Kata Pengantar
Tim penyusun merasa perlu untuk menyampaikan terima kasih kepada pimpinan Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau beserta staf teknis di tingkat balai, seksi
wilayah dan resort; serta pemandu lapangan yang mendukung secara administrasi dan
terlibat dalam pelaksanaan teknis survey di lapangan. Tak lupa juga rasa terima kasih
kepada rekan-rekan asisten tenaga ahli dan pendukung yang bekerja bersama di lapangan
dan semua pihak yang terlibat dalam survey atas dukungan dan kerjasamanya sehingga
kegiatan lapangan dan penyusunan laporan ini dapat dilaksanakan dengan baik.
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
Keanekaragaman hayati sebagai salah satu kekayaan sumberdaya alam yang harus
dilestarikan. Kekayaan alam Indonesia dibuktikan dengan memiliki lebih dari 38.000 spesies
tumbuhan, dimana sekitar 55% tergolong endemik. Diantaranya merupakan jenis palem
(225 endemik) dan pohon penghasil kayu bernilai ekonomi penting (dari famili
Dipterocarpaceae) yakni 155 endemik (Dephut dan Newman, dalam Pokja Kebijakan
Konservasi, 2008).
Upaya konservasi keanekaragaman hayati telah diamanatkan dalam UU No. 5 Tahun 1990
diantaranya melalui: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Upaya konservasi ditingkat
spesies dan populasi dilakukan dengan penetapan spesies/jenis flora prioritas (tahap:
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa). Upaya tersebut dilakukan diantaranya melalui
penetapan jenis flora dan fauna yang dilindungi dan tidak dilindungi. Dimana, setiap jenis
tumbuhan dan satwa yang dilindungi tersebut juga di golongkan ke kelompok: (a)
tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan; dan (b) tumbuhan dan satwa yang
populasinya jarang.
Berdasarkan jenis tanaman dan satwa hasil penetapan tersebut selanjutnya dijadikan
sebagai pedoman dalam perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman spesies dan
populasi yang ada. Upaya konservasi tersebut dilakukan dengan menjaga keutuhan kawasan
ekosistem habitat agar tetap dalam keadaan asli serta mempertahankan sumberdaya
genetik jenis tumbuhan dan satwa yang endemik dan langka.
Identifikasi dan inventarisasi jenis tumbuhan langka yang bersifat endemik serta sebarannya
perlu dilakukan pada beberapa wilayah tertentu khususnya Prov. Riau yang memiliki
berbagai jenis keanekaragaman hayati yang khas. UU 32 Tahun 2009 juga menjelaskan
bahwa salah satu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui
inventarisasi lingkungan hidup. Inventarisasi dilaksanakan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: potensi dan ketersediaan dan jenis
yang dimanfaatkan.
Luaran
Luaran kajian yang dihasilkan adalah dalam bentuk laporan dan publikasi kajian
keanekaragaman hayati di Kawasan Taman Nasional Zamrud.
Pada tanggal 4 Mei 2016 melalui surat keputusan Menteri LHK No.
350/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2016, menetapkan perubahan fungsi SM Danau Pulau Besar
Danau Bawah serta kawasan hutan produksi tetap Tasik Besar Serkap menjadi TN Zamrud
di Kabupaten Siak Provinsi Riau seluas 31.480 ha. Luas kawasan tersebut berasal dari SM
Danau Pulau Besar Danau Bawah dengan luas 28.238 ha dan kawasan hutan produksi tetap
Tasik Besar Serkap dengan luas 3.242 ha (BBKSDA Riau, 2018).
Pelestarian satwa liar di kawasan Taman Nasional satwa berarti juga melestarikan habitat
dan ekosistem seutuhnya. Habitat satwa liar Taman Nasional Zamrud ditumbuhi oleh tipe
vegetasi hutan rawa gambut yang didominasi oleh Meranti ( Shorea Sp), Ramin (Gonystilus
bancanus kurz ), Kempas (Kompassia malacensis Maing), Bitangur (Calophyllum spp),
Pinang Merah (Cyrrtostachys lakka) dan Pandan (Pandanus sp).
Pelaksanaan Studi
Tenaga Ahli pada kegiatan ini berasal dari Universitas Riau yang terhimpun dalam Pusat
Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Riau.
panduan pengenalan jenis satwa. Data primer spesies yang diperoleh akan dicek statusnya
menurut IUCN Red List, Apendiks CITES, status perlindungan menurut Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1999, dan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No.
20 Tahun 2018.
Analisis data vegetasi akan mencakup: Kerapatan (ind/ha), Kerapatan relatif (%), Dominansi
(m²/ha), Dominansi relatif (%), Frekuensi relatif (%), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks
Keanekaragaman. Dari pengolahan data tersebut diharapkan akan dapat diketahui
keragaman, komposisi dan kemantapan struktur komunitas hayati dari vegetasi pada
berbagai kondisi habitat (Fachrul, 2012).
INP = FR+KR+DR
Frekuensi (F) =
F Relatif (FR) =
Kerapatan (K) =
K Relatif (KR) =
Dominansi (D) =
D Relatif (DR) =
Pengumpulan data jenis dan struktur vegetasi dilakukan dengan cara membuat garis transek
dan pembuatan plot dengan metode Nest-Quadrat yang berukuran 20 x 20 m2 untuk
inventarisasi tumbuhan pohon (Ø > 20 cm). 10 x10 m2 untuk tiang (Ø 10 cm - 20 cm). 5 x 5
m2 untuk pancang (Ø < 10 cm dengan tinggi > 1,5 m). 2 x 2 m2 untuk semai (tingginya
<1,5 m). lokasi pengambilan contoh vegetasi dilakukan di 3 tempat dan pada setiap tempat
dibuat 5 buah contoh plot.
Penelitian satwa liar termasuk satwa akuatik dilakukan dengan metode survai secara cepat
atau Rapid Assesment. Uraian singkat dari penerapan metode ini adalah tim surveyor
berjalan kaki pada jalan setapak dari sekitar kegiatan. Disepanjang jalur yang dilewati, tim
surveyor melakukan pengambilan data setiap kali mendapatkan temuan data hewan liar baik
yang bersifat data primer ataupun data sekunder. Data primer adalah berupa perjumpaan
langsung dengan hewan liar tersebut, sedangkan data sekunder adalah berupa bekas atau
tanda keberadaan hewan liar seperti jejak kaki (footprint), kaisan di tanah (scrape), cakaran
di pohon (scrath), kotoran (feses), air seni (urine), bunyi (sound), dan sisa makanan
(feeding). Pengamatan terhadap tanda-tanda sekunder satwa sangat penting karena
dengan mengetahui tanda sekunder bisa dideteksi keberadaan satwa tersebut (Fachrul,
2012). Karena pada kawasan hutan tropis sangat sulit untuk dapat melihat satwaliar secara
langsung karena rapatnya vegetasi yang menyebabkan terbatasnya jarak pandang, selain
itu satwaliar juga cenderung menghindari perjumpaan dengan manusia, sehingga
identifikasi satwaliar dengan menggunakan tanda sekunder menjadi penting (Fachrul,
2012). Pengumpulan datanya dilakkan dengan observasi langsung maupun tidak langsung
serta wawancara. Semua satwa liar yang ditemukan dicatat jenis dan lokasinya. Untuk
melengkapi data jenis-jenis satwa yang ada di daerah penelitian dilakukan wawancara
dengan penduduk. Pencatatan dan pengamatan tersebut dilakukan untuk satwa dari kelas
Mamalia, Reptilia, Aves dan Amphibi. Pengenalan jenis burung merujuk pada buku panduan
pengenalan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon, 2010).
Untuk mengetahui jenis-jenis ikan, karena di Zamrud dan beberapa sungainya banyak
terdapat nelayan penangkap ikan, maka tidak dilakukan penangkapan langsung melainkan
melalui inventarisasi jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan. Alat tangkap ikan yang
digunakan oleh penduduk pada saat pengamatan adalah berupa alat-alat tradisional yaitu
bubu, lukah dan jaring.
Tipologi Ekosistem
Karakteristik flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh tipologi ekosistem yang terdapat pada
kawasan tersebut. Terdapat 2 (dua) tipe ekosistem alami yaitu Daratan (terestrial) berupa
ekosistem hutan rawa gambut dan Perairan (aquatic) berupa ekosistem danau (Danau Pulau
Besar/Danau Atas dan Danau Bawah) dan Sungai (Sungai Sejuk, Sungai Air Sejuk, Sungai
Rasau dan Sungai Rawa).
Walaupun asam humik merupakan senyawa organik yang mudah diuraikan oleh
mikroorganisme, asam humik merupakan senyawa tetap fenol. Dalam ekologi senyawa fenol
merupakan salah satu bahan kimia yang disebut senyawa pertahanan yang berperan
penting dalam interaksi antara tumbuhan dan hewan. Senyawa fenol umumnya bersifat
racun bagi organisme pengurai dan hewan karena bersenyawa dengan protein, sukar terurai
dan ketahanannya terhadap penguraian lebih besar dibandingkan dengan zat kimia lain dari
sisa-sisa tumbuhan. Oleh karena itu zat fenolik dianggap berpengaruh negatip terhadap
organisme yang berada pada sungai atau rawa gambut.
Ekosistem Danau merupakan suatu daerah cekungan yang menerima pasokan air dari
daerah disekitarnya. Pada kawasan Zamrud terdapat 2 buah Danau yaitu Danau Pulau Besar
(Danau Atas) dan Danau Bawah, dimana kedua danau tersebut menerima pasokan air dari
rawa yang terdapat disekitarnya dan juga beberapa sungai dan anak sungai serta kanal
yang dibangun sebagai drainase jalan dan areal disekitar sumur minyak. Pada Danau Pulau
Besar pasokan air berasal dari Sungai Sejuk, dimana outlet mengarah ke Sungai Rasau,
yang sekaligus menjadi inlet bagi Danau Bawah. Sedangkan Danau Bawah menerima
pasokan air dari Sungai Air Sejuk dan Sungai Rasau, dimana outletnya mengarah ke Sungai
Rawa.
Kondisi danau yang disekitarnya mempunyai tipologi ekosistem rawa gambut menyebabkan
warna air danau terlihat coklat kehitaman dengan pH yang rendah (< 5). Tumbuhan (Flora)
merupakan salah satu komponen penting pada ekosistem danau dan sungai, dimana
tumbuhan dengan ukuran dan dapat dibedakan menjadi akar, batang dan daun dikenal
dengan Makrofit. Golongan makrofit utama adalah tumbuahan berbunga (Angiospermae)
dan lumut daun. Laju difusi oksigen yang lambat serta intensitas cahaya yang rendah
menyebabkan tumbuhan mengembangkan pola adaptasi seperti adanya jaringan berrongga
yang cukup banyak. Selain itu beberapa jenis tumbuhan membentuk daun yang terapung
seperti Bakung (Lili air) yang terdapat di Sungai Rasau. Tumbuhan yang banyak dijumpai
pada sekitar Pinggir Sungai dan Danau di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Danau Pulau
Besar adalah Pandan Rasau (Pandanus sp), Pinang merah (Cystostachys sp) yang termasuk
tumbuhan dilindungi, Paku-pakuan/Pakis (Pteridophyta), Akar Kait-kait (Uncaria sp).
Keanekaragaman Hayati
Flora
Struktur dan Komposisi Vegetasi
Struktur dan komposisi vegetasi akan menunjukkan jenis-jenis tumbuhan penyusun dan
memberikan gambaran kontribusi yang diberikan oleh masing-masing jenis terhadap
komponen biotik ekosistem rawa gambut, sungai dan danau. Analisis struktur dan komposisi
vegetasi pada area di sekitar kawasan Zamrud dilakukan pada 3 (tiga) lokasi pengamatan.
Dimana titik pengamatan didasarkan pada perbedaan kondisi hutan.
Pemantauan aspek flora terestrial difokuskan pada struktur vegetasi pohon dan
permudaanya (tiang, pancang, dan semai). Kawasan Zamrud dengan tipologi ekosistem
rawa gambut menyebabkan struktur dan komposisi jenis vegetasi di dominansi oleh jenis-
jenis yang adaptif terhadap kondisi tanah yang digenangi oleh air hampir sepanjang tahun.
Jenis yang dominan seperti tipe pohon Meranti (Shorea sp), Medang (Litsea sp), dan Kelat
(Syzygium garcinifolia) sedangkan yang dominan pada daerah pinggiran danau seperti
Pinang Merah (Cystostachys lakka) dan Mengkuang (Pandanus atrocarpus).
Pada keseluruhan area titik pengamatan Zamrud (3 stasiun) ditemukan 35 jenis tumbuhan
tipe pohon dan permudaannya (tiang, pancang, dan semai), dimana sebaran dari masing-
masing jenis tumbuhan tidak jauh berbeda pada masing-masing lokasi pengamatan.
Komposisi pohon penyusun vegetasi pada Area Zamrud ini adalah jenis pohon yang terdapat
pada hutan hujan tropis dataran rendah (rawa gambut). Vegetasi pada lokasi pengamatan
ini dalam keadaan baik, dimana jumlah jenis yang ditemukan menggambarkan kondisi hutan
primer.
Stasiun I
Letak titik pengamatan pada stasiun I berada pada koordinat U 00⁰40’29.6” T 102⁰16’45.4”.
Berikut hasil pengamatan struktur vegetasi yang didapati pada stasiun I.
6. Meranti Shorea sp 9 10 3 23
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 21 jenis tumbuhan tipe pohon.
Berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan tipe pohon yang berfungsi sebagai
penyusun utama vegetasi adalah jenis Kelat (Syzygium garcinifolia) dan Medang (Litsea
angulata) dengan INP masing-masing 55 dan 35.
21 jenis tumbuhan tipe pohon yang terdapat di titik pengamatan I terdapat 2 jenis yang
masuk dalam daftar perlindungan Red List IUCN dengan status Critically Endangered (CR)/
kritis dan Endangered (EN)/terancam punah, yakni jenis Ramin (Gonstylus bancana) dan
Meranti bunga tanjung (Shorea teysmanniana).
Dalam dunia perdagangan Ramin dikenal sebagai salah satu jenis kayu tropik yang tumbuh
di hutan rawa gambut Indonesia, Malaysia dan Philipina. Ramin dikenal sebagai salah satu
jenis pohon utama penyusun hutan rawa gambut pada tanah organik (gambut) terutama
yang mengalami genangan air secara periodik dan juga daerah yang tidak tergenang hingga
ketinggian 100 m di atas permukaan laut (Airy Shaw, 1954). Ramin tergolong jenis kayu
paling umum yang diperdagangkan sehingga mengancam populasinya di alam. Kualitas kayu
Ramin yang tinggi mengakibatkan permintaan pasar akan kayu ramin terus meningkat
sehingga mendorong penebangan dan eksploatasi ramin secara besar-besaran. Akibat
eksploitasi dan eksport yang berlebihan, populasi ramin yang dikenal hanya berkembang di
habitat rawa gambut terus menurun tajam hingga akhirnya RED LIST IUCN memberikan
status CR/kritis pada jenis Ramin.
Di Sumatera, daerah yang memiliki tegakan ramin cukup luas dan baik antara lain Hutan
Lindung Giam Siak-Kecil, Suaka Margasatwa Danau Bawah dan Danau Pulau Besar (TN
Zamrud), Suaka Margasatwa Tasik Belat, Suaka Margasatwa Tasik Sekap, Suaka
Margasatwa Bukit Batu dan Taman Nasional Berbak (Wahyunto dkk., 2004).
Hampir sama seperti Ramin, kayu dari jenis Meranti juga memiliki kualitas tinggi yang
mengakibatkan permintaan pasar terus meninggkat. Meranti bunga tanjung (Shorea
teysmanniana) menurut laporan International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN) termasuk tumbuhan dalam kategori EN/terancam punah.
4. Meranti Shorea sp 25 29 23 77
6. Membasah Urunda sp 8 7 10 26
7. Mempelam Mangifera sp 8 7 8 24
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 7 jenis tumbuhan tipe tiang.
Berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan tipe tiang yang berfungsi sebagai
penyusun vegetasi adalah jenis Kelat (Syzygium garcinifolia) dan Meranti (Shorea sp)
dengan INP masing-masing 98 dan 77.
3. Meranti Shorea sp 20 36 33 88
6. Membasah Urunda sp 10 7 9 26
8. Mempelam Mangifera sp 10 14 10 35
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 8 jenis tumbuhan tipe
pancang. Berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan tipe pancang yang
berfungsi sebagai penyusun vegetasi adalah jenis Meranti (Shorea sp) dan Kelat (Syzygium
garcinifolia) dengan INP masing-masing 88 dan 43.
2. Meranti Shorea sp 31 31 62
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 7 jenis tumbuhan tipe semai.
Berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan tipe semai yang berfungsi sebagai
penyusun vegetasi adalah jenis Meranti (Shorea sp) dan Kelat (Syzygium garcinifolia)
dengan INP 62.
Nilai penting suatu jenis vegetasi pohon menyatakan nilai kerapatan, frekuensi dan
dominansi suatu spesies sehingga akan terlihat peran vegetasi tersebut dalam suatu
komunitas (Indriyanto, 2006). Dinamika populasi dan dominansi pohon dipengaruhi oleh
kematian, pertumbuhan dan rekrutmen. Ada banyak jenis pohon yang tidak mampu tumbuh
dan berkembang di bawah naungan pohon induk. Dari data indeks nilai penting pada tabel
di atas terlihat bahwa pada titik pengamatan I tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon
memiliki indeks nilai penting tertinggi pada spesies Kelat (Syzigium garcinifolia), Meranti
(Shorea sp), dan Medang (Beilschmiedia mannii). Keberadaan ketiga jenis tumbuhan
tersebut pada tiap tingkatan menunjukkan bahwa jenis ini mampu berkembang baik
dibawah naungan pohon.
Stasiun II
Letak titik pengamatan pada stasiun II berada pada koordinat U 00⁰39’39.8” T 102⁰12’52.5”
Berikut hasil pengamatan struktur vegetasi yang didapati pada stasiun II.
8. Meranti Shorea sp 14 10 2 27
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 19 jenis tumbuhan tipe pohon.
Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) 3 jenis tumbuhan utama penyusun
vegetasi pada lokasi ini adalah jenis Marsawa (Anisoptera marginata) , Rengas (Glutha
renghas), dan Kelat (Syzygium garcinifolia) dengan nilai INP berturut-turut 43, 32, dan 31.
19 jenis tumbuhan tipe pohon yang terdapat di titik pengamatan II terdapat 2 jenis yang
masuk dalam daftar perlindungan Red List IUCN dengan status Endangered (EN)/terancam
punah, yakni jenis Marsawa (Anisoptera marginata) dan Meranti bunga tanjung (Shorea
teysmanniana).
2. Meranti Shorea sp 20 20 17 57
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 7 jenis tumbuhan tipe tiang.
Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) 3 jenis tumbuhan penyusun
vegetasi pada lokasi ini adalah jenis Medang (Beilschmiedia mannii), Meranti (Shorea sp),
dan Kelat (Syzygium garcinifolia) dengan nilai INP berturut-turut 60, 57, dan 57.
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 4 jenis tumbuhan tipe
pancang. Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan penyusun
vegetasi pada lokasi ini adalah jenis Meranti (Shorea sp) dengan nilai INP 142.
Tabel 10. Struktur komposisi vegetasi tipe semai pada titik pengamatan II
FR KR INP
No. Nama Lokal Nama ilmiah
(%) (%) (%)
1. Medang Beilschmiedia mannii 29 33 62
4. Meranti Shorea sp 29 33 62
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 5 jenis tumbuhan tipe semai.
Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan penyusun vegetasi
pada lokasi ini adalah jenis Meranti (Shorea sp) dan Medang (Beilschmiedia mannii) dengan
nilai INP 62.
Stasiun III
Letak titik pengamatan pada stasiun III berada pada koordinat U 000 41’ 49.00” E 1020 14’
37.03”. Berikut hasil pengamatan struktur vegetasi yang didapati pada stasiun III.
Tabel 11. Struktur komposisi vegetasi tipe pohon pada titik pengamatan III
FR KR DR INP
No. Nama Lokal Nama ilmiah
(%) (%) (%) (%)
1. Kelat Syzygium garcinifolia 16 17 48 81
3. Pisang-pisang Goniothalamus sp 3 2 1 7
8. Meranti Shorea sp 13 17 6 37
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 16 jenis tumbuhan tipe pohon.
Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) 3 jenis tumbuhan utama penyusun
vegetasi pada lokasi ini adalah jenis Kelat (Syzygium garcinifolia), Medang (Beilschmiedia
mannii), dan Meranti (Shorea sp) dengan nilai INP berturut-turut 81, 37, dan 38.
Tabel 12. Struktur komposisi vegetasi tipe tiang pada titik pengamatan III
FR KR DR INP
No. Nama Lokal Nama ilmiah
(%) (%) (%) (%)
1. Medang Beilschmiedia mannii 11 18 12 41
FR KR DR INP
No. Nama Lokal Nama ilmiah
(%) (%) (%) (%)
4. Meranti Shorea sp 33 36 43 112
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 5 jenis tumbuhan tipe tiang.
Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan utama penyusun
vegetasi pada lokasi ini adalah jenis Meranti (Shorea sp) dengan nilai INP 112.
Tabel 13. Struktur komposisi vegetasi tipe pancang pada titik pengamatan III
FR KR DR INP
No. Nama Lokal Nama ilmiah
(%) (%) (%) (%)
1. Kelat Syzygium garcinifolia 20 21 20 62
5. Meranti Shorea sp 20 14 13 47
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 5 jenis tumbuhan tipe
pancang. Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan utama
penyusun vegetasi pada lokasi ini adalah jenis Kelat (Syzygium garcinifolia) dengan nilai INP
143.
Tabel 14. Struktur komposisi vegetasi tipe semai pada titik pengamatan III
FR KR INP
No. Nama Lokal Nama ilmiah
(%) (%) (%)
1. Medang Beilschmiedia mannii 9 8 17
4. Meranti Shorea sp 27 23 50
Dari tabel diatas terlihat pada titik pengamatan ini ditemukan 6 jenis tumbuhan tipe semai.
Berdasarkan perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan utama penyusun
vegetasi pada lokasi ini adalah jenis Kelat (Syzygium garcinifolia) dengan nilai INP 83.
Keanekaragaman Vegetasi
Keanekaragaman vegetasi akan menggambarkan jumlah jenis (spesies) dan jumlah individu
tiap jenis tumbuhan penyusun yang terdapat pada kawasan Taman Nasional Zamrud.
Dari tabel diatas terlihat bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan yang terdapat pada
kawasan Danau Pulau Besar dan sekitarnya menunjukkan tingkat yang sedang dan rendah.
Hal ini dapat dipahami dengan tipologi ekosistem rawa gambut yang mempunyai faktor
pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan jenis tumbuhan. Hutan tropis dataran
rendah (rawa gambut) umumnya mempunyai keanekaragaman rendah, karena jenis-jenis
tumbuhan yang mampu melakukan adaptasi pada pH rendah, miskin hara dan sistem
perakaran yang selalu terendam oleh air (Indriyanto, 2006).
Fauna
Pisces
Berdasarkan informasi penduduk yang didasarkan atas perolehan hasil tangkapan terhadap
jenis-jenis pisces diperoleh hasil seperti tercantum pada tabel dibawah ini.
Tabel 16. Jenis piesces (ikan) yang ditemukan pada kawasan Taman Nasional Zamrud
No. Nama Jenis Nama Indonesia/Daerah Status
perlindungan
1. Walliago sp Tapah -
2. Macrones sp Baung -
3. Ophiocephalus striatus Gabus -
4. Nothopterus sp Belida Dilindungi*
5. Scleropages sp Arowana, Kayangan -
6. Helostoma temminckii Tuakang -
7. Trichogaster leeri Sepat Mutiara -
8. Betta sp Tempalo -
9. Clarias batrachus Lele -
10. Rasbora trilinieata Pantau, Pepuyu -
11. Anabas testudineus Betok -
12. Trichogaster pectoralis Sepat Siam -
13. Channa lucius Kehung LC
14. Channa micropeltes Toman LC
15. Pristolepis grooti Sepat Patung -
16. Cryptopterus sp Selais -
Keterangan:
LC = Beresiko rendah
Dilindungi* = PP No.7/1999
Dari tabel diatas terlihat bahwa jenis ikan yang dijumpai sebanyak 16 jenis, dimana jenis-
jenis ikan tersebut merupakan jenis ikan rawa. Pada saat pengamatan dilakukan jenis
dominan yang ditemukan penduduk adalah tapah (Walliago sp), Selais (Cryptopterus sp)
dan Toman (Channa micropeltes). Populasi ikan yang terdapat pada Taman Nasional
Zamrud menunjukkan adanya fluktuasi. Terjadinya fluktuasi populasi ikan dapat disebabkan
oleh kondisi perairan Danau, Sungai dan Rawa di sekitar kawasan, periode reproduksi dan
berkembangnya jenis-jenis ikan tersebut.
Hasil wawancara terhadap nelayan yang telah menangkap ikan semenjak tahun 1980
menunjukkan bahwa populasi ikan di sekitar kawasan menunjukan kecenderungan
terjadinya penurunan. Hal ini di duga disebabkan oleh adanya kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi minyak penangkapan oleh nelayan dan perubahan kualitas habitat rawa yang
mempengaruhi kualitas perairan Danau dan Sungai. Perubahan kondisi tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan habitat yang berfungsi sebagai pemijahan (reproduksi)
dan pemeliharaan anak bagi populasi ikan tersebut.
Khusus untuk jenis Arwana/Kayangan (Scleropages sp) merupakan jenis yang dilindungi
dimana dari informasi penduduk populasi ikan tersebut cukup melimpah pada tahun 1980,
tetapi pada tahun 1990 mulai terjadi penurunan. Hal ini disebabkan adanya eksploitasi
langsung (perburuan liar) terhadap jenis ikan tersebut, yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi. Sedangkan saat ini keberadaan jenis ikan arwana ( Scleropages sp) sudah sangat
jarang ditemukan oleh nelayan, walupun keberadaannya diperkirakan masih terdapat pada
kawasan. Berdasarkan pengakuan petugas pendamping lapangan Pak Ahmad dan Wiwid,
untuk mendukung kelestarian jenis ikan arwana pihak BBKSDA telah melakukan
pelepasliaran jenis ikan tersebut di dalam perairan dimana bibitnya didapat dari PT.
Arowana Wijaya Lestari.
Reptilia
Hasil pengamatan dan wawancara terhadap jenis reptilia (hewan melata) pada kawasan
Taman Nasional Zamrud ditemukan beberapa jenis, seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 17. Jenis reptil yang ditemukan pada kawasan Taman Nasional Zamrud
No Nama jenis Nama daerah Status Aktivitas
Perlindungan
1. Varanus salvator Biawak LC Perjumpaan
langsung
2. Mabuya multifasciata Kadal LC Perjumpaan
langsung
3 Bronchocela jubata Bunglon LC Perjumpaan
langsung
3. Malayophython reticulus Ular Sawah LC/Dilindungi* Wawancara
4. Crocodylus sp Buaya LC/Dilindungi* Wawancara
5. Naja sumatrana Ular Kobra LC Wawancara
6. Acrohordus sp Ular Kadut LC Wawancara
7. Trimeresurus sp Ular Tiung LC Wawancara
Keterangan:
LC = Beresiko rendah
Dilindungi* = PP No.7/1999
Dari tabel diatas terlihat bahwa jenis reptilia yang ditemukan mempunyai jumlah jenis yang
kecil. Hal ini dapat disebabkan karena perjumpaannya yang sangat jarang dan sulit. Jenis
yang sering dijumpai adalah Biawak (Varanus salvator) terutama di pinggir kanal, sungai
atau danau. Hasil wawancara dan informasi penduduk keberadaan buaya di kawasan
tersebut diyakini masih ada, walaupun perjumpaan sangat sulit terjadi.
Aves
Hasil pengamatan terhadap jenis Aves (burung) pada kawasan Taman Nasional Zamrud
ditemukan jumlah jenis yang cukup besar, seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 18. Jenis aves yang ditemukan pada kawasan Taman Nasioanal Zamrud
No. Nama jenis Nama daerah Status Aktivitas
Perlindungan
1. Chloropsis cochinchinensis Murai daun/ Cica daun sayap LC/Dilindungi* Perjumpaan
biru langsung
2. Antharacoceros albirostris Kangkareng perut putih II/LC/Dilindungi* Perjumpaan
langsung
3. Merops viridis Kirik-kirik biru LC Perjumpaan
langsung
4. Halcyon smyrnensis Cekakak belukar LC/Dilindungi** Perjumpaan
langsung
5. Todirhamphus chloris Cekakak sungai LC/Dilindungi** Perjumpaan
langsung
6. Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk LC Perjumpaan
langsung
7. Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang LC Perjumpaan
langsung
8. Ardea cinerea Cangak abu LC Perjumpaan
langsung
9. Centropus sinensis Bubut besar LC Perjumpaan
langsung
Keterangan:
II = CITES apendiks
LC = Tidak terdaftar
NT = Terancam punah
Dilindungi* = PP No.7/1999
Dilindungi** = PERMEN LHK No.20/2018
Dari tabel diatas terlihat bahwa jenis aves yang ditemukan mempunyai jumlah jenis yang
cukup besar yakni sebanyak 40 jenis. Dari 40 jenis terdapat 14 jenis yang dilindungi dimana
keberadaanya sudah mulai jarang ditemukan sehingga diperlukan upaya pengawetan secara
in situ. Besarnya jumlah jenis kelompok aves dapat disebabkan oleh kondisi habitat dan tipe
vegetasi yang ada pada Taman Nasional Zamrud yang masih mendukung keberedaan
hewan tersebut. Beberapa jenis satwa diketahui hidup pada berbagai jenis tipe vegetasi
tetapi ada pula yang bertahan hanya pada satu tipe vegetasi saja.
Kelompok Aves merupakan kelompok yang paling dominan dibandingkan dengan kelompok
lainnya. Tingginya kelompok burung disebabkan oleh banyaknya sumberdaya (makanan)
yang tersedia pada habitatnya. Sebagian besar jenis aves yang ditemukan adalah jenis
pemakan ulat dan serangga serta kelompok pemakan biji-bijian. Perubahan habitat yang
terjadi sebagai akibat aktifitas yang terdapat pada kawasan tersebut tidak begitu
mempengaruhi jumlah jenis yang ada.
Mamalia
Hasil pengamatan dan berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat diperoleh data
jenis mamalia pada kawasan sebagai berikut:
Tabel 19. Jenis mamalia yang ditemukan pada kawasan Taman Nasional Zamrud
No. Nama Ilmiah Nama Daerah Status Aktivitas
Perlindugan
1. Paradoxurus Musang Pulut LC Wawancara
hermaphroditus
2. Sus scrofa Babi hutan LC Perjumpaan
langsung
3. Macaca nemestriana Beruk VU Perjumpaan
langsung
4 Rattus rattus Tikus LC Wawancara
5. Collasciurus notatus Tupai/Bajing kelapa LC Wawancara
6. sundasciurus lowii Tupai Ekor Pendek LC Wawancara
7. Panthera tigris Harimau Loreng I/EN/Dilindungi*/** Wawancara
sumatranensis
8. Tragulus javanicus Kancil LC/Dilindungi* Wawancara
9. Manis javanica Trenggiling I/CR/Dilindungi** Wawancara
10. Tachyglossus Sp Landak LC/Dilindungi* Wawancara
11. Macaca fascicularis Kera Ekor Panjang LC Perjumpaan
langsung
12. Cervus Sp Rusa LC/Dilindungi* Wawancara
13. Helarctos malayanus Beruang Madu I/VU/Dilindungi*/** Jejak dan
wawancara
14. Hylobates agilis Ungko EN/Dilindungi*/** Wawancara
15. Trachypithecus cristatus Lutung kelabu NT/Dilindungi*/** Perjumpaan
langsung
16. Felis bengalansis Kucing Hutan LC/Dilindungi* Wawancara
17. Arctictis binturong Binturong III/VU/Dilindungi*/** Wawancara
18. Pteropus edulis Kalong LC Perjumpaan
langsung
19. Tapirus indicus Tapir EN/Dilindungi** Wawancara
Keterangan:
I, II, III = Cites Apendiks
LC = Beresiko rendah
VU = Rentan
NT = Hampir terancam
EN = Terancam punah
CR = Kritis
Dilindungi* = PP No.7/1999
Dilindungi** = PERMEN LHK No.20/2018
Dari tabel diatas terlihat bahwa jenis mamalia yang ditemukan mempunyai jumlah jenis
yang cukup besar yakni sebanyak 19 jenis. Dari 19 jenis terdapat 11 jenis yang dilindungi
masuk dalam daftar satwa dilindungi menurut PP No. 7/1999 dan PERMEN LHK No.20/2018
dimana keberadaanya sudah mulai jarang ditemukan sehingga diperlukan upaya
pengawetan secara in situ.
ICUN pertama kali digagas pada tahun 1964 untuk menetapkan standar daftar spesies, dan
upaya penilaian konservasinya. Daftar merah IUCN bertujuan memberi informasi, dan
analisis mengenai status, tren, dan ancaman terhadap spesies untuk memberitahukan, dan
mempercepat tindakan dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati.
Selain masuk dalam daftar satwa yang dilindungi menurut peraturan pemerintah, seluruh
jenis mamalia pada tabel di atas juga masuk ke dalam RED LIST IUCN. Menurut status
konservasi yang dikeluarkan daftar merah IUCN versi 3.1 terdapat Tujuh (7) jenis
mendapat kategori Least Concern (LC) atau beresiko rendah terhadap kepunahan yaitu
Paradoxurus hermaphroditus, Sus scrofa, Rattus rattus, Collasciurus notatus, Sundasciurus
lowii, Tragulus javanicus, Tachyglossus Sp, Macaca fascicularis, Cervus Sp, Felis bengalansis,
Pteropus edulis. Tiga (3) jenis mendapat kategori Vulnerable (VU) atau rentan terhadap
kepunahan, yaitu Macaca nemestriana, Helarctos malayanus, dan Arctictis binturong. Satu
(1) jenis mendapat kategori Near Threatened (NT) atau hampir terancam kepunahan yaitu
jenis Trachypithecus cristatus. Tiga (3) jenis mendapat kategori Endangered (EN) atau
terancam punah, yaitu jenis Panthera tigris sumatranensis, Hylobates agilis, dan Tapirus
indicus. Satu (1) jenis masuk pada kategori Critically Endangered (CR) atau kritis yaitu jenis
Manis javanica.
Laju kepunahan spesies semakin meningkat selain laju deforestasi degradasi hutan yang
berakibat tingginya kehilangan jenis flora dan fauna, permintaan perdagangan satwa
tertentu untuk dikomersialisasikan juga turut mengakibatkan jenis fauna dan flora tertentu
menuju kepunahan. CITES atau kependekan dari Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau bisa diterjemahkan menjadi konvensi
perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam
punah. CITES merupakan satu-satunya perjanjian atau traktat (treaty) global dengan fokus
pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional
yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin akan membahayakan
kelestarian tumbuhan dan satwa liar tersebut. CITES memuat tiga lampiran (appendix) yang
menggolongkan keadaan tumbuhan dan satwa liar padatingkatan yang terdiri dari apendiks
I hingga apendiks III. Appendix I yang memuat daftar dan melindungi seluruh spesies
tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional
secara komersial. Jumlahnya sekitar 800 spesies yang terancam punah bila perdagangan
tidak dihentikan. Perdagangan spesimen dari spesies yang termasuk Appendix I yang
ditangkap di alam bebas adalah ilegal dan hanya diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa,
misalnya untuk penelitian, dan penangkaran. Satwa dan tumbuhan yang termasuk dalam
daftar Apendiks I, namun merupakan hasil penangkaran atau budidaya dianggap sebagai
spesimen dari Apendiks II dengan beberapa persyaratan. Spesies dalam Apendiks II tidak
segera terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila tidak dimasukkan ke dalam
daftar dan perdagangan terus berlanjut. Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III
adalah spesies yang dimasukkan ke dalam daftar setelah salah satu negara anggota
meminta bantuan para pihak CITES dalam mengatur perdagangan suatu spesies.
Berikut daftar satwa menurut tabel di atas yang masuk kategori CITES. Satu (1) jenis masuk
kategori CITES apendiks III yaitu jenis Arctictis binturong, dan dua (2) jenis masuk kategori
CITES apendiks I yaitu jenis Panthera tigris sumatranensis, dan Manis javanica.
Trenggiling (Manis javanica) termasuk satwa mamalia yang bersisik dan tidak memiliki gigi.
Pakan utamanya adalah semut dan rayap. Satwa ini bermanfaat bagi kesehatan sehingga
memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Walaupun Trenggiling sebagai salah satu satwaliar
yang dilindungi dan langka, namun perburuan dan perdagangan secara ilegal masih sering
terjadi hingga saat ini. Perdagangan ilegal yang tidak berkelanjutan tersebut terus
meningkat dan menjadi ancaman besar bagi upaya konservasi satwa tersebut. Berdasarkan
pengakuan petugas pendamping lapangan Pak Ahmad dan Wiwid, untuk mendukung
kelestarian jenis Trenggiling pihak BBKSDA telah melakukan pelepasliaran jenis Trenggiling
tersebut di dalam kawasan Taman Nasional Zamrud. Kelompok mamalia yang
penting/dilindungi pada area ini masih dijumpai dan hal tersebut perlu mendapat perhatian
bagi kelestariannya.
BAB V Kesimpulan
Keanekaragaman Hayati Vegetasi dan Satwa
1. Kawasan perlindungan Taman Nasional Zamrud memiliki ciri ekosistem hutan rawa
gambut dan ditunjuk menjadi Taman Nasional Pada tanggal 4 Mei 2016 melalui surat
keputusan Menteri LHK No. 350/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2016 dengan luasan 31.480
ha.
2. Indeks keanekaragaman jenis vegetasi pada setiap tingkatan strata menunjukan nilai
sedang. Pohon (2,69, 2,74, 2,41), tiang (1,67, 2, 1,64) pancang (1,87, 1,17, 1,33),
dan semai (1,71, 1,46, 1,64).
3. Jenis tumbuhan pada Kawasan Perlindungan Taman Nasional Zamrud terdiri dari 35
jenis, dimana jenis meranti, kelat, dan medang dominan pada setiap stasiun
pengamatan.
4. Jenis satwa terdiri dari golongan Piesces 17 jenis, Reptilia 7 jenis, Aves 40 jenis, dan
Mamalia 19 jenis.
5. Kawasan Perlindungan Taman Nasional Zamrud memiliki daftar jenis tumbuhan yang
dilindungi oleh Pemerintah (1 jenis) maupun badan konservasi internasional CITES (1
jenis) dan RED LIST IUCN dengan status LC (2 jenis), EN (2 jenis) dan CR (1 jenis).
6. Kawasan Perlindungan Taman Nasional Zamrud memiliki daftar jenis satwa yang
dilindungi oleh Pemerintah (26 jenis) maupun badan konservasi internasional CITES (7
jenis) RED LIST IUCN dengan status LC (3 jenis), VU (4 jenis), NT (2 jenis), EN (3
jenis), dan CR (1 jenis).
Daftar Pustaka
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau 2018. Kawasan Konservasi Taman
Nasional Zamrud. <http://www.bbksdariau.id>
MacKinnon, J., K. Phillipps, B.V.Balen. 2010. Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan
Kalimantan. Burung Indonesia. Indonesia.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan [PERMEN LHK] No. 20 Tahun 2018
tentang tumbuhan dan satwa dilindungi.
Peraturan Pemerintah [PP] No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tanaman dan
Satwa Liar.
Pokja Kebijakan Konservasi. 2008. Konservasi Indonesia: Sebuah Potret Pengelolaan &
Kebijakan. Perpustakaan Nasional. Jakarta.
Undang-Undang [UU] Republik Indonesia No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi dan
Sumber Daya Alam Hayati.
Undang-Undang [UU] Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Wahyunto, S. Ritung, Suparto & H.Subagio, 2004. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon
di Sumatera dan Kalimantan. Wetland International – Indonesia Programme, Bogor.
Lampiran