Anda di halaman 1dari 53

PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RISKO

DI KLINIK MEDISTIRA 4

DISETUJUI OLEH :
KEPALA KLINIK MEDISTIRA 4
KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2019
PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RISKO
DI KLINIK MEDISTIRA 4

I. Pendahuluan 1
II. Ruang Lingkup 4
III. Tatalaksana 6
Upaya Keselamatan pasien 28
IV. Pelaporan 34
V. Pembinaan Dan Pengawasan 35
VI. Penutup 37

Lampiran
- Form Laporan Insiden
- Keselamatan Pasien dan Manajemen resiko Penyelenggaraan Pelayanan Klinis di Klinik
Medistira 4
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat yang dikategorikan tidak aman, sekitar
10 % pasien yang dirawat di sarana kesehatan di negara maju dan lebih dari 10 % di negara
berkembang mengalami kejadian tidak diharapkan.
Cedera mungkin saja dialami oleh pasien atau pengunjung sarana pelayanan kesehatan
baik akibat kondisi sarana, prasarana, dan peralatan yang ada, maupun akibat pelayanan yang
diberikan. Cedera atau kejadian yang tidak diharapkan terjadi bukan karena kesengajaan, tetapi
karena rumitnya pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
cedera atau kejadian tidak diharapkan, seperti tidak tersedianya sumber daya manusia yang
kompeten, kondisi fasilitas, maupun ketersediaan obat dan peralatan kesehatan yang tidak
memenuhi standar.
Tidak hanya pelayanan klinis saja yang berisiko terhadap pasien, pengunjung, dan
lingkungan, tetapi kegiatan-kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat juga
berisiko terhadap keselamatan sasaran kegiatan, masyarakat, maupun lingkungan.
Pelayanan kesehatan yang tidak menjamin keselamatan bagi pasien, pengunjung, dan
pengguna pelayanan akan menjadi beban bagi masyarakat, pemerintah, dan sarana kesehatan
itu sendiri.
Pasien, pengunjung, dan masyarakat dapat mengalami cedera atau kejadian tidak
diharapkan terkait dengan infeksi, kesalahan pemberian obat, pembedahan yang tidak aman,
alih pasien yang tidak dilakukan dengan tepat, kesalahan identifikasi, kondisi fasilitas pelayanan
yang tidak aman, maupun akibat penyelenggaraan kegiatan pada upaya kesehatan masyarakat
yang tidak memperhatikan aspek keselamatan.
Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan kesehatan perlu diidentifikasi dan
dikelola dengan baik untuk mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat
yang dilayani.
Standar akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, baik untuk puskesmas, klinik
pratama, maupun tempat praktik dokter/dokter gigi mensyaratkan diterapkan manajemen
risiko sebagai upaya untuk meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran kegiatan upaya kesehatan
masyarakat, dan lingkungan, yang terkait dengan pelayanan yang disediakan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan menjamin keselamatan pasien.
Pedoman ini disusun dengan tujuan menyediakan pedoman bagi Klinik Medistria 4
dalam mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung dan masyarakat melalui penerapan
manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan
tersebut.

B. TUJUAN
1. Memberikan panduan sistem manajemen risiko yang berlaku di Klinik Medistria 4.
2. Memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses identifikasi,
analisa dan pengelolaan risiko dapat memberi manfaat bagi peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di Klinik Medistria 4.
3. Membangun sistem monitoring dan komunikasi yang efektif diantara petugas sehingga
pencapaian tujuan dan penerapannya berjalan berkesinambungan.

C. BATASAN OPERASIONAL
1. Risiko adalah peluang/probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut, WHO), yang akan
berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Klinik adalah upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan risiko
(grading) dan mengendalikan/mengelola risiko tersebut baik secara proaktif risiko yang
mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberian
dampak negative seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu di klinik.
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. IKP
terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien.
5. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cedera pada
pasien tapi belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cedera pada pasien.
6. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien dan sudah terpapar ke pasien tetapi ternyata tidak menimbulkan cedera pada
pasien.
7. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi.
8. Kejadian sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah mengakibatkan
kematian atau cedera fisik/psikologis serius, atau kecacatan pada pasien, termasuk
didalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang tidak diantisipasi dan tidak
berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi medis dasar
pasien; bunuh diri, kehilangan permanen dari sebagian besar fungsi tubuh yang tidak
berhubungan dengan penyakit dasar pasien; pembedahan yang salah lokasi/salah
prosedur/salah pasien; penculikan bayi atau bayi yang dibawa pulang oleh orang tua
yang salah.
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan
mengantisipasi/mengelola/mengendalikan insiden secara berkesinambungan.
10. Risiko sisa adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya
pengendalian tindakan dilakukan.
11. Penilaian risiko adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi terjadi
dalam pelayanan di Klinik dengan mempertimbangkan klasifikasi dan derajat (grading)
kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko tersebut.
12. Penilaian risiko adalah anggota staf (manajer atau yang lain) yang telah menghadiri
pelatihan manajemen risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen untuk
memastikan bahwa tiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilaian risiko yang
terlatih.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP MANAJEMEN RISIKO


Ruang lingkup manajemen risiko yang ada di Klinik Medistria 4 meliputi:
1. Risiko yang terkait dengan pelayanan pasien atau kegiatan pelayanan kesehatan: adalah
risiko yang mungkin dialami oleh pasien atau sasaran kegiatan UKP, atau masyarakat
akibat pelayanan yang disediakan oleh Klinik, Misalnya: risiko yang dialami pasien ketika
terjadi kesalahan pemberian obat.
2. Risiko yang terkait dengan petugas klinis yang memberikan pelayanan: adalah risiko
yang mungkin dialami oleh petugas klinis ketika memberikan pelayanan, misalnya
perawat tertusuk jarum suntik sehabis melakukan penyuntikan.
3. Risiko yang terkait dengan petugas non klinis, seperti petugas laundry, petugas
kebersihan, petugas sanitasi.
4. Risiko yang terkait dengan sarana tempat pelayanan: adalah risiko yang mungkin dialami
oleh petugas, pasien, sasaran kegiatan pelayanan, masyarakat, maupun lingkungan
akibat fasilitas pelayanan.
5. Risiko finansial: adalah risiko kerugian finansial yang mungkin dialami oleh Klinik akibat
pelayanan yang disediakan.
6. Risiko lain diluar lima risiko diatas: adalah risiko-risiko lain yang tidak termasuk pada
lingkup risiko 1 sampai dengan 5, misalnya kecelakaan ambulans, kecelakaan kendaraan
dinas yang digunakan.

Uraian tanggung jawab manajemen risiko:


1. Tanggung jawab Kepala Klinii
 Menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko di Klinik.
 Menetapkan dan membentuk Tim Keselamatan Pasien
 Mengawasi dan memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik dan
berkembang.
 Menerima laporan dan merekomendasikan pengelolaan pengendalian risiko
serta menindaklanjuti sesuai arahan dan kebijakan Klinik termasuk pendanaan
 Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan insiden keselamatan pasien sesuai
tingkat risiko.
2. Tanggung jawab Tim Keselamatan Pasien
 Membuat rencana kerja keselamatan pasien di Klinik.
 Membentuk Tim Penilai Risiko.
 Menerima daftar risiko yang diberikan oleh penanggung jawab unit pelayanan,
menganalisa temuan risiko yang berasal dari luar (eksternal).
 Memantau serta mendorong semua petugas untuk melaksanakan manajemen
risiko.
 Melaporkan hasil temuan kepada Kepala Klinik dan melakukan diskusi serta
menindaklanjuti hasil diskusi.

3. Tanggung jawab penanggung jawab Unit Pelayanan


 Menerima laporan temuan-temuan risiko dan insiden keselamatan pasien di unit
pelayanan.
 Membuat daftar risiko yang ada pada unit pelayanan dan melaporkan kepada
tim keselamatan pasien..
 Menilai tingkat risiko bersama tim keselamatan pasien serta melakukan diskusi
untuk langkah-langkah yang diambil dalam rangka meminimalkan atau
menghilangkan risiko.

4. Tanggung jawab petugas pemberi layanan klinis


 Memberikan informasi kepada penanggung jawab Unit Pelayanan setiap bahaya,
risiko serta kejadian yang ada di unit pelayanan.
 Melaksanakan pedoman manajemen risiko yang telah ditetapkan.
 Mencatat dan mendokumentasikan apabila terjadi insiden.
 Ikut serta dalam mengupayakan langkah-langkah pengendalian risiko.
BAB III
TATA LAKSANA

Manajeman risiko adalah proses berkesinambungan dan berkelanjutan. Risiko mungkin


terpapar pada pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan organisasi yang terus menerus
berubah dan harus diidentifikasi.
Program manajemen risiko menggunakan 5 tahapan proses yaitu:
1. Menetapkan lingkup manajemen risiko
2. Identifikasi risiko
3. Analisis risiko
4. Evaluasi risiko
5. Kelola risiko

1. Menetapkan Lingkup Manajemen Risiko


Lingkup manajemen risiko yang akan dianalisis harus ditetapkan terlebih dahulu,
misalnya: risiko yang terkait dengan pelayanan pasien.

2. Identifikasi Risiko
Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai sumber, misalnya:
 Informasi dari internal yang didapat dari laporan masing masing unit pelayanan
 Informasi eksternal yang didapat dari pedoman pemerintah, organisasi atau
Lembaga penelitian
 Pemeriksaan atau audit eksternal
Berikut contoh daftar risiko berdasarkan ruang lingkupnya:
1. Area Lingkungan
NO Bagian Risiko
1. Sarana - Kerusakan bangunan atau sarana dan
prasarana
- Fasilitas sanitasi seperti wastafel buntu, air
tidak lancar, sampah medis tidak tersedia,
toilet rusak
2. Keamanan lingkungan - Tersengat listrik
- Terpapar dengan bahan berbahaya
- Tertimpa benda jatuh
- Tersiram air panas
- Terpeleset
- Pencurian
3. Limbah - Sistem pembuangan limbah yang belum
standar
- Paparan limbah pada lngkungan
2. Area Layanan Klinis
Area layanan klinis terdiri dari unit pelayanan yang ada di klinik.
NO Unit Pelayanan Risiko
1. Loket Pendaftaran dan Rekam - Pasien menunggu lama
Medis - Kesalahan pemberian identitas
rekam medis
- Kesalahan pengambilan rekam
medis
- Kegagalan memperoleh informed
consent
- Kesalahan pelabelan rekam medis
- Kebocoran informasi rekam medis
- Ketidak lengkapan catatan dalam
rekam medis
- Kehilangan/kesalahan penyimpanan
rekam medis
2. layanan Umum - Kesalahan mengidentifikasi pasien/
salah orang
- Kesalahan dalam pengkajian/
anamesa
- Tidak menggunakan alat pelindung
diri (APD)
- Kesalahan diagnosis
3. Pemeriksaan oleh Dokter - Kesalahan mengidentifikasi pasien
- Kesalahan dalam diagnosis
- Kesalahan dalam pemberian resep
- Kesalahan dalam terapi
- Kesalahan dalam edukasi
- Tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD)
4. Layanan Tindakan - Kesalahan dalam mengidentifikasi
pasien
- Kesalahan tindakan yang
menimbulkan perlukaan
- Menggunakan alat yang tidak steril
- Tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD)
- Insiden tertusuk jarum
- Limbah medis berceceran
- Paparan dengan luka terbuka atau
cairan tubuh pasien
- Kesalahan pemberian obat/injeksi
- Monitoring tindakan yang kurang
baik
NO Unit Pelayanan Risiko
5. Pelayanan Konseling Terpadu - Terpapar penyakit
6. Layanan Depo Obat - Penulisan resep yang tidak baik
- Riwayat alergi obat yang tidak
teridentifiksi
- Kesalahan identifikasi pasien dalam
pemberian obat
- Kegagalan memantau efek samping
obat
- Kesalahan edukasi cara minum obat
7. Layanan Laboratorium - Kegagalan pengambilan sampel
sehingga menimbulkan perlukaan
- Kesalahan pemberian label sampel
laboratorium
- Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan laboratorium
- Hasil pemeriksaan hilang atau
tertukar
- Sampel rusak atau hilang
- Tidak menggunakan APD
- Tertelan bahan infeksius
- Tertusuk jarum
8. Layanan KIA-KB - Kesalahan dalam mengidentifikasi
pasien
- Kesalahan tindakan yang
menimbulkan perlukaan
- Menggunakan alat yang tidak steril
- Tidak menggunakan APD
- Insiden tertusuk jarum
- Limbah medis berceceran
- Paparan dengan luka terbuka atau
cairan tubuh pasien
- Kesalahan menulis resep dengan
dosis obat
- Kesalahan diagnosa
9. Layanan Gigi - Kesalahan tindakan yang
menimbulkan perlukaan
- Menggunakan alat yang tidak steril
- Tidak menggunakan APD
- Insiden tertusuk jarum
- Limbah medis berceceran
- Kesalahan menulis resep dan dosis
obat
- Kesalahan mengidentifikasi pasien
NO Unit Pelayanan Risiko
- Alat kompresor berada dalam
ruangan pelayanan gigi
menyebabkan pasien terkejut
10. Layanan Radiologi - Kesalahan pemberian label di film
- Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan radiologi
- Hasil pemeriksaan hilang atau
tertukar
- Film rusak atau hilang
- Tidak menggunakan APD

Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading)
dengan memperhatikan:
1. Tingkat peluang/frekwensi kejadian (Likehood)
2. Tingkat dampak yang dapat/sudah ditimbulkan (Consequence)
Identifikasi juga dapat dikategorikan berdasarkan dampak sesuai dengan jenis-jenis
insiden keselamatan pasien sebagaimana dicontohkan dalam tabel berikut:
Error Kategori Hasil
No error Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya
A
kesalahan (KPC)
Error, no harm Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
B
(KPC)
Terjadi kesalahan dan obat sudah
C diminum/digunakan pasien tetapi tidak
membahayakan pasien (KTC)
Terjadi kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
D
dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien (KTC)
Error, harm Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut
E diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang
buruk yang bersifat sementara (KTD)
Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
F dirawat lebih lama di RS serta memberikan efek
buruk yang bersifat sementara (KTD)
Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk
G
yang bersifat permanen (KTD)
Error, harm Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa
H
pasien, contoh syok anafilaktik (KTD)
Error, death Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
I
(Sentinel)

3. Analisa Risiko
Analisa dilakukan dengan menentukan skor risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab
untuk mengelola/ mengendalikan risiko/ insiden tersebut termasuk kedalam kategori
biru/hijau/kuning/merah.
Tingkat
Deskripsi Dampak
Risiko
1 Tdk significant Tidak ada cedera
Minor  Cedera ringan, misal luka lecet
2
 Dapat diatasi dengan P3K
Moderat  Cedera sedang, misal: luka robek
 Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis
3 atau intelektual (reversible). Tdk berhubungan
dengan penyakit)
 Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
Mayor  Cedera luas/berat, misal: cacat, lumpuh
 Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis
4
atau intelektual (ireversible), tdk berhubungan
dengan penyakit
Katatropik  Kematian yang tidak berhubungan dengan
5
perjalanan penyakit

Tingkat
kemungkinan Probabilitas Deskripsi
terjadi
1 Sangat jarang terjadi Sama atau lebih dari lima tahun sekali
Sama atau lebih dari 2 tahun tetapi kurang
2 Jarang terjadi
dari lima tahun sekali
Sama atau lebih dari satu tahun tetapi kurang
3 Mungkin terjadi
dari dua tahun sekali
4 Sering terjadi Beberapa kali setahun
Sangat sering terjadihampir tiap minggu atau
5 Sangat sering terjadi
tiap bulan terjadi

Hal ini akan menentukan evaluasi dan tatalaksana selanjutnya. Untuk risiko/ insiden
dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana
sedangkan kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan
metode RCA (Root Cause Analysis) atau FMEA (Failure Mode Effect Analysis).

4. Evaluasi Risiko
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan
grading yang didapat dalam analisis.
2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai. Dan
meliputi proses sebagai berikut:
a. Menilai secara obyektif beratnya/dampak/akibat dan menentukan skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan/peluang/frekuensi suatu peristiwa terjadi
dan menentukan skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko
3. Penilaian risiko akan dilakukan oleh tim keselamatan pasien bersama penanggung
jawab unit pelayanan. Yang akan mengidentifikasi efek yang mungkin
terjadi,probabilitas terjadinya dan pemeringkatan risiko
4.
Probabilitas Tdk Katastropi
Minor Moderat Mayor
Significant k
1 2 3 4 5
Sangat sering terjadi
(Tiap minggu/bulan) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
5
Sering terjadi
(Beberapa
Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
kali/tahun)
4
Mungkin terjadi
(1-<2 tahun/kali) Rendah Rendah Tinggi Ekstrim Ekstrim
3
Jarang terjadi
(>2-<5 tahun/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
2
Sangat jarang terjadi
(> 5 tahun/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
1

5. Kelola Risiko
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke
level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari
insiden yang sudah terjadi.

LEVEL/BANDS Tindakan
EKSTREME Risiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45 hari, membutuhkan
(SANGAT tindakan segera, perhatian sampai ke direktur RS
TINGGI)
HIGH Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji dengan detail &
(TINGGI) perlu tindakan segera, serta membutuhkan tindakan top manajemen
MODERATE Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling lama 2 minggu,
(SEDANG) manajer/pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak terhadap bahaya &
kelola risiko
LOW Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana paling lama 1 minggu
(RENDAH) denagan prosedur rutin
Hasil analisis dituangkan dalam register risiko sebagaimana tabel dibawah ini:
No Pelayanan/ Risiko Tingkat Penyebab Akibat Pencegahan Upaya Pelaporan
Tempat kerja yang Risiko Terjadi penanganan
mengkin jika terjadi
terjadi risiko

Keterangan cara mengisi tabel:


- Pelayanan/tempat kerja: diisi dengan jenis pelayanan UKP, misalnya Pelayanan UKP:
Pelayanan laboratorium, atau tempat kerja: Ruang Tunggu Pasien.
- Risiko yang mungkin terjadi: risiko-risiko yang terkait dengan kegiatan pelayanan,
atau risiko yang dapat terjadi di tempat kerja.
- Tingkat risiko: diisi dengan risiko ekstrem, risiko tinggi, risiko sedang atau risiko
rendah, dengan menggunakan severity assessment.
- Penyebab terjadi: diisi dengan kemungkinan penyebab terjadinya risiko.
- Akibat: diisi dengan akibat yang mungkin terjadi terkait dengan risiko.
- Pencegahan: diisi dengan upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya risiko.
- Upaya penanganan jika terjadi insiden: diisi dengan tindakan tindakan atau kegiatan
yang perlu dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap akibat dari insiden, dan
melakukan koreksi terhadap akibat dari insiden, dan melakukan mitigasi untuk
meminimalkan akibat dari insiden.
- Pelaporan: diisi dengan kepada siapa laporan jikan terjadi insiden, kapan harus
dilaporkan, dan siapa yang melaporkan.

A. Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko IKP yang masuk kategori biru atau hijau, maka tindak
lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui
tahapan:
KELOLA RISIKO BERDASARKAN RISK GRADING & JENIS IKP

1. Identifikasi insiden dan di grading


2. Mengumpulkan data dan informasi
- Observasi
- Telaah dokumen
- Wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisa dan evaluasi sederhana:
a. Penyebab langsung:
- Individu
- Peralatan
- Lingkungan tempat kerja
- Prosedur kerja
b. Penyebab tidak langsung
- Individu
- Tempat kerja
5. Rekomendasi jangka pendek, jangka menengah, jangka Panjang.

LEMBAR KERJA INVESTIGASI SEDERHANA


Untuk Bands Risiko BIRU/HIJAU
Penyebab langsung insiden:
Penyebab yang melatarbelakangi/akar masalah insiden:

Rekomendasi: Penanggung jawab: Tanggal:

Tindakan yang akan dilakukan: Penanggung jawab: Tanggal:

B. RCA (Root Cause Analysis)


Langkah-langkah untuk melakukan analisis akar masalah (RCA)
1. Identifikasi Insiden yang akan di Investigasi
2. Tentukan tim investigator
3. Kumpulkan data
(Observasi, Dokumentasi, Interview) INVESTIGASI
4. Petakan kronologis kejadian
(Narratif chronology, Brainwriting, Nominal Group
Technique)
5. Identifikasi masalah (CMP)
(Brainstorming, Brainwriting, Analisis penghalang,
Fish Bone)
ANALISA
6. Analisis Informasi
(5 Why’s, Analisis perubahan, Analisis penghalang,
Fish Bone, dll)
7. Rekomendasi dan Rencana Kerja untuk Improvement IMPROVE

1. Identifikasi insiden: Root Cause Analysis digunakan untuk menganalisa dan


mengevaluasi IKP pada derajat kuning dan merah.
2. Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen (anggota tidak lebih dari
10 orang):
c. Ketua PMKP
d. Tim Penilai Risiko (Penanggung jawab unit pelayanan)
e. Tim audit internal
f. Notulen (Sekretaris PMKP)
3. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan berbagai cara:
a. Observasi
Observasi langsung kepada praktek di lapangan dan tempat kejadian.
b. Telaah Dokumentasi
Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh
pedoman/panduan/SOP terkait dengan insiden untuk korelasi keduanya.
c. Wawancara
Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait secara terpisah
termasuk pada pihak yang dirugikan/pasien dalam insiden tersebut.
Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini:
1. Mengamankan informasi untuk memastikan dpat digunakan selama investigasi dan
jika kasus disidangkan ke pengadilan
2. Identifikasi kebijakan dan prosedur yang relevan
3. Menggambarkan insiden secara akurat
4. Mengorganisasi informasi
5. Memberikan petunjuk kepada tim investigasi

Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus dikumpulkan sesegera
mungkin:
- Semua catatan medis dan catatan keperawatan
- Semua hasil pemeriksaan yang berhubungan dan penunjang diagnostic
- Incident report (Laporan keselamatan pasien)
- Kebijakan dan prosedur
- Integrated care pathway yang berhubungan
- Pernyataan-pernyataan dan hasil observasi
- Bukti fisik
- Daftar staf yang terlibat
- Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
- Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya insiden (Misal
pergantian jaga, ketersediaan petugas terlatih, kecukupan tenaga, dll)

4. Pemetaan kronologi kejadian dilakukan dengan cara:


a. Kronologis naratif: berguan pada laporan akhir insiden
b. Timeline: menelusuri rantai insiden secara kronologis dan bergua untuk menemukan
bagian dalam proses dimana insiden terjadi
c. Tubular timeline: seperti timeline tapi lebih detil terutama dalam hal good practice &
CMP (Care Management Problem), berguna untuk kejadian yang berlangsung lama
d. Time Person Grid: untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan seseorang,
sebelum selama dan sesudah kejadian. Berguan pada kejadian yang melibatkan
banyak orang namun dalam waktu pendek.

5. CMP (Care Management Problem)


Adverse event yang berkaitan dengan penyimpangan dari standar pelayanan yang telah
ditetapkan dan berdampak langsung atau tidak langsung kepada pasien.

6. Analisa Informasi
a. Teknik Why’s (atau Teknik why-why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah
dengan mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan
akhirnya akar masalah.
b. Analisis perubahan
Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek dari prosedur yang seharusnya.
c. Analisis Barrier
d. Analisis Fish Bone

7. Rekomendasi dan tindak lanjut

C. FMEA (Failure Mode Effect Analysis)


Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu isiden, metode FMEA
digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan proses) yang berpotensi
terjadi kemudian mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul diikuti analisis akar
masalah, sebelum melakukan desain proses untuk meminimalisir risiko modus
kegagalan/dampaknya kepada pasien. FMEA merupakan proses proaktif untuk
memperbaiki kinerja dengan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi sehingga
akhirnya meningkatkan keselamatan pasien. ( F=Failure, yaitu saat sistem tidak bekerja
sesuai yang diharapkan; E=Effect, yaitu dampak/konsekuensi dari modus kegagalan tadi;
A=Analysis, yaitu upaya investigasi terhadap proses secara detail).
Pada prinsipnya langkah-langkah untuk menjalankan FMEA meliputi:
1. Identifikasi proses yang berisiko tinggi (Identifikasi)
2. Bentuk tim FMEA (TIM)
3. Menggambarkan alur proses yang ada sekarang
4. Mengenali model-model kegagalan atau kesalahan pada proses tersebut
5. Mengenali penyebab terjadinya kegagalan untuk setiap model tersebut
6. Mengenali akibat dari kegagalan untuk setiap model tersebut
7. Melakukan penilaian terhadap setiap model tersebut
8. Menghitung Risk Priority Number (RPN)
9. Menentukan Batasan (cut-off-point) RPN untuk menentukan urutan prioritas dari
model-model yang diidentifikasi
10. Menyusun kegiatan untuk mengatasi (design action/solution)
11. Menentukan cara memvalidasi untuk menilai keberhasilan solusi yang direncanakan
12. Menggambarkan alur proses yang baru

1. Langkah 1 IDENTIFIKASI PROSES BERESIKO TINGGI


Proses yang dimaksud dapat merupakan proses yang baru dan belum dilakukan
(misalnya pembelian alat baru, pemakaian rekam medik elektronik), proses yang berjalan,
berisiko tinggi walaupun belum menimbulkan insiden (Misalnya pemeriksaan di
laboratorium) dan atau proses yang hendak dianalisis dengan FMEA, kumpulan proses yang
ada di grading untuk menentukan skor risiko (sebagaimana dalam prosedur RCA, Risk
Assesment)

2. Langkah 2 MEMBENTUK TIM FMEA


Komposisi dan prosedurnya mirip RCA di atas, terdiri dari orang-orang multi disiplin
yang tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang), yang memahami proses yang akan
dianalisa, mewakili unit yang akan dianalisa, dan memiliki kemampuan berpikir kritikal.
Menetapkan tujuan analisis, keterbatasan yang dimiliki tim tersebut, dan menyusun
jadwal kegiatan tim untuk melaksanakan FMEA. Menetapkan peran dari setiap anggota tim
saat akan melakukan analisis dengan FMEA.

3. Langkah 3 GAMBARKAN ALUR PROSES YANG ADA SEKARANG


Gambarkan seluruh tahapan dalam alur proses beserta dengan sub-proses dari masing-
masing tahapan proses. Kemudian uraikan modus kegagalan (dalam sub-proses) dari
masing-masing tahapan dalam alur proses tersebut.
Contoh Diagram Alur Proses:
4. Langkah 4 MENGENALI MODEL-MODEL KEGAGALAN ATAU KESALAHAN PADA PROSES
TERSEBUT

5. Langkah 5 MENGENALI PENYEBAB TERJADINYA KEGAGALAN ATAU KESALAHAN UNTUK


STIAP MODEL TERSEBUT

6. Langkah 6 MENGENALI AKIBAT DARI KEGAGALAN UNTUK SETIAP MODEL TERSEBUT

7. Langkah 7 MELAKUKAN PENILAIAN TERHADAP SETIAP MODEL KEGAGALAN ATAU


KESALAHAN
Penilaian terhadap setiap model kegagalan pada langkah 7 dilakukan dengan
memperhatikan tiga variabel (Goodman,.S.L, The Basic of FMEA. 1996), yaitu:
a. Sering tidak terjadi (Occurence) dengan skala pengukuran 1 sampai 10 dari tidak
pernah terjadi sampai dengan sangat sering tidak terjadi. Panduan untuk
menentukan sering tidaknya terjadi, dapat digunakan skala berikut ini:
Nilai Penjelasan Pengertian
10 Kemungkinan terjadinya Kesalahan terjadi paling tidak sekali sehari
dapat dipastikan atau hampir setiap saat
9 Hampir tidak dapat Kesalahan dapat diprediksi terjadi atau terjadi
dihindarkan setiap 3 sampai 4 hari

8 Kemungkinan terjadi Kesalahan sering terjadi atau terjadi paling


7 sangat tingggi tidak seminggu sekali

6 Kemungkinan terjadi Kesalahan terjadi sekali sebulan


5 tinggi sedang
4 Kemungkinan terjadi Kesalahan kadang terjadi, atau sekali tiap tiga
3 sedang bulan
2 Kemungkinan terjadi Kesalahan jarang terjadi atau terjadi sekitar
rendah sekali setahun
1 Kemungkinan terjadi Kesalahan hampir tidak pernah terjadi, atau
amat sangat rendah tidak ada yang ingat kapan terakhir terjadi

b. Kegawatan (S= Severity) dengan skala pengukuran 1 sampai 10 dari tidak gawat
sampai dengan angat gawat.
Sebagai panduan dapat digunakan skala sebagai berikut ini:
Nilai Penjelasan Pengertian
10 Amat sangat Kesalahan yang dapat menyebabkan kematian
berbahaya pelanggan dan kerusakan sistem tanpa tanda-
tanda yang mendahului
9 Sangat berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan cedera
8 berat/permanen pada pelanggan atau
gangguan serius pada sistem yang dapat
menghentikan pelayanan dengan adanya tanda
yang mendahului
7 Berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan cedera
ringan sampai sedang dengan tingkat ketidak
puasan yang tinggi dari pelanggan dan/atau
menyebabkan ganggung sistem yang
membutuhkan perbaikan berat atau kerja ulang
yang signifikan
6 Berbahaya sedang Kesalahan berakibat pada cedera ringan
5 dengan sedikit ketidak puasan pelanggan
dan/atau menimbulkan masalah besar pada
sistem
4 Berbahaya ringan Kesalahan menyebakan cedera sangat ringan
3 sampai sedang atau tidak cedera tetapi dirasakan mengganggu
oleh pelanggan dan/atau menyebabkan
masalah ringan pada sistem yang dapat diatasi
dengan modifikasi ringan
2 Berbahaya ringan Kesalahan tidak menimbulkan cedera dan
pelanggan tidak menyadari adanya masalah
tetapi berpotensi menimbulkan cedera ringan
atau tidak berakibat pada sistem
1 Tidak berbahaya Kesalahan tidak menimbulkan cedera dan tidak
berdampak pada sistem
c. Kemudahan untuk dideteksi (D= Detectability) dengan skala pengukuran 1 sampai 10
dari paling mudah dideteksi sampai dengan sangat sulit dideteksi.

Nilai Penjelasan Pengertian


10 Tidak ada peluang Tidak ada mekanisme untuk mengetahui adanya
untuk diketahui kesalahan
9 Sangat sulit
Kesalahan dapat diketahui dengan inspeksi yang
8 diketahui menyeluruh, tidak feasible dan tidak segera dapat
dilakukan
7 Sulit diketahui Kesalahana dapat diketahui dengan inspeksi manual
6 atau tidak ada proses yang baku untuk mengetahui,
sehingga ketahuan karena kebetulan
5 Berpeluang sedang Ada proses untuk double checks atau inspeksi tetapi
untuk diketahui tidak otomatis atau dilakukan secara sampling

4 Berpeluang tinggi Dipastikan ada proses inspeksi yang rutin tetapi


3 untuk diketahui tidak otomatis
2 Berpeluang sangat Dipastikan ada proses inspeksi rutin yang otomatis
tinggi untuk
diketahui
1 Hampir dipastikan Ada proses otomatis yang akan menghentikan
untuk diketahui proses untuk mencegah kesalahan
8. Langkah 8 MENGHITUNG RISK PRIORITY NUMBER (RPN)
RPN dapat dihitung dnegan mengalikan Occurrence dengan Severity dan Detectable.
Jadi: RPN =OxSxD

9. Langkah 9 MENENTUKAN BATASAN (CUT-OFF-POINT) RPN UNTUK MENENTUKAN


URUTAN PRIORITAS DARI MODEL-MODELYANG DIIDENTIFIKASI
Tidak semua model harus diselesaikan, melainkan harus diprioritaskan. Untuk
memprioritaskan dapat dilakukan dengan menggunakan diagram Pareto, dengan
langkah sebagai berikut:
Membuat tabel bantu untuk membuat diagram Pareto, sebagai berikut:
Persentase
No Model RPN Kumulatif
Kumulatif (%)

1. Urutkan model-model tersebut dari nilia RPN tertinggi ke nilai RPN terendah
2. Hitung kumulatif dari nilai RPN dari tiap model
3. Hiting persentase kumulatif dari nilai RPN pada setiap model
4. Perhatikan setiap model dengan persentase kumulatif 80%
5. Tetapkan nilai RPN pada persentase kumulatif 80% tersebut sebagai cut-off-point
10. Langakah 10 MENYUSUN KEGIATAN UNTUK MENGATASI (DESIGN ACTION/SOLUTION)

11. Langkah 11 MENENTUKAN CARA MEMVALIDASI UNTUK MENILAI KEBERHASILAN SOLUSI


YANG DIRENCANAKAN
Failure Mode dan Effect Analysis dilakukan dengan menggunakan tabel berikut:
Model Kegiatan
Indikator
Kegagalan Penyeba Perbaikan/
No Akibat O S D RPN untuk
/ b Perubahan
Validasi
Kesalahan Desain

12. Langkah 12 MENGGAMBARKAN ALUR PROSES YANG BARU


A. UPAYA KESELAMATAN PASIEN DI FKTP
Sesuai dengan standar akreditasi FKTP, maka upaya-upaya keselamatan pasien yang
perlu dilakukan di FKTP antara lain adalah: mengupayakan tercapainya sasaran
keselamatan pasien, penanganan dan tindak lanjut jika terjadi insiden keselamatan pasien,
penerapan manajemen risiko klinis dalam pelayanan pasien, meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien dalam pelayanan obat, pelayanan laboratorium dan pelayanan
penunjang yang lain, serta pengendalian infeksi dalam pelayanan klinis.

1. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang perlu diperhatikan dalam upaya
meningkatkan keselamatan pasien di FKTP, yaitu:
a. Tidak terjadinya salah identifikasi pasien
b. Komunikasi efektif dalam pelayanan
c. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat
d. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan
e. Pengurangan terjadinya risiko infeksi dalam pelayanan klinis
f. Tidak terjadinya pasien jatuh
Agar ke-enam sasaran keselamatan pasien tersebut dapat dicapai maka perlu dilakukan
kegiatan-kegiatan yang nyata untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, untuk
selanjutnya dimonitor secara periodic dengan menggunakan indicator-indikator yang
jelas dan terukur. Indicator-indikator tersebut perlu disusun oleh tiap-tiap klinik dan
disesuaikan dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada. Beberapa contoh indicator
untuk tiap sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut:

No Sasaran Indikator Target Upaya untuk mencapai sasaran


Keselamatan
Pasien
a. Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan
terjadinya melakukan identifikasi pasien minimal
kesalahan identifikasi pasien dengan dua cara yang
identifikasi pada saat relative tidak berubah
pasien dalam pendaftaran dan - Menyusun prosedur
pelayanan akan identifikasi pasien
melaksanakan - Sosialisasi pelaksanaan
tindakan maupun identifikasi pasien
pemberian obat - Kepatuhan melaksanakan
identifikasi pasien.
- Monitoring dan tindak lanjut
terhadap kepatuhan
identifikasi pasien
b Komunikasi - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan
efektif dalam melaksanakan komunikasi efektif dalam
pelayanan prosedur transfer pelayanan

- Menyusun prosedur
komunikasi efektif dalam
pelayanan
- Melaksanakan komunikasi
efektif dalam pelayanan
sesuai prosedur
- Memonitor dan menindak
lanjut pelaksanaan
komunikasi efektif dalam
pelayanan dengan
menggunakan indicator yang
telah ditentukan
c Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya pelabelan obat prosedur pelabelan obat
kesalahan LASA High Alert dan obat LASA
pemberian - Kepatuhan 100 % - Melaksanakan prosedur
obat pelabelan obat pelabelan dengan benar
High Alert - Melaksanakan 5 benar
- Kepatuhan 100 % dalam pemberian obat
pelaksanaan 5 - Melakukan monitoring dan
benar dalam tindak lanjut upaya
pemberian obat penyediaan obat yang aman
dengan menggunakan
indicator yang sudah
ditetapkan
d Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya terhadap prosedur untuk mencegah
kesalahan pelaksanaan kesalahan prosedur tindak
prosedur prosedur tindakan klinis
tindakan yang kritis - Melaksanakan tindakan
- Kepatuhan 100 % klinis sesuai prosedur dan
melakukan double melakukan double check
check pada agar tidak terjadi salah sisi
tindakan agar atau salah orang
tidak terjadi salah - Melakukan monitoring dan
sisi tindak lanjut dengan
- Kepatuhan 100 % menggunakan indicator yang
melakukan double sudah ditetapkan
check pada
tindakan agar
tidak salah orang
5 Pengurangan - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya melakukan hand prosedur pengendalian
infeksi dalam hygiene dengan infeksi dalam pelayanan
pelayanan benar - Melaksanakan pengendalian
infeksi dalam pelayanan
- Kepatuhan 100 % sesuai kebijakan dan
menggunakan prosedur
APD sesuai - Melakukan monitoring dan
dengan ketentuan tindak lanjut dengan
menggunakan indicator yang
sudah ditetapkan
6 Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya melakukan kajian prosedur kajian pasien jatuh
pasien jatuh jatuh pada pasien - Melaksanakan upaya
di fasilitas pencegahan pasien jatuh
kesehatan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur .
- Melakukan monitoring dan
tindak lanjut sesuai dengan
indicator yang ditetapkan

2. INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


Insiden Keselamatan pasien meliputi: Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Tidak
Cedera, dan Kejadian Nyaris Cedera.
Kejadian yang membahayakan pasien atau pengunjung yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan harus dicegah dengan menerapkan manajemen risiko dalam
penyelenggaraan pelayanan klinis.
Jika sudah terjadi kejadian, maka upaya korektif maupun tindakan korektif harus
dikerjakan. Akibat dari kejadian harus dikoreksi, dan tindak korektif melalui analisis
terhadap kejadian harus dilakukan agar tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan klinis harus diidentifikasi,
dianalisis, dan ditindak lanjuti dalam upaya meminimalkan terjadinya risiko dan
melakukan penanganan jika terjadi kejadian tidak diharapkan. Jika terjadi kejadian
tidak diharapkan maka harus ditindak lanjuti dengan melakukan analisis tingkat
keparahan kejadian tersebut untuk menentukan langkah berikutnya. Jika dari hasil
kajian tingkat keparahan ternyata masuk dalam kategori risiko ekstrim atau risiko
tinggi, maka harus dilakukan RCA, tim RCA harus segera dibentuk oleh Kepala FKTP
untuk melakukan investigasi dan tindak lanjut terhadap kejadian. Keseluruhan langkah
RCA jika terjadi kejadian harus diselesaikan paling lambat 45 hari. Jika kejadian tersebut
masuk dalam kategori risiko sedang atau minimal, maka dilakukan investigasi
sederhana oleh atasan langsung untuk segera dilakukan upaya tindak lanjut, paling
lambat keseluruhan upaya tindak lanjut sudah dapat diselesaikan dalam waktu 12 hari.

3. PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


Setiap insiden keselamatan pasien harus dilaporkan kepada Pimpinan FKTP, budaya
untuk melaporkan jika terjadi insiden keselamatan pasien perlu dikembangkan
bersamaan dengan budaya “just culture”, budaya memberikan perlakukan yang adil
perlu dikembangkan sehingga tidak terjadi budaya menyalahkan dalam
penyelenggaraan pelayanan klinis pada pasien.
Kebijakan dan prosedur pelaporan insiden perlu disusun dengan alur, setiap kejadian
harus dilaporkan kepada pimpinan organisasi, selanjutnya berdasarkan hasil analisis
terhadap insiden tersebut dilakukan tindak lanjut sesuai dengan tingkat keparahan
kejadian.
Insiden keselamatan pasien harus dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam kepada Kepala
FKTP.
BAB IV
PELAPORAN

Hasil dari pelaporan disampaikan dan didiskusikan dalam rapat bulanan klinik setiap Triwulan.
I. Mekanisme Pelaporan

Alur Pelaporan Insiden

Insiden

Buku Laporan Insiden


- Isi Formulir kejadian
Pengelolaan Risiko - Waktu pelaporan paling lambat 2x24 jam

Lapor penanggung jawab unit/layanan

Melakukan Grading risiko

Investigasi sederhana

Melapor ke Tim keselamatan pasien


Penemuan
Ketua tim pelaksana pasien

Kepala Klinik Medistira 4


BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

A. KEMENTERIAN KESEHATAN
Kementerian Kesehatan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan,
pengawasan, dan evaluasi terhadap kegiatan Keselamatan pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama secara berjenjang, melalui Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota. Asosiasi Dinas Kesehatan, asosiasi klinik, organisasi profesi kesehatan, dan
institusi pendidikan dapat diikut sertakan dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan
evaluasi tersebut.

B. DINAS KESEHATAN PROVINSI


Dinas Kesehatan Provinsi mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan,
pengawasan, dan evaluasi terhadap kegiatan Keselamatan Pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama. Asosiasi Dinas Kesehatan, asosiasi klinik, organisasi profesi kesehatan, dan institusi
pendidikan dapat diikut sertakan dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi
tersebut.

C. DINAS KESEHATAN
Dinas Kesehatan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan
evaluasi terhadap kegiatan Keselamatan Pasien di Puskesmas. Pelaporan kegiatan Keselamatan
Pasien dan Manajemen Risiko, serta Insiden Keselamatan Pasien wajib diberi umpan balik dan
ditindak lanjuti dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien, dan meminimalkan
risiko dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama kepada masyarakat.

D. KLINIK MEDISTIRA 4
1. Kepala Klinik Medistira 4 melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan upaya
keselamatan pasien dan manajemen risiko di Klinik Medistira 4.
2. Kepala Klinik Medistira 4 membentuk tim yang bertanggung jawab untuk mengelola
upaya keselamatan pasien dan manajemen risiko Upaya Kesehatan Perorangan.
3. Dalam melaksanakan kegiatan Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko, perlu
disusun rencana program Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko yang terintegrasi
dalam Program Mutu Klinik dan Keselamatan Pasien, dilaksanakan, dimonitor, dan
dievaluasi
4. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien di Klinik Medistira 4 yang berupa Kejadian Tidak
Diharapkan dan/atau Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera, dan Kondisi
berpotensi Cedera wajib dilaporan paling lambat 2 x 24 jam kepada Kepala Klinik
Medistira 4, dan ditindak lanjuti.
5. Jika terjadi Insiden masuk derajat merah atau kuning, Kepala Klinik Medistira 4
menugaskan Tim Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien untuk melakukan investigasi
dengan menggunakan RCA. Analisis dan tindak lanjut harus sudah diselesaikan dalam
waktu paling lambat 45 hari.
6. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat biru, unit kerja yang
bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan menindaklanjuti paling
lambat dalam waktu satu minggu
7. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat hijau, unit kerja yang
bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan menindaklanjuti paling
lambat dalam waktu dua minggu
8. Hasil investigasi Insiden Keselamatan Pasien harus segera dilaporkan ke Kepala Klinik
Medistira 4.
BAB VI
PENUTUP

Pedoman keselamatan pasien dan manajemen risiko disusun sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan kesehatan di Klinik Medistira 4 baik dalam pelayanan klinis maupun
dalam penyelenggaraan kegiatan Upaya Kesehatan Perseorangan.
Pedoman ini dapat digunakan oleh para praktisi dan karyawan yang bekerja di Klinik
Medistira 4 dalam menyiapkan dan membangun sistem pelayanan yang minimal risiko dan
mengupayakan keselamatan pasien dan pengunjung.
LAMPIRAN
KLINIK MEDISTIRA 4
Izin No: 445.5/IOK/00011/DPMPTSP/2017
Jl. Raya Transyogi, Kp Cikalagan, RT.002 RW. 010
Desa Cileungsi,Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor
Telp. (021) 82499622
E m a i l : k l i n i k . m e d i s ti r a 4 @ y a h o o . c o m

LAPORAN INSIDEN
(Sifat Rahasia, tidak boleh difotocopy, wajib dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam)

I. DATA PASIEN:
Nama : ……………………………………………………………………………………….
Tanggal lahir : ……………………………………………………………………………………….
Nomor Rekam Medis : ……………………………………………………………………………………….
Jenis Kelamin : ……………………………………………………………………………………….
Penanggungjawab biaya : ……………………………………………………………………………………….
Jenis pasien : ……………………………………………………………………………………….
Tanggal masuk : ……………………………………………………………………………………….

II. RINCIAN KEJADIAN:


1. Tanggal dan waktu kejadian
………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………….
2. Deskripsi singkat kejadian
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………….
3. Kronologis terjadinya kejadian
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………….
4. Jenis Kejadian: KTD, KTC, KNC, KPC
…………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………….
5. Orang pertama yang melaporkan kejadian
…………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………….
6. Tempat kejadian
…………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………….
7. Unit kerja yang terkait dengan kejadian
…………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………….
8. Akibat kejadian
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………….
9. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian dan hasilnya
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………….
10. Tindakan tersebut dilakukan oleh
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………….
11. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di tempat kejadian, kapan dan
tindakan apa yang telah diambil
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………….
12. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di tempat kerja yang lain
…………………………………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………………………….

Pelapor: Nama : …………………………………………………………………………………………………………………


Paraf : …………………………………………………………………………………………………………………
Tanggal penyampaian laporan: ……………………………………………………………………………
Penerima laporan :
Nama :……………………………………………………………………………………………………………………………
Paraf :……………………………………………………………………………………………………………………………
Tanggal menerima laporan : ………………………………………………………......................................
Grading Risiko terhadap Kejadian: Merah, Kuning, Hijau, Biru
I. KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RISIKO PENYELENGGARAAN PELAYANAN KLINIS
DI FKTP

1. KONSEP KESELAMATAN PASIEN


Pelayanan kesehatan sarat dengan risiko yang dapat menimbulkan cedera baik bagi
pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, sasaran kegiatan upaya kesehatan, bahkan
masyarakat dan lingkungan sebagai akibat penyelenggaraan pelayanan atau kegiatan upaya
kesehatan. Cedera tersebut terjadi karena tindakan yang tidak aman, yaitu kesalahan yang
dilakukan oleh seseorang dalam penyelenggaraan pelayanan, dan/atau akibat kegagalan
system, sebagaimana digambarkan oleh Reason dalam SWISS CHEEZE MODE, sebagai
berikut:

Berbagai upaya untuk meminimalkan terjadinya kejadian tidak diharapkan telah


dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, antara lain disusun dan
diterapkannya kebijakan dan prosedur pelayanan, peningkatan profesionalisme, kerja tim,
peningkatan kompetensi karyawan, perbaikan lingkungan, maupun penyediaan peralatan
yang sesuai dengan standar, akan tetapi kejadian tidak diharapkan tetap saja terjadi.
Kejadian tersebut tetap dapat terjadi karena upaya-upaya yang dilakukan yang merupakan
barrier (pertahanan) tidak sepenuhnya dapat membendung timbulnya kejadian, antara lain:
sebagai akibat kebijakan dan prosedur yang disusun belum sesuai, pelatihan yang dilakukan
tidak memadai, pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi tidak
direncanakan dengan baik, sarana, prasarana, dan peralatan tidak dipelihara dengan baik,
kelelahan dari petugas ketika melaksanakan kegiatan, dan perintah dari tenaga medis yang
saling bertabrakan.

2. KONSEP MANAJEMEN RISIKO


Manajemen risiko adalah suatu proses mengenal, mengevaluasi, mengendalikan, dan
meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh (NHS)
1) Lingkup manajemen risiko dalam pelayanan kesehatan:
a. Risiko yang terkait dengan pelayanan pasien atau kegiatan pelayanan kesehatan:
adalah risiko yang mungkin dialami oleh pasien atau masyarakat akibat pelayanan
yang disediakan oleh FKTP, misalnya: risiko yang dialami pasien ketika terjadi
kesalahan pemberian obat.
b. Risiko yang terkait dengan petugas klinis yang memberikan pelayanan: adalah risiko
yang mungkin dialami oleh petugas klinis ketika memberikan pelayanan, misalnya
perawat tertusuk jarum suntik sehabis melakukan penyuntikan.
c. Risiko yang terkait dengan petugas non klinis yang memberikan pelayanan: adalah
risiko yang mungkin dialami petugas non klinis, seperti petugas laundry, petugas
kebersihan, petugas sanitasi.
d. Risiko yang terkait dengan sarana tempat pelayanan: adalah risiko yang mungkin
dialami oleh petugas, pasien, maupun lingkungan akibat fasilitas pelayanan.
e. Risiko finansial: adalah risiko kerugian finansial yang mungkin dialami oleh FKTP
akibat pelayanan yang disediakan.
f. Risiko lain diluar lima risiko di atas: adalah risiko-risiko lain yang tidak termasuk pada
lingkup risiko a. sampai dengan e

2) Tahapan manajemen risiko:


Tahapan manajemen risiko dimulai dengan menetapkan lingkup manajemen risiko,
dilanjutkan dengan kajian risiko: mengenal risiko, menganalisis risiko, mengevaluasi risiko,
dan diakhiri dengan menentukan tindakan terhadap risiko. Setiap tahapan proses
manajemen risiko harus dikomunikasikan dan dikonsultasikan pada pihak-pihak yang
berkepentingan. Tiap tahapan manajemen risiko perlu dimonitor, diaudit, ditinjau, dan
memerlukan dukungan internal.

Gambar Proses Manajemen Risiko

a. Menetapkan lingkup manajemen risiko:


Lingkup manajemen risiko yang akan dianalisis harus ditetapkan terlebih dahulu,
misalnya: risiko yang terkait dengan pelayanan pasien, risiko yang terkait dengan
pelayanan UKP, risiko yang terkait dengan pegawai klinis, risiko yang terkait dengan
pegawai lain, risiko yang terkait dengan fasilitas.
b. Mengenal risiko.
Setelah menentukan lingkup manajemen risiko, misalnya risiko terkait dengan
pelayanan pasien di laboratorium, maka tahap berikutnya adalah mengenali risiko-
risiko apa saja yang mungkin terjadi dalam pelayanan pasien di laboratorium. Disusun
daftar risiko-risiko yang mungkin atau pernah terjadi.
c. Kajian risiko:
1) Kajian tingkat keparahan (severity assessment) risiko:
Jika diidentifikasi ternyata terdapat sekian banyak risiko atau maka dapat
dilakukan kajian tingkat keparahan risiko dari risiko-risiko yang dikenali tersebut,
demikian juga jika terjadi suatu kejadian, maka dapat dikaji tingkat keparahan dari
insiden tersebut.
2) Root Cause Analysis: Jika terjadi suatu insiden yang masuk kategori risiko ekstrem
dan risiko tinggi, maka perlu dilakukan investigasi lebih lanjut dengan membentuk
tim RCA, jika kejadian termasuk risiko rendah atau risiko minimal maka dilakukan
investigasi sederhana oleh atasan langsung
3) Failure Modes and Effects Analysis: Untuk memperbaiki suatu proses pelayanan
agar minim dari risiko dapat dilakukan analisis dengan menggunakan instrument
FMEA
d. Evaluasi risiko:
Setiap risiko atau kejadian harus dievaluasi apakah memerlukan tindak lanjut atau
tidak. Jika perlu tindak lanjut maka harus disusun rencana tindak lanjut terhadap
risiko atau kejadian tersebut.
e. Menyusun rencana dan melaksanakan tindakan/treatment terhadap risiko.
Jika dari hasil evaluasi diperlukan tindak lanjut terhadap risiko, maka perlu disusun
rencana aksi yang berisi kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi
akibat risiko dan melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi insiden terkait
dengan risiko tersebut.

3) Perangkat manajemen risiko:


Beberapa perangkat yang sering digunakan dalam melaksanakan manajemen risiko
adalah sebagai berikut;
a. Kajian tingkat keparahan risiko (severity assessment): Kajian ini dilakukan untuk
menentukan tingkat keparahan risiko, dengan memperhatikan dua variable, yaitu
dampak risiko (severity), dan kemungkinan terjadinya (probability).
Untuk menentukan dampak risiko digunakan table di bawah ini:
Tingkat Risiko Dampak Penjelasan
1 Minimal Tidak ada cedera
2 Minor Cedera ringan, misal luka lecet, dapat diatasi
misalnya dengan P3K
3 Moderat Cedera sedang, misalnya luka robek,
berkurangnya fungsi motoric, sensorik,
psikologis atau intelektual yang bersifat
reversible, tidak berhubungan dengan penyakit,
atau memperpanjang hari perawatan
4 Mayor Cedera luas/berat, misal: cacat, lumpuh,
kehlangan fungsi motoric, sensorik, psikologi
atau intelektual yang bersifat irreversible, tidak
berhubungan dengan penyakit
5 Ekstrem Kematian yang tidak berhubungan dengan
(katastropik perjalanan penyakit
)

Untuk menentukan tingkat kemungkinan terjadinya, digunakan tabel di bawah ini:


Tingkat Probabilitas Deskripsi
kemungkinan
terjadi
1 Sangat jarang Sama atau lebih dari lima tahun sekali
terjadi
2 Jarang terjadi Sama atau lebih dari 2 tahun tetapi kurang
dari lima tahun sekali
3 Mungkin terjadi Sama atau lebih dari satu tahun tetapi
kurang dari dua tahun sekali
4 Sering terjadi Beberapa kali setahun
5 Sangat sering Sangat sering terjadihampir tiap minggu
terjadi atau tiap bulan terjadi

Setelah dilakukan penilaian terhadap dampak dan kemungkinan terjadinya ,


maka tingkat keparahan risiko ditetapkan dengan matriks sebagai berikut:

DAMPAK
1 2 3 4 5
P 5
R
O 4
B
A 3
B
I
2
L
I 1
T
A
S

Jika terjadi suatu insiden, harus dilakukan severity assessment, jika hasil kajian
masuk kategori merah (risiko ekstrem) dan kuning (risiko tinggi), maka harus
dilakukan Root Cause Analysis. Jika masuk kategori hijau (risiko sedang), atau biru
(risiko rendah), maka cukup dilakukan investigasi sederhana.
b. Root Cause Analysis (RCA):
Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses untuk mengekplorasi semua factor
yang mungkin berhubungan dengan suatu kejadian dengan menanyakan apa kejadian
yang terjadi, mengapa kejadian tersebut terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk
mencegah kejadiatan tersebut terjadi lagi di masa mendatang.
Joint Commission International menganjurkan pelaksanaan RCA menigkuti 21
langkah, sebagai berikut :
Langkah Deskripsi Alat mutu yang digunakan

1 Bentuk Tim (Organize a Anggota tim tidak lebih dari 10 orang


team)

2 Rumuskan masalah (Define Sesuai dengan kategori dari KTD


the problem)

3 Pelajari Masalah (Study the Investigasi, pelajari dokumen, dan


problem) lihat ke tempat kejadian

4 Tentukan apa yang terjadi Investigasi, pelajari dokumen, dan


(Determine what happen) lihat ke tempat kejadian, bila perlu
gambarkan kejadian dengan Flow
chart, timeline

5 Identifikasi faktor penyebab Curah pendapat, Pohon masalah,


(Identify contributing diagram tulang ikan
factors)

6 Identifikasi faktor-faktor lain Curah pendapat, Pohon masalah,


yang ikut mendorong diagram tulang ikan
terjadinya insiden (Identify
other contributing factors)

7 Ukur, kumpulkan dan nilai Kembangkan indicator


data berdasar penyebab
utama dan terdekat.
(Measure, collect and assess
data on proximate and
underlying causes)

8 Desain dan implementasikan Gantt chart


perubahan sementara
(Design and implement
interim changes)

9 Identifikasi sistem mana Flow chart, cause effect diag, FMEA,


yang terlibat (akar tree analysis (analisis pohon), barrier
penyebab)(Identify which analysis
systems are involved (the
root causes))
10 Pendekkan/kurangi daftar
akar penyebab (Prune the
list of root causes)

11 Pastikan/konfirmasikan akar
penyebab (Confirm root
causes)

12 Cari dan identifikasi strategi FMEA


pengurangan risiko (Explore
& identify risk-reduction
strategies)

13 Formulasikan tindakan Brainstorm, flow chart, cause effect


perbaikan (Formulate diagram (diagram sebab akibat)
improvement actions)

14 Evaluasi tindakan perbaikan


yang diajukan (Evaluate
Proposes Improvement
Actions)

15 Desain perbaikan (Design Gantt chart


improvements)

16 Pastikan rencana diterima


(Ensure acceptability of the
action plan)

17 Terapkan rencana perbaikan PDCA, critical path


(Implement the
Improvement Plan)

18 Kembangkan cara
pengukuran efektiftifitas dan
pastikan keberhasilannya
(Develop measures of
effectiveness and ensure
their success)

19 Evaluasi penerapan rencana Run chart, control chart, histogram


perbaikan (Evaluate
implementation of
improvement plan)

20 Lakukan tindakan tambahan


(Take additional action)

21 Komunikasikan hasilnya
(Communicate the results)
Jika terjadi kejadian tidak diharapkan dengan kategori risiko ekstrem atau risiko
tinggi, maka Kepala FKTP harus membentuk tim untuk melakukan Root Cause Analysis
terhadap kasus tersebut. Tim yang dibentuk tersebut merupakan tim yang
keanggotaannya bukan karyawan yang terkait dengan kejadian. Segera setelah tim
dibentuk, maka tim akan memulai kegiatan dengan merumuskan masalah, yaitu
kejadian tidak diharapkan yang terjadi. Tim akan melakukan investigas kejadian dengan
mempelajari dokumen-dokumen atau rekam kegiatan, melakukan peninjauan ke
tempat kejadian, dan menggambarkan kronologi kejadian.
Selanjutnya tim akan melakukan analisis masalah dengan cara mengidentifikasi
factor-faktor yang berkaitan langsung terhadap kejadian, kemudian tim akan melakukan
identifikasi factor-faktor yang ikut mendorong atau berkontribusi terhadap terjadinya
kejadian. Tim akan melanjutkan melakukan analisis masalah dengan menggunakan
diagram tulang ikan atau diagram pohon masalah untuk menemukan penyebab-
penyebab masalah, menyusun rencana perbaikan sementara, dan selanjutnya
melakukan analisis lebih lanjut untuk mengenali system-sistem yang terkait dengan
kejadian atau akar-akar masalah. Akar-akar masalah yang diidentifikasi tersebut
diverifikasi dengan didukung data dan informasi yang terkait dengan kejadian.
Selanjutnya disusun strategi dan tindakan perbaikan sesuai dengan akar-akar masalah
yang diidentifikasi. Tiap tindakan yang akan dilakukan dinilai apakah dapat dilakukan
dan akan berdampak pada perbaikan, yang selanjutnya disusun rencana aksi yang dapat
diterima oleh Kepala FKTP untuk diterapkan. Tiap tindakan yang direncanakan harus
dapat diukur keberhasilannya sebagai dasar untuk melakukan evaluasi. Jika diperlukan
dapat dilakukan tindakan tambahan. Setelah seluruh kegiatan dilaksanakan, hasil
dilaporkan kepada Kepala FKTP.

c. Failure Mode and Effect Analys (FMEA)


Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu pendekatan untuk
mengenali dan menemukan kemungkinan terjadinya kegagalan pada system dan
strategi untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut. FMEA digunakan untuk
mengkaji suatu desain atau prosedur secara rinci dengan cara mengenali model-model
kegagalan atau kesalahan yang mungkin terjadi pada suatu proses, melakukan penilaian
terhadap setiap model tersebut, mencari akar penyebab terjadinya, mengenali akibat
dari model-model tersebut, dan mencari solusi dengan melakukan perubahan desain
atau prosedur. Jadi hasil akhir dari FMEA adalah disusunnya disain baru atau prosedur
baru.
Adapun langkah-langkah menggunakan FMEA adalah sebagai berikut:
1) Membentuk tim FMEA yang terdiri dari orang-orang yang menjadi pemilik proses.
2) Menetapkan tujuan analisis, keterbatasan yang dimiliki tim tersebut, dan menyusun
jadwal kegiatan tim untuk melaksanakan FMEA
3) Menetapkan peran dari setiap anggota tim saat melakukan analisis dengan FMEA.
4) Menggambarkan alur proses yang ada sekarang.
5) Mengenali model-model kegagalan atau kesalahan pada proses tersebut.
6) Mengenali penyebab terjadinya kegagalan atau kesalahan untuk setiap model
tersebut.
7) Mengenali akibat dari kegagalan untuk setiap model tersebut.
8) Melakukan penilaian terhadap setiap model kegagalan atau kesalahan.
9) Menghitung Risk Priority Number (RPN).
10) Menentukan batasan (cut-off point) RPN untuk menentukan urutan prioritas dari
model-model yang diidentifikasi
11) Menyusun kegiatan untuk mengatasi (design actions/ solution).
12) Menentukan cara memvalidasi untuk menilai keberhasilan solusi yang direncanakan.
13) Menggambarkan alur proses yang baru.
Penilaian terhadap setiap model kegagalan pada langkah 8 dilakukan dengan
memerhatikan tiga variabel (sumber: Goodman, S.L., The Basic of FMEA 1996), yaitu:
a) Sering tidaknya terjadi (O = occurrence) dengan skala pengukuran 1 sampai 10: dari
tidak pernah terjadi sampai dengan sangat sering terjadi. Panduan untuk
menentukan sering tidaknya terjadi, dapat digunakan skala berikut ini:

Nila Penjelasan Pengertian


i

10 Kemungkinan Kesalahan terjadi paling tidak sekali sehari


terjadinya dapat atau hampir setiap saat
dipastikan

9 Hampir tidak dapat Kesalahan dapat diprediksi terjadi atau terjadi


dihindarkan setiap 3 sampai 4 hari

8 Kemungkinan terjadi Kesalahan sering terjadi atau terjadi paling


7 sangat tingggi tidak seminggu sekali

6 Kemungkinan terjadi Kesalahan terjadi sekali sebulan


5 tinggi sedang

4 Kemungkinan terjadi Kesalahan kadang terjadi, atau sekali tiap tiga


3 sedang bulan

2 Kemungkinan terjadi Kesalahan jarang terjadi atau terjadi sekitar


rendah sekali setahun

1 Kemungkinan terjadi Kesalahan hampir tidak pernah terjadi, atau


amat sangat rendah tidak ada yang ingat kapan terakhir terjadi

b) Kegawatan (S = severity) dengan skala pengukuran 1 sampai 10: dari tidak gawat
sampai dengan sangat gawat.
Sebagai panduan dapat digunakan skala berikut ini:
Nilai Penjelasan Pengertian

10 Amat sangat Kesalahan yang dapat menyebabkan


berbahaya kematian pelanggan dan kerusakan
sistem tanpa tanda-tanda yang
mendahului

9 Sangat berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan


8 cedera berat/permanen pada pelanggan
atau gangguan serius pada sistem yang
dapat menghentikan pelayanan dengan
adanya tanda yang mendahului

7 Berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan


cedera ringan sampai sedang dengan
tingkat ketidak puasan yang tinggi dari
pelanggan dan/atau menyebabkan
ganggung sistem yang membutuhkan
perbaikan berat atau kerja ulang yang
signifikan

6 Berbahaya sedang Kesalahan berakibat pada cedera ringan


5 dengan sedikit ketidak puasan
pelanggan dan/atau menimbulkan
masalah besar pada sistem

4 Berbahaya ringan Kesalahan menyebakan cedera sangat


3 sampai sedang ringan atau tidak cedera tetapi
dirasakan mengganggu oleh pelanggan
dan/atau menyebabkan masalah ringan
pada sistem yang dapat diatasi dengan
modifikasi ringan

2 Berbahaya ringan Kesalahan tidak menimbulkan cedera


dan pelanggan tidak menyadari adanya
masalah tetapi berpotensi menimbulkan
cedera ringan atau tidak berakibat pada
sistem

1 Tidak berbahaya Kesalahan tidak menimbulkan cedera


dan tidak berdampak pada sistem
c) Kemudahan untuk dideteksi (D= detectability) dengan skala pengukuran 1 sampai
10: dari paling mudah dideteksi sampai dengan sangat sulit dideteksi.

Nilai Penjelasan Pengertian

10 Tidak ada peluang Tidak ada mekanisme untuk


untuk diketahui mengetahui adanya kesalahan

9 Sangat sulit Kesalahan dapat diketahui dengan


8 diketahui inspeksi yang menyeluruh, tidak
feasible dan tidak segera dapat
dilakukan

7 Sulit diketahui Kesalahana dapat diketahui dengan


6 inspeksi manual atau tidak ada proses
yang baku untuk mengetahui, sehingga
ketahuan karena kebetulan

5 Berpeluang sedang Ada proses untuk double checks atau


untuk diketahui inspeksi tetapi tidak otomatis atau
dilakukan secara sampling

4 Berpeluang tinggi Dipastikan ada proses inspeksi yang


3 untuk diketahui rutin tetapi tidak otomatis

2 Berpeluang sangat Dipastikan ada proses inspeksi rutin


tinggi untuk yang otomatis
diketahui

1 Hampir dipastikan Ada proses otomatis yang akan


untuk diketahui menhentikan proses untuk mencegah
kesalahan

d) Risk Priority Number (RPN) pada langkah 9 dihitung dengan mengalikan Occurrence
dengan Severity dan Detectable. Jadi, RPN = O x S x D.
Tidak semua model harus diselesaikan, melainkan harus diprioritaskan. Untuk
memprioritaskan dapat dilakukan dengan menggunakan diagram Pareto, dengan
langkah sebagai berikut:
Membuat tabel bantu untuk membuat diagram Pareto, sebagai berikut:
No Model RPN Kumulatif % ase kumulatif
a. Urutkan model-model tersebut dari nilai RPN tertinggi ke nilai RPN terendah
b. Hitung kumulatif dari nilai RPN dari tiap model
c. Hitung persentase kumulatif dari nilai RPN pada tiap model
d. Perhatikan model dengan persentase kumulatif 80 %
e. Tetapkan nilai RPN pada persentase kumulatif 80 % tersebut sebagai cut off
point.
Failure Mode and Effect Analysis dilakukan menggunakan tabel berikut:

No Model Penyebab Akibat O S D RPN Kegiatan Indikator untuk


Kegagalan/ Perbaikan/ Validasi
Perubahan
Kesalahan
Desain
A. STANDAR AKREDITASI UNTUK KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RISIKO DI FKTP.
Standar akreditasi Klinik pada Bab IV dan Standar akreditasi Puskesmas pada Bab IX,
demikian juga pada standar akreditasi Bab II Tempat Praktik Mandiri Dokter umum/dokter gigi
mensyaratkan dilaksanakannya upaya keselamatan pasien dalam pelayanan klinis.
Standar akreditasi yang mensyaratkan diterapkannya upaya keselamatan pasien dan
manajemen risiko antara lain adalah:
Standar Akreditasi Klinik: Standar 3.1.8 Program keselamatan (safety) direncanakan,
dilaksanakan, dan didokumentasikan, 3.2.3. Ada jaminan kebersihan dan keamanan dalam
penyimpanan, penyiapan, dan penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat
kedaluwarsa/rusak , 3.2.4. Efek samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang
diresepkan atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu harus didokumentasikan dalam
rekam medis pasien, 3.2.5. Kesalahan obat (medication errors) dilaporkan melalui proses dan
dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas 3.3.2. Ada program pengamanan
radiasi, dilaksanakan dan didokumentasi, dan seluruh standar Bab IV. Peningkatan Mutu Klinis
dan Keselamatan Pasien.

Standar Akreditasi Puskesmas: Kriteria 1.2.5: Penyelenggaraan pelayanan dan Upaya


Puskesmas didukung oleh suatu mekanisme kerja agar tercapai kebutuhan dan harapan
pengguna pelayanan, dilaksanakan secara efisien, minimal dari kesalahan dan mencegah
terjadinya keterlambatan dalam pelaksanaan, 2.3.13: Lingkungan kerja dikelola untuk
meminimalkan risiko bagi pengguna Puskesmas dan karyawan, 5.1.5: Penanggung jawab UKM
Puskesmas mengupayakan minimalisasi risiko pelaksanaan kegiatan terhadap lingkungan,
Standar 8.1.8 Program keselamatan (safety) direncanakan, dilaksanakan, dan
didokumentasikan, 8.2.3. Ada jaminan kebersihan dan keamanan dalam penyimpanan,
penyiapan, dan penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat
kedaluwarsa/rusak , 8.2.4. Efek samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang
diresepkan atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu harus didokumentasikan dalam
rekam medis pasien, 8.2.5. Kesalahan obat (medication errors) dilaporkan melalui proses dan
dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas 8.3.2. Ada program pengamanan
radiasi, dilaksanakan dan didokumentasi, dan seluruh standar pada Bab IX. Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien.

Standar Akreditasi Tempat praktik dokter mandiri: 2.7.3. Ada jaminan kebersihan dan
keamanan dalam penyimpanan, penyiapan, dan pemberian obat kepada pasien serta
penatalaksanaan obat kedaluwarsa/rusak, 2.7.4. Efek samping yang terjadi akibat pemberian
obat-obat yang diresepkan atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu harus
didokumentasikan dalam rekam medis pasien, 2.11.2. Dokter praktik mandiri bertanggung
jawab untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi dalam menyediakan pelayanan kesehatan.

Agar dapat memenuhi standar tersebut, perlu diterapkan prinsip-prinsip keselamatan pasien,
yaitu:
1. Keterbukaan: didorong untuk melaporkan jika terjadi kesalahan tanpa rasa takut untuk
disalahkan. Pasien dan keluarga diinformasikan tentang kejadian yang terjadi dan
mengapa kejadian tersebut terjadi.
2. Pembelajaran: system pelayanan didorong untuk belajar untuk meningkatan metoda
dan upaya mencegah terjadinya kesalahan dan belajar dari kesalahan
3. Kejelasan Kewenangan (pemberdayaan praktisi klinis) untuk mengambil tindakan untuk
mengatasi masalah
4. Kejelasan siapa saja yang bertanggung jawab (akuntabilitas) terhadap suatu kejadian
atau tindakan yang dilakukan
5. Budaya adil (just culture): perlakuan yang adil dan tidak dipersalahkan jika terjadi
kegagalan system
6. Kearifan dalam memprioritaskan masalah dan tindakan
7. Pelayanan klinis dilakukan oleh praktisi klinis sesuai dengan kompetensi dan
kewenangan, sesuai dengan panduan praktik klinik
8. Peran serta aktif semua praktisi klinis, dan kerja tim.
9. Kerja tim merupakan upaya yang efektif dalam mencegah terjadinya kesalahan, dan
membangun sikap saling percaya dan saling menghargai

Untuk klinik dan puskesmas, tahapan untuk memenuhi standar tersebut dilaksanakan dengan
mengikuti sembilan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membentuk tim mutu klinis dan keselamatan pasien dengan program kerja yang jelas
2. Menetapkan area prioritas dalam pelayanan klinis yang menjadi focus untuk upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien
3. Mengembangkan tata nilai dan budaya keselamatan pasien
4. Melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap mutu pelayanan klinis dan perilaku
dalam pemberian pelayanan klinis
5. Melaksanakan pelayanan klinis sesuai dengan prosedur dan panduan praktik klinis
6. Menerapkan manajemen risiko dalam pelayanan klinis
7. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan mutu klinis dan keselamatan pasien.
Pembelajaran melalui penerapan manajemen risiko klinis pada area prioritas.
8. Mengupayakan tercapainya enam sasaran keselamatan pasien
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien

B. UPAYA KESELAMATAN PASIEN DI FKTP


Sesuai dengan standar akreditasi FKTP, maka upaya-upaya keselamatan pasien yang perlu
dilakukan di FKTP antara lain adalah: mengupayakan tercapainya sasaran keselamatan
pasien, penanganan dan tindak lanjut jika terjadi insiden keselamatan pasien, penerapan
manajemen risiko klinis dalam pelayanan pasien, meningkatkan mutu dan keselamatan
pasien dalam pelayanan obat, pelayanan laboratorium dan pelayanan penunjang yang lain,
serta pengendalian infeksi dalam pelayanan klinis.

1. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang perlu diperhatikan dalam upaya
meningkatkan keselamatan pasien di FKTP, yaitu:
a. Tidak terjadinya salah identifikasi pasien
b. Komunikasi efektif dalam pelayanan
c. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat
d. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan
e. Pengurangan terjadinya risiko infeksi dalam pelayanan klinis
f. Tidak terjadinya pasien jatuh
Agar ke-enam sasaran keselamatan pasien tersebut dapat dicapai maka perlu dilakukan
kegiatan-kegiatan yang nyata untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, untuk selanjutnya
dimonitor secara periodic dengan menggunakan indicator-indikator yang jelas dan terukur.
Indicator-indikator tersebut perlu disusun oleh tiap-tiap puskesmas dan disesuaikan dengan
kondisi sarana dan prasarana yang ada. Beberapa contoh indicator untuk tiap sasaran
keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
No Sasaran Indikator Target Upaya untuk mencapai sasaran
Keselamatan
Pasien
a. Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan
terjadinya melakukan identifikasi pasien minimal
kesalahan identifikasi dengan dua cara yang relative
identifikasi pasien pada saat tidak berubah
pasien dalam pendaftaran dan - Menyusun prosedur identifikasi
pelayanan akan pasien
melaksanakan - Sosialisasi pelaksanaan
tindakan identifikasi pasien
maupun - Kepatuhan melaksanakan
pemberian obat identifikasi pasien.
- Monitoring dan tindak lanjut
terhadap kepatuhan identifikasi
pasien
b Komunikasi - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan
efektif dalam melaksanakan komunikasi efektif dalam
pelayanan prosedur pelayanan
transfer - Menyusun prosedur
komunikasi efektif dalam
pelayanan
- Melaksanakan komunikasi
efektif dalam pelayanan sesuai
prosedur
- Memonitor dan menindak
lanjut pelaksanaan komunikasi
efektif dalam pelayanan
dengan menggunakan indicator
yang telah ditentukan
c Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya pelabelan obat prosedur pelabelan obat High
kesalahan LASA Alert dan obat LASA
pemberian - Kepatuhan 100 % - Melaksanakan prosedur
obat pelabelan obat pelabelan dengan benar
High Alert - Melaksanakan 5 benar dalam
- Kepatuhan 100 % pemberian obat
pelaksanaan 5 - Melakukan monitoring dan
benar dalam tindak lanjut upaya penyediaan
pemberian obat obat yang aman dengan
menggunakan indicator yang
sudah ditetapkan
d Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya terhadap prosedur untuk mencegah
kesalahan pelaksanaan kesalahan prosedur tindak
prosedur prosedur klinis
tindakan tindakan yang - Melaksanakan tindakan klinis
kritis 100 % sesuai prosedur dan melakukan
- Kepatuhan double check agar tidak terjadi
melakukan salah sisi atau salah orang
double check - Melakukan monitoring dan
pada tindakan tindak lanjut dengan
agar tidak terjadi menggunakan indicator yang
salah sisi 100 % sudah ditetapkan
- Kepatuhan
melakukan
double check
pada tindakan
agar tidak salah
orang
5 Pengurangan - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya melakukan hand prosedur pengendalian infeksi
infeksi dalam hygiene dengan dalam pelayanan
pelayanan benar
- Kepatuhan 100 % - Melaksanakan pengendalian
menggunakan infeksi dalam pelayanan sesuai
APD sesuai kebijakan dan prosedur
dengan - Melakukan monitoring dan
ketentuan tindak lanjut dengan
menggunakan indicator yang
sudah ditetapkan
6 Tidak - Kepatuhan 100 % - Menyusun kebijakan dan
terjadinya melakukan prosedur kajian pasien jatuh
pasien jatuh kajian jatuh pada - Melaksanakan upaya
di fasilitas pasien pencegahan pasien jatuh sesuai
kesehatan dengan kebijakan dan
prosedur.
- Melakukan monitoring dan
tindak lanjut sesuai dengan
indicator yang ditetapkan
2. INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
Insiden Keselamatan pasien meliputi: Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Tidak
Cedera, dan Kejadian Nyaris Cedera.
Kejadian yang membahayakan pasien atau pengunjung yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan harus dicegah dengan menerapkan manajemen risiko dalam
penyelenggaraan pelayanan klinis.
Jika sudah terjadi kejadian, maka upaya korektif maupun tindakan korektif harus
dikerjakan. Akibat dari kejadian harus dikoreksi, dan tindak korektif melalui analisis
terhadap kejadian harus dilakukan agar tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan klinis harus diidentifikasi,
dianalisis, dan ditindak lanjuti dalam upaya meminimalkan terjadinya risiko dan
melakukan penanganan jika terjadi kejadian tidak diharapkan. Jika terjadi kejadian tidak
diharapkan maka harus ditindak lanjuti dengan melakukan analisis tingkat keparahan
kejadian tersebut untuk menentukan langkah berikutnya. Jika dari hasil kajian tingkat
keparahan ternyata masuk dalam kategori risiko ekstrim atau risiko tinggi, maka harus
dilakukan RCA, tim RCA harus segera dibentuk oleh Kepala FKTP untuk melakukan
investigasi dan tindak lanjut terhadap kejadian. Keseluruhan langkah RCA jika terjadi
kejadian harus diselesaikan paling lambat 45 hari. Jika kejadian tersebut masuk dalam
kategori risiko sedang atau minimal, maka dilakukan investigasi sederhana oleh atasan
langsung untuk segera dilakukan upaya tindak lanjut, paling lambat keseluruhan upaya
tindak lanjut sudah dapat diselesaikan dalam waktu 12 hari.

3. PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


Setiap insiden keselamatan pasien harus dilaporkan kepada Pimpinan FKTP,
budaya untuk melaporkan jika terjadi insiden keselamatan pasien perlu dikembangkan
bersamaan dengan budaya “just culture”, budaya memberikan perlakukan yang adil
perlu dikembangkan sehingga tidak terjadi budaya menyalahkan dalam
penyelenggaraan pelayanan klinis pada pasien.
Kebijakan dan prosedur pelaporan insiden perlu disusun dengan alur, setiap
kejadian harus dilaporkan kepada pimpinan organisasi, selanjutnya berdasarkan hasil
analisis terhadap insiden tersebut dilakukan tindak lanjut sesuai dengan tingkat
keparahan kejadian.
Insiden keselamatan pasien harus dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam kepada Kepala
FKTP.
Format Laporan Insiden Keselamatan Pasien dapat dilihat pada lampiran 1.

4. MENGELOLA RISIKO DALAM PELAYANAN KLINIS


Risiko terjadinya cedera perlu diidentifikasi pada setiap tahapan pelayanan klinis mulai
dari pendaftaran, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pengobatan,
pemberian tindakan, sampai dengan pemulangan. Risiko tersebut perlu diidentifikasi,
dianalisis dan ditindak lanjuti. Register risiko terkait dengan pelayanan klinis perlu
disusun, demikian juga proses pelayanan klinis yang menjadi prioritas perbaikan perlu
dianalisis dengan menggunakan FMEA, dikenali model-model kegagalan atau kesalahan,
dianalisis sebab dan akibatnya, untuk kemudian ditindak lanjuti dengan disain ulang
atau perbaikan prosedur pelayanan agar minimal dari risiko.
5. MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN DALAM PELAYANAN OBAT.
Pengunaan obat pada akhir-akhir ini semakin kompleks, terjadi peningkatan
berbagai jenis obat yang tersedia untuk pelayanan kesehatan. Penggunaan obat dapat
berakibat timbulnya efek samping, reaksi yang tidak diharapkan, kejadian yang tidak
diharapkan akibat kesalahan pemberian obat, dan reaksi obat yang tidak diharapkan.
Setiap tahapan dari pemberian obat pada pasien mulai dari peresepan, penyiapan obat,
pemberian obat, penyimpanan obat, dan monitoring penggunaan obat perlu
diperhatikan untuk meminimalkan terjadinya risiko dalam penggunaan obat.
Permasalahan dalam peresepan dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman
terhadap indikasi, kontra indikasi, dan interaksi obat, kurangnya pemahaman terhadap
pengaruh factor fisik, kognitif, emosi, dan social yang dapat berakibat kesalahan
pemberian atau pemakaian obat, resep tidak terbaca, tulisan dokter yang tidak jelas,
terlalu percaya kepada daya ingat daripada menggunakan referensi, memberikan obat
pada salah orang, salah dosis, salah obat, salah rute, dan salah waktu. Sumber
kesalahan yang lain adalah komunikasi dan edukasi yang tidak memadai kepada pasien.
Pada waktu penyiapan obat dapat terjadi kesalahan karena beban kerja di
farmasi yang cukup besar. Beberapa upaya untuk mencegah dapat dilakukan antara
lain: memastikan obat yang diminta pada resep, memperhatikan penggunaan obat yang
masuk kategori obat yang perlu diwaspadai maupun obat LASA, berhati-hati terhadap
penggunaan singkatan, penataan tempat kerja, menata obat dengan teliti, dan
melakukan edukasi pada pasien
Pada waktu pemberian obat dapat terjadi salah obat, salah dosis, salah orang,
salah rute, dan salah waktu, sehingga perlu dipastikan lima benar dalam pemberian
obat: benar orang, benar obat, benar dosis, benar rute, dan benar waktu pemberian
obat. Efek samping obat, reaksi alergi harus dimonitor dengan baik. Monitoring yang
tidak memadai akan berakibat terhadap terjadinya kesalahan dalam penggunaan obat.
Upaya yang dapat dilakukan oleh FKTP agar lebih aman dalam penggunaan obat
antara lain dilakukan dengan cara:
penggunaan nama obat generic, memberikan obat secara khusus untuk tiap
pasien, belajar dan mempraktikan mencatat histori pemakaian obat, memperhatikan
obat-obat yang sering menimbulkan kejadian tidak diharapkan dan obat-obat berisiko
tinggi yang perlu diwaspadai, menggunakan referensi, menerapkan lima benar dalam
pelayanan obat, melakukan komunikasi yang jelas dalam pelayanan obat, membiasakan
diri untuk melakukan pemeriksaan kembali (double check), dan melaporkan serta
belajar jika terjadi kejadian tidak diharapkan.

6. MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN DALAM PELAYANAN LABORATORIUM


Untuk mengupayakan keselamatan pasien dalam pelayanan laboratorium perlu
diperhatikan kepatuhan dalam pelaksanaan pemantaban mutu internal maupun
pemantaban mutu eksternal.
Pemantaban mutu internal dan upaya keselamatan pasien harus diupayakan
pada tiap tahapan pemeriksaan laboratorium, mulai dari tahap praanalitik, analitik, dan
pasca analitik.

Pada tahap praanalitik perlu diperhatikan antara lain: pemilihan pemeriksaan


laboratorium yang akan diminta oleh dokter, permintaan pemeriksaan, identifikasi
pasien, persiapan pasien, pengambilan specimen, identifikasi specimen, pengiriman
specimen.
Pada tahap analitik perlu diperhatikan: proses penyiapan specimen, proses
pemeriksaan specimen, pembacaan hasil pemeriksaan, verifikasi hasil pemeriksaan,
kendali mutu pada proses pemeriksaan, sedangkan pada tahap pasca analitik, perlu
diperhatikan: waktu penyelesaian dan penyerahan hasil pemeriksaan, pelaporan hasil
kritis, format pelaporan, penyampaian hasil laboratorium pada umumnya, interpertasi
hasil oleh dokter, tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh dokter, dan penyimpanan
specimen.
Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada tahapan praanalitik antara lain
adalah: dokter meminta pemeriksaan yang salah, petugas laboratorium salah membaca
permintaan dokter, specimen tidak diberi label, kesalahan pemberian label pada
specimen, label terhapus, kegagalan mengambil specimen, salah menempatkan
specimen pada tempat yang salah, specimen tidak cukup atau rusak, specimen hilang,
tranpor specimen yang tidak memenuhi ketentuan, kesalahan data entri: salah orang,
salah jenis pemeriksaan, kesalahan pemrosesan specimen.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada paska analitik antara lain adalah: salah
menginput data hasil pemeriksaan, miskomunikasi tentang hasil pemeriksaan baik oral
maupun tulisan, kesalahan dalam menuliskan laporan hasil, kegagalan
mengkomunikasikan hasil kritis, salah interpertasi hasil pemeriksaan.
Upaya-upaya untuk memimalkan kejadian kesalahan tersebut perlu dilakukan
dengan mengidentifikasi akar masalah untuk perbaikan.

7. MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN MELALUI PENGENDALIAN INFEKSI


Pasien maupun pengunjung FKTP mempunyai potensi tertular infeksi. Infeksi
dapat terjadi karena kontak langsung, terinfeksi tidak langsung karena peralatan medis
atau barang-barang yang bekas digunakan oleh pasien dengan infeksi, maupun tertular
infeksi karena terkena cairan tubuh, infeksi karena droplet atau partikel yang ada di
udara, dan tertular karena tergores benda tajam yang terinfeksi.
Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi di sarana kesehatan dapat
dilakukan antara lain dengan cara:
a. Lingkungan kerja yang bersih,
b. disinfeksi,
c. dekontaminasi dan sterilisasi instrument medis yang digunakan,
d. ketertiban melakukan hand hygiene dengan langkah yang benar pada saat:
- sebelum menyentuh pasien,
- sebelum melakukan prosedur aseptic, s
- esudah terpapar cairan tubuh,
- sesudah menyentuh pasien, dan
- sesudah menyentuh benda-benda disekitar pasien.

Penggunaan alat pelindung diri baik gaun, sarung tangan, apron, kaca mata
untuk proteksi diri, maupun masker perlu diperhatikan pada saat memberikan
pelayanan yang membutuhkan alat pelindung diri.
Untuk mencegah terkena benda tajam yang terinfeksi maupun sampah infeksius
perlu dilakukan pembuangan sampah medis infeksius dengan benar.

C. MANAJEMEN RISIKO LINGKUNGAN FISIK FKTP


Sesuai dengan standar akreditasi Klinik Bab III, Kriteria 3.5.1 Lingkungan fisik Puskesmas,
instalasi listrik, air, ventilasi, gas dan sistim lain yang dipersyaratkan diperiksa secara rutin,
dipelihara, dan diperbaiki bila perlu., 3.5.2 Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan
penggunaan bahan berbahaya serta pengendalian dan pembuangan limbah berbahaya
dilakukan berdasarkan perencanaan yang memadai, dan 3.5.3 Perencanaan dan
pelaksanaan program yang efektif untuk menjamin keamanan lingkungan fisik dikelola oleh
petugas yang kompeten, lingkungan fisik FKTP harus dikelola dengan baik agar tidak berisiko
menimbulkan cedera bagi pasien dan pengunjung. Risiko tersebut terkait dengan kondisi
fisik dan bangunan, kondisi system utilitas yang ada, pemeliharaan dan ketersediaan
peralatan, risiko terhadap bahan-bahan berbahaya dan beracun termasuk pembuangan
limbah infeksius, kemungkinan terjadinya bencana dan kebakaran.
Penanggung jawab untuk keamanan lingkungan fisik di FKTP harus ditentukan, program
pengamanan lingkungan harus disusun, demikian juga risiko dan upaya untuk
meminimalkan risiko harus dilakukan yang dituangkan dalam register risiko

II. PENYUSUN REGISTER RISIKO DI FKTP


Risiko-risiko yang terkait dengan penyediaan pelayanan pasien di fasilitas kesehatan tingkat
pertama, fasilitas tempat pelayanan, dan kegiatan pelayanan kesehatan di luar gedung
FKTP (kegiatan upaya kesehatan perorangant harus diidentifikasi, dianalisis, dan
diupayakan untuk meminimalkan/mencegah terjadinya, dan jika terjadi kejadian dilakukan
upaya untuk mengatasi akibat kejadian.
Hasil analisis tersebut dituangkan dalam register risiko sebagaimana table di bawah ini:

No Pelayanan Risiko yang Tingkat Penyebab Akibat Pencegahan Upaya Pelaporan


/tempat mungkin risiko terjadi penangan
kerja terjadi jika terjadi
insiden

Keterangan cara mengisi table:


Pelayanan/tempat kerja: diisi dengan jenis pelayanan UKP, misalnya pelayanan UKP :
pelayanan laboratorium, atau tempat kerja: Ruang Tunggu Pasien.
Risiko yang mungkin terjadi: risiko-risiko yang terkait dengan kegiatan pelayanan, atau
risiko yang dapat terjadi di tempat kerja

Tingkat risiko : diisi dengan risiko ekstrem, risiko tinggi, risiko sedang, atau risiko rendah,
dengan menggunakan severity assessment.
Penyebab terjadi: diisi dengan kemungkinan penyebab terjadinya risiko.
Akibat: diisi dengan akibat yang mungkin terjadi terkait dengan risiko.
Pencegahan: diisi dengan upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya risiko
Upaya penanganan jika terjadi insiden: diisi dengan tindakan atau kegiatan yang perlu
dilakukan untuk melakukan koreksi terhadap akibat dari insiden, dan melakukan
mitigasi untuk meminimalkan akibat dari insiden
Pelaporan: diisi dengan kepada siapa laporan jika terjadi insiden, kapan harus
dilaporkan, dan siapa yang melaporkan

Anda mungkin juga menyukai