Anda di halaman 1dari 116

Petunjuk Teknis

REKLAMASI PASCA TAMBANG


PADA KAWASAN HUTAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


Dilarang memperbanyak isi buku ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi,
tanpa izin tertulis dari penerbit. Hak Cipta dilindungi UU No 18 Tahun 2014 Pasal 113 tentang Hak Cipta

Sanksi Pelanggaran
Pasal 113 UU No. 18 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana
denda paling banyak RplOO.OOO.OOO (seratusjuta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Peng-
gunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rpl.
OOO.OOO.OOO,OO (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
Petunjuk Teknis
REKLAMASI PASCA TAMBANG
PADA KAWASAN HUTAN
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Hak Cipta © KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Penyusun: Editorial & Teknis

Pembina:
Bambang Hendroyono (Sekretaris Jenderal)

Penanggung Jawab:
Gatot Soebiantoro (Kepala Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan)

Ketua:
Ery Rura Panahatan Batubara
Anggota:
Waspodo, M. Chotman Rismanto, Heru Harnowo, Pua H. Dahlan
Penulis:
Ika Heriansyah, Chairil Anwar Siregar, Irdika Mansur, Emmanuel Manege,
Enggar Kadyonggo, Arman Wijianto, Tony Suprapto
Penyunting:
Eko Yulianto Napitupulu, Rizkana Aprieska
Desain Grafis dan Tata Letak:
Enggar Kadyonggo, N. Eka Wijaya

Diterbitkan pertama kali oleh


Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 2,
Jalan Gatot Subroto – Jakarta 10270

Cetakan Perdana: Januari 2019

Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan/


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Cetakan ke-1
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia
xvi, 95 hlm: 16 cm x 23 cm.
ISBN:

Isi di luar tanggung jawab percetakan


Daftar Isi

KATA PENGANTAR ........................................................... vii


GLOSARIUM .................................................................... ix

BAB I PERSIAPAN REKLAMASI.......................................... 1


A. Identifikasi dan Inventarisasi Kondisi Wilayah ....................... 1
B. Penyelamatan Jenis-Jenis Lokal .............................................. 2
C. Pembersihan Lahan (Land Clearing) ........................................ 2
D. Pengupasan dan Pengamanan Tanah Pucuk ............................ 3
E. Pemanfaatan Biomassa Sisa Hasil Pembersihan Lahan .......... 4

BAB II PENATAAN LAHAN ................................................ 11


A. Identifikasi dan Inventarisasi Area Reklamasi ........................ 11
B. Pengisian Kembali Lubang Bekas Tambang ............................. 12
C. Pengelolaan Air .......................................................................... 17
D. Pengaturan Bentuk Lahan ........................................................ 24
E. Pengelolaan Tanah Pucuk ......................................................... 31

BAB III PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI.......... 35


A. Pengendalian Erosi Angin ......................................................... 35
B. Pengendalian Erosi Air .............................................................. 35

BAB IV REVEGETASI ........................................................ 43


A. Persiapan Lapangan .................................................................. 43
B. Persemaian dan/atau Pengadaan Bibit .................................... 53
C. Pelaksanaan Penanaman ........................................................... 79

v
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

1
BAB V PEMELIHARAAN TANAMAN................................... 87
A. Penyulaman ............................................................................... 87
B. Pengendalian Gulma dan Hama Penyakit ................................ 87
C. Pemupukan ................................................................................ 88
D. Pemangkasan ............................................................................. 89
E. Penjarangan ............................................................................... 90
F. Pencegahan Terhadap Kebakaran Hutan ................................. 90
dan Penggembalaan Liar

REFERENSI ...................................................................... 92
PROFIL TIM PENYUSUN ................................................... 93

vi
Kata Pengantar

P
uji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang
pada Kawasan Hutan telah terselesaikan dengan baik.

Buku ini disusun berdasarkan data dan informasi yang


dikumpulkan, baik melalui studi lapangan maupun studi
literatur, dan dianalisis secara parsial menurut lokus dengan
metode deskriptif sehingga dapat menjadi acuan bagi pemangku
kepentingan dalam mengambil kebijakan terkait reklamasi
lahan bekas tambang di dalam kawasan hutan.

Buku ini disusun oleh tim yang terdiri dari Pusat Keteknikan
Kehutanan dan Lingkungan, tim tenaga ahli, serta didukung
oleh narasumber yang kompeten di bidang reklamasi lahan
tambang.

Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu terselesaikannya buku ini, semoga bermanfaat.

Jakarta, Desember 2018


Sekretaris Jendreral,

Bambang Hendroyono

vii
viii
Glosarium

A
Abiotik adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menyebut sesuatu
yang tidak hidup (benda-benda mati)
Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi
masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan.
Masalah yang sering timbul adalah alih fungsi lahan menyebabkan lahan
hutan semakin berkurang.
Aklimatisasi adalah upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu
organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya.
Aliran Permukaan (Runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir
di atas perkaan tanah yang menuju ke sungai, danau dan lautan. Sebagian
dari air tidak sempat meresap ke dalam tanah dan oleh karena itu mengalir
menuju kedaerah yang lebih rendah.
Ameliorasi tanah adalah upaya pembenahan kesuburan tanah melalui
penambahan bahan-bahan tertentu berupa organik, anorganik maupun
kombinasi keduanya yang menyesuaikan dengan klasifikasi tanah dan
hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman yang akan dibudidayakan.
AMDAL adalah suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu
rencana kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan
apakah suatu kegiatan/proyek Iayak atau tidak Iayak Iingkungan.
Anakan alam (Wilding) adalah bibit yang berasal dari habitat aslinya dan
diambil dengan teknik mencabut langsung sampai ke akarnya

B
Bahan Organik adalah bahan di dalam atau permukaan tanah yang berasal
dari sisa tumbuhan, hewan, dan manusia baik yang telah mengalami
dekomposisi lanjut maupun yang sedang megalami proses dekomposisi.
Benih adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan untuk
mengembang biakkan tanaman tersebut berupa biji maupun tumbuhan
kecil hasil perkecambahan, pendederan, atau perbanyakan aseksual.
Berdaur Panjang adalah tanaman atau tumbuhan yang memiliki usai diatas
30 tahun.
Bibit adalah sesuatu yang diperoleh dari benih, yang nantinya akan ditanam
dan tumbuh di media penanamannya.
Bioethanol adalah bahan bakar dari tumbuhan yang memiliki sifat
menyerupai minyak premium yang dihasilkan dari fermentasi glukosa
(gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi.

ix
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen yang dibutuhkan


oleh mikroorganisme selama penghancuran bahan organik dalam waktu
tertentu pada suhu 20 oC.
Biomassa adalah Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari organisme
atau makhluk hidup atau jumlah keseluruhan organisme yang terdapat
dalam suatu habitat (perairan) dan merupakan salah satu sumberdaya
hayati yang bisa di rubah menjadi sumber energi yang dapat di perbaharui.
Biotik adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup. Pada
pokoknya makhluk hidup dapat digolngkan berdasarkan jenis-jenis
tertentu, misalnya golongan manusia, hewan dan tumbuhan.

C
Coating adalah proses penyebaran benih berkulit biji lunak (recalcitrant) yang
dicampur dengan tanah liat, pupuk, hydrogel, pestisida serta zat pewarna.
Coconet/Cocomesh adalah jaring yang terbuat dari serabut kelapa, kayu atau
jerami.
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter
sampel air, dimana pengoksidasi K2, Cr2, O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (oxidizing agent).
Cover Crops adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk
melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk
memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah kegiatan kerjasama yang
melibatkan masyarakat daerah pertambangan untuk meningkatkan taraf
ekonomi masyarakat tersebut.

D
Direct spreading adalah metode pengupasan dan penyimpanan tanah pucuk
mengkondisikan tanah pucuk yang dikupas sebaiknya langsung diangkut
dan disebarkan di zona penataan lahan sehingga kondisi tanah pucuk
masih bagus saat ditebarkan.
Direct Sowing adalah metode pengecambahan benih dengan menggunakan
media yang banyak, polybag harus terisi, waktu lama, tetapi relatif lebih
aman dan dapat diterapkan untuk benih-benih yang berukuran besar dan
memiliki daya kecambah yang tinggi.
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme
hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak
mendukung pertumbuhan normal.
Drainage adalah pembuangan massa air secara alami atau buatan dari
permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Pembuangan
ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air.

x
Glosarium

Drop Structures adalah bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air ke


elevasi yang lebih rendah untuk mengatur energi dan kecepatannya.

E
Enkapsulasi adalah proses penangkapan partikel padat, butiran cairan dan
gas dalam lapisan tipis.
Enrichment adalah proses pengkayaan kandungan yang berguna bagi
tanaman
Erosi adalah suatu proses pengelupasan dan pemindahan partikel-partikel
tanah atau batuan akibat energy kinetik (hujan, salju, angin).

F
Fauna adalah khazanah segala macam jenis hewan yang hidup di bagian
tertentu atau periode tertentu.
Fisiografi adalah merupakan salah satu cabang ilmu Geografi yang
mempelajari suatu wilayah daerah atau negara berdasarkan segi fisiknya,
seperti dari segi garis lintang dan garis bujur, posisi dengan daerah lain,
batuan yang ada dalam bumi, relief permukaan bumi, serta kaitannya
dengan laut.
Flora adalah khazanah segala macam jenis tanaman atau tumbuhan. Biasanya
ditulis di depan nama geografis. Misalnya, nabatah Jawa, nabatah Asia
atau nabatah Australia.
Fumigasi adalah sebuah metode pengendalian hama menggunakan pestisida.
Dalam proses ini, sebuah area akan secara menyeluruh dipenuhi oleh gas
atau asap, membunuh semua hama di dalamnya.

H
Hidrologi adalah cabang ilmu  Geografi  yang mempelajari pergerakan,
distribusi, dan kualitas air di seluruh Bumi.
Homogenitas adalah kesamaan jenis atau spesies.
Horizon adalah adalah garis yang memisahkan bumi dan langit.
Hydroseeding adalah campuran antara air dan bibit yang dikombinasikan
sedemikian rupa sehingga tercipta formula yang berguna dalam revegetasi
pada lahan yang rusak.

G
Generatif adalah metode produksi bibit apabila benih mudah didapat.
Geologi adalah Ilmu yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-
sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
Germinasi adalah proses perkecambahan biji yang melibatkan metabolisme,
respirasi, dan hormonal.
Gulma adalah umbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan
pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman
produksi.

xi
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis
kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25 – 30 cm
dengan lebar dasar sekitar 30 – 40 cm. Jarak antara guludan tergantung
pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan.

I
Induksi adalah teknik kultur jaringan tanaman yang diperlukan untuk
memunculkan keragaman sel somatik di dalam kultur in vitro dan
meregenerasikan sel tersebut menjadi embrio somatik
Inisiasi Kultur adalah pengambilan eksplan (bagian tanaman) yang akan
digunakan untuk membuat kultur, eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru.
Inlet adalah saluran masuk air pada kompartemen hutan rawa buatan.
Intoleran adalah jenis pohon yang mampu bertahan hidup di bawah naungan
tanpa sinar matahari.
Invasif adalah spesies tanaman yang bukan spesies asli tempat tersebut, yang
secara luas mempengaruhi habitat yang mereka invasi dan mengkolonisasi
suatu habitat secara masif.
IPAL (Instalasi pengolahan air limbah) adalah sebuah struktur yang
dirancang untuk membuang limbah biologis dan kimiawi dari air sehingga
memungkinkan air tersebut untuk digunakan pada aktivitas yang lain
Irigasi adalah adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah
tanah,irigasi pompa dan irigasi rawa.

K
Kelembaban adalah konsentrasi dan kandungan uap air di udara.
Kompartemen adalah adalah bangunan atau struktur yang dipisahkan
menjadi bagian tertentu dengan fungsi masing-masing dan memiliki
keterkaitan satu sama lain.
Komposting adalah proses pengendalian penguraian secara biologi dari bahan
organik, menjadi produk seperti humus yang dikenal sebagai kompos.
Penguraian bahan organik itu (disebut juga dekomposisi) dilakukan oleh
mikro-organisme menghasilkan senyawa yang lebih sederhana.
Kontur tanah adalah beda level atau ketinggian tanah dari titik satu ke titik
lain sehingga membuatnya seperti berbukit-bukit.
Kultur Jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak
diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.

L
Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri – cirinya merangkum semua
tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbunan (relief),

xii
Glosarium

hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia


masa lalu dan masa kini yang bersifat mantap atau mendaur.
Land Clearing adalah kegiatan pembukaan dan pengolahan lahan sampai
dengan lahan tersebut siap ditanami dan bertujuan menyiapkan areal
siap tanam untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan memudahkan
dalam pengelolaan kebun pada saatnya nanti.
Legume cover crops/LCC adalah tanaman yang khusus ditanam untuk
memperbaiki struktur tanah yaitu dengan memperbaiki sifat fisika dan
sifat kimia tanah sehingga dapat mengembalikan kesuburan tanah, hal
ini dapat tejadi karena tanaman ini mengadakan simbiosis dengan bakteri
pengikat Nitrogen, sehingga ketersediaaan nitrogen dalam tanah menjadi
meningkat.
Longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan
masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya
bebatuan atau gumpalan besar tanah.
Low grade adalah tingkat kualitas paling rendah dari bahan tambang.

M
Mine pit adalah lubang bekas penambangan.
MPTS (multi purpose tree speciess) adalah jenis pohon yang sengaja
ditanam untuk menghasilkan lebih dari satu produk (kayu, getah, buah,
daun, bunga ,dan lain-lain atau biasa disebut HHBK).
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk
menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan
penyakit sehingga membuat tanaman tumbuh dengan baik. Mulsa dapat
bersifat permanen seperti serpihan kayu, atau sementara seperti mulsa
plastik.

N
NAF adalah jenis batuan yang tidak mengandung asam yang berfungsi untuk
menutupi batuan yang berpotensi menimbulkan asam (PAF).

O
Open Windrow adalah cara pembuatan kompos di tempat terbuka beratap
(bukan di dalam reaktor yang tertutup) dengan aerasi alamiah. Selama
proses pengomposan terdapat beberapa perlakuan pada tumpukan
kompos yaitu pengukuran temperatur, pH, dan kadar air setiap harinya.
Overburden adalah lapisan tanah pucuk dari suatu bahan galian.
Outlet adalah saluran keluar air pada kompartemen hutan rawa buatan.

P
Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral, batubara dan/atau mineral ikutannya.

xiii
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

PAF adalah jenis batuan yang mengandung asam dan bisa menghasilkan air
asam tambang.
Patogen adalah agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya.
Pengembalaan liar adalah penggembalaan hewan ternak di lahan terlarang
yang mengakibatkan tanaman di lahan tersebut rusak.
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksploitasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan
serta kegiatan pasca tambang.
Polybag adalah kantong plastik berbentuk segi empat, biasanya berwarna
hitam (ada juga yang berwarna biru atau putih), digunakan untuk
menyemai tanaman dengan ukuran tertentu yang di sesuaikan dengan
jenis tanaman.

R
Reklamasi adalah upaya untuk memperbaiki atau memulihkan kembali
lahan dan vegetasi hutan yang terganggu akibat kegiatan penambangan,
agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan
kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai peruntukannya.
Restorasi lahan bekas tambang adalah upaya mengembalikan fungsi
lahan bekas tambang menjadi atau mendekati keadaan seperti sebelum
dilakukan penambangan
Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang
rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas
penggunaan kawasan hutan.
Rhizobium adalah genus  bakteri  tanah  Gram - negatif  yang  memfiksasi
nitrogen. Spesies Rhizobium membentuk asosiasi pengikat nitrogen
endosimbiotik dengan akar kacang kacangan dan Parasponia.
RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah) adalah usaha memperbaiki/
memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan agar
dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media
pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.
Rona akhir adalah kondisi setelah kegiatan penggunaan kawasan hutan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan awal
Rona awal adalah keadaan atau kondisi awal/dasar lingkungan di areal
rencana lokasi kegiatan penggunaan kawasan hutan

S
Sedimentasi adalah jumlah material tanah berupa kadar lumpur dalam air
oleh aliran air sungai yang berasal dari proses erosi di daerah hulu, yang

xiv
Glosarium

diendapkan pada suatu daerah di hilir dimana kecepatan pengendapan


butir-butir material suspensi telah lebih kecil dari kecepatan angkutnya.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport
oleh media air, angin, es atau gletser di suatu cekungan.
Stockpile adalah tempat penyimpanan bahan tambang.
Sprinkle irigation adalah metode pembasahan dengan menggunakan
sprinkler atau penyemprotan berputar.
Sedimen pond adalah kolam yang dirancang untuk mengendapkan bahan –
bahan padat dari air buangan tambang.

T
Tambang permukaan adalah usaha penambangan dan penggalian bahan
galian yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara
terbuka
Tailing adalah bahan padat berbutir halus sisa dari hasil proses pengolahan
ekstraksi bahan galian yang tidak mengandung mineral bernilai ekonomis.
Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi
yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat
fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan
manuisa dan mahluk hidup lainnya.
Tanah Pucuk adalah lapisan tanah paling atas yang biasanya mengandung
humus dan atau bahan-bahan organik yang menunjang pertumbuhan
tanaman.
TSS (Total suspended solid) atau padatan tersuspensi total adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel
maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang
termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang,
bakteri dan jamur.
Teras datar adalah teras yang dibangun jika kemiringan lereng kurang
dari 5% serta dan kedalaman tanah pucuk kurang dari 30 cm. Teras ini
memerlukan drainase yang baik dan dibuatkan tanggul-tanggul serta
saluran air yang ditanami vegetasi/ rumput untuk menahan erosi.
Teras guludan adalah Teras datar yang digunakan jika kemiringan lereng 8
- 40 % dan permeabilitas tanah cukup tinggi. Beda tinggi antar guludan
sekitar 1,25 m.
Teras kredit adalah digunakan pada lereng 3-15% untuk tanah dangkal dan
pada lereng 3-40% untuk tanah dalam. Jarak antar guludan sekitar 5-12
m. Pada teras kredit, guludan ditanami tanaman penguat seperti rumput
dan legum. Namun jenis teras ini tidak cocok untuk vegetasi yang peka
terhadap longsoran.
Teras bangku adalah jika kemiringan lereng lebih dari 15%. Teras ini
dibuat sejajar dengan kontur lereng dengan interval tinggi yang dihitung
berdasarkan kemiringan lereng. Bidang olah dibuat miring ke dalam

xv
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

dengan kemiringan 1-3%. Tinggi guludan teras sekitar 20 cm dengan


lebar dasar 20 cm.
Teras alis adalah digunakan pada lereng yang curam, namun hanya
sedikit lahan yang bisa diolah. Manfaat dari teras ini adalah air tidak
terkonsentrasi di saluran dan hanya dialirkan ke tempat dimana teras
dibuat. Ukuran teras ini disesuaikan dengan vegetasi yang akan ditanam,
biasanya panjang sekitar 1,5 m dan lebar 0,5-1 m dengan jarak antar teras
disesuaikan dengan jarak tanam tanaman pokok.
Toleran adalah jenis pohon yang tidak mampu bertahan hidup di bawah
naungan dan memerlukan sinar matahari.
Transplanting adalah memisahkan bibit dari sekelompoknya hingga menjadi
tanaman individu dalam suatu wadah hingga tanaman individu dalam
suatu wadah tersendiri sesuai dengan ukuran dan pertumbuhannya.

U
Unsur Hara adalah sumber nutrisi atau makanan yang dibutuhkan tanaman,
baik itu yang tersedia di alam (organik) maupun yang sengaja ditambahkan.
Seperti halnya makhluk hidup lainnya, tanaman memerlukan nutrisi
lengkap dalam kelangsungan pertumbuhannya.

V
Varietas adalah suatu peringkat taksonomi sekunder di bawah spesies.
Vegetasi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas tetumbuhan di suatu
tempat tertentu, mencakup baik perpaduan komunal dari jenis-jenis flora
penyusunnya maupun tutupan lahan (ground cover) yang dibentuknya.

W
Wilding adalah istilah dalam bahasa Indonesia untuk mengartikan anakan
alam.
Wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik
bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian
atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.
Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa
(termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan
basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.
Wood Chipper adalah mesin pencacah / penghancur kayu.

Z
Zat hara adalah bermacam-macam mineral yang terdapat di dalam tanah
yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis dan juga
merupakan sari makanan dalam bentuk cair yang dapat diserap oleh akar
untuk disalurkan ke zat hijau daun.

xvi
BAB I - Persiapan Reklamasi

BAB I
PERSIAPAN PELAKSANAAN
REKLAMASI

K
egiatan reklamasi yang terintegrasi baik dengan kegiatan
penambangan dimulai dengan perencanaan yang baik
sejak tahap prapenambangan. Untuk mendukung
reklamasi yang dilaksanakan setelah penambangan usai,
ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan di tahap
prapenambangan, yaitu:

A. Identifikasi dan Inventarisasi Kondisi Wilayah


Kawasan yang akan ditambang diidentifikasi menurut tipe
tutupan vegetasi. Pada setiap tipe tutupan vegetasi dilakukan
inventarisasi, baik unsur biotis (flora dan fauna) maupun
abiotis (tanah, aliran/badan air, kelerengan, kepekaan 1
terhadap erosi, dan curah hujan), dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Apabila terdapat satwa di kawasan yang akan ditambang,
diperlukan perencanaan penambangan yang selalu
menyediakan koridor bagi pergerakan satwa agar satwa
tersebut tidak terisolasi.
2. Apabila terdapat aliran/badan air pada kawasan yang
akan ditambang, diperlukan perencanaan yang menjamin
hidrologi tidak terganggu. Manakala area tambang
berada di dalam atau berdekatan dengan aliran/badan
air, aliran/badan air tersebut dapat dipindahkan.
3. Apabila kelerengan lebih dari 40%, tanah peka terhadap
erosi, dan curah hujan tinggi, diperlukan perencanaan
yang meminimalkan risiko lingkungan.

1
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

1
B. Penyelamatan Jenis-Jenis Lokal
Sebelum menjalankan kegiatan land clearing, perlu
dilakukan analisis vegetasi asli, baik tumbuhan tingkat
tinggi maupun tumbuhan tingkat bawah. Tujuan analisis
vegetasi adalah untuk mengetahui komposisi dan struktur
tumbuhan yang ada di lokasi calon penambangan sebagai
dasar pertimbangan dalam menentukan jenis-jenis yang
sesuai pada kegiatan revegetasi setelah penambangan.
Namun, analisis vegetasi tidak dilakukan pada tanaman
eksotik dan invasif.

Dari hasil analisis vegetasi, jika ada jenis-jenis lokal yang biji/
benihnya sulit dicari, tetapi banyak ditemukan di lapangan,
bisa dilakukan penyelamatan dengan proses cabutan anakan
alam yang kemudian dikembangkan di persemaian. Selain
menjaga kelestarian jenis-jenis tanaman lokal, kegiatan ini
juga berfungsi sebagai pembudidayaan jenis langka atau
hampir punah, dan bibit sudah beradaptasi dengan kondisi
lokasi, serta bibit sudah bersimbiosis dengan mikoriza.

C. Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Pembersihan lahan (land clearing) merupakan kegiatan
pembersihan permukaan lahan dari tanaman penutup,
mulai dari tanaman bawah sampai pepohonan, sebelum
kegiatan penambangan dimulai. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam kegiatan land clearing, antara lain:
1. Batas area yang akan dibersihkan harus ditandai dengan
jelas dan tidak memasuki area sempadan sungai, danau,
dan/atau laut dengan jarak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Perlu dilakukan inventarisasi terhadap pohon atau
tanaman hutan yang berdiameter lebih dari 10 cm dan
selanjutnya dikelola sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3. Sisa tebangan pohon berdiameter lebih dari 10 cm dan
biomassa lain dari semak belukar serta tumbuhan bawah
dikumpulkan dan dicacah. Selanjutnya, bagian-bagian
tersebut dijadikan bahan penambah unsur hara yang

2
BAB I - Persiapan Reklamasi

akan memperbaiki sifat fisik tanah pada timbunan tanah


pucuk.
4. Pembersihan lahan tidak boleh dilakukan dengan
pembakaran.

D. Pengupasan dan Pengamanan Tanah Pucuk


Tanah pucuk merupakan tanah yang masih asli dan
mengandung unsur hara. Lahan yang sudah dibersihkan
kemudian diambil/dikupas tanah pucuknya. Lahan ini
merupakan tanah yang digunakan tanaman untuk dapat
tumbuh, biasanya dari permukaan tanah hingga Horizon
B (Gambar 1), yaitu pada kedalaman dengan yang masih
mengandung unsur hara, tetapi sedikit dan didominasi oleh
mineral, sebelum sampai di lapisan batuan penutup (tidak
mengandung unsur hara).

Gambar 1. Penampang Lapisan Tanah

Kedalaman tanah pucuk bersifat site specific. Pada tahap


identifikasi dan inventarisasi, kedalaman tanah harus
diperiksa lebih dahulu di setiap area yang akan diamankan.
Hal ini diperlukan agar tanah pucuk yang akan disimpan
nantinya tidak tercampur dengan batuan penutup

3
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

1
(overburden) yang tidak memiliki unsur hara. Biasanya,
kedalaman tanah pucuk maksimal 1 meter.

Tanah pucuk yang sudah dipisahkan dengan overburden


sebaiknya langsung disebar di area yang akan direklamasi
untuk meminimalkan turunnya kualitas tanah. Jika tanah
pucuk disimpan atau ditimbun terlebih dahulu, kesuburannya
harus dijaga dan penyimpanannya tidak dicampur dengan
overburden. Untuk tetap menjaga kualitas tanah pucuk yang
disimpan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain:
1. Lokasi penyimpanan yang sudah direncanakan
dipastikan tidak terpengaruh oleh lalu lintas alat berat,
kendaraan yang parkir, penambangan, penimbunan
batuan penutup, maupun kegiatan-kegiatan lain selama
lokasi tersebut digunakan untuk penyimpanan tanah.
2. Untuk meminimalkan terjadinya erosi dan longsor, sebaik-
nya, daerah penyimpanan mempunyai permukaan yang
stabil dan drainase yang baik berdasarkan kajian teknis.
3. Sebaiknya, penyimpanan diletakkan di tempat yang
paling jauh dari akses jalan masuk lebih dahulu kemudian
berjalan mundur ke arah akses jalan masuk. Tujuannya
untuk mengurangi alat berat melintasi tanah yang dapat
mengakibatkan pemadatan. Sebaiknya, hanya alat berat
berbobot ringan yang diizinkan melintasi timbunan.
4. Jika penyimpanan tanah akan dilakukan dalam waktu
yang lama, sebaiknya, tanah ditanami dengan tanaman
cover crops, seperti kacang-kacangan atau pohon-
pohon legum, seperti turi (Sesbania grandiflora) untuk
mengurangi erosi sekaligus meningkatkan kesuburannya.
5. Tempat penyimpanan harus mempunyai sistem drainase
yang memadai di bagian permukaan sehingga tidak
terjadi pembentukan kolam dan kondisi becek.
6. Jika penyimpanan akan berlangsung lebih dari tiga bulan,
petugas yang bertanggung jawab perlu menyebarinya
dengan biji tanaman penutup yang cepat tumbuh.
7. Di permukaan tempat penyimpanan, harus dipasang
tanda dalam Bahasa Indonesia yang bertuliskan:

4
BAB I - Persiapan Reklamasi

“Timbunan tanah, ditimbun tanggal: …....., Dilarang


masuk”. Jika memungkinkan, buatkan tanggul tanah
atau sejenisnya untuk mencegah kendaraan masuk ke
daerah penyimpanan.
8. Sebaiknya, tanah yang disimpan digunakan sesegera
mungkin. Sebaiknya, tanah di-stockpile tidak disimpan
lebih dari satu tahun untuk mencegah kehilangan unsur
hara tanah.

E. Pemanfaatan Biomassa Sisa Hasil Pembersihan Lahan


Bahan organik dalam jumlah besar diperlukan untuk
mengembalikan kesuburan tanah bekas tambang, baik
saat penyimpanan tanah pucuk maupun saat reklamasi
dilakukan. Bahan organik yang tersedia melimpah di area
pertambangan adalah biomassa hasil land clearing. Daun,
batang, dan akar dapat dicacah dan diproses menjadi
kompos untuk digunakan di kemudian hari. Ada banyak
alat (wood chipper) yang tersedia secara komersial dengan
kapasitas beberapa ton per jam dan dapat dipindahkan
sesuai kebutuhan. Wood chipper dapat ditarik dengan light
vehicle (LV) ke area land clearing. Hasil cacahan tersebut
ditumpuk di suatu tempat dengan truk untuk diolah lebih
lanjut (Gambar 2).

Biomassa dari tanaman hasil pencacahan yang berupa


1
cacahan kayu (wood chip) dapat dibentuk menjadi kompos
dengan metode open windrow. Caranya, wood chip ditumpuk
dan dijaga kondisinya tetap basah (kadar airnya sekitar 60%)
dan diaduk secara berkala agar merata matangnya. Prosesnya
cukup sederhana, cacahan bahan organik ditumpuk hingga
mencapai tinggi 10 m dan setiap enam minggu sekali dibalik
dengan menggunakan long arm. Pembalikan dilakukan
dengan cara memindahkan tumpukan ke area di sampingnya
dimulai dari bagian atas (Gambar 3). Dengan demikian,
bagian tumpukan yang awalnya berada di luar menjadi
bagian dalam dari tumpukan, demikian pula sebaliknya.
Kurang lebih enam bulan sejak awal proses, bahan organik
dapat digunakan sebagai pupuk maupun mulsa.

5
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 2. Wood chipper machine

Gambar 3. Proses Pembuatan Kompos

6
BAB I - Persiapan Reklamasi

Kemudian, kompos yang sudah matang (Gambar 4)


dipisahkan berdasarkan ukuran butirannya dengan
menggunakan saringan (Gambar 5). Proses ini juga berfungsi
untuk memisahkan benda-benda lain yang tercampur pada
kompos, seperti plastik dan batang kayu yang besar. Fungsi
lain adalah menjaga kualitas kompos sebelum digunakan di
lapangan.

Gambar 4. Kompos yang sudah matang

Gambar 5. Proses pemisahan butiran kompos


Pengolahan limbah hasil land clearing akan membuat
perusahaan memperoleh bahan organik dalam jumlah

7
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

1
melimpah dengan biaya lebih murah. Jika perusahaan
tetap ingin bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk
membeli kompos dari desa-desa terdekat, kompos tersebut
dapat digunakan sebagai pencampur di lubang tanam. Biaya
pengadaan bahan organik yang murah memungkinkan
perusahaan menggunakan 5-10 kg bahan organik di setiap
lubang tanam sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih
baik.

Dalam reklamasi, ada tiga kegiatan yang memerlukan persiapan


secara komprehensif agar tujuan kegiatan reklamasi dapat ter-
capai sesuai rencana awal, antara lain:

1. Persiapan Penataan Lahan


Dalam kegiatan ini, persiapan yang baik harus dibuat agar
lahan yang telah ditata dapat menunjang pertumbuhan ta-
naman sekaligus meminimalkan potensi erosi dan sedimen-
tasi. Kegiatan yang memerlukan persiapan yang baik dalam
penataan lahan antara lain:
a. Pengisian Kembali Lubang Tambang
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam persiapan kegi-
atan penutupan batuan asam adalah penempatan batuan
PAF yang harus tertutup dari paparan oksigen atau air
untuk mencegah terbentuknya air asam tambang.
b. Pengaturan Bentuk Lahan
Prinsip yang perlu diperhatikan adalah pengaturan
bentuk lahan sesuai dengan kemiringannya, pencega-
han erosi dan sedimentasi dilakukan dengan pengaturan
bentuk teras, serta penempatan saluran air dan uku-
rannya sesuai kondisi hidrologis lahan.
c. Penebaran Tanah Pucuk
Prinsip yang perlu diperhatikan adalah penyesuaian me-
tode penyebaran tanah pucuk tergantung pada kualitas
dan kuantitas tanah pucuk yang akan disebar di area rek-
lamasi.

Selain itu, proses pengendalian erosi dan sedimentasi ber-


kaitan erat dengan penataan lahan. Faktor-faktor yang

8
BAB I - Persiapan Reklamasi

memengaruhi erosi dalam persiapan penataan lahan perlu


diperhatikan dalam usaha mengendalikan atau mencegah
erosi.

2. Persiapan Pengendalian Erosi dan Sedimentasi


Setelah rencana penataan lahan tersusun, persiapan
pengendalian erosi dan sedimentasi perlu dibuat dengan
memerhatikan prinsip-prinsip berikut:
a. Memperbesar resistensi permukaan tanah sehingga
lapisan permukaan tanah tahan terhadap pengaruh
tumbukan butir-butir air hujan;
b. Memperbesar kapasitas infiltrasi tanah sehingga laju
aliran permukaan dapat direduksi;
c. Memperbesar resistensi tanah sehingga daya rusak dan
daya hanyut aliran permukaan terhadap partikel-partikel
tanah dapat diperkecil atau direduksi.
Prinsip-prinsip di atas kemudian dituangkan dalam bentuk
peta hidrologi yang menggambarkan arah aliran air di area
reklamasi yang telah ditata. Selanjutnya, peta tersebut
akan menjadi dasar dalam rencana penempatan sarana
pengendalian erosi dan sedimentasi yang akan dibangun
pada area reklamasi, meliputi bentuk, jenis, ukuran, dan
pemonitoran (monitoring) sarana pengendalian erosi dan
sedimentasi. 1
3. Persiapan Revegetasi
Persiapan ini bergantung pada kondisi lahan dan iklim di
area reklamasi. Prinsip-prinsip dalam persiapan kegiatan
revegetasi antara lain:
a. Pemilihan jenis pohon dan jenis tanaman penutup
tanah disesuaikan dengan kondisi tempat tumbuh agar
tanaman dapat tumbuh secara optimal.
b. Pengadaan bibit dan persemaian perlu disesuaikan
dengan kebutuhan penanaman di area persemaian.
Penyesuaian ini akan memengaruhi perlu tidaknya
dibangun persemaian dan seberapa besar kapasitas
persemaian yang akan dibangun.
c. Jika kondisi lahan kurang mendukung pertumbuhan

9
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

1
tanaman, kesuburan tanah perlu diperbaiki sebelum
penanaman dilakukan.
d. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pe-
nanaman, yaitu jarak tanam, jumlah dan jenis tanaman,
serta metode penanamannya. Selain itu, perlu dibuat
rencana pemeliharaan secara rutin untuk menjaga per-
tumbuhan dan kesehatan tanaman yang sudah ditanam
di area reklamasi.

10
BAB II - Penataan Lahan

BAB II
PENATAAN LAHAN

T
ujuan penataan lahan adalah untuk mengatur/menata
lahan bekas tambang agar siap ditanami, mencegah
erosi dan sedimentasi pada daerah miring/lereng,
sekaligus memulihkan daya dukung dan fungsi lahan yang
akan direvegetasi. Tahapan kegiatan penataan lahan antara lain
meliputi:

A. Identifikasi dan Inventarisasi Area Reklamasi


Sebelum kegiatan reklamasi dilakukan, lahan
pascapenambangan perlu diidentifikasi dan diinventarisasi
kondisinya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya perubahan desain sesuai dengan
kondisi di lapangan sehingga pelaksanaan reklamasi berjalan 2
sesuai target perencanaan. Identifikasi dan inventarisasi di
area yang akan direklamasi, antara lain:
1. Luasan Lahan yang Akan Direklamasi
Luasan lahan berkaitan dengan volume batuan penutup
dan tanah pucuk yang dibutuhkan untuk penataan
lahan serta jumlah pohon yang akan ditanam pada saat
revegetasi.
2. Kebutuhan Volume Batuan Penutup (Overburden) dan
Kebutuhan Volume Tanah Pucuk
Kebutuhan volume batuan penutup dan tanah pucuk yang
dihubungkan dengan ketersediaannya akan menentukan
metode pengaturan lereng dan metode penebaran tanah
pucuk yang akan dilaksanakan.
3. Kualitas Tanah Pucuk yang Akan Ditebar

11
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
Kualitas tanah pucuk akan memengaruhi perbaikan
kesuburan tanah yang dibutuhkan sebelum penanaman
untuk menopang kebutuhan tumbuh pohon.
4. Iklim
Kondisi iklim berpengaruh pada pemilihan jenis
tanaman dan metode pemeliharaan tanaman yang baik
agar kegiatan reklamasi berjalan lancar dan target bisa
tercapai.
5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
Kondisi ini juga perlu diidentifikasi untuk meminimalkan
resistensi masyarakat dalam pelaksanaan reklamasi.
Jika disosialisasikan dengan baik dan dilibatkan dalam
perencanaan, masyarakat berpotensi besar mendukung
kegiatan reklamasi.
6. Faktor-faktor lain yang memengaruhi pelaksanaan
kegiatan reklamasi.

B. Pengisian Kembali Lubang Bekas Tambang


Ada perbedaan pada saat pengisian kembali lubang bekas
tambang bagi tambang batu bara dan tambang mineral.
Tambang batu bara memiliki batuan penutup (overburden)
yang bersifat asam sehingga perlu penanganan khusus
agar tidak terbentuk air asam tambang. Untuk tambang
mineral, biasanya, batuan penutup tidak membentuk air
asam tambang sehingga proses pengisian lubang bekas
tambangnya lebih mudah dilakukan. Berikut pedoman
pengisian lubang pada tambang batu bara dan tambang
mineral:
1. Penutupan Batuan Asam pada Tambang Batu Bara
Batuan asam, biasa disebut PAF (Potentially Acid
Forming), yang terpapar udara dan air karena penggalian
mineral tambang harus ditutup/ditimbun. Tujuannya
untuk meminimalkan terbentuknya air asam tambang
akibat paparan PAF dengan udara dan air, terutama pada
kegiatan tambang terbuka. Proses penutupan batuan
asam dilakukan dengan mengisolasi batuan PAF yang
akan mengurangi masuknya oksigen atau disebut proses
enkapsulasi (Gambar 6).

12
BAB II - Penataan Lahan

Gambar 6. Skema pengisolasian batuan PAF

Proses penutupan batuan asam diawali dengan proses


karakterisasi batuan untuk membedakan batuan PAF
dan batuan NAF yang biasanya menggunakan metode
static test dan kinetic test. Kegiatan karakterisasi batuan
ini dilakukan sebelum batuan penutup (overburden)
digali untuk mengambil bahan tambang. Selanjutnya,
pemetaan lokasi-lokasi yang terindentifikasi ada batuan
PAF perlu dilakukan. Ketika penambangan dilakukan
dan batuan overburden diambil dan dipindahkan,
tempat penyimpanan batuan PAF dan batuan NAF perlu
dipisahkan agar penataan lahan dapat dilakukan lebih
mudah pada saat penambangan berakhir. Pemisahan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi batuan PAF dan NAF
yang disimpan. Penutupan batuan asam (enkapsulasi)
bergantung pada volume material batuan, peralatan yang
2
digunakan, dan ketersediaan tanah liat.

Tersedia beberapa pilihan metode enkapsulasi batuan
PAF yang dapat digunakan pada pengisian kembali
lubang bekas tambang, antara lain:
a. Penutup Tanah Liat Satu Meter Dipadatkan (Tipe 1)
Pada metode ini, batuan PAF dienkapsulasi dengan
lapisan tanah liat yang dipadatkan setebal 1 m dan
batuan NAF yang tidak dipadatkan setebal 2 m,
kemudian ditutup dengan lapisan tanah pucuk setebal
1 m (Gambar 7).
Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini
adalah tanah liat harus disesuaikan kelembabannya
sebelum pemadatan dilakukan. Kemudian, untuk

13
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 7. Metode enkapsulasi tipe 1

lapisan batuan penutup NAF yang tidak dipadatkan,


ketebalan lapisan ini bisa dikurangi sampai satu
meter apabila suplai batuan penutup NAF sangat
terbatas (atau perlu jarak angkut yang jauh), daerah
yang bersangkutan berada di puncak timbunan yang
bahaya erosinya relatif rendah atau lapisan tersebut
berada di bagian teras dengan memastikan bahaya
erosi relatif rendah dan memastikan desain drainase
yang tepat.
Kelebihan dan kekurangan metode ini adalah
biayanya cukup besar karena berkaitan dengan
lamanya proses pemadatan dan ketersediaan tanah
liat, lebih rentan terhadap erosi dan tembusnya
penutup, serta diperlukan pengendalian teknik yang
tinggi.

b. Penutup Batuan NAF Dua Meter Dipadatkan (Tipe 2)


Pada metode ini, batuan PAF dienkapsulasi dengan
lapis-an batuan NAF yang dipadatkan setebal 2 m dan
batuan NAF yang tidak dipadatkan setebal 2 m, kemu-
dian ditutup dengan lapisan tanah pucuk setebal 1 m
(Gambar 8).

14
BAB II - Penataan Lahan

Gambar 8. Metode enkapsulasi tipe 2

Untuk lapisan batuan penutup NAF yang tidak


dipadatkan sama seperti metode Tipe 1. Ketebalan
lapisan ini bisa dikurangi sampai satu meter apabila
suplai batuan penutup NAF sangat terbatas (atau perlu
jarak angkut yang jauh), daerah yang bersangkutan
berada di puncak timbunan yang bahaya erosinya
relatif rendah atau lapisan tersebut berada di bagian
teras dengan memastikan bahaya erosi relatif rendah


dan memastikan desain drainase yang tepat.
Kelebihan dan kekurangan dari teknik ini ada-
2
lah biaya cukup besar karena berkaitan dengan lama-
nya proses pemadatan dan ketersediaan batuan NAF,
lebih rentan terhadap erosi dan tembusnya penutup,
serta diperlukan pengendalian teknik yang tinggi.

c. Penutup Batuan NAF Tidak Dipadatkan (Tipe 3)


Pada metode ini, batuan PAF dienkapsulasi dengan
lapisan batuan NAF yang tidak dipadatkan setebal 10-
20 m, kemudian ditutup dengan lapisan tanah pucuk
setebal 1 m (Gambar 9).
Untuk ketebalan desain batuan NAF yang
tidak dipadatkan akan ditentukan dalam rencana
penimbunan yang tergantung pada ketersedian

15
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 9. Metode enkapsulasi tipe 3

volume batuan NAF, kualitas fisik dari batuan NAF,


dan pertimbangan lainnya.

Kelebihan dan kekurangan dari teknik ini adalah


biaya rendah jika batuan penutup dari beberapa
lubang tambang yang berdekatan bisa digunakan.
Dalam beberapa kasus, jarak pengangkutan yang jauh
bisa menyebabkan pilihan ini menjadi mahal. Risiko
terbukanya lapisan batuan PAF berkurang karena
penutup lebih tebal. Tidak rusak oleh penurunan
(settlement) batuan timbunan. Diperlukan tingkat
pengendalian teknik yang sedikit, tetapi memerlukan
penentuan jenis batuan penutup secara benar dan
penanganan yang selektif.

d. Metode Lain yang Terbukti Dapat Mencegah


Terjadinya Air Asam Tambang
Selain ketiga tipe di atas, metode lain yang terbukti

16
BAB II - Penataan Lahan

dapat mencegah terjadinya air dan mempunyai dasar


kajian teknis dapat diterapkan dalam pengisian
lubang bekas tambang.
Untuk proses penimbunan batuan asam (PAF)
bisa merujuk pada SNI 7082:2016 tentang Tata Cara
Penimbunan Batuan Penutup untuk Pencegahan
Pembentukan Air Asam Tambang pada Kegiatan
Tambang Terbuka Batu Bara serta Perubahannya.

2. Penutupan Lubang Bekas Tambang di Tambang Mineral


Untuk penutupan lubang bekas tambang di tambang
mineral, batuan penutup (overburden) bisa ditimbun
langsung pada lubang bekas tambang atau disesuaikan
dengan dokumen AMDAL-nya karena, biasanya, tidak
mengandung PAF. Kegiatan penutupan lubang bekas
tambang dilakukan secara progresif sesuai dengan
kemajuan pelaksanaan penambangan. Namun demikian,
penutupan lubang bekas tambang di tambang mineral
tetap harus memerhatikan prinsip-prinsip perlindungan
lingkungan hidup dan memenuhi peraturan perundangan.

C. Pengelolaan Air
Pengelolaan air yang dimaksud pada bagian ini adalah
pengelolaan air yang dihasilkan akibat pembukaan lapisan
tanah untuk mengambil bahan tambang yang ada. Tambang
2
batu bara menghasilkan air asam tambang yang perlu
diminimalkan melalui penataan lahan yang baik, sedangkan
tambang mineral tidak berpotensi menghasilkan air asam
tambang. Meskipun demikian, air yang dihasilkan tambang
mineral tetap perlu diperiksa kembali apakah memengaruhi
kondisi lingkungan atau tidak. Berikut ini pedoman
pengolahan air pada lahan bekas tambang:
1. Pengolahan Air Asam Tambang
Walaupun batuan asam sudah dienkapsulapsi, potensi
terbentuknya air asam tambang tetap ada. Potensi
tersebut bisa berasal dari kegiatan stockpile batu bara
atau bijih, pengotor hasil dari pencucian batu bara atau
tailing, dan dari mine pit. Jika tetap terbentuk, air asam

17
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
tambang perlu diolah terlebih dahulu agar tidak merusak
sebelum dibuang ke badan air. Ada dua cara pengolahan
air asam tambang, yaitu:
a. Pengolahan Air Asam Tambang secara Aktif
Pengolahan dilakukan dengan cara menetralkan air
yang bersifat asam menggunakan kapur. Air asam
yang dihasilkan dialirkan ke sediment pond kemudian
air dinetralkan dengan pemberian kapur, baik
secara manual maupun secara mekanis. Metode ini
merupakan cara yang paling efektif dalam menaikkan
pH air asam tambang, tetapi kurang efisien jika dilihat
dari pertimbangan besarnya biaya untuk bahan kimia
dan tenaga kerja.
b. Pengolahan Air Asam Tambang secara Pasif
Pengolahan ini mengandalkan terjadinya proses
bio-geokimiawi yang berlangsung terus-menerus
secara alami untuk meningkatkan pH dan mengikat
logam-logam terlarut agar mengendap. Teknologi
yang digunakan adalah teknologi ekosistem wetland,
yaitu mengalirkan air ke rawa-rawa (wetland) yang
ditanami dengan tanaman, khususnya rumput tifa
(Typha angustifolia) dan pohon-pohon rawa, seperti
Gempol atau Longkida (Nauclea orientalis) yang
memiliki kemampuan menyerap logam berat tinggi.
Pengelolaan air asam tambang dengan hutan rawa
buatan merupakan penyempurnaan dari sistem rawa
buatan yang telah diterapkan di negara-negara lain.
Bentuk fisik akhirnya berupa hutan rawa dengan
pohon-pohon rawa. Jadi, bukan hanya sekadar
rawa-rawa yang ditumbuhi oleh rumput rawa saja.
Dalam hutan rawa buatan ini air asam tambang
akan dinetralkan oleh bahan organik, mikroba, dan
tanaman yang ada di dalam kompartemen sehingga
air yang keluar memiliki pH dan kandungan logam
berat yang telah memenuhi baku mutu. Tahapan
pengolahan air asam tambang dengan konstruksi
hutan rawa ini adalah sebagai berikut:

18
BAB II - Penataan Lahan

2
Gambar 10. Metode Pengolahan air asam tambang
secara aktif

1) Identifikasi area penghasil air asam tambang yang


akan dikelola (dalam satu daerah tangkapan air).
Identifikasi ini mencakup luasan, tutupan lahan,
kharakteristik tanah (minimum tekstur dan pH
tanah), cekungan alami yang berpotensi untuk
dijadikan hutan rawa, dan jarak dari pemukiman.
2) Pembuatan peta hidrologi untuk mengetahui
arah aliran air di area target.
3) Mengumpulkan data curah hujan, khususnya
untuk mendapatkan data curah hujan maksimum
yang akan digunakan untuk menghitung

19
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
debit maksimum dan ukuran hutan rawa yang
diperlukan.
4) Karakterisasi air asam tambang untuk mengetahui
pH, kandungan logam-logam dan sulfat terlarut,
serta total suspended solid (TSS).
5) Inventarisasi sumber bahan organik dan tanaman
yang akan digunakan untuk mengonstruksi
hutan rawa, antara lain pupuk kandang, bahan
organik lain, bibit rumput tifa, bibit pohon kayu
putih, gempol, atau jenis-jenis pohon hutan rawa
lainnya.
6) Pengukuran retention time (waktu tinggal) air
asam tambang untuk menaikkan pH sampai
mencapai baku mutu (pH 6–9). Pengukuran
dilakukan dengan membuat kolam plastik ukuran
1,5 x 2 m dan tinggi 1 m. Dasar kolam diisi dengan
overburden setebal 20 cm, lalu campuran pupuk
kandang dan bahan organik (atau bahan organik
saja) setebal 20–30 cm. Setelah semua siap, air
asam tambang dituang hingga mencapai tinggi
30–40 cm. Ukur pH sebelum air dimasukkan ke
dalam kolam. Setelah itu, pH air diukur setelah
mencapai tinggi 30–40 cm, lalu diulang setiap 1
jam sekali sampai pH air melewati 6. Pengukuran
retention time dilakukan dengan tiga kali ulangan.
Durasi untuk mencapai pH 6 adalah nilai retention
time.
7) Desain dan konstruksi kompartemen hutan rawa
buatan.
Hutan rawa buatan dapat terdiri dari beberapa
kompartemen yang bertingkat. Desain
kompartemen pertama dibuat lebih dalam
dan berfungsi sebagai sediment pond untuk
mengendapkan lumpur sehingga air yang
masuk ke kompartemen selanjutnya dapat
lebih bersih. Lumpur di kompartemen pertama
dapat diangkat setiap waktu sebagai bagian dari
pemeliharaan. Perlu diperhatikan, lumpur akan

20
BAB II - Penataan Lahan

sulit diangkat tanpa merusak tanaman jika masuk


ke kompartemen hutan rawa.
Desain kompartemen kedua dan selanjutnya
dapat berupa hutan rawa yang akan ditanami
rumput dan pohon rawa dengan kedalaman yang
lebih dangkal berkisar 75–100 cm. Ukuran hutan
rawa buatan dihitung dari debit air yang akan di-
kelola dan retention time yang diperlukan. Con-
toh debit air yang akan dikelola adalah 0,1 m3
per detik dengan retention time 4 jam. Air akan
memenuhi seluruh kompartemen minimum 4
jam, dengan debit 0,1 m3. Volume air yang akan
tertampung selama 4 jam adalah 1.440 m3. Jika
kedalaman permukaan air 0,4 m (40 cm), luas to-
tal kompartemen tidak termasuk sediment pond
adalah 3600 m2. Jika dibuat 4 kompartemen, luas
masing-masing adalah 900 m2. Konstruksinya da-
pat terdiri dari bahan organik (kompos), kerikil,
atau kapur tergantung kebutuhan pengolahan
air.
8) Penebaran pupuk kandang dan bahan organik.
Setelah kompartemen selesai dibuat (kedalaman
kolam sebaiknya 75-100 cm), langkah selanjutnya
adalah penebaran campuran pupuk kandang dan
bahan organik setebal 20–30 cm secara merata.
2
Sebaiknya, kompartemen terakhir hanya ditanami
rumput dan pohon rawa agar air lebih bersih dan
tidak tercampur bahan organik. Bahan organik
hanya diperlukan untuk menanam rumput dan
pohon rawa.
9) Penanaman rumput dan pohon rawa. Setelah
bahan organik dihamparkan, selanjutnya dilaku-
kan penanaman rumput dan pohon rawa di dasar
kompartemen. Jarak tanam untuk rumput rawa
adalah 0,5x0,5 m atau 1x1 m. Setelah tumbuh,
rumput rawa akan berkembang dan membentuk
rumpun baru melalui stolonnya sehingga kom-
partemen akan dipenuhi rumput rawa. Kondisi

21
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
ini akan meningkatkan efektivitas kompartemen
hutan rawa dalam menyerap logam dan TSS. Se-
mentara itu, bibit pohon rawa ditanam dengan ja-
rak tanam 2x2 m atau 3x3 m. Kompos dan pupuk
anorganik dapat ditambahkan di lubang tanam
saat penanaman untuk mempercepat pertum-
buhan tanaman dan bibit.
10) Pengisian air asam tambang ke dalam
kompartemen hutan rawa buatan. Setelah
penanaman selesai, air asam tambang dapat
dialirkan ke kompartemen dengan outlet tertutup
hingga mencapai kurang lebih 10 cm di atas
bahan organik. Kondisi ini dipertahankan selama
satu bulan untuk memberi kesempatan bagi
tanaman untuk beradaptasi dan mulai tumbuh.
Penggenangan terlalu tinggi dapat menyebabkan
beberapa tanaman tercabut atau terangkat.
Pada hari pertama, pH air diukur setiap jam.
Selanjutnya, dapat dilakukan setiap hari satu kali
pengukuran. Setelah tanaman stabil, outlet dapat
dibuka dan air dialirkan, tetapi tidak terlalu deras
agar tidak merusak tanaman.
11) Pemantauan kualitas air dan pertumbuhan
tanaman.
Pengukuran pH dan TSS di inlet dan di oulet
kompartemen hutan rawa buatan dilakukan se-
tiap hari dan didokumentasikan. Pertumbuhan
rumput rawa dan bibit pohon dapat diukur tiga
bulan sekali untuk mengetahui perkembangan-
nya. Pengukuran cukup dibuat petak-petak ukur
berukuran 2x2 m. Untuk memantau kandungan
logam berat dalam air, enam bulan setelah kom-
partemen berfungsi penuh, contoh air di inlet dan
outlet dianalisa di laboratorium yang kompeten.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan air
asam tambang, terutama dalam perhitungan air yang
akan diolah untuk dinetralkan, antara lain:

22
BAB II - Penataan Lahan

i. Kualitas air asam tambang yang akan diolah;


ii. Kuantitas air asam tambang yang akan diolah,
yang bisa dihitung dari curah hujan;
iii. Arah aliran air yang bisa diprediksi dari kondisi
kontur tanah/topografi di lokasi;

Ketiga faktor tersebut menjadi parameter penentu
terhadap jenis, ukuran, dan desain sistem pengolahan
air asam tambang yang sesuai dengan karakteristik
masing-masing area. Tujuannya untuk menjaga
efektivitas dan efisiensi pengolahan air asam tambang.

Gambar 11. Metode pengolahan air asam tambang


secara pasif

23
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
2. Pengelolaan Air pada Tambang Mineral
Biasanya, tambang mineral tidak menghasilkan air asam
tambang. Namun, terkadang, dapat mengandung logam-
logam berat yang bisa berbahaya dan menimbulkan
kerusakan lingkungan sehingga perlu dikelola dan
dikendalikan. Metode pengolahan air secara pasif pada
pengelolaan air asam tambang bisa diterapkan pada
pengelolaan air pada tambang mineral karena dapat
menurunkan beberapa jenis logam berat. Pengelolaan
secara aktif dengan pembuatan IPAL (Instalasi Peng-
olahan Air Limbah) juga bisa diterapkan sesuai dengan
jenis logam berat yang dihasilkan. Untuk hasil pengolahan
air harus memenuhi baku mutu sesuai dengan peraturan
perundangan.

D. Pengaturan Bentuk Lahan


Pengaturan bentuk lahan yang akan direklamasi disesuaikan
dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat yang,
biasanya, berubah akibat kegiatan penambangan. Kegiatan
ini meliputi:
1. Pengaturan Bentuk Lereng
Pengaturan bentuk lereng bertujuan untuk mengurangi
kecepatan air limpasan (run-off), erosi, sedimentasi, dan
longsoran. Oleh karena itu, bentuk dan desain kemiringan
lahan (slope) harus datar sampai landai, minimal rasio 4:1
dengan kemiringan maksimal 25% (atau sesuai dengan
hasil kajian geoteknik yang bisa dipertanggungjawabkan).
Sebaiknya, kondisi lereng tidak dibuat terlalu tinggi. Jika
terpaksa tinggi, desain perlu dibentuk berteras-teras
sesuai dengan persentase kelerengannya, sebagaimana
terlihat pada Gambar 12.

Beberapa bentuk pengaturan lahan yang dapat dibuat,


antara lain:
a. Teras Datar
Teras datar digunakan jika kemiringan lereng kurang
dari 5% dan kedalaman tanah pucuk kurang dari 30

24
BAB II - Penataan Lahan

Gambar 12. Pengaturan bentuk lahan dan perlakuan reklamasi


2
cm. Teras ini memerlukan drainase yang baik dan
dibuatkan tanggul-tanggul serta saluran air yang

Gambar 13. Contoh Teras Datar

25
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
ditanami vegetasi/rumput untuk menahan erosi.
b. Teras Guludan
Teras guludan digunakan jika kemiringan lereng 8–40
% dan permeabilitas tanah cukup tinggi. Beda tinggi
antar guludan sekitar 1,25 m. Sebaiknya, guludan
ditanami legum atau rumput dan perlu dipangkas
secara reguler. Mulsa hasil pangkasan bisa digunakan
sebagai penutup di guludan untuk menahan erosi dan
sedimentasi dari lereng bagian atas. Pada teras ini
bisa disebar tanah pucuk dangkal dan berpasir. Untuk
kemiringan di bidang olahan diusahakan tetap 7 %
dan ditanami vegetasi yang bisa kuat menahan tanah
agar tidak terjadi longsoran.

Gambar 14. Contoh Teras Guludan

c. Teras Kredit
Teras kredit digunakan pada lereng 3–15% untuk
tanah dangkal dan pada lereng 3–40% untuk tanah
dalam. Jarak antar guludan sekitar 5–12 m. Pada teras
kredit, guludan ditanami tanaman penguat, seperti
rumput dan legum. Namun, jenis teras ini tidak cocok
untuk vegetasi yang peka terhadap longsoran.

26
BAB II - Penataan Lahan

Gambar 15. Contoh Teras Kredit

d. Teras Kebun
Teras kebun digunakan jika kemiringan lereng 10–
30% dan kedalaman solum tanah lebih dari 30 cm.
Untuk lebar teras kurang lebih 1,5 m dan di luar teras
ditanami tanaman penutup keras. Jenis teras ini cocok
untuk ditanami tumbuhan perkebunan/tahunan.
Teras ini direkomendasikan untuk jenis tanah dengan
daya serap lambat.

Gambar 16. Contoh Teras Kebun

27
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 17. Tampak samping contoh teras kebun

e. Teras Bangku
Teras bangku digunakan jika kemiringan lereng lebih
dari 15%. Teras ini dibuat sejajar dengan kontur lereng,
dengan interval tinggi yang dihitung berdasarkan
kemiringan lereng. Bidang olah dibuat miring ke
dalam dengan kemiringan 1–3%. Tinggi guludan teras
sekitar 20 cm dengan lebar dasar 20 cm. Lereng teras
ditanami rumput (rumput gajah, Brachiria brizantha,
selaria, akar wangi, dan lain-lain) sebagai penguat
tanah.
f. Teras Alis dan Teras Tidak Kontinyu
Teras ini digunakan pada lereng yang curam, tetapi
hanya sedikit lahan yang bisa diolah. Manfaat dari
teras ini adalah air tidak terkonsentrasi di saluran dan
hanya dialirkan ke tempat teras dibuat. Ukuran teras
ini disesuaikan dengan vegetasi yang akan ditanam,
biasanya panjang sekitar 1,5 m dan lebar 0,5–1 m.
Jarak antarteras disesuaikan dengan jarak tanam
tanaman pokok.

28
BAB II - Penataan Lahan

Gambar 18. Contoh Teras Alis (atas)


dan Teras Kontinyu (bawah)

2. Pengaturan Saluran Pembuangan Air (SPA)


Untuk saluran pembuangan air, dianjurkan,
penampangnya berbentuk trapesium atau parabolik.
Penampang saluran pembuangan air tidak disarankan
berbentuk persegi atau segitiga karena lebih berpotensi
menimbulkan erosi dan sedimentasi (Gambar 19).

29
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
Untuk saluran air yang berada pada kemiringan curam
atau pada bangunan drop structure, bisa digunakan
batu-batu besar atau ban-ban bekas yang diletakkan di
saluran. Tujuannya untuk memecah aliran air sehingga
memperlambat laju kecepatan air dan mengurangi daya
rusak air terhadap saluran yang mengakibatkan erosi
saluran.

Gambar 20. Contoh bentuk saluran air

3. Pengamanan Bijih Kadar Rendah (Low Grade)


Kualitas bahan tambang yang diambil bervariasi, mulai
dari low grade sampai high grade. Saat ini, permintaan
pasar dan teknologi pengolahan masih cenderung
mensyaratkan kualitas menengah ke atas. Namun
demikian, potensi low grade cukup besar dan, pada masa
mendatang, dapat bernilai ekonomis. Potensi low grade
yang cukup besar ini harus ditempatkan sesuai dengan
ketentuan, baik letaknya maupun tekniknya, agar tidak
tererosi atau hilang ketika ditimbun dalam waktu yang
lama dan tidak menimbulkan dampak lingkungan.

Tempat penimbunan low grade dapat didesain berbentuk


bukit atau tertanam di bawah permukaan tanah
tergantung pada ketersediaan lahan dan material
penutup (overburden). Jika disimpan dalam waktu yang
sangat lama, tempat penimbunan low grade juga perlu
direklamasi. Namun, jika jumlahnya tidak banyak, cukup
sampai dengan penanaman cover crops.

30
BAB II - Penataan Lahan

Gambar 21. Contoh penempatan low grade

E. Pengelolaan Tanah Pucuk


1. Pengupasan dan Penyimpanan Tanah Pucuk
Pengupasan dan penyimpanan tanah pucuk menjadi
salah satu faktor penting dalam kesuksesan hasil
reklamasi. Sebaiknya, metode direct spreading diterapkan
2
pada saat reklamasi untuk meminimalkan waktu, tenaga,
dan biaya dalam pengelolaan tanah pucuk. Metode ini
mengondisikan tanah pucuk yang dikupas, sebaiknya,
langsung diangkut dan disebarkan di zona penataan
lahan sehingga kondisi tanah pucuk masih bagus saat
ditebarkan. Kekurangan metode ini adalah tidak bisa
diterapkan pada awal penambangan karena belum ada
lahan yang akan direklamasi. Namun, seiring dengan
perkembangan zona penambangan dan adanya zona
yang akan direklamasi, sebaiknya, metode direct spreading
selalu dilakukan. Selain mengurangi waktu, tenaga, dan
biaya pelaksanaan, kondisi tanah pucuk bisa langsung
mendukung tumbuhnya tanaman sehingga penyesuaian
dan perbaikan kesuburan tanah bisa diminimalkan.

31
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
2. Penebaran Tanah Pucuk
Ada beberapa metode penyebaran tanah pucuk yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan reklamasi, antara
lain:
a. Metode Perataan Tanah
Metode perataan tanah ini dapat dilakukan jika jumlah
lapisan tanah pucuk tersedia relatif banyak. Setelah
dilaksanakan pengaturan bentuk lereng dengan
perataan lapisan penutup (overburden), tanah pucuk
ditebar seturut ketebalan tertentu (Gambar 22).

Tanah Pucuk

Tanah Penutup

Gambar 22. Penampang tanah dalam metode perataan

Tebal perataan tanah disesuaikan dengan


persyaratan untuk jenis tanaman yang akan ditanam.
Pada saat penimbunan kembali, lapisan tanah pucuk
berada di bagian atas dari tanah penutup yang relatif
miskin unsur hara.
Kelebihan pada penerapan metode perataan
tanah adalah tingkat keberhasilan reklamasinya
paling tinggi, proses pengerjaan relatif mudah, dan
kondisi tapak yang ada bisa mendekati keadaan yang
sebenarnya. Sementara itu, kekurangan metode ini
adalah jumlah tanah pucuk dibutuhkan cukup banyak
dan waktu pengerjaan relatif lama.

b. Metode Tumpukan atau Guludan


Metode ini dilakukan dengan membuat guludan/

32
BAB II - Penataan Lahan

tumpukan tanah pucuk dalam satu barisan dengan


ketinggian tertentu dan jarak antartumpukan
disesuaikan dengan jenis vegetasi yang akan ditanam
(Gambar 23). Metode ini dapat dilakukan jika jumlah
lapisan tanah pucuk yang tersedia sedikit.

Gambar 23. Contoh bentuk tumpukan atau guludan

Kelebihan metode ini adalah tingkat


keberhasilannya tinggi dan bentuk rekayasa lahan
efektif serta cocok diterapkan pada lahan-lahan bekas
galian yang miskin hara. Di sisi lain, kekurangan
metode ini adalah tanah pucuk yang dibutuhkan cukup
2
banyak, waktu pengerjaan relatif lama, biaya cukup
besar, serta perlu tambahan unsur hara (pupuk) pada
media tanam untuk mengganti dan menutup lubang
galian lahan kritis tersebut.

c. Metode Pot/Lubang Tanam


Metode ini dilakukan dengan membuat pot/lubang-
lubang tanam berjarak tertentu. Selanjutnya, tanah
pucuk diletakkan di lubang-lubang/pot tersebut untuk
tempat penanaman. Metode ini dapat dilakukan
apabila jumlah tanah pucuk terlalu sedikit. Cara ini
membutuhkan kegiatan tambahan, yaitu membuat
lubang-lubang (pot) untuk meletakkan lapisan

33
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

2
tanah pucuk yang nantinya akan digunakan untuk
penanaman (Gambar 24).

Gambar 24. Bentuk pot/lubang tanam


Dimensi atau ukuran lubang tanam disesuaikan
dengan jenis vegetasi yang akan ditanam dan jarak
antara lubang tanam. Kelebihan menggunakan
metode pot/lubang adalah tanah pucuk yang
dibutuhkan sedikit, efektif, dan cocok diterapkan
pada lahan-lahan bekas galian yang sangat miskin
hara. Sementara itu, kekurangannya adalah tanaman
memerlukan tambahan unsur hara (pupuk) pada
media tanam untuk mengganti dan menutup lubang
galian lahan kritis tersebut, tapak/keadaan tidak
mendekati keadaan yang sebenarnya, peralatan yang
dibutuhkan cukup banyak, serta pengerjaannya relatif
sulit dan lama.
Penebaran tanah pucuk proses pemadatan
perlu dilakukan secermat mungkin agar tanah tidak
terlalu padat dan cocok sebagai media tumbuh
tanaman. Proses penebaran tanah pucuk bisa merujuk
pada SNI 6621:2016 tentang Tata Cara Pengelolaan
Tanah Pucuk pada Kegiatan Pertambangan serta
Perubahannya.

34
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

BAB III
PENGENDALIAN EROSI
DAN SEDIMENTASI

A. Pengendalian Erosi Angin


Erosi angin, biasanya, terjadi pada awal reklamasi, penataan
lahan dan sebelum penanaman, serta di jalan-jalan tambang.
Dampak utama erosi angin adalah turunnya produktivitas
lahan, debu yang beterbangan, dan endapan debu pada
selokan di sisi jalan, pagar serta bangunan-bangunan.
Namun, jika revegetasi sudah dilakukan dan tanaman mulai
tumbuh serta menutupi tanah, erosi angin akan berkurang
dengan sendirinya. Pencegahan erosi angin dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain:
1. Menggunakan mulsa sebagai penutup lahan;
2. Membiarkan tanah tetap menggumpal, membasahi
3
permukaan tanah, dan membuat lekukan-lekukan tanah;
3. Mengurangi kecepatan angin dengan membuat pemecah
angin.

B. Pengendalian Erosi Air


Proses pengendalian erosi dan sedimentasi berhubungan erat
dengan proses penataan lahan, terutama pada perencanaan
bentuk lahan yang akan dibuat pada saat kegiatan penataan
lahan dimulai. Dari bentuk lahan yang direncanakan, peta
hidrologi kawasan dapat disusun. Peta tersebut dapat
menunjukkan lokasi yang berpotensi menghasilkan erosi
dan cara menanggulanginya. Berikut tahapan pengendalian
erosi air:

35
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

3
1. Penyusunan Peta Hidrologi
Proses erosi dan sedimentasi sangat tergantung pada
arah aliran air permukaan yang dipengaruhi oleh kondisi
kelerengan di area bekas tambang. Oleh karena itu,
pengendalian erosi juga sangat dipengaruhi oleh bentuk
lahan yang dibangun pada saat proses penataan lahan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan peta hidrologi, antara lain:
a. Peta hidrologi harus jelas menunjukkan pola drainase
dan arah aliran air dari permukaan batuan penutup
yang paling akhir. Peta tersebut perlu dilengkapi
dengan lokasi dan ukuran dari sediment ponds, drop
structures, serta sarana dan prasarana manajemen air
lainnya (Gambar 25). Peta hidrologi menunjukkan
pola integrasi di seluruh area reklamasi dengan desain
sistem pengelolaan air yang ada.

Gambar 25. Contoh peta hidrologi

b. Pengaturan aliran air pada saat perencanaan


pembangunan teras dibuat dengan memerhatikan
kemiringan lereng dan kontur tanah. Tujuannya
agar arah aliran air bisa disesuaikan dengan

36
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

rencana manajemen air dan erosi sedimentasi bisa


dikendalikan. Oleh karena itu, permukaan tiap teras
dibentuk agar mampu menahan limpasan air (run-
off) di lahan yang akan direklamasi. Pengaturan arah
aliran air ini dituangkan dalam peta hidrologi yang
kemudian menjadi dasar penempatan bangunan
pengendalian erosi dan sedimentasi.
c. Pola drainase yang sudah diidentifikasi di peta
hidrologi dijadikan dasar dalam penempatan letak
sarana dan prasarana pengendalian erosi dan
sedimentasi. Faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam penempatan sarana prasarana pengendalian
erosi, antara lain:
i. Aliran air dari saluran air menuju lokasi penempatan
sarana prasarana pengendalian, sebaiknya, cukup
rendah sehingga partikel yang mengendap tidak
terhambur lagi;
ii. Penempatan harus memerhatikan turbulensi yang
mengganggu proses pengendapan;
iii. Peralihan/transisi aliran air dari saluran primer
ke sarana prasarana pengendalian dan sebaliknya
tidak menimbulkan turbulensi.
iv. Laju erosi dan debit air dari curah hujan
menentukan ukuran sarana pengendali erosi
(sementara dan permanen).
3
2. Sarana Prasarana Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
Sarana tersebut meliputi:
a. Detail Bentuk Teras
Bagian permukaan masing-masing tingkat teras
penimbunan dibentuk untuk mencegah luapan air
membanjiri lereng yang akan ditanami. Permukaan
timbunan teras dibentuk dengan kemiringan
menjauhi lereng, gradien kemiringan yang disarankan
sebesar 2% untuk menjamin tidak terjadinya limpasan
air. Daerah di atas teras bisa dibentuk kolam-kolam
sediment traps sehingga menyediakan penampungan

37
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

3
untuk menampung air hujan. Luapan air dari daerah-
daerah ini harus dialirkan ke sarana pengelolaan air,
seperti saluran air, kolam sedimen, atau drop structure
(pengendali aliran). Beberapa yang perlu diperhatikan,
yaitu:
i. Jika teras dibentuk seperti ditentukan di atas,
seharusnya tidak ada genangan air di dekat tepi
teras.
ii. Ketika air tergenang di permukaan teras
menyebabkan masalah-masalah keselamatan dan
operasional, air itu bisa dialirkan ke perangkap
sedimen pada teras yang sama.
iii. Air yang tergenang tidak boleh dialirkan melewati
tepi teras.

Gambar 26. Contoh bentuk teras yang mengarahkan aliran air


menjauhi lereng

b. Perangkap Sedimen (Sediment Traps) Sementara


Perangkap ini diperlukan untuk mengendapkan
material yang hanyut terkena erosi dari bagian atas
permukaan teras sehingga menahan jumlah material
di area reklamasi. Pembangunan perangkap sedimen
sementara disarankan, minimal, berada 50 m dari tepi
teras untuk menghindari kemungkinan luapan pada

38
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

muka teras. Jika air yang menggenang di permukaan


tempat penimbunan menimbulkan masalah
operasional, saluran (profil lengkung) yang dangkal
dapat dibangun agar air mengalir ke dalam kolam
sediment traps. Ketika teras berikutnya dibangun,
perangkap sedimen ini bisa ditimbun kembali dan
digantikan dengan kolam yang baru pada teras
berikutnya, dan demikian seterusnya.
c. Perangkap Sedimen (Sediment Traps) Permanen
Perangkap sedimen berukuran besar dibangun untuk
menampung luapan air dari kolam sediment traps
sementara. Air dari tempat penyimpanan ini harus
mengalir ke drop structure yang stabil. Penempatan
perangkap sedimen permanen juga disarankan,
minimal, berjarak 50 m dari tepi teras dan saluran air
luapan ditujukan ke drop structure utama.
Pada saat penataan lahan untuk membangun
perangkap sedimen, lokasinya bisa ditandai dengan
patok yang ditempatkan pada teras bawah. Lokasi
patok disesuaikan dengan rencana penataan lahan.
Dalam kolam perangkat sedimen diberi lapisan
tanah liat padat, kira-kira setebal 30 cm untuk batuan
yang tidak menghasilkan asam, atau kira-kira setebal
satu meter jika pemberian tutup (capping) dari lokasi
penimbunan diperlukan sebagai pengendali air asam
3
tambang.

Gambar 27. Contoh bentuk sedimen trap permanen

d. Pemasangan Tanggul di Tiap Teras


Tanggul pelindung diperlukan di sepanjang tepi se-
tiap tingkatan teras untuk mencegah air meluap,

39
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

3
mengurangi erosi material lebih, dan sebagai peng-
aman teras. Tanggul dibangun saat seluruh daerah
satu tingkatan teras selesai, yang lokasinya di sepan-
jang tepi luar teras untuk pengaman dan pengendali
erosi. Tanggul dapat dibentuk dari rangkaian guludan
atau tumpukan batuan dan diusahakan tanpa celah.

Gambar 28. Contoh tanggul pelindung erosi/pengaman pada tepi teras

e. Pemasangan Sarana Pengendalian Erosi di Jalan


Tambang
Jalan tambang di area yang akan direklamasi,
biasanya, masih digunakan. Oleh karena itu, potensi
erosi di sepanjang jalan tersebut perlu dikendalikan
karena dapat menganggu area yang akan direklamasi.
Potensi erosi dapat terjadi karena, terkadang, jalan
tambang berada di lereng yang lebih tinggi. Aliran air
yang membawa erosi dan sedimen dapat membanjiri
area reklamasi. Sebaiknya, pengendalian erosi di jalan
tambang mengikuti syarat-syarat berikut:
i. Jumlah kikisan erosi pada jalan tambang
diminimalkan dengan membentuk sudut
kemiringan maksimal 3% pada jalan dan dengan
membangun saluran (profil lengkung) yang
dangkal di masing-masing sisinya (Gambar 29).

40
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Gambar 29. Tampak samping jalan tambang

ii. Saluran pinggir jalan harus mengalir ke sarana


pengelola air menjauh dari tempat penimbunan
yang terpadu dengan rencana pengelolaan air di
tempat itu.
iii. Profil saluran (profil lengkung) harus dipelihara.
Jika saluran berubah menjadi profil-V, erosi akan
terjadi pada selokan tersebut.
iv. Jika erosi selokan terjadi pada saluran air,
pemulihan harus segera dilaksanakan dengan
membangun perangkap erosi pada interval yang
teratur sepanjang saluran. Selain itu, pemasangan
batu atau ban bekas bisa digunakan untuk
memperlambat kecepatan air dan mengurangi
erosi.
v. Perangkap erosi dapat menggunakan gabion basket
(bronjong) yang sederhana atau kolam kecil dengan
saluran keluar yang dilapisi batu (Gambar 30). 3
vi. Perangkap sedimen diperiksa secara teratur dan
dibersihkan sebagaimana perlunya.

Gambar 30. Contoh sarana pengendali erosi di jalan tambang

Keberhasilan pengendalian erosi akan tergantung


pada seberapa baik konstruksi pengendali erosi

41
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

3
tersebut terintegrasi dengan rencana lokasi tambang.
f. Pencegahan Drainase yang Tidak Terencana
Drainase yang berlokasi di dekat bagian luar puncak
teras dapat mengakibatkan erosi selokan yang
merusak lereng teras. Untuk mengatasi hal tersebut,
perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
i. Pemasangan tanda/petunjuk (bendera atau rambu)
diperlukan untuk membatasi akses kendaraan;
ii. Genangan air yang berlebihan dapat menyebabkan
masalah keselamatan dan operasional. Oleh karena
itu, air harus dialirkan ke perangkap sedimen
sementara di tingkat teras yang sama. Air yang
menggenang tidak boleh dialirkan melewati tepi
teras.
g. Pengendalian Erosi secara Vegetatif
Teknik pengendalian erosi ini menggunakan tanaman
penutup tanah yang juga dikenal dengan istilah cover
crops. Selain itu, cover crops juga berfungsi menambah
kesuburan tanah, khususnya dari jenis legum/kacang-
kacangan (legume cover crops/LCC). Pemilihan dan
teknik penanaman tanaman penutup tanah akan
dijelaskan lebih lanjut pada bagian Revegetasi.

3. Monitoring dan Evaluasi


Sarana dan prasarana pengendalian erosi serta
sedimentasi perlu dipantau dan dievaluasi. Jika
mengalami kerusakan, sarana dan prasarana tersebut
perlu segera diperbaiki. Apabila daya tampung saluran
drainase dan kolam sediment pond berkurang, perlu
dilakukan pemeliharaan. Monitoring dan evaluasi
dilakukan secara intensif pada musim penghujan,
sedangkan pada musim kemarau diperlukan pengecekan
berkala dengan frekuensi yang lebih rendah. Monitoring
laju erosi dapat menggunakan SPAS (Stasiun Pengamat
Aliran Sungai).

42
BAB IV - Revegetasi

BAB IV
REVEGETASI

A. Persiapan Lapangan
Tahapan revegetasi sangat ditentukan oleh kondisi tempat
tumbuh yang dihasilkan dari kegiatan penataan lahan dan
pengendalian erosi sedimentasi. Pasca-penataan lahan dan
pengendalian erosi sedimentasi, keberhasilan revegetasi
lahan bekas tambang dapat dicapai dengan memadukan
beberapa kegiatan, seperti pengondisian lahan yang akan
ditanam, pemilihan jenis pohon yang cocok dengan keadaan
wilayah, dan penerapan teknik silvikultur yang tepat. Berikut
kegiatan persiapan pada saat pelaksanaan revegetasi:
1. Pemilihan Jenis Pohon dan Jenis Tanaman Penutup
Tanah (Cover Crops) 4
Pemilihan jenis pohon menjadi bagian penting dalam
kegiatan revegetasi. Kesalahan dalam pemilihan jenis
pohon berdampak pada kegagalan revegetasi. Ada dua
pendekatan yang umum dilakukan dalam menentukan
jenis tanaman, yaitu pendekatan naturalisme
dan eksperimentalis. Pendekatan naturalisme
membandingkan antara kondisi ekologi habitat jenis
target dan kondisi ekologi calon lokasi penanaman.
Jika dua kondisi tersebut sesuai, tanaman dapat
tumbuh kendati tidak optimal. Sementara pendekatan
eksperimentalis menguji beberapa jenis target pada
lahan yang akan ditanam dan memilih jenis yang tumbuh
secara optimal.

43
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
Selain pemilihan jenis pohon, pemilihan tanaman
penutup tanah untuk menahan erosi secara vegetatif
juga perlu dipertimbangkan. Jenis tanaman penutup
tanah, biasanya, dari kelompok kacang-kacangan (legume
cover crops/LCC) dan rumput-rumputan (Gramineae).
Tanaman penutup tanah dari kelompok kacang-kacangan
juga bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Jenis ini bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang
bermanfaat menangkap nitrogen dari udara dan mampu
mengembalikan kesuburan tanah.

Pemilihan jenis pohon dan tanaman penutup tanah juga


perlu mempertimbangkan nilai ekonomis, ekologis, sosial,
dan budaya masyarakat sekitar. Selain itu, penentuan
jenis tanaman, sebaiknya, berdasarkan pada kriteria
yang meliputi jenis pionir, jenis cepat tumbuh, tahan dari
paparan matahari (shade intolerant), menghasilkan serasah
yang banyak dan cepat terdekomposisi, sistem perakaran
yang baik dan bersimbiosis dengan mikroorganisme
tertentu, bersifat katalitik, mudah dan murah dalam
perbanyakan, penanaman dan pemeliharaan, serta jenis-
jenis pembentuk tegakan klimaks.
a. Pemilihan Jenis Tanaman Penutup Tanah (Cover
Crops)
Tanaman penutup tanah dari kacang-kacangan terdiri
dari dua jenis, yaitu merambat dan perdu. Contoh
jenis cover crops dapat dilihat pada Tabel 1 untuk
jenis tanaman LCC dan Tabel 2 untuk jenis rumput-
rumputan.
Beberapa jenis tanaman penutup tanah yang
bernilai ekonomis adalah sorghum dan sereh wangi.
Biji sorghum dapat digunakan sebagai bahan makanan,
daunnya untuk pakan ternak, dan air perasan
batangnya diolah menjadi gula dan bioethanol.
Sereh wangi dapat ditanam sebagai cover crop di
area bekas tambang. Jenis ini tumbuh di lahan yang
masam dan kering, tetapi tidak tahan genangan. Se-
reh wangi ditanam dengan jarak tanam 0,5 x 0,5 m

44
BAB IV - Revegetasi

Tabel 1. Contoh jenis-jenis tanaman LCC yang disarankan untuk revegetasi


di lahan bekas tambang

Keterangan
No. Jenis cover crops Nama ilmiah
(sistem penanamannya)
Ditanam dalam bentuk
Calopogonium
1 Kalopo (CM) jalur atau baris, titik-titik
mucunoides
tanam atau secara total
Ditanam dalam bentuk
2 Sentro (CP) Centrocema pubescens jalur atau baris, titik-titik
tanam atau secara total
Ditanam dalam bentuk
3 Kudzu (PJ) Pueraria javanica jalur atau baris, titik-titik
tanam atau secara total
Ditanam dalam bentuk
4 Mukuna Mucuna spp. jalur atau baris, titik-titik
tanam atau secara total
Crotalaria
Ditanam dalam bentuk
juncea Crotalaria
5 Orok-orok jalur atau baris, titik-titik
incana Crotalaria
tanam atau secara total
usaromoensis
Ditanam dalam bentuk
6 Flamingea Flemingia congesta
jalur atau baris
Ditanam dalam bentuk
7 Deprosia Tephrosia vogelii
jalur atau baris
Kaliandra Putih
Ditanam dalam bentuk
8 dan Kaliandra Caliandra spp.
jalur atau baris
Merah
9 Jenis tanaman cover crops lainnya

Tabel 2. Contoh jenis-jenis tanaman rumput-rumputan yang disarankan


4
untuk revegetasi di lahan bekas tambang
No. Jenis cover crops Nama ilmiah Keterangan
Ditanam dalam bentuk
1 Rumput Bermuda Cynodon dactylon
total
Ditanam dalam bentuk
2 Rumput Signal Brachiaria decumbent
total
Ditanam dalam bentuk
3 Padi lading Oryza sativa
total
Ditanam di antara dua
4 Sereh Wangi Cymbopogon nardus L
jalur pohon
Ditanam di antara dua
5 Rumput Gajah Pennisetum purpureum
jalur pohon
Chrysopogon Ditanam di antara dua
6 Rumput Vetiver
zizanioides jalur pohon
Ditanam di antara dua
7 Sorghum Sorghum spp.
jalur pohon
8 Jenis tanaman cover crops lainnya

45
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
menggunakan anakan yang dipisahkan dari rum-
punnya serta dikurangi daun dan akarnya. Enam bu-
lan pasca-penanaman, daun dapat dipangkas 15 cm
di atas tanah dan potongan daun dibiarkan di tanah
agar berfungsi sebagai mulsa. Empat bulan kemudian,
daun dapat dipanen dan disuling untuk menghasil-
kan minyak sereh wangi yang bernilai ekonomi tinggi.
Sisa hasil penyulingan dapat digunakan sebagai mulsa
atau kompos, pakan ternak, dan media jamur pangan.

b. Pemilihan Jenis Pohon Intoleran


Jenis pohon yang ditanam pada awal regevetasi dipilih
dari kelompok pohon intoleran yang dapat tumbuh di
tempat terbuka.

Tabel 3. Contoh jenis-jenis pohon intoleran cepat tumbuh yang disarankan


untuk revegetasi di lahan bekas tambang

No. Jenis pionir/


Nama ilmiah Keterangan
perintis
1 Lokal (Indonesia
Sengon Laut Paraserianthes falcataria
Timur)
2 Sengon Buto Enterelobium cyclocarpum Eksotik
3 Johar Cassia siamea Lokal (Indonesia)
4 Saga Merah Adenathera pavonina Lokal (Indonesia)
5 Trembesi Samanea saman Eksotik
6 Cemara Casuarina spp. Lokal (Indonesia)
7 Lokal (Indonesia) dan
Ekaliptus Eucalyptus spp.
Eksotik
8 Kayu Putih Melaleuca cajuputi Lokal (Indonesia)
9 Gelam Melaleuca sp. Lokal (Indonesia)
10 Jabon Merah Anthocephalus macrophyllus Lokal (Indonesia)
11 Jabon Putih Anthocephalus cadamba Lokal (Indonesia)
12 Lokal (Indonesia) dan
Kenanga Cananga odorata
Eksotik
13 Macaranga Macaranga sp. Lokal (Indonesia)
14 Malotus Mallotus sp. Lokal (Indonesia)
15 Trema Trema sp. Lokal (Indonesia)
16 Binuang Laki Duabanga moluccana Lokal (Indonesia)
17 Binuang Bini Octomeles sumatrana Lokal (Indonesia)
18 Gemilina Gemilina arborea Eksotik
19 Jenis pohon intoleran cepat tumbuh lainnya untuk
revegetasi lahan bekas tambang

46
BAB IV - Revegetasi

Tabel 4. Contoh jenis-jenis pohon intoleran berdaur panjang yang disarankan


untuk revegetasi di lahan bekas tambang
No. Jenis pionir/
Nama ilmiah Keterangan
perintis
1 Jati Tectona grandis *)Lokal (Indonesia)
2 Mahoni Swietenia macrophilla *)Lokal (Indonesia)
3 Sonokeling Dalbergia latifolia *)Lokal (Indonesia)
4 Laban Vitex pubescens Lokal (Indonesia)
5 Bitti Vitex cofassus Lokal (Indonesia)
6 Cendana Santalum album Lokal (Indonesia)
7 Uru Elmerellia celebica Lokal (Indonesia)
8 Matoa Pometia pinnata Lokal (Indonesia)
9 Kayu Kuku Pericopsis mooniana Lokal (Indonesia)
10 Sungkai Peronema canescens Lokal (Indonesia)
11 Tembesu Fragraea fragrans Lokal (Indonesia)
12 Cempaka Magnolia sp. Lokal (Indonesia)
13 Bisbul Diospyros discolor Lokal (Indonesia)
14 Kenari Canarium spp. Lokal (Indonesia)
15 Puspa Schima walichii Lokal (Indonesia)
16 Tusam/Pinus Pinus merkusii Lokal (Indonesia)
Jenis pohon intoleran berdaur panjang lainnya untuk revegetasi
17
lahan bekas tambang
*) = Introduksi tetapi sudah dianggap lokal

c. Pemilihan Jenis Pohon Toleran


Jenis pohon toleran pada Tabel 5 merupakan
jenis pohon yang memerlukan naungan untuk
penanamannya.
4
Tabel 5. Contoh jenis-jenis pohon toleran berdaur panjang yang disarankan
untuk revegetasi di lahan bekas tambang (perlu naungan)
No. Jenis Nama Ilmiah Produk
1 Meranti Shorea spp. Kayu, Getah, Buah
2 Damar Agathis spp. Kayu, Getah
3 Eboni Diospyros celebica Kayu Mewah
4 Gaharu Aquilaria sp., Minyak Gaharu
5 Kapur Dryobalanops spp. Kayu
6 Keruing Dpterocarpus spp. Kayu
7 Kimenyan Stirax benzoin Kayu, getah
8 Merbau Instia spp. Kayu
9 Nyatoh Palaquium spp. Kayu
10 Rasamala Althingia excels Kayu
11 Saninten Castanopsis spp. Kayu, Buah
12 Ulin Eusideroxylon zwageri Kayu
13 Kayu Kuku Pericopsis mooniana Kayu Mewah
14 Atau jenis pohon toleran lainnya untuk revegetasi lahan bekas tambang

47
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
d. Pemilihan Jenis Pohon MPTS (Multi Purpose Tree
Species) atau Penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK)
Pohon MPTS adalah jenis pohon yang sengaja ditanam
untuk menghasilkan lebih dari satu produk (kayu,
getah, buah, daun, bunga, dan lain-lain, atau biasa
disebut HHBK). Beberapa jenis pohon MPTS yang
dapat ditanam di lahan bekas tambang bisa dilihat
pada Tabel 6.
e. Pemilihan Jenis Pohon Lokal
Pemilihan tanaman perlu juga dikombinasikan dengan
jenis pohon lokal yang ada di wilayah penambangan.
Pohon lokal dapat dipilih dari jenis intoleran, jenis
cepat tumbuh, tahan terhadap paparan matahari
(shade intolerant), penghasil serasah yang banyak
dan cepat terdekomposisi, sistem perakaran yang

Tabel 6. Contoh jenis-jenis pohon MPTS atau penghasil HHBK yang


disarankan untuk revegetasi di lahan bekas tambang
No. Jenis Nama Ilmiah Produk
1 Kayu putih Melaleuca cajuputi Daun
2 Kenanga Cananga odorata Kayu, Daun, Bunga
3 Durian Durio zibethinus Kayu, Buah
4 Durian Lai Durio kutejensis Kayu, Buah
5 Nangka Artocarpus heterophyllus Kayu, Buah
6 Mangga Mangifera indica Kayu, Buah
7 Rambutan Nephelium lappaceum Kayu, Buah
8 Duku Lansium parasiticum Kayu, Buah
9 Cempedak Artocarpus integra Merr. Kayu, Buah, Biji
10 Jengkol Archidendron pauciflorum Kayu, Biji
11 Petai Parkia speciosa Kayu, Biji
12 Sagu Metroxylon sagu Kayu, Buah
13 Aren Arenga pinnata Kayu, Buah, Daun, Ijuk
14 Jambu mete Anaccadium odontinale Buah, Biji, Daun
15 Jambu air Syzygium aquaeum Kayu, Buah, Daun
16 Rotan Calamus sp. Kayu, Buah
17 Pala Myristica fragrans Kayu, Biji, Buah
18 Manggis Garcinia mangostana L. Kayu, Buah
Kayu, Daun, Bunga,
19 Melinjo Gnetum gnemon
Buah Muda, Buah Tua
20 Kemiri Aleurites moluccana Kayu, Biji
21 Picung Pangium edule Kayu, Biji
22 Jenis pohon MPTS lainnya untuk revegetasi lahan bekas tambang

48
BAB IV - Revegetasi

baik dan bersimbiosis dengan mikroorganisme


tertentu, bersifat katalitik, mudah dan murah dalam
perbanyakan, penanaman dan pemeliharaan serta
jenis-jenis pembentuk tegakan klimaks. Upaya
mengetahui jenis unggulan setempat dapat dilakukan
dengan cara berkonsultasi dengan masyarakat sekitar
tambang, akademisi perguruan tinggi (fakultas
kehutanan), Satuan Kerja Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan setempat, dan Dinas Kehutanan
setempat, atau dengan melakukan inventarisasi
jenis pohon lokal sebelum kegiatan penambangan
dilakukan.
f. Pemilihan Jenis Pohon Tahan Genangan
Lahan-lahan bekas tambang, biasanya, memiliki
tekstur tanah yang berat (kandungan liat dan
debu tinggi) sehingga air sulit meresap ke tanah
dan menimbulkan genangan. Kondisi ini dapat
mengakibatkan kegagalan revegetasi lahan bekas
tambang. Oleh karena itu, perlu dipilih jenis-jenis
pohon yang tahan terhadap genangan, seperti kayu
putih, gempol (Nauclea orientalis), bangkal (Nauclea
sp.), gelam, dan waru (Hibiscus sp.).
2. Perbaikan Kesuburan Tanah
Umumnya, lahan bekas tambang kurang subur, serta
rawan erosi dan longsor. Sebagian bekas tambang berupa
4
pasir yang labil dan tidak dapat mengikat air sehingga
mudah mengalami kekeringan. Sebagian lainnya dapat
berupa cekungan-cekungan yang akan tergenang pada
musim penghujan. Mengingat kondisi tanah yang buruk
maka langkah awal dalam revegetasi adalah perbaikan
kondisi tanah (ameliorasi tanah) melalui pemberian
mulsa, kompos, kapur, dan pupuk.
a. Mulsa
Salah satu bentuk perbaikan kesuburan tanah
termudah adalah menggunakan mulsa organik.
Bentuk mulsa organik berupa penutup tanah/lahan
yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang mati, serat/
jerami tanaman, dan pelapukan dari batang tanaman.

49
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
Keuntungan mulsa organik antara lain menjaga
kelembapan tanah sehingga mikroba baik di dalam
tanah dapat tumbuh dan berkembang, menghindari
kekeringan tanah/lahan tanam secara cepat,
memperbaiki fungsi tanah, mempertahankan unsur
hara di dalam tanah, mempercepat pertumbuhan
tanaman, serta mengundang banyak flora dan fauna
tanah, seperti cacing, serangga tanah, bakteri, dan
cendawan. Pemulsaan juga dapat mencegah erosi
karena mulsa melindungi permukaan dari butir-butir
hujan dan daya kikis aliran air. Contoh mulsa organik
yang mudah ditemukan di lahan bekas tambang
adalah cacahan biomassa dari land clearing.
b. Kompos
Biasanya, kondisi lahan bekas tambang miskin unsur
hara dan kekurangan mikroorganisme tanah. Untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, lahan bekas
tambang memerlukan tambahan bahan organik
untuk membantu proses fisik, kimia, dan biologi
yang bisa membantu pertumbuhan tanaman di
lahan bekas tambang. Kompos merupakan bahan
organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang
rumput-rumputan, serta kotoran hewan yang
telah melapuk. Secara fisik, kompos meningkatkan
kemampuan tanah menyimpan air sebagai cadangan
di saat kekeringan, menggemburkan tanah, dan cocok
sebagai media tumbuh akar tanaman. Secara kimiawi,
kompos mampu meningkatkan kapasitas tukar kation
dalam tanah yang berfungsi melepaskan unsur-unsur
penting agar mudah diserap oleh tanaman. Sementara
secara biologi, kompos adalah media berkualitas
bagi organisme tanah untuk berkembang biak yang
aktivitasnya akan memperkaya tanah dengan zat hara
penting bagi tanaman.
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri,
antara lain berbau sama dengan tanah, berwarna
cokelat kehitaman, dan berbentuk butiran gembur
seperti tanah. Jika dimasukkan ke air, seluruh

50
BAB IV - Revegetasi

kompos akan tenggelam, sedangkan air tetap jernih


tidak berubah warna. Jika diaplikasikan pada tanah,
kompos tidak memicu tumbuhnya gulma.
Pemberian kompos dapat dilakukan sebelum
maupun setelah penanaman. Sebelum pemberian
kompos, tanah dibersihkan dari rumput atau gulma.
Setelah itu, kompos disebarkan secara merata ke
seluruh permukaan lahan. Jumlah kompos yang
diberikan di lahan bekas tambang tergantung dari
kualitas tanah pucuk. Jika kualitasnya bagus, bisa
saja kompos tidak diberikan atau hanya sebagai
tambahan pupuk dasar pada lubang tanam. Namun,
apabila kualitas tanah pucuknya rendah, kompos bisa
diberikan dalam jumlah besar.

Gambar 31. Pemberian kompos di lahan bekas tambang

c. Kapur
Tujuan terpenting pengapuran di lahan pascatambang
adalah untuk memberikan unsur kalsium. Jika
kandungan kalsium di tanah lebih rendah dari
kandungan magnesium, penyerapan kalsium pada
pohon akan terhambat karena bersaing dengan
magnesium yang berlebihan. Akibatnya, tanaman
tidak dapat tumbuh secara maksimal. Dengan

51
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
demikian, jenis kapur yang disarankan untuk lahan
bekas tambang adalah kapur karbonat (CaCO3).
Pemberian kapur untuk perbaikan kesuburan
tanah dilakukan jika pH tanah rendah atau
bersifat asam. Kondisi tanah asam akan membuat
pertumbuhan tanaman terganggu. Beberapa unsur
hara tidak dapat diserap oleh tanaman karena ada
reaksi kimia di dalam tanah yang mengikat atau
membelenggu ion-ion dari unsur hara tersebut.
Beberapa jenis kapur yang dapat menetralkan
keasaman tanah, antara lain kapur oksida/tohor/
sirih (CaO), kapur hidroksida (Ca(OH)2), atau kapur
karbonat (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2).
Biasanya, dolomit dipakai untuk keperluan pertanian.
Namun, penggunaan dolomit di lahan bekas tambang
harus dihindari karena memiliki unsur magnesium.
Selain itu, pengapuran seyogianya dilakukan
bersamaan dengan pemupukan karena kapur dapat
bereaksi dengan pupuk N membentuk amoniak yang
mudah menguap sehingga kedua tindakan tersebut
menjadi tidak efektif.
Pengapuran dapat dilakukan sebelum maupun
setelah penanaman. Berikut tahapannya:
i. Tanah dicangkul dan dibersihkan dari rumput atau
gulma.
ii. Kapur disebarkan secara merata ke seluruh
permukaan lahan.
iii.
Pengapuran susulan dilakukan dengan cara
menaburkan kapur tipis-tipis dan merata lalu
disiram sedikit demi sedikit hingga kapur larut ke
dalam tanah.
d. Pupuk
Pada umumnya, lahan bekas tambang miskin hara,
khususnya N, P, dan K. Oleh karena itu, lahan
perlu diberi pupuk untuk memacu pertumbuhan
bibit pohon dan tanaman penutup tanah. Dosis
pemupukan bervariasi di setiap lokasi penambangan,
berkisar antara 100–250 gram per lubang tanam

52
BAB IV - Revegetasi

atau mengikuti hasil analisis tanah. Pupuk lanjutan


diberikan sesuai kebutuhan, misalnya ketika ada
gangguan terhadap pertumbuhan atau muncul tanda-
tanda kekurangan hara, seperti pertumbuhan lambat
atau kerdil, perkembangan buah tidak sempurna,
kerap kali masak sebelum waktunya, dan daun
menguning atau mengering.

B. Persemaian dan/atau Pengadaan Bibit


Pengadaan bibit sangat penting untuk mendukung
keberhasilan rehabilitasi lahan bekas tambang. Tujuannya
adalah menyediakan bibit berkualitas dalam jumlah yang
memadai. Ada tiga cara yang bisa dipilih dalam pengadaan
bibit, yaitu:
1. Membeli bibit dari masyarakat sekitar area pertambangan
sebagai kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility),
2. Perusahaan pertambangan memproduksi sendiri bibit di
persemaian,
3. Kombinasi cara pertama dan kedua, yaitu memproduksi
sendiri dan kekurangannya membeli dari masyarakat
sekitar.

Persemaian berfungsi sebagai sarana produksi bibit-bibit
dari jenis lokal yang tidak tersedia secara komersial di
pasaran. Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas
4
hutan dengan jenis lokal komersial, pembinaan habitat
satwa liar, konservasi, peningkatan populasi jenis langka dan
terancam punah, penghasil HHBK, dan untuk wisata edukasi
masyarakat sekitar. Ada beberapa tahapan pembuatan
persemaian, yaitu:
1. Infrastruktur Lokasi Persemaian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun
lokasi persemaian yang baik, yaitu:
a. Pemilihan Lokasi Persemaian
Syarat-syarat memilih lokasi persemaian:
i. Kondisi lahan relatif datar dengan kemiringan 3–5
persen serta bebas banjir dan angin kencang yang
dapat merusak pertumbuhan semai.

53
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
ii. Suplai air mudah sepanjang tahun. Ketersediaan
air diukur pada musim kemarau karena suplai air
pada periode ini sering rendah dan persemaian
memerlukan air dalam jumlah besar. Oleh karena
itu, lokasi persemaian harus dipilih dekat dengan
sumber air jernih.
iii. Sebaiknya, lokasi persemaian dekat dengan
area penanaman atau pinggir lintasan angkutan
agar memudahkan pengangkutan bibit dan
pengawasan. Lokasi persemaian juga diusahakan
di daerah yang mudah mendapatkan tenaga kerja.
iv. Keadaan tanah harus subur dengan tekstur ringan
serta bebas dari batu dan kerikil.
v. Iklim dan tinggi tempat dari permukaan laut
disesuaikan dengan persyaratan tumbuh jenis
yang akan disemaikan.
vi. Tersedia vegetasi penutup karena merupakan
indikator yang baik dari kesuburan dan
berpengaruh pada besarnya biaya penyiapan lahan.
vii. Luas persemaian perlu dipertimbangkan karena
terkait dengan penyediaan ruang untuk sarana dan
prasarana serta tempat pertumbuhan semai yang
dihasilkan. Pertimbangan lain adalah peningkatan
produksi bibit di masa yang akan datang.
Selain itu, dianjurkan untuk tidak memilih tempat
bekas penggembalaan, bekas tanah pertanian, dan
area yang sedang/pernah terserang hama maupun
penyakit tanaman.
b. Penyiapan Lahan Persemaian
Perencanaan tata ruang di lokasi persemaian perlu
dilakukan sebelum penyiapan lahan. Beberapa
tahapan pekerjaannya, antara lain pengukuran luas
area persemaian, pemetaan area persemaian (lokasi
dan situasi), inventarisasi sarana dan prasarana yang
akan dibangun, dan penggambaran layout persemaian
pada peta yang telah dibuat.
Setelah lokasi dan tata ruang persemaian
ditetapkan, kegiatan selanjutnya adalah persiapan

54
BAB IV - Revegetasi

Gambar 32. Contoh layout persemaian

lapangan. Kegiatan ini terdiri dari beberapa pekerjaan


dengan urutan sebagai berikut:
i. Pembuatan Pagar
Sekeliling area persemaian perlu dipagari.
Tujuannya untuk membatasi area persemaian
dengan area di luarnya dan untuk menghindari
gangguan hewan lainnya.
ii. Pembersihan dan Perawatan Area
Area dibersihkan dari rumput, semak, dan ilalang
menggunakan peralatan sederhana, seperti
cangkul dan parang, atau menggunakan peralatan
4
mekanis, seperti traktor, sekaligus pekerjaan
perawatan area persemaian.
iii. Pembuatan Jalan Persemaian
Jalan persemaian perlu dibuat sesuai lebar
kendaraan pengangkut bahan dan peralatan serta
bibit hasil persemaian. Pembuatan jalan dapat dila-
kukan manual ataupun menggunakan alat berat.
iv. Penanaman Pohon Penahan Angin
Sekeliling area perlu ditanami dengan pepohonan
untuk melindungi area persemaian dari
kemungkinan adanya angin kencang, Jenis pohon
yang dapat ditanam antara lain flamboyan (Delonix
regia) dan Eucalyptus sp.

55
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
c. Sarana dan Prasarana Persemaian
Beberapa sarana dan prasarana yang disarankan perlu
dibangun di fasilitas persemaian, antara lain:
i. Area Pengecambahan
Area pengecambahan atau biasa disebut bedeng
tabur diperlukan untuk proses pengecambahan
bibit yang berasal dari biji/benih tanaman.
Biasanya, area ini dibagi menjadi dua, yaitu
area pengecambahan yang terbuka dan area
pengecambahan yang butuh naungan (sungkup).
Tempat pengecambahan bisa terbuat dari bak-bak
plastik yang bagian bawahnya dilubangi kemudian
diisi media (kompos/tanah) atau bisa juga berupa
guludan. Luas area pengecambahan disesuaikan
dengan kapasitas produksi kecambah bibit
yang akan dibesarkan untuk ditanam pada area
reklamasi.

Gambar 33. Tempat pengecambahan

56
BAB IV - Revegetasi

ii. Area Pembibitan Terbuka


Area pembibitan terbuka merupakan tempat
pembibitan pohon sebelum ditanam ke area yang
akan direklamasi. Area ini dibuat terbuka dan
tanpa naungan (terkena sinar matahari langsung)
untuk mengaklimatisasi bibit sesuai dengan
kondisi di lapangan. Biasanya, area pembibitan
ini digunakan untuk jenis bibit intoleran yang
tahan terpapar sinar matahari langsung. Untuk
penanaman bibit di area ini bisa ditanam langsung
di tanah atau di tanam di pot-pot gantung. Untuk
luas area disesuaikan dengan kapasitas produksi
bibit yang akan ditanam pada area reklamasi.

Gambar 34. Contoh area pembibitan terbuka

iii. Area Pembibitan dengan Naungan


4
Tidak semua jenis bibit tanaman bisa tumbuh
optimal jika terpapar sinar matahari langsung.
Oleh karena itu, area pembibitan dengan naungan
perlu dibangun, terutama untuk jenis-jenis
tanaman yang perlu naungan, seperti jenis toleran
sehingga pertumbuhan bibit optimal. Di area ini,
bibit bisa ditanam langsung di tanah atau di tanam
di pot-pot gantung. Luas area bisa disesuaikan
dengan kapasitas produksi bibit jenis pohon perlu
naungan yang akan ditanam pada area reklamasi.
iv. Instalasi Sistem Irigasi dan Sistem Penyiraman
Instalasi sistem irigasi dan drainase yang baik
perlu didesain di lokasi persemaian, terutama
pada bibit yang ditanam langsung di tanah untuk

57
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 35. Contoh area pembibitan dengan naungan

menghindari terjadinya genangan air yang bisa


mengganggu pertumbuhan pohon, khususnya
di area pengecambahan dan area pembibitan.
Agar ekonomis dan efisien, sistem irigasi bisa
dibuat mengikuti jaringan jalan pengelolaan di
persemaian dan sesuai dengan kontur tanah
sehingga hanya menggunakan tenaga gravitasi
dalam pengaturan aliran airnya. Sebisa mungkin,
sistem irigasi mengurangi pemakaian pompa dan
tangki tekan (pressure tank).
Selain itu, agar tidak tergantung pada air
hujan, persemaian perlu dilengkapi dengan sistem
penyiraman yang stabil. Untuk persemaian dengan
produksi bibit/semai lebih dari 50.000 semai,
akan lebih menguntungkan bila menggunakan
pompa motor penyiraman otomatis dengan

58
BAB IV - Revegetasi

peralatan berupa pipa penyalur air, sedangkan


untuk membentuk bunga air penyiraman bisa
menggunakan alat jet, sprinkler, atau nozzles
(nosel). Pada persemaian modern, penyiraman
menggunakan cara sprinkle irrigation, yaitu air
disemprotkan lewat sprayer yang dapat diputar
seperti air mancur (Gambar 36). Namun, untuk
persemaian yang kurang dari 50.000 semai,
biasanya, penyiraman dilakukan dengan manual,
yaitu menggunakan gembor (Gambar 37).

Gambar 36. Contoh sprinkle irrigation 4

Gambar 37. Contoh penyiraman dengan gembor

59
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
v. Jaringan Jalan Persemaian
Sesuai dengan fungsinya, jalan di persemaian terdiri
dari jalan utama, jalan cabang, dan jalan inspeksi.
Jalan utama dibuat memanjang pada lahan
persemaian dan bagian tengah badan jalan agak
ditinggikan untuk akses kendaraan pengangkut
sarana dan prasarana serta tenaga kerja. Jalan
cabang berfungsi menghubungkan bangunan dan
blok-blok persemaian, sedangkan jalan inspeksi
berfungsi sebagai jalur untuk perawatan bibit di
tiap-tiap blok. Di samping kiri dan kanan jalan-
jalan tersebut perlu dibuat saluran pembuangan
air dan drainase yang baik. Panjang dan lebar jalan
dapat disesuaikan dengan luas persemaian dan
dana yang tersedia. Contoh jaringan jalan bisa
dilihat pada Gambar 38.

Gambar 38. Contoh jaringan jalan di persemaian

vi. Gudang, Sarana, dan Prasarana Lainnya.


Prasarana gudang di persemaian perlu dibuat
sebagai tempat penyimpanan stok benih, pupuk,
kapur, kompos, pestisida, dan peralatan pendukung
persemaian. Ukuran dan desainnya disesuaikan
dengan kebutuhan penyimpanan. Selain itu, untuk
kebutuhan penyiraman, perlu dibangun tangki air
sebagai persediaan air, terutama pada saat musim
kemarau saat suplai air dari sumbernya berkurang.

60
BAB IV - Revegetasi

Gambar 39. Tangki persediaan air

2. Produksi Bibit
Produksi bibit di persemaian bisa dilakukan secara
generatif maupun vegetatif.
a. Generatif
Produksi bibit secara generatif bisa dilakukan dengan
cara pembibitan lewat benih/biji atau dengan cara
4
anakan alam (wilding). Berikut cara produksi bibit
secara generatif:
i. Benih/Biji
1) Penanganan Benih/Biji
Normalnya, benih atau biji yang dikumpulkan
dari pohon induk atau dibeli langsung disemai.
Akan tetapi, terkadang, benih perlu disimpan
dalam waktu tertentu (setiap jenis benih
mempunyai masa dormansi yang berbeda dan
akan memengaruhi viabilitasnya). Benih/biji
memiliki dua karakter penting, yaitu benih
ortodoks dan benih recalcitrant. Benih ortodoks
dapat disimpan dalam waktu lama dan memiliki

61
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
dormansi tinggi, sedangkan benih recalcitrant
tidak dapat disimpan lama.
Ciri-ciri benih ortodoks antara lain berkulit
keras dan tebal serta perlu perlakuan khusus
(skarifikasi) saat akan dikecambahkan.
Sebaliknya, ciri-ciri benih recalcitrant adalah
berkulit lunak, tipis, dan cepat berkecambah.
Perlakuan benih ortodoks diperlukan
untuk pematahan dormansi. Beberapa cara
mematahkan dormansi benih, antara lain
(tergantung jenis pohon) dengan stratifikasi
(cool-moist treatment-perendaman dengan air),
skarifikasi (menghilangkan bagian cangkang yang
keras), perendaman dengan air panas selama 3–5
menit dilanjutkan dengan air dingin selama 12
jam, perendaman dengan asam sulfat (rendam
5–60 menit, bersihkan dalam air mengalir).
Lebih lanjut, beberapa contoh benih dan teknik
pematahan dormansi dapat dilihat pada Tabel 7.
2) Pengecambahan/Germinasi
Proses pengecambahan benih perlu
memperhitungkan persediaan air atau dilakukan
pada musim hujan. Jika waktu germinasi tiga
bulan, pengecambahan benih dilakukan tiga

Tabel 7. Beberapa contoh pematahan dormansi benih


pohon kehutanan

Teknik pematahan Benih dari jenis pohon


dormansi

Gmelina, Mahoni, dan jenis


Stratifikasi
lainnya

Ulin, Merbau, Kemiri, dan


Skarifikasi
jenis lainnya
Sengon, Sengon Buto,
Perendaman dengan air
Trembesi, Saga, dan jenis
panas dan dingin
lainnya
Perendaman dengan
Jati, dan jenis lainnya
asam sulfat

62
BAB IV - Revegetasi

bulan sebelum musim hujan. Namun demikian,


pengecambahan dapat dilakukan setiap saat jika
air selalu tersedia. Media yang dapat digunakan
untuk pengecambahan benih, antara lain tanah,
pasir, cocopeat, arang sekam, atau serbuk gergaji.
Bahan dapat digunakan sendiri-sendiri atau
campuran, yang penting harus diayak (disaring)
agar ukurannya homogen. Media harus disterilkan
terlebih dahulu dengan cara disangrai (dibakar)
minimal selama 2 jam sebelum digunakan karena
kecambah rentan terhadap penyakit yang dibawa
oleh media.
Wadah untuk pengecambahan dapat berupa
guludan tanah, bak plastik, atau bak kayu yang
dilapisi dengan plastik. Untuk menghindari
genangan karena penyiraman berlebih, bak
plastik atau bak kayu yang dilapisi plastik harus
dibuatkan lubang di bagian bawah.
Metode pengecambahan benih dapat dilakukan
dengan cara broadcast sowing (massive dan risiko
distorsi akar dalam penyapihan/transplanting)
atau dengan direct sowing (perlu media banyak,
polybag terisi, perlu waktu, relatif lebih aman).
Direct sowing dapat dilakukan untuk benih-
benih yang berukuran besar dan memiliki daya
4
kecambah yang tinggi. Secara aturan umum,
kedalaman pengecambahan benih 2 kali diameter
benih, tetapi bisa lebih dangkal jika penyiraman
(spraying) dilakukan secara rutin.
3) Penyapihan Kecambah/Transplanting
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan penyapihan, antara lain:
• Waktu bervariasi tergantung jenis, biasanya
3–5 minggu setelah kecambah/germinasi atau
setelah terbentuk 2 atau 3 pasang daun. Kurang
atau lebih dari waktu tersebut akan berisiko
pada kematian kecambah;
• Pastikan bahwa kecambah dalam kondisi

63
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 40. Contoh pengecambahan benih

sehat dan segar kemudian disiram secara


merata sehari sebelum pemindahan (media
pengecambahan lembap bukan basah);
• Sebaikya, pemindahan kecambah tidak
mengganggu atau merusak perakaran
dan batang. Hindari pemindahan secara
individu. Pemindahan dapat dilakukan secara
berkelompok dengan menggunakan alat
pengungkit tipis dari kayu/bambu/plastik
karena akan lebih mudah memisahkan individu
setelahnya;
• Media untuk penyapihan kecambah berupa
campuran tanah dan kompos dengan
perbandingan 2-:-1. Selain itu, campuran
media juga bisa ditambahkan sekam
untuk meningkatkan porositas media dan
menurunkan bobot media;

64
BAB IV - Revegetasi

• Pada saat penyapihan, kecambah diambil dari


media kecambah secara hati-hati dengan cara
dicungkil menggunakan kayu atau bamboo;
• Akar yang panjang (lebih dari 5 cm) dapat
dipotong dengan gunting/pisau tajam. Pastikan
akar kecambah tidak terlalu lama di udara
untuk menghindari kekeringan. Tempatkan
kecambah dalam bak air sebelum penyapihan/
transplanting;
• Beri media lubang berdiameter sekitar 1 cm
dengan kayu atau bambu di tengah polybag;
• Tanam kecambah dalam polybag dengan
kedalaman yang sama dengan tinggi saat dalam
bak kecambah, boleh lebih dalam sedikit, tetapi
tidak boleh lebih dangkal (sedalam leher akar);
• Padatkan lubang secara hati-hati, tidak ada
kantong udara di bawah atau sekitar akar, dan
pastikan kecambah berdiri tegak;
• Siram media setelah penyapihan/transplanting
untuk memastikan media tersebut kontak
dengan akar;
• Tempatkan polybag hasil penyapihan di bawah
naungan/shading.
4

Gambar 41. Penyapihan kecambah

65
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
ii. Anakan Alam (Wilding)
Benih atau bibit jenis-jenis pohon lokal jarang ter-
sedia secara komersial. Oleh karena itu, bibit dapat
diambil dari hutan-hutan alam di area konsesi yang
dimiliki perusahaan pertambangan. Masa pem-
bungaan dan panen buah jenis-jenis pohon lokal,
umumnya, tidak diketahui. Alternatifnya, anakan
alam yang tumbuh di lantai hutan di sekitar pohon
induknya dapat digunakan. Pengambilan anakan
alam dapat dilakukan dengan cara cabutan (jika ti-
dak mengikutkan tanah di sekitar perakaran) dan
cara puteran (jika mengikutkan tanah di sekitar
perakaran). Ada beberapa hal yang perlu diperha-
tikan dalam produksi bibit dari anakan alam, yaitu:
1) Sumber Pengambilan Bibit
Sebaiknya, pengambilan bibit dari anakan alam
berasal dari banyak pohon induk agar variasi
genetiknya tinggi sekaligus untuk menjaga bibit
dari kerentanan serangan hama atau penyakit
akibat homogenitas.
2) Penentuan Waktu Pengambilan Bibit
Pengambilan bibit dilakukan pada pagi hari
sampai pukul 11.00 dan dilaksanakan 2–3
bulan sebelum waktu tanam untuk memberikan
waktu yang cukup bagi anakan alam untuk
beradaptasi dan tumbuh di polybag.
3) Pemilihan dan Pengambilan Anakan Alam yang
Baik
Bibit yang diambil adalah anakan dengan
tinggi kurang dari 30 cm. Bibit berukuran
tinggi 5–10 cm memiliki peluang hidup lebih
tinggi di persemaian, dibandingkan dengan
bibit berukuran lebih besar, karena lebih siap
untuk ditanam dalam polybag. Pengambilan
anakan alam dilakukan dengan cara dibongkar
menggunakan garpu tanah/cangkul/golok
agar akar tidak rusak dan mengalami stres.
Jika tanahnya keras, gemburkan tanah lebih

66
BAB IV - Revegetasi

dahulu dengan penyiraman air. Selanjutnya,


bibit dikemas menggunakan karung atau kertas
basah dan dimasukan ke dalam kantong plastik
agar kelembapannya terjaga.
4) Pengangkutan Anakan Alam ke Lokasi
Persemaian
Cabutan anakan alam yang telah dikemas
dengan baik diangkut ke persemaian dengan
tetap menjaga agar tidak terpapar sinar
matahari langsung. Sebaiknya, cabutan anakan
alam langsung ditanam di polybag sesampainya
di persemaian. Namun demikian, jika tidak
memungkinkan ditanam secara langsung,
cabutan anakan alam harus disimpan di tempat
yang teduh tanpa membuka kemasannya.
5) Perlakuan atau Penanganan Anakan Alam di
Persemaian
Cabutan anakan alam ditanam di media sapih
yang telah disiapkan. Jika terlalu panjang
atau bengkok, akar dapat dipotong (disisakan
minimal 5 cm) agar mudah ditanam pada
media. Cabutan anakan alam yang sudah
berdaun banyak harus dilakukan pengurangan
jumlah daunnya setengah atau sepertiga bagian
untuk mengurangi penguapan. Anakan alam
4
harus disimpan di dalam sungkup plastik
dan diberi naungan untuk menjaga kondisi
kelembapan yang tinggi dan suhu yang rendah.
Setelah terlihat pertumbuhan daun baru,
sungkup dibuka secara bertahap. Selanjutnya,
cabutan anakan alam ditempatkan di bedeng
persemaian di bawah naungan. Apabila anakan
alam berasal dari jenis pohon toleran, bibit
tetap disimpan di bawah naungan sampai
dipindahkan ke lapangan. Namun, jika anakan
alam berasal dari pohon intoleran, 2 minggu
setelah ditempatkan di bawah naungan, anakan
dipindahkan ke bedeng persemaian terbuka.

67
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 42. Proses penanganan anakan alam

1) Pengambilan Anakan Alam secara Puteran


Pengambilan anakan alam secara puteran
hampir sama dengan pengambilan secara
cabutan, tetapi dengan mengikutkan tanah
yang menempel di perakaran. Setelah dilakukan
pembongkaran, tanah yang menempel di
perakaran dipadatkan sehingga tetap menyatu
dengan akar. Pengemasan dan tahapan
selanjutnya sama dengan proses penanganan
cabutan anakan alam. Pengambilan anakan
alam secara puteran memiliki peluang hidup
lebih tinggi dibandingkan dengan cara cabutan,
tetapi proses pengambilannya lebih lama dan
pengangkutannya lebih berat.
b. Vegetatif
Produksi bibit dengan cara vegetatif bisa dilakukan
jika benih tidak tersedia atau sulit ditemukan. Bebe-
rapa cara memproduksi bibit dengan cara vegetatif,
antara lain:
i. Stek
Salah satu cara memproduksi bibit secara vegetatif
adalah dengan metode stek, yaitu perbanyakan
tanaman dengan menggunakan sebagian batang,
akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan

68
BAB IV - Revegetasi

menjadi tanaman baru. Keunggulan stek adalah


lebih ekonomis dan mudah, tidak memerlukan
keterampilan khusus, serta cara kerja cepat.
Dalam melakukan stek, ada beberapa hal yang
memengaruhi keberhasilan stek, seperti umur stek
(makin muda maka hasil semakin bagus), bahan
stek (stek pucuk dan stek batang berbeda tingkat
keberhasilannya), macam media, jenis hormon
yang digunakan (IBA, NAA dan Rotoon F), serta
kondisi suhu dan kelembapan.
Pembuatan stek dapat dilakukan melalui stek
pucuk (jati, meranti, pinus, dan Eucalyptus), stek
batang (sungkai, gamal, dan angsana), dan stek
akar (sukun dan cemara). Pada stek pucuk, bahan
yang digunakan adalah bagian pucuk dari ranting
atau cabang, diambil 2–3 ruas dari titik tumbuh.
Stek batang dibuat dari ranting atau cabang
tanaman dengan ukuran panjang 20–150 cm dan
diambil dari bagian yang telah berkayu.
Pada pembuatan stek diperlukan sungkup
(penutup) untuk mempertahankan kelembapan
dan suhu pada bagian tanaman yang sedang di
stek. Untuk mempercepat munculnya perakaran,
biasanya, ditambahkan hormon yang dosisnya
disesuaikan dengan jenis pohon.
4
ii. Kebun Pangkas
Kebun pangkas merupakan cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan membuat kebun
yang terdiri dari sekumpulan tanaman induk.
Tanaman induk ini akan menghasilkan bahan stek
yang diperoleh dengan cara memangkas tunas
atau pucuk yang tumbuh. Kebun pangkas dapat
menyediakan tunas-tunas orthotrop dan selalu
muda (juvenil) untuk dijadikan bahan stek. Selain
itu, kebun pangkas berfungsi menghasilkan tunas
dalam waktu cepat, mendapatkan bahan stek
dalam persemaian, dan menggandakan pohon
induk yang unggul.

69
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
Asal tanaman induk kebun pangkas sangat
menentukan baik tidaknya bibit yang dihasilkan.
Tanaman kebun pangkas dapat dimulai dengan
memanfaatkan sistem cabutan dari anakan
alam. Pemeliharaan yang dilakukan dalam kebun
pangkas ialah pemupukan serta weeding untuk
membersihkan rumput dan gulma.
Pengambilan tunas bahan tanaman dibedakan
menjadi dua, yaitu pengambilan untuk dibuang
(pemeliharaan) dan pengambilan untuk produksi
(bahan stek pucuk). Prinsip yang perlu dilakukan
saat pengambilan bahan stek pada kebun pangkas
dengan metode pertumbuhanan (reiterasi) syleptis
adalah menjaga agar tidak ada tunas yang menjadi
dominan.

Gambar 43. Contoh kebun pangkas pohon jati

iii. Kultur Jaringan


Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan cara mengisolasi
bagian tanaman, seperti daun dan mata tunas.
Kemudian, bagian-bagian tersebut ditumbuhkan
dalam media buatan secara aseptik yang kaya
nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah

70
BAB IV - Revegetasi

tertutup tembus cahaya sehingga bagian tanaman


dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Beberapa keunggulan
kultur jaringan, antara lain pengadaan bibit
tidak tergantung musim, bibit dapat diproduksi
dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif
lebih cepat, bibit yang dihasilkan seragam, proses
pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit,
dan deraan lingkungan lainnya, dapat diperoleh
sifat-sifat yang dikehendaki dan bisa menciptakan
varietas baru melalui rekayasa genetika, serta
menghasilkan tanaman yang bebas virus. Namun,
kultur jaringan juga memiliki beberapa kelemahan,
seperti biaya awal yang relatif tinggi, hanya mampu
dilakukan oleh orang-orang tertentu karena
memerlukan keahlian khusus, dan bibit hasil
kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi
karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik.
Ada beberapa macam kultur jaringan tergantung
eksplan (bagian tanaman) yang digunakan, antara
lain kultur meristem (menggunakan jaringan akar,
batang, atau daun muda atau meristematik), kultur
anter (menggunakan kepala sari sebagai eksplan),
kultur embrio (menggunakan embrio, terutama
pada embrio yang sulit dikembangbiakan secara
4
alamiah), kultur protoplas (menggunakan sel
jaringan hidup sehingga eksplan tanpa dinding),
kultur kloroplas (menggunakan kloroplas dan,
biasanya, untuk memperbaiki atau membuat
varietas baru), dan kultur polen (menggunakan
serbuk sari sebagai eksplannya).
Tahapan pelaksanaan kultur jaringan meliputi:
1) Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk
Sumber Eksplan
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies,
dan varietasnya serta harus sehat dan bebas
dari hama maupun penyakit. Tanaman indukan
sumber eksplan tersebut harus dikondisikan

71
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca
agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan
dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber
kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-
vitro.
2) Inisiasi Kultur
Tahapan ini adalah pengambilan eksplan
(bagian tanaman) yang akan digunakan untuk
membuat kultur. Eksplan yang dikulturkan
akan menginisiasi pertumbuhan baru.
3) Sterilisasi
Segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar
flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi terhadap peralatan dilakukan dengan
menggunakan etanol yang disemprotkan secara
merata pada peralatan. Teknisi yang melakukan
kultur jaringan juga harus steril.
4) Multiplikasi
Tahap ini bertujuan untuk memperbanyak
calon tanaman dengan menanam eksplan
pada media kultur yang sudah diperkaya
dengan unsur mikro, unsur makro, dan
hormon pertumbuhan lainnya. Calon tanaman
dijaga kondisinya agar terjadi pertumbuhan
tunas cabang dan percabangan aksiler atau
merangsang terbentuknya tunas pucuk
tanaman secara adventif, baik secara langsung
maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu.
Proses multiplikasi ini harus dilakukan secara
steril dan, biasanya, dilakukan di laminar flow
untuk mencegah terjadinya kontaminasi dalam
pertumbuhan eksplan
5) Pemanjangan Tunas, Induksi, dan
Perkembangan Akar
Tujuan dari tahap ini adalah membentuk akar
dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk
bertahan hidup sampai dipindahkan dari

72
BAB IV - Revegetasi

lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam


tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh
ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan
sehingga siap untuk diaklimatisasikan. Tunas-
tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi
di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan
tunas. Media untuk pemanjangan tunas
mengandung sitokinin sangat rendah atau
tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat
dipindahkan secara individu atau berkelompok.
Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah
tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan
pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau
secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan
baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat
dilakukan dengan memindahkan tunas ke media
pengakaran yang, umumnya, memerlukan
auksin, seperti NAA atau IBA. Keberhasilan
tahap ini tergantung pada tingginya mutu
tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
6) Aklimatisasi
Eksplan yang telah menjadi plantlet perlu
dilakukan aklimatisasi, yaitu proses
4
pengondisian planlet pada lingkungan luar
sehingga dapat bertahan dan terus menjadi
bibit yang siap ditanam di lapangan. Proses
aklimatisasi perlu dilakukan secara bertahap,
plantlet tidak langsung dipindahkan ke lapangan
melainkan ke tempat-tempat persemaian atau
rumah kaca. Kondisi lingkungan, terutama
suhu dan kelembapan, sedikit demi sedikit
diubah hingga menyerupai dengan kondisi
di lapangan. Hal ini perlu dilakukan agar
plantlet-plantlet dapat menyesuaikan kondisi
lingkungannya sampai nanti dipindahkan ke
lingkungan tumbuhnya seperti semula.

73
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 44. Contoh pembibitan dengan kultur jaringan


untuk reklamasi

3. Kesehatan Bibit
Kesehatan bibit di persemaian perlu dijaga agar bibit yang
akan ditanam pada saat revegetasi merupakan bibit yang
sehat dan berkualitas. Kesehatan bibit ditentukan oleh
faktor abiotik (kekeringan, genangan, bahan kimia, dan
cacat fisik) dan biotik (organisme hama dan penyakit).

Faktor abiotik bisa diminimalkan dengan sistem
pemeliharaan bibit dan pengelolaan persemaian yang
baik. Kekeringan bisa dicegah dengan penyiraman
secara berkala, sedangkan genangan bisa dihindari
dengan pembangunan sistem irigasi dan drainase yang
baik. Faktor biotik yang rentan mengganggu kesehatan
bibit di persemaian bisa masuk dari lingkungan di
luar persemaian melalui proses kontaminasi. Untuk
mengantisipasi kontaminasi, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan terkait titik masuk penyakit/patogen ke
persemaian, antara lain:
• Fasilitas propagasi (kontainer, pisau, cutter, box, flat,
dll),
• Media propagasi (tanah, materi organik, dll),
• Saluran irigasi,

74
BAB IV - Revegetasi

• Materi tanaman, dan


• Sepatu dan pakaian pegawai, staf, dan tamu.

Kontaminasi dapat dicegah dengan cara menjaga
kebersihan di titik masuk penyakit. Langkah-
langkah pencegahan berdasarkan sumber masuknya
kontaminannya, antara lain:
a. Kontaminasi pada alat dan fasilitas propagasi bisa
dilakukan dengan pembersihan dan pencucian rutin
saat alat/fasilitas ingin digunakan.
b. Kontaminasi pada media pertumbuhan bisa dilakukan
dengan cara steam pasteurization, yaitu sterilisasi
melalui fumigasi dengan bahan kimia. Namun, cara
ini tidak selektif karena patogen yang berguna ikut
hilang. Sterilisasi juga bisa dilakukan dalam suhu
600C selama 30 menit yang akan menyebabkan
jamur, nematoda, dan bakteri mati. Jika dilakukan
dalam suhu 800C selama 30 menit, virus, biji gulma,
dan hama akan mati. Di samping itu, solarisasi bisa
dilakukan untuk mencegah kontaminasi pada media.
Caranya dengan menutup media menggunakan
polyethilen transparan dan membebani dengan batu
pada cuaca panas sehingga suhu di dalam plastik akan
naik sampai 700C. Cara ini efektif sampai kedalaman
tertentu. Walaupun cara ini lebih murah dari segi
4
biaya, solarisasi kurang efektif dilakukan saat cuaca
berawan karena membutuhkan waktu yang lama.
c. Kontaminasi pada saluran irigasi, terutama reservoir
(penyimpanan) air yang menjadi tempat optimal bagi
perkembangan jamur (Pythium dan Phytophthora),
bisa dicegah dengan menambahkan klorin 1 ppm
minimal selama 30 menit untuk mematikan patogen
penyebab damping off.
d. Biasanya, kontaminasi pada sepatu (penyakit dan
nematoda) dan pakaian (biji gulma) sulit dikontrol,
terutama jika aktivitas pekerja di persemaian tinggi.
Untuk mempermudah pencegahan, perlu ada ruang/
jalur disinfektan pada pintu masuk persemaian.

75
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
Kontrol terhadap kebersihan pakaian dan sepatu
pekerja maupun pengunjung juga bisa dilakukan
dengan cara menyediakan pakaian/sepatu khusus
yang sudah steril jika ingin memasuki kawasan
persemaian.
Untuk cara penanganan/pengelolaan terhadap
bibit yang terserang dan terinfeksi hama-penyakit,
antara lain:
• Fisik jika gangguan rendah dan tenaga tersedia.
• Biologi jika predator atau agen parasitik tersedia.
• Kimia jika ingin cepat, dapat selektif sehingga yang
berguna tetap ada.

4. Pemeliharaan Bibit
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyulaman
(penggantian) bibit yang mati, pemupukan, serta
pengendalian hama penyakit dan gulma. Penyiraman
bibit dilakukan dua kali sehari, pada pagi dan sore.
Sementara penyulaman harus segera dilakukan setelah
penanaman pertama agar bibit yang baru ditanam tidak
tertinggal pertumbuhannya dengan bibit-bibit yang
ditanam terlebih dahulu. Pemupukan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan, yaitu jika pertumbuhan bibit lambat
atau terjadi tanda-tanda bibit kekurangan hara, seperti
daun menguning. Pupuk yang bisa digunakan adalah
NPK dengan dosis disesuaikan terhadap jenis tanaman
(rata-rata sekitar 1–2 gram).

Gambar 45. Pemberian pupuk NPK

76
BAB IV - Revegetasi

Rumput dan tumbuhan lainnya (gulma) yang berkembang


di polybag dapat membantu stabilitas tanah di sekitar
bibit dan meningkatkan keanekaragaman tanaman
bawah pada saat dipindahkan ke area revegetasi. Oleh
karena itu, pengendalian gulma di persemaian untuk
reklamasi lahan pascatambang tidak perlu dilakukan,
kecuali gulma tersebut tumbuh berlebihan sehingga
mengganggu daya hidup dan pertumbuhan bibit dalam
polybag. Untuk pengendalian hama yang, umumnya,
berupa serangga pemakan daun dan penggerek pucuk,
harus segera dibasmi dengan pemberian pestisida yang
tepat jika ditemukan yang menyerang.

Gambar 46. Proses penyiangan


4
Biasanya, penyakit tanaman, seperti jamur, menyerang
karena pemberian naungan yang berlebihan sehingga
kelembapan meningkat dan menjadi kondisi ideal
bagi pertumbuhan jamur. Bibit yang terserang jamur
harus segera dikumpulkan lalu dipisahkan dari tempat
pembibitan agar tidak menyebar. Kemudian, bibit yang
terserang jamur harus segera dibakar agar jamur ikut
terbunuh.

5. Produksi Mikroba Tanah Bermanfaat


Media tumbuh dapat ditambahkan dengan mikroba saat
kondisinya sedang kurang atau tidak subur. Mikroba

77
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
tanah bermanfaat, seperti fungi mikoriza dan bakteri
rhizobium, merupakan kelompok mikroorganisme yang
berimbiosis dengan akar pohon dan meningkatkan
kemampuan pohon untuk tumbuh di lahan kritis, seperti
lahan bekas tambang. Jika kondisi tanahnya tidak subur,
pemberian mikroba ini akan lebih efektif dilakukan saat
penanaman di lapangan.

Gambar 47. Produksi mikoriza

6. Manajemen Data Persemaian


Tata kelola data persemaian perlu dilakukan agar proses
persemaian lebih efektif. Data-data yang disarankan
untuk dilakukan pencatatan, antara lain:
• Asal usul benih, kualitas dan kuantitas benih, serta
waktu pengadaan untuk tiap jenis tanaman.
• Produksi bibit, antara lain jumlah bibit dan umur bibit
untuk tiap jenis pohon.
• Jadwal kegiatan kontrol hama/gulma/serasah, jadwal
kegiatan penanaman.
• Stok penyimpanan, seperti stok benih, stok media
tanam, kebutuhan air untuk penyiraman, dan stok
alat/bahan pendukung lainnya.
• Penempatan label dilakukan untuk mengingatkan

78
BAB IV - Revegetasi

para pekerja tentang jenis tanaman, jumlah bibit,


proses-proses pembibitan, dan media edukasi jika
ada kunjungan ke area persemaian.

C. Pelaksanaan Penanaman
Sebelum kegiatan penanaman dilakukan, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu pengaturan arah larikan
harus sejajar kontur atau pada daerah yang relatif datar
mengikuti arah timur barat, pemasangan ajir mengikuti
arah larikan tanaman dan jarak tanam yang telah ditetapkan
pada rancangan teknis, lalu pembuatan lubang tanaman,
distribusi bibit, dan teknik penanaman.
1. Penanaman Jenis Tanaman Penutup Tanah (Cover Crops)
Ada beberapa metode penanaman jenis tanaman penutup
tanah di area reklamasi yang dapat dipilih, antara lain:
a. Penanaman secara Total
Metode penanaman secara total dilakukan dengan
menebar benih/biji tanaman penutup tanah secara
merata di lahan yang direklamasi. Benih/biji ditanam
dengan cara disebar secara manual atau bisa juga
dengan cara hydroseeding. Kelebihan penanaman
dengan metode ini adalah permukaan tanah lebih cepat
tertutup sehingga pencegahan erosi lebih optimal.
Kekurangan metode ini adalah membutuhkan benih/
biji dalam jumlah besar.
4

Gambar 48. Penanaman cover crops secara total

79
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
b. Penanaman dengan Jalur
Metode penanaman secara jalur dilakukan dengan
menanam benih/biji tanaman penutup tanah dalam
satu jalur atau baris tanam dan diberikan jarak tertentu
antar jalur/baris tanam. Kelebihan penanaman
dengan metode ini adalah penggunaan benih/biji
dan kompos lebih hemat. Namun, kekurangannya
memerlukan waktu yang lebih lama dalam menutup
permukaan tanah dan erosi dapat terjadi di sela-sela
antarjalur/baris tanam.

Gambar 49. Penanaman cover crops secara jalur (kiri)


dan titik tanam (kanan)

c. Penanaman di Titik-Titik Tanam


Metode penanaman ini dilakukan dengan menanam
benih/biji atau bibit di titik-titik tanam yang telah
diatur jaraknya. Kelebihan penanaman dengan
metode ini adalah penggunaan benih/biji dan kompos
lebih hemat. Namun, kekurangannya memerlukan
waktu yang lebih lama dalam menutup permukaan
tanah dan erosi dapat terjadi di sela-sela antar titik-
titik tanam.
Penanaman cover crops dapat dilakukan
sebelum, bersamaan, atau setelah penanaman bibit
pohon. Penanaman cover crops sebelum penanaman
bibit pohon bertujuan untuk mengendalikan erosi
lebih awal dan, biasanya, dilakukan secara jalur atau
di titik-titik tanam. Penanaman cover crops secara
total dilakukan setelah penanaman bibit pohon

80
BAB IV - Revegetasi

untuk menghindari cover crops terinjak-injak saat


penanaman bibit pohon.

2. Penanaman di Lahan Miring dengan Teknik Hydroseeding


Pada lahan bekas tambang, khususnya tebing-tebing
yang dipotong untuk jalan mempunyai kemiringan
lereng yang cukup curam sehingga sulit untuk dilakukan
penanaman. Metode penanaman di lokasi seperti ini
bisa menggunakan metode hydroseeding, yaitu metode
penanaman dengan menyemprotkan campuran yang
mengandung biji tanaman, mulsa, perekat, dan pupuk ke
permukaan tanah yang miring.

Kelebihan metode hydroseeding adalah penanaman dapat
diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat untuk area
yang relatif luas sehingga efektif untuk area lereng (dan
area yang tidak terjangkau tenaga manusia) sekaligus
membantu mengontrol/meminimalkan laju erosi secara
cepat. Terkadang, metode hydroseeding juga diterapkan
di lahan datar karena waktu pengerjaannya lebih cepat.
Tahapan penanaman di lahan miring dengan metode
hydroseeding, antara lain:
a. Persiapan Lahan untuk Aplikasi Hydroseeding
Permukaan lereng yang akan ditanami diratakan
terlebih dahulu. Kemudian, area penanaman
4
dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Setelah
itu, buatkan sistem drainase yang juga berfungsi untuk
mengontrol air agar tidak membuat jenuh massa tanah
pada lereng dan memicu terjadinya longsoran. Sistem
drainase dapat berupa drainase permukaan untuk
mengalirkan air limpasan hujan menjauhi lereng
dan drainase bawah permukaan untuk mengurangi
kenaikan tekanan air pori dalam tanah. Selain itu,
untuk meningkatkan kestabilan lereng, melindungi
dari erosi, dan menahan biji (tempat menempelnya
bibit) pada saat hydroseeding, sebaiknya, dipasang
blanket pada permukaan lereng, bisa berupa coconet/
cocomesh atau jaring yang terbuat dari serabut kelapa,
kayu, atau jerami.

81
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Gambar 50. Pemasangan blanket pada lereng

b. Persiapan Bahan Campuran Hydroseeding


Bahan campuran hydroseeding terdiri dari air, biji
tanaman, mulsa, perekat (tackifier), dan pupuk.
Perekat berfungsi agar biji menempel di tanah dan
tidak terbawa aliran air hujan. Sementara itu, air dan
mulsa berfungsi untuk menjaga kelembapan bibit agar
bisa tumbuh dengan baik. Sebaiknya, biji tanaman
berupa campuran dari beberapa jenis yang berukuran
kecil agar mudah menempel. Komposisi campuran
disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Pelaksanaan
Sebaiknya, waktu pelaksanaan hydroseeding dilakukan
pada awal musim hujan. Pada daerah kering,
beberapa jam sebelum penanaman, sebaiknya, tanah
digaruk dan disiram dengan air hingga membentuk
permukaan kasar dan lembap. Penyemprotan ulang
bisa dilakukan jika persentase penutupan kurang
dari 50% setelah periode perawatan, menjaga masa
pertumbuhan tanaman, atau terjadi bencana (longsor,
kerusakan akibat kecelakaan).

82
BAB IV - Revegetasi

Gambar 51. Pelaksanaan hydroseeding

3. Penanaman dengan Aerial Seeding


Revegetasi pada area bekas tambang dengan akses sulit
dijangkau dapat dilakukan dengan teknik aerial seeding,
yaitu menyebarkan benih tanaman untuk reklamasi
bekas tambang melalui udara. Benih yang berkulit biji
keras (jenis ortodoks) dapat disebarkan secara langsung
melalui udara. Namun, khusus jenis-jenis berkulit biji
lunak (recalcitrant) harus dilakukan coating. Umumnya,
komposisi coating berupa tanah liat yang dibentuk
sedemikian rupa sehingga benih bisa terdistribusi 4
pada titik jatuh. Coating juga bisa ditambahkan pupuk,
hydrogel, pestisida, dan zat pewarna. Penyebaran biji
secara langsung maupun yang sudah dibalut dengan
coating juga dapat diberi perekat. Sprinkler dan sprayer
dapat digunakan untuk efektivitas penyebaran benih
melalui udara.

4. Penanaman Jenis Pohon Intoleran


Penanaman jenis pohon intoleran diperlukan untuk
menutup tanah dengan cepat dan menyiapkan naungan
bagi jenis pohon toleran. Proses penanaman dimulai
dengan melepas plastik (pot/ pollybag) pada bibit dan
pembuatan lubang tanam. Kemudian, dasar lubang
tanam diberikan pupuk kandang atau kompos dan

83
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

4
pengapuran jika diperlukan. Ukuran lubang tanam yang
disarankan sebesar 30x30x30 cm atau bisa disesuaikan
dengan ukuran bibit pohon. Jika kualitas tanah pucuk dan
penanganan baik, ukuran lubang tanam bisa diperkecil
dan pemupukan bisa dikurangi. Bibit ditanam secara
tegak lurus dan tanah dipadatkan dengan menekan
sekitar pohon menggunakan kaki. Untuk jenis pohon
intoleran cepat tumbuh yang ditanam, sebaiknya, jenis-
jenisnya dicampur sehingga tidak hanya terdiri dari satu
jenis pohon saja. Penanaman juga bisa dicampur dengan
jenis pohon intoleran berdaur panjang yang memiliki
nilai ekonomi tinggi untuk memperkaya jenis pohon
sekaligu pelestarian jenis pohon.

Untuk jarak tanam yang disarankan adalah 4x4 meter.


Jarak tanam juga dapat disesuaikan dengan kondisi
wilayah dan jumlah pohon yang ingin ditanam dengan
tetap memerhatikan kondisi optimal untuk pertumbuhan
pohon (jarak tidak terlalu rapat) serta jumlah pohon yang
ditanam di lahan reklamasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

5. Pengayaan Pohon Jenis Toleran, Pohon Lokal, dan Pohon


MPTS.
Pengayaan (enrichment) tanaman di area reklamasi
bertujuan agar hutan hasil reklamasi memiliki
keanekaragaman yang tinggi sekaligus sebagai pengujian
daya hidup dan kecepatan tumbuh jenis-jenis pohon di
lahan bekas tambang. Pengayaan tanaman juga berfungsi
mengembalikan ekosistem, terutama penanaman pohon
lokal dan mengundang fauna datang dengan penanaman
pohon MPTS (khususnya penghasil buah). Penanaman
jenis pohon lokal toleran yang berdaur panjang dilakukan
di sela-sela jenis pohon intoleran yang telah ditanam
lebih dahulu. Proporsi dari jenis pohon lokal adalah 40%
dari jumlah bibit pohon yang ditanam. Untuk jenis pohon
lokal dan MPTS yang bersifat toleran dan memerlukan
naungan dalam pertumbuhannya, penanamannya

84
BAB IV - Revegetasi

disarankan 2 (dua) tahun setelah penanaman pohon


jenis intoleran atau saat tutupan tajuknya sudah bisa
menaungi pohon lokal dan MPTS yang bersifat intoleran.

Jarak tanam jenis pohon lokal dan pohon MPTS, dengan


jumlah bibit 40% dari jumlah bibit pohon yang ditanam,
dilakukan di sela-sela jarak tanam pohon intoleran dan
disesuaikan dengan kebutuhan tumbuh pohon lokal dan
pohon MPTS sehingga tidak terlalu rapat, tetapi tetap
mendapatkan naungan (Gambar 52).

Gambar 52. Contoh jarak tanam untuk pengayaan jenis

85
BAB V - Pemeliharaan Tanaman

BAB V
PEMELIHARAAN TANAMAN

K
egiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman,
pengendalian tanaman penutup tanah, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan,
penjarangan, serta pencegahan terhadap kebakaran hutan dan
penggembalaan liar

A. Penyulaman
Penyulaman bertujuan menjaga jumlah pohon dan
kerapatannya tetap sesuai dengan peraturan perundang-
undangan atau tujuan pengelolaan. Penyulaman dilakukan
dengan cara mengganti bibit pohon yang mati dengan
yang sehat dan berukuran lebih besar atau minimal sama 5
dengan ukuran bibit pohon yang hidup. Dalam penyulaman,
biasanya, bibit yang disiapkan mengalami re-potting
ke polybag yang lebih besar. Apabila dilakukan di luar
musim penghujan, penyulaman dapat diantisipasi dengan
penambahan hydrogel (alkosorb).

B. Pengendalian Gulma dan Hama Penyakit


Tanaman penutup tanah, yang awalnya untuk mengendalikan
erosi, sering kali menjadi pesaing tanaman pokok karena
tumbuh pesat dan merambat atau melilit tanaman pokok yang
kemudian menyebabkan tanaman pokok rebah, bahkan mati.
Dalam kondisi demikian, tanaman penutup tanah menjadi
gulma. Pengendalian gulma dilakukan dengan penyiangan,
baik secara jalur maupun piringan, secara manual maupun

87
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

5
mekanis (mesin), atau dapat juga secara kimiawi melalui
aplikasi herbisida atau kombinasinya. Dalam pengendalian
gulma pada revegetasi bekas tambang, penyiangan secara
total harus dihindari karena akan menurunkan kelembapan
tanah dan menimbulkan erosi pada musim penghujan.

Hama yang sering dijumpai pada lahan bekas tambang
dengan daya rusak besar adalah babi, rusa, tikus, dan
serangga. Biasanya, hama babi membongkar sekitar bibit
yang mengandung cacing. Situasi ini menjadi dilema dalam
penggunaan kompos. Di satu sisi, kompos diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman, sedangkan di sisi lain mengundang
babi untuk datang. Salah satu teknik tradisional yang
digunakan dalam pengendalian hama babi adalah dengan
membuat bunyi-bunyian yang digerakkan angin pada area
tanaman yang diganggu atau menyiramkan air sabun atau
potongan rambut manusia di sekitar bibit/tanaman secara
reguler. Sementara hama tikus akan menyerang bibit yang
baru ditanam untuk memakan akar atau batang sehingga
menyebabkan tanaman mati. Umumnya, serangan tikus
terjadi di area yang tanaman penutupnya terlalu tebal
dan menjadi sarang tikus. Pengendalian tikus, biasanya,
menggunakan racun tikus. Hama lain adalah ulat yang dapat
dikendalikan secara biologis, mekanis, atau kimia.

Selain hama, tanaman revegetasi juga dapat terserang


penyakit (tergantung jenis tanaman). Karat puru merupakan
salah satu penyakit yang harus diwaspadai jika tanaman
intoleran yang ditanam adalah sengon. Penyakit ini cepat
menyebar, tetapi dapat dikendalikan secara mekanis, yaitu
dengan memotong dahan atau ranting yang terserang,
dikumpulkan dan dikubur, kemudian batang yang dipotong
diolesi dengan kapur dan belerang.

C. Pemupukan
Pemupukan bertujuan menambah unsur hara yang
dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal. Kegiatan ini dilakukan jika pertumbuhan tanaman

88
BAB V - Pemeliharaan Tanaman

terhambat dan vigor buruk, terjadi perubahan warna pada


daun (menguning), atau perubahan anatomi berupa gugur
pucuk, gugur mata tunas, atau daun keriting.

Pemupukan melalui akar dilakukan dengan membuat parit di
sekeliling batang pohon sesuai proyeksi tajuk. Setelah pupuk
diaplikasikan, parit ditutup kembali. Pupuk yang diberikan
dapat berupa kompos atau pupuk anorganik, seperti TSP,
SP36, Urea, ZA, KCl, atau pupuk majemuk NPK dengan
dosis 100–250 gram per lubang tanam. Namun demikian,
jika kondisi tanah kering, asam, atau tergenang, pemupukan
lebih baik diberikan melalui daun. Teknik pemupukan
daun dilakukan dengan cara melarutkan pupuk dalam air
kemudian disemprotkan ke daun secara merata. Umumnya,
pupuk daun berupa pupuk majemuk karena mengandung
hampir seluruh unsur hara tanaman. Pupuk daun diberikan
pada pagi hari setelah matahari terbit dan hari cerah.

D. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh
yang cukup pada tanaman, terutama ditujukan untuk jenis
tanaman sisipan atau tanaman pengayaan yang ditanam
setelah penanaman jenis pohon intoleran cepat tumbuh.
Biasanya, pemangkasan dilakukan pada jenis pohon
intoleran cepat tumbuh yang tutupan tajuknya menghambat
5
pertumbuhan tanaman sisipan/pengayaan atau disesuaikan
dengan jumlah/persentase dari jumlah tegakan tergantung
pada kondisi kerapatan tegakan dan rencana pengayaan
jenis pohon lainnya. Pemangkasan cabang-cabang yang
kecil dapat menggunakan gunting stek dan gergaji manual.
Pemangkasan dilakukan setelah tajuk antarpohon saling
bersentuhan (overlap) dengan cara memotong cabang mulai
dari bagian bawah. Pemangkasan cabang yang besar bisa
menggunakan gergaji manual, gergaji mesin (chainsaw), dan
alat pangkas tangkai panjang. Kemudian, hasil pemangkasan
dicacah menjadi cacahan kayu untuk dimanfaatkan kembali
sebagai bahan organik guna meningkatkan kesuburan tanah.

89
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

5
E. Penjarangan
Penjarangan bertujuan untuk mengurangi persaingan
tumbuh tanaman, menghilangkan tanaman dengan
pertumbuhan yang tertekan, dan memberikan ruang
tumbuh yang cukup bagi tanaman sisipan atau pengayaan.
Kondisi-kondisi yang memerlukan penjarangan, antara lain:
1. Terjadi tumpang tindih tajuk yang terlalu berat sehingga
menghambat pertumbuhan pohon.
2. Dilakukan pada jenis pohon intoleran cepat tumbuh yang
tutupan tajuknya menghambat pertumbuhan tanaman
sisipan atau pengayaan atau disesuaikan dengan jumlah/
persentase dari jumlah tegakan yang ada (tergantung
kepada kondisi kerapatan tegakan dan rencana pengayaan
jenis pohon lainnya).
3. Dilakukan pada musim kemarau karena sifatnya
penebangan.

Metode yang digunakan adalah penjarangan tajuk dan/
atau penjarangan tinggi. Metode ini dilakukan dengan cara
menebang jenis pohon intoleran cepat tumbuh agar jenis
pohon sisipan/pengayaan memperoleh cahaya matahari,
unsur hara, dan kebutuhan ruang tumbuh yang optimal.
Hasil penjarangan kemudian dicacah menjadi cacahan kayu
untuk dimanfaatkan kembali menjadi bahan organik guna
meningkatkan kesuburan tanah.

F.
Pencegahan terhadap Kebakaran Hutan dan
Penggembalaan Liar.
Kebakaran hutan atau penggembalaan liar bisa menjadi
ancaman serius bagi pertumbuhan pohon di area reklamasi.
Langkah-langkah pencegahan dan pengurangan risiko
kebakaran hutan, antara lain:
1. Pembersihan lahan dari bahan mudah terbakar.
2. Pemilihan jenis tanaman yang tahan kebakaran.
3. Pemberian penyuluhan tentang pencegahan kebakaran
kepada masyarakat di sekitarnya dan pemberdayaan
masyarakat.
4. Patroli dan pengawasan lebih ketat.

90
BAB V - Pemeliharaan Tanaman

5. Pendeteksian kebakaran sedini mungkin.


6. Persiapan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran
hutan dan lahan (karhutla).
7. Penetapan kebijakan terkait pengendalian karhutla.
8. Perencanaan dan pelaksanaan manajemen air.

Pencegahan penggembalaan liar tergantung pada kondisi


sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar area
penambangan. Jika masyarakat mempunyai kebiasaan
menggembalakan ternak, pemegang izin penambangan
perlu melakukan sosialisasi atau mediasi dan diskusi
dengan masyarakat agar lahan reklamasi tidak terganggu
hewan ternak. Beberapa solusi yang bisa dilakukan adalah
pemberian bibit makanan ternak dan penyediaan lahan
penggembalaan. Apabila dianggap perlu, pembuatan pagar
hidup dapat dilakukan pada area yang akan direklamasi.

***

91
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Daftar Pustaka
Erningsih, T. 2009. Model Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Timah Hitam
(Studi Kasus di Nagari Kota Nopan Kecamatan Rao Utara Kabupaten
Pasaman Provinsi Sumatera Barat). Bandung: Universitas Padjajaran
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Kumpulan Pedoman Teknis
Lingkungan Pertambangan. Jakarta
Kementerian Kehutanan. 2012. Panduan Teknologi Reklamasi Hutan.
Jakarta.
Kennedy C. 2002. Alternatives for the reclamation of surface mined land. In
Mudroch A, Stottmeister U, Kennedy C, Klapper H (Eds). Remediation
of abandoned surface coal mining sites. Heidelberg: Springer-Verlag.
Mansur, I. 2008. Pemilihan jenis tanaman kehutanan untuk rehabilitasi lahan
bekas tambang. Bandung: Institut Teknologi Bandung berkerjasama
dengan Departemen ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup RI.
Mansur, I. 2010. Teknk silvikultur untuk reklamasi lahan bekas tambang.
Bogor: SEAMEO BIOTOP.
Rungkat FZ. 2010. Sorgum: manfaat dan pengolahannya. Bogor: SEAMEO
BIOTROP.
Sayoga, R. 2014. Pembentukan, Pengendalian dan Pengelolaan Air Asam
Tambang. Bandung: Penerbit ITB.
Seyhan,E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Terjemahan oleh Sentot Subagyo.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suyartono. 2003. Good Mining practice: Konsep tentang pengelolaan
pertambangan yang baik dan benar. Studi Nusa. Semarang.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Kehutanan menjadi
Undang-Undang.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008
tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60/
Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi
Hutan.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.39/
Menhut-V/2010 tentang Pola Umum Kriteria dan Standar Rehabilitasi
dan Reklamasi Hutan.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-
II/2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan.

92
Profil Tim Penyusun
Dr. H. Ika Heriansyah, S.Hut, M.Agr.
Peneliti pada Kelompok Peneliti Silvikultur,
Pusat Litbang Hutan, Badan Litbang dan
Inovasi, Pe-nanggung Jawab Hutan Penelitian/
KHDTK, Tim Penyunting prosiding Balai
Penelitian Kehutanan, Dewan Redaksi Majalah
Wana Tropika (ketua), Dewan Redaksi Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Editor
Prosiding Kerjasama Badan Litbang dan Burung
Indonesia, Editor Buku Arang Kompos, Ketua
Kelti Silvikultur (Pembinaan Hutan), Pembimbing Mahasiswa S1 dan
S2 IPB, Inisiator Kartu Identitas Pohon.

Prof. Chairil Anwar Siregar, Ph.D, Peneliti


Utama bidang hidrologi dan konservasi
tanah, yang telah menghasilkan lebih dari 80
karya tulis ilmiah dalam bentuk buku, jurnal,
prosiding dan makalah yang diterbitkan, 40
diantaranya dalam Bahasa Inggris. Anggota
organisasi profesi: Soil Science Society of America,
International Society of Soil Science, Crop Science
Society of America, Agronomy Science of America,
International Biochar Iniciative dan Perkumpulan
Masyarakat Gambut Indonesia (HGI).

Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc dilahirkan di


Manokwari pada tanggal 23 Mei 1966. Pendi-
dikan sarjananya diselesaikan pada tahun 1988
di Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB.
Penulis menyelesaikan pendidikan Master di
School of Forestry, Universitas Canterbury di
Selandia Baru pada tahun 1994 dan pendidikan
Doktor di Departemen of Biosciences, Univer-
sity of Kent di Inggris pada tahun 2000. Saat
ini penulis menjabat sebagai Direktur SEAMEO BIOTROP dan aktif
dalam usaha-usaha untuk mengembalikan produktivitas lahan-lahan
bekas tambang melalui penelitian, pendampingan, konsultasi, nara-
sumber, pelatihan dan seminar.

93
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan

Imanuel Manege merupakan lulusan Univer-


sitas Mulawarman Samarinda, dengan gelar In-
sinyur Kehutanan pada 1989. Penulis berpengal-
aman bekerja di KPC sejak 1994 sebagai Engineer
Environmental. Pada tahun 1997 posisinya di-
reklasifikasi ke Senior Engineer Environmental.
Ia dipromosikan sebagai Superintendent Recla-
mation pada 1998, dan pada 2003, dipromosi-
kan menjadi Manager Enviromental. Pada 2009,
ia diangkat sebagai GM Health Safety Environ-
mental & Security.

Enggar Kadyonggo, ST dilahirkan di Jakarta


pada tanggal 9 Juni 1991. Pendidikan sarjana-
nya diselesaikan pada tahun 2015 di Program
Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Saat ini penulis menjabat sebagai staf pada
Subbidang Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan di Pusat Keteknikan
Kehutanan dan Lingkungan, Kementerian Ling-
kungan Hidup dan Kehutanan.

Tony Suprapto, ST dilahirkan di Jakarta


pada tanggal 21 September 1984. Pendidikan
sarjananya diselesaikan pada tahun 2009
di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Jayabaya.
Saat ini penulis menjabat sebagai staf pada
Subbidang Pemantauan Kualitas Lingkungan di
Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

94
Profil Tim Penyusun

Arman Wijianto, ST dilahirkan di Jakarta


pada tanggal 25 November 1985. Pendidikan
sarjananya diselesaikan pada tahun 2008 di
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya. Saat ini penulis menjabat
sebagai staf pada Subbidang Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di
Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

95

Anda mungkin juga menyukai