Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Undang Undang


Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi
perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan,
perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Status gizi anak balita telah mengalami perbaikan yang ditandai dengan menurunnya
prevalensi gizi kurang dari 24,5% (Susenas, 2005) menjadi 18,4%, walaupun demikian
masalah stunting pada anak balita masih tinggi yaitu sebesar 36,8% (Riskesdas, 2007).
Masalah gizi mikro di 10 Provinsi tahun 2006, diperoleh gambaran prevalensi xeroptalmia
pada balita 0,13% dan proporsi balita dengan serum retinol < 20 μgr/dl sebesar 14,6%
(Puslitbang Gizi, 2006). Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya penurunan jika
dibandingkan dengan hasil survei vitamin A pada tahun 1992. Selain itu, masalah anemia
pada ibu hamil berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 masih
cukup tinggi yaitu sebesar 40,1%
Guna menekan masalah gizi di Indonesia, Kemenkes RI telah menetapkan empat
strategi utama. Salah satu strategi tersebut adalah meningkatkan sistem surveilans,
monitoring dan informasi kesehatan. Strategi ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi
pencapaian kinerja pembinaaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan
berkelanjutan (Kemenkes, 2010). Pada tahun 2014 juga diberlakukan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 tentang Sistem Informasi Kesehatan (SIK). PP ini mensyaratkan
agar data kesehatan terbuka untuk diakses oleh unit kerja instansi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang mengelola SIK sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(Kemenkes RI, 2015)
Menurut Wulandari (2013), pelaksanaan pencatatan dan pelaporan di Kota
Tangerang telah meningkat dari 2,25% pada 2012 menjadi 58,3% pada 2013. Meskipun
terjadi kenaikan pencapaian pencatatan dan pelaporan dari tahun sebelumnya, tetapi
capaian ini masih jauh dari angka 100%. Kendala utama dalam pelaksanaan program ini
adalah keterlambatan pelaporan. Keterlambatan ini berasal dari kader di Posyandu. Kader
kesehatan di posyandu sering melebihi waktu pengumpulan data ke tenaga pelaksana gizi
puskesmas dikarenakan tidak semua kader posyandu terampil dalam melakukan pencatatan
dan pelaporan.
Seluruh kader sebaiknya mampu melakukan pencatatan dan pelaporan. Oleh
karena itu, kader kesehatan perlu dilatih dalam meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
(Kemenkes,2011). Kader yang terampil dalam melakukan pencatatan dan pelaporan sangat
membantu dalam proses surveilans masalah gizi di wilayahnya untuk meningkatkan
efektifitas kegiatan pembinaan gizi masyarakat dengan mempertajam upaya
penanggulangan masalah gizi secara tepat waktu, tempat, sasaran dan jenis tindakannya.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, dibutuhkan sebuah kebijakan untuk meningkatkan
pencatatan dan pelaporan gizi di tingkat posyandu melalui program pelatihan kader.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan advokasi kepada Kkepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Propinsi
Banten agar meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kader dalam melakukan
pencatatan dan pelaporan Posyandu
2. Tujuan Khusus
a. Kkepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang memberikan alokasi anggaran desa
sebagian digunakan untuk pelatihan kader kesehatan
b. Kkepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang memberikan sarana dan prasarana
untuk pelatihan kader kesehatan
.
C. Manfaat
Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kader kesehatan dalam melakukan
pencatatan dan pelaporan sehingga mempercepat proses surveilans gizi untuk
meningkatkan efektifitas kegiatan pembinaan gizi masyarakat dengan mempertajam
upaya penanggulangan masalah gizi secara tepat waktu, tempat, sasaran dan jenis
tindakannya
BAB II

ISI

A. Pesan Advokasi
1. Posyandu
Upaya menggerakkan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan
melalui pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD), yang pelaksanaanya
secara operasional dibentuklah pos pelayanan terpadu (posyandu). Pos pelayanan
terpadu ini merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas
kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan
masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka
kelahiran.
Posyandu merupakan wadah untuk mendapatkan pelayanan dasar terutama
dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh masyarakat,
penyelenggaraanya dilaksanakan oleh kader yang telah dilatih dibidang kesehatan dan
KB, dimana anggotanya berasal dari PKK, tokoh masyarakat dan pemudi.
Penyelenggaraan Posyandu Posyandu dapat dikembangkan dari pos
penimbangan, pos imunisasi, pos KB desa, pos kesehatan ataupun pembentukan yang
baru. Satu posyandu sebaiknya melayani seratus (100) balita/700 penduduk atau
disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat, geografis, jarak
antara rumah, jumlah kepala keluarga dalam kelompok dan sebagainya. Posyandu
sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan
sendiri. Dengan demikian kegiatan posyandu dapat dilaksanakan dipos pelayanan yang
sudah ada, rumah penduduk, balai desa, tempat pertemuan RK/RT atau ditempat
khusus dibangun masyarakat. Penyelenggaraan dilakukan dengan “pola lima meja”
sebagaimana diuraikan antara lain: Meja 1: pendaftaran Meja 2: penimbangan bayi dan
anak balita Meja 3: pengisian KMS (kartu menuju sehat) Meja 4: peyuluhan perorangan
- Mengenai balita berdasarkan penimbangan, berat badan yang naik/tidak naik, diikuti
dengan pemberian makanan tambahan, pralit dan vitamin A dosis tinggi. - Terhadap ibu
hamil yang resiko tinggi, diikuti dengan pemberian zat gizi.

2. Kader kesehatan
Kader kesehatan merupakan perwujutan peran serta aktif masyarakat dalam
pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan
diperioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan
terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya. Kader
dipiluhdari warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditnjau oleh masyarakat dan
dapat bekerja secara sukarela.
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader
bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah
maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter kader
dan semua pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang
menyangkut didalam maupun diluar Posyandu antara lain: a. Kegiatan yang dapat
dilakukan kader di Posyandu adalah: - Melaksanan pendaftaran. - Melaksanakan
penimbangan bayi dan balita. - Melaksanakan pencatatan hassil penimbangan. -
Memberikan penyuluhan. - Memberi dan membantu pelayanan. - Merujuk.
Secara disadari bahwa memilih kader yang merupakan pilihan masyarakat dan
memdapat dukungan dari kepala desa setempat kadang-kadang tidak gampang.
Namun bagaimanapun proses pemilihan kader ini hendaknya melalui musyawarah
dengan masyarakat, sudah barang tentu para pamong desa harus juga mendukung.
Dibawah ini salah satu persaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan
calon kader. - Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia - Secara fisik dapat
melaksanakan tugas-tugas sebagai kader - Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal
tetap di desa yang bersangkutan. - Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun
pembangunan desanya - Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan
masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa - Sanggup membina paling sedik 10 KK
untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan - Diutamakan telah mengikuti KPD
atau mempunayai keterampilan

3. Surveilans Gizi
Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi
inromasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang
terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes, 2012). Prinsip dasar
suveilans gizi adalah : (1) tersedianya data yang akurat dan tepat waktu, (2) ada proses
analisis atau kajian data, (3) tersedianya informasi yang sistematis dan terus menerus,
(4) ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan, dan (5) ada
tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi. Kegiatan suveilans gzi
bermanfaat ntuk memberikan informasi pencapaian kinerja dalam rangka pengambilan
tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan
kebijakan, baik di kabupatan/kota, propinsi dan pusat serta untuk mengevaluasi
pencapaian kinerja pembinaan kinerja masyarakat.
Ruang lingkup surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan data dari laporan
rutin atau survei khusu, pengolahan dan diseminasi hasilnya yang digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan atau tindakan cepat, perumusan kebijakan, perencanaan
kegiatan dan evaluasi hasil kegiatan. Kegiatan surveilans dijelaskan sebagai berkut :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data secara tepat, akurat dan berkelanjutan dari berbagai
kegiatan surveilans gizi sebagai sumber inormasi, yaitu dari kegiatan rutin seperti
penimbangan bulanan, pemantaun dan pelaporan kasus gizi buruk, pendi
pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita dan
pemberian Asi Eksklusif. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan
kebutuhan, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT,
pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita usia subur (WUS) risiko
kekurangan energi kronis (KEK) dan studi lain.

Posyandu Puskesmas Dinkes Kota Kemenkes

Gambar 1, Alur Pengumpulan Data


b. Pengolahan data dan penyajian informasi
Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupuan analitik, yang
disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik, peta atau bentuk lainnya. Pengolahan
data dilakukan oleh tenaga gizi Puskesmas.
c. Diseminasi informasi
Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans
gizi kepada pengampu kepentinga. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan
dalam bentuk pemberian umpan balik, sosialsisas atau advokasi. Umpan balik
merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan
kepada pemangku keputusan.
d. Pemanfaatan hasil surveilans gizi
Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oelh pemangku kepentingan sebagai tindak
lanjut atau respon terhadap infomrais yang diperoleh. Tindak lanjut dapat berupa
tindakan segerea, perencanaan jangka pendek, menengah, panjang dan perumusan
kebijakan pembinaan masyarakat baik di kabupatan/kota, propinsi atau pusat.

4. Pelatihan
Pelatihan adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan
kemampuan, pengetahuan, keterampilan teknis dan dedikasi kader (Depkes, 2005).
Pengetahuan akan bertambah berkat kemauan dokter dan staf puskesmas untuk
memberikan tambahan pada waktu mereka datang melakukan supervisi. Pengetahuan dan
keterampilan juga didapat dari teman sekerja. (Junadi, 1990).
Pelatihan bagi kader sangat diperlukan dari petugas kesehatan yang berguna untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Pengetahuan itu bertambah berkat kemauan dokter dan staf puskesmas untuk
memberikan tambahan pada waktu mereka datang melakukan supervisi. Pengetahuan dan
keterampilan juga didapat dari teman sekerja (Junadi, 1990).
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pelatihan antara
lain : (1) tempat kegiatan seperti gedung, ruangan atau tempat terbuka, (2) Fasilitator
sebagai narasumber, (3) modul pelatihan, dan (4) alat peraga sebagai media praktik.

B. Sasaran
Sasaran proses advokasi ini adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Propinsi
Banten

C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Advokasi
a. Waktu
Proses advokasi gizi dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB sampai dengan
selesai
b. Tempat
Proses advokasi gizi dilaksanakan di Ruang Rapat Dinas Kesehatan Kota
Tangerang
c. Metode
Metode yang digunakan pada saat melakukan advokasi gizi adalah negoisasI
dan lobby.

D. Cara Penyampaian
Kegiatan advokasi gizi ini disampaikan dengan melakukan loby dan negiosasi dengan
melibatkan Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas Kesehatan, Seksi Gizi dinas
kesehatan, bendahara dan tim advokasi.

E. Rencana Pelaksanaan Advokasi


- Persiapan proposal
- Penyampaian advokasi
F. Rencana Monitoring dan Evaluasi
a. Kepala Dinas Kesehatan mengalokasikan dana untuk pelatihan kader
b. Kepala Dinas Kesehatan memberikan sarana dan prasarana

G. Rencana Biaya Advokasi Pelatihan Kader

Rincian Biaya Total


ATK dan Proposal Rp 30.000
Air mineral Rp. 25.000
Transportasi Rp 20.000
Total Rp 75.000
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Wulandhari, Deviani. (2013). Gambaran pelaksanaan sistem informasi gizi di dinas


kesehatan kota tangerang. Skripsi. UIN : Jakarta.

Kemenkes RI. (2012). Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak : Jakarta.

Kemenkes RI (2011). Pedoman penyelenggaraan pelatihan kader. Direktorat Jenderal Bina


Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak : Jakarta.

Susenas, 2005 dalam Kemenkes RI (2011). Pedoman penyelenggaraan pelatihan kader.


Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak : Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Kemenkes RI. (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai