Anda di halaman 1dari 9

REFLEKSI KASUS

INTENSIVE CARE UNIT

Disusun Oleh:

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI TERAPI INTENSIF


RUMAH SAKIT EMANUEL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA


WACANA

YOGYAKARTA

2022
I. INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Intensive Care Unit (ICU) merupakan bagian dari rumah sakit yang
khusus merawat pasien-pasien dengan penyakit, cedera, atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
ICU meliputi 2 fungsi utama yaitu:

1. perawatan pasien gawat darurat dengan potensi “reversible life


threatening organ dysfunction”
2. mendukung organ vital pasien yang akan menjalani operasi yang
kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk
fungsi vital.

Standar minimum pelayanan ICU berupa: resusitasi jantung paru,


pengelolaan jalan nafas termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator
sederhana, terapi oksigen, pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus,
pemberian nutrisi enteral dan parenteral, pemeriksaan laboratorium khusus
dengan cepat dan menyeluruh, pelaksanaan terapi secara titrasi, kemampuan
melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien, memberikan tunjangan
fungsi vital dengan alat-alat portable selama transportasi pasien gawat, serta
kemampuan melakukan fisioterapi dada.

Intensive care unit (ICU) merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri dengan staf khusus beserta perlengkapan yang khusus yang ditujukan
untuk observasi, perawatan dan terapi pasien -pasien kritis dengan ancaman atau
yang sedang mengalami gagal organ atau kegagalan fungsi vital, pasien dengan
penyakit yang potensial mengancam nyawa. Di ICU pasien dipantau dengan ketat
dan diberikan terapi suportif yang maksimal.
Ruang lingkup pelayanan di ICU sendiri adalah diagnosis dan
penatalaksanaan spesifik penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit hingga beberapa hari. Memberi
bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh serta pemantauan fungsi vital tubuh
dan penatalaksanaan yang dapat ditimbulkan oleh penyakit.
Untuk kriteria masuk ICU sendiri diprioritaskan berdasarkan 3 kelompok yaitu :

 Prioritas 1
Kelompok priotitas pertama merupakan kelompok pasien dengan
sakit kritis, tidak stabil dan memerlukan terapi intensif dan tertitrasi
seperti bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ lainnya, infus obat-
obat vasoaktif, obat anti aritmia kontinue maupun penggobatan kontinu
dan tertitrasi lainnya.
 Prioritas 2
Pasien pada kelompok prioritas kedua ini merupakan pasien yang
memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU sebab sangat
beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera seperti
penggunaan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien pada kelompok
ini adalah pasien dengan penyakit jantung paru, gagal ginjal akut
maupun pasien
 Prioritas 3
Pasien pada kelompok prioritas ini merupakab pasien dengan
sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang
disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat
terapi di icupada golongan ini sangat kecil.

Untuk kriteria keluar icu sendiri berdasarkan pertimbangan medis, yaitu :


Indikasi pasien keluar ICU:

 Prioritas 1 :

Pasien tersebut tidak membutuhkan lagi perawatan intensif dan


terapi mengalami kegagalan serta prognosa jangka pendek buruk, sedikit
kemungkinan bila perawatan intensif dilakukan. Contoh pasien keluar icu
dengan prioritas 1 adalah pasien yang memiliki tiga atau lebih kegagalan
sistem organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.

 Prioritas 2 :

Pasien dengan prioritas 2 keluar ICU adalah pasien dengan hasil


pemantauan intensif menunjukkan bahwa perawatan intensif tidak
dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.

 Prioritas 3 :

Pasien prioritas 3 adalah pasien yang kebutuhan untuk terapi


intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih
dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif
kontinyu diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil,
keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit.

II. REFLEKSI

Tn W, seorang lansia laki-laki berusia 79 tahun datang ke IGD RS


Emanuel pada tanggal 06 Oktober 2022 pukul 15.00 dan pada tanggal 07 oktober
2022 pasien dipindahkan ke ICU pada pukul 16.00 dengan keluhan utama nyeri
dada hingga ke perut sejak 3 hari. Selain nyeri dada pasien juga mengeluhkan
tidak bisa BAB selama 3 hari. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum
pasien tampak sakit dengan kesadaran Composmentis (E4V5M6),TD 152/77
mmHg, Nadi 68x/menit, Pernapasan 22x/menit, suhu 36 derajat celcius, saturasi
oksigen 98%. Dilakukan pemeriksaan lab didapatkan hasil lab abnormal berupa
Hematokrit 41.4%, PDW 8.4 fl, P-LCR 14.2%, jumlah limfosit (TLC) 1.45
ribu/mm3, Limfosit 17.4%, Monosit 9.6%, Creatinin1.42 mg/dL, APTT 62.3 detik
Troponin I kualitatif negatif, Pemeriksaan EKG didapatkan adanya gambaran T
inversi pada lead II, III dan aVf. Pasien didiagnosa dengan Nstemi.

Pada saat mengambil kasus ini saya merasa sedih dan prihatin dengan
kondisi pasien. Pasien terlihat sangat lemas dan kesakitan, sesekali pasien terlihat
gelisah dan meronta-ronta. Pasien berumur 79 yang sudah dikategorikan lansia
seharusnya bisa menikmati kehidupan masa tuanya dengan damai dan tenang
mengahbiskan waktu bersama keluarga namun pasien terbaring di ruang
perawatan intensive care unit (ICU) yang memerlukan perawatan lebih intens
dengan menggunakan alat-alat bantu pernapasan. Kasus infark miokard adalah
kasus yang paling sering ditemui dengan prognosis yang berbeda-beda. Kasus ini
memerlukan penanganan dan terapi yang tepat agar membantu perjalanan
penyakit dari pasien ini. Dari kasus ini saya merasa bahwa saya perlu belajar
sungguh untuk mempelajari setiap kasus yang saya temui selama koas ini
terutama pada ruang perawatan ICU yang memerlukan observasi, penanganan dan
terapi yang tepat agar tidak terjadi hal-hal yang dapat mengancam jiwa. Saya
harus lebih lagi belajar supaya kelak ketika menjadi dokter, dan dihadapkan oleh
kasus-kasus kegawadaruratan, saya harus tenang, dapat berpikir untuk mengambil
keputusan dalam melakukan tindakan tepat sehingga dapat meminimalkan angka
morbiditas maupun mortalitas pada setiap pasien yang saya temui.

III. ANALISIS

Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia yang
berfungsi sebagai alat pompa darah sehingga darah dapat dialirkan ke seluruh tubuh.
Angka kematian akibat serangan jantung pada umumnya masih tinggi di dunia,
termasuk di Indonesia. Menurut World Health Organization tahun 2021 diperkirakan
17,9 juta orang meninggal karena CVD pada tahun 2019, mewakili 32% dari semua
kematian global dan dari kematian tersebut 85% disebabkan oleh serangan jantung
dan stroke. Lebih dari tiga perempat kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi
di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, kemudian 17 juta kematian
dini (di bawah usia 70 tahun) karena penyakit tidak menular, sekitar 38% disebabkan
oleh CVD pada tahun 2019. American Heart Association mengindentifikasi bahwa
terdapat 17,3 juta kematian 3 setiap tahunnya yag disebabkan oleh penyakit jantung
dan angka kematian ini diduga akan terus meningkat hingga tahun 2030.
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, angka
kejadian jantung koroner di Indonesia diperkirakan 15 dari 1. penduduk Indonesia
yang menderita penyakit jantung koroner, adapun penyakit jantung koroner
mengakibatkan kematian kurang lebih sekitar 510.840 orang. Kemudian tahun 2013,
prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,5% dan berdasarkan diagnosis gejala sebesar 1,5%. Pada tahun 2018,
prevalensi penyakit jantung meningkat dari 0,5% di tahun 2013 menjadi 1,5%
berdasarkan diagnosis dokter (Riskesdas, 2018)

Infark Miokard akut atau dikenal juga sebagai serangan jantung merupakan
kondisi dimana terjadi sumbatan pada pembuluh darah jantung yang mengakibatkan
kekurangan suplai darah dan oksigen sehingga jaringan otot jantung mengalami
kerusakan bahkan kematian (nekrosis). Infark Miokard akut merupakan salah satu
penyebab utama kematian di negara maju. Diantara pasien yang menderita infark
miokard akut, sekitar 70% disebabkan karena adanya oklusi dari plak aterosklerosis.
Infark miokard akut dapat dibagi menjadi Miokard infark elevasi segmen ST
(STEMI), miokard infark non elevasi segmen ST (NSTEMI) dan angina tidak stabil
(mirip dengan NSTEMI). Faktor risiko Infark Miokard Akut dapat dibagi dua, yaitu :

1. Dapat diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable) yaitu dari


gaya hidup seperti hipertensi, kolesterol, merokok, obesitas, diabetes
mellitus, hiperurisemia, aktivitas fisik kurang, stress.
2. Tidak dapat di perbaiki, seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit
keluarga.
Gejala dari AMI berupa nyeri dada yang khas biasanya terjadi terus menerus
seperti ditindih benda berat dan tidak membaik selama 30-60 menit, dengan
lokasi dibawah tulang dada dan menjalar ke lengan kiri, punggung bagian atas,
leher hingga ke rahang bawah. Keluhan lain berupa sesak nafas, rasa berdebar
pada dada, mual muntah, pusing, keringat dingin. Penegakan diagnosis dilakukan
dengan beberapa pemeriksaan diantaranya EKG, pemeriksaan laboratorium,
angiografi jantung, ekokardiografi. Tatalaksana awal pada penyakit infark
miokardium akut yaitu “MONA TASS” diantaranya morfin, oksigen,
nitroglycerin, aspirin, Trombolitik, antikoagulan, stool softeners, dan sedative.

IV. EVALUASI
Evaluasi yang saya dapatkan dari kasus ini adalah pasien dengan nstemi
memiliki prognosis dubia sehingga perlu perawatan yang intensif dan terapi yang
tepat untuk mencegah mortalitas pada pasien. Pada kasus ini sangat penting untuk
menjaga kesehatan dengan cara menghindari rokok, menjaga kadar lemak dalam
darah dengan mengatur pola makan sehari-hari, bila mempunyai riwayat hipertensi
sangat penting untuk mengontrol tekanan darah dengan mengkonsumsi obat secara
rutin. Perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar lebih aware tentang penyakit
jantung mengingat penyakit jantung merupakan salah satu penyakit yang
menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi. Edukasi mengenai pencegahan,
pola hidup yang sehat, gejala awal penyakit jantung harus terus dan tetap dilakukan
kepada masyarakat untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
.
V. KESIMPULAN

Instensive Care Unit (ICU) adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang
staff yang khusus dengan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk
obeservasi, perawatan serta terapi pada pasien yang penderita penyakit maupun
cedera yang mengancam nyawa maupun memiliki potensial mengancam nyawa.
Infark Miokard akut merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dengan angka kematian yang masih sangat
tinggi. Pasien dengan nstemi memiliki prognosis dubia sehingga perlu perawatan
yang intensif dan terapi yang tepat untuk mencegah mortalitas pada pasien. Oleh
sebab itu pentingnya edukasi mengenai gaya hidup, gejala penyakit yang dialami
pasien serta beberapa komplikasi yang bisa saja terjadi agar meningkatkan
kepatuhan dalam menjalani pengobatan yang rutin
DAFTAR PUSTAKA

Marshal, John et al (2016) What is an intensive care unit? A report of the task
force of the World Federation of Societies of Intensive and Critical Care Medicine.
Elsevier

Nia Niasari, Abdul Latief. 2003. Gigitan Ular Berbisa. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Sari Pediatri Vol 5 No 3.

O’Rouke., Walsh., Fuster. 2009. Hurst’s The Heart Manual of Cardiology. 12th
Ed.Mc Graw Hill

Peckham dkk (2017) Health Promotion And Disease Prevention In General


Practice And Primary Care: A Scoping Study. Prim Health Care Res Dev.

Anda mungkin juga menyukai