berangnya mengancam akan membunuh istri setianya itu.
Lalu diseretlah Sri Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih
Sidopekso membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dari Sri Tanjung kepada
suaminya itu. Sebagai bukti kejujuran, kesucian dan kesetiaan, Sri Tanjung rela dibunuh.
Tapi dia minta jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh. Apabila darahnya membuat air
sungai berbau busuk maka dia telah berbuat serong, tapi sebaliknya, jika air sungai justru
berbau harum maka ia suci, tidak bersalah.
Patih Sidopekso tidak lagi mampu menahan diri. Dia segera menikamkan kerisnya ke dada
Sri Tanjung. Darah memercik dari tubuh Sri Tanjung dan mati seketika. Mayat istri setia itu
segera diceburkan ke sungai. Ajaibnya, sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi
jernih seperti kaca serta menyebarkan bau harum, bau wangi. Patih Sidopekso terhuyung-
huyung, jatuh dan jadi linglung. Tanpa ia sadari, ia
menjerit..,”Banyu..,wangi..,Banyu..,wangi..!”

Anda mungkin juga menyukai