Sanksi Pelanggaran
Pasal 113 UU No. 18 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana
denda paling banyak RplOO.OOO.OOO (seratusjuta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Peng-
gunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rpl.
OOO.OOO.OOO,OO (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).
Petunjuk Teknis
REKLAMASI PASCA TAMBANG
PADA KAWASAN HUTAN
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
Pembina:
Bambang Hendroyono (Sekretaris Jenderal)
Penanggung Jawab:
Gatot Soebiantoro (Kepala Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan)
Ketua:
Ery Rura Panahatan Batubara
Anggota:
Waspodo, M. Chotman Rismanto, Heru Harnowo, Pua H. Dahlan
Penulis:
Ika Heriansyah, Chairil Anwar Siregar, Irdika Mansur, Emmanuel Manege,
Enggar Kadyonggo, Arman Wijianto, Tony Suprapto
Penyunting:
Eko Yulianto Napitupulu, Rizkana Aprieska
Desain Grafis dan Tata Letak:
Enggar Kadyonggo, N. Eka Wijaya
v
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
1
BAB V PEMELIHARAAN TANAMAN................................... 87
A. Penyulaman ............................................................................... 87
B. Pengendalian Gulma dan Hama Penyakit ................................ 87
C. Pemupukan ................................................................................ 88
D. Pemangkasan ............................................................................. 89
E. Penjarangan ............................................................................... 90
F. Pencegahan Terhadap Kebakaran Hutan ................................. 90
dan Penggembalaan Liar
REFERENSI ...................................................................... 92
PROFIL TIM PENYUSUN ................................................... 93
vi
Kata Pengantar
P
uji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang
pada Kawasan Hutan telah terselesaikan dengan baik.
Buku ini disusun oleh tim yang terdiri dari Pusat Keteknikan
Kehutanan dan Lingkungan, tim tenaga ahli, serta didukung
oleh narasumber yang kompeten di bidang reklamasi lahan
tambang.
Bambang Hendroyono
vii
viii
Glosarium
A
Abiotik adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menyebut sesuatu
yang tidak hidup (benda-benda mati)
Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi
masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan.
Masalah yang sering timbul adalah alih fungsi lahan menyebabkan lahan
hutan semakin berkurang.
Aklimatisasi adalah upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu
organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya.
Aliran Permukaan (Runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir
di atas perkaan tanah yang menuju ke sungai, danau dan lautan. Sebagian
dari air tidak sempat meresap ke dalam tanah dan oleh karena itu mengalir
menuju kedaerah yang lebih rendah.
Ameliorasi tanah adalah upaya pembenahan kesuburan tanah melalui
penambahan bahan-bahan tertentu berupa organik, anorganik maupun
kombinasi keduanya yang menyesuaikan dengan klasifikasi tanah dan
hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman yang akan dibudidayakan.
AMDAL adalah suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu
rencana kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan
apakah suatu kegiatan/proyek Iayak atau tidak Iayak Iingkungan.
Anakan alam (Wilding) adalah bibit yang berasal dari habitat aslinya dan
diambil dengan teknik mencabut langsung sampai ke akarnya
B
Bahan Organik adalah bahan di dalam atau permukaan tanah yang berasal
dari sisa tumbuhan, hewan, dan manusia baik yang telah mengalami
dekomposisi lanjut maupun yang sedang megalami proses dekomposisi.
Benih adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan untuk
mengembang biakkan tanaman tersebut berupa biji maupun tumbuhan
kecil hasil perkecambahan, pendederan, atau perbanyakan aseksual.
Berdaur Panjang adalah tanaman atau tumbuhan yang memiliki usai diatas
30 tahun.
Bibit adalah sesuatu yang diperoleh dari benih, yang nantinya akan ditanam
dan tumbuh di media penanamannya.
Bioethanol adalah bahan bakar dari tumbuhan yang memiliki sifat
menyerupai minyak premium yang dihasilkan dari fermentasi glukosa
(gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi.
ix
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
C
Coating adalah proses penyebaran benih berkulit biji lunak (recalcitrant) yang
dicampur dengan tanah liat, pupuk, hydrogel, pestisida serta zat pewarna.
Coconet/Cocomesh adalah jaring yang terbuat dari serabut kelapa, kayu atau
jerami.
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter
sampel air, dimana pengoksidasi K2, Cr2, O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (oxidizing agent).
Cover Crops adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk
melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk
memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah kegiatan kerjasama yang
melibatkan masyarakat daerah pertambangan untuk meningkatkan taraf
ekonomi masyarakat tersebut.
D
Direct spreading adalah metode pengupasan dan penyimpanan tanah pucuk
mengkondisikan tanah pucuk yang dikupas sebaiknya langsung diangkut
dan disebarkan di zona penataan lahan sehingga kondisi tanah pucuk
masih bagus saat ditebarkan.
Direct Sowing adalah metode pengecambahan benih dengan menggunakan
media yang banyak, polybag harus terisi, waktu lama, tetapi relatif lebih
aman dan dapat diterapkan untuk benih-benih yang berukuran besar dan
memiliki daya kecambah yang tinggi.
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme
hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak
mendukung pertumbuhan normal.
Drainage adalah pembuangan massa air secara alami atau buatan dari
permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Pembuangan
ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air.
x
Glosarium
E
Enkapsulasi adalah proses penangkapan partikel padat, butiran cairan dan
gas dalam lapisan tipis.
Enrichment adalah proses pengkayaan kandungan yang berguna bagi
tanaman
Erosi adalah suatu proses pengelupasan dan pemindahan partikel-partikel
tanah atau batuan akibat energy kinetik (hujan, salju, angin).
F
Fauna adalah khazanah segala macam jenis hewan yang hidup di bagian
tertentu atau periode tertentu.
Fisiografi adalah merupakan salah satu cabang ilmu Geografi yang
mempelajari suatu wilayah daerah atau negara berdasarkan segi fisiknya,
seperti dari segi garis lintang dan garis bujur, posisi dengan daerah lain,
batuan yang ada dalam bumi, relief permukaan bumi, serta kaitannya
dengan laut.
Flora adalah khazanah segala macam jenis tanaman atau tumbuhan. Biasanya
ditulis di depan nama geografis. Misalnya, nabatah Jawa, nabatah Asia
atau nabatah Australia.
Fumigasi adalah sebuah metode pengendalian hama menggunakan pestisida.
Dalam proses ini, sebuah area akan secara menyeluruh dipenuhi oleh gas
atau asap, membunuh semua hama di dalamnya.
H
Hidrologi adalah cabang ilmu Geografi yang mempelajari pergerakan,
distribusi, dan kualitas air di seluruh Bumi.
Homogenitas adalah kesamaan jenis atau spesies.
Horizon adalah adalah garis yang memisahkan bumi dan langit.
Hydroseeding adalah campuran antara air dan bibit yang dikombinasikan
sedemikian rupa sehingga tercipta formula yang berguna dalam revegetasi
pada lahan yang rusak.
G
Generatif adalah metode produksi bibit apabila benih mudah didapat.
Geologi adalah Ilmu yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-
sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
Germinasi adalah proses perkecambahan biji yang melibatkan metabolisme,
respirasi, dan hormonal.
Gulma adalah umbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan
pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman
produksi.
xi
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis
kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25 – 30 cm
dengan lebar dasar sekitar 30 – 40 cm. Jarak antara guludan tergantung
pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan.
I
Induksi adalah teknik kultur jaringan tanaman yang diperlukan untuk
memunculkan keragaman sel somatik di dalam kultur in vitro dan
meregenerasikan sel tersebut menjadi embrio somatik
Inisiasi Kultur adalah pengambilan eksplan (bagian tanaman) yang akan
digunakan untuk membuat kultur, eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru.
Inlet adalah saluran masuk air pada kompartemen hutan rawa buatan.
Intoleran adalah jenis pohon yang mampu bertahan hidup di bawah naungan
tanpa sinar matahari.
Invasif adalah spesies tanaman yang bukan spesies asli tempat tersebut, yang
secara luas mempengaruhi habitat yang mereka invasi dan mengkolonisasi
suatu habitat secara masif.
IPAL (Instalasi pengolahan air limbah) adalah sebuah struktur yang
dirancang untuk membuang limbah biologis dan kimiawi dari air sehingga
memungkinkan air tersebut untuk digunakan pada aktivitas yang lain
Irigasi adalah adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah
tanah,irigasi pompa dan irigasi rawa.
K
Kelembaban adalah konsentrasi dan kandungan uap air di udara.
Kompartemen adalah adalah bangunan atau struktur yang dipisahkan
menjadi bagian tertentu dengan fungsi masing-masing dan memiliki
keterkaitan satu sama lain.
Komposting adalah proses pengendalian penguraian secara biologi dari bahan
organik, menjadi produk seperti humus yang dikenal sebagai kompos.
Penguraian bahan organik itu (disebut juga dekomposisi) dilakukan oleh
mikro-organisme menghasilkan senyawa yang lebih sederhana.
Kontur tanah adalah beda level atau ketinggian tanah dari titik satu ke titik
lain sehingga membuatnya seperti berbukit-bukit.
Kultur Jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak
diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.
L
Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri – cirinya merangkum semua
tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbunan (relief),
xii
Glosarium
M
Mine pit adalah lubang bekas penambangan.
MPTS (multi purpose tree speciess) adalah jenis pohon yang sengaja
ditanam untuk menghasilkan lebih dari satu produk (kayu, getah, buah,
daun, bunga ,dan lain-lain atau biasa disebut HHBK).
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk
menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan
penyakit sehingga membuat tanaman tumbuh dengan baik. Mulsa dapat
bersifat permanen seperti serpihan kayu, atau sementara seperti mulsa
plastik.
N
NAF adalah jenis batuan yang tidak mengandung asam yang berfungsi untuk
menutupi batuan yang berpotensi menimbulkan asam (PAF).
O
Open Windrow adalah cara pembuatan kompos di tempat terbuka beratap
(bukan di dalam reaktor yang tertutup) dengan aerasi alamiah. Selama
proses pengomposan terdapat beberapa perlakuan pada tumpukan
kompos yaitu pengukuran temperatur, pH, dan kadar air setiap harinya.
Overburden adalah lapisan tanah pucuk dari suatu bahan galian.
Outlet adalah saluran keluar air pada kompartemen hutan rawa buatan.
P
Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral, batubara dan/atau mineral ikutannya.
xiii
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
PAF adalah jenis batuan yang mengandung asam dan bisa menghasilkan air
asam tambang.
Patogen adalah agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya.
Pengembalaan liar adalah penggembalaan hewan ternak di lahan terlarang
yang mengakibatkan tanaman di lahan tersebut rusak.
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksploitasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan
serta kegiatan pasca tambang.
Polybag adalah kantong plastik berbentuk segi empat, biasanya berwarna
hitam (ada juga yang berwarna biru atau putih), digunakan untuk
menyemai tanaman dengan ukuran tertentu yang di sesuaikan dengan
jenis tanaman.
R
Reklamasi adalah upaya untuk memperbaiki atau memulihkan kembali
lahan dan vegetasi hutan yang terganggu akibat kegiatan penambangan,
agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan
kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai peruntukannya.
Restorasi lahan bekas tambang adalah upaya mengembalikan fungsi
lahan bekas tambang menjadi atau mendekati keadaan seperti sebelum
dilakukan penambangan
Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang
rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas
penggunaan kawasan hutan.
Rhizobium adalah genus bakteri tanah Gram - negatif yang memfiksasi
nitrogen. Spesies Rhizobium membentuk asosiasi pengikat nitrogen
endosimbiotik dengan akar kacang kacangan dan Parasponia.
RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah) adalah usaha memperbaiki/
memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan agar
dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media
pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.
Rona akhir adalah kondisi setelah kegiatan penggunaan kawasan hutan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan awal
Rona awal adalah keadaan atau kondisi awal/dasar lingkungan di areal
rencana lokasi kegiatan penggunaan kawasan hutan
S
Sedimentasi adalah jumlah material tanah berupa kadar lumpur dalam air
oleh aliran air sungai yang berasal dari proses erosi di daerah hulu, yang
xiv
Glosarium
T
Tambang permukaan adalah usaha penambangan dan penggalian bahan
galian yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara
terbuka
Tailing adalah bahan padat berbutir halus sisa dari hasil proses pengolahan
ekstraksi bahan galian yang tidak mengandung mineral bernilai ekonomis.
Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi
yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat
fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan
manuisa dan mahluk hidup lainnya.
Tanah Pucuk adalah lapisan tanah paling atas yang biasanya mengandung
humus dan atau bahan-bahan organik yang menunjang pertumbuhan
tanaman.
TSS (Total suspended solid) atau padatan tersuspensi total adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel
maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang
termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang,
bakteri dan jamur.
Teras datar adalah teras yang dibangun jika kemiringan lereng kurang
dari 5% serta dan kedalaman tanah pucuk kurang dari 30 cm. Teras ini
memerlukan drainase yang baik dan dibuatkan tanggul-tanggul serta
saluran air yang ditanami vegetasi/ rumput untuk menahan erosi.
Teras guludan adalah Teras datar yang digunakan jika kemiringan lereng 8
- 40 % dan permeabilitas tanah cukup tinggi. Beda tinggi antar guludan
sekitar 1,25 m.
Teras kredit adalah digunakan pada lereng 3-15% untuk tanah dangkal dan
pada lereng 3-40% untuk tanah dalam. Jarak antar guludan sekitar 5-12
m. Pada teras kredit, guludan ditanami tanaman penguat seperti rumput
dan legum. Namun jenis teras ini tidak cocok untuk vegetasi yang peka
terhadap longsoran.
Teras bangku adalah jika kemiringan lereng lebih dari 15%. Teras ini
dibuat sejajar dengan kontur lereng dengan interval tinggi yang dihitung
berdasarkan kemiringan lereng. Bidang olah dibuat miring ke dalam
xv
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
U
Unsur Hara adalah sumber nutrisi atau makanan yang dibutuhkan tanaman,
baik itu yang tersedia di alam (organik) maupun yang sengaja ditambahkan.
Seperti halnya makhluk hidup lainnya, tanaman memerlukan nutrisi
lengkap dalam kelangsungan pertumbuhannya.
V
Varietas adalah suatu peringkat taksonomi sekunder di bawah spesies.
Vegetasi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas tetumbuhan di suatu
tempat tertentu, mencakup baik perpaduan komunal dari jenis-jenis flora
penyusunnya maupun tutupan lahan (ground cover) yang dibentuknya.
W
Wilding adalah istilah dalam bahasa Indonesia untuk mengartikan anakan
alam.
Wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik
bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian
atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.
Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa
(termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan
basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin.
Wood Chipper adalah mesin pencacah / penghancur kayu.
Z
Zat hara adalah bermacam-macam mineral yang terdapat di dalam tanah
yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis dan juga
merupakan sari makanan dalam bentuk cair yang dapat diserap oleh akar
untuk disalurkan ke zat hijau daun.
xvi
BAB I - Persiapan Reklamasi
BAB I
PERSIAPAN PELAKSANAAN
REKLAMASI
K
egiatan reklamasi yang terintegrasi baik dengan kegiatan
penambangan dimulai dengan perencanaan yang baik
sejak tahap prapenambangan. Untuk mendukung
reklamasi yang dilaksanakan setelah penambangan usai,
ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan di tahap
prapenambangan, yaitu:
1
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
1
B. Penyelamatan Jenis-Jenis Lokal
Sebelum menjalankan kegiatan land clearing, perlu
dilakukan analisis vegetasi asli, baik tumbuhan tingkat
tinggi maupun tumbuhan tingkat bawah. Tujuan analisis
vegetasi adalah untuk mengetahui komposisi dan struktur
tumbuhan yang ada di lokasi calon penambangan sebagai
dasar pertimbangan dalam menentukan jenis-jenis yang
sesuai pada kegiatan revegetasi setelah penambangan.
Namun, analisis vegetasi tidak dilakukan pada tanaman
eksotik dan invasif.
Dari hasil analisis vegetasi, jika ada jenis-jenis lokal yang biji/
benihnya sulit dicari, tetapi banyak ditemukan di lapangan,
bisa dilakukan penyelamatan dengan proses cabutan anakan
alam yang kemudian dikembangkan di persemaian. Selain
menjaga kelestarian jenis-jenis tanaman lokal, kegiatan ini
juga berfungsi sebagai pembudidayaan jenis langka atau
hampir punah, dan bibit sudah beradaptasi dengan kondisi
lokasi, serta bibit sudah bersimbiosis dengan mikoriza.
2
BAB I - Persiapan Reklamasi
3
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
1
(overburden) yang tidak memiliki unsur hara. Biasanya,
kedalaman tanah pucuk maksimal 1 meter.
4
BAB I - Persiapan Reklamasi
5
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
6
BAB I - Persiapan Reklamasi
Pengolahan limbah hasil land clearing akan membuat
perusahaan memperoleh bahan organik dalam jumlah
7
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
1
melimpah dengan biaya lebih murah. Jika perusahaan
tetap ingin bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk
membeli kompos dari desa-desa terdekat, kompos tersebut
dapat digunakan sebagai pencampur di lubang tanam. Biaya
pengadaan bahan organik yang murah memungkinkan
perusahaan menggunakan 5-10 kg bahan organik di setiap
lubang tanam sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih
baik.
8
BAB I - Persiapan Reklamasi
9
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
1
tanaman, kesuburan tanah perlu diperbaiki sebelum
penanaman dilakukan.
d. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pe-
nanaman, yaitu jarak tanam, jumlah dan jenis tanaman,
serta metode penanamannya. Selain itu, perlu dibuat
rencana pemeliharaan secara rutin untuk menjaga per-
tumbuhan dan kesehatan tanaman yang sudah ditanam
di area reklamasi.
10
BAB II - Penataan Lahan
BAB II
PENATAAN LAHAN
T
ujuan penataan lahan adalah untuk mengatur/menata
lahan bekas tambang agar siap ditanami, mencegah
erosi dan sedimentasi pada daerah miring/lereng,
sekaligus memulihkan daya dukung dan fungsi lahan yang
akan direvegetasi. Tahapan kegiatan penataan lahan antara lain
meliputi:
11
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
Kualitas tanah pucuk akan memengaruhi perbaikan
kesuburan tanah yang dibutuhkan sebelum penanaman
untuk menopang kebutuhan tumbuh pohon.
4. Iklim
Kondisi iklim berpengaruh pada pemilihan jenis
tanaman dan metode pemeliharaan tanaman yang baik
agar kegiatan reklamasi berjalan lancar dan target bisa
tercapai.
5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
Kondisi ini juga perlu diidentifikasi untuk meminimalkan
resistensi masyarakat dalam pelaksanaan reklamasi.
Jika disosialisasikan dengan baik dan dilibatkan dalam
perencanaan, masyarakat berpotensi besar mendukung
kegiatan reklamasi.
6. Faktor-faktor lain yang memengaruhi pelaksanaan
kegiatan reklamasi.
12
BAB II - Penataan Lahan
13
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
14
BAB II - Penataan Lahan
dan memastikan desain drainase yang tepat.
Kelebihan dan kekurangan dari teknik ini ada-
2
lah biaya cukup besar karena berkaitan dengan lama-
nya proses pemadatan dan ketersediaan batuan NAF,
lebih rentan terhadap erosi dan tembusnya penutup,
serta diperlukan pengendalian teknik yang tinggi.
15
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
16
BAB II - Penataan Lahan
C. Pengelolaan Air
Pengelolaan air yang dimaksud pada bagian ini adalah
pengelolaan air yang dihasilkan akibat pembukaan lapisan
tanah untuk mengambil bahan tambang yang ada. Tambang
2
batu bara menghasilkan air asam tambang yang perlu
diminimalkan melalui penataan lahan yang baik, sedangkan
tambang mineral tidak berpotensi menghasilkan air asam
tambang. Meskipun demikian, air yang dihasilkan tambang
mineral tetap perlu diperiksa kembali apakah memengaruhi
kondisi lingkungan atau tidak. Berikut ini pedoman
pengolahan air pada lahan bekas tambang:
1. Pengolahan Air Asam Tambang
Walaupun batuan asam sudah dienkapsulapsi, potensi
terbentuknya air asam tambang tetap ada. Potensi
tersebut bisa berasal dari kegiatan stockpile batu bara
atau bijih, pengotor hasil dari pencucian batu bara atau
tailing, dan dari mine pit. Jika tetap terbentuk, air asam
17
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
tambang perlu diolah terlebih dahulu agar tidak merusak
sebelum dibuang ke badan air. Ada dua cara pengolahan
air asam tambang, yaitu:
a. Pengolahan Air Asam Tambang secara Aktif
Pengolahan dilakukan dengan cara menetralkan air
yang bersifat asam menggunakan kapur. Air asam
yang dihasilkan dialirkan ke sediment pond kemudian
air dinetralkan dengan pemberian kapur, baik
secara manual maupun secara mekanis. Metode ini
merupakan cara yang paling efektif dalam menaikkan
pH air asam tambang, tetapi kurang efisien jika dilihat
dari pertimbangan besarnya biaya untuk bahan kimia
dan tenaga kerja.
b. Pengolahan Air Asam Tambang secara Pasif
Pengolahan ini mengandalkan terjadinya proses
bio-geokimiawi yang berlangsung terus-menerus
secara alami untuk meningkatkan pH dan mengikat
logam-logam terlarut agar mengendap. Teknologi
yang digunakan adalah teknologi ekosistem wetland,
yaitu mengalirkan air ke rawa-rawa (wetland) yang
ditanami dengan tanaman, khususnya rumput tifa
(Typha angustifolia) dan pohon-pohon rawa, seperti
Gempol atau Longkida (Nauclea orientalis) yang
memiliki kemampuan menyerap logam berat tinggi.
Pengelolaan air asam tambang dengan hutan rawa
buatan merupakan penyempurnaan dari sistem rawa
buatan yang telah diterapkan di negara-negara lain.
Bentuk fisik akhirnya berupa hutan rawa dengan
pohon-pohon rawa. Jadi, bukan hanya sekadar
rawa-rawa yang ditumbuhi oleh rumput rawa saja.
Dalam hutan rawa buatan ini air asam tambang
akan dinetralkan oleh bahan organik, mikroba, dan
tanaman yang ada di dalam kompartemen sehingga
air yang keluar memiliki pH dan kandungan logam
berat yang telah memenuhi baku mutu. Tahapan
pengolahan air asam tambang dengan konstruksi
hutan rawa ini adalah sebagai berikut:
18
BAB II - Penataan Lahan
2
Gambar 10. Metode Pengolahan air asam tambang
secara aktif
19
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
debit maksimum dan ukuran hutan rawa yang
diperlukan.
4) Karakterisasi air asam tambang untuk mengetahui
pH, kandungan logam-logam dan sulfat terlarut,
serta total suspended solid (TSS).
5) Inventarisasi sumber bahan organik dan tanaman
yang akan digunakan untuk mengonstruksi
hutan rawa, antara lain pupuk kandang, bahan
organik lain, bibit rumput tifa, bibit pohon kayu
putih, gempol, atau jenis-jenis pohon hutan rawa
lainnya.
6) Pengukuran retention time (waktu tinggal) air
asam tambang untuk menaikkan pH sampai
mencapai baku mutu (pH 6–9). Pengukuran
dilakukan dengan membuat kolam plastik ukuran
1,5 x 2 m dan tinggi 1 m. Dasar kolam diisi dengan
overburden setebal 20 cm, lalu campuran pupuk
kandang dan bahan organik (atau bahan organik
saja) setebal 20–30 cm. Setelah semua siap, air
asam tambang dituang hingga mencapai tinggi
30–40 cm. Ukur pH sebelum air dimasukkan ke
dalam kolam. Setelah itu, pH air diukur setelah
mencapai tinggi 30–40 cm, lalu diulang setiap 1
jam sekali sampai pH air melewati 6. Pengukuran
retention time dilakukan dengan tiga kali ulangan.
Durasi untuk mencapai pH 6 adalah nilai retention
time.
7) Desain dan konstruksi kompartemen hutan rawa
buatan.
Hutan rawa buatan dapat terdiri dari beberapa
kompartemen yang bertingkat. Desain
kompartemen pertama dibuat lebih dalam
dan berfungsi sebagai sediment pond untuk
mengendapkan lumpur sehingga air yang
masuk ke kompartemen selanjutnya dapat
lebih bersih. Lumpur di kompartemen pertama
dapat diangkat setiap waktu sebagai bagian dari
pemeliharaan. Perlu diperhatikan, lumpur akan
20
BAB II - Penataan Lahan
21
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
ini akan meningkatkan efektivitas kompartemen
hutan rawa dalam menyerap logam dan TSS. Se-
mentara itu, bibit pohon rawa ditanam dengan ja-
rak tanam 2x2 m atau 3x3 m. Kompos dan pupuk
anorganik dapat ditambahkan di lubang tanam
saat penanaman untuk mempercepat pertum-
buhan tanaman dan bibit.
10) Pengisian air asam tambang ke dalam
kompartemen hutan rawa buatan. Setelah
penanaman selesai, air asam tambang dapat
dialirkan ke kompartemen dengan outlet tertutup
hingga mencapai kurang lebih 10 cm di atas
bahan organik. Kondisi ini dipertahankan selama
satu bulan untuk memberi kesempatan bagi
tanaman untuk beradaptasi dan mulai tumbuh.
Penggenangan terlalu tinggi dapat menyebabkan
beberapa tanaman tercabut atau terangkat.
Pada hari pertama, pH air diukur setiap jam.
Selanjutnya, dapat dilakukan setiap hari satu kali
pengukuran. Setelah tanaman stabil, outlet dapat
dibuka dan air dialirkan, tetapi tidak terlalu deras
agar tidak merusak tanaman.
11) Pemantauan kualitas air dan pertumbuhan
tanaman.
Pengukuran pH dan TSS di inlet dan di oulet
kompartemen hutan rawa buatan dilakukan se-
tiap hari dan didokumentasikan. Pertumbuhan
rumput rawa dan bibit pohon dapat diukur tiga
bulan sekali untuk mengetahui perkembangan-
nya. Pengukuran cukup dibuat petak-petak ukur
berukuran 2x2 m. Untuk memantau kandungan
logam berat dalam air, enam bulan setelah kom-
partemen berfungsi penuh, contoh air di inlet dan
outlet dianalisa di laboratorium yang kompeten.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan air
asam tambang, terutama dalam perhitungan air yang
akan diolah untuk dinetralkan, antara lain:
22
BAB II - Penataan Lahan
23
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
2. Pengelolaan Air pada Tambang Mineral
Biasanya, tambang mineral tidak menghasilkan air asam
tambang. Namun, terkadang, dapat mengandung logam-
logam berat yang bisa berbahaya dan menimbulkan
kerusakan lingkungan sehingga perlu dikelola dan
dikendalikan. Metode pengolahan air secara pasif pada
pengelolaan air asam tambang bisa diterapkan pada
pengelolaan air pada tambang mineral karena dapat
menurunkan beberapa jenis logam berat. Pengelolaan
secara aktif dengan pembuatan IPAL (Instalasi Peng-
olahan Air Limbah) juga bisa diterapkan sesuai dengan
jenis logam berat yang dihasilkan. Untuk hasil pengolahan
air harus memenuhi baku mutu sesuai dengan peraturan
perundangan.
24
BAB II - Penataan Lahan
25
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
ditanami vegetasi/rumput untuk menahan erosi.
b. Teras Guludan
Teras guludan digunakan jika kemiringan lereng 8–40
% dan permeabilitas tanah cukup tinggi. Beda tinggi
antar guludan sekitar 1,25 m. Sebaiknya, guludan
ditanami legum atau rumput dan perlu dipangkas
secara reguler. Mulsa hasil pangkasan bisa digunakan
sebagai penutup di guludan untuk menahan erosi dan
sedimentasi dari lereng bagian atas. Pada teras ini
bisa disebar tanah pucuk dangkal dan berpasir. Untuk
kemiringan di bidang olahan diusahakan tetap 7 %
dan ditanami vegetasi yang bisa kuat menahan tanah
agar tidak terjadi longsoran.
c. Teras Kredit
Teras kredit digunakan pada lereng 3–15% untuk
tanah dangkal dan pada lereng 3–40% untuk tanah
dalam. Jarak antar guludan sekitar 5–12 m. Pada teras
kredit, guludan ditanami tanaman penguat, seperti
rumput dan legum. Namun, jenis teras ini tidak cocok
untuk vegetasi yang peka terhadap longsoran.
26
BAB II - Penataan Lahan
d. Teras Kebun
Teras kebun digunakan jika kemiringan lereng 10–
30% dan kedalaman solum tanah lebih dari 30 cm.
Untuk lebar teras kurang lebih 1,5 m dan di luar teras
ditanami tanaman penutup keras. Jenis teras ini cocok
untuk ditanami tumbuhan perkebunan/tahunan.
Teras ini direkomendasikan untuk jenis tanah dengan
daya serap lambat.
27
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
e. Teras Bangku
Teras bangku digunakan jika kemiringan lereng lebih
dari 15%. Teras ini dibuat sejajar dengan kontur lereng,
dengan interval tinggi yang dihitung berdasarkan
kemiringan lereng. Bidang olah dibuat miring ke
dalam dengan kemiringan 1–3%. Tinggi guludan teras
sekitar 20 cm dengan lebar dasar 20 cm. Lereng teras
ditanami rumput (rumput gajah, Brachiria brizantha,
selaria, akar wangi, dan lain-lain) sebagai penguat
tanah.
f. Teras Alis dan Teras Tidak Kontinyu
Teras ini digunakan pada lereng yang curam, tetapi
hanya sedikit lahan yang bisa diolah. Manfaat dari
teras ini adalah air tidak terkonsentrasi di saluran dan
hanya dialirkan ke tempat teras dibuat. Ukuran teras
ini disesuaikan dengan vegetasi yang akan ditanam,
biasanya panjang sekitar 1,5 m dan lebar 0,5–1 m.
Jarak antarteras disesuaikan dengan jarak tanam
tanaman pokok.
28
BAB II - Penataan Lahan
29
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
Untuk saluran air yang berada pada kemiringan curam
atau pada bangunan drop structure, bisa digunakan
batu-batu besar atau ban-ban bekas yang diletakkan di
saluran. Tujuannya untuk memecah aliran air sehingga
memperlambat laju kecepatan air dan mengurangi daya
rusak air terhadap saluran yang mengakibatkan erosi
saluran.
30
BAB II - Penataan Lahan
31
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
2. Penebaran Tanah Pucuk
Ada beberapa metode penyebaran tanah pucuk yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan reklamasi, antara
lain:
a. Metode Perataan Tanah
Metode perataan tanah ini dapat dilakukan jika jumlah
lapisan tanah pucuk tersedia relatif banyak. Setelah
dilaksanakan pengaturan bentuk lereng dengan
perataan lapisan penutup (overburden), tanah pucuk
ditebar seturut ketebalan tertentu (Gambar 22).
Tanah Pucuk
Tanah Penutup
32
BAB II - Penataan Lahan
33
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
2
tanah pucuk yang nantinya akan digunakan untuk
penanaman (Gambar 24).
Dimensi atau ukuran lubang tanam disesuaikan
dengan jenis vegetasi yang akan ditanam dan jarak
antara lubang tanam. Kelebihan menggunakan
metode pot/lubang adalah tanah pucuk yang
dibutuhkan sedikit, efektif, dan cocok diterapkan
pada lahan-lahan bekas galian yang sangat miskin
hara. Sementara itu, kekurangannya adalah tanaman
memerlukan tambahan unsur hara (pupuk) pada
media tanam untuk mengganti dan menutup lubang
galian lahan kritis tersebut, tapak/keadaan tidak
mendekati keadaan yang sebenarnya, peralatan yang
dibutuhkan cukup banyak, serta pengerjaannya relatif
sulit dan lama.
Penebaran tanah pucuk proses pemadatan
perlu dilakukan secermat mungkin agar tanah tidak
terlalu padat dan cocok sebagai media tumbuh
tanaman. Proses penebaran tanah pucuk bisa merujuk
pada SNI 6621:2016 tentang Tata Cara Pengelolaan
Tanah Pucuk pada Kegiatan Pertambangan serta
Perubahannya.
34
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
BAB III
PENGENDALIAN EROSI
DAN SEDIMENTASI
35
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
3
1. Penyusunan Peta Hidrologi
Proses erosi dan sedimentasi sangat tergantung pada
arah aliran air permukaan yang dipengaruhi oleh kondisi
kelerengan di area bekas tambang. Oleh karena itu,
pengendalian erosi juga sangat dipengaruhi oleh bentuk
lahan yang dibangun pada saat proses penataan lahan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan peta hidrologi, antara lain:
a. Peta hidrologi harus jelas menunjukkan pola drainase
dan arah aliran air dari permukaan batuan penutup
yang paling akhir. Peta tersebut perlu dilengkapi
dengan lokasi dan ukuran dari sediment ponds, drop
structures, serta sarana dan prasarana manajemen air
lainnya (Gambar 25). Peta hidrologi menunjukkan
pola integrasi di seluruh area reklamasi dengan desain
sistem pengelolaan air yang ada.
36
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
37
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
3
untuk menampung air hujan. Luapan air dari daerah-
daerah ini harus dialirkan ke sarana pengelolaan air,
seperti saluran air, kolam sedimen, atau drop structure
(pengendali aliran). Beberapa yang perlu diperhatikan,
yaitu:
i. Jika teras dibentuk seperti ditentukan di atas,
seharusnya tidak ada genangan air di dekat tepi
teras.
ii. Ketika air tergenang di permukaan teras
menyebabkan masalah-masalah keselamatan dan
operasional, air itu bisa dialirkan ke perangkap
sedimen pada teras yang sama.
iii. Air yang tergenang tidak boleh dialirkan melewati
tepi teras.
38
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
39
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
3
mengurangi erosi material lebih, dan sebagai peng-
aman teras. Tanggul dibangun saat seluruh daerah
satu tingkatan teras selesai, yang lokasinya di sepan-
jang tepi luar teras untuk pengaman dan pengendali
erosi. Tanggul dapat dibentuk dari rangkaian guludan
atau tumpukan batuan dan diusahakan tanpa celah.
40
BAB III - Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
41
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
3
tersebut terintegrasi dengan rencana lokasi tambang.
f. Pencegahan Drainase yang Tidak Terencana
Drainase yang berlokasi di dekat bagian luar puncak
teras dapat mengakibatkan erosi selokan yang
merusak lereng teras. Untuk mengatasi hal tersebut,
perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
i. Pemasangan tanda/petunjuk (bendera atau rambu)
diperlukan untuk membatasi akses kendaraan;
ii. Genangan air yang berlebihan dapat menyebabkan
masalah keselamatan dan operasional. Oleh karena
itu, air harus dialirkan ke perangkap sedimen
sementara di tingkat teras yang sama. Air yang
menggenang tidak boleh dialirkan melewati tepi
teras.
g. Pengendalian Erosi secara Vegetatif
Teknik pengendalian erosi ini menggunakan tanaman
penutup tanah yang juga dikenal dengan istilah cover
crops. Selain itu, cover crops juga berfungsi menambah
kesuburan tanah, khususnya dari jenis legum/kacang-
kacangan (legume cover crops/LCC). Pemilihan dan
teknik penanaman tanaman penutup tanah akan
dijelaskan lebih lanjut pada bagian Revegetasi.
42
BAB IV - Revegetasi
BAB IV
REVEGETASI
A. Persiapan Lapangan
Tahapan revegetasi sangat ditentukan oleh kondisi tempat
tumbuh yang dihasilkan dari kegiatan penataan lahan dan
pengendalian erosi sedimentasi. Pasca-penataan lahan dan
pengendalian erosi sedimentasi, keberhasilan revegetasi
lahan bekas tambang dapat dicapai dengan memadukan
beberapa kegiatan, seperti pengondisian lahan yang akan
ditanam, pemilihan jenis pohon yang cocok dengan keadaan
wilayah, dan penerapan teknik silvikultur yang tepat. Berikut
kegiatan persiapan pada saat pelaksanaan revegetasi:
1. Pemilihan Jenis Pohon dan Jenis Tanaman Penutup
Tanah (Cover Crops) 4
Pemilihan jenis pohon menjadi bagian penting dalam
kegiatan revegetasi. Kesalahan dalam pemilihan jenis
pohon berdampak pada kegagalan revegetasi. Ada dua
pendekatan yang umum dilakukan dalam menentukan
jenis tanaman, yaitu pendekatan naturalisme
dan eksperimentalis. Pendekatan naturalisme
membandingkan antara kondisi ekologi habitat jenis
target dan kondisi ekologi calon lokasi penanaman.
Jika dua kondisi tersebut sesuai, tanaman dapat
tumbuh kendati tidak optimal. Sementara pendekatan
eksperimentalis menguji beberapa jenis target pada
lahan yang akan ditanam dan memilih jenis yang tumbuh
secara optimal.
43
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
Selain pemilihan jenis pohon, pemilihan tanaman
penutup tanah untuk menahan erosi secara vegetatif
juga perlu dipertimbangkan. Jenis tanaman penutup
tanah, biasanya, dari kelompok kacang-kacangan (legume
cover crops/LCC) dan rumput-rumputan (Gramineae).
Tanaman penutup tanah dari kelompok kacang-kacangan
juga bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Jenis ini bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang
bermanfaat menangkap nitrogen dari udara dan mampu
mengembalikan kesuburan tanah.
44
BAB IV - Revegetasi
Keterangan
No. Jenis cover crops Nama ilmiah
(sistem penanamannya)
Ditanam dalam bentuk
Calopogonium
1 Kalopo (CM) jalur atau baris, titik-titik
mucunoides
tanam atau secara total
Ditanam dalam bentuk
2 Sentro (CP) Centrocema pubescens jalur atau baris, titik-titik
tanam atau secara total
Ditanam dalam bentuk
3 Kudzu (PJ) Pueraria javanica jalur atau baris, titik-titik
tanam atau secara total
Ditanam dalam bentuk
4 Mukuna Mucuna spp. jalur atau baris, titik-titik
tanam atau secara total
Crotalaria
Ditanam dalam bentuk
juncea Crotalaria
5 Orok-orok jalur atau baris, titik-titik
incana Crotalaria
tanam atau secara total
usaromoensis
Ditanam dalam bentuk
6 Flamingea Flemingia congesta
jalur atau baris
Ditanam dalam bentuk
7 Deprosia Tephrosia vogelii
jalur atau baris
Kaliandra Putih
Ditanam dalam bentuk
8 dan Kaliandra Caliandra spp.
jalur atau baris
Merah
9 Jenis tanaman cover crops lainnya
45
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
menggunakan anakan yang dipisahkan dari rum-
punnya serta dikurangi daun dan akarnya. Enam bu-
lan pasca-penanaman, daun dapat dipangkas 15 cm
di atas tanah dan potongan daun dibiarkan di tanah
agar berfungsi sebagai mulsa. Empat bulan kemudian,
daun dapat dipanen dan disuling untuk menghasil-
kan minyak sereh wangi yang bernilai ekonomi tinggi.
Sisa hasil penyulingan dapat digunakan sebagai mulsa
atau kompos, pakan ternak, dan media jamur pangan.
46
BAB IV - Revegetasi
47
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
d. Pemilihan Jenis Pohon MPTS (Multi Purpose Tree
Species) atau Penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK)
Pohon MPTS adalah jenis pohon yang sengaja ditanam
untuk menghasilkan lebih dari satu produk (kayu,
getah, buah, daun, bunga, dan lain-lain, atau biasa
disebut HHBK). Beberapa jenis pohon MPTS yang
dapat ditanam di lahan bekas tambang bisa dilihat
pada Tabel 6.
e. Pemilihan Jenis Pohon Lokal
Pemilihan tanaman perlu juga dikombinasikan dengan
jenis pohon lokal yang ada di wilayah penambangan.
Pohon lokal dapat dipilih dari jenis intoleran, jenis
cepat tumbuh, tahan terhadap paparan matahari
(shade intolerant), penghasil serasah yang banyak
dan cepat terdekomposisi, sistem perakaran yang
48
BAB IV - Revegetasi
49
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
Keuntungan mulsa organik antara lain menjaga
kelembapan tanah sehingga mikroba baik di dalam
tanah dapat tumbuh dan berkembang, menghindari
kekeringan tanah/lahan tanam secara cepat,
memperbaiki fungsi tanah, mempertahankan unsur
hara di dalam tanah, mempercepat pertumbuhan
tanaman, serta mengundang banyak flora dan fauna
tanah, seperti cacing, serangga tanah, bakteri, dan
cendawan. Pemulsaan juga dapat mencegah erosi
karena mulsa melindungi permukaan dari butir-butir
hujan dan daya kikis aliran air. Contoh mulsa organik
yang mudah ditemukan di lahan bekas tambang
adalah cacahan biomassa dari land clearing.
b. Kompos
Biasanya, kondisi lahan bekas tambang miskin unsur
hara dan kekurangan mikroorganisme tanah. Untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, lahan bekas
tambang memerlukan tambahan bahan organik
untuk membantu proses fisik, kimia, dan biologi
yang bisa membantu pertumbuhan tanaman di
lahan bekas tambang. Kompos merupakan bahan
organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang
rumput-rumputan, serta kotoran hewan yang
telah melapuk. Secara fisik, kompos meningkatkan
kemampuan tanah menyimpan air sebagai cadangan
di saat kekeringan, menggemburkan tanah, dan cocok
sebagai media tumbuh akar tanaman. Secara kimiawi,
kompos mampu meningkatkan kapasitas tukar kation
dalam tanah yang berfungsi melepaskan unsur-unsur
penting agar mudah diserap oleh tanaman. Sementara
secara biologi, kompos adalah media berkualitas
bagi organisme tanah untuk berkembang biak yang
aktivitasnya akan memperkaya tanah dengan zat hara
penting bagi tanaman.
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri,
antara lain berbau sama dengan tanah, berwarna
cokelat kehitaman, dan berbentuk butiran gembur
seperti tanah. Jika dimasukkan ke air, seluruh
50
BAB IV - Revegetasi
c. Kapur
Tujuan terpenting pengapuran di lahan pascatambang
adalah untuk memberikan unsur kalsium. Jika
kandungan kalsium di tanah lebih rendah dari
kandungan magnesium, penyerapan kalsium pada
pohon akan terhambat karena bersaing dengan
magnesium yang berlebihan. Akibatnya, tanaman
tidak dapat tumbuh secara maksimal. Dengan
51
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
demikian, jenis kapur yang disarankan untuk lahan
bekas tambang adalah kapur karbonat (CaCO3).
Pemberian kapur untuk perbaikan kesuburan
tanah dilakukan jika pH tanah rendah atau
bersifat asam. Kondisi tanah asam akan membuat
pertumbuhan tanaman terganggu. Beberapa unsur
hara tidak dapat diserap oleh tanaman karena ada
reaksi kimia di dalam tanah yang mengikat atau
membelenggu ion-ion dari unsur hara tersebut.
Beberapa jenis kapur yang dapat menetralkan
keasaman tanah, antara lain kapur oksida/tohor/
sirih (CaO), kapur hidroksida (Ca(OH)2), atau kapur
karbonat (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2).
Biasanya, dolomit dipakai untuk keperluan pertanian.
Namun, penggunaan dolomit di lahan bekas tambang
harus dihindari karena memiliki unsur magnesium.
Selain itu, pengapuran seyogianya dilakukan
bersamaan dengan pemupukan karena kapur dapat
bereaksi dengan pupuk N membentuk amoniak yang
mudah menguap sehingga kedua tindakan tersebut
menjadi tidak efektif.
Pengapuran dapat dilakukan sebelum maupun
setelah penanaman. Berikut tahapannya:
i. Tanah dicangkul dan dibersihkan dari rumput atau
gulma.
ii. Kapur disebarkan secara merata ke seluruh
permukaan lahan.
iii.
Pengapuran susulan dilakukan dengan cara
menaburkan kapur tipis-tipis dan merata lalu
disiram sedikit demi sedikit hingga kapur larut ke
dalam tanah.
d. Pupuk
Pada umumnya, lahan bekas tambang miskin hara,
khususnya N, P, dan K. Oleh karena itu, lahan
perlu diberi pupuk untuk memacu pertumbuhan
bibit pohon dan tanaman penutup tanah. Dosis
pemupukan bervariasi di setiap lokasi penambangan,
berkisar antara 100–250 gram per lubang tanam
52
BAB IV - Revegetasi
53
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
ii. Suplai air mudah sepanjang tahun. Ketersediaan
air diukur pada musim kemarau karena suplai air
pada periode ini sering rendah dan persemaian
memerlukan air dalam jumlah besar. Oleh karena
itu, lokasi persemaian harus dipilih dekat dengan
sumber air jernih.
iii. Sebaiknya, lokasi persemaian dekat dengan
area penanaman atau pinggir lintasan angkutan
agar memudahkan pengangkutan bibit dan
pengawasan. Lokasi persemaian juga diusahakan
di daerah yang mudah mendapatkan tenaga kerja.
iv. Keadaan tanah harus subur dengan tekstur ringan
serta bebas dari batu dan kerikil.
v. Iklim dan tinggi tempat dari permukaan laut
disesuaikan dengan persyaratan tumbuh jenis
yang akan disemaikan.
vi. Tersedia vegetasi penutup karena merupakan
indikator yang baik dari kesuburan dan
berpengaruh pada besarnya biaya penyiapan lahan.
vii. Luas persemaian perlu dipertimbangkan karena
terkait dengan penyediaan ruang untuk sarana dan
prasarana serta tempat pertumbuhan semai yang
dihasilkan. Pertimbangan lain adalah peningkatan
produksi bibit di masa yang akan datang.
Selain itu, dianjurkan untuk tidak memilih tempat
bekas penggembalaan, bekas tanah pertanian, dan
area yang sedang/pernah terserang hama maupun
penyakit tanaman.
b. Penyiapan Lahan Persemaian
Perencanaan tata ruang di lokasi persemaian perlu
dilakukan sebelum penyiapan lahan. Beberapa
tahapan pekerjaannya, antara lain pengukuran luas
area persemaian, pemetaan area persemaian (lokasi
dan situasi), inventarisasi sarana dan prasarana yang
akan dibangun, dan penggambaran layout persemaian
pada peta yang telah dibuat.
Setelah lokasi dan tata ruang persemaian
ditetapkan, kegiatan selanjutnya adalah persiapan
54
BAB IV - Revegetasi
55
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
c. Sarana dan Prasarana Persemaian
Beberapa sarana dan prasarana yang disarankan perlu
dibangun di fasilitas persemaian, antara lain:
i. Area Pengecambahan
Area pengecambahan atau biasa disebut bedeng
tabur diperlukan untuk proses pengecambahan
bibit yang berasal dari biji/benih tanaman.
Biasanya, area ini dibagi menjadi dua, yaitu
area pengecambahan yang terbuka dan area
pengecambahan yang butuh naungan (sungkup).
Tempat pengecambahan bisa terbuat dari bak-bak
plastik yang bagian bawahnya dilubangi kemudian
diisi media (kompos/tanah) atau bisa juga berupa
guludan. Luas area pengecambahan disesuaikan
dengan kapasitas produksi kecambah bibit
yang akan dibesarkan untuk ditanam pada area
reklamasi.
56
BAB IV - Revegetasi
57
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
58
BAB IV - Revegetasi
59
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
v. Jaringan Jalan Persemaian
Sesuai dengan fungsinya, jalan di persemaian terdiri
dari jalan utama, jalan cabang, dan jalan inspeksi.
Jalan utama dibuat memanjang pada lahan
persemaian dan bagian tengah badan jalan agak
ditinggikan untuk akses kendaraan pengangkut
sarana dan prasarana serta tenaga kerja. Jalan
cabang berfungsi menghubungkan bangunan dan
blok-blok persemaian, sedangkan jalan inspeksi
berfungsi sebagai jalur untuk perawatan bibit di
tiap-tiap blok. Di samping kiri dan kanan jalan-
jalan tersebut perlu dibuat saluran pembuangan
air dan drainase yang baik. Panjang dan lebar jalan
dapat disesuaikan dengan luas persemaian dan
dana yang tersedia. Contoh jaringan jalan bisa
dilihat pada Gambar 38.
60
BAB IV - Revegetasi
2. Produksi Bibit
Produksi bibit di persemaian bisa dilakukan secara
generatif maupun vegetatif.
a. Generatif
Produksi bibit secara generatif bisa dilakukan dengan
cara pembibitan lewat benih/biji atau dengan cara
4
anakan alam (wilding). Berikut cara produksi bibit
secara generatif:
i. Benih/Biji
1) Penanganan Benih/Biji
Normalnya, benih atau biji yang dikumpulkan
dari pohon induk atau dibeli langsung disemai.
Akan tetapi, terkadang, benih perlu disimpan
dalam waktu tertentu (setiap jenis benih
mempunyai masa dormansi yang berbeda dan
akan memengaruhi viabilitasnya). Benih/biji
memiliki dua karakter penting, yaitu benih
ortodoks dan benih recalcitrant. Benih ortodoks
dapat disimpan dalam waktu lama dan memiliki
61
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
dormansi tinggi, sedangkan benih recalcitrant
tidak dapat disimpan lama.
Ciri-ciri benih ortodoks antara lain berkulit
keras dan tebal serta perlu perlakuan khusus
(skarifikasi) saat akan dikecambahkan.
Sebaliknya, ciri-ciri benih recalcitrant adalah
berkulit lunak, tipis, dan cepat berkecambah.
Perlakuan benih ortodoks diperlukan
untuk pematahan dormansi. Beberapa cara
mematahkan dormansi benih, antara lain
(tergantung jenis pohon) dengan stratifikasi
(cool-moist treatment-perendaman dengan air),
skarifikasi (menghilangkan bagian cangkang yang
keras), perendaman dengan air panas selama 3–5
menit dilanjutkan dengan air dingin selama 12
jam, perendaman dengan asam sulfat (rendam
5–60 menit, bersihkan dalam air mengalir).
Lebih lanjut, beberapa contoh benih dan teknik
pematahan dormansi dapat dilihat pada Tabel 7.
2) Pengecambahan/Germinasi
Proses pengecambahan benih perlu
memperhitungkan persediaan air atau dilakukan
pada musim hujan. Jika waktu germinasi tiga
bulan, pengecambahan benih dilakukan tiga
62
BAB IV - Revegetasi
63
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
64
BAB IV - Revegetasi
65
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
ii. Anakan Alam (Wilding)
Benih atau bibit jenis-jenis pohon lokal jarang ter-
sedia secara komersial. Oleh karena itu, bibit dapat
diambil dari hutan-hutan alam di area konsesi yang
dimiliki perusahaan pertambangan. Masa pem-
bungaan dan panen buah jenis-jenis pohon lokal,
umumnya, tidak diketahui. Alternatifnya, anakan
alam yang tumbuh di lantai hutan di sekitar pohon
induknya dapat digunakan. Pengambilan anakan
alam dapat dilakukan dengan cara cabutan (jika ti-
dak mengikutkan tanah di sekitar perakaran) dan
cara puteran (jika mengikutkan tanah di sekitar
perakaran). Ada beberapa hal yang perlu diperha-
tikan dalam produksi bibit dari anakan alam, yaitu:
1) Sumber Pengambilan Bibit
Sebaiknya, pengambilan bibit dari anakan alam
berasal dari banyak pohon induk agar variasi
genetiknya tinggi sekaligus untuk menjaga bibit
dari kerentanan serangan hama atau penyakit
akibat homogenitas.
2) Penentuan Waktu Pengambilan Bibit
Pengambilan bibit dilakukan pada pagi hari
sampai pukul 11.00 dan dilaksanakan 2–3
bulan sebelum waktu tanam untuk memberikan
waktu yang cukup bagi anakan alam untuk
beradaptasi dan tumbuh di polybag.
3) Pemilihan dan Pengambilan Anakan Alam yang
Baik
Bibit yang diambil adalah anakan dengan
tinggi kurang dari 30 cm. Bibit berukuran
tinggi 5–10 cm memiliki peluang hidup lebih
tinggi di persemaian, dibandingkan dengan
bibit berukuran lebih besar, karena lebih siap
untuk ditanam dalam polybag. Pengambilan
anakan alam dilakukan dengan cara dibongkar
menggunakan garpu tanah/cangkul/golok
agar akar tidak rusak dan mengalami stres.
Jika tanahnya keras, gemburkan tanah lebih
66
BAB IV - Revegetasi
67
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
68
BAB IV - Revegetasi
69
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
Asal tanaman induk kebun pangkas sangat
menentukan baik tidaknya bibit yang dihasilkan.
Tanaman kebun pangkas dapat dimulai dengan
memanfaatkan sistem cabutan dari anakan
alam. Pemeliharaan yang dilakukan dalam kebun
pangkas ialah pemupukan serta weeding untuk
membersihkan rumput dan gulma.
Pengambilan tunas bahan tanaman dibedakan
menjadi dua, yaitu pengambilan untuk dibuang
(pemeliharaan) dan pengambilan untuk produksi
(bahan stek pucuk). Prinsip yang perlu dilakukan
saat pengambilan bahan stek pada kebun pangkas
dengan metode pertumbuhanan (reiterasi) syleptis
adalah menjaga agar tidak ada tunas yang menjadi
dominan.
70
BAB IV - Revegetasi
71
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca
agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan
dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber
kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-
vitro.
2) Inisiasi Kultur
Tahapan ini adalah pengambilan eksplan
(bagian tanaman) yang akan digunakan untuk
membuat kultur. Eksplan yang dikulturkan
akan menginisiasi pertumbuhan baru.
3) Sterilisasi
Segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar
flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi terhadap peralatan dilakukan dengan
menggunakan etanol yang disemprotkan secara
merata pada peralatan. Teknisi yang melakukan
kultur jaringan juga harus steril.
4) Multiplikasi
Tahap ini bertujuan untuk memperbanyak
calon tanaman dengan menanam eksplan
pada media kultur yang sudah diperkaya
dengan unsur mikro, unsur makro, dan
hormon pertumbuhan lainnya. Calon tanaman
dijaga kondisinya agar terjadi pertumbuhan
tunas cabang dan percabangan aksiler atau
merangsang terbentuknya tunas pucuk
tanaman secara adventif, baik secara langsung
maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu.
Proses multiplikasi ini harus dilakukan secara
steril dan, biasanya, dilakukan di laminar flow
untuk mencegah terjadinya kontaminasi dalam
pertumbuhan eksplan
5) Pemanjangan Tunas, Induksi, dan
Perkembangan Akar
Tujuan dari tahap ini adalah membentuk akar
dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk
bertahan hidup sampai dipindahkan dari
72
BAB IV - Revegetasi
73
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
3. Kesehatan Bibit
Kesehatan bibit di persemaian perlu dijaga agar bibit yang
akan ditanam pada saat revegetasi merupakan bibit yang
sehat dan berkualitas. Kesehatan bibit ditentukan oleh
faktor abiotik (kekeringan, genangan, bahan kimia, dan
cacat fisik) dan biotik (organisme hama dan penyakit).
Faktor abiotik bisa diminimalkan dengan sistem
pemeliharaan bibit dan pengelolaan persemaian yang
baik. Kekeringan bisa dicegah dengan penyiraman
secara berkala, sedangkan genangan bisa dihindari
dengan pembangunan sistem irigasi dan drainase yang
baik. Faktor biotik yang rentan mengganggu kesehatan
bibit di persemaian bisa masuk dari lingkungan di
luar persemaian melalui proses kontaminasi. Untuk
mengantisipasi kontaminasi, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan terkait titik masuk penyakit/patogen ke
persemaian, antara lain:
• Fasilitas propagasi (kontainer, pisau, cutter, box, flat,
dll),
• Media propagasi (tanah, materi organik, dll),
• Saluran irigasi,
74
BAB IV - Revegetasi
75
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
Kontrol terhadap kebersihan pakaian dan sepatu
pekerja maupun pengunjung juga bisa dilakukan
dengan cara menyediakan pakaian/sepatu khusus
yang sudah steril jika ingin memasuki kawasan
persemaian.
Untuk cara penanganan/pengelolaan terhadap
bibit yang terserang dan terinfeksi hama-penyakit,
antara lain:
• Fisik jika gangguan rendah dan tenaga tersedia.
• Biologi jika predator atau agen parasitik tersedia.
• Kimia jika ingin cepat, dapat selektif sehingga yang
berguna tetap ada.
4. Pemeliharaan Bibit
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyulaman
(penggantian) bibit yang mati, pemupukan, serta
pengendalian hama penyakit dan gulma. Penyiraman
bibit dilakukan dua kali sehari, pada pagi dan sore.
Sementara penyulaman harus segera dilakukan setelah
penanaman pertama agar bibit yang baru ditanam tidak
tertinggal pertumbuhannya dengan bibit-bibit yang
ditanam terlebih dahulu. Pemupukan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan, yaitu jika pertumbuhan bibit lambat
atau terjadi tanda-tanda bibit kekurangan hara, seperti
daun menguning. Pupuk yang bisa digunakan adalah
NPK dengan dosis disesuaikan terhadap jenis tanaman
(rata-rata sekitar 1–2 gram).
76
BAB IV - Revegetasi
77
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
tanah bermanfaat, seperti fungi mikoriza dan bakteri
rhizobium, merupakan kelompok mikroorganisme yang
berimbiosis dengan akar pohon dan meningkatkan
kemampuan pohon untuk tumbuh di lahan kritis, seperti
lahan bekas tambang. Jika kondisi tanahnya tidak subur,
pemberian mikroba ini akan lebih efektif dilakukan saat
penanaman di lapangan.
78
BAB IV - Revegetasi
C. Pelaksanaan Penanaman
Sebelum kegiatan penanaman dilakukan, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu pengaturan arah larikan
harus sejajar kontur atau pada daerah yang relatif datar
mengikuti arah timur barat, pemasangan ajir mengikuti
arah larikan tanaman dan jarak tanam yang telah ditetapkan
pada rancangan teknis, lalu pembuatan lubang tanaman,
distribusi bibit, dan teknik penanaman.
1. Penanaman Jenis Tanaman Penutup Tanah (Cover Crops)
Ada beberapa metode penanaman jenis tanaman penutup
tanah di area reklamasi yang dapat dipilih, antara lain:
a. Penanaman secara Total
Metode penanaman secara total dilakukan dengan
menebar benih/biji tanaman penutup tanah secara
merata di lahan yang direklamasi. Benih/biji ditanam
dengan cara disebar secara manual atau bisa juga
dengan cara hydroseeding. Kelebihan penanaman
dengan metode ini adalah permukaan tanah lebih cepat
tertutup sehingga pencegahan erosi lebih optimal.
Kekurangan metode ini adalah membutuhkan benih/
biji dalam jumlah besar.
4
79
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
b. Penanaman dengan Jalur
Metode penanaman secara jalur dilakukan dengan
menanam benih/biji tanaman penutup tanah dalam
satu jalur atau baris tanam dan diberikan jarak tertentu
antar jalur/baris tanam. Kelebihan penanaman
dengan metode ini adalah penggunaan benih/biji
dan kompos lebih hemat. Namun, kekurangannya
memerlukan waktu yang lebih lama dalam menutup
permukaan tanah dan erosi dapat terjadi di sela-sela
antarjalur/baris tanam.
80
BAB IV - Revegetasi
81
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
82
BAB IV - Revegetasi
83
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
4
pengapuran jika diperlukan. Ukuran lubang tanam yang
disarankan sebesar 30x30x30 cm atau bisa disesuaikan
dengan ukuran bibit pohon. Jika kualitas tanah pucuk dan
penanganan baik, ukuran lubang tanam bisa diperkecil
dan pemupukan bisa dikurangi. Bibit ditanam secara
tegak lurus dan tanah dipadatkan dengan menekan
sekitar pohon menggunakan kaki. Untuk jenis pohon
intoleran cepat tumbuh yang ditanam, sebaiknya, jenis-
jenisnya dicampur sehingga tidak hanya terdiri dari satu
jenis pohon saja. Penanaman juga bisa dicampur dengan
jenis pohon intoleran berdaur panjang yang memiliki
nilai ekonomi tinggi untuk memperkaya jenis pohon
sekaligu pelestarian jenis pohon.
84
BAB IV - Revegetasi
85
BAB V - Pemeliharaan Tanaman
BAB V
PEMELIHARAAN TANAMAN
K
egiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman,
pengendalian tanaman penutup tanah, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan,
penjarangan, serta pencegahan terhadap kebakaran hutan dan
penggembalaan liar
A. Penyulaman
Penyulaman bertujuan menjaga jumlah pohon dan
kerapatannya tetap sesuai dengan peraturan perundang-
undangan atau tujuan pengelolaan. Penyulaman dilakukan
dengan cara mengganti bibit pohon yang mati dengan
yang sehat dan berukuran lebih besar atau minimal sama 5
dengan ukuran bibit pohon yang hidup. Dalam penyulaman,
biasanya, bibit yang disiapkan mengalami re-potting
ke polybag yang lebih besar. Apabila dilakukan di luar
musim penghujan, penyulaman dapat diantisipasi dengan
penambahan hydrogel (alkosorb).
87
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
5
mekanis (mesin), atau dapat juga secara kimiawi melalui
aplikasi herbisida atau kombinasinya. Dalam pengendalian
gulma pada revegetasi bekas tambang, penyiangan secara
total harus dihindari karena akan menurunkan kelembapan
tanah dan menimbulkan erosi pada musim penghujan.
Hama yang sering dijumpai pada lahan bekas tambang
dengan daya rusak besar adalah babi, rusa, tikus, dan
serangga. Biasanya, hama babi membongkar sekitar bibit
yang mengandung cacing. Situasi ini menjadi dilema dalam
penggunaan kompos. Di satu sisi, kompos diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman, sedangkan di sisi lain mengundang
babi untuk datang. Salah satu teknik tradisional yang
digunakan dalam pengendalian hama babi adalah dengan
membuat bunyi-bunyian yang digerakkan angin pada area
tanaman yang diganggu atau menyiramkan air sabun atau
potongan rambut manusia di sekitar bibit/tanaman secara
reguler. Sementara hama tikus akan menyerang bibit yang
baru ditanam untuk memakan akar atau batang sehingga
menyebabkan tanaman mati. Umumnya, serangan tikus
terjadi di area yang tanaman penutupnya terlalu tebal
dan menjadi sarang tikus. Pengendalian tikus, biasanya,
menggunakan racun tikus. Hama lain adalah ulat yang dapat
dikendalikan secara biologis, mekanis, atau kimia.
C. Pemupukan
Pemupukan bertujuan menambah unsur hara yang
dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal. Kegiatan ini dilakukan jika pertumbuhan tanaman
88
BAB V - Pemeliharaan Tanaman
D. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh
yang cukup pada tanaman, terutama ditujukan untuk jenis
tanaman sisipan atau tanaman pengayaan yang ditanam
setelah penanaman jenis pohon intoleran cepat tumbuh.
Biasanya, pemangkasan dilakukan pada jenis pohon
intoleran cepat tumbuh yang tutupan tajuknya menghambat
5
pertumbuhan tanaman sisipan/pengayaan atau disesuaikan
dengan jumlah/persentase dari jumlah tegakan tergantung
pada kondisi kerapatan tegakan dan rencana pengayaan
jenis pohon lainnya. Pemangkasan cabang-cabang yang
kecil dapat menggunakan gunting stek dan gergaji manual.
Pemangkasan dilakukan setelah tajuk antarpohon saling
bersentuhan (overlap) dengan cara memotong cabang mulai
dari bagian bawah. Pemangkasan cabang yang besar bisa
menggunakan gergaji manual, gergaji mesin (chainsaw), dan
alat pangkas tangkai panjang. Kemudian, hasil pemangkasan
dicacah menjadi cacahan kayu untuk dimanfaatkan kembali
sebagai bahan organik guna meningkatkan kesuburan tanah.
89
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
5
E. Penjarangan
Penjarangan bertujuan untuk mengurangi persaingan
tumbuh tanaman, menghilangkan tanaman dengan
pertumbuhan yang tertekan, dan memberikan ruang
tumbuh yang cukup bagi tanaman sisipan atau pengayaan.
Kondisi-kondisi yang memerlukan penjarangan, antara lain:
1. Terjadi tumpang tindih tajuk yang terlalu berat sehingga
menghambat pertumbuhan pohon.
2. Dilakukan pada jenis pohon intoleran cepat tumbuh yang
tutupan tajuknya menghambat pertumbuhan tanaman
sisipan atau pengayaan atau disesuaikan dengan jumlah/
persentase dari jumlah tegakan yang ada (tergantung
kepada kondisi kerapatan tegakan dan rencana pengayaan
jenis pohon lainnya).
3. Dilakukan pada musim kemarau karena sifatnya
penebangan.
Metode yang digunakan adalah penjarangan tajuk dan/
atau penjarangan tinggi. Metode ini dilakukan dengan cara
menebang jenis pohon intoleran cepat tumbuh agar jenis
pohon sisipan/pengayaan memperoleh cahaya matahari,
unsur hara, dan kebutuhan ruang tumbuh yang optimal.
Hasil penjarangan kemudian dicacah menjadi cacahan kayu
untuk dimanfaatkan kembali menjadi bahan organik guna
meningkatkan kesuburan tanah.
F.
Pencegahan terhadap Kebakaran Hutan dan
Penggembalaan Liar.
Kebakaran hutan atau penggembalaan liar bisa menjadi
ancaman serius bagi pertumbuhan pohon di area reklamasi.
Langkah-langkah pencegahan dan pengurangan risiko
kebakaran hutan, antara lain:
1. Pembersihan lahan dari bahan mudah terbakar.
2. Pemilihan jenis tanaman yang tahan kebakaran.
3. Pemberian penyuluhan tentang pencegahan kebakaran
kepada masyarakat di sekitarnya dan pemberdayaan
masyarakat.
4. Patroli dan pengawasan lebih ketat.
90
BAB V - Pemeliharaan Tanaman
***
91
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
Daftar Pustaka
Erningsih, T. 2009. Model Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Timah Hitam
(Studi Kasus di Nagari Kota Nopan Kecamatan Rao Utara Kabupaten
Pasaman Provinsi Sumatera Barat). Bandung: Universitas Padjajaran
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Kumpulan Pedoman Teknis
Lingkungan Pertambangan. Jakarta
Kementerian Kehutanan. 2012. Panduan Teknologi Reklamasi Hutan.
Jakarta.
Kennedy C. 2002. Alternatives for the reclamation of surface mined land. In
Mudroch A, Stottmeister U, Kennedy C, Klapper H (Eds). Remediation
of abandoned surface coal mining sites. Heidelberg: Springer-Verlag.
Mansur, I. 2008. Pemilihan jenis tanaman kehutanan untuk rehabilitasi lahan
bekas tambang. Bandung: Institut Teknologi Bandung berkerjasama
dengan Departemen ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup RI.
Mansur, I. 2010. Teknk silvikultur untuk reklamasi lahan bekas tambang.
Bogor: SEAMEO BIOTOP.
Rungkat FZ. 2010. Sorgum: manfaat dan pengolahannya. Bogor: SEAMEO
BIOTROP.
Sayoga, R. 2014. Pembentukan, Pengendalian dan Pengelolaan Air Asam
Tambang. Bandung: Penerbit ITB.
Seyhan,E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Terjemahan oleh Sentot Subagyo.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suyartono. 2003. Good Mining practice: Konsep tentang pengelolaan
pertambangan yang baik dan benar. Studi Nusa. Semarang.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Kehutanan menjadi
Undang-Undang.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008
tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60/
Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi
Hutan.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.39/
Menhut-V/2010 tentang Pola Umum Kriteria dan Standar Rehabilitasi
dan Reklamasi Hutan.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-
II/2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan.
92
Profil Tim Penyusun
Dr. H. Ika Heriansyah, S.Hut, M.Agr.
Peneliti pada Kelompok Peneliti Silvikultur,
Pusat Litbang Hutan, Badan Litbang dan
Inovasi, Pe-nanggung Jawab Hutan Penelitian/
KHDTK, Tim Penyunting prosiding Balai
Penelitian Kehutanan, Dewan Redaksi Majalah
Wana Tropika (ketua), Dewan Redaksi Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Editor
Prosiding Kerjasama Badan Litbang dan Burung
Indonesia, Editor Buku Arang Kompos, Ketua
Kelti Silvikultur (Pembinaan Hutan), Pembimbing Mahasiswa S1 dan
S2 IPB, Inisiator Kartu Identitas Pohon.
93
Petunjuk Teknis Reklamasi Pasca Tambang pada Kawasan Hutan
94
Profil Tim Penyusun
95