DI KLINIK MEDISTIRA 4
DISETUJUI OLEH :
KEPALA KLINIK MEDISTIRA 4
KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2019
PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RISKO
DI KLINIK MEDISTIRA 4
I. Pendahuluan 1
II. Ruang Lingkup 4
III. Tatalaksana 6
Upaya Keselamatan pasien 28
IV. Pelaporan 34
V. Pembinaan Dan Pengawasan 35
VI. Penutup 37
Lampiran
- Form Laporan Insiden
- Keselamatan Pasien dan Manajemen resiko Penyelenggaraan Pelayanan Klinis di Klinik
Medistira 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat yang dikategorikan tidak aman, sekitar
10 % pasien yang dirawat di sarana kesehatan di negara maju dan lebih dari 10 % di negara
berkembang mengalami kejadian tidak diharapkan.
Cedera mungkin saja dialami oleh pasien atau pengunjung sarana pelayanan kesehatan
baik akibat kondisi sarana, prasarana, dan peralatan yang ada, maupun akibat pelayanan yang
diberikan. Cedera atau kejadian yang tidak diharapkan terjadi bukan karena kesengajaan, tetapi
karena rumitnya pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
cedera atau kejadian tidak diharapkan, seperti tidak tersedianya sumber daya manusia yang
kompeten, kondisi fasilitas, maupun ketersediaan obat dan peralatan kesehatan yang tidak
memenuhi standar.
Tidak hanya pelayanan klinis saja yang berisiko terhadap pasien, pengunjung, dan
lingkungan, tetapi kegiatan-kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat juga
berisiko terhadap keselamatan sasaran kegiatan, masyarakat, maupun lingkungan.
Pelayanan kesehatan yang tidak menjamin keselamatan bagi pasien, pengunjung, dan
pengguna pelayanan akan menjadi beban bagi masyarakat, pemerintah, dan sarana kesehatan
itu sendiri.
Pasien, pengunjung, dan masyarakat dapat mengalami cedera atau kejadian tidak
diharapkan terkait dengan infeksi, kesalahan pemberian obat, pembedahan yang tidak aman,
alih pasien yang tidak dilakukan dengan tepat, kesalahan identifikasi, kondisi fasilitas pelayanan
yang tidak aman, maupun akibat penyelenggaraan kegiatan pada upaya kesehatan masyarakat
yang tidak memperhatikan aspek keselamatan.
Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan kesehatan perlu diidentifikasi dan
dikelola dengan baik untuk mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat
yang dilayani.
Standar akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, baik untuk puskesmas, klinik
pratama, maupun tempat praktik dokter/dokter gigi mensyaratkan diterapkan manajemen
risiko sebagai upaya untuk meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran kegiatan upaya kesehatan
masyarakat, dan lingkungan, yang terkait dengan pelayanan yang disediakan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan menjamin keselamatan pasien.
Pedoman ini disusun dengan tujuan menyediakan pedoman bagi Klinik Medistria 4
dalam mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung dan masyarakat melalui penerapan
manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan
tersebut.
B. TUJUAN
1. Memberikan panduan sistem manajemen risiko yang berlaku di Klinik Medistria 4.
2. Memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses identifikasi,
analisa dan pengelolaan risiko dapat memberi manfaat bagi peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di Klinik Medistria 4.
3. Membangun sistem monitoring dan komunikasi yang efektif diantara petugas sehingga
pencapaian tujuan dan penerapannya berjalan berkesinambungan.
C. BATASAN OPERASIONAL
1. Risiko adalah peluang/probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut, WHO), yang akan
berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Klinik adalah upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan risiko
(grading) dan mengendalikan/mengelola risiko tersebut baik secara proaktif risiko yang
mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberian
dampak negative seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu di klinik.
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. IKP
terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien.
5. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cedera pada
pasien tapi belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cedera pada pasien.
6. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien dan sudah terpapar ke pasien tetapi ternyata tidak menimbulkan cedera pada
pasien.
7. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi.
8. Kejadian sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah mengakibatkan
kematian atau cedera fisik/psikologis serius, atau kecacatan pada pasien, termasuk
didalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang tidak diantisipasi dan tidak
berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi medis dasar
pasien; bunuh diri, kehilangan permanen dari sebagian besar fungsi tubuh yang tidak
berhubungan dengan penyakit dasar pasien; pembedahan yang salah lokasi/salah
prosedur/salah pasien; penculikan bayi atau bayi yang dibawa pulang oleh orang tua
yang salah.
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan
mengantisipasi/mengelola/mengendalikan insiden secara berkesinambungan.
10. Risiko sisa adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya
pengendalian tindakan dilakukan.
11. Penilaian risiko adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi terjadi
dalam pelayanan di Klinik dengan mempertimbangkan klasifikasi dan derajat (grading)
kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko tersebut.
12. Penilaian risiko adalah anggota staf (manajer atau yang lain) yang telah menghadiri
pelatihan manajemen risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen untuk
memastikan bahwa tiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilaian risiko yang
terlatih.
BAB II
RUANG LINGKUP
2. Identifikasi Risiko
Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai sumber, misalnya:
Informasi dari internal yang didapat dari laporan masing masing unit pelayanan
Informasi eksternal yang didapat dari pedoman pemerintah, organisasi atau
Lembaga penelitian
Pemeriksaan atau audit eksternal
Berikut contoh daftar risiko berdasarkan ruang lingkupnya:
1. Area Lingkungan
NO Bagian Risiko
1. Sarana - Kerusakan bangunan atau sarana dan
prasarana
- Fasilitas sanitasi seperti wastafel buntu, air
tidak lancar, sampah medis tidak tersedia,
toilet rusak
2. Keamanan lingkungan - Tersengat listrik
- Terpapar dengan bahan berbahaya
- Tertimpa benda jatuh
- Tersiram air panas
- Terpeleset
- Pencurian
3. Limbah - Sistem pembuangan limbah yang belum
standar
- Paparan limbah pada lngkungan
2. Area Layanan Klinis
Area layanan klinis terdiri dari unit pelayanan yang ada di klinik.
NO Unit Pelayanan Risiko
1. Loket Pendaftaran dan Rekam - Pasien menunggu lama
Medis - Kesalahan pemberian identitas
rekam medis
- Kesalahan pengambilan rekam
medis
- Kegagalan memperoleh informed
consent
- Kesalahan pelabelan rekam medis
- Kebocoran informasi rekam medis
- Ketidak lengkapan catatan dalam
rekam medis
- Kehilangan/kesalahan penyimpanan
rekam medis
2. layanan Umum - Kesalahan mengidentifikasi pasien/
salah orang
- Kesalahan dalam pengkajian/
anamesa
- Tidak menggunakan alat pelindung
diri (APD)
- Kesalahan diagnosis
3. Pemeriksaan oleh Dokter - Kesalahan mengidentifikasi pasien
- Kesalahan dalam diagnosis
- Kesalahan dalam pemberian resep
- Kesalahan dalam terapi
- Kesalahan dalam edukasi
- Tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD)
4. Layanan Tindakan - Kesalahan dalam mengidentifikasi
pasien
- Kesalahan tindakan yang
menimbulkan perlukaan
- Menggunakan alat yang tidak steril
- Tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD)
- Insiden tertusuk jarum
- Limbah medis berceceran
- Paparan dengan luka terbuka atau
cairan tubuh pasien
- Kesalahan pemberian obat/injeksi
- Monitoring tindakan yang kurang
baik
NO Unit Pelayanan Risiko
5. Pelayanan Konseling Terpadu - Terpapar penyakit
6. Layanan Depo Obat - Penulisan resep yang tidak baik
- Riwayat alergi obat yang tidak
teridentifiksi
- Kesalahan identifikasi pasien dalam
pemberian obat
- Kegagalan memantau efek samping
obat
- Kesalahan edukasi cara minum obat
7. Layanan Laboratorium - Kegagalan pengambilan sampel
sehingga menimbulkan perlukaan
- Kesalahan pemberian label sampel
laboratorium
- Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan laboratorium
- Hasil pemeriksaan hilang atau
tertukar
- Sampel rusak atau hilang
- Tidak menggunakan APD
- Tertelan bahan infeksius
- Tertusuk jarum
8. Layanan KIA-KB - Kesalahan dalam mengidentifikasi
pasien
- Kesalahan tindakan yang
menimbulkan perlukaan
- Menggunakan alat yang tidak steril
- Tidak menggunakan APD
- Insiden tertusuk jarum
- Limbah medis berceceran
- Paparan dengan luka terbuka atau
cairan tubuh pasien
- Kesalahan menulis resep dengan
dosis obat
- Kesalahan diagnosa
9. Layanan Gigi - Kesalahan tindakan yang
menimbulkan perlukaan
- Menggunakan alat yang tidak steril
- Tidak menggunakan APD
- Insiden tertusuk jarum
- Limbah medis berceceran
- Kesalahan menulis resep dan dosis
obat
- Kesalahan mengidentifikasi pasien
NO Unit Pelayanan Risiko
- Alat kompresor berada dalam
ruangan pelayanan gigi
menyebabkan pasien terkejut
10. Layanan Radiologi - Kesalahan pemberian label di film
- Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan radiologi
- Hasil pemeriksaan hilang atau
tertukar
- Film rusak atau hilang
- Tidak menggunakan APD
Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading)
dengan memperhatikan:
1. Tingkat peluang/frekwensi kejadian (Likehood)
2. Tingkat dampak yang dapat/sudah ditimbulkan (Consequence)
Identifikasi juga dapat dikategorikan berdasarkan dampak sesuai dengan jenis-jenis
insiden keselamatan pasien sebagaimana dicontohkan dalam tabel berikut:
Error Kategori Hasil
No error Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya
A
kesalahan (KPC)
Error, no harm Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
B
(KPC)
Terjadi kesalahan dan obat sudah
C diminum/digunakan pasien tetapi tidak
membahayakan pasien (KTC)
Terjadi kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
D
dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien (KTC)
Error, harm Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut
E diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang
buruk yang bersifat sementara (KTD)
Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
F dirawat lebih lama di RS serta memberikan efek
buruk yang bersifat sementara (KTD)
Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk
G
yang bersifat permanen (KTD)
Error, harm Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa
H
pasien, contoh syok anafilaktik (KTD)
Error, death Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
I
(Sentinel)
3. Analisa Risiko
Analisa dilakukan dengan menentukan skor risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab
untuk mengelola/ mengendalikan risiko/ insiden tersebut termasuk kedalam kategori
biru/hijau/kuning/merah.
Tingkat
Deskripsi Dampak
Risiko
1 Tdk significant Tidak ada cedera
Minor Cedera ringan, misal luka lecet
2
Dapat diatasi dengan P3K
Moderat Cedera sedang, misal: luka robek
Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis
3 atau intelektual (reversible). Tdk berhubungan
dengan penyakit)
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
Mayor Cedera luas/berat, misal: cacat, lumpuh
Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis
4
atau intelektual (ireversible), tdk berhubungan
dengan penyakit
Katatropik Kematian yang tidak berhubungan dengan
5
perjalanan penyakit
Tingkat
kemungkinan Probabilitas Deskripsi
terjadi
1 Sangat jarang terjadi Sama atau lebih dari lima tahun sekali
Sama atau lebih dari 2 tahun tetapi kurang
2 Jarang terjadi
dari lima tahun sekali
Sama atau lebih dari satu tahun tetapi kurang
3 Mungkin terjadi
dari dua tahun sekali
4 Sering terjadi Beberapa kali setahun
Sangat sering terjadihampir tiap minggu atau
5 Sangat sering terjadi
tiap bulan terjadi
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tatalaksana selanjutnya. Untuk risiko/ insiden
dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana
sedangkan kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan
metode RCA (Root Cause Analysis) atau FMEA (Failure Mode Effect Analysis).
4. Evaluasi Risiko
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan
grading yang didapat dalam analisis.
2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai. Dan
meliputi proses sebagai berikut:
a. Menilai secara obyektif beratnya/dampak/akibat dan menentukan skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan/peluang/frekuensi suatu peristiwa terjadi
dan menentukan skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko
3. Penilaian risiko akan dilakukan oleh tim keselamatan pasien bersama penanggung
jawab unit pelayanan. Yang akan mengidentifikasi efek yang mungkin
terjadi,probabilitas terjadinya dan pemeringkatan risiko
4.
Probabilitas Tdk Katastropi
Minor Moderat Mayor
Significant k
1 2 3 4 5
Sangat sering terjadi
(Tiap minggu/bulan) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
5
Sering terjadi
(Beberapa
Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
kali/tahun)
4
Mungkin terjadi
(1-<2 tahun/kali) Rendah Rendah Tinggi Ekstrim Ekstrim
3
Jarang terjadi
(>2-<5 tahun/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
2
Sangat jarang terjadi
(> 5 tahun/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
1
5. Kelola Risiko
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke
level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari
insiden yang sudah terjadi.
LEVEL/BANDS Tindakan
EKSTREME Risiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45 hari, membutuhkan
(SANGAT tindakan segera, perhatian sampai ke direktur RS
TINGGI)
HIGH Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji dengan detail &
(TINGGI) perlu tindakan segera, serta membutuhkan tindakan top manajemen
MODERATE Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling lama 2 minggu,
(SEDANG) manajer/pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak terhadap bahaya &
kelola risiko
LOW Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana paling lama 1 minggu
(RENDAH) denagan prosedur rutin
Hasil analisis dituangkan dalam register risiko sebagaimana tabel dibawah ini:
No Pelayanan/ Risiko Tingkat Penyebab Akibat Pencegahan Upaya Pelaporan
Tempat kerja yang Risiko Terjadi penanganan
mengkin jika terjadi
terjadi risiko
A. Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko IKP yang masuk kategori biru atau hijau, maka tindak
lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui
tahapan:
KELOLA RISIKO BERDASARKAN RISK GRADING & JENIS IKP
Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus dikumpulkan sesegera
mungkin:
- Semua catatan medis dan catatan keperawatan
- Semua hasil pemeriksaan yang berhubungan dan penunjang diagnostic
- Incident report (Laporan keselamatan pasien)
- Kebijakan dan prosedur
- Integrated care pathway yang berhubungan
- Pernyataan-pernyataan dan hasil observasi
- Bukti fisik
- Daftar staf yang terlibat
- Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
- Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya insiden (Misal
pergantian jaga, ketersediaan petugas terlatih, kecukupan tenaga, dll)
6. Analisa Informasi
a. Teknik Why’s (atau Teknik why-why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah
dengan mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan
akhirnya akar masalah.
b. Analisis perubahan
Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek dari prosedur yang seharusnya.
c. Analisis Barrier
d. Analisis Fish Bone
b. Kegawatan (S= Severity) dengan skala pengukuran 1 sampai 10 dari tidak gawat
sampai dengan angat gawat.
Sebagai panduan dapat digunakan skala sebagai berikut ini:
Nilai Penjelasan Pengertian
10 Amat sangat Kesalahan yang dapat menyebabkan kematian
berbahaya pelanggan dan kerusakan sistem tanpa tanda-
tanda yang mendahului
9 Sangat berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan cedera
8 berat/permanen pada pelanggan atau
gangguan serius pada sistem yang dapat
menghentikan pelayanan dengan adanya tanda
yang mendahului
7 Berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan cedera
ringan sampai sedang dengan tingkat ketidak
puasan yang tinggi dari pelanggan dan/atau
menyebabkan ganggung sistem yang
membutuhkan perbaikan berat atau kerja ulang
yang signifikan
6 Berbahaya sedang Kesalahan berakibat pada cedera ringan
5 dengan sedikit ketidak puasan pelanggan
dan/atau menimbulkan masalah besar pada
sistem
4 Berbahaya ringan Kesalahan menyebakan cedera sangat ringan
3 sampai sedang atau tidak cedera tetapi dirasakan mengganggu
oleh pelanggan dan/atau menyebabkan
masalah ringan pada sistem yang dapat diatasi
dengan modifikasi ringan
2 Berbahaya ringan Kesalahan tidak menimbulkan cedera dan
pelanggan tidak menyadari adanya masalah
tetapi berpotensi menimbulkan cedera ringan
atau tidak berakibat pada sistem
1 Tidak berbahaya Kesalahan tidak menimbulkan cedera dan tidak
berdampak pada sistem
c. Kemudahan untuk dideteksi (D= Detectability) dengan skala pengukuran 1 sampai 10
dari paling mudah dideteksi sampai dengan sangat sulit dideteksi.
1. Urutkan model-model tersebut dari nilia RPN tertinggi ke nilai RPN terendah
2. Hitung kumulatif dari nilai RPN dari tiap model
3. Hiting persentase kumulatif dari nilai RPN pada setiap model
4. Perhatikan setiap model dengan persentase kumulatif 80%
5. Tetapkan nilai RPN pada persentase kumulatif 80% tersebut sebagai cut-off-point
10. Langakah 10 MENYUSUN KEGIATAN UNTUK MENGATASI (DESIGN ACTION/SOLUTION)
- Menyusun prosedur
komunikasi efektif dalam
pelayanan
- Melaksanakan komunikasi
efektif dalam pelayanan
sesuai prosedur
- Memonitor dan menindak
lanjut pelaksanaan
komunikasi efektif dalam
pelayanan dengan
menggunakan indicator yang
telah ditentukan
c Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya pelabelan obat prosedur pelabelan obat
kesalahan LASA High Alert dan obat LASA
pemberian - Kepatuhan 100 % - Melaksanakan prosedur
obat pelabelan obat pelabelan dengan benar
High Alert - Melaksanakan 5 benar
- Kepatuhan 100 % dalam pemberian obat
pelaksanaan 5 - Melakukan monitoring dan
benar dalam tindak lanjut upaya
pemberian obat penyediaan obat yang aman
dengan menggunakan
indicator yang sudah
ditetapkan
d Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya terhadap prosedur untuk mencegah
kesalahan pelaksanaan kesalahan prosedur tindak
prosedur prosedur tindakan klinis
tindakan yang kritis - Melaksanakan tindakan
- Kepatuhan 100 % klinis sesuai prosedur dan
melakukan double melakukan double check
check pada agar tidak terjadi salah sisi
tindakan agar atau salah orang
tidak terjadi salah - Melakukan monitoring dan
sisi tindak lanjut dengan
- Kepatuhan 100 % menggunakan indicator yang
melakukan double sudah ditetapkan
check pada
tindakan agar
tidak salah orang
5 Pengurangan - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya melakukan hand prosedur pengendalian
infeksi dalam hygiene dengan infeksi dalam pelayanan
pelayanan benar - Melaksanakan pengendalian
infeksi dalam pelayanan
- Kepatuhan 100 % sesuai kebijakan dan
menggunakan prosedur
APD sesuai - Melakukan monitoring dan
dengan ketentuan tindak lanjut dengan
menggunakan indicator yang
sudah ditetapkan
6 Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya melakukan kajian prosedur kajian pasien jatuh
pasien jatuh jatuh pada pasien - Melaksanakan upaya
di fasilitas pencegahan pasien jatuh
kesehatan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur .
- Melakukan monitoring dan
tindak lanjut sesuai dengan
indicator yang ditetapkan
Hasil dari pelaporan disampaikan dan didiskusikan dalam rapat bulanan klinik setiap Triwulan.
I. Mekanisme Pelaporan
Insiden
Investigasi sederhana
A. KEMENTERIAN KESEHATAN
Kementerian Kesehatan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan,
pengawasan, dan evaluasi terhadap kegiatan Keselamatan pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama secara berjenjang, melalui Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota. Asosiasi Dinas Kesehatan, asosiasi klinik, organisasi profesi kesehatan, dan
institusi pendidikan dapat diikut sertakan dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan
evaluasi tersebut.
C. DINAS KESEHATAN
Dinas Kesehatan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan
evaluasi terhadap kegiatan Keselamatan Pasien di Puskesmas. Pelaporan kegiatan Keselamatan
Pasien dan Manajemen Risiko, serta Insiden Keselamatan Pasien wajib diberi umpan balik dan
ditindak lanjuti dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien, dan meminimalkan
risiko dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama kepada masyarakat.
D. KLINIK MEDISTIRA 4
1. Kepala Klinik Medistira 4 melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan upaya
keselamatan pasien dan manajemen risiko di Klinik Medistira 4.
2. Kepala Klinik Medistira 4 membentuk tim yang bertanggung jawab untuk mengelola
upaya keselamatan pasien dan manajemen risiko Upaya Kesehatan Perorangan.
3. Dalam melaksanakan kegiatan Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko, perlu
disusun rencana program Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko yang terintegrasi
dalam Program Mutu Klinik dan Keselamatan Pasien, dilaksanakan, dimonitor, dan
dievaluasi
4. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien di Klinik Medistira 4 yang berupa Kejadian Tidak
Diharapkan dan/atau Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera, dan Kondisi
berpotensi Cedera wajib dilaporan paling lambat 2 x 24 jam kepada Kepala Klinik
Medistira 4, dan ditindak lanjuti.
5. Jika terjadi Insiden masuk derajat merah atau kuning, Kepala Klinik Medistira 4
menugaskan Tim Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien untuk melakukan investigasi
dengan menggunakan RCA. Analisis dan tindak lanjut harus sudah diselesaikan dalam
waktu paling lambat 45 hari.
6. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat biru, unit kerja yang
bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan menindaklanjuti paling
lambat dalam waktu satu minggu
7. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat hijau, unit kerja yang
bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan menindaklanjuti paling
lambat dalam waktu dua minggu
8. Hasil investigasi Insiden Keselamatan Pasien harus segera dilaporkan ke Kepala Klinik
Medistira 4.
BAB VI
PENUTUP
Pedoman keselamatan pasien dan manajemen risiko disusun sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan kesehatan di Klinik Medistira 4 baik dalam pelayanan klinis maupun
dalam penyelenggaraan kegiatan Upaya Kesehatan Perseorangan.
Pedoman ini dapat digunakan oleh para praktisi dan karyawan yang bekerja di Klinik
Medistira 4 dalam menyiapkan dan membangun sistem pelayanan yang minimal risiko dan
mengupayakan keselamatan pasien dan pengunjung.
LAMPIRAN
KLINIK MEDISTIRA 4
Izin No: 445.5/IOK/00011/DPMPTSP/2017
Jl. Raya Transyogi, Kp Cikalagan, RT.002 RW. 010
Desa Cileungsi,Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor
Telp. (021) 82499622
E m a i l : k l i n i k . m e d i s ti r a 4 @ y a h o o . c o m
LAPORAN INSIDEN
(Sifat Rahasia, tidak boleh difotocopy, wajib dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam)
I. DATA PASIEN:
Nama : ……………………………………………………………………………………….
Tanggal lahir : ……………………………………………………………………………………….
Nomor Rekam Medis : ……………………………………………………………………………………….
Jenis Kelamin : ……………………………………………………………………………………….
Penanggungjawab biaya : ……………………………………………………………………………………….
Jenis pasien : ……………………………………………………………………………………….
Tanggal masuk : ……………………………………………………………………………………….
DAMPAK
1 2 3 4 5
P 5
R
O 4
B
A 3
B
I
2
L
I 1
T
A
S
Jika terjadi suatu insiden, harus dilakukan severity assessment, jika hasil kajian
masuk kategori merah (risiko ekstrem) dan kuning (risiko tinggi), maka harus
dilakukan Root Cause Analysis. Jika masuk kategori hijau (risiko sedang), atau biru
(risiko rendah), maka cukup dilakukan investigasi sederhana.
b. Root Cause Analysis (RCA):
Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses untuk mengekplorasi semua factor
yang mungkin berhubungan dengan suatu kejadian dengan menanyakan apa kejadian
yang terjadi, mengapa kejadian tersebut terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk
mencegah kejadiatan tersebut terjadi lagi di masa mendatang.
Joint Commission International menganjurkan pelaksanaan RCA menigkuti 21
langkah, sebagai berikut :
Langkah Deskripsi Alat mutu yang digunakan
11 Pastikan/konfirmasikan akar
penyebab (Confirm root
causes)
18 Kembangkan cara
pengukuran efektiftifitas dan
pastikan keberhasilannya
(Develop measures of
effectiveness and ensure
their success)
21 Komunikasikan hasilnya
(Communicate the results)
Jika terjadi kejadian tidak diharapkan dengan kategori risiko ekstrem atau risiko
tinggi, maka Kepala FKTP harus membentuk tim untuk melakukan Root Cause Analysis
terhadap kasus tersebut. Tim yang dibentuk tersebut merupakan tim yang
keanggotaannya bukan karyawan yang terkait dengan kejadian. Segera setelah tim
dibentuk, maka tim akan memulai kegiatan dengan merumuskan masalah, yaitu
kejadian tidak diharapkan yang terjadi. Tim akan melakukan investigas kejadian dengan
mempelajari dokumen-dokumen atau rekam kegiatan, melakukan peninjauan ke
tempat kejadian, dan menggambarkan kronologi kejadian.
Selanjutnya tim akan melakukan analisis masalah dengan cara mengidentifikasi
factor-faktor yang berkaitan langsung terhadap kejadian, kemudian tim akan melakukan
identifikasi factor-faktor yang ikut mendorong atau berkontribusi terhadap terjadinya
kejadian. Tim akan melanjutkan melakukan analisis masalah dengan menggunakan
diagram tulang ikan atau diagram pohon masalah untuk menemukan penyebab-
penyebab masalah, menyusun rencana perbaikan sementara, dan selanjutnya
melakukan analisis lebih lanjut untuk mengenali system-sistem yang terkait dengan
kejadian atau akar-akar masalah. Akar-akar masalah yang diidentifikasi tersebut
diverifikasi dengan didukung data dan informasi yang terkait dengan kejadian.
Selanjutnya disusun strategi dan tindakan perbaikan sesuai dengan akar-akar masalah
yang diidentifikasi. Tiap tindakan yang akan dilakukan dinilai apakah dapat dilakukan
dan akan berdampak pada perbaikan, yang selanjutnya disusun rencana aksi yang dapat
diterima oleh Kepala FKTP untuk diterapkan. Tiap tindakan yang direncanakan harus
dapat diukur keberhasilannya sebagai dasar untuk melakukan evaluasi. Jika diperlukan
dapat dilakukan tindakan tambahan. Setelah seluruh kegiatan dilaksanakan, hasil
dilaporkan kepada Kepala FKTP.
b) Kegawatan (S = severity) dengan skala pengukuran 1 sampai 10: dari tidak gawat
sampai dengan sangat gawat.
Sebagai panduan dapat digunakan skala berikut ini:
Nilai Penjelasan Pengertian
d) Risk Priority Number (RPN) pada langkah 9 dihitung dengan mengalikan Occurrence
dengan Severity dan Detectable. Jadi, RPN = O x S x D.
Tidak semua model harus diselesaikan, melainkan harus diprioritaskan. Untuk
memprioritaskan dapat dilakukan dengan menggunakan diagram Pareto, dengan
langkah sebagai berikut:
Membuat tabel bantu untuk membuat diagram Pareto, sebagai berikut:
No Model RPN Kumulatif % ase kumulatif
a. Urutkan model-model tersebut dari nilai RPN tertinggi ke nilai RPN terendah
b. Hitung kumulatif dari nilai RPN dari tiap model
c. Hitung persentase kumulatif dari nilai RPN pada tiap model
d. Perhatikan model dengan persentase kumulatif 80 %
e. Tetapkan nilai RPN pada persentase kumulatif 80 % tersebut sebagai cut off
point.
Failure Mode and Effect Analysis dilakukan menggunakan tabel berikut:
Standar Akreditasi Tempat praktik dokter mandiri: 2.7.3. Ada jaminan kebersihan dan
keamanan dalam penyimpanan, penyiapan, dan pemberian obat kepada pasien serta
penatalaksanaan obat kedaluwarsa/rusak, 2.7.4. Efek samping yang terjadi akibat pemberian
obat-obat yang diresepkan atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu harus
didokumentasikan dalam rekam medis pasien, 2.11.2. Dokter praktik mandiri bertanggung
jawab untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi dalam menyediakan pelayanan kesehatan.
Agar dapat memenuhi standar tersebut, perlu diterapkan prinsip-prinsip keselamatan pasien,
yaitu:
1. Keterbukaan: didorong untuk melaporkan jika terjadi kesalahan tanpa rasa takut untuk
disalahkan. Pasien dan keluarga diinformasikan tentang kejadian yang terjadi dan
mengapa kejadian tersebut terjadi.
2. Pembelajaran: system pelayanan didorong untuk belajar untuk meningkatan metoda
dan upaya mencegah terjadinya kesalahan dan belajar dari kesalahan
3. Kejelasan Kewenangan (pemberdayaan praktisi klinis) untuk mengambil tindakan untuk
mengatasi masalah
4. Kejelasan siapa saja yang bertanggung jawab (akuntabilitas) terhadap suatu kejadian
atau tindakan yang dilakukan
5. Budaya adil (just culture): perlakuan yang adil dan tidak dipersalahkan jika terjadi
kegagalan system
6. Kearifan dalam memprioritaskan masalah dan tindakan
7. Pelayanan klinis dilakukan oleh praktisi klinis sesuai dengan kompetensi dan
kewenangan, sesuai dengan panduan praktik klinik
8. Peran serta aktif semua praktisi klinis, dan kerja tim.
9. Kerja tim merupakan upaya yang efektif dalam mencegah terjadinya kesalahan, dan
membangun sikap saling percaya dan saling menghargai
Untuk klinik dan puskesmas, tahapan untuk memenuhi standar tersebut dilaksanakan dengan
mengikuti sembilan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membentuk tim mutu klinis dan keselamatan pasien dengan program kerja yang jelas
2. Menetapkan area prioritas dalam pelayanan klinis yang menjadi focus untuk upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3. Mengembangkan tata nilai dan budaya keselamatan pasien
4. Melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap mutu pelayanan klinis dan perilaku
dalam pemberian pelayanan klinis
5. Melaksanakan pelayanan klinis sesuai dengan prosedur dan panduan praktik klinis
6. Menerapkan manajemen risiko dalam pelayanan klinis
7. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan mutu klinis dan keselamatan pasien.
Pembelajaran melalui penerapan manajemen risiko klinis pada area prioritas.
8. Mengupayakan tercapainya enam sasaran keselamatan pasien
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien
Penggunaan alat pelindung diri baik gaun, sarung tangan, apron, kaca mata
untuk proteksi diri, maupun masker perlu diperhatikan pada saat memberikan
pelayanan yang membutuhkan alat pelindung diri.
Untuk mencegah terkena benda tajam yang terinfeksi maupun sampah infeksius
perlu dilakukan pembuangan sampah medis infeksius dengan benar.
Tingkat risiko : diisi dengan risiko ekstrem, risiko tinggi, risiko sedang, atau risiko rendah,
dengan menggunakan severity assessment.
Penyebab terjadi: diisi dengan kemungkinan penyebab terjadinya risiko.
Akibat: diisi dengan akibat yang mungkin terjadi terkait dengan risiko.
Pencegahan: diisi dengan upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya risiko
Upaya penanganan jika terjadi insiden: diisi dengan tindakan atau kegiatan yang perlu
dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap akibat dari insiden, dan melakukan
mitigasi untuk meminimalkan akibat dari insiden
Pelaporan: diisi dengan kepada siapa laporan jika terjadi insiden, kapan harus
dilaporkan, dan siapa yang melaporkan